BAB II TINJAUAN PUSTAKA B. Beban Kerja Perawat 1.
Definisi Beban Kerja Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja , keterampilan, perilaku dan persepsi dari pekerja.Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan.Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut.Beban kerja perawat di rumah sakit meliputi beban kerja fisik dan mental. a.
Beban kerja bersifat fisik meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien kekamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur, mendorong brankast pasien.
b.
Beban kerja yang bersifat mental dapat berupa bekerja dengan shift atau bergiliran, kompleksitas pekerjaan (mempersiapkan mental dan rohani pasien dan keluarga terutama yang akan memerlukan operasi atau dalam keadaan kritis), bekerja dengan keterampilan khusus dalam merawat pasien, tanggung jawab terhadap kesembuhan serta harus menjalin komunikasi dengan pasien. Beban kerja yang terbagi atau mendadak tidaknya suatu tugas, kesulitan tugas,ketercukupan waktu penyelesaian, teman kerja yang bisa membantu dan kelelahan menyelesaikan tugas dapat juga berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu lainnya (Manuaba, 2000).
Beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja dari organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau pengalaman. Beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan / aktifitas yang dilakukan oleh seorang 7
8
perawat selama bertugas di suatu unit pelayanan keperawatan (Marquish dan huston, 2000). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa beban kerja perawat adalah seluruh kegiatan atau aktifitas yang dilakukan perawat dengan jenis pekerjaan dan beratnya pekerjaan yang ditetapkan dalam satuan waktu tertentu di suatu unit pelayanan keperawatan.Beban kerja dapat dibedakan menjadi beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif menunjukkan adanya jumlah pekerjaan yang besar yang harus dilakukan misalnya jam kerja yang tinggi, derajat tanggung jawab yang besar, tekanan kerja sehari-hari dan sebagainya. Beban kerja kualitatif menyangkut kesulitan tugas yang dihadapi (Putrono, 2002 dalam Pohan, 2006). 2.
Jenis – Jenis Beban Kerja Beban kerja yang dibedakan menjadi kelebihan beban kerja secara kuantatif (Quantitative Overload) dan beban kerja secara kualitatif
(Qualitative
Overload) (Caplan HI & Sadock BJ, (1973) disampaikan Putrono, 2002). a.
Kelebihan beban kerja secara kuantitatif mencakup: Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja, terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan, terlalu beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan, kontaklangsung perawat klien secara terus menerus selama jam kerja, rasio perawat-klien.
b.
Beban kerja secara kualitatif mencakup: Pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki perawat tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di ruangan, tanggung jawab yang tinggi terhadap asuhan keperawatan pasien kritis di ruangan, harapan pimpinan Rumah Sakit terhadap pelayanan yang berkualitas, tuntutan keluarga pasien terhadap keselamatan pasien, setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat, tugas memberikan obat secara intensif, menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal, tindakan penyelamatan pasien
9
3.
Faktor – Faktor Penyebab Beban Kerja Perawat Davis (1995) juga mengatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja seseorang adalah faktor iklim kerja yaitu yang menyangkut lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia yang berada dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan tugas dan pekerjaannya. Didalam penerapan kebutuhan ketenagakerjaan harus diperhatikan adanya faktor yang terkait beban kerja perawat, diantaranya a) Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun
dalam
suatu
unit,
b)
kondisi
atau
tingkat
ketergantungan klien, c) rata-rata hari perawatan klien, d) pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung, e) frekuensi tindakan yang dibutuhkan, f) rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung, g) pemberian cuti. Menurut Manuaba, 2000 dalam Hasibuan, 2005. Beban kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu: 1.
Faktor eksternal yang mempengaruhi beban kerja antara lain : a.
Beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti; Tugas-tugas yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, dan tugas-tugas yang bersifat psikologis, seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan, tanggung jawab pekerjaan.
b.
Organisasi kerja, seperti lamanya waktu bekerja, waktu istirahat, shift kerja, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.
c.
Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.
2.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi
10
kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan dan kepuasan). 4.
Perhitungan Beban Kerja Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari tiga aspek, yakni fisik, mental dan panggunaan waktu.Aspek fisik meliputi beban kerja berdasarkan kriteriakriteria fisik manusia.Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis), aspek mental atau psikologis lebih menekankan pada hubungan interpersonal antara perawat dengan kepala ruang, perawat dengan perawat lainnya dan hubungan perawat dengan pasien, yang dapat mempengaruhi keserasian dan produktifitas kerja bagi perawat sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan keperawatan
terhadap
pasien,
danaspek
pemanfaatan
waktu
lebih
mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja (Adipradana, 2008 dalam Suarli, 2010). Analisis beban kerja adalah proses penentuan jumlah jam kerja (man hours) yang di gunakan untuk menyelesaikan beban kerja tertentu, jumlah jam kerja karyawan yang di butuhkan. Untuk mengukur beban kerja Gillies (1994) mengembangkan system klasifikasi pasien. Hal ini akan menyesuaikan tingkat ketergantungan pasien, tingkat kesulitan serta kemampuan yang di perlukan dalam memberikan pelayanan keperawatan. Adapun Swanburg & Swanburgh (1999) menyatakan bahwa dalam membuat system klasifikasi pasien harus memenuhi beberapa kategori yaitu : 1.
Staffing, yaitu untuk mengukur waktu yang di butuhkan dan jumlah perawat yang di butuhkan secara kuantitas dan kualitas.
2.
Program perumusan beaya dan anggaran keperawatan yaitu mencerminkan beaya untung-rugi pelayanan keperawatan yang nyatan.
3.
Kebutuhan perawatan pasien, yaitu membagi tugas pelayanan keperawatan dengan mengatur intensitas keperawatan dan tindakan keperawatan.
11
4.
Mengukur nilai produktifitas, yaitu mrngukur output dan input dimana produktifitas adalah indeks beban kerja perawat.
5.
Menentukan kualitas, yaitu mengatur waktu dan jenis kebutuhan pasien dengan mengalokasikan jenis dan jumlah perawat yang tepat.
5.
Tehnik Pengukuran Beban Kerja Tehnik perhitungan beban kerja banyak di terapkan oleh para ahli agar benarbenar menggambarkan kebutuhan tenaga perawat sepanjang masa sehingga setiap kondisi pasien banyak atau sedikit tidak perlu lagi mencari tenaga tambahan. Salah satu cara terbaik menurut Anwar Kurniadi (2013) adalah menghitung berdasarkan beban kerja riil yaitu akumulasi jumlah tindakan keperawatan semua pasien yang harus di berikan asuhan keperawatan dalam jangka waktu satu tahun yang dirata-ratakan. Adapun menurut Swanburg & Swanburg (1999), ada 4 tehnik untuk menghitung beban kerja perawat yaitu : 1.
Time and task frequency Cara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas pekerjaan yang dilakukan seorang perawat dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
satu
tindakan
keperawatan
dengan
baik
dan
benar.Kemudian kumpulan waktu diakumulasi dan dicari rata-rata/skoring. Langkah-langkah untuk menghitung adalah sebagai berikut: a.
Menentukan jumlah sampel perawat yang diambil
b.
Membuat formulir kegiatan yang akan dipakai mengamati serta ada kolom untuk menulis waktunya.
c.
Menentukan observer yang bisa mengidentifikasi kualitas pekerjaan yang akan diamati.
d.
Tiap satu observer akan mengamati satu orang perawat selama bekerja sesuai shiftnya.
12
2.
Work Sampling Cara ini dilakukan dengan mengamati kegiatan apa saja yang akan dilakukan perawat. Informasi yang didapat dengan metode ini adalah waktu dan jeniskegiatan yang mampu dilakukan perawat dalam interval tertentu yang sudah ditentukan.Observer harus mengamati dari jarak jauh atau seakan-akan tidak mengamati agar perawat yang bekerja sesuai aslinya atau kebiasaan selama ini. Menurut Ilyas Y (2004) dalam Anwar Kurniadi, (2013), metode Work Sampling akan mengetahui 1) aktivitas apa saja yang sedang dilakukan perawat pada saat jam kerja; 2) apakah aktivitas perawat masih ada hubungan dengan tugas pokoknya pada saat jam kerja; 3) bisa membandingkan berapa proporsi kerja produktif dan kerja non produktif; 4) jenis beban kerja yang digunakan dikaitkan dengan waktu dan jadwal kerjanya. Akhirnya akan diketahui dari beberapa perawat yang bekerja akan didapatkan jenis kegiatan dan banyaknya kegiatan yang telah dilakukan dari mulai datang sampai pulang.
Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pada metode Work Sampling adalah: a.
Menentukan kompetensi perawat yang akan di observasi.
b.
Bila
jumlahnya
banyak
perawatnya
perlu
dilakukan
pemilihan
representatif di kelompoknya. c.
Membuat formulir daftar kegiatan perawat yang diklasifikasikan sebagai kegiatan keperawatan produktif atau non produktif.
d.
Memberikan pelatihan kepada observer dimana diharapkan memiliki latar belakang pendidikan setingkat lebih tinggi dari perawat yang di observasi. Tiap observer akan mengamati 5-8 perawat.
e.
Pengamatan akan dilakukan setiap interval 5 menit sekali. Semakin tinggi tingkat mobilitas pekerjaan/tindakan keperawatan yang diamati maka semakin pendek waktu pengamatan. Semakin pendek jarak pengamatan maka semakin banayak sampel-sampel pengamatan yang dapat diambil
13
observer sehingga akurasi penelitian menjadi lebih akurat. Pelaksanaan pengamatan dilakukan selama jam kerja/shift kerjanya, tetapi bila perawat yang di observasi bekerja 24 jam maka observer akan melakukan pengamatan selama 24 jam. Contoh formulir kegiatan keperawatan dengan metode Work Sampling dibawah ini. Peneliti
:
Ruangan
:
Tanggal
:
Dinas Pagi / Dinas Sore / Dinas Malam * No
Pukul
Kode Responden
1 2 3 Dst
07.00 07.05 07.10
A B C
Langsung
Jenis Kegiatan Tidak Non langsung keperawatan
Sumber : Ilyas Y (2004) Langkah-langkah yang bisa dilakukan pada metode Work Sampling dengan menerapkan format diatas adalah : 1.
Mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan untuk observer.
2.
Setiap observer mengamati 5 perawat di satu ruangan.
3.
Memulai pelaksanaan kegiatan pada pukul 07.00 WIB.
4.
Interval waktu yang ditetapkan adalah 5 menit.
5.
Bentuk pengamatan adalah : a) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat A, b) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat B, c) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat C, d) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat D, e) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat E, f) Pada menit pertama observer mengamati kegiatan perawat A yang kedua kalinya, g) Dst.
14
Pengamatan pada hari kedua dan seterusnya dapat dilakukan pada perawat yang berbeda sepanjang perawat tersebut masih bertugas pada ruangan yang sedang di observasi beban kerjanya.Metode Work Sampling cocok digunakan untuk mengumpulkan data mengenai jenis dan waktu perawatan karena laporan tersebut sedikit bisa oleh minat pribadi. Untuk memastikan adanya obyektifitas dan kepercayaan maka observer harus dilatih dalam cara mengamati yang benar. 3. Continous sampling Metode Continous sampling hampir sama dengan work sampling dengan perbedaan terletak pada cara pengamatan yang dilakuakan terus-menerus terhadap setiap kegiatan perawat dan di catat secra terinci serta dihitung lama waktu untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Pencatatan dilakukan mulai perawat datang/mulai kerja sampai pulang.Pengamatan dapat dilakukan kepada satu atau lebih perawat secara bersamaan.Bentuk formulir pada Continous sampling di bawah ini. Peneliti
:
Ruangan
:
Tanggal
:
Dinas Pagi / Dinas Sore / Dinas Malam * No 1 2 3 Dst
Kegiatan perawat Operan Mengukur suhu Injeksi IV
Dimulai 07.00 07.05 07.20
Diakhiri 07.20 07.10 07.45
Jumlah waktu 20 5 15
Sumber : Swanburg & Swanburg, (1999) Total jumlah kegiatan
=….
Total waktu (menit) = …. 4. Self Reporting (variasi antara time study and task frequency) Observer akan memeriksa daftar kegiatan yang ditetapkan oleh peneliti sehingga tinggal mengisi kegiatan mana yang telah dikerjakan. Catatan-catatan
15
formulir tugas harian dibuat untuk periode waktu tertentu yang berisi pekerjaan yang ditugaskan.Hasil formulir tugas harian ini dapat dihitung data tentang jenis kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan dilakukan. Menurut Ilyas Y (2004) menambahkan cara perhitungan beban kerja menjadi 2 jenis lagi yaitu time and motion study dan daily log. a.
Time and motion study Penemu pertama kali adalah Frederick Taylor (1911dalam Anwar Kurniadi), seorang insinyur yang menggunakan time and motion studies untuk meneliti dan kemudian menerapkan prinsip-prinsip efisiensi di level pekerja bawah yang menghasilkan produktivitas tinggi. Cara ini dilakukan dengan mengamati dan mengikuti apa yang sedang dilakukan perawat. Hal ini akan digunakan untuk mengetahui tentang kualitas pekerjaan yang dilaksanakan seorang perawat. Type perawat yang diinginkan adalah seorang
yang mahir
dibidangnya yang bias memiliki keahlian tertentu, misalnya perawat mahir ICU, perawat mahir anak dan yang lainnya. Hasil lain dari teori ini adalah dapat mengidentifikasi kualitas pendidikan dan pelatihan yang telah diikuti seorang pekerja sesuai kompetensinya. b.
Daily log Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling. Pada cara ini responden yang akan diteliti dipersilahkan menurut sendiri kegiatan yang telah dilakukan dan waktu yang dibutuhkan untuk tiap kegiatan. Daily log merupakan metode sederhana karena peneliti hanaya menyediakan formulir saja dan memberikan bimbingan cara mengisinya. Gillies (1994) menyatakan ada kelemahan dari metode ini yaitu ketidakcakapan dalam membuat catatan secara obyektif dan kadang sulit mengatur waktunya. Bahkan ada kecenderungan perawat akan menulis kegiatan yang bermutu tinggi dan memerlukan waktu lama sedangkan yang tindakan keperawatan kurang bermutu tidak dicatat.
16
6.
Kelebihan Beban Kerja Pengelolaan tenaga kerja yang tidak direncanakan dengan baik dapat menyebabkan keluhan yang subyektif, beban kerja semakin berat, tidak efektif dan tidak efisien yang memungkinkan ketidakpuasan bekerja yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya kinerja dan produktivitas serta mutu pelayanan yang merosot. Kelebihan beban kerja (beban kerja berat) yang dirasakan oleh perawat meliputi (French dan Caplan, 1973 dalam Hart,1988) : Harus melaksanakan observasi pasien secara ketat selama jam kerja, terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan pasien, beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi kesehatan dan keselamatan pasien, kontak langsung perawat klien secara terus menerus selama 24 jam, kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah pasien, pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan, harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang berkualitas, tuntutan keluarga untuk keselamatan dan kesehatan pasien, setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat, tanggung jawab yang tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien di ruangan, menghadapi pasien dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal, setiap saat melaksanakan tugas delegasi dari dokter (memberikan obat-obatan secara intensif), tindakan untuk selalu menyelamatkan pasien. Salah satu cara untuk mengurangi beban kerja perawat yang terlalu tinggi adalah dengan menyediakan tenaga kerja yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya sesuai dengan tuntutan kerja. Semakin banyak pasien yang ditangani seorang perawat selama periode waktu tertentu, maka semakin berat atau besar beban kerja perawat tersebut (Gilles, 1996).Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat dicapai salah satunya tergantung pada seimbangnya antara jumlah tenaga perawat dengan beban kerjanya di suatu rumah sakit.Beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan
17
menurunnya moral dan motivasi perawat sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab kelelahan kerja. Studi tentang faktor – faktor penyebab kelelahan kerja yang dilakukan pada beberapa ribu pria dan wanita dari ratusan perusahaan
selama 20 tahun
menunjukkan adanya 6 faktor yang berpengaruh dalam kelelahan, salah satunya adalah beban kerja yang berlebihan (Widodo Hariyono, Dyah Suryani, Yanuk Wulandari, 2009). Untuk mengetahui tingkat keseimbangan antara beban kerja dan jumlah SDM, dapat dilakukan melalui penghitungan beban kerja dengan menggunakan rumusan normatif.Apabila hasil penghitungan menunjukkan ketidakseimbangan antara beban kerja dan jumlah SDM, maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut adalah dengan pemberdayaan SDM (pendidikan/pelatihan, promosi, mutasi, demosi) dan rekrutmen perawat. 7.
Dampak Beban Kerja Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana
pekerjaan
yang
dilakukan
karena
pengulangan
gerak
yang
menimbulkan kebosanan.Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan.sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000 dalam Hasibuan, 2005). Beban kerja berlebih (work overload) dapat menjadi beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitaif. Beban kerja kuantitatif terjadi bila target kerja melebihi kemampuan pekerja yang mengakibatkan mudah lelah dan beban kerja berlebih kualitatif terjadi jika pekerjaan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Sedangkan dari beberapa analisa, beban kerja yang berlebihan, misalnya, merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam
18
mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga perawat. Dari dampak beban kerja tersebut maka cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter, (1990, dalam Prihatini, 2007) adalah sebagai berikut : a.
Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban kerja yang ringan.
b.
Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.
c.
Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian.
d.
Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu dengan yang lain.
e.
Tugas-tugas harus harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.
C. Stres Kerja 1. Definisi Stres Kerja Secara sederhana, stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental, terhadap sesuatu di lingkungannya yang dirasa mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2001). Stres merujuk pada kondisi internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang mengancam kondisi fisik dan psikis atau gejala psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas dan ketidaknyamanan (Minner, 1992 dalam Prihatini, 2007) Dalam kaitan pekerjaan, stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan kerja sehingga menimbulkan
19
persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial.Stres yang terlalu rendah mengakibatkan pekerja cenderung menjadi lesu, malas dan merasa cepat bosan. Sebaliknya, stres yang berlebihan mengakibatkan kehilangan efisiensi, kecelakaan kerja, kesehatan fisik terganggu dan dampak lain yang tidak diinginkan (Smet, 1994). Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa stres kerja adalah respon adaftif, tanggapan, penyesuaian diri pada suatu kondisi antara individu dan lingkungan. Stres yang rendah dan berlebihan akan menyebabkan lesu, malas, cepat bosan, kehilangan efisiensi, kecelakaan kerja dan kelelahan fisik. 2. Mekanisme Stres Kerja Timbulnya stres kerja pada seorang tenaga kerja dapat melalui tiga tahap, yaitu tahap pertama yaitu reaksi awal yang merupakan fase inisial dengan timbulnya beberapa gejala/tanda, namun masih dapat diatasi oleh mekanisme pertahanan diri.Tahap kedua; reaksi pertahanan yang merupakan adaptasi maksimum dan pada masa tertentu dapat kembali kepada keseimbangan. Bila stres ini terus berlanjut maka akan sampai ke tahap ketiga, yaitu kelelahan yang timbul karena mekanisme pertahanan diri telah kolaps (layu) (Nasution, 2000 dalam Prihatini, 2007). Menurut Selye (dalam Abraham & Shanley, 1997) ada 3 fase atau tahapan stres berdasarkan respons individu terhadap stres yang diterima antara lain : a.
Fase Reaksi Alarm/Reaksi Awal Merupakan respon siaga dimana pada fase ini terjadi perubahan fisiologis pengeluaran hormon oleh hipotalamus yang menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan adrenalin, sehingga pmeningkatkan denyut jantung dan menyebabkan pernapasan dangkal dan cepat. Darah mengalir ke otot dan otak serta menjauh dari kulit (menyebabkan wajah menjadi pucat dan dingin pada area tangan dan kaki), otot-otot leher, bahu dan punggung
20
bagian bawah menjadi tegang (posisi dan ukuran otot-otot inilah yang menjadi tanda nyata adanya stres). b.
Fase Resistensi/Pertahanan Fase ini terjadi apabila respon adaptif tidak mengurangi stres dan orang yang mengalami stres dalam waktu yang lama dapat menstimulasi pengeluaran hormon Adrenalin yang menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk mendorong darah yang pekat melewati arteri dan vena yang menyempit dengan semakin meningkatnya penggumpalan darah. Hal ini dapat berujung pada terjadinya penyakit kardiovaskular seperti stroke atau jantung koroner. Tekanan darah yang meningkat dapat juga menyebabkan kerusakan ginjal.
c.
Fase Kepayahan/Kelelahan Fase ini terjadi bila fungsi fisik dan psikologis seseorang telah hancur sebagai akibat kerusakan selama fase resistensi. Bila reaksi ini berlanjut tanpa adanya pemulihan, akan memacu terjadinya penyakit yang lebih serius atau kemunduran, sehingga seseorang tersebut tidak mampu lagi mengatasi tuntutan lingkungan yang dirasakan.
3. Sumber Stres Kerja Perawat Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal maupun jatuh sakit, tidak hanya datang dari satu macam pembangkit tetapi juga dari beberapa pembangkit stres.Sebagian dari waktu adalah untuk bekerja, karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan seorang pekerja.Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar terhadap jatuh sakitnya seorang tenaga kerja (Munandar, 2001). Menurut Cooper (1983) sumber stres kerja terdiri dari: a.
Lingkungan kerja ; kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkanpekerja mudah sakit, mengalami stress dan menurunkan produktivitas.
21
b.
Beban kerja berlebih (work overload) ; dapat menjadi beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitaif. Beban kerja kuantitatif terjadi bila target kerja melebihi kemampuan pekerja yang mengakibatkan mudah lelah.
Sedangkan beban kerja berlebih kualitatif terjadi jika pekerjaan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. a.
Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menarik lagi bagi pekerja,
akibatnya
timbul
berbagai
keluhan
seperti
kebosanan,
ketidakpuasan bekerja dan lain sebagainya. b.
Pekerjaan beresiko tinggi yaitu pekerjaan yang berbahaya bagi keselamatan.
Sedangkan dari beberapa analisa yang dilakukan Dewe (1989), dihasilkan 5 sumber utama stres kerja antara lain : a.
Beban kerja yang berlebihan, misalnya, merawat terlalu banyak pasien, mengalami kesulitan dalam mempertahankan standar yang tinggi, merasa tidak mampu memberi dukungan yang dibutuhkan teman sekerja dan menghadapi masalah keterbatasan tenaga perawat.
b.
Kesulitan menjalin hubungan dengan staf lain, misalnya mengalami konflik dengan teman sejawat, mengetahui orang lain tidak menghargai kerja keras yang dilakukan, dan gagal bekerja sama dengan tim kesehatan yang lain.
c.
Kesulitan merawat pasien kritis, misalnya menjalankan peralatan yang belum dikenal, mengelola prosedur atau tindakan baru dan bekerja dengan dokter yang menuntut jawaban dan tindakan yang cepat.
d.
Berurusan dengan pengobatan/perawatan pasien, misalnya bekerja dengan dokter yang tidak memahami kebutuhan sosisal dan emosional pasien, terlibat dalam ketidaksepakatan pada program tindakan, merasa tidak pasti sejauh mana harus memberi informasi pada pasien atau keluarga dan merawat pasien yang sulit untuk bekerja sama dengan tindakan yang akan dilakukan.
22
e.
Merawat pasien yang gagal membaik, misalnya pasien lansia, pasien nyeri kronis atau mereka yang meninggal selama perawatan.
4.
Gejala Gejala Stres Kerja Menurut Anoraga (2001) gejala stres meliputi : a.
Gejala fisik : Sakit kepala, sakit perut, mudah terkejut, gangguan pola tidur lesu, kaku leher belakang sampai punggung, napsu makan menurun dan lain-lain.
b.
Gejala mental : Mudah lupa, sulit konsentrasi, cemas, was-was, mudah marah, mudah tersinggung, gelisah, dan putus asa.
c.
Gejala sosial atau perilaku : Banyak merokok, minum alkohol, menarik diri dan menghindar.
Beehr (dalam Prihatini, 2007) membagi gejala stres menjadi tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku. Tabel 2.1 Gejala Stres Berdasarkan Gejala Psikologis, Fisik dan Perilaku. Gejala psikologis
Gejala fisik
Gejala perilaku
Kecemasan, ketegangan
Meningkatnya nadi dan tekanan darah
Menunda, menghindari pekerjaan
Bingung, marah, sensitif
Meningkatnya sekresi adrenalin
Produktivitas menurun
Memendam perasaan
Gangguan lambung
Minuman keras
Komunikasi tidak efektif
Mudah terluka
Perilaku sabotase
Mengurung diri
Mudah lelah fisik
Absensi meningkat
Depresi
Kematian
Banyak/kurang makan
Merasa terasing
Gangguan kardiovaskular
Nafsu makan hilang
Kebosanan
Gangguan pernapasan
Tindakan resiko tinggi
Ketidakpuasan kerja
Sering berkeringat
Kriminalitas
Lelah mental
Gangguan kulit
Interpersonal tidak baik
23
Menurunnya intelektual
Kepala pusing
Hilang daya konsentrasi
Kanker
Hilang kreativitas
Ketegangan otot
Hilang semangat hidup
Sulit tidur
Cenderung bunuh diri
5. Dampak Stres Kerja Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres (Margiati, 2000 dalam Prihatini, 2007). Menurut Lubis (2006, dalam Prihatini, 2007), stres kerja dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut ; a.
Stres kerja fisik, meliputi hipertensi, tukak lambung, asma, gangguan menstruasi dan lain-lain.
b.
Stres kerja psikologis, meliputi gangguan psikis yang ringan sampai berat. Gangguan psikis yang ringan , seperti mudah gugup, tegang, marah-marah, apatis dan kurang konsentrasi, gangguan psikis berat, seperti depresi dan ansietas.
6. Pencegahan dan Pengendalian Stres Kerja Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (1990, dalam Prihatini, 2007) adalah sebagai berikut : a.
Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun beban kerja yang ringan.
24
b.
Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan.
c.
Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan keahlian.
d.
Membentuk lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu dengan yang lain.
e.
Tugas-tugas harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya.
Sedangkan pengendalian stres menurut Quick (1997, dalam Prihatini, 2007) adalah dengan cara : a.
Anisasional, yaitu memodifikasi tuntutan kerja, meningkatkan hubungan kerja.
b.
Individual, yaitu memanajemen persepsi tentang stres, memanajemen lingkungan kerja, menghindari beban kerja yang berlebih, dan
c.
Menghindari respon terhadap stres.
Pekerja rumah sakit yang terbanyak adalah perawat, terdapat sekitar 60% dari tenaga kesehatan rumah sakit. Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. Perawat adalah suatu profesi yang mengkhususkan pada upaya penanganan dan perawatan pasien. Fungsi perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan dan pendidikan kesehatan kepada pasien baik dalam keadaan sakit maupun sehat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal (Hamid, 2001 dalam Prihatini, 2007).
25
7.
Kerangka Konsep Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Beban kerja
8.
Variabel Dependen Stres Kerja Perawat Pelaksana
Hipotesa Penelitian Ha = Ada Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat Pelaksana di IGD RSUP H.Adam Malik Medan 2014