BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perkebunan Perkebunan merupakan usaha pemanfaatan lahan kering dengan menanam
komoditi tertentu. Berdasarkan jenis tanamannya, perkebunan dapat dibedakan menjadi perkebunan dengan tanaman musim, seperti perkebunan tembakau dan tebu, serta perkebunan tanaman tahunan, seperti perkebunan kelapa sawit, karet, kakao, kopi, cengkeh, dan pala. Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi : 1. Perkebunan rakyat, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual, dengan area pengusahaan dalam skala yang terbatas luasnya. 2. Perkebunan besar, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh perusahaan yang berbadan hukum dikelola secara komersial dengan areal pengusahaan yang sangat luas. Perkebunan Besar terdiri dari Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) Nasional/Asing. Fungsi perkebunan menurut UU Perkebunan mencakup tiga hal, pertama, fungsi secara ekonomi yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional. Kedua, fungsi ekologi yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung. Ketiga, fungsi sosial budidaya yaitu sebagai pemersatu kesatuan bangsa.
Universitas Sumatera Utara
Secara spesifik tujuan pembangunan perkebunan, antara lain: a.
meningkatkan produksi komoditas perkebunan baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun kontinuitas penyediaannya dalam rangka mendorong peningkatan konsumsi langsung oleh masyarakat, memenuhi bahan baku industri dalam negeri, dan peningkatan ekspor non migas;
b. meningkatkan produktivitas lahan, tenaga kerja, dan modal; c. meningkatkan pendapatan kesejahteraan petani, karyawan, dan pengusaha perkebunan; d. meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan; e. meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha; f. ikut membantu program transmigrasi; g. membantu
pengembangan
wilayah
dan
memperkecil
ketimpangan
pertumbuhan ekonomi antar wilayah; h. meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan, iklim, dan sumber daya manusia serta sekaligus memelihara kelestarian alam dan lingkungannya; i. ikut memantapkan Wawasan Nusantara serta meningkatkan ketahanan nasional dan keamanan ketertiban masyarakat. (Syamsulbahri, 1996). Pengembangan tanaman perkebunan pada masa mendatang mempunyai tantangan dalam hal untuk mendapatkan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi daerah atau kondisi alamnya dan mempunyai prospek pemasaran yang baik untuk masa mendatang. Tanaman perkebunan merupakan komoditi yang ditujukan untuk mendukung industri dan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan devisa negara serta untuk kemakmuran rakyat. Tentulah harapan dalam pengembangan tanaman perkebunan amatlah penting. Dari berbagai komoditi perkebunan yang
Universitas Sumatera Utara
diusahakan baik oleh perkebunan besar maupun perkebunan rakyat tidak dapat dipungkiri selalu diarahkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara sektor ekonomi dan lingkungan. Strategi pengembangan peningkatan produksi perkebunan tidak lagi diletakkan pada intensifikasi saja sebagai titik berat, tetapi secara simultan berwawasan diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi serta rehabilitasi. Prospek pengembangan tanaman perkebunan mengacu pada penggunaan lahan, upaya meningkatkan produktivitas lahan tidak berbasis pada satu macam komoditi, tetapi disesuaikan dengan potensi sumber daya alam pada setiap wilayah. Di samping itu pula untuk menghindari kerugian yang fatal apabila terjadi kegagalan panen maupun harga jual dari suatu komoditi tertentu, dan dengan penanaman aneka komoditi tanaman perkebunan beresiko kerugian akan dapat ditekan. Oleh sebab itu potensi suatu wilayah akan menentukan jenis tanaman perkebunan yang akan dibudidayakan. Kenyataan ini akan memberikan peluang pasar yang dinamik, karena akan menghindari peledakan hasil komoditi tertentu yang pada akhirnya ekonomi pasar dalam negeri akan bergairah. Secara keseluruhan volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan mempunyai peluang besar yang menggembirakan terutama bagi komoditas perkebunan yang mempunyai prospek pasar yang bersaing. (Situmorang, 2010)
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Salah satu tujuan pembangunan secara makro adalah meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat dan dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menyangkut perkembangan dan peningkatan hasil produksi dan pendapatan. Menurut Boediono (1999), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai bila jumlah fisik barang-barang dan jasajasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar jumlahnya dari tahun-tahun sebelumnya. Kenaikan produksi total oleh suatu perekonomian oleh beberapa ahli ekonomi didefenisikan sebagai kenaikan PDRB/GNP riil suatu daerah atau negara. (Siboro, 2004) Beberapa ekonom berpendapat bahwa adanya kecenderungan menaik bagi output per kapita saja tidak cukup, tapi kenaikan output harus bersumber dari proses intern perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self-generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan pertumbuhan dalam periodeperiode selanjutnya. Menurut Saptomo (2008), tolak ukur yang paling banyak digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) baik atas dasar harga berlaku maupun berdasarkan atas dasar harga konstan. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan ekonomi menggunakan PDRB bukan indikator lainnya diantaranya adalah bahwa PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktifitas produksi di dalam perekenomian daerah. Data PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengolah sumber daya yang dimiliki menjadi suatu proses produksi. Dalam teori ekonomi pembangunan, dikemukakan ada enam karakteristik pertumbuhan ekonomi, yaitu : 1. Terdapatnya
laju
kenaikan
produksi
perkapita
yang
tinggi
untuk
mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang cepat. 2. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya perbaikan teknologi dan kualitas input yang digunakan. 3. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. 4. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daeah perkotaan (urbanisasi). 5. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi negara maju dan adanya kekuatan hubungan internasional. 6. Meningkatnya arus barang dan modal dalam perdagangan internasional. (Jhingan, 2007)
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi
Di dalam ilmu ekonomi terdapat banyak teori pertumbuhan. Para ekonom mempunyai pandangan atau persepsi yang tidak selalu sama mengenai proses pertumbuhan suatu perekonomian. Teori-teori pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan kedalam beberapa teori sebagai berikut :
2.3.1. Teori Pertumbuhan Klasik Teori pertumbuhan klasik dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus dan John Stuart Mill yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu luas tanah, jumlah penduduk, jumlah barang modal dan teknologi yang digunakan. Para tokoh ini memfokuskan perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka mengasumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Menurut teori klasik pertumbuhan ekonomi dilambangkan oleh fungsi : Q = Y = f (K, L, R, T) Dimana: Q = Output Y = Pendapatan K = Kapital L = Labor R = Tanah T = Teknologi
Universitas Sumatera Utara
Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Manusia dengan melakukan spesialisasi akan meningkatkan produktivitas. Smith bersama dengan Ricardo percaya bahwa batas dari pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Tanah bagi kaum klasik merupakan faktor yang tetap. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung akibat adanya pembentukan akumulasi modal. Akumulasi tercipta karena adanya surplus dalam ekonomi. Namun David Ricardo pesimis bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya dengan hanya mengandalkan modal pada jangka panjang (long run) perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu dimana pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Menurut Ricardo peranan teknologi akan dapat menghambat berjalannya the law of diminishing return, walaupun teknologi bersifat rigid (kaku), dan hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum klasik, keadaan stationer merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera dan tidak ada lagi pertumbuhan yang berarti.
2.3.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik Teori pertumbuhan neo-klasik diwakili oleh teori pertumbuhan Joseph Schumpeter, Alferd Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut: (Suryana, 2000) a. Adanya akumulasi kapital merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi; b.
Perkembangan merupakan proses yang gradual;
Universitas Sumatera Utara
c.
Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif;
d.
Adanya pikiran yang optimis terhadap perkembangan;
e.
Aspek Internasional merupakan faktor bagi perkembangan. Menurut paham neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan
tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat tertentu, tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka akan berakibat menurunnya tingkat bunga dan menyebabkan hasrat menabung masyarakat juga akan menurun.
2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern Meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet, dan Teori Harrod-Domar. Menurut Rostow (dalam Suryana, 2000) pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : a. Masyarakat tradisional (The traditional society); b. Prasyarat lepas landas (The precondition for take-off); c. d.
Lepas landas (The take-off); Tahap kematangan (The driven to maturity);
e. Masyarakat berkonsumsi tinggi (The age of high mass consumption). Kuznet (dalam Suryana, 200) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologis yang diperlukannya. Harrod-Domar (dalam Suryana, 2000) mengatakan bahwa agar suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh (steady growth):
Universitas Sumatera Utara
a. Barang modal telah mencapai kapasitas penuh; b. Tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional; c. Ratio modal produksi tetap; d. Perekonomian terdiri dua sektor. Sedangkan teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan analisis klasik, bahwa perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Selanjutnya menurut teori ini, rasio modal-output (capital-output ratio = COR) dapat berubah dan bersifat dinamis. Untuk menciptakan sejumlah output tertentu, biasa digunakan jumlah modal yang berbeda-beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, sebaliknya jika modal yang digunakan lebih sedikit maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya fleksibilitas ini suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu.
2.4.
Faktor-F aktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang
mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi jatuh atau bangunnya merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Beberapa faktor yang dipandang sebagai sumber penting yang dapat
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan pertumbuhan ekonomi adalah: tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, sistem sosial dan sikap masyarakat, dan luas pasar. (Sukirno, 2002) Adapun beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada subsektor perkebunan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi : 1. Ekspor 2. Luas Lahan dan 3. Produksi 4. Kurs 5. Investasi
2.4.1. Ekspor Menurut Amir (2004), ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing ataupun ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan bayaran dengan valuta asing. Dalam definisi lain ekspor adalah arus keluar sejumlah barang dan jasa dari suatu negara ke pasar internasional. Ekspor terjadi terutama karena kebutuhan akan barang-barang atau jasa tertentu sudah tercukupi didalam negeri atau karena produksi barang-barang atau jasa tadi bisa kompetitif baik harga maupun mutu dengan produk sejenis di pasar internasional. Ekspor dengan sendirinya akan memberikan pemasukan devisa bagi negara-negara yang bersangkutan yang nantinya digunakan untuk membiayai kebutuhan impor maupun pembangunan dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut maka negera-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki. (Todaro dan Stephen, 2003) Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan. (Jhingan, 2007)
Adapun tujuan ekspor antara lain yaitu : (Amir, 2004) 1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba). 2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestik (membuka pasar ekspor). 3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity). 4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih dalam persaingan yang ketat. (Amir, 2004) Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor memiliki ciri-ciri antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri. 2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu, unik atau lainnya, bila dibandingkan dengan komoditi serupa dengan yang diproduksi negara lain. 3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking industries) atapun industri yang pindah lokasi (relocation industries). 4. Komoditi ini memperoleh izin pemerintah untuk diekspor. (Amir, 2004) Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1995), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain: 1. Harga internasional. Semakin besar selisih antara harga di pasar internasional dengan harga domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak. 2. Nilai tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu negara maka harga ekspor negara itu di pasar internasional akan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga ekspor negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah. 3. Quota ekspor-impor yakni kebijakan perdagangan internasional berupa pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor. 4. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.
Universitas Sumatera Utara
Menurut model basis ekspor, pertumbuhan suatu daerah adalah tergantung dari pertumbuhan industri-industri ekspornya dan kenaikan permintaan yang bersifat ekstrim bagi daerah yang bersangkutan adalah penentu pokok dari pertumbuhan regional. Bertambah luasnya basis ekspor suatu daerah akan cenderung menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi.
2.4.2. Luas Lahan Lahan adalah tanah yang digunakan untuk usaha pertanian. Penggunaan lahan sangat tergantung kepada keadaan dan lingkungan lahan berada. Masing-masing keadaan akan menyebabkan cara penggunaan yang berbeda yang harus disesuaikan dengan keadaan tersebut. Jenis tanah di Sumatera Utara di dominasi oleh tanah litosol, podsolik dan regosol, yaitu seluas 1.601.601 hektar atau sekitas 22.34 persen dari seluruh luas wilayah Sumatera Utara yang tersebar di Kabupaten Asahan, Dairi, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias dan Tapanuli Selatan. Jenis tanah ini sesuai untuk pengembangan komoditi perkebunan seperti karet, kelapa sawit dan tanaman keras lainnya. (Kusuma, 2006). Tanah sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabrik-pabrik hasil pertanian, yaitu tempat dimana proses produksi berjalan dan dari mana hasilhasil produksi keluar. (Mubyarto, 1989). Pentingnya faktor produksi tanah dapat dilihat dalam luas atau sempitnya lahan. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, yang akhirnya mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. (Soekartawi, 1995) Menurut Sinaga (2010), peningkatan luas lahan perkebunan maka akan meningkatkan pendapatan petani, hal ini dikarenakan semakin luas lahan yang
Universitas Sumatera Utara
dimiliki akan membuat semakin banyak bibit yang ditanam sehingga produktifitas diharapkan nantinya semakin tinggi. Komoditi kelapa sawit, kakao dan kopi pada umumnya mulai berproduksi 3 sampai 4 tahun sejak ditanam dilapangan. Sedangkan untuk komoditi karet unggul bisa mulai berproduksi sekitar 4 sampai 5 tahun setelah masa tananm. Lahan adalah salah satu dari faktor produksi yang jumlahnya terbatas. Untuk perkebunan banyak diusahakan di Sumatera (bahkan di tiga provinsi: Sumatera Utara, Riau, Jambi mempunyai lahan seluas 1 juta ha lebih untuk perkebunan). Dengan luas lahan yang terbatas yang telah tersedia, maka para petani pemilik perkebunan akan menyeleksi tanaman perkebunan apa yang cocok dengan lingkungan lahan mereka dengan keuntungan yang paling baik dan resiko yang paling sedikit. Analisis yang dilakukan hanya pendeteksian prospek pasar saja karena hasilnya telah cukup untuk mengetahui tanaman yang berprospek cerah. (Indrian, 1992). Luas lahan menghasilkan adalah merupakan luas lahan tanaman pertanian yang terdapat pokok-pokok yang mengeluarkan hasil. Luas lahan menghasilkan pada satu periode ( jangka waktu ) tertentu adalah tergantung kepada keputusan untuk menanam pada masa lalu. Lahan
pertanian
semakin
menyusut
akibat
adanya
pengaruh
dari
meningkatnya populasi penduduk. Dimana populasi penduduk yang terus bertambah akan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan manusia untuk lahan yang akan digunakan untuk membuat pemukiman-pemukiman baru. Dalam pembangunan pemukiman-pemukiman
tersebut
maka
lahan-lahan
pertanian
menjadi
dialihfungsikan menjadi lahan untuk membuat pemukiman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dengan perkembangan populasi penduduk maka secara langsung juga dapat mengakibatkan terjadinya pengurangan lahan perkebunan. Atau juga dapat menambah jumlah luas lahannya karena alih fungsi lahan pertanian masyarakat ke bidang perkebunan karena anggapan masyarakat sekarang ini berfikir bahwa perkebunan terutama sawit lebih menguntungkan dari pada mengusahakan lahannya untuk pertanian pangan, palawija dan hortikultura. Dengan semakin pesatnya perkembangan industri dan populasi penduduk maka
akan
membuat
terjadinya
konversi
lahan-lahan
pertanian.
Dengan
meningkatnya konversi lahan pertanian tersebut maka mempengaruhi tingkat perbandingan antara luas lahan dengan manusia (land man ratio). Semakin rendah tingkat land man ratio maka semakin besar pula konversi lahan yang terjadi sehingga banyak lahan pertanian yang akan dialihfungsikan. Hal ini akan membuat petani kehilangan lahannya, sehingga petani dapat menjadi buruh di lahannya. Dengan semakin rendahnya land man ratio maka lahan akan semakin berkurang terutama lahan pertanian itu sendiri sehingga akan membuat petani kehilangan penghasilan utamanya. Dengan demikian maka pendapatan petani akan terus berkurang karena jumlah lahan yang diusahakan berkurang juga. Disamping itu dengan berkurangnya lahan pertanian maka secara otomatis akan mempengaruhi jumlah Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Hal ini karena lahan pertanian yang semakin menyusut sehingga pendapatan asli daerah yang berasal dari produkproduk pertanian akan terpengaruh. (Simanjuntak, 2008)
2.4.3. Produksi Ditinjau dari segi ekonomi pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia sehingga memperoleh suatu hasil
Universitas Sumatera Utara
yang baik kualitas dan kuantitasnya, terkelola dengan baik sehingga merupakan suatu komoditi yang dapat diperdagangkan. Suatu bangsa harus berproduksi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Produksi harus dilakukan dalam keadaan apapun, oleh pemerintah atau swasta. Produksi tentu saja tidak akan dilakukan kalau tidak ada bahan-bahan yang memungkinkan proses produksi itu sendiri untuk melakukan produksi, orang memerlukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan. Semua unsur-unsur itu disebut faktor-faktor produksi (factors of productions). Jadi semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor produksi. Seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi terdiri atas: 1.
Tanah
Hal yang dimaksud dengan tanah (land) di sini bukanlah sekedar tanah untuk ditanami atau untuk ditinggali saja, tetapi termasuk juga di dalamnya segala sumber daya alam (natural resources). Itulah sebabnya faktor produksi yang pertama ini sering kali disebut dengan natural resources di samping juga sering disebut land. Dengan demikian istilah tanah ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal atau tersedia di alam mini tanpa usaha manusia, yang antara lain meliputi: a.
Tenaga penumbuh yang ada di dalam tanah, baik untuk pertanian, perikanan, maupun pertambangan.
Universitas Sumatera Utara
b.
Tenaga air, baik untuk pengairan, pengaraman, maupun pelayaran, termasuk juga di sini adalah, misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh Perusahaan Air Minum
c.
Ikan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak, kuala, dan sebagainya)
d.
Tanah yang di atasnya didirikan bangunan
e.
Living stock, seperti ternak dan binatang-binatang lain yang bukan ternak dan lain- lainnya, seperti bebatuan dan kayu-kayuan.
Sehingga yang dimaksud dengan istilah tanah (land) di sini adalah egala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia, dan bisa diperjual belikan. 2.
Tenaga Kerja
Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan istilah tenaga kerja manusia (labor) bukanlah semata-mata kekuatan manusia untuk mencangkul, menggergaji, bertukang, dan segala kegitatan fisik lainnya, tetapi lebih luas lagi, yaitu human resources (sumber daya manusia). Jadi, pengertian human resources adalah semua atribut atau kemampuan manusiawi yang dapat disumbangkan untuk memungkinkan dilakukannya proses produksi barang dan jasa. 3.
Modal
Faktor produksi modal ini sering juga disebut dengan real capital goods (barangbarang modal riil), yang meliputi semua jenis barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang- barang lain serta jasa. Modal juga mencakup arti uang yang tersedia di dalam perusahaan untuk membeli mesinmesin serta faktor produksi lainnya. 4.
Kecakapan Tata Laksana
Universitas Sumatera Utara
Kecakapan (skill) atau disebut dengan entrepreneurship. Entrepreneurship ini merupakan faktor produksi yang intangible (tidak dapat diraba), tetapi sekalipun demikian peranannya justru sangat menentukan. Masing-masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Jika salah satu faktor tidak tersedia, maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor utama, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Bila hanya tersedia tanah, modal dan manajemen saja, tentu proses produksi atau usahatani tidak akan berjalan karena tidak ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja, tidak ada yang dapat dilakukan, begitu juga dengan faktor lainnya, seperti modal. Dalam
proses
produksi
pertanian/perkebunan,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: a. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya. b. Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, risiko dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit, dan sebagainya. (Soekartawi, 1995). Menurut Joesron dan Tati (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktifitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan teknis antara input produksi dengan output dapat dijelaskan dengan suatu fungsi produksi. Hubungan antara jumlah output (Q) dengan jumlah input dalam proses produksi (X1, X2, X3, ....., Xn), secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Q = f (X1, X2, X3, ....., Xn) Dimana :
Q = output X = input
Input produksi sangat banyak, dan dalam hal ini input produksi hanyalah input yang tidak mengalami proses nilai tambah. Dengan demikian dalam fungsi produksi di atas tidak bisa dimasukkan material sebab dalam fungsi produksi ada substitusi antara faktor produksi.
2.4.4. Kurs Nilai tukar, yang biasanya juga disebut dengan kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, dimana terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang suatu negara dengan negara lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut dan inilah yang disebut dengan nilai tukar atau kurs. Jadi, secara umum kurs dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang suatu negara terhadap mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik. Valuta asing (foreign exchange) sebagai mata uang asing dan alat pembayaran dan satuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya stabil dan kadangkadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju seperti mata uang Amerika Serikat (US$) dan Jepang (JPY). Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung karena
Universitas Sumatera Utara
nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. Soft currency umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang seperti mata uang Indonesia (Rupiah), Philipina (Peso), Thailand (Bath), dan India (Rupee). Perbedaan tingkat kurs timbul karena beberapa hal : a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing atau bank, dimana kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta asing atau bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual valuta asing. Selisih kurs jual dan kurs beli merupakan keuntungan bagi para pedagang. b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan waktu pembayaran, dimana kurs TT (telegraphic transfer) lebih tinggi karena lebih cepat dibanding dengan kurs MT (mail transfer) Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan selalu mengalami fluktuasi (perubahan-perubahan) yang berdampak langsung pada harga barangbarang ekspor dan impor. Perubahan-perubahan yang dimaksud antara lain : Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah. Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini
Universitas Sumatera Utara
adalah produk negara itu bagi pihak luar negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah,sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih mahal. Sistem kurs valas yang digunakan oleh beberapa negara berbeda – beda satu sama lainnya. Sifat kurs valuta asing sangat tergantung dari sifat pasar. Apabila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valuta asing akan berubah – ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Apabila pemerintah menjalankan kebijakan stabilitasi kurs, tetapi tidak dengan mempengaruhi transaksi swasta, maka kurs ini hanya akan berubah – ubah di dalam batas yang kecil, meskipun batas – batas ini dapat diubah dari waktu ke waktu. Pemerintah harus turut campur tangan dalam pasar valuta asing untuk menghindari fluktuasi nilai kurs yang besar dan berlebihan. Dalam hal ini kurs tidak lagi dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Sistem ini disebut exchange control. Oleh karena itu, dalam jangka pendek ekspansi moneter akan mendorong perubahan yang segera pada harga relatif dan daya saing. (Dornbusch dan Fischer, 1997). Kegiatan stabilitas kurs dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut : apabila tendensi kurs valuta asing akan turun maka pemerintah membeli valuta asing di pasar. Dengan tambahnya permintaan dari pemerintah maka tendensi kurs turun dapat dicegah. Sebaliknya apabila tendensi kurs naik, maka pemerintah menjual valuta asing di pasar sehingga penawaran valuta asing bertambah dan kenaikan kurs dapat dicegah. Misalnya, pemerintah Indonesia menghendaki supaya kurs stabil pada tingkat US $1 = Rp. 670,00. Gambar (a) : karena sesuatu sebab (misalnya, kenaikan harga minyak) ekspor naik, sehingga penawaran valuta asing (US$) bergeser ke kanan (dari
Universitas Sumatera Utara
S1 ke S2). Kalau permintaan tetap pada D1, kurs US$ cenderung turun menjadi US$1 = Rp. 600,00. Untuk mencegah penurunan ini pemerintah membeli dolar di pasar bebas. Pembelian ini akan mengakibatkan permintaan naik, yang ditunjukkan dengan pergeseran kurva permintaan ke atas (dari D1 ke D2). Tindakan ini akan terus dilakukan sampai kurs kembali pada tingkat US$1 = Rp. 670,00. Gambar (b) karena kenaikan pendapatan atau inflasi di dalam negeri misalnya, impor akan naik, kenaikan impor akan mengakibatkan permintaan valuta asing naik (ditunjukkan dengan kurva permintaan ke atas dari D1 ke D2). Kalau penawarannya tetap kurs akan naik menjadi US$1 = 730,00. Untuk menurunkan kembali pada tingkat semula, pemerintah menjual dolar di pasar. Penjualan ini akan terus dilakukan sampai kurva penawaran bergeser kekanan dari S1 ke S2. Gambar berikut menjelaskan operasi stabilitasi kurs tersebut. Rp.
Rp.
D2
S1
D1
D2
S1
D1 S2
670
S2
730 670
600
US$
(a)
US$
(b)
Gambar 2.1. Kebijaksanaan Stabilisasi Kurs Usaha untuk mencegah kenaikan kurs valuta asing ini bagi pemerintah lebih sukar, karena cadangan valuta asing yang dimiliki terbatas. Keterbatasan ini mungkin
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan pemerintah tidak bisa sepenuhnya untuk mengembalikan kurs ke tingkat yang dikehendaki. Sedangkan usaha untuk mencegah penurunan kurs lebih mudah dijalankan sebab pembelian valuta asing oleh pemerintah dilakukan dengan menggunakan cadangan mata uang sendiri. Besarnya cadangan mata uang sendiri di bawah kekuasaan/pengawasan pemerintah, bahkan kalau kekurangan pemerintah dapat mencetak uang.
2.4.5. Investasi Todaro dan Stephen (2003), menyatakan bahwa sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi di masa yang akan datang disebut sebagai investasi. Dengan demikian investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian sehingga investasi disebut juga dengan penanaman modal atau pembentukan modal. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2005), modal merupakan faktor produksi yang khusus. Modal (barang modal) merupakan faktor produksi buatan yang merupakan input sekaligus output dari suatu perekonomian. Pembentukan modal diartikan bahwa masyarakat tidak mempergunakan seluruh aktifitas produktifnya saat ini untuk kebutuhan dan keinginan konsumsi, tetapi menggunakan sebagian saja untuk pembuatan barang modal. Yang mana pembentukan modal juga mencakup pembiayaan untuk pendidikan, rekreasi dan barang mewah yang memberikan kesejahteraan dan produktivitas lebih pada individu dan semua pengeluaran masyarakat yang berfungsi untuk meningkatkan moral penduduk yang bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Dornbush dan Fischer (1997) menjelaskan bahwa investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal (meliputi pabrik, mesin, kantor dan produk-produk tahun lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi) digolongkan atas investasi tetap perusahaan, investasi tempat tinggal dan investasi persediaan. Investasi merupakan unsur PDB yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari penurunan itu berkaitan dengan penurunan pengeluaran investasi (Mankiw, 2000). Investasi sebagai suatu kegiatan penggunaan uang untuk penyediaan barang-barang modal yang dipergunakan dalam suatu kegiatan ekonomi untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. (Sukirno, 2002) Investasi merupakan penanaman modal di mana penanaman modal tersebut bisa berasal dari Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Investasi ini merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Dalam hal investasi, pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu kebijaksanaan tentang penanaman modal melalui UU No. 1 Tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6 Tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kemudian disempurnakan dengan berlakunya masing-masing UU No. 11 dan UU No. 12 Tahun 1970. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967, pengertian Penanaman Modal Asing (PMA) adalah: 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2. Alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing atau bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan devisa Indonesia. 3. Bagian dari perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 ini
diperkenankan
ditransfer
tetapi
dipergunakan
untuk
membiayai
perusahaan Indonesia. Penanaman modal asing sangat besar fungsinya terhadap pembangunan karena: 1. Dengan adanya penanaman modal asing maka hal ini menciptakan lapangan pekerjaan dan dapat pula meningkatkan pendapatan masyarakat. 2. Sumber modal asing dapat dimanfaatkan oleh negara yang sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. 3. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka perlu diikuti dengan perubahan struktural produksi dan perdagangan. 4. Modal asing berperan aktif dalam mobilisasi dan transformasi struktural. Menurut Kotler (1998) investasi asing memperhatikan minimum empat ciri daya tarik suatu negara bagi investasi asing, yaitu: 1.
Keuntungan Komperatif dan Bersaing. Menurut Michael Porter dalam Kotler (1998) bahwa daya tarik suatu bangsa untuk mengadakan investasi dalam suatu industri terletak dalam empat atribut yang luas, yaitu: a) Faktor Kondisi
Universitas Sumatera Utara
Daya tarik suatu bangsa bagi investasi akan makin besar bila sumber daya alamnya, lokasinya, tenaga kerjanya yang terampil dan prasarana dasar makin baik. b) Kondisi permintaan Makin tinggi kecanggihan permintaan ditempatnya sendiri baik produk dan pelayanan industri tersebut makin besar daya tarik suatu bangsa untuk menanamkan modalnya. c) Industri-industri terkait dan pendukung Daya tarik suatu bangsa bagi investasi akan makin besar dengan makin adanya industri yang terkait dan pendukung dalam bangsa tersebut. d) Strategi, struktur dan persaingan yang tegas Makin besar intensitas persaingan di dalam negeri, makin besar daya tarik suatu bangsa bagi penanaman modal. 2. Stabilitas Ekonomi dan Politik Dalam Negeri Situasi pemerintahan yang tidak stabil dan keadaan ekonmi yang perkembangannya tidak menentu dapat mengakibatkan perusahaan bisnis akan ragu-ragu untuk menanamkan modalnya di negara-negara lain. Stabilitas ekonomi dan politik merupakan kunci keberhasilan dalam menarik investasi asing langsung. 3. Perlindungan Hak Cipta Adanya kepastian hukum dan kelembagaan yang menguasai investasi secara langsung. Kepastian hukum dan kelembagaan ini hendaknya terbuka sehingga dapat diramalkan dan tetap stabil. Akses bebas ke valuta asing
Universitas Sumatera Utara
untuk pengalihan keuntungan dan perolehan input hendaknya diterapkan, arah penanaman modal asing sering kuatir untuk mempribumikan hak milik atau nasionalisasi secara langsung. 4. Zona-Zona Perdagangan Asing Salah satu cara untuk menarik investasi asing langsung adalah dengan membangun zona perdagangan asing Foreign Trade Zone (FTZ) di mana perusahaan yang hanya mengekspor dapat didirikan bebas dari kebanyakan perundang-undangan
lokal.
Multi
National
Corperation
(MNC)
diperbolehkan untuk beroperasi, mengimpor, membuat dan bahkan memiliki secara keseluruhan suatu bisnis di dalam lingkungan FTZ. Selama MNC tidak menjual barang-barang impornya di dalam negara tuan rumah, tidak akan ada efek pada pasar setempat. Negara tuan rumah mendapat untung dari penciptaan kerja, keterampilan yang dipakai angkatan kerjanya, pengalihan teknologi dan pendapatan yang meningkat bagi warganya. Zona perdagangan asing didirikan tidak hanya di negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga di negara-negara yang sudah berkembang. Berbagai kebijakan investasi PMA di atas harus didukung oleh PMDN yang baik sehingga memberi hasil yang maksimal. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 pengertian Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah sebagai berikut: 1. Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda baik yang dimiliki oleh negara atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan, pasal-pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. 2. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut di dalam ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1968 dapat terdiri atas perorangan dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), maka Indonesia memasuki era baru dalam
kebijaksanaan
pembangunan
ekonomi
Indonesia.
Dengan
adanya
kebijaksanaan tersebut maka para investor asing dan swasta nasional berani melakukan penanaman modal untuk kegiatan ekonomi. Jenis - jenis investasi : a.
Investasi yang terdorong (induced investment) dan investasi otonom (Autonomous Investment). Investasi yang terdorong yakni investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, baik pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat atau nasional. Investasi otonom adalah investasi yang dilakukan pemerintah karena disamping biayanya yang sangat besar juga investasi ini kurang memberikan keuntungan, dimana besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan baik itu pendapatan daerah maupun pendapatan nasional. Tetapi dapat berubah karena adanya perubahan – perubahan faktor – faktor diluar pendapatan, seperti tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya.
b.
Public Investment dan Private Investment
Universitas Sumatera Utara
Public investment adalah investasi yang dilakukan oleh pemerintah, yang dimaksud pemerintah disini adalah pemerintah pusat atau daerah. Sedangkan private investment adalah investasi yang dilakukan oleh swasta, dimana keuntungan menjadi prioritas utama, berbeda dengan public investment yang diarahkan untuk melayani dan menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak. c.
Domestic Investment dan Foreign Investment Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing.
d.
Gross Investment atau Net Investment Gross investment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu waktu. Net investment adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan, misalnya investasi tahun ini adalah 25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama tahun yang lalu sebesar 10 juta maka investasi netto adalah 15 juta. Investasi yang ditanamkan pada suatu negara atau daerah, ditentukan oleh
beberapa faktor, yang antara lain : (Kelana, 1997) a.
Tingkat bunga Tingkat bunga menentukan jenis – jenis investasi yang akan memberikan keuntungan kepada para pemilik modal (investor). Para investor hanya akan menanamkan modalnya apabila tingkat pengembalian modal dari modal yang ditanamkan (return of investment), yaitu berupa presentase keuntungan netto (belum dikurangi dengan tingkat bunga yang dibayar) yang diterima lebih besar dari tingkat bunga. Seorang investor mempunyai dua pilihan di dalam menggunakan modal yang dimilikinya yaitu dengan meminjamkan atau
Universitas Sumatera Utara
membungakan uang tersebut (deposito), dan menggunakannya untuk investasi. Dalam hal dimana pendapatan yang akan diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga, maka pilihan terbaik adalah mendepositokan uang tersebut dan akan menggunakannya untuk investasi apabila tingkat keuntungan yang diperoleh adalah lebih besar dari tingkat bunga yang akan dibayar. b.
Tingkat keuntungan investasi yang diramalkan Ramalan mengenai keuntungan di masa depan akan memberikan gambaran pada investor mengenai jenis usaha yang prospektif dan dapat dilaksanakan dimasa depan dan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memenuhi tambahan barang – barang modal yang diperlukan.
c.
Tingkat pendapatan nasional dan perubahan – perubahannya. Dengan bertambahnya pendapatan nasional maka tingkat pendapatan masyarakat akan meningkat, daya beli masyarakat juga meningkat, total agregat demand meningkat yang pada akhirnya akan mendorong tumbuhnya investasi lain (induced investment)
d.
Keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan, maka akan mendorong para investor untuk menyediakan sebahagian dari keuntungan yang diperoleh untuk investasi – investasi baru.
e.
Situasi politik Kestabilan politik suatu negara akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi investor asing untuk menanamkan modalnya. Mengingat bahwa investasi memerlukan jangka waktu yang relatif lama untuk memperoleh kembali modal
Universitas Sumatera Utara
yang ditanam dan memperoleh keuntungan sehingga stabilitas politik jangka panjang akan sangat diharapkan oleh para investor. f.
Kemajuan teknologi Dengan adanya temuan – temuan teknologi (inovasi), maka akan semakin banyak kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh investor, sehingga semakin tinggi tingkat investasi yang akan dicapai.
g.
Kemudahan – kemudahan yang diberikan pemerintah Tersedianya berbagai sarana dan prasarana awal, seperti jalan raya, listrik dan sistem komunikasi akan mendorong para investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah. Disamping itu adanya bentuk insentif yang diberikan pemerintah seperti keringanan – keringanan di dalam perpajakan (tax holiday). Yaitu suatu keringanan di dalam pembebanan pajak yang diberikan kepada suatu perusahaan yang mau menanamkan kembali ke dalam bentuk investasi baru atau jika perusahaan yang bersangkutan mau dan bersedia menanamkan investasinya di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Penciptaan investasi membawa pengaruh kepada perkembangan suatu daerah.
Dampak tersebut disebut dengan spared effect yaitu apabila suatu investasi yang ditanamkan didalam suatu daerah membawa perkembangan baik/positif bagi daerah lainnya, seperti tumbuhnya industri-industri pelengkap atau penunjang bagi industri utama di daerah pusat investasi. Kegiatan investasi akan menimbulkan dua efek, yaitu efek langsung terhadap tingkat pengeluaran agregat, dan efek terhadap kapasitas produksi nasional.
Universitas Sumatera Utara
Efek 1, terjadi pada sisi permintaan agregat, yaitu bila pengeluaran investasi meningkat, pengeluaran agregat di pasar uang akan meningkat, yang kemudian akan menaikkan tingkat pendapatan nasional melalui proses multiplier. Efek 2, terjadi pada sisi penawaran agregat dan efek ini bersifat jangka panjang sehingga kenaikan pengeluaran investasi akan meningkatkan jumlah kapital. Dengan meningkatnya jumlah kapital, produksi perekonomian meningkat yang kemudian akan meningkatkan penawaran agregat.
2.5.
Model Dinamik Komoditi Pertanian Menurut Labys (1973) permintaan bagi suatu komoditi pertanian adalah
secara dinamik. Karena permintaan biasanya berinteraksi tidak secara serta merta (cepat) terhadap faktor yang mempengaruhinya, misal harga dan pendapatan. Tetapi biasanya pengaruh pemrintaan dibagi-bagi pada periode tertentu. Faktor institusi dan keterbatasan teknologi (technological rigidities) sering menjadi penghambat terhadap cepatnya pengaruh faktor-faktor terhadap permintaan suatu produk, artinya ada faktor time lag. Menurut Afifuddin (1989), untuk menentukan bentuk suatu model bagi setiap hubungan antar variabel ekonomi adalah sangat penting dalam suatu penelitian, selain memenuhi ciri-ciri yang terdapat dalam memilih sutau model, sifat dan konsep-konsep yang terdapat dalam suatu model itu perlu juga diambil perhatian terutama sekali semasa menganalisis suatu model yang telah dibina (dibentuk) . Keputusan produksi yang diambil pada waktu t yang didasarkan pada harga saat itu (Pt) tidak akan terealisasi pada waktu t, melainkan pada waktu t+1. Oleh karena itu, fungsi penawaran melibatkan peubah tenggang waktu (lagged variable) sebagai peubah penjelas (explanatory variable). Akan tetapi besar kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
terjadinya kolinieritas ganda antar peubah tenggang waktu tersebut. Dengan demikian, diperlukan modifikasi model respon produksi Model penyesuaian parsial Nerlove diterapkan untuk menganalisis perilaku permintaan yang dinamis. Pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan perilaku permintaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Asumsi dasar pada model penyesuaian parsial Nerlove bahwa permintaan pada suatu periode tertentu (t) menyesuaikan diri secara parsial terhadap permintaan yang diharapkan. Terdapat beberapa cara mengklasifikasikan model komoditi. Pada umumnya ada tujuh jenis metodologi yakni model pemasaran ekonometrik, model proses ekonometrik, model
keseimbangan ‘spatial’, model perdagangan internasional,
model rekursif, model perindustrian dinamik dan model sistem (Labys, 1973). Model-model komoditi dapat juga diklasifikasikan pada bentuknya yang statis atau dinamik, linier atau non linier, stokastik atau non stokastik, terbuka atau tertutup, rekursif atau simultan (Afifuddin, 1989).
2.6.
Penelitian Terdahulu Situmorang (2010), melakukan penelitian untuk mengetahui keadaan ekspor
karet alam Sumatera Utara dan faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan analisis path dan berfokus pada studi pengaruh variabel kurs, inflasi, dan harga karet alam ekspor Sumatera Utara terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara melalui produksi karet alam. Hasil analisis menunjukkan bahwa kurs, inflasi, harga karet alam ekspor secara bersama-sama berpengaruh nyata positif terhadap produksi karet alam Sumatera Utara. Secara parsial, kurs memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi karet alam Sumatera Utara sedangkan inflasi dan harga karet alam ekspor memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap produksi karet
Universitas Sumatera Utara
alam Sumatera Utara. Kurs, inflasi, harga karet alam ekspor, dan produksi karet alam ekspor berpengaruh positif terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara. Secara parsial, kurs, harga karet alam ekspor, produksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara dan inflasi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara. Secara bersama-sama, kurs, inflasi, harga karet alam ekspor, dan produksi karet alam berpengruh nyata terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara. Putra (2011), melakukan penelitian pengaruh nilai tukar rupiah, harga pupuk kelapa sawit, luas lahan kelapa sawit, dan harga ekspor minyak kelapa sawit terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara. Data penelitian diestimasi dengan menggunakan regresi linier berganda dengan memakai metode Ordinary Least Square. Hasil penelitian menunjukkan nilai tukar Rupiah, harga pupuk kelapa sawit, luas lahan kelapa sawit, dan harga ekspor minyak kelapa sawit memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor minyak kelapa sawit Sumatera Utara, dan luas lahan memiliki pengaruh paling dominan.
Sumanjaya (2005), yang menganalisis faktor-faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia, menunjukkan bahwa ekspor dan investasi memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara nilai tukar yang meningkat tajam, justru mempunyai hubungan yang negatif dan bahkan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Inflasi sering meningkat sejalan dengan kebijaksanaan. Keseluruhan faktor di atas memberikan pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi. Mahendra (2006), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai ekspor, nilai investasi dan jumlah tenaga kerja selama periode 1985 – 2004
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Secara parsial variabel ekspor dan variabel investasi tidak berpengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Sedangkan variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap variabel pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Nensy (2005), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.
Penelitian membahas tentang pengaruh
ekspor, investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel ekspor berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, sedangkan variabel investasi dan pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Hal ini disebabkan karena investasi yang terjadi jumlahnya sedikit dan pengeluaran pemerintah untuk menyeimbangi pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga sangat besar. Dimana secara bersama-sama ketiga variabel tesebut mampu memberikan penjelasan tingkat variasi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara sebesar 70,6% sedangkan sisanya 29,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi. Zai (2008), meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor karet Sumatera Utara (periode 1997 – 2006). Berdasarkan hasil analisis data volume ekspor karet Sumatera Utara disimpulkan variabel nilai free of broad (FOB), produksi perkebunan karet rakyat dan total produksi PTPN II, PTPN III dan PTPN IV mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. Ketiga variabel memberikan pengaruh yang positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. Nilai koefisien determinasi adalah 0,774 sehingga dapat diartikan bahwa volume ekspor karet Sumatera Utara 77,4% dipengaruhi oleh nilai
Universitas Sumatera Utara
free of broad (FOB), produksi perkebunan karet rakyat dan total produksi PTPN II, PTPN III dan PTPN IV 77,4% sedangkan 22,6 % lagi dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
Bakara (2005), melakukan analisis tentang pengaruh intervensi BI dalam menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan analisis jalur dapat diambil kesimpulan bahwa suku bunga SBI, Giro Wajib Minimum dan nilai tukar Rupiah secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar Rupiah. Penetapan suku bunga SBI dan Giro Wajib Minimum yang terlalu tinggi ditetapkan Bank Indonesia akan mengakibatkan suku bunga pinjaman pada bankbank umum juga tinggi. Hal ini akan mengurangi iklim investasi dan loanable funds yang diberikan kepada masayarakat. Kestabilan nilai tukar Rupiah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dapat dilihat pada krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, bahwa melemahnya nilai tukar Rupiah telah menyebabkan mempengaruhi keadaan moneter dalam negeri serta mengganggu seluruh aktifitas perekonomian Indonesia. Krisis nilai tukar Rupiah telah menyebabkan harga barang-barang dan jasa meningkat secara tajam, laju inflasi yang tinggi, fungsi sektor perbankan sebagai intermediary financial terganggu, sektor produksi terhambar sehingga jumlah pengangguran meningkat, yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional mengalami penurunan. Afifuddin, dkk (1994) penelitiannya menganalisis faktor yang mempengaruhi respon pekebun dalam menentukan keputusan untuk investasi. Dengan melihat hubungan faktor harga kelapa sawit, harga karet, anggaran pembangunan pemerintah untuk kelapa sawit dan harga faktor produksi, masing-masing pada waktu masa
Universitas Sumatera Utara
penanaman kelapa sawit dengan menggunakan model luas lahan. Temuan mereka, luas lahan menghasilkan dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit, investasi dan tingkat upah buruh masing-masing time lag 4 tahun. Investasi dan tingkat upah, masing-masing bermakna pada tingkat keyakinan 95% dan 99%. Harga minyak kelapa sawit tidak signifikan dimasukkan kaerena hubungan sesuai teori.
2.7.
Kerangka Konseptual Keterkaitan antara variabel-variabel yang digunakan dalam penulisan ini
digambarkan dalam bentuk kerangka konseptual sebagai berikut :
Nilai Produksi Komoditi Perkebunan (NP)
Nilai Ekspor Komoditi Perkebunan (NE)
Luas Lahan Perkebunan (LL)
Pertumbuhan Ekonomi (PE) Investasi (I)
Kurs (K)
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
2.8.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual, maka hipotesis
yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Nilai produksi komoditi perkebunan memberikan pengaruh yang positif terhadap nilai ekspor subsektor perkebunan Sumatera Utara, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara
b) Luas lahan perkebunan tahun t-4 memberikan pengaruh yang positif terhadap nilai ekspor subsektor perkebunan Sumatera Utara, ceteris paribus. c) Kurs memberikan pengaruh yang positif terhadap nilai ekspor subsektor perkebunan Sumatera Utara, ceteris paribus. d) Nilai produksi komoditi perkebunan, luas lahan perkebunan tahun t-4 dan kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditi perkebunan Sumatera Utara, ceteris paribus. e) Nilai produksi komoditi perkebunan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris paribus. f) Luas lahan perkebunan tahun t-4 memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris paribus. g) Kurs memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris paribus. h) Nilai ekspor komoditi perkebunan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris paribus. i) Nilai investasi tahun t-4 pada subsektor perkebunan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, ceteris paribus. j) Nilai produksi komoditi perkebunan, luas lahan perkebunan tahun t-4, kurs, ekspor komoditi perkebunan, beserta nilai investasi tahun t-4 pada subsektor perkebunan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara Sumatera Utara, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara