BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Waduk Waduk menurut pengertian umum merupakan tempat untuk menampung air, baik itu berasal dari air hujan maupun dari aliran permukaan, yang kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Air hujan dapat berupa air hujan langsung ataupun limpasan permukaan,.sedangkan aliran permukaan dapat berupa air sungai atau badan air tetap yang lain, juga berupa penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Jadi ada tiga sumber air yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan discharge waduk yaitu: (1) air tanah yang keluar sebagai mata air dan kemudian mengalir sebagai sistem sungai yang dibendung, (2) curahan atau endapan atmosfir langsung di atas waduk berupa hujan, dan (3) penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Ketiga sumber ini menentukan ketersediaan potensial air yang dapat disimpan dalam waduk. Ketersediaan aktual air adalah ketersediaan potensial dikurangi dengan jumlah yang hilang karena penguapan dari permukaan air waduk dan yang meresap ke dalam tanah melalui dinding dan dasar waduk. Berapa jumlah air yang benar-benar dapat ditampung waduk dari jumlah yang tersediakan aktual, tergantung dari kapasitas teknik waduk. Pada gilirannya, kapasitas teknik waduk ditentukan oleh matra (dimension) dan geometri waduk. Air yang berlebih dibuang melalui saluran-saluran pembuangan ke daerah hilir.
2.1.1. Faktor Penentu Fungsi Waduk Secara teori, ketersediaan aktual air pengisi waduk dapat dibuat sama dengan ketersediaan potensial air melalui dengan jalan mencegah terjadinya penguapan dari permukaan waduk dan peresapan ke dalam tanah melalui dinding dan dasar waduk, walaupun hal ini sulit dilakukan pada kondisi riilnya. Kehilangan air akan bertambah besar apabila selain penguapan fisik (evaporasi) juga terjadi ‘penguapan’ biologi oleh tunaman air yang hidup di permukaan air (transpirasi). Makin jarang tanah dasar waduk makin banyak air yang hilang karena peresapan. Kapasitas waduk menyusut karena penyempitan luas permukaan dan atau pendangkalan dasar waduk. Permukaan waduk dapat menyempit karena pengendapan tepi atau guguran dinding waduk. Pendangkalan dasar waduk disebabkan karena terjadi pengendapan di dasar waduk. Materi yang mengendap berasal dari materi-materi yang masuk bersama dengan aliran air pengisi waduk.
II - 1
Dua hal pokok yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam menilai fungsi waduk adalah: (1) kemampuannya menyediakan air dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang dikehendaki bagi pemenuhan kebutuhan, dan (2) kemampuannya menyediakan air dengan mutu memadai, dimana tidak berdampak buruk bagi kesehatan apabila dikonsumsi juga tidak menimbulkan fenomena eutrofikasi.
2.1.2. Karakteristik Fisik dan Hidrologi Beberapa karakteristik fisik suatu waduk di antaranya adalah panjang, kedalaman, luas, dan volume. Berdasarkan kedalamannya waduk dibedakan menjadi waduk dangkal dengan kedalaman kurang dari 7 meter, waduk sedang dan waduk dalam (Perdana, 2006). Hubungan antara outflow suatu waduk dan volume waduk itu sendiri termasuk karakteristik yang penting. Rasio volume waduk terhadap debit outflow dinyatakan sebagai waktu detensi hidrolis, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan waduk jika semua input menuju waduk berhenti. Waktu detensi hidrolis dinyatakan dalam formula:
td
V Q
(2.1)
Berdasarkan waktu detensi hidrolisnya, waduk dibedakan menjadi waduk dengan waktu detensi hidrolis singkat yaitu kurang dari 1 tahun dan waduk dengan waktu detensi hidrolis panjang yaitu lebih dari 1 tahun. Selain itu terdapat juga pembagian waduk menjadi kategori danau kecil, danau sedang dan danau besar. Waduk tergolong kategori danau kecil bila luas permukaannya kurang dari 0,5 km2 dengan kedalaman kurang dari 20 m, dan tergolong kategori danau ukuran sedang bila luas permukaannya sekitar 0,5 km2 dengan kedalaman rata-rata 20 sampai 50 m. Waduk dengan kedalaman lebih dari 50 m tergolong kategori danau besar. Di waduk yang dalam, perairan di permukaan dan di dasar bisa jadi akan sangat berbeda secara fisik, kimia dan biologi. Permukaan waduk dipengaruhi oleh angin dan temperaturnya hangat karena matahari. Terdapat banyak organisme yang hidup di permukaan karena didukung oleh intensitas cahaya yang cukup dan temperatur yang hangat. Semakin banyak organisme yang hidup, maka semakin banyak kegiatan fotosintesis, respirasi, makan dan tumbuh yang menyebabkan meningkatnya produktivitas waduk. Bagian dasar dari waduk hanya mendapatkan sedikit cahaya atau tidak mendapat
II - 2
cahaya sama sekali, sehingga air menjadi lebih dingin. Di bagian dasar juga terjadi dekomposisi biota air yang mati, dan tidak terdapat pengadukan oleh angin. Sebaliknya waduk yang dangkal memiliki perairan yang lebih homogen, mulai dari permukaan hingga dasar waduk. Air waduk teraduk dengan baik oleh angin, dan perbedaan temperatur dan oksigen terlarut tidak terlalu jauh berbeda seiring dengan kedalaman. Cahaya matahari mampu mencapai dasar waduk, sehingga fotosintesis dan pertumbuhan organisme waduk dapat berlangsung di seluruh bagian waduk (Fatya, 2007). Ukuran waduk bervariasi dari mulai seukuran kolam yang besar (biasanya waduk alam) hingga seukuran besar sekali (biasanya waduk buatan), sehingga sistem yang terjadi dalam setiap waduk akan berbeda. Luas waduk akan mempengaruhi hubungan fungsifungsi yang terjadi di dalam waduk, antara lain adalah perbandingan luas dan keliling waduk, persentase volume waduk yang dipengaruhi sinar matahari, dan perbandingan antara debit masukan dengan luas waduk. Waduk yang memiliki keliling yang luas dan volume yang kecil akan rentan terhadap kerusakan dari limpasan air dan beban masukan dari inlet sungai. Seperti pada sungai dan estuari, pemahaman mengenai water balanced atau kesetimbangan air merupakan sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan dalam analisa dan rekayasa kualitas air. Thomann (1997) menyatakan persamaan umum keseimbangan hidrologi untuk suatu waduk adalah:
dV dt
Qin
Q
PAs
(2.2)
Ev As
Dimana V = volume waduk, As = luas permukaan waduk, Qin = dan Q menyatakan debit aliran yang masuk dan keluar waduk. P adalah air hujan yang masuk langsung ke waduk, dan Ev adalah besarnya evaporasi yang terjadi. Aliran masuk (inflow) meliputi aliran permukaan, aliran bawah permukaan, dan air yang masuk ke dalam waduk. Aliran keluar (outflow) meliputi aliran permukaan dan aliran bawah permukaan, juga air yang keluar dari waduk.
2.1.3. Stratifikasi Temperatur Dalam Waduk Salah satu yang unik dari air adalah fakta bahwa densitas air tidak naik secara monoton seiring dengan menurunnya suhu. Sebagai gantinya, densitas air mencapai
II - 3
maksimum pada suhu 4ºC, yang sering kita kenal dengan anomali air. Salah satu efek dari densitas air maksimum ini adalah es yang mengapung karena air di sekelilingnya sedikit lebih hangat dan padat/kental. Jika air seperti cairan yang lainnya, es akan tenggelam dan akan memungkinkan waduk untuk membekukan materi solid dari dasar ke atas permukaan. Di atas 4ºC, densitas air berkurang sejalan dengan naiknya temperatur. Hasilnya, waduk yang hangat akibat panas matahari pada musim panas akan cenderung membentuk lapisan air hangat yang mengapung di atas bagian air yang lebih kental, dan air dingin berada di bawahnya. Sebaliknya pada musim dingin, bila temperatur permukaan danau turun hingga di bawah 4ºC, maka akan terbentuk lapisan air dingin yang mengapung di atas air yang lebih kental. Perbedaan densitas, antara air di permukaan dan air yang dekat dengan dasar, ini menghalangi pencampuran vertikal (vertical mixing) dalam waduk, yang menyebabkan efek pelapisan yang sangat stabil yang dikenal dengan stratifikasi termal.
0
5temperatur air 10
15
0 2 4
kedalaman
6 8
Epilimnion Metalimnion Hipolimnion
10 12 14
Gambar 2.1 Stratifikasi termal pada waduk dan profil temperatur stratifikasi pada musim dingin dan panas (Thomann & Mueller, 1997 dan Masters, 1998)
Gambar 2.1 menunjukkan stratifikasi yang khas terjadi pada waduk dalam, di daerah bertemperatur sedang pada musim panas. Lapisan atas disebut epilimnion, air hangat yang tercampur sempurna oleh aktivitas angin dan gelombang menyebabkan profil temperatur yang hampir seragam. Kedalaman zona epilimnion berbeda-beda pada tiap waduk dan pada II - 4
tiap bulan. Pada waduk dangkal kedalam zona ini hanya sekitar satu meter, sedangkan untuk waduk dalam, kedalaman zona epilimnion mencapai 20 meter atau lebih. Di bawah zona epilimnion adalah lapisan transisi yang disebut thermocline atau metalimnion.di mana temperature turun secara cepat. Di bawah thermocline adalah daerah air dingin atau dikenal hypolimnion. Suatu penelitian terhadap danau-danau di Indonesia menunjukkan bahwa temperatur pada danau atau waduk di Indonesia sangat bervariasi dan sangat tergantung pada ketinggian lokasi dari permukaan laut. Selain itu temperatur danau atau waduk juga sangat tergantung pada musim yang berlangsung, dan hal ini sangat spesifik karena Indonesia memiliki pola musim diurnal (Lehmusluoto (1997) dalam Kusumaningtyas (2003)).
2.1.4. Oksigen Terlarut Dalam Waduk Dalam ekosistem perairan, oksigen terlarut penting untuk mendukung eksistensi organisme dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, yaitu untuk proses respirasi organisme akuatik dan organisme dekomposer dalam proses dekomposisi bahan organik dalam suatu perairan. Kadar oksigen terlarut digunakan sebagai indikator pencemaran yang terjadi dalam waduk. Keberadaan oksigen terlarut dalam waduk harus dijaga tetap ada apabila air waduk akan dimanfaatkan terutama untuk sumber air minum. Tingkat kelarutan oksigen dalam perairan alami dan limbah tergantung dari aktifitas fisik, biologi dan biokimia dalam badan air. Di antara beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut adalah jumlah alami kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas mikroorganisme, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Oksigen terlarut dalam perairan waduk berasal dari difusi udara yang masuk melalui permukaan perairan, aliran air yang masuk, air hujan dan hasil fotosintesis dari algae dan tetumbuhan air. Sedangkan pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi, penguraian bahan-bahan organik dan lain sebagainya. Pada suatu danau eutrofik, dampak yang akan terjadi dengan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di suatu badan air akan terlihat dengan adanya ketidakseimbangan ekosistem, kematian ikan, bau serta gangguan estetis lainnya.
2.2. Limpasan Permukaan 2.2.1. Siklus Hidrologi dan Limpasan Permukaan Limpasan permukaan merupakan bagian dari suatu siklus hidrologi. Air hujan yang turun namun tidak pernah sampai ke permukaan tanah dikarenakan tertahan oleh dahan
II - 5
atau daun pohon. Air ini kemudian menguap dan kembali ke atmosfer melalui proses evaporasi, transpirasi atau kombinasi keduanya yang dikenal dengan terminologi evapotranspirasi. Air hujan selanjutnya jatuh dan sampai ke permukaan tanah yang lekuk ke dalam yang dikenal dengan istilah depression storage atau air hujan yang tersimpan di permukaan tanah dan tidak pernah terlibat ke dalam proses runoff. Air hujan yang lain jatuh dan menembus permukaan tanah atau terinfiltrasi ke dalam tanah. Jumlah air terinfiltrasi atau laju infiltrasi dapat bervariasi pada jenis-jenis tanah yang berbeda dan tergantung pada kondisi tanah itu sendiri. Air yang terinfiltrasi dapat menjadi bagian dari kelembaban tanah, dapat juga mengalami perkolasi, yaitu terus mengalir melewati tanah menuju permukaan air di bawah tanah dan menjadi bagian dari sistem air tanah, atau mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi dan kemiringan pada kedalaman tanah tertentu yang dikenal sebagai interflow atau throughflow. Air yang berjalan sebagai interflow maupun throughflow dapat menuju saluran sungai dan bergabung dalam aliran sungai, dapat juga masuk ke dalam sistem air tanah, atau juga dapat kembali ke permukaan tanah akibat tanah telah jenuh dan mengalir di atasnya yang dikenal dengan return flow atau aliran balik. Yang disebut terakhir, menjadi bagian dari limpasan permukaan (runoff surface atau overland flow). Air hujan yang lain jatuh dan sampai ke permukaan tanah, akibat gaya gravitasi dan kemiringan tanah, akan mengalir pada permukaan tanah. Air mengalir inilah yang kemudian dikenal sebagai limpasan permukaan dan terjadi ketika jumlah air hujan (presipitasi) melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Aliran limpasan permukaan akan lebih mudah terjadi jika kemiringan lahan cukup untuk mendukung. Untuk lahan yang cenderung datar, aliran limpasan permukaan terjadi akibat perbedaan momentum massa dengan kecepatan aliran yang cukup lambat diabndingkan dengan limpasan permukaan pada daerah dengan kemiringan yang curam. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 2.2.
II - 6
P Pc i et ec I s E Rp RT f qh qs
hujan saluran hujan intensitas hujan evapotranspirasi kehilangan akibat intersepsi kanopi intersepsi dan penyimpanan kanopi tetesan dan aliran batang evaporasi penyimpanan pada permukaan penyimpanan yang tertahan infiltrasi limpasan permukaan Horton limpasan permukaan jenuh
qr t T mu ms M sb a A d b B
aliran balik aliran pipa penyimpanan pada pipa aliran bawah permukaan tak jenuh aliran bawah permukaan jenuh penyimpanan pada kelembapan tanah rembesan menuju lapisan tanah keras aliran air pada lapisan tanah keras penyimpanan zona aerasi rembesan dalam aliran air tanah penyimpanan air tanah
Gambar 2.2 Komponen-komponen siklus hidrologi pada suatu daerah tangkapan hujan dengan kemiringan (Chorley, 1980)
2.2.2. Presipitasi Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan berlangsungnya siklus hidrologi dalam suatu wilayah DAS (daerah aliran sungai), sedangkan iklim berpengaruh terhadap kondisi presipitasi. Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsoon yang ditimbulkan oleh adanya sel tekanan udara tinggi dan sel tekanan udara rendah di daratan Asia dan Australia secara bergantian. Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh dua periode monsoon yaitu Monson Barat pada periode Desember, Januari, dan Februari dan Monson Timur periode Juni, Juli, dan Agustus (Asdak, 2000 dalam Rasid, 2005). Presipitasi air hujan yang jatuh pada suatu badan perairan akan menjadi air permukaan, baik danau atau waduk, sungai maupun laut. Presipitasi yang jatuh pada suatu lahan, keberadaannya akan sangat bergantung kepada indeks konservasi, yakni perbandingan tata guna lahan terhadap resapan air hujan yang menjadi air tanah, pada lahan tersebut. Apabila indeks konservasinya baik, maka sebagian besar presipitasi tersebut akan menjadi imbuhan bagi air tanah. Sebaliknya, jika indeks konservasinya jelek, maka sebagian besar presipitasi akan menjasi air limpasan atau run-off.
II - 7
2.2.3. Limpasan Permukaan dengan Unsur Hara Tanah Limpasan permukaan mengalir di permukaan tanah setelah pori-pori tanah jenuh terisi oleh air. Limpasan permukaan dapat melarutkan partikel-partikel tanah seperti mineral-mineral tanah, bahan organik, serta nutrisi tanah lainnya dalam bentuk larutan. Peristiwa perkolasi dapat menyebabkan hilangnya unsur hara pada tanah karena akan mengalami proses leaching, seperti yang dialami oleh unsur hara makro nitrogen dan kalium. Tercucinya nitrogen di dalam tanah juga dipermudah dengan tekstur tanah pasir yang sifatnya sukar menahan air (Perdana, 2006). Limpasan air permukaan akibat perubahan tataguna lahan dapat mengubah kandungan hara pada permukaan air dan tanah, khususnya nitrogen (N) dan fosfor (P). Air limpasan dari daratan dapat berupa limpasan dari lahan pertanian, peternakan, limpasan dari lahan TPS/TPA, dan lain sebagainya. Penggundulan hutan dapat meningkatkan konsentrasi nitrat (NO3) dalam limpasan air hujan. Konsentrasi nitrat dalam aliran permukaan daerah tangkapan dimana terjadi penggundulan hutan dapat 50 kali lebih tinggi daripada daerah tangkapan pada hutan alami pada beberapa tahun (Falkenmark and Chapman, 1989; Brooks et al. 1991, dalam Kiersch, 2000).
2.3. Eutrofikasi 2.3.1
Pengertian Eutrofikasi Eutrofikasi disebabkan karena adanya peningkatan nutrisi kimia dalam suatu
ekosistem, yang lazimnya nutrisi tersebut mengandung senyawa nitrogen atau fosfor. Eutrofikasi dapat terjadi di darat maupun di air. Eutrofikasi merupakan suatu hasil dari pencemaran, seperti pembuangan limbah domestik ke dalam badan air alami (sungai atau danau) walaupun eutrofikasi sering ditemukan terjadi secara alami di alam dengan kondisi di mana nutrisi-nutrisi kimia terakumulasi atau terbawa masuk ke dalam sistem lingkungan. Dalam lingkungan akuatik, peningkatan pertumbuhan dari vegetasi akuatik atau phytoplankton (yang dikenal dengan algae bloom) mengganggu fungsi ekosistem tersebut, menyebabkan timbulnya beberapa masalah yang mempengaruhi kegiatan sosial manusia. Eutrofikasi menurunkan nilai dan fungsi dari suatu badan air sungai, danau, waduk dan estuari, seperti fungsi rekreasi, pemancingan, wisata dan nilai estetika. Dari uraian di atas, eutrofikasi dapat kita kategorikan menjadi dua, yaitu:
II - 8
1) Eutrofikasi alamiah Eutrofikasi yang terjadi secara alamiah akibat adanya nutrisi dan mikroorganisme akuatik yang berasal dari badan air itu sendiri atau pertambahan nutrisi melalui air limpasan tanpa adanya pengaruh aktivitas manusia. Eutrofikasi ini berjalan sangat lambat, bisa berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun (Novendra, 2002).
2) Eutrofikasi kultural Eutrofikasi yang dipengarui oleh kegiatan manusia. Beberapa kegiatan manusia yang dapat menyebabkan eutrofikasi di antaranya adalah pembuangan limbah domestik ke dalam badan air, kegiatan pertanian, peternakan, budidaya ikan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain.
2.3.2
Akibat dari eutrofikasi Proses perkembangbiakan tumbuhan air dengan cepat pada eutrofikasi dapat
menimbulkan beberapa konsekuensi yang berhubungan dengan fungsi badan air : 1. Gangguan estetika, rekreasi dan perikanan, seperti karpet algae, rumpun alga yang melayang-layang, bau busuk, dan perubahan warna. 2. Konsentrasi DO yang bervariasi secara diurnal dapat mengakibatkan rendahnya level DO di malam hari. Hal ini dapat menyebabkan kematian spesies ikan pada badan air. 3. Fitoplankton dan rumput-rumput liar mengendap di dasar badan air dan menimbulkan suatu sedimen DO (SOD). Hal ini akhirnya akan menyebabkan rendahnya nilai DO pada lapisan hipolimnion danau, reservoir dan dasar suatu estuari. 4. Sejumlah besar diatom (jenis fitoplakton yang membutuhkan silika) dan algae berfilamen dapat menyumbat saringan pada bangunan pengolahan air minum. Hal ini menyebabkan saringan perlu lebih cepat di-backwash. 5. Perkembangbiakan tumbuhan air makrophyta yang berakar pada dasar badan air dapat mengintervensi navigasi, proses aerasi dan kapasitas suatu saluran. 6. Algae toksik seringkali diasosiasikan dengan proses eutrofikasi di daerah pesisir dan timbulnya suatu “red tide”. Hal ini menyebabkan peracunan pada kerang. Jika kondisi eutrofik pada waduk dan danau tidak segera ditanggulangi maka selain akan membunuh ikan-ikan, juga akan turut mempercepat proses pendangkalan yang mengakibatkan badan air berubah menjadi rawa-rawa dan akhirnya menjadi tanah kering
II - 9
2.3.3
Mekanisme Dasar Terjadinya Eutrofikasi Pertumbuhan dan perkembangbiakan flora akuatik merupakan hasil dari penggunaan
dan konversi dari nutrien anorganik menjadi material organik tanaman melalui mekanisme fotosintesis. Faktor pendorong yang paling mendasar dalam proses eutrofikasi adalah radiasi sinar matahari, sebagai sumber energi bagi reaksi fotosintesis. Biomassa fitoplankton meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur air, dan selanjutnya nutrien yang terlarut digunakan oleh fitoplankton. Mekanisme itu terus berlanjut sampai nutrien mencapai tingkat di mana ia tidak dapat lagi mendukung pertumbuhan biomassa fitoplankton. Meningkatnya masukan nutrien ke dalam waduk akan memacu pertumbuhan flora air dan bila pertumbuhannya masal akan mengubah karakteristik biologi perairan waduk. Kadar nitrogen dan fosfat dalam air sangat dinamis karena nutrien tersebut dapat digunakan, ditimbun, ditransformasikan serta diekskresikan dengan cepat dan berulang-ulang oleh berbagai macam organisme akuatik. Peningkatan kadar nutrien dan zat organik akan menimbulkan perpindahan status trofik dari oligotrofik di mana aktivitas organisme rendah kualitas air baik dan jernih, menjadi eutrofik di mana aktivitas organisme tinggi dan kualitas air menjadi buruk, keruh dan berbau. Penambahan air buangan secara ekstrem akan meningkatkan pertumbuhan alga, dan pada akhirnya akan merusak kesetimbangan rantai makanan dalam danau. Satu dari efek terburuk adalah oksigen digunakan di semua area di atas kedalaman antara 5 sampai 10 m. Di tengah danau, massa alga berkumpul dan menciptakan masalah ekologis dengan menghalangi sinar matahari sampai ke dasar dan dari waktu ke waktu alga ini mengambang ke permukaan sampai ketebalan tertentu. Selanjutnya pada dasar suatu danau atau waduk yang eutrofik, suatu kondisi anoksis atau defisiensi oksigen akan terjadi karena proses dekomposisi senyawa organik oleh bakteri. Pada saat terjadi upwelling, biasanya pada musim hujan atau musim dingin kering, air pada lapisan hipolimnion dengan defisiensi oksigen yang besar akan nampak pada permukaan. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian ikan.
II - 10
Nutrisi N dan P di air limpasan masuk ke badan air
Sinar matahari
Nutrisi menyuburkan tumb.air yg mengapung
Tumbuhan mati lalu berdekomposisi, air menjadi kekurangan oksigen
Jumlah vegetasi aquatik mengambang berkurang
Beberapa ikan mati karena kurang oksigen
Gambar 2.3 Mekanisme terjadinya eutrofikasi.
2.3.4
Hubungan Limpasan Permukaan dengan Eutrofikasi Danau yang masih jernih dengan produktivitas rendah disebut dengan danau
oligotrofik, danau yang memiliki produktivitas sedang disebut dengan danau mesotrofik, dan danau yang sangat kaya dengan nutrisi disebut dengan danau eutrofik. Limpasan permukaan dapat mengakibatkan erosi tanah dengan membawa partikelpartikel tanah seperti mineral-mineral tanah, bahan organik, serta nutrisi tanah lainnya dalam bentuk larutan. Dalam partikel-partikel tanah yang terbawa tersebut mengandung senyawa nutrisi fosfat dan nitrogen yang mana kedua senyawa nutrisi tersebut merupakan faktor penyebab terjadinya eutrofikasi. Kondisi eutrofik sangat memungkinkan ganggang, tumbuhan
air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat akibat
ketersediaan fosfat dan nitrogen yang berlebih serta kondisi lain yang memadai.
2.4. Senyawa Nitrogen Nitrogen N dapat ditemui hampir di setiap badan air dalam bermacam-macam bentuk. Bentuk unsur tersebut tergantung dari tingkat oksidasinya, antara lain sebagai berikut: -3 NH3
0
+3
+5
N2
NO2
NO3
Biasanya senyawa-senyawa nitrogen tersebut adalah senyawa terlarut.
II - 11
Nitrogen netral berada sebagai gas N2 yang merupakan hasil suatu reaksiyang sulit untuk bereaksi lagi; N2 lenyap dari larutan sebagai gelembung gas, karena kadar kejenuhannya agak rendah. Namun gas N2 juga dapat diserap oleh air dari udara dan digunakan oleh ganggang dan beberapa jenis bakteri untuk pertumbuhannya. Biasanya pengetahuan mengenai kadar yang N2 terlarut tidak begitu penting. Amoniak NH3, merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi (-3). Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja; juga dari oksidasi zat organis (HaObCcNd) secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau air buangan industri dan penduduk, sesuai reaksi sebagai berikut:
H a Ob C c N d
(c
a 4
b 2
3 d) 4
bakteri
cCO2
(
a 2
3 d ) H 2 O dNH 3 2
zat _ organik
Dapat dikatakan bahwa amoniak berada di mana-mana, dari kadar beberapa mg/l pada air permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 mg/l lebih pada air buangan. Air tanah hanya mengandung sedikit NH3, karena NH3 dapat menempel pada butir-butir tanah liat selama infiltrasi air ke dalam tanah, dan sulit terlepas dari butir-butir tanah liat tersebut. Kadar amoniak yang tinggi pada sungai selalu menunjukkan adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah.; pada air minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus di bawah 0,5 mg/l N (syarat mutu air sungai di Indonesia). NH3 tersebut dapat dihilangkan sebagai gas melalui aerasi atau reaksi dengan asam hipoklorik, HOCl, atau kaporit dan sebagainya, sehingga menjadi kloramin yang tidak berbahaya atau sampai menjadi nitrit, N2. Nitrit dan nitrat merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi, dengan tingkat oksidasi masing-masing +3 dan +5. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi antara amoniak dan nitrat, yang dapat terjadi pada instalasi air buangan, dalam air sungai dan sistem drainase, dan sebagainya.nitrit yang ditemui pada air minum dapat berasal dari bahan inhibitor korosi yang dipakai di pabrik yang mendapatkan air dari sistem distribusi PAM. Nitrit sendiri membahayakan kesehatan manusia karena dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, hingga darah tersebut
II - 12
tidak dapat mengangkut oksigen lagi. Di samping ini, NO2- juga menimbulkan nitrosamin (RR’N – NO) pada air buangan tertentu; nitrosamin tersebut dapat menimbulkan kanker. Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa yang stabil. Nitat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dalam air dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tak terbatas (bila beberapa syarat lain seperti konsentrasi fosfat terpenuhi), sehingga air kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian ikan. NO3- dapat berasal dari buangan industri bahan peledak, piroteknik, pupuk, cat dan sebagainya. Kadar nitrat secara alamiah biasanya agak rendah; namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali pada air tanah di daerah-daerah yang diberi pupuk yang mengandung nitrat. Di dalam usus manusia, nitrat direduksi menjadi nitrit yang dapat menyebabkan metamoglobinemi, terutama pada bayi.
2.4.1. Nitrogen Tanah Bersama unsur fosfor (P), dan kalium (K), nitrogen merupakan unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N; jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40 %. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4+ (Russell, 1973 dalam Mukhlis, 2003). Nitrogen adalah salah satu unsur hara yang bermuatan. Selain sangat mutlak dibutuhkan, juga dapat hilang dengan mudah atau dengan kata lain menjadi tidak tersedia bagi
tanaman.
Ketidaktersediaan
N
dari
dalam
tanah
dapat
melalui
proses
pencucian/terlindi (leaching) NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NO3-, terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Bentuk NO3- -lah yang selalu terlindi dan mudah larut.
2.4.2. Perilaku Nitrogen Pada Danau Atau Waduk Pada suatu danau atau waduk yang subur, siklus nitrogen tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut:
II - 13
Gambar 2.4 Siklus nitrogen pada danau. Sumber: catatan kuliah Konservasi Lingkungan
Nitrogen inorganik masuk melalui air permukaan, baik berupa limpasan maupun berasal dari sungai utama. Sintesis oleh organisme plankton, baik alga dan bakteri akan mengubah nitrogen inorganik menjadi nitrogen organik. Pada daerah tropis, peristiwa ini umumnya terjadi di lapisan epilimnion. Kematian organisme dan dekomposisi akan melepaskan ammonia yang dapat teroksidasi menjadi nitrat melalui reaksi nitrikasi. Nitrogen inorganik, baik ammonia maupun nitrat dapat diasimilasi menghasilkan pertumbuhan sel baru. Selain itu nitrat dapat pula terkonversi menjadi N2 oleh reaksi denitrifikasi pada lapisan hipolimnion. Kehilangan nitrogen pada danau eutrofik dapat disebabkan oleh sedimentasi lumpur di dasar danau, keluaran/outflow danau, denitrifikasi dan penangkapan ikan (Kusumaningtyas, 2003). Tidak semua senyawa nutrien dalam air berada dalam bentuk yang siap dimanfaatkan oleh fitoplankton. Total nitrogen terdiri dari 4 komponen utama yaitu organik nitrogen, ammonia, nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Ammonia, nitrit dan nitrat adalah bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.5.
II - 14
detritus partikulat nitrogen organik Total nitrogen
fitoplankton
terlarut
ammonia nitrogen NO2 dan NO3
nitrogen inorganik *)
Keterangan : *) artinya dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan fitoplankton Gambar 2.5. Komponen utama nutrien fosfor dan nitrogen (Thoman & Mueller, 1997).
2.5. Model Nitrat Pada Waduk Model-model yang dapat dikembangkan dan diterapkan untuk simulasi nitrat pada waduk dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan tingkat kompleksitas persamaan yang digunakannya, yaitu model kotak tunggal, model dua kotak, dan model ekologi (Perdana, 2006).
2.5.1
Model Kotak tunggal Model kotak tunggal merupakan model sederhana berorde satu untuk memprediksi
konsentrasi konstituen dalam waduk yang diasumsikan tercampur sempurna. Persamaan yang digunakan dalam model kotak tunggal adalah persamaan kesetimbangan massa dengan menggunakan asumsi-asumsi: Percampuran dalam waduk dengan completely mixing, Debit masuk sama dengan debit keluar sehingga volume air waduk konstan, Aliran dalam waduk adalah steady state, Harga K (s-1) konstan. Berdasarkan aumsi-asumsi yang digunakan di atas, maka persamaan model kotak tunggal hanya memperhitungkan penambahan konsentrasi konstituen dari aliran yang masuk ke dalam sistem. Lebih jelasnya mengenai model kotak tunggal untuk waduk tercampur sempurna dan steady state dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Model Kotak tunggal untuk danau tercampur sempurna (Limboden, 1974 dalam Perdana, 2006)
II - 15
2.5.2
Model Dua kotak Model dua kotak merupakan model berorde dua untuk memprediksikan konsentrasi
konstituen pada waduk yang diasumsikan temperatur terstratifikasi pada lapisan-lapisan kedalaman air waduk. Pada danau terstratifikasi, lapisan pertama yang disebut epilimnion menerima beban W1 dan debit Q1 untuk selanjutnya mengalami pencampuran dan pertukaran dengan lapisan kedua yang disebut dengan lapisan hipolimnion, dimana E’12 adalah koefisien pencampuran vertikal (m3/hari). Lapisan di bawah danau juga menerima zat yang bersumber dari dasar danau sebagai hasil penguraian sedimentasi sebesarW2. konsentrasi pada epilinion (C1) dan hipolimnion (C2) diasumsikan dalam kondisi steady state. Diasumsikan bahwa panas yang memasuki danau telah dihamburkan pada dasar lapisan pertama kemudian terjadi kesetimbangan pada lapisan hipolimnion.
W1
Q
1
E'12 2
epilimnion
hipolimnion
W2 Gambar 2.7 Stratifikasi danau pada model dua kotak (Thoman dan Mueller, 1997)
Pada danau terstratifikasi, lapisan satu atau zona epilimnion menerima beban W1 dan debit sebesar Q, untuk selanjutnya mengalami percampuran dan pertukaran dengan lapisan dua atau zona hipolimnion, dimana E’12 adalah koefisian pencampuran vertikal (m3/hari). Lapisan bawah danau juga menerima zat yang bersumber dari dasar danau sebagai hasil dari penguraian sedimen sebesar W2. Konsentrasi pada epilimnion (C1) dan hipolimnion (C2) pada keadaan steady state dapat dinyatakan dengan persamaan (2.3) dan (2.4).
II - 16
C1
C2
W1 1 1
C1
W2 / Q E '12 / Q V1 K 1 / Q
(2.3)
W2 E '12
(2.4)
Di mana : E '12 E '12 V2 K 2
(2.5)
Apabila diasumsikan bahwa panas yang memasuki danau telah dihamburkan pada dasar lapisan pertama, maka dapat disusun suatu persamaan kesetimbangan panas untuk lapisan hipolimnion sebagai berikut :
E '12
V2 T2 1 t T1 T2
(2.6)
Di mana : T2 = perubahan temperatur di lapisan kedua ( C) T1 t
2.5.3
= temperatur pada lapisan pertama ( C) = perbedaan waktu (hari)
Model Ekologi Model ekologi merupakan model berdasarkan diagram konseptual dari suatu proses
ekologi yang saling berkaitan satu sama lain sehingga membentuk suatu siklus nitrogen. Model ini memiliki kemiripan dengan model tercampur sempuena dengan proses lebih komplek. Model ekologi merupakan model berorde lima, dapat dilihat dari proses yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Proses-proses yang terlibat dalam model ekologi ini sebagian besar merupakan proses biologi dan kimia.
II - 17