BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Turbin Air Turbin air memanfaatkan energi potensial air untuk menggerakkan generator
yang selanjutnya diubah menjadi energi listrik. Pemakaian turbin air di pusat pembangkit listrik harus disesuaikan dengan besarnya laju aliran (debit) dan ketinggian (head) sumber air yang tersedia di tempat tersebut.
2.1.1 Prinsip Turbin Air Air merupakan salah satu sumber energi yang murah dan relatif mudah diperoleh karena air tersimpan sebagai energi potensial saat air jatuh dan energi kinetik saat air mengalir. Tenaga air adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir. Energi yang dimiliki air dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam wujud energi mekanik maupun energi listrik. Pemanfaatan energi air banyak dilakukan dengan menggunakan kincir air atau turbin air yang memanfaatkan suatu air terjun atau aliran air di sungai. Sejak awal abad 18 kincir air banyak dimanfaatkan sebagai penggerak penggilingan gandum, penggergajian kayu dan mesin tekstil. Memasuki abad 19 turbin air mulai dikembangkan. Besarnya tenaga air yang tersedia dari suatu sumber air bergantung pada besarnya head dan debit air. Dalam hubungan dengan reservoir air maka head adalah beda ketinggian antara muka air pada reservoir dengan muka air keluar dari kincir air atau turbin air. Total energi yang tersedia dari suatu reservoir air merupakan energi potensial air yaitu : E = mgh ............................................................................................... (2.1)
dengan m adalah massa air (kg) h adalah head (m) g adalah percepatan gravitasi (m/s2)
Daya merupakan energi tiap satuan waktu
E , sehingga persamaan (2.1) dapat t
dinyatakan sebagai : E m = gh ............................................................................................. (2.2) t t
Dengan mensubsitusikan P terhadap
E t
dan mensubsitusikan ρQ terhadap
m t
maka : P = ρQgh ............................................................................................. (2.3)
dengan P adalah daya (watt) Q adalah kapasitas aliran (m3/s)
ρ adalah densitas air (kg/m3) Selain memanfaatkan air jatuh tenaga air dapat diperoleh dari aliran air datar. Dalam hal ini energi yang tersedia merupakan energi kinetik E=
1 2 mv ............................................................................................. (2.4) 2
dengan v adalah kecepatan aliran air (m/s) m adalah massa air (kg) Daya air yang tersedia dari persamaan kontinuitas Q = Av dinyatakan sebagai berikut : P=
1 1 ρQv 2 atau P = ρAv 3 .............................................................. (2.5) 2 2
dengan A adalah luas penampang aliran air ( m 2 )
2.1.2 Jenis-Jenis Turbin Turbin air dikembangkan pada abad 19 dan digunakan secara luas untuk pembangkit tenaga listrik. Turbin air mengubah energi potensial air menjadi energi mekanik. Energi mekanik diubah dengan generator listrik menjadi tenaga listrik. Berdasarkan prinsip kerja turbin dalam mengubah energi potensial air
menjadi energi mekanik, turbin air dibedakan menjadi dua kelompok yaitu turbin impuls dan turbin reaksi.
Tabel 2.1 Jenis Turbin Jenis Turbin
Head Tinggi
Head Sedang
Head Rendah
Turbin Impuls
Pelton, Turgo
Cros-Flow, Multi-
Cross-flow
Jet Pelton, Turgo Turbin Reaksi
Francis
Propeller, Kaplan
2.1.2.1 Turbin Impuls Energi potensial air diubah menjadi energi kinetik pada nozle. Air yang keluar dari nozle mempunyai kecepatan tinggi kemudian membentur sudu turbin. Setelah membentur sudu arah kecepatan aliran berubah sehingga terjadi perubahan momentum (impuls). Akibatnya roda turbin akan berputar. Turbin impuls adalah turbin tekanan sama karena aliran air yang keluar dari nozle tekanannya adalah sama dengan tekanan atmosfir sekitarnya. Ketika masuk ke sudu jalan maka energi akan diubah menjadi energi kecepatan. Jenis turbin impuls antara lain yaitu :
a. Turbin Pelton Turbin pelton merupakan turbin impuls. Turbin Pelton terdiri dari satu set sudu jalan yang diputar oleh pancaran air yang disemprotkan dari satu atau lebih alat yang disebut nosel. Turbin Pelton adalah salah satu dari jenis turbin air yang paling efisien. Turbin Pelton adalah turbin yang cocok digunakan untuk head tinggi. Turbin Pelton untuk pembangkit skala besar membutuhkan head kurang lebih 150 meter tetapi untuk skala mikro ukuran head 20 meter sudah mencukupi
Gambar 2.1 Nosel Turbin Pelton[28]
b. Turbin Turgo Turbin Turgo dapat beroperasi pada head 30 hingga 300 meter. Seperti turbin pelton, turbin turgo merupakan turbin impuls, tetapi sudunya berbeda. Pancaran air dari nozle membentur sudu pada sudut 20 o. Kecepatan putar turbin turgo lebih besar dari turbin Pelton. Dengan demikian memungkinkan transmisi langsung dari turbin ke generator sehingga menaikkan efisiensi total sekaligus menurunkan biaya perawatan.
Gambar 2.2. Sudu turbin Turgo dan nozel[28]
c. Turbin Crossflow Salah satu jenis turbin impuls ini juga dikenal dengan nama Turbin Michell-Banki yang merupakan penemunya. Selain itu juga disebut Turbin Osberger yang merupakan perusahaan yang memproduksi turbin crossflow. Turbin crossflow dapat dioperasikan pada debit 20 liter/detik hingga 10 m3/detik dan head antara 1 hingga 200 meter.
Gambar 2.3 Turbin Crossflow[27]
2.1.2.2 Turbin Reaksi Sudu pada turbin reaksi mempunyai profil khusus yang menyebabkan terjadinya penurunan tekanan air selama melalui sudu. Perbedaan tekanan ini memberikan gaya pada sudu sehingga runner (bagian turbin yang berputar) dapat berputar. Turbin yang bekerja berdasarkan prinsip ini dikelompokkan sebagai turbin reaksi. Runner turbin reaksi sepenuhnya tercelup dalam air dan berada dalam rumah turbin. Yang termasuk ke dalam jenis turbin ini antara lain yaitu :
a. Turbin Francis Turbin francis merupakan salah satu turbin reaksi. Turbin dipasang diantara sumber air tekanan tinggi di bagian masuk dan air bertekanan rendah di bagian keluar. Turbin francis menggunakan sudu pengarah. Sudu pengarah mengarahkan air masuk secara tangensial. Sudu pengarah pada turbin francis dapat merupakan suatu sudu pengarah yang tetap ataupun sudu pengarah yang dapat diatur sudutnya. Untuk penggunaan pada berbagai kondisi aliran air penggunaan sudu pengarah yang dapat diatur merupakan pilihan yang tepat.
Gambar 2.4 Flow Turbin Francis[25]
b. Turbin Kaplan & Propeller Turbin Kaplan dan Propeller merupakan turbin reaksi aliran aksial. Turbin ini tersusun dari propeller seperti pada perahu.. Propeller tersebut biasanya mempunyai tiga hingga enam sudu.
Gambar 2.5. Turbin Kaplan[24]
2.1.3 Turbin Francis Turbin Francis dapat digolongkan menjadi 2 kelompok yaitu jenis turbin horizontal dan jenis vertikal. Pemilihan horizontal diperuntukkan dimensi yang kecil sedangkan vertikal diperuntukkan dimensi yang besar. Turbin Francis ini terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing memiliki fungsi berbedabeda yang digunakan untuk menggerakkan generator. Komponen-komponen penyusun turbin Francis terdiri dari: selubung melingkar (scroll casing), sudusudu pengarah (guide vanes), sudu berputar (runner), poros (shaft), draft tube cone, stay vanes yang dapat dilihat pada Gambar 2.6. Aliran air dari bendungan atau waduk yang mengalir melalui penstock masuk ke dalam turbin Francis melewati scroll casing. Scroll casing memiliki penampang yang menyempit ke arah sudu-sudu pengarah sehingga energi kinetik aliran air akan meningkat setelah melewati scroll casing. Aliran air yang memiliki energi kinetik besar selanjutnya diarahkan oleh sudu-sudu pengarah untuk menabrak sudu-sudu yang dimiliki runner, sehingga menyebabkan runner berputar. Putaran runner diteruskan ke poros turbin untuk selanjutnya digunakan sebagai penggerak generator. Oleh
generator energi putar yang dihasilkan turbin Francis diubah menjadi energi listrik.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
rotor generator stator generator poros turbin runner turbine head cover stay ring discharge ring supporting cone guide vane operating ring guide vane servomotor lower guide bearing thrust bearing upper guide bearing spiral case draft tube cone
Gambar 2.6 Komponen Turbin Francis vertikal [26]
2.2
Proses Pengecoran Pengecoran merupakan salah satu proses produksi yang melibatkan
peleburan logam padat (solid metal) menjadi logam cair (liquid metal). Logam cair tersebut kemudian dituang ke dalam cetakan agar memiliki bentuk sesuai produk yang diinginkan. Setelah seluruh cetakan terisi, logam cair dibiarkan mengalami
proses
pemadatan
(solidification)
dan
pendinginan.
Setelah
pendinginan maka ditempuh proses pengambilan produk dari cetakan (part ejection). Proses pengecoran tidak terlepas dari logam yang akan dilebur yang terdiri dari cast iron, paduan aluminium, baja cor, tembaga, dan lain-lain. Pada penelitian ini akan dijelaskan salah satu sifat dan struktur dari logam baja cor atau yang dikenal cast steel.
2.2.1 Struktur dan Sifat Baja Cor (Cast Steel) Baja cor khusus terdiri dari baja paduan rendah dan baja cor paduan tinggi yang dibuat dengan menambahkan macam-macam unsur paduan kepada baja cor karbon. Mangan dan silium biasanya tidak dapat dihindarkan selalu tercampur
ketika pengolahan baja sehingga unsur-unsur tersebut ditambahkan sebagai unsur paduan. Baja cor ini terdiri dikelompokkan menjadi 3 yaitu a. Baja cor paduan rendah Baja karbon dikeraskan dan dikuatkan dengan pencelupan dingin tetapi mampu kerasnya agak buruk dan hanya kulitnya saja yang keras. Lapisan yang mengeras menjadi lebih tebal dengan menambah Mn, Cr, Mo atau Ni. Baja paduan ini mempunyai sifat mampu keras tinggi karena karbon larut dalam austenit dengan pencelupan dingin. b. Baja tahan karat Baja tahan karat adalah baja yang diperbaiki tahanan korosinya dengan menambahkan nikel atau khrom dan akan memberikan ketahanan korosi, ketahanan panas dan ketahanan dingin yang baik sekali dengan baja cor karbon biasa. Baja didalam air atau udara akan berkarat oleh oksidasi sedangkan baja paduan dengan kandungan khrom lebih dari harga tertentu mempunyai sifat pasif terhadap oksidasi dan bebas dari karat. Baja tahan karat mengandung khrom lebih dari 12 % Baja tahan martensit mempunyai mampu-keras dan ketahanan korosi yang paling baik dalam keadaan setelah dicelup dingin dan ditemper. Baja 13% Cr mempunyai mampu keras sendiri dengan pengerasan alam yaitu pendinginan dalam udara luar. Baja ini cocok untuk hal-hal yang bersifat korosi ringan seperti saluran dan rumah turbin air. Baja tahan ferit mengadung 16% tidak dapat dikeraskan dengan jalan pencelupan dingin. Baja ini ketahanan korosinya lebih kecil dibandingkan dengan baja tahan karat austenit tetapi lebih murah. Baja cor tahan karat austenit ini adalah baja cor 18Cr-8Ni yang mempunyai ketahan korosi dan sifat-sifat mekanik yang baik. Struktur dari sistem Fe-Ni-Cr menjadi austenit lengkap pada komposisi 18%Cr-8Ni dimana ketahan korosi yang terbaik tidak akan didapat apabila karbon larut dalam austenit dan tidak mengendap secara terpisah. Baja ini diperuntukkan untuk baling-baling kapal sebab ia mempunyai ketahan korosi terhadap air garam.
c. Baja tahan panas Baja cor tahan panas adalah nama umum untuk baja cor yang dipakai pada temperatur tinggi yaitu diatas 650 °C . Baja ini terdiri dari baja paduan cor tinggi dengan chrom tinggi dan baja cor paduan tinggi dengan nikel tinggi sesuai dengan komposisi kimianya. Sifat-sifat yang harus dipunyai oleh baja cor tahan panas ialah kestabilan permukaan, kekuatan melar pada temperatur tinggi, keuletan pada temperatur tinggi, tahanan yang tinggi terhadap kelelahan panas dan tahan aus yang baik.
2.2.2 Dasar- dasar pengecoran Dalam proses pengecoran diharapkan agar produk yang dihasilkan bebas dari cacat dan ekonomis. Produk coran dikatakan bebas dari cacat jika memenuhi kriteria seperti: kekuatan, kualitas permukaan dan akurasi dimensi sesuai perancangan. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang baik mengenai perancangan cetakan dan praktek pengecoran. Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses pengecoran yaitu :
2.2.2.1 Aliran logam cair ke rongga cetakan Aliran logam perlu diperhatikan dalam proses pengecoran. Logam cair dituang ke dalam cetakan melalui cawan tuang (pourin basin). Logam cair ini kemudian mengalir melalui sistem saluran yang terdiri dari saluran turun (sprue), saluran pengalir (runner), dan saluran masuk (gate) menuju ke rongga cetakan. Meskipun sistem saluran ini kelihatan sederhana, tetapi memiliki pengaruh penting terhadap keberhasilan proses pengecoran dan pengaturan proses pemadatan logam cair untuk menjamin keberlangsungan aliran logam cair sampai ke seluruh rongga cetakan. Permasalahan yang timbul dalam proses pengecoran seperti: timbulnya aliran turbulen sewaktu proses penuangan dan pendinginan cepat yang menyebabkan proses pemadatan dini, dapat diatasi dengan perancangan sistem saluran yang bagus. Perancangan sistem saluran yang bagus memerlukan pemahaman yang baik mengenai masalah aliran fluida dan perpindahan panas.
2.2.2.2 Perpindahan panas selama proses pemadatan dan pendinginan. Setelah logam cair dituang ke dalam cetakan, maka akan terjadi proses pemadatan logam dan pendinginan ke temperatur sekeliling. Proses-proses ini memiliki pengaruh besar terhadap ukuran, bentuk, keseragaman, dan komposisi kimia dari butiran yang terbentuk pada struktur logam produk coran. Faktor penting yang berpengaruh terhadap proses pemadatan dan pendinginan logam cair yaitu: jenis logam tuang, konduktivitas termal cetakan dan logam tuang, geometri benda yang ingin dibuat dengan pengecoran, dan bentuk cetakan.
2.2.2.3 Pengaruh jenis material cetakan. Konduktivitas termal cetakan dan logam tuang akan berpengaruh terhadap laju pendinginan logam tuang. Laju pendinginan yang lambat yang berarti proses pemadatan yang lama akan menghasilkan struktur dendrit yang kasar dengan jarak antar lengan dendrit yang jauh. Sebaliknya laju pendinginan yang cepat akan menghasilkan struktur dendrit yang halus dengan jarak antar lengan dendrit yang dekat. Struktur dendrit maupun ukuran butir yang dihasilkan selama proses pemadatan akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan dari proses pengecoran. Semakin kecilnya ukuran butir pada struktur logam hasil coran, maka kekuatan dan keuletan produk coran akan meningkat, mikroporositas (rongga antar struktur dendrit) akan menurun, dan kecenderungan produk coran untuk retak selama proses pemadatan semakin kecil.
2.2.3 Pola Pola adalah sebuah model produk atau prototip untuk membuat cetakan dalam pembuatan coran yang telah dikonversi dengan penyusutan. Pola digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu (termasuk pola plastik). Pembuatan pola harus mempertimbangkan bagaimana hasil coran yang baik, bagaimana menstabilkan inti-inti, bagaimana cara mempermudah pembokaran cetakan, menetapkan arah kup dan drag, tambahan penyusutan (shrinkage), tambahan untuk penyelesaian dengan mesin dan kemiringan pola.
2.2.3.1
Bahan Pola Pola kayu termasuk pola yang sering dipakai dalam pengecoran. Syarat
kayu yang dipakai adalah kering sekali (kadar air 5%), mudah dikerjakan mesin atau tangan, mempunyai serat-serat halus, tidak mudah retak atau pecah dan digunakan untuk proses cetakan tangan dan cetakan mesin. Pola logam dipakai sebagai bahan pola terutama untuk produk massal. Bahan logam ini harus memiliki tahan aus, ringan (bahan aluminium), mudah dikerjakan, tidak mudah pecah, dapat memanaskan cetakan dengan ketebalan merata. Pola resin ialah epoxy yang mempunyai sifat tahan aus, penyusutan kecil dan bisa digunakan
dengan mesin. Bahan resin ini dipakai sebagai bahan pola untuk coran kecil dari satu masa produksi atau dilakukan denga pencetakan mesin. Untuk membuat pola resin ini harus dibuat negatifnya dari bahan kayu, logam dan resin itu sendiri. Selain pola kayu, logam dan resin, ada pula pola yang terbuat dari lilin. Bahan pola dari lilin biasanya untuk coran benda kecil, produksi massal dan pengecoran paduan kelas tinggi seperti sudu-sudu turbin. Pola yang lain adalah styrofoam yang biasanya dipakai satu kali karena pola tersebut tidak dikeluarkan
dari cetakan. Pola gips dipakai untuk membuat benda tuang jumlahnya satuan karena bahan ini mudah pecah.[19]
2.2.3.2 Pembuatan Pola a. Menetapkan kup, drag dan permukaan pisah Penentuan kup, drag dan permukaan pisah adalah hal yang paling penting untuk mendapat coran yang baik. Dalam hal ini dibutuhkan pengalaman yang luas dan harus mempunyai ketentuan seperti pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan, penempatan inti harus mudah dan sistem saluran harus dibuat sempurna. b. Menentukan tambahan penyusutan Tambahan penyusutan ini dikenal dengan nama shrinkage. Faktor ini adalah hal yang penting karena menentukan kualitas dari produk. Besarnya nilai shrikage seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2 Penyusutan Logam[15] Jenis Bahan
Penyusutan (%)
Besi Cor Nodular FCD>400
0.3-0.25
Besi Cor Kelabu (tipis, lunak) Fe<20
0.8-1
Besi Cor Kelabu (keras) FC>25
1-1.2
Besi Cor Maleabel
1.2-2
Brons, Kuningan
1.6-1.8
Tembaga Cor (ukuran besar)
1.8-2
Baja Cor Tahan Karat Cr13%
1.8
Baja Cor Tahan Karat 18-8
2.6-2.85
Nikel Cor, Logam Monel
2.1
c. Kemiringan pola Permukaan-permukaan tegak dari pola dimiringkan dari permukaan pisah untuk memudahkan pengangkatan pola dari cetakan, meskipun dalam hal mempergunakan pola logam, pola ditarik dengan pengarah dari pena-pena. Pola logam membutuhkan kemiringan 1/2000 sedangkan pada pola kayu membutuhkan kemiringan 1/30 sampai 1/100. d. Tambahan pelenturan Penyusutan coran pada waktu pembekuan dan pendinginan kadang-kadang tidak hanya mengecilkan keseluruhannya tetapi juga mengakibatkan pelenturan yang tergantung pada bentuknya. e. Telapak inti Telapak inti disebut pula coreprint yaitu cara menempatkan inti, membawa dan menentukan letak inti, meyalurkan udara dan gas-gas cetakan yang keluar melalui inti dengan harapan jika cetakan telah terisi penuh oleh logam maka gas-gas dibawa keluar melaui telapak inti, dan memegang inti yaitu dengan harapan cetakan terisi penuh oleh logam, ia mencegah bergesernya inti dan memegang inti terhadap daya apung dari logam cair.
2.2.4 Jenis-jenis pengecoran (casting) Proses pengecoran dapat dikelompokkan menurut jenis cetakan maupun gaya penggerak yang digunakan ketika melakukan proses penuangan logam cair ke rongga cetakan. Skema lengkap mengenai pengelompokkan proses pengecoran dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Jenis-Jenis Pengecoran[13]
Pengecoran dengan menggunakan cetakan sekali pakai (expendable mould) seperti sand casting dan investment casting dapat digunakan untuk
mengecor benda dari segala jenis material logam baik besi (ferrous) maupun bukan besi. Berat benda yang mampu dicor juga lebih besar daripada proses pengecoran dengan cetakan permanen. Proses pengecoran dengan cetakan sekali
pakai selalu membutuhkan cetakan baru yang dirangkai dengan sistem saluran untuk melakukan penuangan pada setiap
proses pengecoran, sehingga
membutuhkan waktu lebih lama. Cetakan sekali pakai tersebut dapat dibuat dengan menggunakan pola permanen (permanent pattern) atau pola sekali pakai (expendable pattern). Pola permanen dapat dibuat dari kayu, logam, ataupun plastik. Sedangkan pola sekali pakai dapat dibuat dari lilin (wax), expendable polystyrene (EPS), maupun material polimer lain. Gravity Die adalah jenis proses pengecoran yang sering disebut sebagai
proses pengecoran dengan cetakan permanen. Pada proses ini logam cair dituang dengan pengaruh gaya gravitasi ke cetakan yang terbuat dari besi cor berlapis keramik. Apabila benda memiliki rongga di dalamnya maka pada cetakan disisipkan inti yang dapat dibuat dari logam ataupun pasir. Setelah logam cair yang dituang ke cetakan mengalami proses pemadatan dan pendinginan, cetakan dipisahkan untuk mengambil produk coran. Proses pengecoran ini cocok untuk benda yang terbuat dari logam bukan-besi dengan ukuran kecil sampai medium dan memiliki bentuk yang rumit serta memiliki ketebalan penampang yang tipis. Pressure die Casting adalah jenis proses pengecoran yang dilakukan
dengan menginjeksikan logam cair dengan tekanan ke cetakan dari baja yang telah dikeraskan (hardened steel) dan dilengkapi dengan sistem pendingin (biasanya air). Apabila benda yang ingin dibuat memiliki rongga ataupun undercut maka cetakan dilengkapi dengan inti yang terbuat dari logam. Setelah logam cair yang diinjeksikan ke cetakan mengalami proses pemadatan dan pendinginan, setengah cetakan digerakkan dan produk coran dikeluarkan dengan pin ejector. Proses pengecoran ini cocok untuk benda dari logam bukan besi dengan ukuran kecil sampai medium dan memiliki bentuk yang rumit serta ketebalan dinding tipis. Centrifugal casting merupakan proses pengecoran yang prinsip kerjanya
menggunakan logam cair yang dituang ke cetakan lalu diputar sehingga menimbulkan gaya sentrifugal dan akan mendorong logam cair ke cetakan. Lost foam casting merupakan proses pengecoran yang prinsip kerjanya menggunakan
pasir yang dipadatkan mengelilingi pola sekali pakai dari polystyrene (expandable polystyrene pattern). Logam cair dituang ke cetakan yang terbuat dari pasir yang
mengelilingi polystyrene sehingga akan menguapkan pola dan mengisi rongga yang ditinggalkan pola.[10]
2.2.5 Cetakan Pasir dan Pasir Cetak (Sand Casting) Proses pengecoran jenis ini dilakukan dengan mencampur pasir, bahan pengikat (binder) dan air. Kemudian campuran tersebut dipadatkan mengelilingi pola dari kayu atau logam untuk menghasilkan cetakan. Selanjutnya cetakan diambil dari pola dan dirangkai dengan inti (core) jika diperlukan. Logam cair dituangkan ke dalam rongga cetakan, dan dibiarkan mengalami proses pemadatan dan pendinginan yang diikuti dengan pengambilan hasil coran dengan memecah cetakan. Hasil coran biasanya memerlukan proses pemesinan untuk mendapatkan geometri seperti yang dikehendaki. Jenis pengecoran ini cocok untuk benda yang terbuat dari material logam baik besi maupun bukan besi, benda dengan segala ukuran maupun dengan geometri yang rumit. Pengecoran cetakan pasir merupakan proses pengecoran yang paling umum dipakai karena tidak membutuhkan investasi yang mahal dan dapat digunakan untuk mengecor benda dari material logam besi maupun bukan besi. Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk melakukan proses pengecoran cetakan pasir dapat dilihat pada Gambar 2.8. Tahapan-tahapan tersebut secara garis besar dapat dikelompokkam menjadi tiga, yaitu: pre-casting, casting, dan post-casting.
Gambar 2.8 Proses Pengecoran Cetakan Pasir[13]
Tahapan pre-casting merupakan tahapan persiapan yang dilakukan sebelum proses penuangan. Tahapan ini terdiri dari persiapan pasir cetak dan pembuatan cetakan. Untuk melakukan proses pembuatan cetakan diperlukan pola, inti, dan sistem saluran. Setelah cetakan selesai dibuat kemudian dilanjutkan dengan tahapan berikutnya, yaitu casting. Tahapan casting terdiri dari peleburan logam padat dan penuangan logam cair hasil peleburan ke cetakan. Peleburan logam padat dilakukan di dalam tungku atau kopula. Logam cair hasil peleburan kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mengalami proses pemadatan dan pendinginan, sehingga dihasilkan produk coran. Produk coran perlu dipisahkan dari cetakan dan diberi perlakuan (treatment) sebelum dikirim ke konsumen. Semua itu dilakukan dalam tahap post casting.
2.2.5.1 Pre Casting Pre Casting ini adalah persiapan awal sebelum melakukan casting atau
coran. Beberapa persiapan awal dalam pre casting adalah persiapan pasir cetakan, persiapan pola, persiapan pembuatan inti dan persiapan pembuatan cetakan. a. Persiapan pasir Persiapan pasir merupakan langkah awal dalam pre casting. Ada beberapa persyaratan dalam persiapan pre casting yaitu mempunyai sifat mampu bentuk sehingga memudahkan proses pembuatan cetakan, mempunyai kekuatan yang cukup pada temperatur kamar dan temperatur tuang, sehingga cetakan yang dihasilkan tidak mudah rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair sewaktu dituang ke dalamnya, mempunyai permeabilitas yang cocok, sehingga cacat akibat udara yang terjebak dalam cetakan maupun gas yang dihasilkan cetakan sewaktu proses penuangan dapat dihindarkan, dan mempunyai distribusi butir yang cocok. Permukaan produk coran akan halus jika cetakan dibuat dari pasir berbutir halus. Tetapi jika butir pasir terlalu halus, gas yang terjebak dalam cetakan sukar keluar sehingga dapat menyebabkan cacat pada coran. Oleh karena itu diperlukan distribusi besar butir yang cocok untuk memperoleh hasil coran yang permukaannya halus dan bebas dari cacat., tahan terhadap temperatur logam cair yang dituang, memiliki kemampualiran (flowability) sehingga dapat digunakan lagi, memiliki komposisi yang cocok.
Butir pasir akan bersentuhan langsung dengan logam cair yang memiliki temperatur tinggi sehingga akan mengalami peristiwa kimia dan fisika. Oleh karena itu komposisi bahan campuran pasir perlu dipertimbangkan agar tidak timbul gas sewaktu proses penuangan. Pasir silica merupakan jenis pasir cetak yang paling umum digunakan dalam proses pengecoran. Jenis pasir cetak lain yang digunakan dalam proses pengecoran dengan harga sedikit mahal karena memiliki sifat yang lebih baik yaitu: pasir zircon, olivine, khromit (chromite), dan mullite. Pasir olivine contohnya, memiliki ketahanan retak dan ekspansi termal yang lebih bagus daripada pasir silica. Cetakan yang terbuat dari pasir olivine memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan beban termal dari logam cair yang dituang. Agar mudah dicetak pasir-pasir tersebut biasanya dicampur dengan bahan pengikat (binder). Bahan pengikat yang sering digunakan untuk membuat cetakan yaitu bentonite clay (sodium atau calcium bentonite). Bahan pengikat tersebut dapat meningkatkan kekuatan dan plastisitas pasir cetak, terutama pasir silika. Campuran lain yang digunakan untuk membuat cetakan yaitu debu batu bara (coal dust) untuk meningkatkan kehalusan permukaan hasil coran, besi-oksida (ironoxide) untuk meningkatkan ketahanan cetakan terhadap temperatur tinggi,
dekstrin (dextrin) untuk meningkatkan ketangguhan dan ketahanan cetakan terhadap kerusakan (collapsibility), molasses untuk meningkatkan kekuatan cetakan. b. Persiapan pola Pola merupakan model fisik dari produk coran yang digunakan untuk membuat cetakan. Berdasarkan materialnya, pola dapat dikelompokkan menjadi pola logam dan pola kayu. Pola logam dipergunakan untuk menjaga ketelitian ukuran produk coran terutama untuk melakukan produksi massal, sehingga umur pola bisa lebih lama dan produktivitasnya lebih tinggi. Pola kayu biasanya dipilih karena murah, cepat dan mudah proses pembuatannya. Pola dapat dibuat sebagai satu kesatuan (single piece) ataupun terpisah menjadi dua bagian (split pattern) tergantung dari kompleksitas benda yang akan dicor. Pola terpisah (split pattern) memiliki dua bagian yang dipisahkan dengan permukaan pisah (parting surface), yaitu: bagian atas yang disebut kup (cope) dan
bagian bawah yang disebut drag. Untuk melakukan proses pembuatan pola, biasanya diperhatikan beberapa aspek teknis seperti: penyusutan (shrinkage), kemiringan (draft), permukaan pisah dan kualitas permukaan pola. Pola dibuat 12% lebih besar dari benda yang akan dicor sebagai kompensasi terjadinya penyusutan ketika proses pemadatan dan pendinginan. Untuk memudahkan pengambilan pola dari cetakan dan menjamin agar pasir cetak tidak rontok, maka permukaan pola yang sejajar dengan arah penarikan perlu diberi kemiringan tertentu. Selain itu, kualitas permukaan pola harus diperhatikan juga agar cetakan yang dihasilkan memiliki permukaan yang halus c. Persiapan pembuatan inti Inti merupakan bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan untuk mencegah pengisian logam pada bagian yang seharusnya berbentuk lubang atau rongga pada produk coran. Bagian ini biasanya dibuat dari pasir dengan menggunakan bahan pengikat organik maupun non-organik. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh inti yaitu: memiliki ketahanan terhadap temperatur tinggi dan erosi akibat aliran logam cair, permukaannya halus, memiliki kemampuan mengalirkan gas, dan mudah mengalami deformasi setelah proses pengecoran selesai. Proses pembuatan inti sangat beragam, di antaranya dengan cara kotak panas (hot box process), kotak dingin (cold box process), CO2, dan cara mengeras sendiri. Cara kotak panas dilakukan dengan menyemprotkan campuran pasir ke pola (pattern) yang terbuat dari logam yang telah dipanaskan. Karena pengaruh panas dari pola logam tersebut maka campuran pasir akan mengeras mengikuti bentuk polanya. Cara kotak dingin mirip dengan cara pada kotak panas, namun pola yang terbuat dari logam tidak perlu dipanaskan. Proses pengerasan campuran pasir pada kotak dingin dilakukan dengan melewatkan gas amino, sehingga campuran pasir akan mengeras saat itu juga. Cara CO2 merupakan proses pembuatan inti yang memanfaatkan aliran gas CO2 untuk melakukan proses pengerasan campuran pasir. Sedangkan proses pembuatan inti dengan cara mengeras sendiri dilakukan dengan memberikan pengikat khusus sebagai campuran pasir sehingga pasir akan mengeras secara alami.
Dalam proses pembuatan inti diperlukan bahan pengikat sebagai campuran pasir cetak. Bahan pengikat yang digunakan pada proses pembuatan inti antara lain minyak sayur (vegetable oil), minyak mineral dan sodium silikat. Minyak sayur ataupun minyak mineral merupakan bahan pengikat yang murah. Akan tetapi inti yang dibuat dengan bahan pengikat ini memerlukan pemanasan sampai temperatur 2400 C selama 2 hingga 3 jam untuk mendapatkan kekuatan yang cukup. Inti yang dibuat dengan bahan pengikat sodium silikat, proses pengerasannya memerlukan gas CO2. Gas ini dilewatkan ke pasir yang telah dicampur dengan bahan pengikat sodium silikat sehingga akan mengeras secara tiba-tiba. d. Persiapan pembuatan cetakan Pembuatan cetakan melibatkan pemadatan pasir cetak secara merata mengelilingi pola, penarikan pola dari cetakan, penempatan inti dalam rongga cetakan dan penyelesaian akhir sampai cetakan siap digunakan. Proses pembuatan cetakan dapat dilakukan dengan menggunakan tangan atau mesin. Saat ini, kebanyakan industri pengecoran sudah dilengkapi dengan mesin pembuat cetakan. Mesin-mesin tersebut menggunakan kombinasi antara guncangan dan desakan untuk memampatkan pasir mengelilingi pola. Selain mesin guncang (jolt machine) dan guncang desak (jolt-squeeze machines), beberapa industri juga memanfaatkan mesin cetakan tekanan tinggi (high pressure moulding machines). Mesin ini menggunakan mekanisme hidrolik, air impulse atau gas injection untuk menggerakkan kepala pendesak guna memampatkan pasir mengelilingi pola. Bila dibandingkan dengan mesin guncang-desak, mesin ini memiliki beberapa keunggulan seperti getaran dan tingkat polusi udara lebih rendah, serta produktivitasnya yang tinggi. Salah satu jenis mesin cetak tekanan tinggi adalah flaskless moulding machine.
Untuk meningkatkan kualitas produk coran, pada permukaan cetakan yang bersentuhan dengan logam cair dapat disemprot atau dicat menggunakan grafit atau bubuk mika yang telah dicampur dengan air. Proses penyemprotan atau pengecatan tersebut mempunyai tujuan yaitu:
Meniadakan cacat-cacat yang disebabkan oleh pasir.
Mencegah fusi dan penetrasi logam.
Membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah pada waktu pembongkaran.
Mendapatkan permukaan coran yang halus. Selain bubuk mika atau grafit, bahan pelapis lain juga dapat digunakan
dengan syarat bahan tersebut memiliki sifat tahan panas sehingga dapat menerima temperatur penuangan, cukup kuat dan tidak mudah rusak oleh logam cair, dapat mencegah terjadinya penetrasi logam dan gas yang ditimbulkan harus sedikit.
2.2.5.2 Casting Peleburan logam dilakukan untuk menyediakan logam cair yang dibutuhkan dalam proses penuangan. Untuk melakukan proses peleburan logam dibutuhkan logam padat yang siap dilebur dan peralatan peleburan seperti kopula, tungku api minyak (oil/gas fired furnaces), tungku induksi dan tungku busur searah (direct arc furnace). Kopula merupakan tungku peleburan yang umum digunakan untuk melebur besi cor. Kelebihan yang dimiliki kupola antara lain konstruksinya sederhana dan operasinya mudah, memberikan kemungkinan peleburan yang kontinu, memungkinkan mendapatkan laju peleburan yang besar tiap jamnya dan biaya peralatan yang murah. Kopula umumnya dibuat dari baja silinder tegak dan dilapisi dengan bata tahan api. Untuk melakukan proses peleburan dengan kopula, bahan logam dan kokas diisikan dari pintu pengisi. Udara yang diperlukan untuk proses pembakaran ditiupkan melalui tuyer, sehingga menyebabkan kokas terbakar dan bahan logam mencair. Bahan logam yang telah cair kemudian dikeluarkan melalui lubang-lubang keluar pada dasar kupola. Tungku api minyak merupakan tungku peleburan yang menggunakan bahan bakar minyak. Tungku ini terdiri dari tungku krusibel (crucible furnace) dan rotari (rotary furnace). Tungku krusibel, umumnya terbuat dari grafit dan tanah liat serta cocok untuk melakukan proses peleburan logam bukan-besi dalam jumlah sedikit. Sedangkan tungku rotari terbuat dari pelat baja yang dilapisi dengan material refraktori. Untuk melakukan proses peleburan dengan tungku rotari, bahan logam dimasukkan melalui pintu pengisi yang terletak di tengah. Agar bahan logam menjadi cair, maka pada bagian ujung tungku rotari dipanasi
dengan melakukan proses pembakaran minyak atau gas. Bahan logam yang telah mencair, kemudian dikeluarkan melalui pintu keluar. Tungku busur searah dan induksi merupakan jenis dari tungku listrik. Tungku ini memanfaatkan energi listrik untuk melakukan proses peleburan. Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh tungku listrik antara lain kemudahan pengaturan komposisi bahan logam, kemudahan pengaturan temperatur, memungkinkan untuk memakai logam bermutu rendah, mengurangi jumlah pekerja, dan memiliki laju peleburan yang tinggi.[16]
2.2.5.3 Post Casting Penuangan merupakan proses pengisian rongga cetakan dengan logam cair. Proses pengisian cetakan yang terbuat dari pasir umumnya memanfaatkan gaya gravitasi. Karena pengaruh gaya gravitasi, logam cair dalam cawan tuang akan mengalir melalui sistem saluran menuju rongga cetakan. Pada saat melakukan proses penuangan, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian yaitu pengeringan ladel yang membawa logam cair dari tungku, pembuangan terak, temperatur penuangan dan waktu penuangan. Hal ini dilakukan agar diperoleh produk coran yang bebas dari cacat. Sebagai contoh, pengeringan ladel dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan temperatur logam cair, terjadinya oksidasi akibat cairan dan terjadinya cacat-cacat coran seperti rongga udara dan lubang-lubang jarum. Sedangkan pemilihan temperatur tuang yang cocok dapat menghindari terjadinya pemadatan logam sebelum waktunya yang dapat menyebabkan terbentuknya rongga pada produk coran karena tidak terisi logam cair. Setelah proses penuangan selesai dan logam cair telah mengalami pemadatan serta pendinginan ke temperatur kamar, maka produk coran siap untuk dipisahkan dari cetakan. Proses pemisahan produk coran dari cetakan dapat dilakukan dengan mesin pembongkar, konveyor getar, ataupun mesin pemukul. Penyelesaian dan pembersihan merupakan proses terakhir dalam pengecoran. Proses ini melibatkan pembuangan pasir dan sisa logam seperti sistem saluran, penambah dan sirip-sirip dari produk coran. Proses pembuangan pasir yang menempel pada produk coran dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti menggetarkan produk coran (vibrating), menyikat produk coran dengan sikat kawat (wire brushing), ataupun dengan menembak produk coran menggunakan peluru baja (shoot blasting). Sedangkan pembuangan sistem saluran dan penambah dapat dilakukan dengan proses pemesinan seperti gerinda (grinding) dan penggergajian dengan band shaw. Proses lain untuk meningkatkan kualitas produk coran seperti pengelasan (welding), pelapisan (coating) dan perlakuan panas (heat treatment) dapat dilakukan sewaktu proses penyelesaian dan pembersihan.[16] Setelah proses penyelesaian dan pembersihan dilakukan, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap produk coran. Pemeriksaan produk coran umumnya digolongkan menjadi pemeriksaan rupa, pemeriksaan tanpa merusak (nondestructive testing) dan pemeriksaan bahan. Dalam pemeriksaan rupa, hal yang diteliti yaitu ketidakteraturan, inklusi, dan retakan yang terdapat pada permukaan produk coran. Pemeriksaan tanpa merusak diperlukan untuk mengetahui cacat-cacat dalam seperti rongga udara, inklusi, rongga penyusutan, dan retakan. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan ultrasonic testing, dye penetrant, eddy current testing atau radiografi. Pemeriksaan bahan dilakukan
untuk meneliti struktur mikro, ketidakteraturan bahan, dan sifat-sifat mekanik produk coran.
2.2.6 Cetakan Cara Pola Lilin (invesment Casting) Cara pola lilin merupakan suatu cara pengecoran presisi yang disebut istilahnya pengecoran invesmen (invesment casting). Pengecoran invesmen ini dahulu digunakan untuk benda seni rupa dalam jumlah banyak. Akan tetapi metoda ini sudah digunakan pada teknologi kelas tinggi seperti sudu-sudu motor jet bahkan pada sudu pada turbin francis. Proses pengecoran ini dilakukan dengan menginjeksikan lilin ke cetakan logam untuk membuat pola yang akan digabung dengan saluran turun (sprue) sehingga memiliki bentuk seperti pohon. Pola yang telah digabung dengan sprue dicelupkan ke bubur keramik (ceramic slurry) dan dikeringkan, yang diikuti dengan proses pemanggangan untuk melelehkan lilin. Cetakan dari keramik yang telah terbentuk ini perlu dipanaskan dahulu sebelum logam cair dituang ke
dalamnya. Setelah logam cair yang dituang mengalami proses pemadatan dan pendinginan, cetakan dipecah dan produk coran diambil. Proses pengecoran ini cocok untuk benda-benda yang terbuat dari material logam besi maupun bukanbesi, benda berukuran kecil dengan bentuk rumit dan memiliki ketebalan penampang yang tipis. Proses pengecoran cetakan berpola lilin yang dijelaskan pada Gambar 2.9 sebagai berikut :
Awalnya membuat cetakan untuk pengecoran pola lilin.
Pola lilin dan sistem saluran dibuat berdasarkan cetakan.
Pola lilin dan sistem saluran disusun menjadi susunan pola.
Susunan tersebut dilapisi.
Susunan pola lilin yang telah dilapisi ditutup dengan campuran invesmen.
Memanaskan dengan temperatur antara 100-110º C agar lilin hilang.
Cetakan dibakar sampai temperatur 800-1100º C.
Logam cair dituangkan pada cetakan yang bertemperatur tinggi.
Pekerjaan penyelesaian dilakukan.[19] Hal-hal yang penting dalam proses tersebut diatas adalah mengurangi
pekerjaan tangan dalam penyusunan pola, kombinasi, kekentalan, cara penyemprotan bahan pelapis, pengeluaran lilin sampai habis, pengaturan temperatur dari cetakan yang dipanaskan mulai, pengaturan temperatur dan kecepatan penuangan dan sebagainya. Pelapisan dilakukan dengan cara penyebaran atau penyemprotan campuran invesment pada permukaan pola. Campuran invesment adalah bubuk dari bahan
pelapis tahan panas yang merupakan suspensi dalam larutan etil silikat sebagai pelapis. Pembuatan cetakan dilakukan dengan memasang pola yang telah dilapisi dalam rangka cetakan kemudian camputran invesment dituangkan sekeliling pola tersebut. Pada pengecoran paduan ringan atau paduan tembaga yang mempunyai titik cair rendah, pelapisan pertama dapat ditiadakan. Sebaliknya atau paduan yang mempunyai tempeartur tinggi seperti paduan besi atau paduan tahan panas. Pelapisan harus diulangi sampai tiga kali dengan mempergunakan campuran invesment dari bahan tahan panas kelas tinggi. Pada pembuatan cetakan invesment
dipakai bahan-bahan yang secara ekonomi dapat dipertanggungjawabkan.
Gambar 2.9 Proses Invesment Casting[13]
Cara lain adalah cetakan berlapis banyak dibuat dengan penyemprotan pasir tahan api yang kasar pada pola lilin setelah pelapisan, cetakan menjadi kuat setelah dikeringkan kemudian baru lilin dibuang. Setelah cetakan diberi bantalan pasir atau mimis baja baru penuangan dapat dilakukan. Campuran invesment tidak boleh mengandung gelembung udara, maka untuk mengurangi gelembung udara, campuran tersebut sebelum dipergunakan harus disimpan dalam bejana hampa udara yang kemudian tekanannya diturunkan. Selanjutnya apabila pada pembuatan cetakan ada kemungkinan terbawa gelembung udara dalam campuran, maka cetakan dengan rangka cetak seluruhnya dimasukkan ke dalam bejana hampa udara yang kemudian tekanannya diturunkan. Ketika diturunkan logam paduan misalnya untuk sudu-sudu motor jet, perlu dilakukan pengolahan metalurgi secara sempurna dan pencairannya dilakukan dalam hampa udara, selanjutnya penuangannya pun dalam banyak hal dilakukan dalam hampa udara. Peralatan-peralatan khusus untuk memudahkan perkerjaan dari mulai pengolahan pengolahan cetakan sampai penuangannya
dalam hampa udara telah dikembangkan sedemikian sehingga cara pengecoran ini lebih sesuai untuk pengecoran presisi untuk paduan kelas tinggi.
2.2.7
Perancangan Pengecoran Dalam melakukan perancangan cetakan untuk proses pengecoran, dua hal
yang umum dilakukan adalah merencanakan sistem penambah dan sistem saluran. Sistem penambah digunakan sebagai pengatur terjadinya proses pemadatan dan sekaligus berfungsi sebagai penyuplai logam cair ketika terjadi proses penyusutan. Sedangkan sistem saluran berfungsi sebagai saluran penghantar logam cair menuju rongga cetakan. Cetakan merupakan salah satu penentu keberhasilan proses pengecoran sehingga diperlukan perancangan cetakan yang hati-hati. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam merancang cetakan yaitu: a. Ketebalan penampang, pojok dan sudut Ketebalan penampang pada rongga cetakan hendaknya diusahakan sehalus mungkin agar cacat pada produk coran karena terbentuknya rongga penyusutan dapat dihindari. Pojok, sudut, dan fillet yang tajam pada rongga cetakan seharusnya dihindari, karena dapat menyebabkan retak pada produk coran selama terjadinya proses pemadatan. Radius fillet hendaknya dipilih sedemikian rupa, sehingga mampu mengurangi terjadinya konsentrasi tegangan dan menjamin terjadinya aliran logam cair yang baik sewaktu proses penuangan berlangsung. b. Area yang datar (flat area). Area datar yang sangat luas pada rongga cetakan hendaknya dihindari karena dapat menyebabkan melengkungnya produk coran. Peristiwa tersebut terjadi karena gradien temperatur yang tidak seragam ketika proses pemadatan berlangsung. c. Penyusutan (shrinkage). Penyusutan pada produk coran yang terjadi ketika proses pemadatan berlangsung hendaknya dihindari dengan membuat rongga cetakan lebih besar. Agar diperoleh rongga cetakan yang lebih besar, dimensi pola pembuat cetakan perlu diperbesar sesuai dengan besar penyusutan yang terjadi sewaktu proses pemadatan berlangsung.
d. Permukaan pisah (paring surface) dan Fitur dalam (internal feature). Permukaan pisah merupakan permukaan yang memisahkan bagian atas dari cetakan (kup) dan bagian bawah dari cetakan (drag). Penentuan lokasi permukaan pisah akan mempengaruhi perancangan dan pembuatan cetakan, jumlah dan bentuk inti dan sistem saluran. Oleh karena itu, permukaan pisah tersebut hendaknya diusahakan terletak pada satu bidang dan ditempatkan di pojok atau sisi dari produk coran. Fitur-fitur dalam (internal features) yang dimiliki benda yang akan dicor hendaknya dihindari atau jumlahnya dibuat sesedikit mungkin karena dapat memperlama proses pembuatan cetakan dan dapat menimbulkan terjadinya masalah aliran logam cair.
2.2.7.1 Perancangan Sistem Penambah Perubahan temperatur suatu benda dapat mengakibatkan perubahan volumenya. Pada saat temperatur benda mengalami peningkatan, maka akan terjadi pemuaian. Begitu pula sebaliknya, pada saat temperatur benda mengalami penurunan maka akan terjadi penyusutan. Peristiwa tersebut juga terjadi pada proses pengecoran di mana produk coran akan mengalami penyusutan saat proses pemadatan berlangsung. Untuk menghindari terbentuknya rongga akibat penyusutan, maka pada cetakan diperlukan sistem penambah. Sistem penambah yang digunakan pada suatu cetakan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu penambah samping dan penambah atas. Penambah samping dipasang di samping coran dan langsung dihubungkan dengan saluran turun dan pengalir. Jenis penambah tersebut sangat efektif untuk coran berukuran kecil dan menengah. Sedangkan penambah atas dipasang di atas coran yang biasanya berbentuk silinder yang memiliki ukuran besar.
a.
Perhitungan Modulus Dalam merancang sistem penambah pada suatu cetakan diperlukan nilai
modulus pengecoran benda yang akan dicor. Nilai modulus pengecoran yang merupakan perbandingan antara volume yang dimiliki benda yang akan dicor dengan luas permukaan perpindahan efektifnya. Langkah awal dalam merancang
penambah yaitu mengetahui nilai modulusnya. Hal ini berfungi untuk menentukan letak paling panas pada benda yang akan dicor, menentukan urutan terjadinya proses pemadatan, menentukan besar penambah, menentukan letak penambah dan menentukan jumlah penambah.
b.
Perhitungan Dimensi Penambah Sesuai dengan urutan terjadinya proses pemadatan, dimana pemadatan
terakhir harus terjadi pada penambah, maka perbandingan nilai modulus pengecoran (MS) pada baja cor harus diatur agar MS benda tuang : MS leher penambah : MS penambah = 1 : 1,2 : 1,2 ...................... (2.6) Menurut Gambar 2.8, berdasarkan bentuk geometrinya ada tiga jenis penambah yang dapat digunakan pada suatu cetakan. Masing-masing penambah memiliki dimensi yang berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.2. Karena bentuk geometri dan dimensi yang berbeda, maka modulus pengecoran dan volume logam cair yang disediakan ketiga penambah tersebut juga berbeda.
Side Riser (Cope)
Side Riser (Drag)
Top Riser
Gambar 2.10 Jenis Penambah Standar[17]
Tabel 2.3 Penentuan Diameter Penambah[17] Jenis Penambah
Diameter Penambah
Volume Penambah
D = 5,98.MS
V = 1,06.D3
D = 4,91.MS
V = 1,16.D3
D = 4,53.MS
V = 1,04.D3
Side Riser (kontak pada cope) Side Riser (kontak pada drag) Top Riser
c.
Perhitungan Jangkauan Penambah Jangkauan penambah menunjukkan seberapa jauh jarak yang masih
mampu dicapai oleh aliran logam cair dalam penambah. Logam akan memadat dalam bentuk kristal. Kristal-kristal tersebut tumbuh dari bagian yang mengalami proses pemadatan paling cepat, yaitu bagian yang bersentuhan dengan dinding cetakan menuju ke arah tengah rongga cetakan yang mengalami proses pemadatan yang paling lama. Kristal-kristal tersebut pada akhirnya bertemu di tengah-tengah dan dapat menghambat suplai logam cair dari penambah. Besar jangkauan penambah merupakan fungsi dari ketebalan penampang rongga cetakan yang dirumuskan dengan persamaan:
JP = 4,5 . t .......................................................................................... (2.7)
di mana JP merupakan jangkauan penambah dan t merupakan tebal penampang rongga cetakan.
d.
Perhitungan Jumlah Penambah Untuk menghitung jumlah penambah berdasarkan jangkauan digunakan
persamaan:
NP =
K .................................................................................. (2.8) 2 ⋅ J P + DP
di mana: NP
: Jumlah penambah,
DP
: Diameter penambah,
: Panjang coran, yang dihitung menggunakan rumus keliling
K
lingkaran, JP
e.
: Jangkauan penambah
Volume Penambah Tidak hanya produk coran yang mengalami penyusutan, sistem penambah
juga mengalami penyusutan. Pada waktu terjadi proses pemadatan, permukaan penambah akan mengalami penurunan sampai kedalaman tertentu, sehingga akan terbentuk rongga susut. Akibat terbentuknya rongga penyusutan pada sistem penambah, maka umumnya sistem penambah memiliki efisiensi antara 14%-20%, sehingga besar volume logam cair yang mampu disediakannya dapat dihitung dengan persamaan: Vf =
di mana:
s ⋅ VC .......................................................................................... (2.9) x−s
Vf merupakan volume penambah, VC merupakan volume rongga cetakan, s
merupakan besar penyusutan (%),
x
merupakan effisiensi penambah (14%-20%).
2.2.7.2 Perancangan Sistem Saluran Perancangan sistem saluran bertujuan untuk mendapatkan pengisian rongga cetakan dengan logam cair yang bersih, bebas dari terak dan kotoran; mendapatkan aliran logam cair yang halus dengan meminimalkan aliran turbulen; untuk menjamin seluruh rongga cetakan terisi meskipun rongganya sempit dan memiliki gesekan yang besar. Sistem saluran pada suatu cetakan terdiri dari cawan tuang (pouring cup), saluran turun (sprue), saluran sumur (well), saluran pengalir (runner), dan saluran masuk (gate), seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.11. Cawan tuang memiliki bentuk seperti cawan atau corong dengan konstruksi yang tidak boleh melewatkan kotoran yang terbawa oleh logam cair. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan penampang berupa lingkaran. Kadang-kadang penampangnya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas ke bawah. Saluran pengalir biasanya
mempunyai penampang trapesium atau setengah lingkaran sebab penampang demikian mudah dibuat pada permukaan pisah. Saluran tersebut harus mampu mengalirkan logam cair menuju saluran masuk dan menjaga agar proses pemadatannya lambat sehingga logam cair dapat mengisi seluruh rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan penampang yang lebih kecil dari pada penampang pengalir agar dapat mencegah kotoran masuk ke dalam rongga cetakan.
Gambar 2.11 Gambar Sistem Saluran
Untuk merancang sistem saluran, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan luas penampang pencekikan (choking area). Luas penampang tersebut dipengaruhi oleh jenis logam tuang, volume rongga cetakan yang harus diisi, tinggi saluran turun, dan penempatan produk coran dalam cetakan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka dirumuskan tiga persamaan untuk menghitung luas penampang pencekik (choke), yaitu:
Untuk produk coran yang diletakkan seluruhnya di bagian drag.
AC =
...................................................................... (2.10)
t ⋅ fr ⋅ 2 ⋅ g ⋅ H
Untuk produk coran yang diletakkan seluruhnya di bagian kup.
AC =
VD
(1,5 ⋅ b) ⋅ VC t ⋅ fr ⋅ 2 ⋅ g
[H
3
− ( H − b) 3
]
............................................. (2.11)
Untuk produk coran yang diletakkan di bagian kup dan drag.
AC =
V D + t ⋅ f r ⋅ 2 ⋅ g H 1
.............................. (2.12) H 3 − ( H − b) 3 (1,5 ⋅ b) ⋅ VC
di mana: AC merupakan luas penampang pencekik, VD merupakan volume rongga cetakan yang terletak di bagian drag, t
merupakan waktu untuk mengisi cetakan, diperoleh dari grafik (terlampir),
fr
merupakan koefisien gesek, diperoleh dari grafik (terlampir),
g
merupakan konstanta gravitasi,
H merupakan tinggi saluran turun, VC merupakan volume rongga cetakan yang terletak di bagian kup, b
merupakan tinggi produk coran di bagian kup,
Langkah berikutnya, menentukan luas penampang sistem saluran yang terdiri dari saluran masuk, saluran pengalir, dan saluran turun. Masing-masing sistem saluran dihitung dengan persamaan:
Saluran masuk AG =
AC ........................................................................................... (2.13) n
Saluran Pengalir AR = 3 ⋅ AC .......................................................................................... (2.14)
Saluran Turun
AS = AC ⋅
h ................................................................................... (2.15) H
di mana: AG merupakan luas penampang saluran masuk, n
merupakan jumlah saluran masuk yang akan digunakan,
AC merupakan luas penampang pencekik, AR merupakan luas penampang saluran pengalir, AS merupakan luas penampang saluran turun, h
merupakan tinggi cawan tuang,
H
merupakan tinggi saluran turun.
2.3 Pemodelan Pro Engineering Pro/Engineer merupakan salah satu program CAD/CAM yang dipakai untuk memodelkan suatu produk. CAD (Computer-Aided Design) merupakan teknologi yang berkaitan dengan penggunaan komputer untuk membantu proses pembuatan, modifikasi, analisis, dan optimasi suatu desain. Sedangkan CAM (Computer-Aided Manufacturing) adalah teknologi yang berkaitan dengan penggunaan komputer untuk merencanakan, mengatur, dan mengendalikan proses produksi yang terhubung dengan sumber daya produksi pabrik. Sebagai program CAD/CAM, Pro/Engineer dapat digunakan untuk melakukan pemodelan solid tiga dimensi (3D) di komputer. Penggunaan model solid 3D mempunyai volume dan permukaan. Model solid 3D dapat dengan mudah dianalisis bentuk fisiknya seperti: volume, massa, luas permukaan, penampang, pusat massa, dan momen inersia. Selain itu model solid 3D memberikan visualisasi permukaan solid dengan sangat bagus, dengan tekstur dan pewarnaan, atau dengan representasi wire frame.. Untuk memodelkan suatu produk menjadi 3D maka perlu dilakukan tahaptahap yaitu memodelkan sketsa, part dan assembly.
2.3.1
Pemodelan Sketsa Beberapa fitur yang menyusun sebuah model solid 3D selalu diawali
dengan pendefinisian sketsa. Pendefinisian sketsa dapat dilakukan di modul sketsa yang tersedia di Pro/Engineer. Fasilitas-fasilitas yang tersedia di modul sketsa diantaranya: alat-alat untuk membuat sketsa (sketch tools), alat-alat untuk melakukan pengeditan sketsa (trim, copy, mirror), alat-alat untuk memberi constraints antar geometri (constraint-tools), dan alat-alat untuk memberi dimensi pada sketsa (dimension-tools
2.3.2
Pemodelan Part Pemodelan part dalam Pro/Engineer adalah pemodelan yang berbasis fitur.
Fitur awal yang akan menjadi referensi bagi fitur berikutnya harus didefinisikan terlebih dahulu. Fitur ini dapat berupa datum atau protrusion, tidak mungkin berupa fitur negatif seperti cut atau hole. Sebelum memulai pemodelan part, ada beberapa set-up model yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan seperti:
material, satuan (unit), dan densitas material (density). Pendefinisian material akan berguna untuk keperluan analisis elemen hingga (finite element analysis), sedangkan densitas berguna untuk keperluan analisis massa. Fitur–fitur yang digunakan untuk melakukan pemodelan part dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: non-machined feature dan basic-machined feature. Contoh dari non-machined feature, yaitu: datum dan protrusion. Datum merupakan tempat rujukan (referensi) bagi atribut-atribut yang dimiliki fitur. Beberapa jenis datum yang biasa digunakan untuk pemodelan part, yaitu: datum plane, datum axis, datum curve, datum point, dan sistem koordinat. Sedangkan protrusion merupakan fitur yang berfungsi untuk menambahkan material pada suatu model. Teknik untuk melakukan protrusion ada beberapa cara yaitu extrude, revolve, sweep, dan blend. Extrude adalah cara melakukan protrusion dengan menarik section searah normal bidang section, sepanjang depth yang ditentukan. Sehingga untuk melakukan protrusion dengan teknik extrude harus ada dua kelengkapan yaitu section dan depth (ketebalan). Revolve adalah teknik protrusion dengan cara menarik section berputar relatif terhadap axis sebesar angle yang ditentukan. Sweep dilakukan dengan cara menarik suatu section mengikuti lintasan (trajectory)
yang ditentukan. Sedang blend dilakukan
dengan
menyambungkan beberapa bentuk section yang memiliki jumlah titik sambung yang sama, masing-masing titik dihubungkan sesuai nomor urut yang sama. Fitur yang termasuk ke dalam basic machined diantaranya hole, round, chamfer, shell, dan draft. Hole merupakan proses pembuatan lubang pada model dengan posisi menurut sistem koordinat tertentu. Beberapa teknik pendefinisian hole yng merepresentasikan proses drilling/boring adalah straight, sketch, dan standard. Straight adalah membuat lubang lingkaran-drill dengan diameter dan kedalaman tertentu; sketch membuat lubang dengan sketsa yang diputar terhadap sumbu lubang; sedangkan standard membuat lubang standard tertentu, misal ISO. Round adalah proses penumpulan sisi-sisi model yang tajam dengan radius penumpulan tertentu. Chamfer adalah proses penumpulan sisi atau sudut model yang tajam dengan kemiringan penumpulan tertentu. Shell adalah proses pembuatan cangkang dari suatu model pejal. Sedang draft adalah kemiringan suatu permukaan terhadap suatu pemukaan referensi sepanjang sumbu netral.
2.3.3
Pemodelan Assembly Assembly merupakan proses merangkai suatu komponen (bisa berupa part
atau sub-assembly) ke dalam suatu sistem dengan kondisi batas (constraint) yang mengikat komponen tersebut pada suatu referensi yang ada. Perintah-perintah yang ada dalam pemodelan assembly diantaranya: assemble, create, dan advanced utility. Assemble adalah memanggil suatu komponen dari suatu file yang sudah ada (bisa file part atau file assembly lain), termasuk didalamnya pendefinisian constaint. Create adalah pembuatan komponen dalam modul assembly aktif, bisa berupa part tersendiri, part hasil mirror, atau file subassembly. Sedang advanced utility merupakan kumpulan perintah manipulasi suatu komponen assembly, seperti: replace, repeat, copy, dan cut out. Fitur-fitur yang ada dalam pemodelan assembly sama seperti fitur yang terdapat pada pemodelan part. Dalam pemodelan assembly digunakan constraint untuk membatasi gerakan antara part satu dengan lainnya. Constraint yang umum digunakan yaitu: mate, align, insert, dan sistem koordinat. Mate adalah memasangkan suatu permukaan agar berhadapan arah dengan permukaan lain. Align adalah memasangkan suatu permukaan agar sehadap dengan permukaan lain, atau untuk memasangkan suatu sumbu agar segaris dengan sumbu yang lain. Insert adalah memasangkan suatu silinder agar satu sumbu dengan silinder yang lain. Sedang koordinat sistem adalah memasangkan suatu koordinat sistem berpasangan dengan koordinat sistem yang lain.[16]
2.4 Simulasi Adstefan Adstefan
merupakan
software
untuk
simulasi
pengecoran
yang
menggunakan prinsip elemen hingga (finite element). Software ini dapat digunakan untuk melakukan pemodelan perpindahan energi berupa panas (heat flow), aliran fluida termasuk pengisian cetakan (mould filling), mikrostruktur, dan porositas dalam proses pengecoran. Beberapa proses pengecoran yang dapat disimulasikan dengan software ini antara lain: pengecoran tekanan tinggi (die casting), pengecoran sentrifugal, dan pengecoran cetakan pasir. Selain itu ada beberapa alat bantu dalam proses simulasi casting selain adstefan seperti solidCast dan proCast.
Software Adstefan terdiri dari beberapa modul yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda pada gambar 2.12. Modul-modul tersebut adalah:
OUTPUT Gambar 2.12 Diagram Alir Simulasi Adstefan[10]
2.4.1
Pre Processor Modul pre-processor yang digunakan untuk mempersiapkan komponen
menuju proses analisis. Di dalam modul ini terdapat database material yang digunakan untuk mendefinisikan material penyusun komponen yang akan dianalisis. Modul ini juga memberikan fasilitas kepada pengguna untuk mendefinisikan material sesuai dengan kebutuhan. Di modul ini juga terdiri em mesh yaitu modul yang digunakan untuk membagi komponen yang ingin dianalisis menjadi elemen kecil atau lebih dikenal sebagai mesh generator.
2.4.2
Solver Modul penyelesai atau solver, yang digunakan untuk melakukan analisis
penyelesaian.
2.4.3
Post Processor Modul post-processor, yang digunakan untuk melihat atau mereview hasil
analisis.
2.4.4 Cacat pada Coran Cacat misrun disebabkan oleh logam cair yang mengalami proses pemadatan awal sebelum mengisi seluruh rongga cetakan sehingga pada produk coran terjadi rongga. Cacat seperti ini dapat disebabkan oleh fluiditas logam cair yang kurang bagus, temperatur tuang yang terlalu rendah, waktu tuang yang terlalu lama, atau penampang rongga cetakan yang terlalu tipis. Cold-shut merupakan cacat rongga pada produk coran akibat tidak bercampurnya (tidak terjadi fusion) dua bagian logam cair. Penyebab cacat coldshut antara lain: fluiditas logam cair kurang bagus, temperatur tuang terlalu rendah atau waktu tuang terlalu lama. Cacat cold-shots diakibatkan adanya partikel padat (inklusi) yang terjebak dalam produk coran. Cacat seperti ini dapat dihindari dengan melakukan proses penuangan sesuai prosedur atau dengan mendesain sistem saluran yang tepat. Shrinkage cavity merupakan cacat pada produk coran akibat terbentuknya rongga internal. Rongga internal tersebut muncul karena tidak cukupnya suplai logam cair untuk mengisi rongga penyusutan ketika proses pemadatan dan pendinginan berlangsung. Cacat seperti ini dapat dihindari dengan merencanakan sistem penambah yang tepat. Microporosity merupakan cacat coran yang berupa rongga-rongga kecil di dalam struktur dendrit logam paduan. Salah satu cara untuk menghindarinya yaitu dengan memperpendek daerah pembekuan. Hot-tears merupakan cacat akibat retaknya produk coran. Cacat ini dapat dihindari dengan mengeluarkan produk coran dari cetakan sesegera mungkin setelah proses pemadatan.
Gambar 2.13 Cacat-Cacat Pada Produk Coran (a) Cacat Misrun, (b) Cold Shuts (c) Cold Shots (d) Shrinkage porosity (e) Microporosity (f) Hot Tears