BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOMUNIKASI Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik secara individu maupun secara
kelompok
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Shannon
&
Weaver
mendefinisikan komunikasi sebagai bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi.1 2.1.1 FUNGSI KOMUNIKASI Salah satu kategori fungsi komunikasi menurut William I. Gorden, yaitu sebagai komunikasi sosial. Fungsi ini penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. 2.1.1.1 Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan saja 1
Hafied H Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2006, Hlm 20
mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Kita mencintai diri kita bila kita telah dicintai; kita berpikir bahwa kita cerdas bila orang-orang sekitar kita menganggap kita cerdas; kita juga akan merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar kita juga mengatakan demikian. George Herbert Mead mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. 2
Richard Dewey dan W.J. Humber menamai affective others, untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group (kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya.
2.1.1.2 Pernyataan eksistensi diri.
Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis. Dalam pandangan psikologi sosial, dikatakan bahwa eksistensi adalah sebuah
2
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya. Bandung 1994
pandangan mengenai keberadaan manusia, situasinya dalam dunia, kebebasan memilih tujuan kehidupan dan berusaha memahami arti kehidupannya sendiri.
3
Aliran psikologi ini menekankan bahwa unsur
eksistensi punya hak lebih tinggi dan harus lebih diutamakan daripada esensi dan bahwa kebebasan memilih adalah terpenting dan tertinggi melebihi determinisme. Selain itu, dalam pandangan psikologi eksistensial menurut Boss dan Binswanger, eksistensi diri adalah keberadaan manusia berkaitan dengan bagaimana cara manusia itu meng-“ada” dalam dunia sesuai dengan identitas dirinya. Orang dapat memilih untuk hidup secara autentik maupun tidak autentik dalam rangka mewujudkan apa yang diyakini sebagai nasibnya dan menjadi dasar hidup dalam dunia. 4 Lebih lanjut dikatakan bahwa bentuk-bentuk sikap dan perilaku hidup baik secara autentik maupun tidak autentik merupakan suatu usaha penyesuaian diri terhadap lingkungan maupun kondisi-kondisi yang mempengaruhi keberadaan individu tersebut. 5 Menurut Smith, eksistensi diri merupakan suatu kondisi dimana seseorang dengan kemampuannya dapat menemukan makna dalam kehidupan. Makna merupakan sebuah kepenuhan atau eksistensi diri dari nilai-nilai batiniah yang paling utama dalam menjalani kehidupan. 3
Chaplin, J.P. 2000,. Kamus Lengkap Psikologi. Diterjemahkan oleh Kartini Kartono, Jakarta : Rajawali Pers. Hlm 177 4 Calvin, S.H dan Landzey, G. 1 1993. Teori-teori Kepribadian : Humanistik. Alih Bahasa : Isanto. Yokyakarta : Kanisius hlm 123 5 Calvin, op.cit, 188
Pandangan Frankl tentang eksistensi diri berarti menjadi manusia sepenuhnya, dimana individu semakin mampu mengatasi dirinya sendiri dan memberi tujuan hidup supaya menjadi manusia sepenuhnya. Lebih lanjut, eksistensi diri adalah kebutuhan manusia akan arti. Individu bebas mengambil sikap untuk menemukan arti hidup sebagai bentuk eksistensi diri. Pencapaian eksistensi diri merupakan upaya untuk mencapai nilainilai yang dituju seperti arti kehidupan, dimana nilai-nilai itu berubahubah dan fleksibel sehingga individu dapat menyesuaian diri dengan bermacam-macam situasi dimana individu akan menyadari kemampuan diri sendiri.
2.1.1.3 Untuk
kelangsungan
hidup,
memupuk
hubungan,
dan
memperoleh kebahagiaan.
Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan.
Komunikasi akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan, untuk membujuk atau mempengaruhi
orang lain, mempertimbangkan solusi alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan tujuan-tujuan sosial serta hiburan.6
2.2
AKTUALISASI DIRI Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah manusia untuk melakukan yang
terbaik dari yang dia bisa. Rogers berpendapat bahwa aktualisasi diri merupakan proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya pada masa kanak-kanak. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiolofis ke psikologis. Lebih lanjut Rogers menambahkan, manusia memiliki satu motif dasar yaitu kecenderungan untuk mengaktualisasi diri. Kecenderungan ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang dimiliki dan mencapai tahap human-beingness yang setinggi-tingginya.7 Ahli jiwa termasyur Abraham Maslow dalam bukunya Hierarchy of Need menggunakan istilah aktualisasi diri (self actualization) merupakan puncak dari hirarki kebutuhan manusia, yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan kapasitas secara penuh. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tingkat tertinggi yang akan muncul jika kebutuhan lain sudah terpenuhi dengan baik. Maslow menandai kebutuhan aktualisasi diri sebagai hasrat individu untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya sesuai
6
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, 2007, Hlm 5-30
7
H. Hambali dan U. Jaenudin 2013, Psikologi Kepribadian, Bandung CV. Pustaka Setia Hlm 189
dengan
hasrat
dari
individu
untuk
menyempurnakan
dirinya
melalui
pengungkapan potensi yang dimilikinya. Maslow
juga
mengidentifikasikan
ciri
orang
yang
telah
mengaktualisasikan dirinya sebagai berikut : a. Memiliki orientasi realistik, memandang realitas dengan efisien, b. Menerima diri, orang lain, dan alam sekitar apa adanya, c. Spontan, sederhana dan alami, d. Lebih memperhatikan masalah (problem centered) e. Memperhatikan diri sendiri (self-centered) f. Otonom dan bebas dari kultur lingkungan g. Memahami orang dan sesuatu secara segar dan tidak steriotip h. Memiliki pengalaman mistikal atau spiritual (walau tidak harus) i. Mengenal harkat kemanusiaan j. Memiliki minat sosial (cenderung memiliki hubungan akrab, mendalam, sangat emosional, tidak dangkal dan sangat demokratis) k. Tidak mengacaukan atau mencampuradukkan sarana dan tujuan l. Rasa humornya filosofik dan tidak berlebihan m. Sangat kreatif 8
8
Desi Natalia Patioran, Jurnal Hubungan antara Kepercayaan diri dan Aktualisasi Diri pada Karyawan PT. Duta Media Kaltim Press (Samarinda Pos) 2013, ejurnal.untag-smd.ac.id
2.3 GAYA HIDUP 2.3.1 PENGERTIAN GAYA HIDUP (LIFE STYLE) Saat ini terdapat asumsi bahwa gaya hidup merupakan ciri dunia modern, atau yang biasa disebut dengan modernitas. Gaya hidup menurut Kotler adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya.9 Pola-pola perilaku seseorang (behavioral pattern) akan selalu berbeda dalam situasi atau lingkungan sosial yang berbeda, dan senantiasa berubah (tidak fixed). 2.3.2
FAKTOR –FAKTOR YANG MEMPENGARUHI GAYA
HIDUP Menurut pendapat Amstrong, faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal terdiri dari : a. Sikap Sikap berarti suatu keadaan jiwa atau keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisiasi
9
Armstrong, Gary & Philip, Kotler, op.cit., 192
melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosial. b. Pengalaman dan pengamatan Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku. Pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakan dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek. c. Kepribadian Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku setiap individu. d. Konsep Diri Konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang mengenai dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang dia peroleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri merupakan perasaan mendasar yang dimiliki seseorang tentang dirinya, juga sebagai patokan individu bersangkutan untuk bertindak dan mengambil keputusan. Konsep diri dibagi menjadi dua dimensi pokok, yakni dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu
terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia yang ada didalam dirinya. Dimensi internal ini terdiri dari tiga bentuk yakni diri identitas (identity self), diri perilaku (behavioral self) dan diri penerima atau penilai (judging self). Sementara dimensi eksternal mencakup diri fisik (physical self), diri etik-moral (moral-ethical self), diri pribadi (personal self), diri keluarga (family self), dan diri sosial (social self). 10
e. Motif Menurut Wiakel, motif adalah pengerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi suatu tujuan tertentu. Menurut Aswar, motif adalah suatu keadaan, kebutuhan, atau dorongan dalam diri seseorang yang disadari atau tidak disadari yang membawa kepada terjadinya suatu perilaku. Dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan dan kekuatan, yang berasal dari dalam diri seseorang baik yang disadari maupun yang tidak disadari untuk mencapai tujuan tertentu.11 Berikut ini adalah motif-motif yang timbul pada diri manusia ketika berkomunikasi : 1. Motif informatif , yaitu segala sesuatu yang berhungan dengan hasrat untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan.
10
Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian pada Remaja). Bandung: PT. Refika Aditama 11
Nyanyu Khodijah, 2006. Psikologi Belajar. Palembang : IAIN Raden Fatah Press Suriasumantri
2. Motif
hiburan,
yaitu
hal-hal
yang
berkenaan
untuk
mendapatkan rasa senang. 3. Motif integrasi personal, merupakan motif-motif yang timbul akibat keinginan untuk memperteguh status, kredebilitas, rasa percaya diri, dll. 4. Motif integratif sosial, dimaksudkan untuk memperteguh kontak sosial dengan cara berinteraksi dengan keluarga, teman, orang lain, dll. 5. Motif pelarian, merupakan motif pelepasan diri dari rutinitas, rasa bosan, atau ketika sedang sendiri.12 f. Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia. Adapun faktor eksternal adalah sebagai berikut: a. Kelompok referensi Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota 12
Papalia, dkk. 2007. Human Development, Amerika. Mc Graw Hill
didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu. 1. Keluarga Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya. 2. Kelas Sosial Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relative homogeny dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial, pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergulan prestise hak-hak serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja
maupun
diperoleh
karena
kelahiran.
Peranan
merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. 3. Kebudayaan
Kebudayaan
yang
meliputi
pengetahuan,
kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh
individu
sebagai
anggota
masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.13 Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari seseorang. Gaya hidup juga berfungsi dalam interaksi, dengan cara-cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh seseorang yang tidak hidup dalam dunia modern. Gaya hidup bergantung pada bentuk-bentuk kultural, masing-masing merupakan gaya, tata krama, cara menggunakan barang-barang, tempat dan waktu yang merupakan karakteristik seseorang atau kelompok. Proses gaya hidup dipengaruhi oleh pengetahuan dan pandangan oleh masing-masing orang. Susanto menjelaskan, dengan informasi global, walaupun mereka tidak pernah ke luar negeri, mempunyai pengaruh yang besar bagi generasi mendatang.Tidak semua nilai-nilai hidup itu negatif, dan sebaliknya tidak semuanya positif.14 Gaya hidup juga dipandang sebagai suatu proyek kehidupan dan menunjukkan individualitas.15
13
Nugraheni, P.N.A. (2003) Perbedaan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis pada Remaja Ditinjau dari Lokasi Tempat Tinggal, Skripsi (Tidak Diterbitkan) diakses terakhir pada 31 Oktober 2014 pukul 6.23 PM 14 Kotler, Philip, terjemahan A.B. Susanto, 2001, Manajemen Pemasaran di Indonesia, Jakarta : Salemba Empathlm 85 15
Mike Featherstone, 2001. Consumer Culture and Postmodernism, Nottingham Trent University
2.4 MOTIF DALAM FENOMENOLOGI SOSIAL Wawasan utama fenomenologi adalah “pengertian dan penjelasan dari suatu realitas harus dibuahkan dari gejala realitas itu sendiri”. 16 Fenomenologi menuntut pendekatan yang holistik sehingga diperoleh pemahaman yang utuh mengenai subjek atau objek yang diamati. Fenomenologi merupakan ilmu yang bertujuan untuk mendapatkan penjelasan tentang suatu realitas yang tampak. Fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif atas suatu fenomena.
Menurut Craib, tugas fenomenologi adalah menghubungkan antara pengetahuan ilmiah dengan pengalaman sehari-hari dan dari penglihatan dimana pengalaman dan pengetahuan berakar. 17
Alfred Schutz dalam bukunya berjudul The Phenomenology of the Social World menggabungkan sejumlah pandangan fenomenologi dengan sosiologi. Menurut Schutz, fenomenologi hadir untuk memahami makna subjektif manusia yang diatributkan pada tindakan-tindakannya dan sebab-sebab objektif serta konsekuensi dari tindakannya. Schutz menganggap manusia merupakan makhluk sosial sehingga kesadaran akan kehidupan sehari-hari adalah sebuah kesadaran sosial yang berlangsung dalam dua cara, pertama kesadaran untuk mengandaikan begitu saja kegiatan orang lain yang dialami bersama, kedua kesadaran memakai tipe-tipe yang diciptakan dan dikomunikasikan oleh kelompok-kelompok individu yang ada. 16
Aminuddin, 1990: Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh Malang (YA3 Malang) hlm. 108 17
Alex Sobur, Filsafat Komunikasi Tradisi dan Metode Fenomenologi ,2013 , PT. Remaja Rosdakarya; Jakarta Hlm. 19
Maksudnya adalah pemaknaan manusia terhadap realitas objektif tidak akan lepas dari latar belakangnya. Oleh karena itu, menurut aliran ini, pertimbangan aspek kausalitas dalam proses pemberian makna oleh manusia adalah penting.
Berkaitan dengan latar belakang tindakan seseorang, Schutz menyatakan bahwa seseorang pasti memiliki motif dalam melakukan tindakan dan perbuatannya. Alfred Schutz lalumenggolongkan motif menjadi dua yaitu : 1. Motif “untuk” (in-order-to-motives) merupakan tujuan yang digambarkan dengan sebagai maksud, rencana, harapan, minat, dan sebagainya yang diinginkan aktor (pelaku) dan karenanya berorientasi masa depan. 2. Motif “karena” (because motives) merujuk kepada masa lalu aktor dan tertanam dalam pengetahuannya yang terendapkan dan karenanya berorientasi masa lalu, sehingga disebut sebab atau alasan. 18 Keduanya dapat bertukar dalam kondisi tertentu. Motif “untuk” dapat menjadi motif “karena” bila terdapat pertukaran motif khas yang dibangun. Individu dapat mengubah tindakannya agar sesuai dengan tindakan orang lain.
Lebih lanjut menurut Schutz, manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberi tanda dan arti tentang apa yang mereka lihat.
18
Arrianie, Lelly, Komunikasi Politik, Widya Padjadjaran, Bandung 2010 hlm 28
Interpretasi merupakan proses aktif yang menandai dan mengartikan tentang sesuatu yang diamati, seperti bacaan, tindakan atau situasi bahkan pengalaman apapun. Schutz juga menjelaskan pengalaman inderawi sebenarnya tidak punya arti. Semua itu hanya begitu saja; obyek-obyeklah yang bermakna. Semua itu hanya memiliki kegunaan-kegunaan, nama-nama, bagian-bagian, yang berbedabeda dan individu-individu itu member tanda tertentu mengenai sesuatu.19 2.5 PERSONAL BRANDING Terdapat beberapa definisi mengenai Personal Branding antara lain: Menurut Kupta, personal branding adalah sebuah pencitraan pribadi yang mewakili serangkaian keahlian, suatu ide cemerlang, sebuah sistem kepercayaan, dan persamaan nilai yang dianggap menarik oleh orang lain. Personal branding adalah segala sesuatu yang ada pada diri anda yang membedakan dan menjual seperti pesan anda, pembawaan diri dan taktif pemasaran. Sedangkan menurut Montoya, Personal Branding adalah sebuah seni dalam menarik dan memelihara lebih banyak klien dengan membentuk persepsi publik secara aktif.20 Dapat disimpulkan bahwa personal branding adalah suatu proses membentuk persepsi masyarakat terhadap aspek-aspek yang dimiliki oleh seseorang, diantaranya kepribadian, kemampuan, atau nilai-nilai, dan bagaimana stimulus-stimulus ini menimbulkan persepsi positif dari masyarakat yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai alat pemasaran. 19
Afdjani, Hadiono, Makna Iklan Televisi (Studi Fenomenologi Pemirsa di Jakarta terhadap Iklan Televisi Minuman Kuku Bima Energi versi Kolam Susu) dalam Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Januari – April 2010 20 Peter Montoya and Tim Vandehey. 2009. The Brand Called You. New York : Mc Graw Hill
Terdapat tiga elemen dalam personal branding. Yakni : 1. You, atau dengan kata lain, seseorang itu sendiri. Seseorang dapat membentuk sebuah personal branding melalui sebuah polesan dan metode komunikasi yang disusun dengan baik. Dirancang untuk menyampaikan dua hal penting kepada target market, yaitu : -
Siapakah seseorang tersebut sebagai suatu pribadi?
-
Spesialisasi apa yang seseorang itu lakukan?
Personal brand adalah sebuah gambaran mengenai apa yang masyarakat pikirkan tentang seseorang. Hal tersebut mencerminkan nilai-nilai, kepribadian, keahlian dan kualitas yang membuat seseorang berbeda dengan yang lainnya. 2. Promise. Personal brand adalah sebuah janji, sebuah tanggung jawab untuk memenuhi harapan yang timbul pada masyarakat akibat dan personal brand itu sendiri. 3. Relationship. Sebuah personal branding yang baik akan mampu menciptakan relasi yang baik dengan publiknya. Semakin banyak atribut-atribut yang dapat diterima oleh publiknya, dan semakin tingginya tingkat kekuasaan seseorang, menunjukkan semakin baiknya tingkat relasi yang ada pada personal branding tersebut. Terdapat delapan konsep dalam personal branding yang menjadi acuan dalam membangun suatu personal branding seseorang yakni :
1. Spesialisasi (The Law of Specialization) Ciri khas dari sebuah Personal Brand yang hebat adalah ketepatan pada sebuah spesialisasi, terkonsentrasi hanya pada sebuah kekuatan, keahlian atau pencapaian tertentu. Spesialisasi dapat dilakukan pada satu ataubeberapa cara, yakni: a.
Ability – misalnya sebuah visi yang stratejik dan prinsip-prinsip awal yang baik.
b. Behavior – misalnya keterampilan dalam memimpin, kedermawanan, atau kemampuan untuk mendengarkan. c. Lifestyle – misalnya hidup dalam kapal (tidak dirumah seperti kebanyakan orang), melakukan perjalanan jauh dengan sepeda. d. Mission – misalnya dengan melihat orang lain melebihi persepsi mereka sendiri. e. Product – misalnya futurist yang menciptakan suatu tempat kerja yang menakjubkan. f. Profession – niche within niche – misalnya pelatih kepemimpinan yang juga seorang psychotherapist. g. Service – misalnya konsultan yang bekerja sebagai seorang nonexecutive director. 2. Kepemimpinan (The Law of Leadership) Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang dapat memutuskan sesuatu dalam suasana penuh ketidakpastian dan memberikan suatu arahanyang jelas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sebuah Personal
Brand yang dilengkapi dengan kekuasaan dan kredibilitas sehingga mampu memposisikan seseorang sebagi pemimpin yang terbentuk dari kesempurnaan seseorang. 3. Kepribadian (The Law of Personality) Sebuah Personal Brand yang hebat harus didasarkan pada sosok kepribadian
yang
apa
adanya,
dan
hadir
dengan
segala
ketidaksempurnaannya. Konsep ini menghapuskan beberapa tekanan yang ada pada konsep Kepemimpinan (The Law of Leadership), seseorang harus memiliki kepribadian yang baik, namun tidak harus menjadi sempurna. 4. Perbedaan (The Law of Distinctiveness) Sebuah Personal Brand yang efektif perlu ditampilkan dengan cara yang berbeda dengan yang lainnya. Banyak ahli pemasaran membangun suatu merek dengan konsep yang sama dengan kebanyakan merek yang ada dipasar, dengan tujuan untuk menghindari konflik. Namun hal ini justru merupakan suatu kesalahan karena merek-merek mereka akan tetap tidak dikenal diantara sekian banyak merek yang ada di pasar. 5. The Law of Visibility Untuk menjadi sukses, Personal Brand harus dapat dilihat secarakonsisten terus-menerus, sampai Personal Brand seseorang dikenal. Maka visibility lebih penting dari kemampuan (ability)-nya. Untuk menjadi visible, seseorang
perlu
mempromosikan
dirinya,
memasarkan
dirinya,
menggunakan setiap kesempatan yang ditemui dan memiliki beberapa keberuntungan.
6. Kesatuan (The Law of Unity) Kehidupan pribadi seseorang dibalik Personal Brand harus sejalan dengan etika moral dan sikap yang telah ditentukan dari merek tersebut. Kehidupan pribadi selayaknya menjadi cermin dari sebuah citra yang ingin ditanamkan dalam Personal Brand. 7. Keteguhan (The Law of Persistence) Setiap Personal Brand membutuhkan waktu untuk tumbuh, dan selamaproses
tersebut
berjalan,
adalah
penting
untuk
selalu
memperhatikan setiaptahapan dan trend. Dapat pula dimodifikasikan dengan iklan atau public relations. Seseorang harus tetap teguh pada Personal Brand awal yangtelah dibentuk, tanpa pernah ragu-ragu dan berniat merubahnya. 8. Nama baik (The Law of Goodwill) Sebuah Personal Brand akan memberikan hasil yang lebih baik dan bertahan
lebih
lama,
jika
seseorang
dibelakngnya
dipersepsikan
dengancara yang positif. Seseorang tersebut harus diasosiasikan dengan sebuah nilai atau ide yang diakui secara umum positif dan bermanfaat.