BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) 1. Pengertian CTS Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah gangguan pada anggota tubuh bagian tangan yang menyebabkan rasa sakit dan mati rasa terutama pada ibu jari dan tiga jari utama yaitu jari telunjuk, jari tengah, dan sebagian jari manis. Carpal Tunnel Syndrome (CTS) muncul ketika syaraf Medianus mengalami kompresi pada saluran dalam pergelangan tangan. Kejadian ini sering pula dikenal sebagai “Nerve-Entrapment Syndrome” atau “Median Nerve Disfunction” 16. CTS secara khas menyebabkan rasa nyeri dan parestesi pada tangan pada malam hari atau bengkak yang menyebabkan ketidakmampuan kondisi pergelangan tangan, karena tekanan yang terlalu berat pada syaraf medianus yang melalui pergelangan tangan (Carpal Tunnel) yang sempit, di bawah ligamentum karpal transversal17.
2. Anatomi Carpal Tunnel Terowong Carpal terletak di pergelangan tangan. Pada permukaan telapak pergelangan tangan terdapat penebalan fasia yang disebut Flexsor Reticulum dan terdiri dari 2 lapisan fasia, yaitu Ligamen Karpi Palmaris (Volaris) dan Ligamen Karpi Transversum. Ligamen karpi transversum menutupi lengkungan tulang-tulang karpal pada permukaan palmar sehingga membentuk terowongan karpal. Terowongan ini terdapat 10 alat yaitu : syaraf medianus, flexor polisis longus dan 8 tendon flexor digitorum18. Tulang-tulang carpal tangan susunannya membusur dengan bagian konkaf menghadap ke arah telapak tangan. Ruangan ini tertutup oleh
7
Ligamentum Carpi Trans Versum sehingga terbentuk suatu terusan yang sempit yang disebut Terowongan Carpal19.
Gambar 1.1 Anatomi Carpal Tunnel19 Terowongan carpal ini mengandung banyak struktur, yaitu : 1. Empat tendo dari musculus flexor digitorum superfisialis 2. Empat dari musculus flexor digitorum profundus 3. Tendo dari musculus flexor pollicis longus 4. Nervus medianus Bila keadaan dengan sedikit subluxasi dari salah satu tulang karpal atau oleh karena sedikit pembengkakan pada salah satu tendon otot akan memperbesar tekanan didalam Carpal Tunnel. Adanya kenaikan tekanan tersebut bisa mengganggu nervus medianus dan dapat melukai saraf median sehingga terjadi Carpal Tunnel Syndrome19.
3. Mekanisme Terjadinya Carpal Tunnel Syndrome Carpal Tunnel Syndrome adalah suatu kondisi yang mempengaruhi tangan dan pergelangan tangan. Carpal Tunnel adalah ruang di pergelangan tangan yang dikelilingi oleh tulang-tulang pergelangan tangan yang dihubungkan oleh ligamentum kaku antara tulang satu dan lainnya. Melalui terowongan kecil melewati tendon meregangkan jari-jari dan jempol serta saraf median. Melekatkan otot tendon pada tulang di tangan
8
dan transfer gerakan jari-jari dari otot ke tulang. Saraf median membawa sinyal dari otak untuk mengendalikan segala tindakan jari dan tangan. Pembengkakan tendon mengurangi ruang di terowong dan menjepit saraf median yang teksturnya lebih lembut daripada tendon. Sehingga tekanan pada saraf median dapat melukai saraf median. Cedera tersebut menghasilkan sensasi nyeri, kesemutan dan tangan menjadi kaku. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Carpal Tunnel Syndrome adalah20 : 3.1 Faktor Individu a. Usia Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 200321, usia kerja produktif di Indonesia adalah minimal 15 tahun dan maksimal 64 tahun. Rata-rata kelompok umur yang banyak bekerja adalah 29-62 tahun. Menurut Ronald E Pakasi, Carpal Tunnel Syndrome umumnya terjadi pada usia antara 29-62 tahun. Pertambahan usia dapat memperbesar risiko CTS22. Dalam penelitian Darno mengenai hubungan karakteristik pekerja dan gerakan berulang dengan kejadian CTS pada wanita pemetik melati, dengan hasil ada hubungan antara usia dengan kejadian, dimana 42 orang yang berusia lebih atau sama dengan 30 tahun memiliki risiko terkena CTS23. CTS merupakan masalah kesehatan yang muncul dalam jangka waktu yang lama, yang akan terjadi pada usia pertengahan dan masa tua. Dengan bertambahnya umur dapat dipastikan bahwa paparan dengan alat kerja tangan pada waktu bekerja semakin lama pula, kemampuan elastisitas tulang, otot ataupun urat semakin berkurang24.
b. Jenis Kelamin Barton et al
dalam literaturnya menyimpulkan bahwa
sebagian besar kasus CTS tidak disebabkan oleh pekerjaan. Prevalensinya CTS lebih besar terjadi pada wanita sebesar 3 :1 9
daripada pria. Hal ini disebabkan ukuran Carpal Tunnel pada wanita lebih kecil daripada pria. Keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, penggunaan pil kontrasepsi, dan pada masa menopause, prevalensinya sedikit bertambah25. National Women’s Health Information Centre (2008) dalam Tirsa Iriani (2010) menyebutkan bahwa tulang pergelangan tangan pada wanita secara alami lebih kecil, sehingga menciptakan ruang yang lebih ketat untuk dilalui saraf dan tendon. Wanita juga menghadapi perubahan hormonal yang kuat selama kehamilan dan menopause yang membuat wanita lebih mungkin untuk menderita CTS12.
c. Masa kerja Wieslander et al dalam studi case control membagi masa kerja dengan paparan gerakan tangan berulang menjadi 3 kategori yaitu untuk masa kerja < 1 tahun, 1-20 tahun dan > 20 tahun. Namun, diperoleh bahwa gerakan repetitif merupakan faktor risiko yang signifikan hanya setelah masa kerja 20 tahun. Paparan tersebut dapat bersifat kumulatif. Menurut Darno dalam penelitian pada pekerja pemetik daun teh pada tahun 2011 menjelaskan adanya hubungan antara masa kerja dengan CTS dimana masa kerja pekerja ≥ 20 tahun, dapat berisiko tinggi terkena CTS23. d. Lama kerja21 Lamanya seorang bekerja sehari menurut UU No.13/2003 Pasal 77 ayat 1 pada umumnya 6-8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit akibat kerja dan kecelakaan. Pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 10
jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Maka dari itu, istirahat setengah jam sesudah 4 jam kerja terus-menerus sangat penting artinya.
e. Riwayat Penyakit Carpal Tunnel Syndrome yang berhubungan dengan kondisi penyakit seperti Rhematoid Arthritis, Diabetes Melitus. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita yang berusia 26-62 tahun karena pada wanita terjadi perubahan hormon yang menyebabkan penyerapan cairan dan pembengkakan jaringan lebih sering terjadi pada saat pregnancy26. Kelainan tyroid pada pasien yang menderita CTS biasanya pengobatan akan difokuskan ke penyakit yang mendasarinya terlebih dahulu, baru CTS-nya27. 1) Pregnancy (kehamilan)26 Carpal tunnel syndrome banyak diterima oleh ibu hamil karena perubahan hormonal dan peningkatan volume darah sehingga
menyebabkan
peningkatan
volume
cairan
ekstraseluler dalam tubuh. Peningkatan cairan ekstraseluler tersebut dapat meningkatkan tekanan pada carpal tunnel dan menimbulkan berbagai gejala CTS. Carpal tunnel syndrome yang terjadi selama kehamilan biasanya hilang seiring dengan lahirnya bayi. 2) Diabetes melitus CTS ini juga sering terjadi berkaitan dengan kelainan yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf iskemik seperti diabetes melitus22. Timbulnya neuropati pada penderita diabetes tidak tergantung pada kadar gula darah, tetapi pada lamanya penderita mengidap diabetes. Semakin lama menderita diabetes maka semakin tinggi pula rasa kesemutan itu muncul21. 11
3) Arthritis rheumatoid Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit dimana persendian secara sistematis mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan
dan
nyeri
yang
mengakibatkan
kerusakan pada bagian dalam sendi. Dalam hal ini, saraf terjepit bukan akibat pembesaran otot melainkan sendi di pergelangan
tangan
berubah
bentuk.
Reumatik
juga
menimbulkan kesemutan, biasanya gejala terjadi pada pagi hari dan menghilang pada siang hari. Gejala kesemutan karena reumatik hilang sendiri bila reumatiknya sembuh28. Gejala yang ditimbulkan antara lain kaku pada persendian dan sekitarnya pada pagi hari yang berlangsung lebih dari 1 jam, pembengkakan pada sendi (minimal 3 sendi secara bersamaan) misalnya pada sendi jari tangan atau kaki, sendi pergelangan tangan atau kaki, sendi siku, sendi pinggul, atau sendi lutut26. 4) Obesitas26 Berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT), dan obesitas telah diidentifikasi sebagai faktor risiko potensial terjadinya muskuloskeletal terutama CTS. Obesitas dapat menjadi
penyebab
pembengkakan
dan
penebalan
tenosynovium. Ini akan mempersempit ruangan pada syaraf median dalam terowongan karpal.
3.2 Faktor Pekerja yang Mempengaruhi Terjadinya CTS Pekerjaan yang berisiko besar terancam CTS adalah pekerjaan yang banyak menggunakan anggota tubuh bagian tangan dan pergelangan tangan dan dalam jangka waktu panjang. Pekerjaan yang dimaksud umumnya seperti : pekerjaan yang memakai komputer, olahragawan, dokter gigi, musisi, guru, ibu rumah tangga dan pekerjaan lapangan yang mengoperasikan alat bervibrasi seperti bor. 12
Bernard et al mengemukakan sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitif berpengaruh pada cidera tangan dan pergelangan tangan seperti CTS 27, 29. a. Postur tangan Posisi kerja statis dan postur tangan tidak ergonomis pada bahu, lengan, dan pergelangan tangan dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan pada jaringan otot, syaraf, maupun keduanya. Pembengkakan tersebut akan menekan saraf medianus tangan sehingga bisa menimbulkan CTS30. Fleksi dan Ekstensi, fleksi yaitu posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah dalam dan membentuk sudut ≥ 45o.
Gambar 1.3 Posisi Fleksi dan Ekstensi29 Postur kerja kaku menimbulkan tekanan mekanik muskuler, menyebabkan kontraksi muskuler dosis rendah (low level) berkepanjangan, meningkatkan tekanan intramuskuler, dapat menghambat aliran darah ke dalam sel muskuler. Hal ini memicu nyeri lokal kronik. Postur pergelangan tangan yang menyimpang menyebabkan kompresi pada tendon fleksor jari yang berlawanan dengan struktur pergelangan tangan dan dinding carpal tunnel, dan akan menurunkan kemampuan dan kekuatan untuk menjepit30.
b. Gerakan Berulang (Repetitive Motion) Gerakan repetitif merupakan gerakan yang memiliki sedikit variasi dan dilakukan setiap beberapa detik, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan dan ketegangan otot tendon. Jika waktu yang digunakan untuk istirahat tidak dapat mengurangi efek
13
tersebut, risiko kerusakan jaringan adalah masalah muskuloskeletal lainnya mungkin akan meningkat. Pengulangan dengan waktu kurang dari 30 detik telah dianggap sebagai “repetitif motion”31. Adapun untuk menentukan tingkat risiko pengulangan tinggi pada bagian tubuh yang berbeda dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1.2 Pengulangan Risiko Tinggi oleh Bagian Tubuh Bagian Tubuh Pengulangan Per Menit Bahu Lebih dari 2,5 Lengan atas/ siku Lebih dari 10 Lengan/ Pergelangan tangan Lebih dari 10 Jari Lebih dari 200 Sumber : Kilbom, A: Repetitif Work of the Upper Extremity Part II : The Scientific Basic for the Guide. 1994 dalam Salvatore R Dinardi 1997
4. Tanda Dan Gejala Klinis Gejala awal berupa kesemutan (parestesia), mati rasa (numbness), dan rasa terbakar yang dirasakan di jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Sensasi rasa tersebut dapat menjalar sampai ke daerah lengan dan bahu. Apabila berlangsung lama maka keluhan numbess akan bertambah hebat, dan kemampuan untuk membedakan panas dan dingin, serta daya genggam tangan menurun. Gejala klinis umumnya bersifat progresif dalam kurun waktu minggu, bulan ataupun tahun dan keluhan seringkali muncul di waktu malam hari saat pasien beristirahat. Pembengkakan dan kekakuan pada jari tangan dan pergelangan tangan dapat terjadi pula pada waktu pagi hari11.
5. Patofisiologi CTS Menurut Habes D.J (1996) yang dikutip oleh Arief Budiono (2005) mengatakan bahwa patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome adalah ischemia (sumbatan pada suplai darah) atau demyelination (kerusakan pada muskosa syaraf) akibat trauma mekanik. Cidera seperti ini dapat terjadi jika nervus medianus mengalami penekanan dan melakukan gerakan secara berulang-
14
ulang yang terjadi pada tangan, pergelangan tangan, dan siku yang sering digunakan dalam melakukan pekerjaannya31.
6. Diagnosa CTS 1) Pemeriksaan fisik Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala juga didukung oleh beberapa pemeriksaan fisik
meliputi pemeriksaan
menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan32. Pada pemeriksaan tangan oleh dokter atau ahli fisioterapi biasanya hanya menggunakan tes phalen’s dan tes tinnel karena sudah dapat mendeteksi keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien pada daerah telapak tangan. Hasil pemeriksaan fisik berupa tes tinnel dan tes phallen positif pada salah satu atau keduanya mengindikasikan bahwa terjadi CTS. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah : a. Tes Phalen`s33 Test phalen dilaksanakan dengan menekuk kedua tangan pada kedudukan fleksi maksimal pergelangan tangan selama 30 detik – 2 menit (rata-rata 1 menit) bila timbul rasa sakit atau parasthesia di daerah syaraf medianus dinyatakan positif.
Gambar 1. 4 Tes Phalen’s33
15
b. Tes Tinel Test tinel dilakukan dengan cara mengetuk syaraf medianus diatas pergelangan tangan pada arah telapak tangan. Dinyatakan positif bila timbul rasa nyeri yang menjalar ke ujung jari (distribusi syaraf median).
Gambar 1. 5 Tes Tinel33
c. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
d. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar.
e. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan
abduksi
maksimal
palmar
lalu
ujung
jari
1
dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.
16
f. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan
serentak
pada
kedua
tangan
sehingga
dapat
dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.
g. Torniquet test. Dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
h. Pressure test. Nervus
medianus
ditekan
di
terowongan
karpal
dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
i. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
j. Pemeriksaan Sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
17
k. Pemeriksaan fungsi otonom. Diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa CTS.
2) Pemeriksaan Neurofisiologi a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otototot thenar. Beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. b. Kecepatan hantar syaraf (KHS) Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan
adanya
gangguan
pada
konduksi
safar
di
pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
3) Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan sinar X pada pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau arthritis. Foto palos leher berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT Scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
4) Pemeriksaan Laboratorium Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif dapat dilakukan beberapa pemerikaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
18
7. Pencegahan dan Penanganan Carpal Tunnel Syndrome a. Pencegahan CTS34
Gambar 1.6 Carpal Tunnel Rehabilitation Exercises a) Latihan Area Pergelangan Tangan 1. Fleksi, menekuk lembut pergelangan tangan ke depan. 2. Extension, lembut menekuk pergelangan tangan ke belakang. 3. Sisi ke sisi, dengan lembut pindahkan pergelangan tangan dari sisi ke sisi (gerakan jabat tangan).
b) Peregangan Pergelangan Tangan Satu tangan dapat membantu untuk menekuk pergelangan tangan ke bawah berlawanan dengan menekan bagian belakang tangan dan tekan selama 15 sampai 30 detik. Selanjutnya, meregangkan tangan kembali dengan menekan jari ke arah belakang dan menahan selama 15 sampai 30 detik. Jaga siku lurus selama latihan ini.
19
c) Tendon meluncur Mulailah dengan jari-jari tangan mengulurkan lurus. Dengan lembut menekuk sendi tengah jari-jari ke arah telapak bagian atas.
d) Pemerasan Scapular Saat duduk atau berdiri dengan lengan di samping tubuh, peras tulang belikat bersama-sama.
e) Extensi Pergelangan tangan Tahan benda berat di tangan
dengan telapak tangan
menghadap ke bawah. Perlahan-lahan tekuk pergelangan tangan ke atas. Perlahan-lahan turunkan beban ke posisi awal.
f) Penguatan Grip Remas bola karet
Gambar 1.7 Step Penguat Grip b. Penanganan CTS35 1) Kurangi beban Tangan Apabila keluhan terjadi, dan berhubungan dengan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari, maka penanggulangan terpenting adalah mengurangi beban penggunaan tangan. Istirahatkan tangan atau pergelangan tangan, sekurang-kurangnya 2 minggu. Jika dilakukan rutin maka proses peradangan akan mereda, dan mengurangi 20
penekanan pada syaraf medianus. Bila memungkinkan, bahkan sangat dianjurkan untuk mengganti jenis pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan. Hal ini sangat penting, karena dengan meneruskan aktivitas, Sindroma Terowongan Karpal akan menjadi semakin berat dan semakin sulit diobati. Lebih lanjut, bila suatu pekerjaan atau aktivitas telah diketahui dapat memicu penyakit ini, bukan mustahil Sindroma Terowongan Karpal akan berulang kembali bila aktivitas/pekerjaan tersebut dilanjutkan.
2) Hidroterapi dan Splint Hidroterapi cukup efisien dalam meningkatkan sirkulasi darah pada daerah yang sakit. Selain itu teknik ini cukup mudah. Caranya, rendamlah tangan dalam air panas selama 3 menit, kemudian lanjutkan dengan merendam dalam air dingin selama 30 detik. Ulangi cara ini sebanyak 3 hingga 5 kali. Metode ini akan meningkatkan sirkulasi lokal, dan dapat meningkatkan pasokan nutrisi serta oksigen, membuang berbagai sisa metabolisme, mengurangi konsentrasi zat-zat mediator inflamasi (peradangan), dan akhirnya meredakan nyeri. Pergelangan
tangan
sebaiknya
diimobilisasi
dengan
menggunakan belat pergelangan tangan (wrist splints). Kegunaan belat pergelangan tangan adalah untuk mensuport dan membatasi gerakan pergelangan tangan. Penggunaan belat umumnya pada saat olahraga untuk mencegah cedera, namun Terowongan
Karpal,
belat
pergelangan
pada
Sindroma
tangan
sebaiknya
digunakan sepanjang hari. Belat digunakan selama beberapa minggu atau bulan, bergantung kepada derajat beratnya masalah.
21
B. Home Industri Pembuatan Jenang Kota Kudus memiliki banyak potensi, salah satunya adalah home industri pembuatan jenang. Daerah yang banyak memproduksi jenang yaitu Desa Kaliputu. Jenang terbuat dari adonan tepung beras, santan, dan gula jawa, dan gula pasir36. Dalam proses pembuatan jenang, hal pertama yang dilakukan pekerja adalah memarut kelapa menggunakan mesin pemarut, selanjutnya pemerasan kelapa dilakukan
untuk mendapatkan santan sebagai
pencampur adonan. Tepung beras, santan, gula jawa, dan gula pasir diaduk jadi satu supaya menjadi adonan jenang. Produsen
mempertahankan
keaslian
rasa
dengan
cara
mempertahankan proses memasaknya. Adonan jenang dimasak di atas tungku dengan api dari kayu bakar, diaduk secara berulang selama empat jam dan berada pada suhu ruang yang panas. Setelah masak, adonan jenang dituang ke dalam loyang, dibiarkan sampai dingin. Kemudian pekerja memotong jenang menjadi kecil dan melinting potongan jenang secara repetitif37. Kegiatan yang memiliki faktor risiko terkena kejadian CTS adalah saat melakukan pelintingan jenang. Frekuensi gerakan repetitif yang dilakukan saat melinting jenang pada pekerja akan menimbulkan gangguan pada pergelangan tangan seperti kesemutan (parestesia), mati rasa (numbness), dan rasa terbakar yang dirasakan di jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis. Bila pekerja melakukan pekerjaan melinting jenang dalam jangka waktu yang lama akan berisiko CTS.
22
C. Kerangka Teori
Faktor Individu
Faktor pekerja
Usia
Postur tangan
Jenis kelamin
Gerakan repetitif pada pergelangan tangan
Masa kerja Lama kerja Riwayat Penyakit
Peradangan pada bagian sendi pergelangan tangan yang menekan nervus medianus
Tanda dan gejala : Nyeri di pergelangan tangan Kesemutan Mati rasa Rasa terbakar pada telunjuk, tengah dan manis
jari
Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Gambar 1.8 Gambar Kerangka Teori Sumber modifikasi dari pustaka 13, 15
23
D. Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
- Usia Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
- Masa kerja - Lama kerja - Frekuensi Gerakan Repetitif pada pergelangan tangan
- Jenis Kelamin* - Riwayat Penyakit* (Kehamilan, Diabetes melitus, Arthritis rheumatoid, obesitas) Keterangan (*) : variabel pengganggu terkendali
Gambar 1.9 Gambar Kerangka Konsep
E. Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan kejadian CTS pada wanita pelinting jenang. 2. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian CTS pada wanita pelinting jenang. 3. Ada hubungan antara lama kerja dengan kejadian CTS pada wanita pelinting jenang. 4. Ada hubungan antara frekuensi gerakan repetitif pergelangan tangan dengan kejadian CTS pada wanita pelinting jenang.
24