BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Narkotika
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang, yaitu : a. Narkotika Golongan I Narkotika Golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Jenis narkotika ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. b. Narkotika Golongan II Narkotika Golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. c. Narkotika Golongan III Narkotika Golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Penyalahgunaan narkotika yang banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia diantaranya ganja, sabu-sabu, heroin, dan ecstasy. Diantara sekian banyak jenis narkotika, sabu-sabu merupakan jenis narkotika yang paling populer. Sabu-sabu merupakan jenis narkotika yang termasuk ke dalam turunan golongan amfetamina. 2.2 Amfetamina dan Turunannya Amfetamina dan turunannya memiliki struktur dasar yang sama, yaitu fenetilamina (Cole MD dan Codely B, 1995).
7
8
CH2
NH2
Gambar 2.1 Struktur Molekul Fenetilamina Sumber : Cole MD dan Codely B, 1995
CH2
Substitusi gugus kimia tertentu pada struktur dasar tersebut akan mempengaruhi mekanisme kerja dari senyawa turunan yang dihasilkan.
2.2.1 Amfetamina
a. Sejarah Amfetamina disintesis pertama kali pada tahun 1887 di Jerman, tetapi pada saat itu belum digunakan secara luas. Pada tahun 1932, amfetamina dipasarkan dengan nama benzedrine dalam bentuk sediaan inhaler sebagai dekongestan. Pada tahun 1935, amfetamina dipasarkan berupa tablet dexidrine yang merupakan bentuk rasemat amfetamina yang diberi nama deksamfetamina yang mempunyai potensi dua kali lipat dari amfetamina (M.S. Handajani, 2006). Pada perang dunia II banyak tentara Inggris menggunakan tablet amfetamina untuk menghilangkan kelelahan, memperbaiki keadaan jiwa, dan meningkatkan rasa percaya diri. Hal ini juga dilakukan oleh tentara Amerika pada perang Vietnam tahun 1960-1969. Setelah perang dunia II, di Jepang dilakukan pengawasan produksi dan penggunaan amfetamina di lingkungan militer karena banyak disalahgunakan. Sampai tahun 1960, amfetamina secara luas digunakan sebagai anti depresi dan secara populer digunakan sebagai obat pelangsing tubuh. Mulai tahun 1964, dilakukan pengawasan secara ketat dengan dikeluarkannya peraturan tentang penggunaan dan pembuatan amfetamina (M.S. Handajani, 2006).
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
9
b. Struktur/ bentuk molekul: CH3
NH3
Gambar 2.2 Struktur Molekul Amfetamina Sumber : M.S. Handajani, 2006
MR (Massa Molekul Relatif) = 135,21 c. Sifat-sifat fisik
Amfetamina (C9H13N) memiliki beberapa sifat fisik diantaranya berbentuk cairan jernih, tidak menguap pada suhu kamar, mengeluarkan bau tajam amin, larut dalam 50-100 mg/mL air (20 oC), larut dalam alkohol. Amfetamina mempunyai titik leleh pada suhu 280 oC, titik didih pada suhu 201,5 oC, berat jenis 0,946 gr/cm3 (liquid). Garam amfetamina sulfat/ fosfat berbentuk kristal putih yang mudah larut dalam air. d. Farmakologi Amfetamina Pemberian amfetamina sebagai dosis tunggal sampai dengan 20 mg per hari. Efek-efek psikologis dari amfetamina dapat berupa peningkatan kewaspadaan, hilangnya rasa kantuk dan berkurangnya rasa lelah, perbaikan mood, bertambah inisiatif, keyakinan diri dan daya konsentrasi, euphoria, serta peningkatan aktivitas motorik dan aktivitas bicara (Setiawati A, 1995). Toleransi terjadi secara cepat selama penggunaan intravena dengan dosis tinggi. Penggunaan kronik akan mengakibatkan penurunan berat badan, halusinasi dan paranoid (Krainer JC, 1967). e. Analisis Amfetamina dapat
dianalisis menggunakan
GC-MS
dengan
kondisi
temperatur oven, detektor dan temperatur injektor sama dengan GC-FID. Gas pembawa yang digunakan adalah helium (UHP) dengan kecepatan alir 0,5-1 mL/ menit. Pengamatan dilakukan pada TIC (Total Ion Chromatogram) terhadap massa ion bermuatan satu dan kelimpahannya (m/z). Identifikasi dilakukan
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
10
menggunakan data pustaka yang tersedia pada software dari alat tersebut (M.S. Handajani, 2006).
Isolasi amfetamina dari cairan biologis dapat dilakukan dengan ekstraksi cair-
cair pada suasana basa (pH≥10) menggunakan pelarut heksan/ kloroform atau
klorobutan. Selain itu dapat digunakan teknik mikro analisis dengan SPE (Solid Phase Extraction) maupun SPME (Solid Phase Micro Extraction). Untuk meningkatkan kepekaan analisis dapat dilakukan derivatisasi menggunakan 1
trifluoroacetyl-1-propyl chloride (1TCP),TFAA (Triflouro Acetyl Anhydride) atau (Penta Flouro Propionic Anhydride) (M.S. Handajani, 2006). PFPA
2.2.2 Turunan Amfetamina a. Umum Turunan amfetamina sering dipakai untuk menjadikan seseorang merasa gembira yang berlebihan atau merasa nikmat. Turunan amfetamina yang banyak beredar secara ilegal, terutama di tempat hiburan, diskotik, pubs, dan lain-lain, adalah turunan amfetamina yang mengandung gugus metoksi dan metilendioksi. Turunan amfetamina dengan gugus metoksi dan metilendioksi selain mempunyai khasiat seperti amfetamina, juga mempunyai pengaruh farmakologi berupa halusinasi yang mirip seperti yang diberikan oleh meskalin. Khasiat halusinasi ini yang mendorong untuk disalahgunakan (drug abuse). Pengaruh halusinasi lebih besar dan lebih berbahaya daripada khasiatnya sebagai stimulansia pada SSP (susunan saraf pusat). Oleh karena itu turunan metoksi dan metilendioksi dilarang digunakan dalam pengobatan (M.S. Handajani, 2006). Beberapa turunan amfetamina dapat diproduksi secara alami dari suatu tanaman kaktus Trichocerecus pachamomai (Brit et rose), yang tumbuh di daerah subtropis Amerika Latin khususnya di daerah Andean. Turunan amfetamina juga dapat diperoleh dari tanaman Cophophora wiliamsi yang mengandung mescaline. Hal ini banyak diproduksi secara illegal di wilayah Swiss dan beberapa negara Eropa (M.S. Handajani, 2006). Banyak perdagangan gelap turunan amfetamina yang diproduksi secara disintesis oleh laboratorium gelap (clandestin laboratories) yang berpotensi besar Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
11
untuk disalahgunakan. Hasil sintesis itu, lebih populer sebagai bahan untuk rekreasi (recreational substance) diantaranya MDMA (ecstacy “XTC”) (M.S.
Handajani, 2006). b. Senyawa Derivat/ Turunan Amfetamina
Turunan amfetamina yang sering beredar di Indonesia antara lain
metamfetamina yang dikenal sebagai sabu-sabu; 3,4-methylene dioxyamphetamine (MDA) dengan nama populer Harmoni, Love, Love drug, Speed love; dan 3,4
methylene dioxymetamphetamine (MDMA) dengan nama popular Adane, Ecstasy, Essence. Sabu-sabu biasanya ditemukan dalam bentuk sediaan tablet dan XTC,
kristal baik kristal putih maupun berwarna, sedangkan untuk MDA dan MDMA banyak ditemukan dalam bentuk sediaan tablet. 2.2.3 Metamfetamina/ Metamphetamine a. Sejarah Metamfetamina pertama kali dikenal dari Hawai pada tahun 1980an dengan nama “ICE” yang merupakan bentuk sangat murni dari MA. Proses pembuatan metamfetamina tidak diketahui secara pasti, tetapi diketahui bahwa pusat produksi metamfetamina berada di Asia Tenggara dan sangat populer di Jepang. Penyalahgunaan MA awalnya diketahui dari Inggris (M.S. Handajani, 2006). b. Struktur Molekul
H N CH3 CH3 Gambar 2.3 Struktur Molekul Metamfetamina Sumber: M.S. Handajani, 2006
MR (Massa Molekul Relatif): 149,23 c. Sifat Fisik Metamfetamina (C10H15N) memiliki beberapa sifat fisik diantaranya berbentuk kristal dan serbuk baik putih maupun berwarna. Titik leleh metamfetamina pada suhu 134 oC, titik didih pada suhu 215,5 oC, dan berat jenis 78 g/cm3 (solid). Metamfetamina larut dalam 100 mg/mL air (20 oC). Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
12
d. Farmakologi Metamfetamina
mudah
hancur
pada
suhu
tertentu
sehingga
cara
pemakaiannya sering diuapkan dengan pemanasan dalam waktu yang cukup lama jam) atau dihisap. Apabila masih terdapat sisa dapat dipanaskan beberapa (10-12
jam dan dihasilkan efek yang sama. Hal ini disebabkan karena metamfetamina mempunyai titik leleh yang tinggi (170-175 oC) dan stabil terhadap panas (tidak mudah terdekomposisi). Metamfetamina mempunyai pengaruh stimulasi pada
SSP lebih besar daripada amfetamina tetapi lebih kecil pengaruhnya pada perifer.
2.3 Urin
Narkoba yang telah masuk ke dalam jaringan tubuh akan mengalami proses metabolisme di dalam hati, yang dikatalisis oleh suatu enzim. Metabolitnya akan diekskresikan melalui urin. Urin merupakan cairan essensial sebagai salah satu bentuk sisa dari hasil metabolisme tubuh. Di dalam urin, obat-obat terdapat dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi ataupun dalam bentuk asalnya. Urin terdiri dari bermacammacam bahan organik maupun anorganik yang kompleks. Kandungan urin terkandung pada bahan yang dimakan, keadaan metabolisme tubuh dan kemampuan ginjal mengadakan seleksi. Oleh karena itu, urin dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan seseorang yang dicurigai sebagai pengguna narkoba. Narkoba dapat dianggap sebagai racun yang harus diekskresikan oleh tubuh melalui ginjal dalam bentuk urin. Selain itu, urin dapat dikumpulkan lebih banyak daripada hasil metabolisme yang lain. Jumlah urin yang dikeluarkan setiap hari berkisar antara 500-3000 mL, dengan rata-rata 1500 mL. Berikut ini adalah waktu dan jumlah pengambilan urin untuk pemeriksaan narkoba: Tabel 2.1 Pengambilan Urin untuk Pemeriksaan Narkoba
Golongan Narkoba dalam Urin Opiat (heroin, kodein, tebain) Ganja (cannabis) Amfetamina (metamfetamina, MDMA, MDA) Kokain (ecgonin) Benzodiazepin
Lama (hari) 1-4 2-7 1-4 1-3 2-7
Sumber: Jobsheet Pemeriksaan Barang Bukti Narkoba di Puslabfor Polri
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
Jumlah (mL) 25-50 25-50 25-50 25-50 25-50
13
2.4 Preparasi Sampel Dalam bidang toksikologi forensik dan obat-obatan, sampel yang akan
dianalisis pada umumnya merupakan sampel/ sediaan hayati berupa plasma,
serum, urin, darah, keringat, feses, ludah, jaringan, dan isi perut. Sampel selain
mengandung analit juga mengandung sejumlah senyawa endogen (dalam tubuh),
sehingga diperlukan isolasi/ ekstraksi analit secara selektif. Permasalahan yang perlu diatasi dalam isolasi analit sediaan hayati adalah bagaimana melepaskan obat/ analit dari protein atau enzim.
Pengerjaan awal suatu sampel hayati bertujuan untuk mendapatkan larutan
yang bebas protein dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut organik dan pengendapan protein. Reagen asam yang umum digunakan untuk pengendapan protein adalah asam trikloroasetat, asam perklorat, dan asam tungstat. Penggunaan asam kuat dapat menyebabkan penguraian obat/ analit, sehingga penggunaan sejumlah reagen asam perlu pengujian terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang optimal. Ketidakstabilan obat pada pH rendah dapat dicegah menggunakan pelarut organik seperti dengan metanol atau etanol sebanyak dua kali volume untuk pengendapan protein plasma (Chamberlain, 1985). Pemecahan ikatan obat-protein selain menggunakan asam dapat juga digunakan enzim proteolitik, contohnya enzim substilisin yang sangat baik untuk pemecahan obat-protein dalam plasma (Chamberlain, 1985). Metode ekstraksi sampel tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara mengekstraksi sejumlah volume sampel dengan pelarut organik yang sesuai dengan menambahkan reagen asam/ enzim dan reagen pengendapan protein. Filtrat yang didapat merupakan larutan yang mengandung analit. Metode yang dijelaskan di atas merupakan ekstraksi cair-cair. Metode tersebut memiliki kelemahan. Apabila sampel terbatas/ sangat sedikit dengan kadar kandungan analitnya yang sangat kecil, maka perolehan kembali sejumlah analitnya akan sangat sedikit sehingga sulit untuk ditentukan kandungannya. Oleh
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
14
karena itu, diperlukan metode analisis ekstraksi padat-cair secara Solid Phase Extraction (SPE).
2.5 Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction, SPE)
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, SPE merupakan teknik yang
relatif baru. SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan
sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misalnya sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dan lain-lain. Keunggulan SPE dibandingkan dengan ekstraksi
cair-cair adalah:
a. Proses ekstraksi lebih sempurna b. Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien c. Mengurangi pelarut organik yang digunakan d. Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan e. Mampu menghilangkan partikulat f. Lebih mudah diotomatisasi Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien. Untuk memperoleh recovery yang tinggi (>99%), SPE lebih mudah dilakukan daripada ekstraksi caircair karena pada ekstraksi cair-cair diperlukan beberapa kali ekstraksi agar diperoleh recovery yang tinggi. Sedangkan pada SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperoleh recovery yang tinggi (Ibnu Gholib G, 2010). Adapun kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penjerap tertentu) yang beredar di pasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika digunakan cartridge yang berbeda. Selain itu, dapat terjadi adsorpsi yang bolakbalik pada cartridge SPE (Ibnu Gholib G, 2010).
Gambar 2.4Jenis-jenis cartridge SPE Sumber: http://www.sigmaaldrich.com/Graphics/Supelco/objects/4600/4538.pdf.
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
15
Gambar 2.5 Proses Ekstraksi dengan SPE Sumber: http://www.sigmaaldrich.com/Graphics/Supelco/objects/4600/4538.pdf.
2.5.1 Kolom SPE Metode SPE menggunakan kolom kecil berisi silika atau materi padatan polimer dengan ukuran partikel kecil. Pemilihan partikel kecil (sorbent) yang digunakan tergantung dari kepolaran analit yang dianalisis. Menurut Chamberlain (1985), terdapat 4 jenis sorbent yang digunakan, yaitu: 1. Kelompok non polar, dapat berupa oktadesil (C18), oktil (C8), butyl (C4), sikloheksil,fenil, dan stiren divinilbenzen. 2. Kelompok polar, dapat berupa cyanyl (CN), kieselguhr (SiOH), silica gel (SiOH), diol (COH-COH), amina (NH2), florosil (SiOn), dan alumina (Al2O3). 3. Kelompok anion exchange (penukar anion), dapat berupa amina (NH2/ NH) atau amin kuartener (N+). 4. Kelompok cation exchange (penukar kation), dapat berupa asam karboksilat (COOH) atau asam sulfonat (SO3). 2.5.2 Prosedur SPE Dalam penyiapan sampel menggunakan SPE, dapat dilakukan dengan dua strategi. Strategi pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu menahan secara total analit yang dituju pada penjerap yang digunakan, sementara senyawasenyawa pengganggu akan terelusi. Analit yang dituju yang tertahan pada penjerap ini selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organik yang akan
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
16
mengambil analit yang tertahan (gambar 2.6). Strategi ini bermanfaat jika analit yang dituju berkadar rendah (secara kuantitatif) (Ibnu Gholib G, 2010).
(1)
(2)
Pengkondisian penjerap sebelum sampel
Retensi
dimasukkan untuk menjamin reprodusibilitas
Analit yang akan diadsorbsi
retensi analit
Komponen matriks yang tidak diharapkan
Komponen
matriks
lain
yang
tidak
diharapkan
(3)
(4)
Pembilasan
Elusi
Kolom dibilas untuk menghilangkan
Komponen matriks yang tidak diharapkan
matriks yang tidak diinginkan
tertahan Analit yang terpekatkan dan termunikan siap dielusi lebih lanjut
Gambar 2.6 Diagram skematik prosedur SPE Sumber : Kealey and Haines, 2002
Strategi lain adalah dengan mengusahakan supaya analit yang tertuju keluar (terelusi), sementara senyawa pengganggu tertahan pada penjerap (Ibnu Gholib G, 2010). Tahap pertama penggunaan SPE adalah dengan mengkondisikan penjerap dengan pelarut yang sesuai. Untuk penjerap non polar seperti C18 dan penjerap penukar ion dikondisikan dengan mengalirinya menggunakan metanol diikuti dengan aquadest. Pencucian yang berlebihan dengan air akan mengurangi
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
17
recovery analit. Penjerap-penjerap polar seperti diol, siano, amino, dan silika harus dibilas dengan pelarut nonpolar seperti metilen klorida.
Dari gambar 2.6 di atas dapat diketahui bahwa ada 4 tahap dalam prosedur
yaitu: SPE,
1. Pengkondisian Kolom (cartridge) dialiri dengan pelarut sampel untuk membasahi permukaan penjerap dan untuk menciptakan nilai pH yang sama, sehingga perubahan
perubahan kimia yang tidak diharapkan ketika sampel dimasukkan dapat dihindari.
2. Retensi (tertahannya) sampel Larutan sampel dilewatkan ke dalam cartridge untuk menahan analit yang diharapkan sementara komponen lain terelusi. 3. Pembilasan Tahap ini penting untuk menghilangkan seluruh komponen yang tidak tertahan oleh penjerap selama tahap retensi. 4. Elusi Tahap ini merupakan tahap akhir untuk mengambil analit yang dikehendaki jika analit tersebut tertahan pada penjerap. 2.5.3 Pengembangan Metode Sebagaimana dalam metode kromatografi cair, retensi analit tergantung pada konsentrasi sampel, kekuatan pelarut, dan karakteristik penjerap. Pendekatan empirik untuk melakukan pengembangan metode SPE melibatkan screening penjerap yang tersedia. Langkah pertama adalah menentukan penjerap yang paling baik dalam hal kemampuan menahan analit yang dituju. Pertimbangan kedua adalah pelarut yang dibutuhkan untuk mengelusi analit yang dituju. Langkah ketiga adalah menguji matriks sampel blanko untuk mengevaluasi adanya pengganggu yang mungkin ada. Akhirnya (langkah keempat) menentukan recovery dengan menambahkan analit dalam jumlah tertentu harus dilakukan (Ibnu Gholib G, 2010).
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
18
Polaritas pelarut yang meningkat dibutuhkan untuk mengelusi senyawa yang tertahan dalam penjerap silika; sementara untuk senyawa yang tertahan dalam
penjerap non polar (seperti C18) digunakan pelarut non polar (Ibnu Gholib G, 2010).
2.6 Derivatisasi Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan
analisis menggunakan kromatografi gas. Alasan dilakukannya derivatisasi yaitu:
1. Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya. 2. Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram. Beberapa senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang bagus (misal puncak kromatogram saling tumpang tindih) atau sampel yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan GC. 3. Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula. Tujuan utama derivatisasi adalah untuk meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (non-volatil). Senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah biasanya tidak mudah menguap karena adanya gaya tarik-menarik inter molekuler antara gugus-gugus polar, karenanya jika gugus-gugus polar ini ditutup dengan cara derivatisasi, maka akan mampu meningkatkan volatilitas senyawa tersebut secara dramatis. 4. Meningkatkan deteksi, misal untuk kolesterol dan senyawa-senyawa steroid. 5. Meningkatkan stabilitas. Beberapa senyawa volatil mengalami dekomposisi parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan stabilitasnya. 6. Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap (ECD). Ada beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas, serta gugus-gugus fungsional yaitu esterifikasi, asilasi, alkilasi, sililasi, kondensasi, dan siklisasi. Cara yang tepat untuk derivatisasi metamfetamina yaitu dengan asilasi atau alkilasi. Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
19
2.6.1 Asilasi Derivatisasi asilasi digunakan untuk sampel yang mengandung gugus fenol,
alkohol, atau amin primer maupun sekunder. Derivatisasi dengan cara ini
dilakukan dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan katalis (misalkan asam
asetat, asam p-toluen sulfonat, piridin, dan N-metil amidazol) sebelum
penyuntikan ke kromatografi gas (pre column derivatization) atau dilakukan penyuntikan di dalam kolom (on column derivatization). Asilasi pada umumnya memberikan
bentuk
kromatogram
yang
baik.
Trifluoro
asetat
(FFA),
pentafluoropropionat (PFP), atau heptafluorobutirat (HFB) digunakan untuk
meningkatkan sensitifitas analisis. Umumnya kepekaan relatif ester terfluoro yaitu pentafluorobenzoil > HFB > PFP > TFA, dengan beberapa perkecualian. Jika menganalisis ester katekolamin dan metabolitnya dengan TFA, PFP, dan HFB maka urutan elusinya pada fase diam yang kurang polar (SE-30) yaitu TFA lebih cepat daripada PFP dan yang paling akhir terelusi adalah HFB. Jika menggunakan fase diam yang lebih polar (OV-1 atau XE-60) maka derivat PFP dan HFB akan terelusi sebelum TFA. Asilasi digunakan dengan menggunakan perfluoroanhirida yang murni atau dalam pelarut, misalkan dalam asetonitril dan etil asetat. Penambahan amin tersier seperti trimetil amin atau trietil amin akan meningkatkan reaktifitasnya dan berfungsi sebagai penerima asam. 2.6.2 Alkilasi Alkilasi digunakan untuk menderivatisasi alkohol, fenol, amina (primer dan sekunder), imida, dan sulfhidril. Derivat dapat dibuat dengan sintesis Wiliamson, yakni alkohol atau fenol ditambah alkil atau benzil halida dengan adanya basa. Jenis agen penderivat yang saat ini digunakan hanya α-bromo-2,3,4,5,6pentafluorotoluen.
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
20
2.7 Gas Chromatography- Mass Spectrometry (GC-MS) 2.7.1 Pengertian
Kromatografi gas adalah suatu metode analisis fisiko-kimiawi yang
berdasarkan pada pemisahan fisik senyawa organik atau anorganik yang stabil pada pemanasan dan mudah diatsirikan (Mulja dan Surahman, 1995). Sebagai
dasar pemisahan ini adalah pemisahan analit diantara dua fase yaitu fase diam cairan dan fase gerak berupa gas. berupa Spektrometri massa adalah suatu metode analisis instrumental
yang
melibatkan ionisasi elektron dan fragmentasi molekul serta dapat menentukan rasio massa relatif (m/z) dan kelimpahan ion-ion yang terdapat dalam sampel (A. C. Moffat, 1986). Kromatografi gas-spektrometri massa adalah salah satu teknik analisis terpadu yang merupakan penggabungan dari teknik analisis pemisah selektif kromatografi gas dan teknik penganalisis spesifik spektrometer massa. Sistem kromatografi gas-spektrometri massa pertama kali dikembangkan oleh Holmes dan Morrell pada tahun 1957. Penggabungan dari kedua metode analisis akan memberikan keuntungan yang lebih baik karena senyawa yang telah terpisahkan oleh kromatografi gas dapat langsung teridentifikasi oleh spektrometri massa (Jack Cazes, 2001). Prinsip kerja dari GC-MS yaitu sampel yang berupa cairan diinjeksikan ke dalam injektor kemudian diuapkan. Sampel yang berbentuk uap akan dibawa oleh gas pembawa melalui kolom dan komponennya akan terpisah di dalam kolom. Setelah terpisah, masing-masing komponen akan keluar melalui kamar pengion dan dibombardir oleh elektron sehingga terjadi ionisasi. Fragmen-fragmen ion yang dihasilkan akan ditangkap oleh detektor dan dihasilkan spektrum massa. Masalah yang dapat timbul pada penggunaan GC-MS diantaranya yaitu ion molekul tidak tampak atau sangat lemah. Hal ini dapat terjadi jika senyawa yang dianalisis kurang murni dan terdapat pengotor yang mengganggu proses analisis secara spektrometri massa (Silverstein, et.al., 1986).
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
21
2.7.2 Komponen Gas Chromatography- Mass Spectrometry Pada prinsipnya, GC-MS terdiri dari 3 komponen utama, yaitu kromatografi
gas, antarfasa, dan spektrometri massa. Selain itu, terdapat komponen penunjang
lainnya berupa sistem pengolah data.
2.7.2.1 Kromatografi Gas
Prinsip mekanisme kromatografi gas adalah sampel diinjeksikan ke dalam
injektor kemudian diuapkan. Sampel yang berbentuk gas dibawa oleh gas pembawa dengan laju alir yang konstan masuk ke dalam kolom pemisah.
Komponen-komponen sampel akan terpisah pada saat melewati kolom karena adanya partisi fasa diam terhadap komponen-komponen sampel. Komponen yang sudah terpisahkan akan dibawa oleh fasa gerak untuk bergerak di sepanjang kolom berupa pita-pita (band). Setelah sampel dipisahkan menjadi komponen-komponennya, masing-masing komponen tersebut akan keluar dari kolom bersama fasa gerak. Konsentrasi komponen tersebut dapat diukur dengan suatu detektor yang menghasilkan sinyal dan dikirim ke pencatat. Komponen-komponen dari sampel yang telah terpisahkan akan menghasilkan kurva-kurva karena masing-masing komponen tersebut ditahan pada kolom dalam waktu yang berbeda-beda. Lamanya waktu suatu komponen ditahan oleh kolom merupakan ciri khas komponen tersebut yang disebut dengan waku retensi atau waktu tambat. Untuk analisis kualitatif secara kromatografi gas, parameter hasil pemisahan yang digunakan adalah waktu retensi. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan pengendalian suhu, waktu retensi dapat terulang dalam batas 1% dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi setiap puncak. Beberapa senyawa mungkin mempunyai waktu retensi yang sama atau berdekatan, tetapi setiap senyawa hanya mempunyai satu waktu retensi saja. Pada kromatografi gas, umumnya terdapat 5 komponen utama yaitu gas pembawa, gerbang suntik, thermostat, kolom, dan detektor.
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
22
1. Gas Pembawa Fungsi utama gas pembawa adalah untuk memindahkan analit dari injektor
menuju detektor. Syarat mutlak gas pembawa pada kromatografi gas adalah lembam dari segi kimia (mencegah reaksi dengan sampel dan pelarut), sesuai
dengan detektor yang digunakan, dan mempunyai kemurnian yang tinggi. Gas pembawa yang paling banyak digunakan adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), atau campuran argon dan metana (CH4). Selama operasional aliran gas
pembawa harus tetap dan laju aliran gas sebelum masuk ke dalam kolom bersama uap analit diatur oleh sebuah pengatur tekanan. Pengaturan tekanan aliran gas
pembawa tergantung kondisi kebutuhan analisis, biasanya sekitar 10-50 psi dengan laju aliran 25-150 ml/ menit (Mulja dan Suharman, 1995). Untuk mencegah masuknya uap air atau pengotor dari gas pembawa ke dalam kolom biasanya dilengkapi dengan penyaring (traps), sedangkan flow splitter berguna untuk memecah aliran gas pembawa menuju kolom dan detektor. 2. Gerbang suntik Sampel yang disuntikkan ke dalam gerbang suntik merupakan suatu larutan yang mudah diatsirikan. Akan tetapi, sampel berbentuk padat dan gas juga dapat dianalisis dengan memakai sistem pemasuk sampel yang khusus. Volume sampel yang disuntikkan bervariasi antara 0,01-1,0 µl menggunakan kolom kapiler dan 120 µl apabila menggunakan kolom terpaking (packed column), dengan jangkauan kadar analit sampai batas ppb (part per billion) untuk High Resolution Gas Chromatograph (HRGC). Pengaturan temperatur pada gerbang suntik harus di atas suhu titik didih komponen yang terkandung dalam sampel, biasanya diatur sampai 50 oC di atas titik didih komponen (Mulja dan Suharman, 1995). Apabila temperatur terlalu tinggi komponen cepat menguap, tetapi dapat menyebabkan terjadinya penguraian komponen. Sedangkan apabila temperatur di bawah titik didih, komponen dalam sampel dapat menyebabkan pengendapan/ penumpukan pada gerbang suntik. Analisis senyawa yang mudah menguap atau yang mempunyai titik didih yang rendah misalnya senyawa ester/ eter, maka gerbang suntik kromatografi gas dapat dilengkapi dengan head space dan autosampler. Sistem gerbang suntik pada Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
23
kromatografi gas berkembang dengan dilengkapi electronic pressure control (EPC) untuk mengatur tekanan aliran gas pembawa.
3. Thermostat oven Thermostat oven berfungsi untuk mengatur temperatur kolom. Pengaturan
kolom pada kromarografi gas sangat penting, karena pemisahan fisik komponen yang terjadi di dalam kolom sangat dipengaruhi oleh temperatur di dalam oven, yaitu:
a. Isotermal, temperatur diatur tetap selama analisis. b. Program temperatur, temperatur diatur naik secara teratur selama rentang
waktu analisis, misalnya 30-180 oC selama 35 menit. 4. Kolom Pemisahan komponen di dalam sampel terjadi di dalam kolom yang berfungsi sebagai fase diam. Pengaturan temperatur kolom tergantung pada komponen yang ada pada sampel. Apabila sampel mengandung beberapa komponen analit yang memiliki rentang titik didih lebar, sebaiknya menggunakan temperatur terprogram. Sedangkan apabila sampel hanya mengandung satu komponen analit, maka cukup dengan pengaturan stabilitas suhu yang cukup memisahkan analit dari komponen lain dalam cuplikan dengan waktu yang tidak terlalu lama. Pengaturan temperatur kolom tidak boleh melebihi temperatur maksimum yang disyaratkan pada ketentuan jenis kolom yang digunakan, karena dapat menyebabkan column bleeding dan kerusakan pada fase diam. Secara umum, kolom pada kromatografi gas ada 2 jenis yaitu kolom terpaking (packed column) dan kolom kapiler (capillary column). Kolom terpaking terbuat dari logam tahan karat atau tembaga, aluminium, nikel dengan panjang 2-3 meter dan diameter dalam 1,5-9,5 mm yang dibuat melingkar dengan diameter 15 cm dengan padatan pendukung chromosorb. Kolom kapiler berupa pipa terbuka dari logam tahan karat dengan diameter dalam sangat kecil sekitar 0,25-0,32 mm dan panjang kolom sangat panjang sekitar 25-60 m, fase diamnya berupa cairan tipis yang melapisi dinding bagian dalam pipa tersebut. Kolom kapiler lebih banyak digunakan saat ini karena menghasilkan resolusi atau daya pisah yang baik.
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
24
Penentuan jenis fase diam yang berupa cairan tergantung pada aplikasi tingkat kepolaran analit yang dianalisis.
Gambar 2.7 Gambar Jenis-jenis Kolom pada GC Sumber : http://indonesiakimia.blogspot.com/2011/05/gas-chromatography-gc.html
5. Detektor Detektor pada kromatografi gas merupakan suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Secara garis besar, detektor pada kromatografi gas termasuk detektor diferensial yang mana respon yang keluar memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang terelusi (Mulja dan Suharman, 1995). Kromatogram yang dihasilkan merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen berupa puncak dengan waktu tambat tertentu sebagai data analisis kualitatif dan luas puncak sebagai data kuantitatif yang dibandingkan dengan pembanding standar. Ciri detektor yang dikehendaki adalah kepekaannya tinggi, kelinieran tanggapannya lebar terhadap perubahan aliran, suhu, dan harganya murah. Pada GC-MS, spektrometer massa merupakan detektor dari kromatografi gas. Secara sistematis, instrumen kromatografi gas-spektrometri massa dapat ditunjukkan pada gambar 2.8 berikut:
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
25
Gambar 2.8 Instrumen Kromatografi Gas-Spektrometri Massa Sumber: www.chemwiki.ucdavis.edu
2.7.2.2 Antarfasa Antarfasa adalah bagian yang menghubungkan antara kromatografi gas dengan spektrometri massa pada kondisi hampa udara yang tinggi. Tujuan utama dari antarfasa adalah menghilangkan gas pembawa tanpa menghilangkan analit. Antarfasa dapat memindahkan analit secara kuantitatif, mengurangi tekanan, dan laju alir ke suatu tingkat yang dihasilkan oleh spektrum massa (Ewing, 2005). 2.7.2.3 Spektrometri Massa Prinsip kerja spektrometri massa adalah analit diuapkan dalam keadaan vakum kemudian dialirkan menuju ruang pengion. Pada ruang pengion, analit ditembak dengan arus partikel berenergi tinggi menghasilkan ion dengan kelebihan energi (radikal ion) yang bisa memecah dan tidak bisa memecah. Ion yang bisa memecah disebut ion induk (parent ion), ion induk akan memecah menjadi ion positif, negatif, dan pecahan yang netral. Ion negatif akan tertarik ke anoda untuk dinetralkan dan terhisap oleh pompa vakum bersama-sama dengan fragmen netral, sedangkan partikel bermuatan positif menuju ke tabung analisator dan dibelokkan oleh medan magnet sehingga lintasannya melengkung (Fessenden dan Fessenden, 1989). Pada spektrometri massa, hanya ion-ion positif yang terdeteksi dan dipresentasikan sebagai tabel atau grafik yang memuat puncak m/z (massa/ Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
26
muatan) ion-ion yang intensitasnya tergantung pada kelimpahan relatif ion tersebut. Puncak spektrum tinggi disebut base peak yang intensitasnya dianggap
100%, sedangkan puncak-puncak dengan intensitas relatif di berbagai nlai m/z dinamakan spektrum massa dan untuk setiap senyawa sifatnya sangat spesifik.
Pecahnya suatu ion-ion atau molekul menjadi fragmen-fragmen bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya
(Fessenden dan Fessenden, 1989). Berikut ini adalah urutan ion yang mudah mengalami fragmentasi:
CH3+ < RCH2+ < R2CH+ < R3C+ < CH2=CH-CH2+ < C6H5 –CH2+ 2.7.2.4 Pengolah Data Teknologi komputer sangat diperlukan untuk harmonisasi bekerjanya instrumen
terpadu
seperti
kromatografi
gas-spektrometri
massa,
dalam
pengolahan atau penyuguhan data analisis standar SRM (Standar Reference Material) sebagai pembanding terhadap data analisis analit hasil penentuan. Koleksi data analisis SRM yang ada pada perangkat lunak dikenal sebagai Standar Library Spectra. 2.7.3 Teknik Analisis Analit 2.7.3.1 Teknik Multiple Ion Monitoring (MIM) atau SCAN Dengan menggunakan teknik MIM, didapatkan hasil Total Ion Chromatogram (TIC), dengan absis sebagai waktu tambat sedangkan ordinatnya merupakan limpahan relatif (abundance) ion molekulnya. Masing-masing kromatogram menghasilkan spektrum massa suatu senyawa yang dianalisis dan dapat dibandingkan dengan data spektrum massa standar yang ada pada data pustaka. Analisis dengan teknik MIM memerlukan senyawa yang memiliki kadar relatif besar, karena molekul senyawa yang terfragmentasi memerlukan adanya sisa ion molekul yang utuh. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan kemiripan senyawa yang lebih besar dari 90% dengan senyawa yang ada pada data pustaka. Teknik MIM banyak digunakan untuk analisis kualitatif. Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
27
2.7.3.2 Teknik Selected Ion Monitoring (SIM) GC-MS dengan teknik SIM didapatkan dari hasil TIC dengan spektrum massa
suatu komponen yang mempunyai puncak-puncak fragmen secara keseluruhan,
yang akan diseleksi puncak fragmen ion molekul (m/z) secara selektif berdasarkan kelimpahannya. Hasilnya akan diperoleh 3 puncak fragmen ion molekul (m/z)
yang mempunyai kelimpahan tinggi. Teknik SIM akan menghasilkan data puncak lebih tajam dan selektif sehingga akan meningkatkan kepekaan detektor. yang
Oleh karena itu, teknik SIM dapat digunakan untuk analisis dengan kadar yang
kecil dan sangat bermanfaat untuk pengukuran kuantitatif suatu komponen di dalam sampel yang mengandung banyak campuran senyawa. Teknik SIM hanya dapat dilakukan pada GC-MS dengan kelengkapan analisator jenis quadrupol yaitu keempat batangnya mempunyai arus direct current (DC) dengan pengaturan -300 sampai dengan +300 voltase dan potensi frekuensi radio yang diatur pada -1500 sampai dengan +1500 Hz. DC mempunyai tujuan arus searah menarik molekul ke dalam ruang bombardermen molekul oleh elektron, sedangkan potensi frekuensi radio bertujuan menggetarkan molekul. Antara DC dan potensi frekuensi radio dapat berkorelasi langsung dengan waktu menghasilkan waktu tambat (tR) dan massa ion (m/z). Teknik SIM didapat dari pengaturan DC dan potensi frekuensi radio tertentu, namun dalam dunia analisis kimia yang terbaca bukan DC dan potensi frekuensi radio tetapi telah teraktualisasi pada pengaturan massa ion (m/z). Oleh karena itu, teknik SIM didapat dari pemilihan massa ion yang selektif untuk mencegah pengotor yang mempunyai massa relatif yang sama ikut teranalisis. 2.8 Pengembangan Metode Analisis dan Validasi Metode 2.8.1 Pengembangan Metode, Optimasi, dan Pendekatan Validasi 1. Pengembangan Metode Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada literatur yang sudah ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama. Saat ini jarang ditemui pengembangan suatu metode yang tidak menggunakan pendekatan dengan Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
28
menghubungkan atau membandingkan metode yang sedang eksis (Ibnu Gholib G, 2010).
Ada beberapa alasan valid untuk mengembangkan suatu metode analisis baru,
yaitu:
a. Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks sampel tertentu. b. Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode yang
sudah ada tidak reliabel (presisi dan akurasinya rendah). c. Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu banyak,
membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan. d. Metode yang telah ada tidak memberikan sensitivitas atau spesifisitas yang mencukupi pada sampel yang dituju. e. Instrumentasi dan teknik yang lebih baru memberikan kesempatan untuk meningkatkan kinerja metode tersebut, yang meliputi peningkatan identifikasi analit, peningkatan batas deteksi, serta akurasi dan presisi yang lebih baik. f. Ada suatu kebutuhan untuk mengembangkan metode alternatif, baik untuk alasan legal atau alasan saintifik. 2. Optimasi Optimasi metode dapat mengikuti dua pendekatan yang umum yaitu manual dan dengan mendasarkan pada komputer. Pendekatan manual melibatkan variasi satu variabel percobaan dalam satu waktu, sedangkan variabel yang lainnya dibuat tetap lalu respon yang terjadi dicatat. Variabel-variabel tersebut dapat berupa kecepatan alir, komposisi fase diam dan atau fase gerak, suhu, panjang gelombang deteksi, dan pH. Pendekatan ini terhadap sistem optimasi bersifat lambat, membutuhkan waktu yang lama, dan berpotensi membutuhkan biaya yang banyak. Meskipun demikian, pendekatan ini dapat memberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip dan teori yang terlibat dan juga interaksi-interaksi berbagai variabel (Ibnu Gholib G, 2010). Pada pendekatan kedua (dengan komputer), efisiensi dioptimasi, akan tetapi input eksperimental menjadi minimal. Pendekatan secara otomatis dengan komputer ini secara signifikan akan mengurangi waktu, energi, dan biaya. Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
29
3. Pendekatan Validasi Ada beberapa pendekatan untuk melakukan validasi metode yaitu metode
spiking buta nol (zero-blind spiking), spiking buta tunggal (single-blind spiking), dan metode spiking buta ganda (double-blind spiking); pendekatan dengan analisis
bahan
rujukan
terstandar;
pendekatan
kolaboratif
antar
laboratorium
(interlaboratory collaborative studies); dan pendekatan dengan membandingkan metode baru yang diterima.
a. Metode Spiking Metode spiking buta nol (zero-blind spiking method) 1.
Pendekatan metode spiking buta nol ini melibatkan analis tunggal menggunakan suatu metode yang akan divalidasi untuk melakukan analisis suatu sampel yang mengandung level analit tertentu yang sudah diketahui, untuk dapat dianalisis perolehan kembali (recovery)-nya, presisinya, dan akurasinya. Secara umum, pendekatan ini cepat, sederhana, dan berguna akan tetapi rentan terjadi hasil yang subjektif. 2. Metode spiking buta tunggal (single-blind spiking method) Pendekatan metode spiking buta tunggal melibatkan satu analis yang menyiapkan sampel pada konsentrasi yang bervariasi yang tidak diketahui konsentrasinya untuk diberikan kepada analis kedua yang juga melakukan analisis sampel. Hasil analisis kedua analis ini selanjutnya dikumpulkan dan dibandingkan. Meskipun pendekatan ini tidak bias diawalnya, akan tetapi pendekatan ini dapat kehilangan kebutaannya pada tahap yang paling krusial yakni ketika dua hasil analisis dibandingkan. 3. Metode spiking buta ganda (double-blind spiking method) Pendekatan metode spiking buta ganda ini melibatkan tiga analis. Analis pertama menyiapkan sampel pada konsentrasi yang diketahui, analis kedua melakukan analisis sampel, dan analis ketiga membandingkan kedua data yang dihasilkan oleh kedua analis. Baik analis pertama maupun analis kedua tidak dapat mengakses data yang dihasilkan oleh masing-masing analis. Pendekatan metode spiking buta ganda ini merupakan pendekatan yang paling objektif
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
30
dengan asumsi tidak ada bias yang disebabkan oleh analis ketiga (administrator).
b. Metode Pendekatan dengan Analisis Bahan Rujukan Terstandar Analisis dengan bahan referens baku atau sampel otentik pada umumnya
merupakan pendekatan validasi yang diterima. USP, NIST (National Institute of Standards and Technology) dan organisasi lain telah menyiapkan, menjamin, dan memasarkan berbagai macam spesies analit dalam berbagai matriks sampel yang
berbeda. Ketika menggunakan SRM, analis harus menunjukkan bahwa metode yang
digunakan memberikan pengukuran analit yang akurat dan teliti dalam matriks sampel tertentu. Dengan pendekatan ini, bias juga dapat terjadi, terutama jika analis mengetahui banyaknya kandungan analit dalam SRM. c. Pendekatan Kolaboratif antar Laboratorium Uji banding antar laboratorium mungkin merupakan prosedur yang paling diterima untuk melakukan validasi metode analisis baru. Pendekatan ini sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lama, bahkan bisa sampai tahunan mulai dari permulaan validasi sampai akhir validasi (Ibnu Gholib G, 2010). Selama melakukan validasi dengan pendekatan ini, analis harus mengeluarkan segala usahanya untuk mengkoordinasikan proses validasi, membagi sampel, menerima hasil, menganalisis hasil dengan cara statistik, menginterpretasi hasil, dan akhirnya melakukan intepretasi dan verifikasi data. d. Pendekatan dengan Membandingkan Metode Baru yang Diterima Membandingkan metode analisis yang akan divalidasi dengan metode analisis yang sudah ada yang telah diterima merupakan suatu pendekatan lain untuk mengembangkan metode analisis. Pendekatan ini biasanya dilakukan oleh analis tunggal, akan tetapi dapat juga dilakukan oleh dua orang analis yang mana sampel yang akan dikerjakan dipecah menjadi dua. Pendekatan ini juga menggunakan hasil-hasil yang diperoleh dari metode analisis yang telah ada sebagai verifikasi untuk metode analisis baru yang akan divalidasi. Adanya kesesuaian hasil antara metode baru dengan metode yang telah ada merupakan masalah serius untuk menjadikan metode baru tersebut dapat diterima dan digunakan. Meskipun Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
31
demikian, adanya ketidaksesuaian ini juga dapat dimaknai adanya kemungkinan bahwa metode yang telah ada tidak valid dan menimbulkan kesalahan. Jika
seorang analis dapat membuktikan bahwa metode yang telah ada tidak valid, analis harus memulai suatu pendekatan lain untuk melakukan validasi maka
metode baru. Secara umum, semakin banyak sampel maka semakin baik. Idealnya, suatu
metode harus divalidasi untuk suatu analit menggunakan berbagai macam jenis
sampel yang berbeda.
2.8.2 Validasi Metode Analisis
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode analisis harus divalidasi, ketika: 1.
Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
2.
Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi.
3.
Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu.
4.
Metode baku digunakan dilaboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
5.
Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru dan metode baku. Adapun beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam
validasi metode analisis adalah sebagai berikut: 1. Linieritas Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
32
diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat
diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda Data yang diperoleh selanjutnya dapat ditentukan kemiringan (slope), beda.
intersep, dan koefisien korelasinya. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier y = a + bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika b = 0 dan
r = +1 atau r = -1 tergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Nilai koefisien korelasi
yang memenuhi persyaratan adalah lebih besar sama dengan dari 0,9970 (Chan, 2004). 2. Akurasi Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan (Ibnu Gholib, 2010). Ada 3 cara untuk pengujian akurasi, yaitu: 1. Uji Pungut Ulang (Recovery Test) Uji pungut ulang dapat dilakukan dengan menganalisis sampel yang diperkaya dengan sejumlah kuantitatif analit yang akan ditetapkan. Jumlah absolut analit yang diperoleh dari pengujian yang sama untuk sampel (tanpa penambahan analit) dapat digunakan untuk menentukan nilai pungut ulang analit itu. Apabila dalam pengujian tidak terdapat kesalahan sistematik, maka nilai pungut ulang yang diperoleh dalam uji ini tidak akan berbeda secara signifikan dari 100%. Uji pungut ulang juga dapat dilakukan dengan teknik adisi standar menggunakan
suatu seri standar. Dalam hal ini evaluasi beberapa hal dapat
dilakukan sekaligus, seperti adanya kesalahan proporsional misalnya karena adanya interaksi antara analit dengan matrik atau efisiensi ekstraksi akan terlihat pada kemiringan garis regresi dengan slope kurva baku. Kelemahan utama uji ini adalah adanya kemungkinan perbedaan antara kondisi analit yang ditambahkan dan kondisi analit dalam matriks. Nilai uji
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
33
pungut ulang sebesar 100% tidak selalu dapat menjamin bahwa seluruh analit dalam matriks telah benar-benar digambarkan oleh data hasil uji.
Jika kesalahan relatif pada suatu percobaan adalah 1% dari hasil yang benar,
metode analisis sangat akurat. Jika percobaan menghasilkan kesalahan maka
relatif antara 1-5%, maka metode yang digunakan cukup akurat. Sedangkan, jika kesalahan relatif yang diperoleh dari percobaan lebih besar dari 5%, maka akurasi suatu metode analisis sangat rendah (Harvey 2000). Tabel 2.2 Rentang Perolehan Kembali Analit Dalam Beberapa Konsentrasi
No.
Konsentrasi Analit pada Matrik Sampel
% recovery yang dipersyaratkan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
100 % 10 % 1% 0,1 % 0,01 % 10 ug/g (ppm) 1 ug/g 10 ug/kg (ppb)
98-101 % 95-102 % 92-105 % 90-108 % 85-110 % 80-115 % 75-120 % 70-125%
Sumber: AOAC, 2005
Semakin dekat hasil analisis yang diperoleh dengan nilai sebenarnya, maka nilai akurasinya semakin tinggi. Perhitungan perolehan kembali dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut: % Recovery =
(
∗
)
× 100
CF = konsentrasi total sampel yang ditambah analit CA = konsentrasi sampel sebenarnya C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan 2. Uji Relatif terhadap Akurasi Metode Baku Metode baku adalah metode standar yang diambil dari AOAC, USEPA, APHA atau sumber serupa untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Pada prinsipnya, uji dilakukan dengan mengerjakan pengujian paralel atas sampel uji yang sama menggunakan metode ujiyang sedang dievaluasi dan metode uji lain yang telah diakui sebagai metode baku. Apabila dalam pengujian tidak terdapat kesalahan sistematik, maka tidak akan terdapat perbedaan data hasil uji yang signifikan dari kedua pengujian Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
34
tersebut. Dengan anggapan bahwa metode baku memiliki akurasi yang tinggi, tidak adanya perbedaan data hasil uji yang signifikan dari kedua pengujian
tersebut menunjukkan bahwa akurasi metode uji yang sedang dievaluasi memiliki akurasi yang setingkat dengan metode baku. Dibandingkan dengan metode uji
pungut, uji ini dapat memberikan reliabilitas evaluasi yang lebih baik. 3. Uji terhadap Standard Reference Material (SRM) SRM adalah bahan referensi yang bersertifikat yang sifatnya homogen dan
stabil yang digunakan dalam proses pengukuran. Uji terhadap SRM untuk mengevaluasi akurasi suatu metode uji dilakukan dengan menguji SRM dengan
metode uji yang sedang dievaluasi. Diasumsikan bahwa nilai yang sebenarnya (true value) dari suatu bahan yang akan diuji adalah seperti yang dinyatakan pada SRM tersebut. Bias (kekeliruan) hasil uji dari metode uji yang dievaluasi terhadap true value menggambarkan seberapa tinggi akurasi dari metode uji tersebut. 3. Presisi Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu; a.
Keterulangan (repeability), yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b.
Presisi antara (intermediate precision), yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c.
Ketertiruan (reproducibility) merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain. Gambaran suatu data dapat dikategorikan presisi dan akurasinya ke dalam
beberapa kelompok berdasarkan sebarannya yang dapat dilihat pada gambar 2.9.
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
35
Gambar 2.9 a. Presisi dan akurasi tinggi b. Presisi rendah, akurasi tinggi c. Presisi tinggi, akurasi rendah d. Presisi dan akurasi rendah Sumber: http://repository.upi.edu/operator/upload/s_kim_0700710_chapter2.pdf
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Presisi a. Hasil analisis adalah x1,x2,x3,x4…….xn, maka simpangan bakunya adalah:
SD
∑ (xi - x)
=
2
n-1
Keterangan
:
SD
= simpangan baku (standar deviasi)
x
= nilai analisis ke-i
x
= rerata pengukuran
n
= jumlah ulangan
b. Koefisien variasi (KV) adalah : Koefisien variasi (KV) atau Persen Relatif Standar Deviasi (% RSD) dapat dihitung dengan rumus (Harmita, 2004): % RSD =
SD
Keterangan
× 100% :
SD
= simpangan baku (standar deviasi)
x
= nilai analisis ke-i
x
= rerata pengukuran
n
= jumlah ulangan Gunawan (1995) menyarankan analisis dilakukan 5-10 kali berulang dengan
harga RSD (Relative Standard Deviation) tidak boleh lebih besar dari 2 %. Nilai RSD yang diperoleh dapat menunjukan ketelitian dari suatu metode uji : RSD ≤ 1%
1% < RSD ≤ 2%
: sangat teliti : teliti
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
36
2% < RSD ≤ 5% RSD > 5%
: ketelitian sedang : tidak teliti
(AOAC, 2005)
4. Limit deteksi (LOD/Limit of Detection) dan Limit Kuantitasi (LOQ/Limit of
Quantitation) Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas
kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitasi terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria
cermat dan seksama (Harmita, 2004) Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam contoh pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko. Nilai batas deteksi dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini: =
( ×
)
Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (Batas Kuantitasi) K = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi Sb = Simpangan baku respon analitik dari blanko Sl = Arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a + bx) Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x) (Harmita, 2004). 5. Spesifisitas Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya kemponen-komponen lain dalam matriks sampel Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
37
seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks. ICH membagi spesifisitas dalam 2 kategori, yaitu: a.
Uji identifikasi, spesifisitas ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode
analis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul
yang hampir sama.
b.
Uji kemurnian atau pengukuran, spesifisitas ditunjukkan oleh daya pisah dua senyawa yang berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Senyawa
senyawa tersebut biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan
atau suatu pengotor. Jika dalam suatu uji terdapat pengotor maka metode uji
harus tidak berpengaruh dengan adanya pengotor ini. 6. Kisaran (range) Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen utama, maka konsentrasi baku harus diukur di dekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit yang diharapkan. 7. Ketahanan Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi parameter-parameter metode seperti persentase pelarut organik, kekuatan ionik, suhu dan sebagainya. Suatu praktik yang baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu metode adalah dengan memvariasi parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Ibnu Gholib G, 2010). 8. Kesesuaian sistem Sebelum melakukan analisis setiap hari, seorang analis harus memastikan bahwa sistem dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan percobaan kesesuaian sistem yang didefinisikan sebagai serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. PersyaratanIsolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
38
persyaratan
kesesuaian
sistem
biasanya
dilakukan
setelah
pengembangan metode dan validasi metode (Ibnu Gholib G, 2010).
Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Metode Solid Phase Extraction (SPE)
dilakukan