perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a.
Pengertian Prestasi Pernyataan yang terkait dengan pengertian dari prestasi dikemukakan oleh Slameto (2003: 23), bahwa prestasi adalah penilaian hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun hal yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai setiap anak dalam periode tertentu. Sedangkan menurut Tirtonegoro (2001: 43) prestasi adalah penilaian hasil dari usaha kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam bentuk
simbol,
angka,
huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang dicapai dalam periode tertentu. Di samping itu Suharsimi (2001:
14) juga menyatakan bahwa,
prestasi
merupakan hasil kerja (ibarat sebuah mesin) yang keadaannya sangat kompleks. Berdasarkan
pernyataan-perntyataan
di
atas
mengenai
pengertian prestasi, dapat ditarik suatu definisi umum, bahwa prestasi adalah penilaian hasil usaha kegiatan atau suatu proses yang telah dilaksanakan dan dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, angka dan sejenisnya yang dapat menggambarkan pencapaian setiap anak dalam periode tertentu dengan gambaran yang sangat kompleks. b.
Pengertian Belajar Baharuddin bahwa
belajar
dan
Wahyuni
menurut
teori
(2008: 116) mengemukakan konstruktivisme
adalah
mengkonstruksi pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas
melalui
konteks
yang
terbatas
dan
tidak
sekonyong-konyong. Menurut Akhmad Sudrajat (2008), yang juga commit tobelajar user mendefinisikan pengertian sesuai dengan pandangan 12
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konstruktifisme, menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri peserta didik dengan faktor ekstern atau lingkungan. Bukan kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru melainkan peserta didik lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Pendapat lain tentang pengertian belajar dikemukakan Sagala ( 2011 : 12), belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Berdasarkan pernyataan dari beberapa ahli di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian umum, yaitu belajar adalah suatu proses membentuk suatu pengetahuan yang berlangsung secara interaktf antara faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik dengan faktor yang berada di luar diri peserta didik, dengan kata lain peserta didik dapat memperoleh pengetahuan yang baru dengan cara mengolah bahan ajar yang ada melalui proses interkasi antara subjek pendidikan dan objek pendidikan. c.
Pengertian Matematika Pengertian mengenai matematika dikemukakan oleh Hamzah (2007: 129), matematika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan alat
pikir,
berkomunikasi,
alat
untuk memecahkan
berbagai
persoalan praktis yang unsur-unsurnya logika dan instuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas serta mempunyai cabang-cabang
antara
lain
aritmatika,
aljabar,
geometri
dan
analisis. Selain itu, menurut Herman (2003: 24) matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir seseorang, sehingga dengan adanya matematika dapat mengembangkan cara berpikir
peserta
didik
dalam
menyelesaikan
permasalahan-
permasalahan yang dialami saat pembelajaran berlangsung. Pendapat commit to user juga dikemukakan oleh Johnson lain mengenai pengertian matematika
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan Myklebust dalam Abdurrahman (2003: 252), yang menyatakan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif
dan
keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Berdasarkan
pengertian-pengertian
di
atas
yang
mendefinisikan mengenai pengertian matematika, dapat ditarik suatu definisi umum, bahwa matematika adalah suatu alat pikir atau alat komunikasi yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan ilmu pasti dan juga suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir seseorang untuk mengungkapkan bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan
keruangan
sedangkan
fungsi
teoritisnya
adalah
untuk
memudahkan berpikir. d.
Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi mengenai pengertian prestasi belajar matematika, yaitu suatu penilaian dari suatu proses pembelajaran matematika yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, angka dan sejenisnya untuk menggambarkan pencapaian setiap anak dalam periode tertentu sebagai hasil dari proses interaksi antara faktor yang berada dalam diri peserta didik dengan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik guna membentuk suatu pengetahuan baru, akibat dari proses pembelajaran matematika yang telah berlangsung.
2.
Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi secara garis besar dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari orang satu ke orang yang lain. Komunikasi bertujuan untuk menyampaikan ide atau gagasan seseorang, supaya orang lain itu mengetahui maksud dari apa yang disampaikan. Dalam melakukan commit to user komunikasi tersebut seseorang harus berpikir dengan baik supaya ide yang
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan disampaikan bisa diterima sesuai apa yang telah dirancang dalam benaknya, untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, seseorang dapat menyampaikannya dalam berbagai bahasa termasuk bahasa matematis. Kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dalam menyampaikan gagasan atau ide kepada peserta didik lain dalam proses pembelajaran matematika, supaya peserta didik lain dapat memahami apa yang ingin disampaikan terkait dengan pencarian solusi dalam masalah matematika atau berbagi pendapat tentang apa yang telah mereka ketahui tentang konsep-konsep matematika. Kemampuan
komunikasi
matematis
merefleksikan
atau
menggambarkan tingkat pemahaman peserta didik dalam mempelajari matematika. Dilihat dari kemampuan peserta didik dalam menerapkan komunikasi matematis, seorang guru dapat mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan peserta didik dalam mempelajari materi matematika. Peserta didik yang mempelajari matematika seakan-akan mereka sedang berbicara dan menulis tentang apa yang mereka ketahui. Proses peserta didik ketika sedang berbicara atau menulis terkait dengan mata pelajaran matematika merupakan langkah yang dilakukan oleh peserta didik dalam mengekspresikan
kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki.
Peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran matematika, dari kegiatan tersebut peserta didik dapat menyampaikan ideide atau solusi terkait persoalan matematika. Di samping itu mereka juga dapat berkomunikasi atau mendengarkan gagasan dari teman lain yang bisa disampaikan lewat lisan serta tulisan. Hari Suderadjat (2004: 44) menyatakan bahwa komunikasi matematis memegang peranan penting dalam membantu peserta didik membangun hubungan antara aspek-aspek informal dan intuitif dengan bahasa matematika yang abstrak yang terdiri atas simbol-simbol matematika serta antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan useryang menjadi kajian oleh National matematika. Hal ini sejalancommit dengantoapa
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) terkait dengan komunikasi matematis peserta didik, NCTM (2000: 268) menyatakan bahwa : In classrooms where students are challenged to think and reason about mathematics, communication is an essential feature as students express the results of their thinking orally and in writing. Komunikasi merupakan suatu tantangan bagi siswa di kelas untuk mampu berpikir dan bernalar tentang matematika yang merupakan sarana pokok dalam mengekspresikan hasil pemikiran siswa baik secara lisan maupun tertulis. Di samping itu, NCTM (1989: 213) juga menyatakan tentang komunikasi matematika sebagai berikut : mathematical communication means that one is able to use its vocabulary, notation, and structure to express and understand ideas and relationships. In this sense, mathematical communication is integral to knowing and doing mathematics Komunikasi matematis merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematika untuk menyatakan dan memahami ide-ide serta hubungan matematika. Komunikasi dalam matematika mencakup komunikasi yang bisa disampaikan secara tulisan dan lisan atau verbal. Komunikasi secara tulisan dapat ditunjukkan melalui kata-kata, gambar, tabel dan sebagainya yang menunjukkan proses berpikir peserta didik. Komunikasi secara tulisan juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep-konsep yang telah diketahui kemudian dikembangkan dan dijabarkan menurut alur pemikiran mereka sehingga terbentuk gambaran pembuktian dari apa yang telah dikerjakan. Sedangkan komunikasi secara lisan dapat berupa pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan matematika. Komunikasi lisan dapat terjadi melalui interaksi antara peserta didik satu dengan peserta didik lain. Salah satu kegiatan yang dapat memunculkan interkasi peserta didik supaya bisa user berkomunikasi secara lisancommit dalam to mengeksplorasi kemampuan komunikasi
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
matematis adalah dengan diskusi kelompok atau menerapkan model pembelajaran kooperatif. Hal ini sesuai dengan apa yang menjadi karakteristik komunikasi matematis tingkat SMP menurut Depdiknas (2004:6), yang meliputi : a. Membuat model dari suatu situasi melalui lisan, tulisan, benda-benda konkret, grafik, dan metode-metode aljabar. b. Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-ide matematika. c. Mengembangkan pemahaman dasar matematika termasuk aturan-aturan definisi matematika. d. Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi suatu ide matematika. e. Mendiskusikan
ide-ide,
membuat
konjektur/prediksi,
menyusun
argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. f. Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide matematika. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis peserta didik, perlu adanya indikator untuk mengukurnya. Indikator kemampuan komunikasi lisan menurut Djumhur dalam Al Jupri dkk (2007) adalah siswa dapat melakukan hal-hal berikut : a. Menyajikan suatu penyelesaian dari suatu masalah. b. Menggunakan tabel, gambar, model, dan lain-lain untuk menyampaikan jawaban dari suatu masalah. c. Memilih cara yang paling tepat untuk menyajikan jawaban dari suatu masalah. d. Memberikan saran atau pendapat lain untuk menjawab dari suatu pertanyaan yang lebih mudah. e. Merespon suatu pernyataan atau persoalan dari audiens dalam bentuk argumen yang meyakinkan. f. Mampu menginterpretasi dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah, serta informasi matematis. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selanjutnya indikator kemampuan komunikasi matematis peserta didik menurut Ross dalam Al Jupri dkk (2007) dalam bentuk komunikasi tertulis adalah sebagai berikut : a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, tabel, bagan, secara aljabar. b. Menyatakan hasil dalam bentuk tertulis. c. Menggunakan representasi menyeluruh untuk menyatakan suatu konsep matematika dan solusinya. d. Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan keterangan dalam bentuk tertulis. e. Menggunakan bahasa dan simbol matematika dengan tepat. Di sisi lain, kemampuan komunikasi matematis menurut Utari Sumarno (2006:3-4) meliputi : a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik. b. Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar. c. Menyatakana
peristiwa
sehari-hari
dalam
bahasa atau
simbol
matematika. d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. e. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang dipelajari dengan bahasanya sendiri. Dona (2013) menyatakan terdapat lima aspek kemampuan komunikasi matematis yang dapat digunakan menjadi indikator dalam penelitian, sebagai berikut : a. Menginterpretasikan ide matematis Kemampuan ini menekankan pada kemampuan peserta didik dalam to userlangkah pemecahan masalah. memahami masalah dancommit menyatakan
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
b. Menggambarkan situasi masalah dalam bentuk visual Kemampuan ini menekankan pada kemampuan peserta didik dalam memvisualisasikan situasi masalah atau membuat gambar tentang ideide matematis untuk menyelesaikan masalah. c. Menyatakan hasil pemecahan masalah Kemampuan ini menekankan pada kemampuan peserta didik dalam poses menyatakan hasil pemecahan masalah, seperti penggunaan rumus matematis dan struktur-struktur dalam penyajian ide matematis. d. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. Pada kemampuan ini, dianalisis pada tahap membaca ekstensif (review) yaitu kemampuan peserta didik dalam menuliskan jawaban disertai alasan rasional. Dari beberapa indikator komunikasi matematis yang disampaikan oleh beberapa ahli, diambil tiga indikator utama mewakili semua komponen untuk mengukur sejauh mana kemampuan komunikasi matematis peserta didik. Indikator komunikasi matematis yang dipakai dalam penelitian ini adalah : a. Menyajikan informasi dalam simbol, gambar dan bahasa matematika. b. Memunculkan ide-ide, membuat konjektur / prediksi, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. c. Menguraikan penyelesaian masalah secara terstruktur. Berdasarkan beberapa pendapat komunikasi matematis tersebut penulis menyimpulkan bahwa komunikasi matematis adalah kemampuan untuk mengutarakan gagasan atau ide-ide yang disampaikan secara tertulis atau lisan untuk menyelesaikan persoalan matematika dalam suatu proses pembelajaran dengan melibatkan interaksi antara peserta didik dengan peserta didik serta peserta didik dengan guru untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 3.
Model Pembelajaran Menurut Suprijono (2011: 146) model pembelajaran adalah pola to user yang digunakan sebagai commit pedoman dalam merencanakan pembelajaran
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di
kelompok
maupun
tutorial. Sedangkan menurut Joyce dan Weil
(1992: 4) menyatakan bahwa model adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Di sisi lain Trianto (2010: 51) mengutarakan fungsi dari dilaksanakannya model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan pernyataan di atas terkait tentang pengertian model pembelajaran, maka dapat ditarik suatu pengertian baru, bahwa model pembelajaran adalah suatu pedoman yang digunakan oleh pendidik dalam merencanakan pembelajaran yang berfungsi sebagai alat pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan beberapa perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya bukubuku, film, komputer, kurikulum dan lain- lain untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah direncanakan. 4.
Model Pembelajaran Kooperatif Hamdani (2011: 30) menjelaskan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar peserta didik dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sedangkan menurut Slavin (2005: 10) menyatakan bahwa semua model pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa peserta didik yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu timnya mampu membuat diri mereka belajar lebih baik. Model pembelajaran kooperatif dapat memberikan kesempatan yang lebih kepada peserta didik untuk lebih bisa berkontribusi dan meningkatkan kreatifitas dalam pembelajaran matematika. Robertson L (2002) menyatakan bahwa, “Cooperative learning is a viable and effective instructional methodology for teaching and learning mathematics and helps make mathematics exciting and enjoyable for both students and teachers. Many students maintain a high level of interest in mathematical activities have an opportunity to pursue the commitand to user more challenging and creative aspect of mathematics”.
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu proses kegiatan belajar peserta didik dalam suatu kelompok tertentu yang dilakukan dengan cara bekerja sama dan setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab atas tugas yang diberikan dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan pendidikan. 5.
Model Pembelajaran Kooperatif Inquiry Learning Pembelajaran inquiry menekankan kepada proses mencari dan menemukan (M.Hosnan, 2014:341). Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran peserta didik dalam model ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan pendidik berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar. Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan pendidik berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar. Pembelajaran inquiry merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara pendidik dan peserta didik. Pembelajaran ini sering juga dinamakan heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein, yang berarti saya menemukan. Pembelajaran
dengan
model
ini
merupakan
kegiatan
pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis dan analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Ali & Muhlisrarini, 2014:271). Model inkuiri merupakan model yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang telah didapatkan selama belajar. Menurut commit to user Mulyasa dalam Ali & Muhlisrarini (2014) Inkuiri menempatkan peserta
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didik sebagai subjek belajar yang aktif. Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan peserta didik, namun guru tetap memegang peranan penting dalam mendesain pengalaman belajar. Guru berkewajiban menggiring peserta didik dalam melakukan kegiatan. Kadang kala guru perlu memberikan penjelasan, melontarkan pertanyaan, memberikan komentar dan melalui penciptaan iklim yang kondusif, dengan menggunakan fasilitas media dan materi pembelajaran yang bervariasi. Terdapat
beberapa
prinsip-prinsip
pada
pembelajaran
IL,
pelaksanaan
pembelajaran
IL
diantaranya: a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual b. Prinsip Interaksi c. Prinsip Bertanya d. Prinsip Belajar untuk Berpikir e. Prinsip Keterbukaan Sedangkan
langkah-langkah
menurut M.Hosnan (2014) adalah a. Orientasi Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini, pendidik mengondisikan
agar
peserta
didik
siap
melaksanakan
proses
pembelajaran. Pendidik merangsang dan mengajak peserta didik untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada kemauan
peserta
didik
untuk
beraktivitas
menggunakan
kemampuannya dalam memecahkan masalah, tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar. b. Merumuskan Masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada suatu persoalan. Persoalan yang disajikan adalah persoalan commit user berpikir menjawab persoalan itu. yang menantang peserta didik tountuk
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Persoalan dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan persoalan itu tentu ada jawabannya, dan peserta didik didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inquiry. Oleh sebab itu, melalui proses tersebut, peserta didik akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. c. Merumuskan Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis. d. Mengumpulkan Data Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk
menguji
hipotesis
yang
diajukan.
Dalam
pembelajaran inquiry, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. e. Menguji Hipotesis Menguji hipotesis adalah proses menetukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis, yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan peserta didik atas jawaban user menguji hipotesis juga berarti yang diberikan. Di commit sampingto itu,
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, tetapi harus
didukung
oleh
data
yang
ditemukan
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. f. Merumuskan Kesimpulan Merumuskan
kesimpulan
adalah
proses
mendiskripsikan
temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan hal yang cukup penting dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, karena banyaknya data yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus pada masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya pendidik mampu menunjukkan pada peserta didik data mana yang relevan. Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena model ini memiliki beberapa keunggulan, di antaranya sebagai berikut. a. Pembelajaran inquiry menekankan kepada pengembangan aspek kognitif,
afektif
dan
psikomotor
secara
seimbang,
sehingga
pembelajaran inqury ini dianggap lebih bermakna. b. Pembelajaran inquiry dapat memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan gaya mereka. c. Inquiry
merupakan
model
yang
dianggap
sesuai
dengan
perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. d. Pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, peserta didik yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan tehambat oleh peserta didik yang lemah dalam belajar. Di samping memiliki keunggulan, pembelajran inquiry juga mempunyai kelemahan di antaranya sebagai berikut. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Jika model ini digunakan sebagai pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik. f. Pembelajaran inquiry sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar. g. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering pendidik sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan. h. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, maka pembelajaran inquiry ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap pendidik. Tabel 2.1 Peran Siswa dan Guru dalam Self Regulated Learning dalam IL Peran Siswa a. Berperan aktif dalam proses belajar b. Menumbuhkan motivasi dari kebermaknaan tujuan, proses dan keterlibatan dalam belajar c. Mempertimbangkan berbagai macam pilihan strategi serta memilih strategi yang dianggap paling sesuai untuk mencapai tujuan. d. Menyadari serta melakukan umpan balik secara berkelanjutan mengembangkan pembelajarannya. e. Memperoleh makna serta pengetahuan dan melakukan transfer atau aplikasi pada pemecahan masalah yang dihadapi secara kreatif dan inovatif. f. Berpikir secara refleksi sebagai alat untuk mengembangkan aspek kognitif dan transfer pengetahuan. g. Barpartisipasi dalam evaluasi untuk pengembangan. commit to user
Peran Guru a. Memfasilitasi lingkungan belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengaturan belajar secara mandiri. b. Menciptakan kesempatan untuk terjadinya aktivitas pribadi yang terkendali, bekerja kelompok, dan berbagi pengetahuan. c. Membimbing siswa untuk belajar sebagaimana mestinya. d. Bertindak sebagai fasilitator. e. Menjadi model, mediator dan moderator yang kondisional dengan kebutuhan siswa. f. Membantu siswa untuk mengkoneksikan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
Adapun langkah-langkah IL dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Guru mengarahkan peserta didik untuk mengamati objek-objek yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan melalui media-media yang telah tersedia atau dari pengalaman peserta didik sendiri. b. Peserta didik diarahkan untuk memunculkan beberapa pertanyaan setelah melakukan pengamatan melalui merumuskan masalah dan peserta didik didorong untuk mencari dan menemukan (inquiry) jawaban yang tepat. c. Peserta didik dibimbing untuk merumuskan hipotesis dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. d. Peserta didik melakukan kegiatan pengumpulan data dari berbagai sumber untuk kemudian menalar data-data yang telah didapatkan. e. Peserta didik mencoba untuk menemukan solusi dari persoalan yang diberikan dengan cara menguj hipotesis dengan menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dangan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. f. Peserta didik dan guru bersama-sama merumuskan suatu kesimpulan dengan cara mengkomunikasikan di depan kelas sebagai hasil dari proses mendiskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. 6. Model Pembelajaran Kooperatif Discovery Learning Pengertian DL menurut Jerome Bruner adalah metode belajar yang mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis, contoh pengalaman. Hal yang menjadi dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya DL, yaitu murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk commit to user akhir.
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
Bruner memakai strategi yang disebutnya DL, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996: 41 dalam M.Hosnan). Strategi DL adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43 dalam M.Hosnan). DL terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. DL dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi dan penentuan. Pembelajaran DL adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar peserta didik aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan peserta didik (M.Hosnan, 2014: 282). Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan menurut Ali & Muhlisrarini (2014: 270) DL pada pembelajaran matematika adalah suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan melalui proses menemukan. Peserta didik menemukan sendiri pola-pola dan struktur matematika melalui sederetan pengalaman belajar yang lampau. Keterangan-keterangan yang harus dipelajari peserta didik tidak disajikan dalam bentuk final. Peserta didik diwajibkan melakukan aktivitas mental sebelum keterangan yang dipelajari itu dapat dipahami. Metode DL menurut Suryosubroto (2001: 192) dalam Ali & Muhlis (2014) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi objek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Metode DL merupakan komponen dan praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif (Ali & Muhlisrarini, 2014: 270). Menurut Encyclopedia of Education Research, penemuan merupakan strategi yang unik dan dapat diberi bentuk oleh guru commit to user dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan penyelidikannya. Langkah-langkah operasional DL menurut Markaban dalam M.Hosnan (2014) pada pembelajaran matematika adalah sebagai berikut. a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada peserta didik dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh peserta didik tidak salah. b. Dari data yang diberikan guru, peserta didik menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan peserta didik untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS. c. Peserta didik menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat peserta didik tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan peserta didik, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada peserta didik untuk menyusunnya. Di samping itu, perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur. f. Sesudah peserta didik menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. Dhahar (1989) dalam M.Hosnan (2014) mengemukakan beberapa peranan guru dalam pembelajaran penemuan, yakni sebagai berikut. a. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki peserta commit to user didik.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi peserta didik untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan, misalnya dengan menggunakan fakta-fakta yang berlawanan. c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif, ikonik, dan simbolik. d. Apabila peserta didik memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, maka guru hendaknya berperan sebagi seorang pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang tepat. e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah mempelajari generalisasi-generalisasi itu. Kelebihan Penerapan DL : a. Membantu peserta didik
mengembangkan dan memperbanyak
persediaannya dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif peserta didik. b. Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sifatnya sangat pribadi dan mungkin merupakan pengetahuan yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer. c. Strategi penemuan membangkitkan gairah belajar peserta didik. d. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya. e. Peserta didik dapat mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga lebih merasa terlibat dan bermotivasi dalam belajar. f. Membantu memperkuat pribadi peserta didik dengan bertambahnya kepercayaan diri pada peserta didik. commit to user g. Berpusat pada peserta didik.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h. Membantu peserta didik menuju skeptisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir yang mutlak. Kekurangan Penerapan DL : a. Peserta didik yang lamban mungkin bingung dalam usahanya mengembangkan pikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang abstrak. b. Kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. c. Mungkin mengecewakan guru atau peserta didik yang terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional. d. Dipandang terlalu mementingkan dalam memperoleh pengertian dan kurang memerhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. e. Dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada. f. Tidak memberikan kesempatan untuk berpikir kreatif, jika pengertianpengertian yang ditemukan sudah diseleksi oleh guru. Langkah-langkah pembelajaran DL dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Guru membimbing peserta didik untuk mengamati dari media-media yang telah disediakan dan dari pengalaman yang dimiliki dalam menunjang materi pelajaran yang akan diajarkan. b. Peserta didik diarahkan untuk menuliskan pertanyaan dengan cara merumuskan
masalah
dengan
bimbingan
guru
melalui
data
secukupnya. c. Dari data yang diberikan oleh guru peserta didik dibimbing untuk menalar dengan cara menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan peserta didik untuk melangkah ke arah yang dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS. d. Peserta didik mencoba untuk menganalisis Lembar Kerja Siswa atau sejenisnya
sesuai
dengan arahan disampaikan oleh guru.commit to user
atau
langkah-langkah
yang
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
e. Peserta didik menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. f. Guru memeriksa konjektur (prakiraan) yang telah dibuat oleh peserta didik. g. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, guru menyerahkan verbalisasi konjektur kepada peserta didik untuk kemudian disusun dengan baik dan berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dibahas. h. Peserta didik mengkomunikasikan di depan kelas mengenai apa yang telah mereka temukan berkaitan dengan materi ajar dengan guru sebagai fasilitator i. Guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa kebenaran hasil temuan peserta didik. 7. Model Pembelajaran Klasikal Pembelajaran klasikal merupakan kemampuan guru yang utama (Dimyati&Wudjiono, 2006 : 169). Hal itu disebabkan oleh pengajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Oleh karena itu ada jumlah minimum peserta didik di dalam kelas. Jumlah peserta didik tiap kelas pada umumnya berkisar dari 10 – 45 orang. Dengan jumlah tersebut seorang guru masih dapat membelajarkan peserta didik secara berhasil. Pembelajaran kelas berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Pengelolaan pembelajaran bertujuan mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajaran secara individual dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Di samping penyusunan desain instruksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut: commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Penciptaan tertib belajar di kelas b. Penciptaan suasana senang dalam belajar c. Pemusatan perhatian pada bahan ajar d. Mengikutsertakan peserta didik belajar aktif e. Pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi peserta didik Dalam pembelajaran kelas, guru dapat mengajar seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar. Bila guru menjadi tim pembelajar, maka asas tim pembelajar harus dipatuhi. Tim pembelajar perlu menyusun desain pembelajaran kelas secara baik. Berikut akan disajikan posisi guru dan peserta didik dalam pengolahan pesan pada saat penerapan pembelajaran secara individual, pembelajaran secara kelompok dan pembelajaran secara klasikal. Tabel 2.2 Peranan Siswa Dalam Pembelajaran Organisasi Siswa
Pembelajaran Secara Individual
Pembelajaran Secara Kelompok Uraian – Uraian 1. Penyusun Ahli pengajaran Guru Program Belajar atau guru 2. Faedah Program Untuk individu Untuk Belajar Kelompok 3. Kegiatan Individual Kelompok Belajar 4. Pelaku Utama Peserta didik Kelompok Belajar secara individual peserta didik 5. Disiplin Belajar Individu dengan Disiplin tekanan Kelompok kemandirian peserta didik 6. Waktu Belajar Sesuai dengan Menyesuaikan kemampuan diri dengan individual kegiatan kerja kelompok 7. Peranan guru Sebagai fasilitas Sebagai pembimbing pembimbing belajar belajar 8. Kebaikan Peserta didik Peserta didik belajar mandiri terampi bekerja sejak dini sama commit to user
Pembelajaran Secara Klasikal Guru Untuk kelas Kelas Kelas di bawah pimpinan guru Disiplin Kelas
Sebagai guru pengajar yang mendidik Sebagai guru pengajar yang mendidik Bahan pelajaran terselesaikan
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Langkah-langkah pembelajaran klasikal di kelas adalah sebagai berikut : a. Persiapan (preparation) Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk menerima pelajaran. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah mengajak peserta didik keluar dari kondisi mental pasif, membangkitkan motivasi dan minat peserta didik untuk belajar, merangsang dan menggugah rasa ingin tahu peserta didik dan menciptakan suasana iklim pembelajaran yang terbuka. b. Penyajian (presentation) Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dilakukan oleh setiap guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh peserta didik. c. Menghubungkan (correlation) Tahap korelasi adalah tahap menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman peserta didik atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik dapat menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Tahap korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki sturuktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik peserta didik. d. Menyimpulkan (generalization) Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada peserta didik tentang kebenaran suatu paparan. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan mengulang kembali inti-inti materi yang menjadi commit to user pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan materi, dan maping melalui pemetaan keterkaitan antar materi pokok-pokok materi. e. Penerapan (aplication) Tahap penerapan adalah tahap unjuk kemampuan peserta didik setelah mereka menyimak penjelasan guru. Teknik yang bisa dilakukan yaitu, pertama membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan, kedua dengan memberikan tes sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. Pembelajaran klasikal merupakan suatu model pembelajaran yang telah digunakan sejak lama, sebelum dikemabangkannya model-model pembelajaran kooperatif. Guru mendapat peran dominan dalam proses pembelajarannya, karena proses pendidikan sebagian besar berlangsung satu arah. Kelebihan
dan
kelemahan
model
pembelajaran
klasikal
berdasarkan Depdiknas (2009) adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Klasikal Kelebihan Pembelajaran Klasikal 1. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil. 2. Dapat digunakan untuk menekankan kesulitan yang mungkin dihadapi peserta didik sehingga dapat diungkapkan. 3. Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyempaikan informasi kepada peserta didik yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki ketrampilan. 4. Demonstrasi memungkinkan peserta didik untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas 5. Model pembelajaran klasikal bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat mengevaluasi secara berkala.
Kekurangan Pembelajaran klasikal 1. Karena guru merupakan pusat dalam cara penyampaian ini, maka kesuksesan pembelajaran ini bergantung pada guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias dan terstruktur, peserta didik dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran akan terhambat. 2. Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan peserta didik. Sayangnya, banyak peserta didik bukanlah merupakan pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Langkah-langkah pembelajaran klasikal
dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: a.
Guru menjelaskan tujuan yang hendak dicapai pada pembelajaran tersebut.
b.
Guru
menerangkan
materi
dengan
metode
ekspositori
yaitu
memaparkan suatu konsep materi ajar, dalam hal ini peserta didik mengalami proses mengamati. c.
Guru memberikan contoh soal mengenai aplikasi dari konsep tersebut, dalam hal ini peserta didik melakukan proses mengamati dan menalar.
d.
Guru mengecek apakah peserta didik sudah paham dengan contoh soal yang diberikan guru.
e.
Guru
memberikan
soal
dan
meminta
peserta
didik
untuk
menyelesaikan soal tersebut sendiri, dalam hal ini peserta didik melakukan proses menalar dan mencoba. f.
Guru meminta beberapa peserta didik untuk menyelesaikan soal di papan tulis dan menjelaskan kepada temannya, dalam hal ini peserta didik melakukan proses membuat jejaring.
g.
Peserta didik mencatat materi yang diberikan dan guru dapat memberikan pekerjaan rumah.
8. Kecerdasan Spasial Kecerdasan visual-spasial didefinisikan sebagai kemampuan mempresepsi dunia visual-spasial secara akurat serta mentransformasikan persepsi visual-spasial tersebut dalam berbagai bentuk (M.Yaumi, 2012: 16). Kemampuan berpikir visual spasial merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk visualisasi, gambar dan bentuk tiga dimensi (Sonawat and Gogri, 2008 dalam M.Yaumi). Definisi mengenai kecerdasan visual-spasial menurut M.Yaumi (2012 :88) adalah kemampuan untuk memahami gambar-gambar dan bentuk termasuk kemampuan untuk menginterpretasi dimensi ruang yang tidak dapat dilihat. Kecerdasan spasial sebagian besar tergantung pada commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan untuk menggambar bentuk dan ruang dari suatu objek, merupakan kemampuan untuk memikirkan bentuk. Komponen inti dari kecerdasan visual-spasial adalah kepekaan pada garis, warna, bentuk, ruang, keseimbangan, bayangan harmoni, pola dan hubungan antarunsur tersebut. Komponen lainnya adalah kemampuan membayangkan, mempresentasikan ide secara visual dan spasial, dan mengorientasikan secara tepat. Komponen inti dari kecerdasan visualspasial benar-benar bertumpu pada ketajaman melihat dan ketelitian pengamatan. Menurut Gardner dalam Paul (2004), intelegensi ruang (spatial intelligence) atau kadang disebut inteligensi ruang visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik. Juga kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk dan ruang. Setiap kecerdasan memiliki karakteristik yang berbeda antara kecerdasan yang satu dengan kecerdasan yang lain. Adapun karakteristik kecerdasan visual-spasial dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Selalu menggambarkan ide-ide yang menarik b. Senang mengatur dan menata ruang c. Senang menciptakan
seni dengan
menggunakan
media
yang
bermacam-macam d. Menggunakan graphic-organizer sangat membantu dalam belajar dan mengingat sesuatu e. Merasa puas ketika mampu memperlihatkan kemampuan seni f. Senang menggunakan spreadsheet ketika membuat grafik, diagram, dan tabel commit to user g. Menyukai teka-teki tiga dimensi
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
h. Musik video memberikan motivasi dan inspirasi dalam belajar dan bekerja i. Dapat mengingat kembali berbagai peristiwa melalui gambar-gambar j. Sangat mahir membaca peta dan denah Peserta didik dengan kemampuan spasial akan memiliki kemampuan seperti, menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya atau kemampuan untuk menciptakan bentuk tiga dimensi, untuk mengetahui tingkat kemampuan spasial peserta didik, seorang guru dapat memberikan tes yang dapat mengukur kemampuan spasial peserta didik dengan parameter soal yang berkaitan dengan objek-objek berdimensi dua atau tiga. Ada tiga indikator pengukuran kaitannya dengan kecerdasan visual-spasial yaitu a.
Mempersepsi yakni menangkap dan memahami sesuatu melalui panca indra,
b.
Visual spasial terkait dengan kemampuan mata khususnya warna dan ruang,
c.
Mentransformasikan yakni mengalihbentukkan hal yang ditangkap mata ke dalam bentuk wujud lain, misalnya melihat, mencermati, merekam, menginterpretasikan dalam pikiran lalu menuangkan rekaman dan interpretasi tersebut ke dalam bentuk lukisan, sketsa, kolase atau lukisan (Rettig, 2005 dalam Yaumi). Maier dalam Erlina Prihatnani (2012: 28) membedakan
kecerdasan spasial dalam lima komponen (elemen), yaitu spatial perception, visualization, mental rotation, spatial relation, dan spatial orientation. Spatial perception
adalah kemampuan menentukan arah
vertikal dan horizontal dari suatu objek yang keberadaan posisinya dikacaukan, misalnya benda tersebut dimiringkan ke kanan atau ke kiri. Visualization merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan atau melihat sebuah konfigurasi dimana terdapat gerakan atau perpindahan committersebut. to user Mental Rotation merupakan pada bagian dari konfigurasi
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
kemampuan secara cepat dan akurat dalam menentukan hasil dari suatu rotasi dari gambar 2 dimensi ataupun 3 dimensi. Sedangkan spatial relation adalah kemampuan untuk mengenali konfigurasi spasial dari objek atau bagian dari objek serta kaitan antara satu dengan yang lainnya, dan spatial orientation adalah kemampuan untuk masuk ke dalam situasi spasial tertentu, contohnya menebak hasil foto suatu benda yang difoto dari sudut tertentu. Indikator kecerdasan spasial dalam penelitian ini adalah komponen indikator menurut Maier yang terdiri dari lima komponen yaitu spatial perception, visualization, mental rotation, spatial relation, dan spatial orientation. Berdasarkan pendapat-pendapat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spasial dalam penelitian ini adalah kemampuan seseoarang untuk dapat memvisualisasikan dan memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang. B. Penelitian Yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Adeyemi B (2008) tentang penerapan model pembelajaran kooperatif dengan strategi pemecahan masalah dan konvensional terhadap prestasi siswa sekolah menengah pertama dalam Ilmu Sosial. Penelitian ini menggunakan stratified cluster sampling dalam pengambilan sampelnya dari tiga sekolah menengah negeri di Ife Area Central Pemerintah Daerah Osun Nigeria. Hasil penelitian ini menyatakan pembelajaran dengan strategi pembelajaran kooperatif memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan strategi pemecahan masalah pada siswa setara SMP pada kelas sosial. Penelitian tersebut sesuai dengan penelitian ini, karena pada variabel bebasnya sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif, namun perbedaannya terletak pada pembandingnya. Penelitian tersebut menggunakan strategi model pembelajaran kooperatif dengan pemecahan masalah, pada penelitian ini menggunakan IL dan DL. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian yang lain dilakukan Doymus K (2007) tentang pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran kimia. Dalam penelitian tersebut membuat kesimpulan bahwa pembelajaran yang didasarkan pada pembelajaran kooperatif secara signifikan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada menggunakan pembelajaran tradisional. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif sedangkan perbedaannya terletak pada pendekatan pembelajaran dan tinjauannya. Abdelraheem A. (2006) melakukan penelitian terhadap penerapan model inquiry yang menunjukkan bahwa model ini dapat memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar dan materi pelajaran yang kompleks. “Overall, this study found evidence that an inquiry-based technology enhanced collaborative learning can help students acquire and flexibly use complex knowledge”. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar sedangkan untuk perbedaannya lebih diarahkan pada pengaruh terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis. Joyce dan Well (1980) melakukan penelitian terhadap penerapan model inquiry, di mana model ini dapat mengajarkan berbagai keterampilan dan bahasa ilmiah. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama memiliki pengaruh dalam bahasa atau komunikasi, sedangkan untuk perbedaannya penelitian ini lebih dikhususkan pada komunikasi matematis. Bruner (1987) dalam Hosnan (2014) mengenalkan pendekatan inquiry yang menekankan pada pentingnya anak belajar menemukan dan memecahkan masalah sehingga menemukan konsep secara mandiri. Eruce & Weil (1980) dalam Hosnan 2014 menyebutkan bahwa latihan
inquiry
kemampuan
dapat
berpikir
menambah kreatif,
pengetahuan
keterampilan
sains,
dalam
menghasilkan
memperoleh
dan
menganalisis suatu data. Penelitian yang dilakukan oleh Kamel A. (2014) berkaitan dengan model pembelajaran discovery committerhadap to user pengembangan keahlian dan
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
pengetahuan dalam proses pembelajaran dengan peserta didik tingkat pertama sekolah menengah dengan hasil model discovery dapat meningkatkan keahlian dan pengetahuan peserta didik selama proses pembelajaran. Persamaan dengan penelitian ini adalah sampel penelitian yang digunakan adalah peserta didik tingkat menengah sedangkan untuk perbedaannya dalam penelitian ini model discovery diterapkan terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wilcox (Slavin, 1977 dalam Hosnan 2014), dalam pembelajaran dengan penemuan, sebagian besar siswa memiliki peran besar dalam pembelajaran melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Bruner meneliti tentang discovery learning, di mana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1966:41 dalam Hosnan 2014). Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi dan penentuan. Proses tersebut disebut cognitife process, sedangkan discovery sendiri adalah the mental process of assimilating concepts and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001 : 219 dalam Hosnan 2014). Berkaitan dengan penelitian tentang komunikasi matematis Kadir & Mayjen S. Parman (2013) menyimpulkan peserta didik yang dikenai Coastal – Based Contextual Teaching and Learning ( CCTL) memiliki komunikasi matematis yang lebih baik dari pada peserta didik yang dikenai Conventional Teaching and Learning (CVTL). Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel terikat komunikasi matematis, sedangkan perbedaannya dalam penelitian ini menggunakan model inquiry dan discovery. Shintia Revina (2011) menyimpulkan spasial dapat menyelesaikan permasalahan yang menghubungkan tentang bangun ruang dan dapat meningkatkan hasil belajar bangun ruang pada kelas 5 SD Pusri Palembang Indonesia. Kesesuaian dengan penelitian ini adalah variabel bebasnya yaitu kemampuan spasial dan materi yang digunakan bangun ruang, sedangkan commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbedaan dengan peneliti tempat dilakukannya penelitian Shintia Revina dilakukan di kelas 5 SD sedangkan penelitian ini dilakukan di kelas XI SMP. C. Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh kejelasan variabel-vaiabel yang memiliki pengaruh terhadap penelitian. Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran yang berlangsung tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dan kemampuan komunikasi matematis, di antaranya adalah model pembelajaran yang diterapkan dan kemampuan spasial peserta didik yang heterogen. 1.
Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar dan kemampuan komunikasi matematis Pada proses pembelajaran yang sedang berlangsung akan menghasilkan suatu hasil (output) berupa prestasi belajar. Hasil jerih payah peserta didik dalam mengikuti pelajaran akan terefleksi pada prestasi belajar yang telah dicapai. Kegiatan belajar mengajar yang baik dengan bimbingan pendidik profesional dan kompeten di bidangnya akan mampu mengarahkan dan meningkatkan kemampuan masing-masing peserta didik. Tingkat kemampuan peserta didik yang heterogen merupakan suatu tantangan
tersendiri
bagi
seorang
pendidik
untuk
bisa
lebih
memaksimalkan segala sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan (goals) pendidikan yang telah direncanakan, yaitu salah satunya peningkatan prestasi belajar. Seorang pendidik dikatakan berhasil apabila dalam menjalankan kegiatan proses belajar mengajar mampu mengarahkan peserta didik untuk selalu mengikuti pembelajaran yang bermakna diiringi dengan capaian prestasi yang baik. Salah satu alternatif, untuk meningkatkan prestasi belajar didik adalah
dengan
meningkatkan
kualitas
pembelajaran
yang
telah
dilaksanakan. Peningkatan kualitas pembelajaran dapat diwujudkan dengan menerapkan model pembelajaran yang terstruktur, terarah dan commit to useryang baik akan mampu memilih bermakna bagi peserta didik. Pendidik
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
model pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik peserta didik yang heterogen serta materi pelajaran yang akan diajarkan. Kaitannya dengan pembelajaran matematika, model pembelajaran yang digunakan harus bisa menggiring peserta didik untuk dapat memaksimalkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik dalam menunjang prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika. Komunikasi matematis peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung merupakan gambaran awal prestasi belajar peserta didik dalam mempelajari materi matematika. Hal ini dikarenakan, melalui komunikasi matematis, peserta didik secara langsung maupun tidak langsung akan mengekspresikan apa yang telah mereka fahami atau ketahui terkait mata pelajaran matematika melalui tulisan atau dialog dengan teman atau pendidik melalui kegiatan diskusi. Peserta didik dengan tingkat
pemahaman
materi
yang
cukup
tinggi
akan
mampu
mengekspresikan kemampuan komunikasi matematis dengan baik. Ini dapat terlihat melalui keaktifan berdisuksi dan pengaplikasian dalam pemecahan soal-soal matematika yang tepat sesuai dengan materi yang telah diajarkan. Beberapa model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi
matematis
peserta
didik
dan
untuk
memaksimalkan capaian prestasi belajar peserta didik adalah dengan menggunakan model-model pembelajaran konstruktivisme yang berbasis penemuan. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah inqury learning. Dalam pembelajaran IL peserta didik dituntut untuk mencari dan menemukan. Mencari yang dimaksud di sini adalah peserta didik akan mencari sub atau isi materi pelajaran yang akan diajarkan dan menemukan inti sari dari materi tersebut sekaligus solusi atau penyelesaiannya dalam persoalan matematika dengan guru sebagai pengarah kegiatan atau fasilitator. Melalui model pembelajaran IL peserta didik diharapkan mampu meningkatkan komunikasi matematiknya melalui diskusi dengan commit to user teman dan guru.
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model pembelajaran berbasis penemuan berikutnya adalah DL, yang mengarahkan peserta didik untuk mampu menemukan isi materi yang akan dibahas bersama. Dalam hal ini guru sudah memberikan arahanarahan kegiatan yang membimbing peserta didik untuk menemukan konsep-konsep
dalam
materi
matematika
sekaligus
mampu
menerapkannya dalam pemecahan masalah. Di samping kedua model pembelajaran di atas, akan diterapkan pula model pembelajaran klasikal. Pembelajaran klasikal merupakan pembelajaran yang terpusat pada guru. Dalam proses pembelajarannya guru berperan secara penuh untuk mengajar secara langsung peserta didik di depan kelas melalui media pembelajaran (spidol, buku ajar, papan tulis, penghapus,dll)
yang telah disiapkan. Peserta didik hanya diharapkan
untuk memperhatikan penjelasan peserta didik secara seksama. Maka dari itu
melalui
beberapa paparan
ketiga model
pembelajaran di atas model IL dan DL akan memberikan prestasi belajar dan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran secara klasikal, karena kedua model pembelajaran berbasis penemuan di atas menempatkan peserta didik sebagai subjek pendidikan dan guru sebagai fasilitator. Menurut penelitian-penelitian sebelumnya penerapan model pembelajaran dengan menempatkan peserta didik sebagai subjek pendidikan memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding model pembelajaran yang menempatkan guru sebagai subjek pendidikan. 2. Kaitan antara tingkat kemampuan spasial peserta didik dengan prestasi belajar dan komunikasi matematis Selain faktor eksternal yang ada pada diri peserta didik, faktor internal yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik juga dapat mempengaruhi prestasi belajar dan komunikasi matematis dalam proses pembelajaran matematika. Di antara faktor internal yang dimiliki pada masing-masing individu peserta didik adalah kecerdasan visual-spasial atau biasa dikenal dengan istilah kecerdasan spasial. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kecerdasan spasial merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dalam memahami gambar-gambar dan bentuk termasuk di dalamnya kemampuan untuk menginterpretasi dimensi ruang yang tidak dapat dilihat. Kecerdasan spasial sebagian besar tergantung pada kemampuan untuk menggambar bentuk dan ruang dari suatu objek, selain itu kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk memikirkan bentuk. Kaitannya dengan materi bangun ruang sisi datar yang menjadi kajian dalam penelitian ini, maka kecerdasan spasial memiliki pengaruh dalam
mempelajari
materi
tersebut.
Kecerdasan
spasial
yang
menitikberatkan pada kemampuan untuk menganalisa bangun atau objek yang berdimensi dua ataupun tiga memiliki peranan yang cukup penting dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam mempelajari materi bangun ruang sisi datar. Pencapaian optimal prestasi belajar dan komunikasi matematis yang tergambar ketika proses pembelajaran, tidak bisa terlepas dari kecerdasan spasial maksimal yang dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik dengan tingkat kecerdasan spasial tinggi akan cenderung memiliki prestasi belajar dan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial sedang atau rendah. Dengan tingginya tingkat kecerdasan spasial yang dimiliki oleh peserta didik, akan memudahkan dalam proses pembelajaran materi berdimensi dua atau tiga. Di samping itu, dengan kecerdasan spasial tinggi,
peserta
didik
akan
dapat
mengekspresikan
komunikasi
matematisnya dengan baik sesuai dengan materi yang telah diajarkan sehingga hal ini juga akan mempengaruhi tingginya prestasi belajar peserta didik. Peserta didik dengan tingkat kecerdasan spasial sedang akan memiliki prestasi belajar dan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada peserta didik dengan tingkat kecerdasan spasial rendah. Ketika kegiatan pembelajaran yang berlangsung peserta didik dengan kecerdasan commit materi to user benda berdimensi dua atau tiga spasial sedang dapat menerima
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
dengan baik dibandingkan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial rendah. Peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang akan lebih unggul dalam komunikasi matematika dalam pembelajaran materi bangun ruang sisi datar dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial rendah. Hal ini akan sejalan dengan prestasi belajar yang diperoleh, peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang akan lebih baik dari pada peserta didik dengan tingkat kecerdasan spasial rendah. Maka dari itu kecerdasan spasial memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis. Peserta didik dengan tingkat kecerdasan spasial tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang atau rendah. Sedangkan peserta didik dengan tingkat kecerdasan spasial sedang akan memberikan prestasi dan komunikasi matematika yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial rendah. 3. Kaitan antara model pembelajaran dan tingkat kecerdasan spasial peserta didik terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis Dilihat dari perbedaan tingkat kecerdasan spasial yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik akan memberikan efek yang berbeda terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis ditinjau dari model IL, DL dan pembelajaran klasikal. a. Kaitan antara tingkat kecerdasan spasial dengan model IL terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis Pembelajaran inquiry menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran peserta didik dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri mata pelajaran, sedangkan pendidik berperan sebagai fasilitator dan pembimbing peserta didik untuk belajar. Pembelajaran inquiry merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri commityang to user jawaban dari suatu masalah dipertanyakan. Proses berpikir itu
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara pendidik dan peserta didik. Pada siswa dengan tingkat kecerdasan spasial tinggi, model pembelajaran
ini
cenderung
memberikan
prestasi
belajar
dan
komunikasi matematis yang baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang atau rendah. Hal ini diakibatkan karena materi pelajaran bangun ruang sisi datar erat kaitannya dengan kecerdasan spasial peserta didik. Model IL lebih efektif diterapkan pada peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial tinggi. Peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi akan mampu memaksimalkan kemampuan komunikasi matematisnya dengan baik untuk kemudian meningkatkan prestasi belajar. Sejalan dengan hal tersebut, peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang akan memberikan prestasi belajar dan komunikasi matematis yang baik dibandingkan peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah pada model IL. b. Kaitan antara tingkat kecerdasan spasial dengan model pembelajaran DL terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi akan memberikan prestasi
belajar
dan
komunikasi
matematis
yang
lebih
baik
dibandingkan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial rendah. Hal ini dikarenakan pada model DL yang menuntut untuk selalu berpikir aktif, kreatif dan terstruktur akan memudahkan peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi lebih mudah memahami dan mengikuti proses pembelajaran dengan baik dalam pembahasan materi bangun ruang sisi datar. Sama halnya peserta didik dengan kecerdasan to userprestasi belajar dan komunikasi spasial sedang akan commit memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
matematis yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial rendah. c. Kaitan antara tingkat kecerdasan spasial dengan model pembelajaran klasikal terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis Proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran klasikal kurang menempatkan peserta didik sebagai subjek pendidikan. Peserta didik kurang dilibatkan secara aktif ketika proses pembelajaran sedang berlangsung, sehingga peserta didik kurang mendapatkan ruang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Guru memegang peranan penting dalam model pembelajaran ini untuk menyampaikan seluruh materi secara langsung kepada peserta didik. Proses pembelajaran berjalan satu arah, dengan kegiatan peserta didik memperhatikan secara seksama terhadap apa yang telah disampaikan oleh guru. Pada model pembelajaran ini peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah akan memberikan prestasi belajar dan komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang atau tinggi. Sedangkan peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang memberikan prestasi belajar dan komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi. 4. Kaitan antara tingkat kecerdasan spasial peserta didik dan model pembelajaran terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematika Adanya perbedaan proses pembelajaran dengan model IL, DL dan model pembelajaran klasikal pada peserta didik dengan tingkat kecerdasan spasial yang berbeda tentunya akan memberikan efek yang berbeda pula pada prestasi belajar dan komunikasi matematis. a. Kaitan antara model pembelajaran dengan tingkat kecerdasan spasial tinggi terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis Pada setiap model pembelajaran yang diterapkan, kecenderungan commit to user peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi akan terlihat berbeda
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
prestasi belajar dan komunikasi matematisnya. Peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial tinggi akan lebih mudah belajar dengan menggunakan model IL dan DL, dari pada dengan menggunakan model pembelajaran secara klasikal. Pada dasarnya, kecerdasan spasial peserta didik akan terlihat ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal tersebut menunujukkan bahwa peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi akan lebih mampu mengoptimalkan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi lebih mampu mengelola dan mengeksplorasi apa yang mereka ketahui dalam menemukan konsep-konsep pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran berbasisi penemuan. Peserta didik memiliki ruang yang luas untuk mengkonstruksi pengetahuannya dengan saling berinteraksi satu sama lain. Model pembelajaran berbasis penemuan cenderung diminati oleh peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi kaitannya dengan materi bangun ruang sisi datar. Pengkonstruksian pengetahuan yang optimal dibutuhkan oleh peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi. Oleh karena itu, pada model IL peserta didik dengan akan meiliki prestasi belajar dan komunikasi matematika yang lebih baik dari pada DL. Pada pembelajaran IL peserta didik dituntut untuk mencari dan menemukan sendiri solusi dari soal yang telah disediakan, beda halnya dengan DL, soal yang ada merupakan suatu rekayasa yang telah dibuat oleh guru untuk mengarahkan peserta didik dalam menemukan suatu solusi. Kegiatan yang dilakukan peserta didik dengan IL lebih banyak dibandingkan peserta didik dengan DL. Akan tetapi model IL dan DL memberikan prestasi belajar dan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran klasikal. b. Kaitan antara model pembelajaran dengan tingkat kecerdasan spasial sedang terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis Kecenderungan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial commit to user sedang pada proses pembelajaran akan terlihat sama dengan peserta
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
didik dengan kecerdasan spasial tinggi. Akan tetapi peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang kurang memberkan efek signifikan terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematis dibandingkan peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi. Pada model pembelajaran IL, kecenderungan peserta didik dalam proses pembelajaran akan terlihat lebih baik dibandingkan dengan model DL dan model pembelajaran klasikal. Hal tersebut sama halnya pada tingkat kecerdasan spasial tinggi, karena peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang cenderung mampu untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, sehingga model pembelajaran berbasis penemuan cenderung diminati dari pada model pembelajaran klasikal. c. Kaitan antara model pembelajaran dengan tingkat kecerdasan spasial rendah terhadap prestasi belajar dan komunikasi matematika Kendala peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah adalah sulit dalam mengkonstruksikan pengetahuannya dalam mempelajari materi yang berkaitan dengan geometri. Kemampuan peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah kurang efektif dengan model pembelajaran konstruktifisme. Karakteristik konstruktifisme yang mengarahkan untuk membangun sendiri suatu pengetahuan kurang diminati oleh peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. Pada model pembelajaran klasikal, kecenderungan peserta didik akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran berbasis penemuan. Rendahnya tingkat kecerdasan spasial peserta didik pada model pembelajaran berbasis penemuan, membuat peserta didik kurang mengoptimalkan kemampuannya terkait kecerdasan dalam mengimajinasi bangun ruang untuk membangun suatu pemahaman atau pengetahuan baru berkaitan dengan materi geometri. DL akan memberikan prestasi belajar dan komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan dengan IL. Kecenderungan model DL commit to user yang lebih mudah pelaksanaannya dan dengan bimbingan guru yang
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih besar, memudahkan peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah lebih mudah untuk mengikutinya dari pada IL, dimana peserta didik dituntut untuk mencari dan menemukan sendiri dari persoalan yang telah ada dengan media dan sumber-sumber yang bisa dikembangkan sendiri. Oleh karena itu, model DL akan memberikan dampak yang lebih
baik terhadap prestasi belajar dan komunikasi
matematis dari pada IL pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disusun suatu hipotesis penelitian sebagai berikut. 1. a. Pada materi bangun ruang sisi datar, model IL memberikan prestasi belajar sama baiknya dengan model pembelajaran DL. Model pembelajaran IL memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran klasikal. Model pembelajarannya DL memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model pembelajaran secara klasikal. b. Model IL memberikan kemampuan komunikasi matematis lebih baik dibandingkan dengan model DL dan model pembelajaran klasikal. Di samping itu model pembelajaran DL memberikan kemampuan komunikasi matematis lebih baik dibandingkan model pembelajaran klasikal. 2. a. Pada materi bangun ruang sisi datar, peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi akan mempunyai prestasi belajar sama baiknya dengan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial sedang. Peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial tinggi akan memperoleh prestasi belajar lebih baik daripada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. Sedangkan peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial sedang akan memperoleh prestasi balajar lebih baik dari pada peserta didik yang memiliki kecerdasan spasial rendah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
b. Peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi mempunyai komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang dan rendah. Peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang mempunyai komunikasi matematis yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. 3. a. 1) Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi, model pembelajaran IL, DL dan klasikal menghasilkan prestasi belajar sama baiknya. 2) Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang, model pembelajaran IL menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari pada model pembelajaran DL dan model pembelajaran klasikal. Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang, model pembelajaran DL menghasilkan prestasi yang lebih baik dari pada model pembelajaran klasikal. 3) Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah, model pembelajaran IL menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari pada model pembelajaran DL dan model pembelajaran klasikal. Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah, model pembelajaran DL menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari pada model pembelajaran klasikal. b. 1) Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi, model pembelajaran IL dan DL menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang sama baiknya. Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi, model IL menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran klasikal. Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi model DL menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran klasikal. 2) Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang, model pembelajaran IL menghasilkan kemampuan komunikasi matematis commit user model pembelajaran DL dan yang lebih baik dari padato model
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
model pembelajaran klasikal. Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang, model pembelajaran DL menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran klasikal. 3) Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah, model pembelajaran IL menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran DL dan model pembelajaran klasikal. Pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah, model pembelajaran DL menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada model pembelajaran klasikal. 4. a. 1) Pada model pembelajaran IL, peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang dan rendah. Peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. 2) Pada model pembelajaran DL, peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya. Peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi dan sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. 3) Pada model pembelajaran klasikal, peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang dan rendah. Peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. b. 1) Pada model pembelajaran IL, peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang commit to user sama baiknya dengan peserta didik kemampuan spasial sedang.
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi dan sedang mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada pesera didik kemampuan spasial rendah. 2) Pada model DL, peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi dan sedang mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang sama baiknya. Peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi dan sedang mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial rendah. 3) Pada model pembelajaran klasikal, peserta didik dengan kecerdasan spasial tinggi mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dari pada peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang rendah. Peserta didik dengan kecerdasan spasial sedang dan rendah mempunyai kemampuan komunikasi matematis yang sama baiknya.
commit to user