BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep, Konstruk,Variabel Penelitian
2.1.1
Pajak
2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan yang sama. Undang-undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Rochamat Soemitro yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2008) bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Iuran dan rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. luran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
9
10
3. Tanpa jasa timbal (kontraprestasi) dan negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeIuaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.1.2 Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo dalam buku “Perpajakan”(2008) ada 2 fungsi pajak, yaitu: a) Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah b) Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 2.1.1.3 Jenis – Jenis Pajak Menurut Wirawan. B. Ilyas (2007) jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu menurut sifat, sasarannya dan lembaga pemungutnya: a.
Menurut Sifatnya 1) Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain, serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu tertentu. 2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja.
b.
Menurut Sasarannya 1) Pajak Subjektif, adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertamatama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai daya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak.
11
2) Pajak objektif, adalah jenis pajak yang dikenakan pertama-tama memperhatikan/melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui. c.
Menurut Lembaga Pemungutan 1) Pajak pusat (negara), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan khusunya Dirjen Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 2) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Hasil dari pemungutan pajak daerah dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2.1.1.4 Asas Pemungutan Pajak Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Maka terdapat keserasian pemungut pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Menurut Waluyo (2002) asas-asas pemungutan pajak yaitu : a. Asas Equity Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil yang dimaksud bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta. b. Asas Certainty
12
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran. c. Asas Convenience Kapan Wajib Pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak. d. Asas Economy Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi Wajib Pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul Wajib Pajak. 2.1.1.5 Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka menurut Prof. Dr. Mardiasmo (2008) pemungutan pajak harus memunuhi syarat sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan. Undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pertimbangan Pajak. b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (syarat yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik Negara maupun warganya. c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
13
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) Sesuai dengan anggaran, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem
pemungutan sederhana
akan memudahkan dalam
mendorong
masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru. 2.1.1.6 Sistem Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2008), sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3, yaitu : a. Official Assessment System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. b. Self Assessment System, Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c.Withholding System, Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2.1.2 Self Assessment System 2.1.2.1 Pengertian Self Assessment System Pengertian Self assessment system menurut Siti Resmi (2009) menjelaskan bahwa: “Suatu sistem pemungutan pajak yng memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku”. Sedangkan menurut Mardiasmo (2008) yaitu
14
“Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang”. Menurut Rimsky K. Judisseno selanjutnya dikutip oleh Siti Kurnia Rahayu dan Sony Devano (2006), menjelaskan bahwa : “Self assessment system diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Konsekuensinya, masyarakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan pemenuhan perpajakan”. Adapun pengertian self assessment system menurut Waluyo dan Wirawan B Ilyas (2003) adalah sebagai berikut: “Self assessment system adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar”. Sedangkan, menurut Zain (2008) mengatakan “Self assessment system merupakan tipe keenam dari tipe administrasi perpajakan banyak ditentukan oleh kerja sama atau tingkat partisipasi wajib pajak atau pemotong/ pemungut pajak dan respons wajib pajak terhadap pengenaan pajak tersebut”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa self assessment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. Dalam hal ini dikenal : 1) Mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak 2) Menghitung dan atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang 3) Menyetor pajak tersebut ke Bank persepsi/ kantor pos 4) Melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak 5) Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) dengan baik dan benar. 2.1.2.2 Ciri-ciri Self Assessment System Adapun ciri Self Assessment System yaitu :
15
a. Wajib pajak (dapat dibantu oleh konsultan pajak) melakukan peran aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. b. Wajib pajak adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas kewajiban perpajakannya sendiri. c. Pemerintah dalam hal ini instansi perpajakan, melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak, melalui pemeriksaan pajak dan penerapan sanksi pelanggaran dalam bidang pajak sesuai peraturan yang berlaku. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa pemberian kepercayaan sepenuhnya pada wajib pajak (dapat dibantu konsultan pajak) untuk menentukan penetapan besarnya pajak yang terutang sendiri dan kemudian melaporkan pembayaran pajak dan penghitungan pajak secara teratur jumlah pajak terutang dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.1.2.3 Pelaksanaan Self Assessment System Self assessment system menyebabkan Wajib Pajak mendapat beban berat karena semua aktivitas pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri. Kewajiban wajib pajak dalam self assessment system menurut Siti Kurnia Rahayu (2010) menjelaskan bahwa : 1.
Mendaftarkan Diri ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan Potensi perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan wajib pajak, dan dapat melalui e-register (media ekektronik online) untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
2.
Menghitung Pajak oleh Wajib Pajak Menghitung pajak penghasilan adalah menghitung besarnya pajak terutang yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak dengan pengenaan pajaknya. Sedangkan, memperhitungkan adalah
16
mengurangi pajak yang terutang tersebut dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak (prepayment). 3.
Membayar Pajak Dilakukan Sendiri oleh Wajib Pajak 1) Membayar Pajak a.Membayar sendiri pajak yang terutang: angsuran PPh pasal 25 tiap bulan, pelunasan PPh pasal 29 pada akhir tahun. b.Melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, 23 dan 26). Pihak lain di sini berupa:pemberi penghasilan, pemberi kerja, dan pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah. c.Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah d.Pembayaran pajak-pajak lainnya; PBB, BPHTB, bea materai. 2) Pelaksanaan Pembayaran Pajak Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-payment). 3) Pemotongan dan Pemungutan Jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, 22, 23, 26, PPh final pasal 4 (2), PPh Pasal 15, dan PPN dan PPnBM merupakan pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme pajak keluar dan pajak masukan.
4.
Pelaporan Dilakukan oleh Wajib Pajak Surat Pemberitahuan (SPT) memiliki fungsi sebagai suatu sarana bagi wajib pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan pernghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu, surat pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, baik yang
17
dilakukan wajib pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. 2.1.2.3.1 Syarat Dalam Pelakasaaan Self Assessment System Dalam rangka melaksanakan sistem self assessment ini diperlukan beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menunjang keberhasilan dari pelaksanaan sistem pemungutan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Suandy (2002) yaitu : a.
Kesadaran Wajib Pajak (Tax Consciousness); Kesadaran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak mau dengan sendirinya melakukan kewajiban perpajakannya seperti mendaftarkan diri, menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak terutangnya.
b.
Kejujuran Wajib Pajak; Kejujuran Wajib Pajak artinya Wajib Pajak melakukan kewajibannya dengan sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi, hal ini dibutuhkan di dalam sistem ini karena fiskus memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
c.
Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak (Tax Mindedness); Tax Mindedness artinya Wajib Pajak selain memiliki kesadaran akan kewajiban perpajakannya, namun juga dalam dirinya memiliki hasrat dan keinginan yang tinggi dalam membayar pajak terutangnya
d.
Kedisiplinan Wajib Pajak (Tax Discipline); Kedisiplinan Wajib Pajak artinya Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya dilakukan dengan dengan tepat waktu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
2.1.2.3.2 Konsekuensi Self Assessment System Azas pemungutan ini membawa konsekuensi tersendiri bagi Wajib Pajak. Konsekuensi yang ditimbulkan oleh self assessment system ini, Wajib Pajak diwajibkan untuk mendaftarkan diri, menghitung, melaporkan dan meyetorkan pajaknya yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak tersebut. Sarana
18
penghitungan,
pelaporan,
serta
penyetoran
tersebut
sebagaimana
yang
dikemukakan oleh Gunadi (2005) antara lain : 1) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, 2) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara atau ke tempat pembayaran lain yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, 3) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda, 4) Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang digunakan untuk menjadi dasar jumlah pajak yang harus dibayar, atau pajak kurang bayar tambahan, atau pajak lebih bayar, dan pajak nihil, 5) Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak, 6) Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. 2.1.2.3.3 Hambatan Pelaksanaan Self Assessment System Selain itu juga terdapat hambatan-hambatan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak yang dapat dikelompokkan menjadi dua sebagaimana yang diungkapkan Waluyo (2006) yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif. 1) Perlawanan pasif. Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat, b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat, c. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. 2) Perlawanan aktif .
19
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain : a. Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-undang, b. Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undangundang (menggelapkan pajak). 2.1.2.3.4 Prinsip Self Assessment System Sebelum UU No. 6 Tahun 1983 lahir, penghitungan pajak dilakukan oleh fiskus (aparat pajak). Sistem pemungutannya dikenal dengan istilah official assessment system. Perpindahan dari official assessment ke self assessment inilah yang kemudian ditandai sebagai reformasi perpajakan. Prinsip self assessment ini tampak pada Pasal 12 UU KUP. Berikut kutipannya 1 ) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan,
dengan
tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak 2 ) Jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada ayat (1) tampak UU KUP menghendaki Wajib Pajak bersifat aktif dalam membayar pajak. Aktif di sini berarti menghitung sendiri pajak yang terutang tanpa menunggu adanya surat ketetapan pajak. Prinsip self assessment pada UU KUP bahkan mengandung makna bahwa hasil perhitungan WP, berapa pun itu, untuk sementara dianggap sebagai perhitungan menurut ketentuan yang berlaku, sebagaimana dinyatakan pada ayat (2). Pasal 12 kemudian ditutup dengan ayat (3) yang berbunyi, “Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut surat
20
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.” Ayat (3) ini berfungsi sebagai pengendali. Jadi, apabila kemudian diketahui bahwa perhitungan yang dilakukan oleh WP keliru, barulah fiskus membenarkannya. Namun, dengan aturan daluarsa pajak berjangka 5 tahun, perlu diketahui bahwa perhitungan WP dianggap benar dan sah untuk selamanya apabila dalam jangka waktu 5 tahun tidak ada pemberitahuan kesalahan perhitungan. Self assessment system memindahkan beban pembuktian kepada fiskus. Wajib pajak dianggap benar sampai fiskus dapat membuktikan adanya kesalahan tersebut. 2.1.3 Pemeriksaan Pajak 2.1.3.1 Pengertian Pemeriksaan Pajak Salah satu upaya pencegahan tax evasion adalah dengan menggunakan cara pemeriksaan pajak (tax audit). Tax Audit yang dilakukan secara profesional oleh aparat pajak dalam kerangka self assessment system merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan. Pemeriksaan pajak merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assessment yang dilakukan oleh wajib pajak, harus berpegangan teguh pada Undang-undang perpajakan. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu dari pilar-pilar penegakan hukum pajak. Pemeriksaan pajak adalah salah satu upaya dalam pencegahan tax evasion dan merupakan hal pengawasan pelaksanaan sistem self assessment yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Mardiasmo (2008) menjelaskan tentang Pemeriksaan Pajak yaitu: “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan”. Sedangkan definisi pemeriksaan dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, daya/bukti yang dilaksanakan secara obyektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji
21
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka” Dari kedua definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam
rangka
melaksanakan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan perpajakan. 2.1.3.1.1 Ciri-Ciri Pemeriksaan Pajak Menurut John Hutagaol (2007) bahwa ciri-ciri pemerikaan pajak yaitu: 1.
Pemeriksaan pajak mencakup kegiatan mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lain yang berasal dari pembukuan Wajib Pajak maupun dari sumber-sumber lainnya (misalnya konsultan/ akuntan publik, kreditur, nasabah) yang dapat digunakan untuk menentukan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang sebenarnya.
2.
Tujuan pemeriksaan pajak adalah (i) menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan (misalnya kewajiban pelaporan dan pembayaran pajak baik secara substansi maupun formal) dan (ii) tujuan lainnya (misalnya pemberian NPWP secara jabatan, pencabutan NPWP, dalam proses keberatan, pencocokan data dan atau alat keterangan, penentuan daerah terpencil).
3.
Agar tujuan pemeriksaan tercapai maka pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dilakukan secara selektif dengan maksud untuk memberikan deterrent effect berupa peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan bukan untuk menghukum Wajib Pajak.
2.1.3.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan Pajak Seperti yang diungkapkan oleh John Hutagaol (2007), Pemeriksaan akan berjalan lancar apabila didukung oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan pajak, faktor-faktor tersebut adalah: 1. Teknologi informasi (Information technology)
22
Kemajuan teknologi informasi telah luas dimanfaatkan oleh Wajib Pajak. Seiring dengan perkembangan tersebut
maka
pemeriksa
harus juga
memanfaatkan perangkat teknologi informasi dengan sebutan Computer Assisted Audit Technique (CAAT). 2. Jumlah sumber daya manusia (The number of human resources) Jumlah sumber daya manusia harus sebanding dengan beban kerja pemeriksaan. Jika jumlah tidak dapat memadai karena pengadaan sumber daya manusia melalui kualifikasi dan prosedur recruitment terbatas, maka untuk mengatasi jumlah pemeriksa yang terbatas adalah dengan meningkatkan kualitas pemeriksa dan melengkapinya dengan teknologi informasi di dalam pelaksanaan pemeriksaan. 3. Kualitas sumber daya (The quality of human resources) Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pengalaman, latar belakang, dan pendidikan. Dan kualitas pemeriksa akan mempengaruhi pelaksanaan pemeriksaan. Solusi agar kesenjangan kualitas pemeriksa teratasi adalah dengan melalui pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan dan sistem mutasi yang terencana serta penerapan reward and punishment. 4. Sarana dan prasarana pemeriksaan (Audit facilities) Sarana prasarana pemeriksaan seperti computer Sangay diperluka. Audit Command Language (ACL), contohnya Sangat membantu pemeriksa di dalam mengolah data untuk tujuan analisa dan penghitungan pajak. 2.1.3.1.3 Kendala di dalam Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan juga tidak akan berjalan dengan baik apabila terdapat kendala-kendala yang di hadapi dalam pemeriksaan. Seperti yang diungkapkan oleh John Hutagaol (2007), Kendala-kendala tersebut antara lain: 1. Psikologis Persepsi wajib pajak tentang pemeriksaan pajak dan persepsi pemeriksa pajak mengenai kepatuhan wajib pajak. Persepsi yang terbentuk pada wajib pajak maupun pemeriksa pajak sangat tergantung pada penguasaan informasi. Apabila
23
timbul ketimpagan informasi, maka timbul masalah psikologis antara kedua belah pihak. Wajib pajak timbul penolakan, pemeriksa pajak timbul kecurigaan. 2. Komunikasi Terdiri dari komitmen wajib pajak untuk membantu kelancaran pemeriksaan pajak dan frekuensi pembahasan sementara temuan hasil pemeriksaan. Komitmen wajib pakal timbul apabila wajib pajak memahami tujuan pemeriksaan dan apa yang menjadi hak dan kewajibannya, serta hak dan kewajiban pemeriksa. Selain itu temuan sementara pemeriksaan pajak hendaknya disampaikan lebih dini untuk memberikan kesempatan bagi wajib pajak menjelaskan dan memberikan buku, catatan atau dokumen tambahan yang mendukung penjelasan-penjelasannya. Apabila komunikasi tidak kondusif maka hal ini dapat menghambat jalannya pemeriksaan pajak. 3. Teknis Terdiri dari ukuran perusahaan, pemenfaatan teknologi informasi, kepemilikan modal, cakupn transaksi. Semakin kompleks variable teknis akan berdampak terhadap pelaksanaan pemeriksaan pajak. 4. Regulasi Terdiri dari kelengkapan ketentuan yang berlaku yang mengatur perlakuan atas setiap transaksi yang timbul dan sejauh mana jangkauan hak pemajakan undang-undang domestik atas transaksi internasional. 2.1.3.2 Tahapan Pemeriksaan Pajak 2.1.3.2.1 Persiapan Pemeriksaan Suatu pemeriksaan pajak yang baik harus memiliki perencanaan atau persiapan yang baik. Persiapan dibutuhkan agar proses pemeriksaan pajak berjalan terarah sesuai dengan yang diharapkan sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Persiapan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. Mempelajari berkas wajib pajak /berkas data 2. Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak
24
3. Mengidentifikasi masalah 4. Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak 5. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan 6. Menyusun program pemeriksaan 7. Menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam 8. Menyediakan sarana pemeriksaan Tujuan persiapan pemeriksaan adalah agar pemeriksa dapat memperoleh gambaran umum mengenai wajib pajak yang akan diperiksa, sehingga program pemeriksaan yang disusun sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. A.) Mengumpulkan dan mempelajari Berkas Wajib Pajak (Data Internal dan Eksternal) Kegiatan mengumpulkan berkas WP dan berkas data dimulai dengan meminjam berkas dari seksi terkait dan memanfaatkan data internal yang terdapat didalam sistem administrasi kantor pajak yang bersangkutan. Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang telah menjalankan sistem administrasi modern, berkas Wajib Pajak (WP) dapat diperoleh dari seksi pelayanan atau dapat dilihat pada system informasi yang terhubung dengan seluruh komputer pegawai di KPP yang bersangkutan. 1. Sistem Informasi Administrasi 2. Data Tunggakan Wajib Pajak 3. Laporan Hasil Pemeriksaan terdahulu serta Kertas Kerja Pemeriksaannya 4. Riwayat Keberatan/Banding/Peninjauan Kembali Selain data internal, pemeriksa dapat mengumpulkan informasi dari sumber-sumber data eksternal antara lain: 1. Media massa (media cetak dan elektronik)
25
2. Internet 3. Bursa B.) Identifikasi Wajib Pajak (Tax Payer Profile) Seluruh data dan informasi yang didapat baik itu dari internal maupun eksternal dirangkum dalam bentuk Tax Payer Profile (profil Wajib Pajak). Profil Wajib Pajak meliputi: Nama Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, Alamat Wajib Pajak, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Tanggal Pengukuhan PKP, Kode Lapangan Usaha (KLU), Jenis Usaha, Merk Dagang, Contact Person, Pemegang Saham, Hubungan Istimewa, Pengurus (Direksi dan komisaris) dan lain-lain. C.) Analisis Kuantitatif dan Kualitatif Untuk data-data berupa laporan keuangan wajib pajak dilakukan analisis kuantitatif untuk menentukan hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan serta untuk menentukan beberapa perkiraan buku besar yang diprioritaskan dan/atau akan dikembangkan pemeriksaannya. D.) Mengidentifikasi masalah dan Menentukan cakupan (ruang lingkup) pemeriksaan Setelah dilakukan analisis data baik kuantitatif maupun kualitatif Pemeriksa akan mengetahui pos-pos apa saja yang memerlukan perhatian khusus dan masalah-masalah apa saja yang mungkin ada pada Wajib Pajak. Atas alternatif-alternatif permasalahan tersebut Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi penyebab paling mungkin atas terjadinya masalah tersebut serta menentukan pospos atau rekening apa saja yang berkaitan dengan masalah yang ada. Pos-pos atau rekening inilah yang nantinya akan dilakukan pendalaman lebih jauh. Identifikasi masalah dan cakupan pemeriksaan yang telah ditentukan akan digunakan sebagai bahan untuk membuat program pemeriksaan. E.) Menyusun program pemeriksaan dan menentukan buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam
26
Program pemeriksaan adalah suatu daftar langkah-langkah pemeriksaan atau pengujian yang dilakukan terhadap objek yang diperiksa. Program pemeriksaan disusun berdasarkan cakupan pemeriksaan dan hasil penelaahan yang diperoleh pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan sebelumnya. Program pemeriksaan harus merujuk kepada identifikasi permasalahan serta cakupan (ruang lingkup) yang telah ditentukan. Hal ini perlu dilakukan agar arah pemeriksaan tidak terlalu melebar sehingga tidak fokus. Program pemeriksaan meliputi prosedur-prosedur yang perlu dilaksanakan oleh pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan. Berdasarkan program pemeriksaan dapat diidentifikasi buku-buku atau catatan yang akan dipinjam kepada Wajib Pajak. F.) Menyediakan sarana dan prasarana pemeriksaan Agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, maka sebelum melakukan pemeriksaan perlu dipersiapkan sarana-sarana.
2.1.3.2.2 Pelaksanaan Pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi: 1. Memeriksa di tempat Wajib Pajak, 2. Melakukan penilaian atas Sistem Pengendalian Intern, 3. Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan 4. Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen 5. Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga, 6. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak, 7. Melakukan sidang penutup (Closing Conference).
27
A.) Pemeriksaan di Tempat Wajib Pajak Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan Pemeriksa di tempat/lokasi Wajib Pajak untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya guna mengetahui dan mendapatkan fakta-fakta yang berkaitan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, mengetahui dan menilai Sistem Pengendalian Intern, serta untuk meyakinkan kebenaran atau keberadaan fisik aktiva tetap yang dilaporkan dan kepemilikannya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. B.) Melakukan Penilaian Atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) Sistem ini terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran satuan usaha dapai dicapai. Kebijakan dan prosedur ini seringkali disebut pengendalian, dan secara bersama-sama membentuk struktur pengendalian intern suatu bentuk usaha. Untuk mengetahui lemah/kuatnya Sistem Pengendalian Intern (SPI) sebagai dasar untuk menentuka luasnya cakupan pemeriksaan dan dalamnya pengujian-pengujian yang akan/harus dilakukan. C.) Menyesuaikan Cakupan dan Program Pemeriksaan Agar pemeriksaan lebih terarah kepada permasalahan yang factual sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Setelah kita melakukan penilaian SPI maka akan terlihat kearah mana sebaiknya program pemeriksaan dilakukan. Proram pemeriksaan yang telah dibuat sebelumnya akan dimutakhirkan seirama dengan hasil penilaian dan pengujian SPI. D.) Melakukan Pemeriksaan Buku, Catatan, dan Dokumen Pemeriksaan buku, catatan, dan dokumen merupakan jantung dari tahap pelaksaan pemeriksaan. Seluruh rangkaian persiapan pemeriksaan sampai dengan langkah penilaian SPI tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan langkah pemeriksaan buku-buku, catatan dan dokumen Wajib Pajak. Temuan atau
28
koreksi bukanlah suatu sulap yang bias hadir begitu saja hanya dengan menjentikan jari. Langkah pemeriksaan buku, catatan dan dokumen dilakukan dengan berpedoman pada program pemeriksaan yang telah disusun dan dimutakhirkan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan suatu teknik dan metode-metode tertentu. E.) Melakukan Konfirmasi Kepada Pihak Ketiga Menegaskan kebenaran dan kelengkapan data atau informasi dari Wajib Pajak dengan bukti –bukti yang diperoleh dari pihak ketiga. F.) Memberitahukan Hasil Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak 1. Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal dan perhitungan pajak terutang kepada Wajib Pajak. 2. Melakukan pembahasan atas temuan dan koreksi fiskal serta perhitungan pajak terutang dengan Wajib Pajak. 3. Memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan lebih lanjut mengenai temuan dan koreksi fiskal yang telah dilakukan. G.) Melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Tujuan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah sebagai upaya memperoleh pendapat yang sama dengan Wajib Pajak atas temuan pemeriksaan dan koreksi fiscal terhadap seluruh jenis pajak yang diperiksa. Hasil pembahasan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang harus ditandatangai oleh Wajib Pajak dan pemeriksa disertai lampiran yang menyebutkan jumlah koreksi dan jumlah pajak terutang yang disetujui oleh Wajib Pajak dan Pemeriksa. 2.1.3.2.3 Laporan Pemeriksaan Pajak Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir Laporan Pemeriksaan pelaksanaan merupakan ikhtisar dan penuangan
29
semua hasil pelaksanaan tugas pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Laporan Pemeriksaan Pajak juga merupakan sarana bagi pihak – pihak lain untuk mengetahui berbagai hal tentang pemeriksaan tersebut, baik berkenaan dengan pencarian informasi – informasi tertentu, maupun dalam rangka pengujian kepatuhan prosedur dan mutu pemeriksaan yang telah dilakukan. Oleh karena itu Laporan Pemeriksaan Pajak harus informatif. Setelah dilakukannya tahapan-tahapan pemeriksaan maka harus dibuat laporan hasil akhir pemeriksaan yang berisi laporan mengenai proses pemeriksaan yang perlu dipertanggungjawabkan oleh pemeriksa pajak. Laporan hasil pemeriksaan merupakan dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), yang sifatnya terikat hukum yang memiliki pengaruh terhadap wajib pajak maupun pemeriksa pajak. Dalam penerbitan SKP harus mengikuti persyaratan legal formalnya, berbagai data dan informasi, perhitungan, teknik dan metode yang digunakan dalam pemeriksaan, proses pengambilan kesimpulan, hingga pengikhtisaran dalam suatu Laporan Pemeriksaan Pajak dilakukan dengan teliti, akurat, logis, dan mengacu pada peraturan perundangan perpajakan yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan LPP supaya dapat dimanfaatkan oleh pemeriksa berikutnya antara lain, gambaran kegiatan usaha wajib pajak, gambaran sistem akuntansi, daftar buku dan dokumen yang dipinjam, produksi data, dan usulan pemeriksa yang berisi apabila dikemudian hari ditemukan data baru dan atau data lain yang belum terungkap dalam pemeriksaan ini maka diusulkan untuk diterbitkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Laporan pemeriksaan disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1. Umum Memuat
keterangan-keterangan
mengenai,
identitas
wajib
pajak,
pemenuhan kewajiban perpajakan, gambaran kegiatan wajib pajak, penugasan dan alasan pemeriksaan, data dan informasi yang tersedia dan daftar lampiran.
30
2. Pelaksanaan pemeriksaan Memuat penjelasan secara lengkap mengenai, pos-pos yang diperiksa, penilaian pemeriksa atas pos-pos yang diperiksa, dan temuan-temuan pemeriksa 3. Hasil pemeriksaan Merupakan ikhtisar yang menggambarkan perbandingan antara laporan wajib pajak (SPT) dengan hasil pemeriksaan dan perhitungan mengenai besarnya pajak-pajak yang terutang. 4. Kesimpulan dan usul pemeriksaan Memuat hasil pemeriksaan dalam bentuk, perbandingan antara pajak-pajak yang terhutang berdasarkan laporan wajib pajak dengan hasil pemeriksaan, data/informasi yang diproduksi, dan usul-usul pemeriksa. 2.1.3.3
Ruang Lingkup dan Jenis Pemeriksaan
2.1.3.3.1 Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak Sesuai ruang lingkupnya, pemeriksaan pajak diklasifikasi atas 2 (dua) yaitu pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Lapangan terdiri dari pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan sederhana lapangan yaitu: a.
Pemeriksaan Lengkap Pemeriksaan lengkap adalah pemeriksaan lapangan yang dilakukan
dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim untuk tahun pajak berjalan, tahun pajak sebelumnya dan atau tahun-tahun pajak sebelumnya. b.
Pemeriksaan Sederhana Lapangan Pemeriksaan Sederhana Lapangan adalah pemeriksaan lapangan yang
dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu untuk tahun pajak berjalan, tahun pajak sebelumnya dan atau tahun-tahun pajak sebelumnya. Pemeriksaan Kantor terdiri dari pemeriksaan sederhana kantor dan pemeriksaan korespondensi yaitu: a.
Pemeriksaan Sederhana Kantor Pemeriksaan Sederhana Kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan
dengan mengirim surat panggilan kepada wajib pajak untuk ke kantor Direktorat
31
Jenderal Pajak dan meminjamkan buku-buku, catatan-catatan dan dokumendokumen. b.
Pemeriksaan Korespondensi Pemeriksaan korespondensi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
surat-menyurat secara tertulis antara pemeriksa pajak dengan wajib pajak melalui pos atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman dan tidak ada kontak langsung dengan wajib pajak. 2.1.3.3.2 Jenis Pemeriksaan Pajak Sesuai jenisnya, pemeriksaan pajak diklasifikasi menjadi 5 (lima) yaitu pemeriksaan rutin, pemeriksaan khusus, pemeriksaan kriteria seleksi, pemeriksaan untuk tujuan lain, dan pemeriksaan bukti permulaan. a.
Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan Rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya. Kriteria Pemeriksaan Rutin adalah sebagai berikut: Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan:
SPT Tahunan PPh yang menyatakan Lebih Bayar
SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar
SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak
SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat wajib pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak
SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat wajib pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi
Pemeriksaan dalam rangka likuidasi dilakukan terhadap Wajib Pajak
yang
mengajukan
permohonan
pembubaran
dengan
melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi atau diketahui dari media massa bahwa Wajib Pajak akan melakukan likuidasi
32
SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya
SPT Tahunan PPh yang termasuk dalam kelompok Non Efektif (NE) selama 2 (dua) tahun berturut-turut
SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan Lebih Bayar
SPT Masa PPN yang masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan Lebih Bayar baik restitusi maupun kompensasi
SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terutama sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan:
SPT Tahunan PPh walaupun telah dikirimkan Surat Teguran dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT, termasuk SPT kembali pos
SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut
SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak.
Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak Badan yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP atau perubahan tempat terdaftarnya Wajib Pajak dari suatu KPP ke lain KPP
Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyalahi
ketentuan
penggunaan
Penghasilan Neto
Data Prioritas dan atau Alat Keterangan
Norma
Penghitungan
33
b.
Terdapat Kerjasama Operasi (KSO) atau Konsorsium
Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
Pemusatan tempat terutang PPN
Pemeriksaan dalam rangka ekstensifikasi
Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan Khusus adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan atau pengaduan yang berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu. Pemeriksaan Khusus mempunyai sifat selektif, dalam artian pemeriksaan dilakukan bila memenuhi salah satu keadaan di bawah ini:
c.
Adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
Pengaduan masyarakat, termasuk melalui kotak pos 5000
Data baru atau data yang semula belum terungkap
Permintaan wajib Pajak
SPT Lebih Bayar hasil edit
Pertimbangan Direktur Jenderal Pajak
Pemeriksaan Tujuan Lain Pemeriksaan Tujuan Lain adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang tidak bertujuan untuk menguji kepatuhannya tetapi melaksanakan ketentuan peraturan perpajakan misalnya pemeriksaan dilakukan dalam rangka penyelesaian keberatan, penagihan pajak (delinquency audit), penyusunan norma penghitungan penghasilan neto dan penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil. Pemeriksaan Tujuan Lain dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana dan prinsipnya tidak dimaksudkan untuk menerbitkan surat ketetapan pajak (skp) atau Surat Tagihan Pajak (STP).
d.
Pemeriksaan Kriteria Seleksi Pemeriksaan Kriteria Seleksi adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang terpilih berdasarkan skor risiko
kepatuhan secara
komputerisasi. Penggunaan sistem ini dimaksudkan untuk mengurangi
34
unsur subjektivitas dalam pemilihan Wajib Pajak yang akan diperiksa karena mekanisme pemilihan dilakukan berdasarkan variabel-variabel terukur dalam suatu program aplikasi computer. Variabel tersebut adalah rasio antara elemen dalam SPT yang dilaporkan dengan data/ informasi yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga dengan diterapkannya sistem ini, Wajib Pajak yang mempunyai potensi perpajakan yang tinggi dan adanya suatu indikasi yang kuat terhadap pelanggaran kewajiban perpajakan yang akan diperiksa oleh pemeriksa pajak. Ketentuan mengenai pemeriksaan kriteria seleksi diatur sebagai berikut:
Pemeriksaan kriteria seleksi difokuskan terhadap Wajib Pajak yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak Besar dan Menengah baik skala nasional, regional maupun local
Penetapan Wajib Pajak Besar dan Menengah dilaksanakan oleh Kantor Pusat DJP berdasarkan jumlah peredaran usaha dan jumlah pajak yang dibayarkan serta elemen-elemen pertimbangan lainnya
Data yang dipergunakan sebagai dasar penetapan adalah data yang terdapat dalam Sistem Informasi Perpajakan
Pemeriksaan kriteria seleksi harus dilakukan melalui PL (Pemeriksaan Lengkap) atau PSL (Pemeriksaan Sederhana Lapangan)
e.
Pemeriksaan Bukti Permulaan (Preliminary Audit for Investigation) Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan lengkap yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang Perpajakan. Yang dimaksud dengan bukti permulaan adalah keadaan dan atau bukti-bukti berupa keterangan, tulisan, perbuatan atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa sedang/ telah terjadi suatu tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Akibat dari hal-hal tersebut diatas dapat menyebabkan timbulnya kerugian pada pendapatan negara. 2.1.3.4 Unit Pelaksanaan Pemeriksaan dan Jangka Waktu Pemeriksaan 2.1.3.4.1 Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
35
Pemeriksaan pajak dilakukan oleh pemeriksa pajak dari beberapa unit pelaksanaan pemeriksaan pajak (disingkat dengan sebutan UP3) yaitu Kantor Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. a.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Bagi KPP yang menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, dapat melakukan pemeriksaan lengkap, pemeriksaan sederhana
lapangan,
pemeriksaan
sederhana
kantor
atau
pemeriksaan korespondensi
Bagi KPP paripurna, dapat melakukan pemeriksaan sederhana lapangan, pemeriksaan sederhana kantor atau pemeriksaan korepondensi.
b.
Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa)
c.
Melaksanakan pemeriksaan lengkap
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil)
Bagi Kanwil yang menerapkan sistem administrasi perpajakan modern, dapat melakukan pemeriksaan lengkap dalam rangka pemeriksaan bukti permulaan
Bagi Kanwil paripurna, dapat melakukan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan korespondensi
d.
Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (Direktorat Rikpa)
Melakukan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan korespondensi
2.1.3.4.2 Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak Sesuai ruang lingkup pemeriksaan pajak, jangka waktu pemeriksaan diatur sebagai berikut: a.
Pemeriksaan Lengkap
36
Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan lengkap adalah 2 (dua) bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan. b.
Pemeriksaan Sederhana Lengkap Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sederhana lapangan adalah 1 (satu) bulan sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang selama 1 (satu) bulan.
c.
Pemeriksaan Sederhana Kantor Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sederhana kantor adalah 4 (empat) minggu sejak Surat Panggilan Pemeriksaan dikirim kepada wajib pajak dan dapat diperpanjang 2 (dua) minggu.
d.
Pemeriksaan Korespondensi Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan korespondensi adalah 4 (empat) minggu terhitung sejak Surat Permintaan Keterangan dikirim kepada Wajib Pajak dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 6 (enam) minggu.
2.1.4
Penerimaan Pajak
2.1.4.1 Pengertian Penerimaan Pajak Definisi penerimaan pajak menurut Soemarso (2007), adalah sebagai berikut : “Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan”. Menurut John Hutagaol (2007) Pengertian Penerimaan Pajak adalah sebagai berikut: “Penerimaan Pajak adalah pengelolaan penerimaan pajak dilakukan melalui instrumen kebijakan dan administrasi perpajakan”. Berdasarkan definisi di diatas dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak adalah sumber pembiayaan negara dan sumber penerimaan yang terdiri dari pajak
37
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional yang dilakukan melalui instrumen kebijakan dan administrasi perpajakan. Sebelumnya telah disimpulkan bahwa pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan ketentuan Undang – Undang tanpa adanya kontraprestasi langsung untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional yang diterima sebagai kontribusi masyarakat kepada negara, yang termasuk ke dalam kelompok penerimaan non migas selain penerimaan bukan pajak dan laba bersih minyak, yang diatur berdasarkan Undang – Undang dan tidak memperoleh kontraprestasi langsung untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Sektor pajak memiliki posisi sangat penting dan strategis bagi pendapatan negara, sehingga hampir tidak dapat disangkal bahwa pajak merupakan andalan pemasukan uang bagi negara. Guna tercapainya penerimaan pajak yang tercantum dalam RAPBN tersebut, diharapkan kepada seluruh masyarakat Wajib Pajak dapat menunaikan kewajiban kenegaraannya dengan mengisi SPT yang dilandasi kejujuran dan tidak akan menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan negara. 2.1.4.2 Faktor-Faktor Penerimaan Pajak Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:27) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak adalah : 1. Kepastian Peraturan Perundang-Undangan dalam Bidang Perpajakan Undangundang haruslah jelas, sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri. Di sisi lain, pembayar pajak akan merasa bahwa sistem pemungutan sangat berbelit-belit dan cenderung merugikan dirinya sebagai pembayar pajak. 2. Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan undang – undang perpajakan merupakan suatu cara atau alat pemerintah di bidang perpajakan
38
yang memiliki suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan tertentu di bidang sosial dan ekonomi. 3. Sistem administrasi perpajakan yang tepat hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak. 4. Kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah beserta aparat perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak. 5. Kesadaran dan Pemahaman warga Negara Rasa nasionalisme tinggi, kepedulian kepada bangsa dan Negara, serta tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang memadai, maka secara umum akan makin mudah bagi wajib pajak untuk patuh kepada peraturan perpajakan. 6. Kualitas petugas pajak sangat menentukan efektifitas undang – undang dan peraturan
perpajakan.
Petugas
pajak
memiliki
reputasi
yang
baik
sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien, dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil.
2.2 Kerangka Pemikiran Guna mendapatkan penerimaan pajak yang optimal, pemerintah harus menciptakan sistem perpajakan yang berkualitas. Sistem perpajakan yang menjadi teknis pelaksanaan dalam proses pemungutan pajak di Indonesia diatur oleh Ditjen Pajak. Sistem perpajakan mencakup tiga bagian, yaitu kebijakan perpajakan, hukum perpajakan dan administrasi perpajakan. Kebijakan perpajakan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pemerintah dalam bidang perpajakan. Hukum perpajakan adalah seperangkat aturan yang mengatur teknis pelaksanaan pemungutan pajak oleh negara terhadap rakyatnya. Sedangkan administrasi perpajakan berisikan tata cara pemungutan pajak yang sistematis. Sistem perpajakan harus bekerja secara beriringan dan berkesinambungan agar bisa menciptakan sistem perpajakan yang efektif.
39
Seperti yang dikemukakan oleh Siti Kurnia Rahayu (2009) adalah : “Ketiga unsur sistem perpajakan saling menunjang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Dan ketiga unsur tersebut harus sama kuat dan sama stabil, sehingga dapat menopang sistem perpajakan. Jika salah satu unsur lemah maka sistem perpajakan tidak stabil dan akan dapat mengarah pada keruntuhan.” Salah satu unsur sistem perpajakan yang menjadi acuan dalam pemungutan pajak adalah administrasi perpajakan yang di dalamnya mengatur mengenai sistem pemungutan pajak. Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah Self Assessment System, yang pelaksanaannya diserahkan kepada wajib pajak. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2009) adalah : “Self assessment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya.” Ciri-ciri Self Assessment System menurut Mardiasmo (2008) adalah: “1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. 2. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.” Pelaksanaan sistem pemungutan pajak secara Self Assessment System akan menciptakan peluang besar bagi wajib pajak untuk melakukan penyelundupan atau penggelapan pajak (tax evasion). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ketidak patuhan wajib pajak terjadi karena adanya sistem perpajakan yang kurang bisa diterima secara baik oleh para wajib pajak. Self Assessment System sendiri merupakan sistem pemungutan pajak yang proses perhitungan hingga pelaporannya dilakukan wajib pajak. Namun pelaksanaan Self Assessment System tidaklah mudah karena memerlukan kesadaran dan kepatuhan dari wajib pajak agar pelaksanaanya dapat berjalan baik. Sehingga Self Assessment System bisa menyebabkan adanya tindakan ketidakpatuhan . Terlebih dengan penerapan Self Assessment System di Indonesia yang juga disertai oleh masih rendahnya
40
kepatuhan pajak masyarakat. Hal tersebut makin memperkuat indikasi terjadinya penggelapan pajak di Indonesia. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Siti Kurnia Rahayu (2009) tax evasion adalah “Usaha yang di lakukan Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak, usaha tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak maupun meminimalisasikan jumlah pajak yang harus di bayar tentunya menjadi hambatan dalam pengamatan pajak”. Sedangkan menurut M. Zain (2008) penyelundupan pajak adalah : “Manipulasi secara ilegal atas penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang, sedang penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk mengefisiensikan pembayaran jumlah pajak yang terutang”. Menurut Oliver Oldman (M. Zain, 2008) penyelundupan pajak tidak hanya terbatas pada kecurangan dan penggelapan dalam segala bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh: “a) Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut. b) Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah hitung datanya. c) Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. d) Kealpaan (negligence), yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya secara lengkap.” Menurut M. Zain (2008), sejumlah tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan diantaranya sebagai berikut: “- Tidak menyampaikan SPT - Menyampaikan SPT dengan tidak benar - Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP atau Pengukuhan PKP - Tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut atau dipotong - Berusaha menyuap fiskus”.
41
Agar Self Assessment System berjalan sesuai dengan ketentuan, Direktorat Jenderal Pajak melaksanakan 3 fungsi, yaitu penyuluhan (disseminations), pelayanan (service) dan pengawasan (law enforcement). Di bidang pengawasan terdapat 3 pilar yaitu pemeriksaan (audit), penyidikan (investigation) dan penagihan pajak (tax collection). Batasan pemeriksaan pajak sesuai dengan pasal 1 angka 24 Undang-Undang KUP adalah: “Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Hal yang demikian ini disebabkan karena didalam perpajakan yang menganut pemungutan pajak dengan Self Assessment System maka besar kemungkinan bahwa Wajib Pajak akan melakukan berbagai hal yang mungkin dilakukan tanpa sepengetahuan petugas wajib pajak. Hal ini lah yang membuat pemeriksaan harus di adakan yaitu untuk menguji kejujuran Wajib Pajak itu sendiri. Pemeriksaan pajak merupakan instrument yang baik untuk meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak, baik formal maupun material dari peraturan perpajakan, yang tujuan utamanya untuk menguji dan meningkatkan kepatuhan perpajakan seorang Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak dalam menyetor dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) dan pemeriksaan dan penagihan pajak adalah upaya intensifikasi penerimaan pajak. Yang dimaksud dengan kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak baik orang atau badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak dan telah melakukan kewajiban perpajakannya yaitu dengan melunasi dan melaporkan SPT masa dan Tahunannya tepat waktu (John Hutagaol, 2007). Pendapat menurut penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rislian Agustina (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan Self Assessment System dan Pemeriksaan Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak”. Penelitian Tersebut memberikan hasil variabel self assessment system dan pemeriksaan pajak secara simultan mampu menerangkan
42
perubahan yang terjadi pada kepatuhan Wajib Pajak. Dengan kata lain kedua variabel independen secara bersama-sama memberikan kontribusi atau pengaruh yang kuat terhadap kepatuhan Wajib Pajak. 2. Verawaty Cristina (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pelaksanaan Self Asessment System Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak”. Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa pengaruh Pemeriksaan Pajak dan pelaksanaan self assessment system yang baik akan dapat membantu pemeriksa pajak meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pemeriksaan pajak akan semakin efektif dan akan lebih mengoptimalkan penerimaan pajak yang telah ditargetkan setiap tahunnya oleh pemerintah. Apabila Pemeriksaan Pajak dan pelaksanaan self assessment system tidak memadai, maka tidak akan mampu membantu pemeriksa pajak dalam melaksanakan tingkat kepatuhan pajak, penerimaan pajak akan semakin meningkat apabila diadakan pemeriksaan pajak dan pelaksanaan self assessment system dengan baik.
43
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sistem Pemungutan Pajak
Pemeriksaan Pajak
Self assessment system : 1) Mendaftarkan diri
Lapangan
Kantor
2) Menghitung 3) Menyetor pajak 4) Melaporkan penyetoran 5) Menetapkan
sendiri
jumlah
pajak
Penerimaan Pajak : 1. Pajak Negara 2. Pajak Daerah
Berdasarkan kerangka pemikiran pengaruh Self assessment system dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak , maka disusun sebuah paradigma penelitian sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan Penerimaan Pajak. Secara jelas digambarkan pada gambar 2.2 sebagai berikut:
44
X1 = Self Assessment System Y = Penerimaan Pajak X2 = Pemeriksaan Pajak
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis Menurut Sekaran (2007), hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan secara logis. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Adanya pengaruh positif dari Self
Assessment
System terhadap
Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Bandung Karees. H2 : Adanya pengaruh positif dari Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Bandung Karees. H3 : Adanya pengaruh positif Self Assessment System dan Pemeriksaan Pajak secara simultan Bandung Karees.
terhadap Penerimaan Pajak
pada KPP Pratama