BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Oleokimia
Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak atau lemak alami, baik dari tumbuhan maupun hewani. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang produk oleokimia akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia). Oleokimia memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan (Tambun, 2008).
Oleokimia dapat diproduksi dengan pemisahan dan reaksi lebih lanjut dari suatu lemak dan minyak, seperti asam lemak, gliserin, metil ester asam lemak, alkohol asam lemak dan amina. Beberapa bahan-bahan oleokimia dapat diperoleh dari petrokimia. Perbedaanya adalah oleokimia alami merupakan turunan dari minyak atau lemak, oleokimia sintesis diperoleh dari bahan-bahan petrokimia seperti asam lemak dari bahan etilena dan parafin, dan gliserin dari bahan propilena ( Richtler and Knaut, 1984). Diagram alur oleokimia dapat digambarkan pada tabel 2.1. di bawah ini
Universitas Sumatera Utara
Tabel.2.1. Diagram alur oleokimia dan turunanya Bahan Dasar
Bahan Dasar Oleokimia Asam Lemak Amina Asam Lemak Alkohol Asam Lemak
Minyak / Lemak
Amina Asam Lemak
Metil Ester Asam Lemak
Gliserol
Turunan Oleokimia Diikuti reaksi-reaksi seperti : Aminasi Klorinasi Dimerisasi Etoksidasi Guebetisasi Hidrogenasi Kuarternisasi Sulfasi Transesterifikasi Esterifikasi Saponifikasi
Propilen, Parafin dan Etilen Sumber
: Richtler dan Knaut, 1984 : Alami : Sintesis
2.1.1. Gliserida
Gliserida disebut juga asil gliserol yang merupakan senyawa ester antara gliserol dan asam lemak. Gliserida yang berwujud padat pada suhu kamar disebut lemak sedangkan gliserida yang berwujud cair pada suhu kamar disebut dengan minyak. Lemak biasanya berasal dari hewan, sedangkan minyak berasal dari tanaman (Wingrove and Caret, 1939). Karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (lemak babi, lemak sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak bunga matahari) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani pada suhu kamar umumnya berwujud padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak
Universitas Sumatera Utara
jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair yang lebih tinggi. Adapun perbedaan umum dari lemak nabati dan hewani adalah : 1.
Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan minyak nabati mengandung fitosterol
2.
Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil daripada lemak nabati
3.
Lemak hewani mempunyai bilangan Reichert-Meissl lebih besar dan bilangan Polenske yang lebih kecil dibandingkan dengan lemak nabati (Ketaren, 1986).
Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat di alam merupakan trigliserida campuran, artinya ketiga bagian dari asam lemak dari gliserida tersebut tidaklah sama (Fessenden dan Fessenden, 1986). Struktur umum dari lemak dan minyak : O CH2 CH CH2
O O O
C O
R
C R O C
R
Trigliserida Lemak dan Minyak
Lemak dan Minyak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut : 1. Bersumber dari tanaman a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, wijen, kedele, bunga matahari. b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan minyak kelapa sawit. c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, coklat, inti sawit 2. Bersumber dari hewan a. Susu hewan peliharaan : lemak susu b. Daging hewan peliharaan : lemak sapi dan turunanya. c. Hasil laut: minyak ikan sardin, minyak ikan paus.
Universitas Sumatera Utara
Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor oil). Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak (Ketaren, 1986).
Gliserida juga merupakan gabungan dari trihydric alkohol gliserol dengan beberapa asam lemak. Pada pembentukan suatu gliserida, molekul gliserol diesterifiksai dengan asam lemak, dan pada prosesnya melepas tiga molekul air (H2O) (Minifie, 1989). Esterifikasi dari gliserol dengan asam lemak menghasilkan suatu gliserida netral. Esterifikasi ini dapat terjadi pada satu, dua atau pada semua posisi untuk menghasilkan monogliserida, digliserida atau trigliserida (Denniston, 2001). Dengan cara lain, Gliserida dapat dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Prosesnya dapat ditunjukkan sebagai berikut: O
O CH2 CH CH2
R1
C O
OH
R2
C O
OH
C
OH
OH OH
Gliserol
Esterifiksai
CH
O
O
Asam lemak
C O C
R1
R2
H2O
O
Hidrolisis
OH R3
CH2
CH2
O
C
R3
Gliserida
Air
Gambar 2.1. Reaksi Pembentukan Gliserida dan Asam Lemak (Minifie, 1989)
2.1.1.1. Trigliserida
Trigliserida merupakan trihidroksi alkohol dan dapat berbentuk triester dengan satu, dua atau tiga asam lemak yang berbeda. Triester dapat dibentuk dengan tiga atau beberapa residu asil (seperti tripalmitin), yang mana ester dicampur dengan menggunakan dua atau tiga residu asil yang berbeda, seperti dipalmito-olein (P2O) dan palmito-oleo-linolein (POL). Titik lebur dari suatu trigliserida dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
komposisi asam lemak yang terkandung di dalamnya dan pendistribusian daripada molekul gliserida (Belitz and Grosch, 1987). Trigliserida yang tersusun dari asam lemak tidak jenuh akan berwujud cair dan mempunyai titik cair rendah, yang pada umumnya terdapat pada minyak nabati sedangkan trigliserida yang tersusun dari asam lemak jenuh akan berwujud padat dan umumnya mempunyai titik cair yang tinggi dan biasanya terdapat pada minyak hewan (Christie, 1982). Reaksi pembentukan suatu trigliserida : OH
OH
R
O C
OH
OH Gliserol
Asam lemak
O
O C
R
O
O C
R
O
O C
R
3 H 2O
Trigliserida
Air
Gambar 2.2. Reaksi Pembentukan Trigliserida (Denniston, 2001)
Trigliserida juga banyak diubah menjadi monogliserida dan digliserida, karena baik monogliserida dan digliserida penggunaannya sangat luas sebagai bahan pengemulsi. Oleh karena itu trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan gliserol diubah menjadi monogliserida dan digliserida dengan bantuan katalis seperti natrium metoksida dan basa lewis lainnya. Hanya saja proses ini menghasilkan campuran yang terdiri atas 40-80% monogliserida, 30-40% digliserida, 5-10% trigliserida, 0,2-9% asam lemak bebas dan 4-8% gliserol (Tarigan, 2009).
Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol yang disebut dengan gliserida atau lebih tepat trigliserida (Sastrohamidjojo, 2009).
2.1.1.2. Monogliserida dan Digliserida
Monogliserida atau monoester gliserol dari asam lemak
terdiri dari suatu gugus
hidroksil (OH) yang bersifat hidrophilik dan gugus karboksil yang bersifat lipophilik. Monogliserida juga bersifat biodegradable dan dapat digunakan sebagai zat aditif
Universitas Sumatera Utara
pada makanan karena memberikan efek yang baik. Penggunaanya dapat ditemukan pada produk roti, makanan dengan kadar lemak yang rendah, produk susu dan saus, dapat digunakan pada makanan, deterjen, pemlastis, kosmetik, formulasi farmasi (Feretti et al., 2009). Monogliserida dapat dihasilkan dari dua proses, yaitu esterifiksai langsung dari gliserol dengan asam lemak atau gliserolisis dari gliserol dengan minyak atau lemak (esterifiksai tidak langsung). Pembuatan monogliserida saat ini melibatkan gliserolisis kontinu dari lemak dan minyak dengan menggunakan katalis basa anorganik dengan temperatur yang tinggi (220-2500C) di bawah atmosfer nitrogen (McNeill et al., 1991). Namun, proses ini hanya menghasilkan 30-40% monogliserida (McNeill dan Yamane., 1991) dan memiliki beberapa kelemahan seperti hasil yang rendah, warna gelap dan rasa terbakar (Bornscheuer, 1995). Demmering dan Effey, (1981) memperoleh hasil monogliserida yang tinggi sebanyak 60% dari proses transesterifiksai gliserol dengan trigliserida dengan menggunakan katalis alkali pada suhu 3000C.
Adapun reaksi pembentukan monogliserida dan digliserida adalah sebagai berikut :
1. Reaksi gliserolisis metil ester asam lemak (Ferretti, et al., 2010)
Universitas Sumatera Utara
O R C OCH3
Metil ester asam lemak
CH2 OH
O CH2 O C R
CH OH
CH OH
CH2 OH
CH2 OH CH2 OH Monogliserida
Gliserol
CH2 OH O CH O C R
metil ester asam lemak
Basa
O CH2 O C R O CH O C R O CH2 O C R
O CH2 O C R metil ester O asam lemak CH O C R basa
CH3OH
Trigliserida
CH3OH
O CH2 O C R CH OH
CH3OH
CH2 OH
O CH2 O C R
1,2-diester
1,3-diester Digliserida
2. Reaksi gliserolisis trigliserida (Ferretti, et al., 2010) O CH2
O
R
C
O
O CH2
OH
CH2
CH2
R
C
O
O
O CH
O
C
R
C O
R
CH
OH
R
CH2
OH
CH
OH
CH
O
CH2
OH
CH2
OH
C
R
O CH2
O
C
Trigliserida
Gliserol
Digliserida
Monogliserida
O CH2
O
C
O R
CH2
OH
R
CH
OH
CH2
OH
CH2
O
CH
OH
CH2
OH
C
R
O CH
O
CH2
OH
Digliserida
C
Gliserol
2
Monogliserida
Universitas Sumatera Utara
O CH2
O
O CH2
R
C
O
C
O R
CH2
CH
O
C
O R
CH
OH
R
CH2
OH
2
O CH2
O
C
R
C
O
O CH
O
CH2
OH
Monogliserida
Trigliserida
C
R
Digliserida
3. Esterifikasi asam lemak dengan gliserol (Prasetyo, dkk., 2012) O CH2
OH
CH2
O
O
C
R
CH2
OH O
CH
OH
CH2
OH
Gliserol
R
C
OH
Asam Lemak
CH
OH
CH
O
CH2
OH
CH2
OH
2-Mono
1-Mono
C
R
H2O
Air
Monogliserida
Pembentukan dari monogliserida dan digliserida pada minyak yang dapat dimakan atau lemak atau pada makanan mentah adalah terjadi sangat lambat. Monogliserida dan digliserida diproduksi secara komersial dengan gliserolisis suatu lemak. Monogliserida dan digliserida merupakan agen pengaktif permukaan. Keduanya dapat dimodifikasi secara lebih lanjut melalui esterifikasi dengan asetat, laktat, fumarat, tartarat dan asam sitrat (Belitz and Grosch, 1987). Untuk mendapatkan suatu monogliserida yang murni yang akan digunakan dalam bahan makanan, farmasi dan kosmetika maka harus dilakukan destilasi molekuler (Tarigan, 2009). Monogliserida tidak larut dalam air, larut dalam etanol, kloroform dan benzena. Monogliserida dan digliserida dapat diproduksi baik secara batch maupun kontinyu. Sebagian besar produksi di Amerika Serikat masih menggunakan proses batch dimana waktu reaksi, temperatur dan katalis yang digunakan bervariasi. Untuk proses kontinyu, waktu proses biasanya lebih pendek sekitar 30 menit dibandingkan waktu proses sistem batch (Prakoso dan Sakanti, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1.3. Fospogliserida
Fosfogliserida merupakan suatu senyawa yang biasanya mengandung ester asam lemak pada dua posisi gliserol dengan suatu ester fosfat pada posisi ketiga. Fosfogliserida mengandung gugus asil yang berasal dari asam lemak rantai panjang pada C-1 dan C-2 dari gliserol-3-posfat. Pada C-3 gugus fosforil bergabung dengan gliserol membentuk ikatan fosfodiester. Fosfogliserida sederhana mengandung gugus fosforil bebas dan dikenal dengan phosphatidate (Denniston, 2001). Fosfogliserida bersifat jelas terbedakan (distinctive) karena molekul-molekulnya berisi dua ekor hidrofobik yang panjang dan suatu gugus hidrofilik yang sangat polar – suatu gugus ion dipolar (Fessenden dan Fessenden, 1986). Molekul ini membentuk struktur agregat lebih mudah daripada sabun dan deterjen sintetik, sebagaimana tercermin dengan nilai CMC yang rendah (Streitwieser et al., 1992). Oleh karena itu fosfogliserida bersifat surfaktan netral. Dan merupakan zat pengemulsi yang sangat bagus. Dalam mayonnaise, fosfogliserida dari kuning telur menjaga agar minyak nabati tetap teremulsi dalam cuka. Dua tipe fosfogliserida adalah sebagai berikut : O
O O R'CO
CH2OCR
O '
C
CH2OCR
N kuaterner
R CO
H
C
N primer
H O-
OCH2OPOCH2CH2N(CH3)3 O suatu lesitin, atau fosfatidilkolina
CH2OPOCH2CH2NH3 O suatu sefalin, atau fosfatdiletanolamina
Simbol umum suatu fosfogliserida :
O kepala hidrofilik dipolar ekor hidrofobik
Lesitin (lecithin) dan sefalin (cephalin) merupakan dua tipe fosfogliserida yang dijumpai terutama dalam otak, sel saraf, dan hati hewan dan juga dijumpai dalam
Universitas Sumatera Utara
kuning telur, kecambah gandum, ragi, kedelai dan makanan lainnya (Fessenden dan Fessenden, 1986).
2.1.2. Asam Lemak
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisa suatu lemak atau minyak, yang pada umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang (Fessenden dan Fessenden, 1986). Asam lemak dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Dengan rumus umum : O R C OH
Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh dan terdiri atas 4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon jenuh merupakan rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan rantai karbon tidak jenuh merupakan rantai karbon yang mengandung ikatan rangkap. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap (Poedjiadi, 1994), hal ini disebabkan karena asam ini dibiosintesis dari gugus asetil berkarbon-dua dalam asetilkoenzime A.
dua karbon
jumlah karbon genap
O SCoA 8 CH3C asetilkoenzime A
banyak tahap
CH3(CH2)14CO2H asam palmitat
(Fessenden dan Fessenden, 1986).
Asam lemak yang mempunyai berat molekul yang paling besar di dalam molekul gliserida juga merupakan bagian yang reaktif. Hingga dapat dimengerti bahwa asam lemak mempunyai pengaruh yang besar terhadap lemak dan minyak. Asam lemak yang menyusun lemak ini masih dibedakan antara asam lemak yang jenuh dan tak jenuh.
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak disebut jenuh bila semua atom-C dalam rantainya diikat tidak kurang daripada dua atom H, hingga dengan demikian tidak ada ikatan rangkap.
H
H
H
H
H
C
C
C
C
H
H
H
H
O C OH
Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai bagian dari lemak mempunyai atom C4 hingga C26. Asam palmitat C16 terdapat paling banyak; senyawa tersebut merupakan bagian dari hampir semua lemak. Asam-asam lemak jenuh yang banyak pemakaiannya antara lain: laurat (C12), miristat (C14) dan stearat (C18). Asamasam lemak tidak menunjukkan kenaikan yang teratur di dalam titik cairnya dengan kenaikan panjang rantainya ( Sastrohamidjojo, 2009). Asam lemak jenuh yang mempunyai rantai karbon pendek, yaitu asam butirat dan kaproat mempunyai titik lebur yang rendah. Ini berarti bahwa kedua asam tersebut berupa zat cair pada suhu kamar. Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik leburnya. Asam palmitat dan stearat berupa zat padat pada suhu kamar (Poedjiadi, 1994).
Asam laurat atau disebut juga dengan asam dodekanoat merupakan asam lemak jenuh yang tersusun dari 12 atom karbon. Asam laurat mengandung gugus hidrokarbon non polar pada bagian ekornya dan gugus karboksilat yang polar pada bagian kepala sehingga dapat berinteraksi dengan air. Asam laurat merupakan satu diantara tiga asam lemak jenuh yang paling banyak dijumpai daripada asam miristat, asam palmitat dan asam stearat. Asam laurat paling banyak dijumpai pada cinnamon (80-90%), minyak kelapa (40-60%) dan minyak inti sawit (40-50%). Asam laurat banyak digunakan pada pembuatan sabun, sampo, kosmetik dan bahan aktif permukaan lainnya. Adapun struktur dari asam laurat adalah sebagai berikut : O C11H23C OH Asam Laurat
Sifat-sifat asam laurat adalah sebagai berikut : - Rumus molekul
: C12H24O2
- Berat molekul
: 200,31 gr/mol
- Densitas
: 0.869 gr/cm3
Universitas Sumatera Utara
- Titik didih
: 2250C
- Titik lebur
: 440C
- Kristal serbuk berwarna putih - Tidak larut dalam air, 1 gram larut dalam 1 ml alkohol, 2,5 ml dalam propil alkohol dan larut sempurna dalam benzena dan eter (Anonimous. 1976).
Asam-asam lemak yang berantai pendek dapat larut dalam air, semakin panjang rantai asam-asam lemak maka kelarutannya di dalam air semakin berkurang. Asam kaprilat pada 300C mempunyai nilai kelarutan 1, yang artinya 1 gram asam kaprilat dapat larut dalam setiap 100 gram air pada suhu 300C (Ketaren, 1986).
Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang di dalamnya rantai karbonnya mengandung ikatan rangkap. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam oleat mempunyai rantai karbon sama panjang dengan asam stearat, akan tetapi suhu kamar asam oleat berupa zat cair. Disamping itu makin banyak jumlah ikatan rangkap, makin rendah titik leburnya. Hal ini tampak pada titik lebur asam linoleat yang lebih rendah dari titik lebur asam oleat (Poedjiadi, 1994). Derajat ketidakjenuhan dari minyak tergantung pada jumlah rata-rata dari ikatan rangkap di dalam asam lemak. Pada asam lemak tidak jenuh, masih dibedakan antara asam yang mempunyai bentuk “nonconjugated”, yaitu ikatan rangkap dalam rantai C selalu dipisahkan oleh dua ikatan tunggal. Bentuk yang lain adalah asam yang “conjugated”, dimana antara atom-atom C yang tertentu terdapat ikatan tunggal dan ikatan rangkap berganti-ganti.
H
H
H
H
H
C
C
C
C
O C OH
H
H
Rantai karbon dari asam lemak tidak jenuh H H H H H H H O H C C C C C C C C OH : H H H Rantai asam lemak yang "non-conjugated" Tidak terkonjugasi
H
H C
H
H
H
H
C
C
C
C
H C
C
O OH
H H Rantai asam lemak yang "conjugated" terkonjugasi
( Sastrohamidjojo, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa asam lemak yang umum terdapat sebagai ester dalam tumbuhan atau hewan tertera pada tabel 2.2. berikut :
Tabel 2.2. Beberapa asam lemak yang umum Nama
Rumus
Asam lemak jenuh Asam butirat
C3H7COOH
Asam Laurat
C11H23COOH
Asam palmitat
C15H31COOH
Asam stearat
C17H35COOH
Asam Lemak tak Jenuh Asam oleat
C17H33COOH
Asam linoleat
C17H31COOH
Asam linolenat
C17H29COOH (Poedjiadi, 1994).
Ester asam lemak di alam terdapat dalam bentuk ester antara gliserol dengan asam lemak ataupun terkadang ada gugus hidroksilnya yang teresterkan tidak dengan asam lemak tetapi dengan phospat seperti pada phospolipid. Ester asam lemak sering juga dimodifikasi baik untuk bahan makanan maupun untuk bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo, dkk., 1997).
Senyawa ester dapat dibentuk dengan beberapa cara : a. Esterifikasi yaitu reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan ester dengan hasil samping air. O
O R
OH
C
+ R'
OH
R
C
O
R'
+ H2O
b. Interesterifikasi yaitu reaksi antara ester yang satu dengan ester yang lain menghasilkan ester yang baru. O
O R
'
C O R + R" C
O O
R*
R
C
O O R* + "R
C
O
R'
c. Alkoholisis yaitu reaksi antara ester dengan alkohol menghasilkan suatu ester baru.
Universitas Sumatera Utara
O
O R
'
C
OR
+
R" OH
R
"
C
OR
+
R' OH
d. Asidolisis yaitu reaksi pembentukan suatu ester baru antara asam karboksilat dengan ester yang lain O R
C
OR'
+ R"
C
O
O
O OH
R"
C
OR'
+
R
C
OH
Ketiga reaksi yang terakhir diatas dikelompokkan menjadi reaksi transesterifikasi (Gandhi, 1997). Sintesis metil ester asam lemak merupakan hasil dari suatu reaksi transesterifikasi dari suatu minyak (trigliserida) menjadi alkil ester menggunakan alkohol dengan katalis asam, basa atau katalis enzim yang menghasilkan alkil ester asam lemak dengan berbagai kelompok alkil yang dimanfaatkan sebagai biodiesel dalam industri.
CH2OCOR1 CHOCOR2
3 ROH
CH2OCOR3 Trigliserida
Alkohol
R1-COO-R
CH2OH
R2-COO-R
CHOH
R3-COO-R
CH2OH
Alkil ester asam lemak
Gliserol
Gambar 2.3. Reaksi Pembentukan Alkil Ester Asam Lemak
(Lee, et al., 2009).
Metil ester asam lemak, selain digunakan sebagai pengganti solar, juga digunakan dalam kosmetik, detergen, aditif pada tekstil dan kertas (Kimmel et al., 2004).
2.2. Gliserolisis
Gliserolisis adalah peruraian suatu lemak atau ester yang lain oleh gliserol. Giserol merupakan trihidroksi alkohol (C2H5(OH)3) atau 1,2,3-propanetriol. Struktur kimia dari gliserol adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
CH2OH CHOH CH2OH Gliserol
Gliserol dapat dihasilkan dari berbagai hasil proses, seperti : 1. Fat splitting, yaitu reaksi hidrolisa minyak oleh air menghasilkan gliserol dengan asam lemak. CH2OCOR
CH2OH 3 H2O
CHOCOR
3RCOOH
CHOH CH2OH
CH2OCOR Minyak/Lemak
Air
Asam Lemak
Gliserol
2. Safonifikasi lemak dengan NaOH , menghasilkan gliserol dengan garam asam lemak. CH2OH
CH2OCOR CHOCOR
3RCOONa
3 NaOH
CHOH CH2OH
CH2OCOR Natrium hidroksida
Minyak/Lemak
Sabun
Gliserol
3. Transesterifikasi lemak dengan metanol menggunakan katalis, menghasilkan gliserol dengan metil ester asam lemak. CH2OCOR
CH2OH 3CH3OH
CHOCOR
Katalis
3RCOOCH3
CHOH CH2OH
CH2OCOR Minyak/Lemak
Metanol
Metil Ester
Gliserol
Sifat fisik dari gliserol, yaitu : - Berat molekul
: 92.09
Universitas Sumatera Utara
- Titik didih
: 2900C
- Titik lebur
: 18,170C
- Densitas
: 1,261
- Merupakan cairan tidak berwarna - Tidak berbau
Gliserol banyak digunakan dalam berbagai keperluan industri : - Kosmetik : Digunakan sebagai body agent, emolient, lubricant, sabun, detergen. - Peledak
: Digunakan untuk membuat nitrogliserin sebagai bahan dasar peledak.
- Resin
: Digunakan untuk poliuretan dan asam ptalat (Tambun, 2006).
Gliserol juga dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan monogliserida, digliserida dan trigliserida melalui proses reaksi esterifikasi atau interesterifikasi secara kimia dan enzimatis. Bila suatu radikal asam lemak berikatan dengan gliserol, akan terbentuk suatu monogliserida. Sedangkan trigliserida akan terbentuk bila tiga asam lemak teresterifikasi dengan satu molekul gliserol (Winarno, 2002).
Industri gliserolisis dapat dilakukan dengan mereaksikan suatu trigliserida dengan gliserol sehingga menghasilkan monogliserida. Reaksi antara trigliserida dengan gliserol biasanya dilakukan pada suhu 2500C untuk meningkatkan kelarutan gliserol dengan fase minyak, sedangkan pada temperatur ruang kelarutannya hanya 4%. Untuk mempercepat reaksi dapat digunakan katalis alkali seperti, NaOH, KOH dan Ca(OH)2. Dan reaksi biasanya berlangsung selama 4 jam, dan pada akhir reaksi katalis dinetralisasi dan campuran reaksi didinginkan dengan cepat (Temelli et al., 1996). Kelemahan reaksi gliserolisis dengan katalis alkali yaitu suhu reaksi yang cukup tinggi. Dimana dengan tingginya temperatur dapat menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna gelap dan terbentuk bau yang tidak diinginkan.
Kimmel, (2004), menunjukkan reaksi tanpa katalis akan berlangsung lambat, namun reaksi dapat dipercepat dengan menggunkan katalis asam atau katalis basa. Reaksi dengan katalis basa lebih cepat dibandingkan dengan katalis asam.
Universitas Sumatera Utara
Kaewthong et al., (2003), gliserolisis juga dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim. Dimana enzim yang biasa digunakan yaitu enzim lipase, dengan temperatur reaksi sekitar 300C, hal ini disebabkan karena katalis enzim tidak bisa bekerja atau akan mati pada suhu yang tinggi. Kelemahan enzim sebagai katalis yaitu mahalnya harga enzim dan reaksi enzimatik yang relatif lambat.
Gliserolisis dengan metil ester, pembentukan daripada metanol menunjukkan terbentuknya gliserida (ikatan ester). Akan tetapi, penghilangan dari metanol ini sangat penting untuk dilakukan dalam pembentukan monogliserida dan digliserida. Metanol dapat dihilangkan dengan menggunakan alat vakum atau dengan menggunakan gas nitrogen. Gliserolisis dengan lemak merupakan transesterifiksai dari gliserol dengan trigliserida menjadi monogliserida dan digliserida dengan adanya katalis alkali. Reaksi gliserolisis ini merupakan reaksi reversible, dengan tahapan reaksi sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
O CH2
O
R
C
O
O CH2
CH2
OH
CH2
R
C
O
O
O CH
O
C
R
C O
R
CH
OH
R
CH2
OH
CH
OH
CH
O
CH2
OH
CH2
OH
C
R
O CH2
O
C
Trigliserida
Gliserol
Digliserida
Monogliserida
O CH2
O
C
O R
CH2
OH
R
CH
OH
CH2
OH
CH2
O
CH
OH
CH2
OH
C
R
O CH
O
CH2
OH
C
Digliserida
2
Monogliserida
Gliserol O
CH2
O
C
O R
CH2
R
CH
OH
R
CH2
OH
O
C
O R
CH2
O
CH
O
C
O
O CH2
O
C
R
C
O
Trigliserida
Monogliserida
2
CH
O
CH2
OH
C
R
Digliserida
Gambar 2.4. Reaksi Gliserolisis Lemak (Noureddini and Medikonduru, 2004).
Dimana dengan adanya jumlah gliserol yang berlebih (secara stoikiometri) dapat meningkatkan pembentukan monogliserida dan digliserida (Noureddini and Medikonduru, 1997).
Gliserolisis dari lemak atau minyak dalam industri sangat penting untuk menghasilkan monogliserida dan digliserida. Dimana monogliserida asam lemak dan turunannya memiliki banyak aplikasi seperti, sebagai surfaktan dan emulsifier pada berbagai makanan, kosmetik dan produk farmasi (Meffert, 1984; Lauridsen, 1976). Penggunaan suhu yang tinggi dalam proses gliserolisis dapat menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna gelap dan terbentuk bau yang tidak diinginkan. Sehingga diperlukan suatu pelarut yang diperkirakan dapat meningkatkan kalarutan daripada
Universitas Sumatera Utara
minyak dengan gliserol sehingga gliserolisis dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah untuk menghindari terbentuknya warna coklat dan bau yang tidak sedap akibat terbakarnya bahan dan produk.
2.3. Alkohol
Alkohol adalah senyawa yang mempunyai gugus fungsi hidroksil yang terikat pada atom karbon jenuh. Alkohol mempunyai rumus umum ROH, dimana R merupakan alkil, alkil tersubstitusi, atau hidrokarbon siklik. Alkohol dapat dianggap turunan dari air (H-O-H), dimana satu atom hidrogennya diganti dengan gugus alkil. Alkohol diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier. CH3 CH3-OH metanol
CH3CH2-OH etanol alkohol primer
CH3-CH-CH3 OH 2-propanol alkohol sekunder
CH3-C-CH3 OH t-butil alkohol alkohol tersier
(Siswoyo, 2009) Dalam proses gliserolisis digunakan pelarut alkohol yang diperkirakan dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol
supaya reaksi gliserolisis dapat
dilakukan pada temperatur yang lebih rendah. Pelarut yang dapat meningkatkan kelarutan minyak dalam alkohol adalah senyawa alkohol alifatis, seperti 1-butanol, isopropil alkohol, tert-butanol.
Isopropil alkohol atau isopropanol merupakan alkohol sekunder. Dengan struktur sebagai berikut : CH3-CH-CH3 OH 2-propanol
Yang mana dibuat dari propilena yang diperoleh dari cracking minyak bumi, atau reduksi dari aseton. Isopropanol merupakan cairan yang mudah terbakar. Baunya sedikit merupai campuran antara etanol dan aseton dan sedikit pahit.
Universitas Sumatera Utara
Sifat-sifat isopropil alkohol adalah sebagai berikut : - Berat molekul
60,09 gram/mol
- Rumus empiris
C3H8O
- Cairan tidak berwarna - Titik didih
82,50C
- Titik beku
-89,50C
- Titik cair
-88,50C
- Densitas
0,78505gram/cm3
- Larut pada benzena, kloroform, etanol, eter dan gliserin
Isopropil alkohol digunakan sebagai zat antibeku. Sebagai pelarut untuk getah, lak, minyak esensial, pelarut pada ekstraksi alkaloida, komponen minyak pengeringan cepat dan tinta, denaturasi etil alkohol. Pada tubuh digunakan sebagai antiseptik untuk lotion tangan, lotion setelah bercukur dan kosmetik lainnya. Juga digunakan sebagai pelarut untuk resin, getah dan creosote (Anonimous,1976). Harismawati dan Prasetyo, (2011), menggunakan pelarut isopropil alkohol dalam produksi monogliserida dan digliserida untuk mempercepat kelarutan dari minyak dan gliserol sehingga proses gliserolisis dapat dilakukan pada temperatur lebih rendah. 1-butanol atau butil alkohol merupakan kelompok alkohol primer yang terdiri dari 4 atom karbon. Dapat dibuat dari butaraldehida dengan natrium borohidrida, dari etilena oksida dan trietilaluminium, dengan oksidasi tributilborane. 1-Butanol merupakan cairan yang sangat bias, luka bakaran dengan api sangat bercahaya, bau yang mirip dengan minyak fusel tetapi lemah. Dengan struktur sebagai berikut : H H H H H C C C C OH H H H H 1-butanol
Sifat-sifat 1-butanol adalah sebagai berikut : - Densitas
0,810 gram/cm3
- Titik didih
117-1180C
- Titik cair
-900C
- Titik nyala
36-380C
- Larut dengan alkohol, eter dan banyak pelarut organik lainnya.
Universitas Sumatera Utara
1-butanol digunakan sebagai pelarut untuk lemak, lilin, resin, lak, pernis, getah dan lain-lain. 1-butanol juga digunakan dalam pembuatan lak, rayon, deterjen dan senyawa butil lainnya. Dalam mikroskopi digunakan sebagai material pengikat parafin(Anonimous,1976). Anggoro dan Budi, (2008), menggunakan pelarut 1butanol dalam proses gliserolisis minyak kelapa sawit menjadi monogliserida dan digliserida untuk mempercepat kelarutan dari minyak kelapa sawit dengan gliserol.
2-butanol atau 2-hidroksi butana merupakan senyawa organik dengan rumus CH3CH2CH(OH)CH3. 2-butanol merupakan kelompok akohol sekunder yang dapat dibuat dari reduksi dari 2-butanon. Dengan struktur sebagai berikut : H H H H HC C C C H H OHH H 2-butanol
Sifat-sifat dari 2-butanol adalah sebagai berikut : - Titik didih
99,50C
- Titik beku
-114,70C
- Densitas
0.808 gram/cm3
- Larut dengan alkohol, eter
2-butanol digunakan dalam sintesis flotation agents, rasa, parfum, zat warna dan zat pembasah (wetting agents). Dalam industri, sebagai pembersih, penghilang cat. 2-butanol juga banyak digunakan sebagai pelarut untuk banyak resin alami, minyak biji rami dan minyak jarak (Anonimous,1976).
tert-butil alkohol atau 2-metil-2-propanol merupakan alkohol tersier yang memiliki rumus empiris C4H10O. Dapat dibuat dari asetil klorida dan dimetilseng. Dapat juga dihasilkan dari hidrasi katalitik isobutilena. tert-butanol memiliki struktur sebagai berikut : CH3 CH3 C CH3 OH tert-butanol
Universitas Sumatera Utara
Sifat-sifat dari tert-butanol adalah sebagai berikut : - Titik cair
25,60C
- Titik didih
82,410C
- Titik beku
25,70C
- Densitas
0,78581 gram/cm3
- Larut dengan alkohol dan eter
tert-butanol digunakan untuk denaturant etanol, pabrik zat pengapungan (flotation agents), rasa, parfum dan sebagai pelarut pada penghilang cat (Anonimous,1976). Pramana dan Mulyani, (2009), menggunakan pelarut tert-butanol dalam proses gliserolisis CPO menjadi monogliserida dan digliserida untuk mempercepat kelarutan dari CPO dengan gliserol sehingga proses gliserolisis dapat berlangsung pada temperatur yan lebih rendah.
2.4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mengakibatkan reaksi lebih cepat mencapai kesetimbangan. Katalis berperan untuk menurunkan energi bebas pengaktifan (Cotton and wilkinson, 1989). Katalis dapat dibedakan dalam 2 golongan utama yaitu katalis homogen dan katalis heterogen.
2.4.1. Katalis Homogen
Katalis homogen adalah katalis yang mempunyai fasa yang sama dengan fasa campuran reaksinya. Katalis homogen dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu katalis homogen asam dan katalis homogen basa. Pada katalis asam, katalis akan bertindak sebagai asam terhadap reaktan, sedangkan pada katalis basa, katalis akan bertidak sebagai basa terhadap reaktan (Hattori, 2003). Katalis homogen lebih efektif dibandingkan dengan katalis heterogen tetapi pada katalisis homogen katalis sukar dipisahkan dari produk dan sisa reaktannya sedangkan pada katalisis heterogen pemisahan daripada katalis dan produknya serta sisa reaktan mudah dipisahkan (Setyawan, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Pada proses transesterifikasi terhadap suatu lemak dan minyak, penggunaan daripada katalis basa homogen alkali tidak dapat langsung digunakan, karena keberadaan daripada asam lemak bebas. Untuk penggunaan katalis ini pada suatu lemak dan minyak konsentrasi asam lemak bebasnya harus kurang dari 0,5% (w/w) untuk menghindari terjadinya proses penyabunan antara asam lemak bebas dengan katalis. Contoh reaksi salah satu asam lemak bebas dengan katalis basa alkali,
O
O
R C OH NaOH Asam lemak bebas Natrium hidroksida
R C ONa Sabun
H2O Air
Dimana sabun dapat menyebabkan downstream dalam pemisahan produk karena pembentukan emulsi (Serio et al, 2007). Contoh lain daripada katalis basa homogen yaitu KOH dan Na2CO3 yang dicampur dengan alkohol, yang mana akan terbentuk katalis yang sebenarnya. Ini adalah kelompok alkoksida ;
Na OH
CH3OH
CH3O Na
H2O
yang mana akan menyerang atom karbon karbonil dari molekul trigliserida. Penggunaan katalis alkoksida (NaOCH3, KOCH3) dapat secara langsung dipakai sebagai katalis.
2.4.2. Katalis Heterogen
Katalis heterogen merupakan katalis yang berbeda fasanya dengan campuran reaksinya. Katalis heterogen juga dibedakan menjadi dua jenis, yaitu katalis heterogen asam dan katalis heterogen basa. Keuntungan menggunakan katalis heterogen asam adalah mampu mengesterifikasi asam lemak pada minyak Rapeseed. Jenis dari katalis asam heterogen seperti logam sulfat oksida, asam poli hetero, karbon amorf sulfonat, resin asam penukar ion. Namun, katalis asam heterogen secara umum mempunyai aktivitas katalis yang lemah, memerlukan suhu reaksi yang tinggi dan waktu reaksi yang lama. Sedangkan katalis basa heterogen memiliki kereaktivitasan yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Jenis katalis basa heterogen seperti oksida logam, zeolit, hidrotalcites dan resin penukar anion. Di antara katalis basa ini, CaO merupakan katalis basa yang sering diteliti karena kebasaanya tinggi, kelarutannya lebih rendah, harganya lebih murah, lebih mudah penanganannya daripada KOH.
Jenis katalis logam alkali tanah yang lain adalah MgO, SrO, BaO. SrO mempunyai aktivitas yang tinggi tetapi ikut terlarut dalam media reaksi sehingga dapat menyerupai katalis homogen. Sementara Magnesium oksida dapat diperoleh secara langsung dari pemanasan magnesium karbonat atau magnesium hidroksida yang mana mempunyai kekuatan basa yang paling lemah dan kelarutan pada metanol pada kelompok II oksida (Refaat, 2011). Kekuatan aktivitas katalisisnya yaitu CaO < SrO
Katalis heterogen memiliki keuntungan lebih dari katalis homogen karena katalis heterogen tidak larut dalam campuran, sehingga pemisahan cukup dilakukan dengan penyaringan atau dekantasi (Indah sari, dkk.,
2011). Perbedaan katalis
homogen dan heterogen dapat dilihat pada tabel 2.3. berikut :
Tabel 2.3. Perbedaan katalis homogen dan heterogen
Faktor Waktu reaksi
Katalis
Katalis Homogen
Katalis Heterogen
Waktu reaksi cepat dan
Moderate
konversinya tinggi
conversion
Katalis tidak bisa didapatkan
Bisa didapatkan
kembali, harus di netralisasi
kembali katalisnya
untuk memisahkan produk kinia buangan Metodologi Proses
Digunakan terbatas
Digunakan kontinu
Air / asam lemak bebas
Sensitif
Tidak sensitif
Penggunaan katalis
Tidak mungkin
Mungkin
Harganya dapat dibandingkan
Berpotensi murah
kembali Biaya
(Canakci and VanGerpen, 1994).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Katalis CaO
Gryglewicz, 1999, meneliti kemungkinan penggunaan logam alkali tanah hidroksida, oksida dan alkoksida sebagai katalis dalam transesterifikasi dari minyak rapeseed pada temperatur refluks metanol. Dia menemukan bahwa NaOH merupakan katalis yang paling aktif, Ba(OH)2 sedikit kurang reaktif dan Ca(OCH3)2 menunjukkan aktivitas yang sedang. Laju reaksi sangat rendah ketika menggunakan serbuk CaO sebagai katalis sementara MgO dan Ca(OH)2 menunjukkan tidak ada aktivitas katalisis. Aktivitas yang tinggi dari Ba(OH)2 adalah kelarutannya yang tinggi pada metanol sehubungan dengan senyawa lain. Urutan reaktivitasnya adalah Ca(OH)2 < CaO < Ca(OCH3)2 sesuai dengan teori basa lewis. Metoksida dari logam alkali tanah lebih basa dari oksida dan oksida lebih basa daripada hidroksida.
Kalsium oksida merupakan katalis yang sering digunakan dalam sintesis biodiesel, mungkin karena harganya yang murah, toksisitas yang rendah dan ketersediaanya yang tinggi. Katalis ini dapat di sintesis dari sumber yang murah seperti batu kapur dan kalsium hidroksida (Lee et al., 2009). Peningkatan kinerja CaO dapat diperoleh dengan menggunakan CaO nanokristalin. CaO nanokristalin (ukuran kristal = 20 nm, luas permukaan spesifik = 90 m2/g) memberikan konversi 100% dari minyak kedelai pada temperatur ruang setelah 12 jam sementara konversi yang diperoleh dengan penggunaan CaO komersial (ukuran kristal = 43 nm, luas permukaan spesifik = 1 m2/g) hanya 2% (Reddy et al, 2006). L𝑜𝑜́ pez Granados et al., 2007, mempelajari aktivitas dari aktivasi CaO sebagai katalis untuk menghasilkan biodiesel pada proses transesterifikasi dari trigliserida dengan metanol. Permukaan sisi aktif dari CaO adalah beracun oleh air atmosfer dan CO2. Aktivitas katalisis dari CaO dapat ditingkatkan jika CaO diaktivasi terlebih dahulu pada temperature yang tinggi (≥ 7000C) sebelum reaksi untuk menghilangkan racun (gugus karbonat) pada permukaan. Kouzu et al.,2007, meneliti kalsinasi katalis CaO pada suhu 9000C selam1,5 jam dimana CaO menjadi sangat reaktif. Ciri-ciri kalsium oksida dapat dilihat pada tabel 2.4. berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4. Ciri-ciri Kalsium Oksida (CaO)
Ciri-ciri Nama Kimia
Kalsium Oksida
Rumus Kimia
CaO
Nama Umum
Lime, catx, burnt lime, unstaked lime, fluxing lime, caustic lime
Densitas (g/cm3)
3,40
Titik lebur (0C)
2572
Titik didih (0C)
2850
Formasi dari pemanasan (kcal/mol)
151.9
Hidrasi dari pemanasan (kcal/mol)
15,1
Kelarutan dari Ca(OH)2 (g/ 100g H2O)
0,219
Temperatur dekomposisi (0C)
547
Aplikasi
Pembuatan
kaca,
Agen
pengering,
Pupuk, Pemurnian air, Industri kertas dan pulp, Gula dan industri selulosa ( Boey et al., 2011)
2.5. Emulsifier
Emulsi adalah dispersi koloid dimana zat terdispersi dan medium pendispersi merupakan cairan yang tidak saling bercampur. Agar terjadi suatu campuran koloid, maka harus ditambahkan suatu bahan yang disebut zat pengemulsi atau emulgator. Contoh umum dari emulsi adalah susu dan mayonaise. Kedua emulsi ini terdiri dari minyak yang terdispersi dalam fasa air. Pada emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu : 1. Bagian zat yang terdispersi, biasanya terdiri dari butir-butir minyak. 2. Medium pendispersi yang dikenal juga sebagai continuos phase, biasanya terdiri dari air. 3. Emulgator yang berfungsi sebagai penstabil koloid, untuk menjaga agar butir-butir minyak tetap terdispersi dalam air.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk zat pengemulsi diantaranya emulgator, emulsifier, stabilizer atau emulsifying agent. Bahan ini dapat berupa sabun, detergen, protein atau elektrolit (Yazid, 2005). Contoh emulsifier yaitu lesitin, propilena glikol, mono- dan digliserida, polisorbat seperti polioksietilena, sorbitan monooleat atau tristearat.
Lesitin adalah nama yang sangat umum untuk suatu emulsifier alami dan bahan aktif permukaan (surface active agent). Yang mana terjadi secara alami pada semua materi kehidupan, hewan dan tumbuhan, dengan kandungan tertinggi pada kuning telur (8 – 10%). Mentega mengandung 0,5-1,2% dan minyak kacang kedelai, yang saat ini merupakan lesitin nabati yang utama dan termurah, menghasilkan 2,5 persen. Sekarang ini lesitin nabati dikenal sebagai zat aditif pada makanan. Pada makanan, digunakan pada coklat, margarin, lemak nabati, serbuk instan untuk minuman dan dipanggang, diindustri juga digunakan pada cat, karet, plastik, dan kosmetik. Struktur lesitin memiliki gugus lipopilik dan hidropilik sehingga dapat digunakan sebagai agen pengemulsi (emulsifier) dan pembasahan (wetting agent) (Minifie, 1989).
Berikut ini adalah contoh emulsifier yang umum digunakan dalam bahan pangan : - Monogliserida dan digliserida , merupakan zat pengemulsi yang umum digunakan. Contohnya, gliserol monolaurat, polietilen monogliserol, gliseril laktil palmitat. - Stearoil lactylat, yang sering dugunakan dalam produk-produk bakery. - Sorbitan ester, pada umumnya digunakan dalam pembuatan kue, pelindung buah dan sayuran segar. - Poligliserol ester, yang digunakan dalam pangan yang diaerasi mengandung lemak. - Ester-ester sukrosa, penggunaanya dalam pangan umumnya pada pembuatan roti dan produk olahan susu. - Lesitin, paling banya diperoleh dari kacang kedeli dan kuning telur. Yang biasanya digunakan untuk emulsifier pada margarin, roti, kue (O’Brein, 1998)
Universitas Sumatera Utara
Budi suarti (2008), mengatakan asam lemak sangat cocok untuk produk emulsifier karena struktur molekulnya spesifik. Asam lemak yang ada di pasaran kebanyakan merupakan hidrokarbon berantai lurus dengan jumlah atom karbon antara 12 sampai 18 (C12 hingga C18) dan diakhiri oleh gugus karboksil yang reaktif. Bagian ekor hidrokarbon akan memiliki afinitas terhadap lemak, alifatik hidrokarbon dan senyawa rantai panjang lainnya, sedangkan bagian lainnya yaitu gugus hidroksi akan memiliki daya tarik terhadap air.
Kegunaan dari mengemulsikan suatu zat cair adalah sebagai berikut : - Untuk mengencerkan, suatu zat tidak larut dalam air dapat diemulsikan dalam air dengan penambahan air atau pengenceran sehingga viskositasnya berkurang. Beberapa jenis obat dapat diencerkan dengan membentuk emulsi. - Memperbesar luas permukaan, dengan mengemulsikan suatu zat, maka luas permukaan suatu partikel koloid menjadi bertambah. Contoh emulsi cat dan insektisida akan memudahkan pelapisan dan penyemprotan. Pada emulsi bahan kecantikan, memudahkan penetrasi kulit. - Mengubah sifat, suatu zat yang diemulsikan dapat berubah sifatnya. Emulsi minyak ikan menjadi kurang rasa amisnya. Bahan makanan menjadi lebih mudah di cerna dan rasanya berubah, seperti mayonaise dan susu (Yazid, 2005).
2.6. Kromatografi
Merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau porusdalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa cairan atau gas. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair.
Kromatografi gas adalah metode kromtografi pertama yang dikembangkan pada zaman instrumen dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama
Universitas Sumatera Utara
lebih dari tiga puluh tahun. Sekarang kromatografi gas dipakai secara rutin disebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. Kromatografi gas adalah suatu proses dengan mana suatu campuran menjadi komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang stasioner (Bassett et al, 1994). Kromatografi gas dapat dipakai untuk sebagian campuran yang komponennya, atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas. Disamping itu, pada kromatografi gas, senyawa yang tak atsiri sering dapat diubah menjadi turunan yang lebih atsiri dan lebih stabil sebelum kromatografi (Gritter, 1985).
Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya. Sedangkan dalam kromatografi padat-gas, digunakan suatu zat padat penyerap (Khopkar, 2003). Sistem gas-padat ini telah dipakai secara luas dalam pemurnian gas dan penghilangan asap, tetapi kurang kegunaanya dalam kromatografi. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran. Satu-satunya pembatas pada pemilihan cairan yang demikian ialah bahwa zat cair itu harus stabil dan tidak atsiri pada kondisi kromatografi.
Ada
beberapa
kelebihan
kromatografi
gas,
diantaranya
kita
dapat
menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisi relatif cepat dan sensitivitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini adalah terbatas untuk zat yang mudah menguap. Gritter, 1985, mengatakan bahwa kromatografi gas ini tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.
Cara kerja kromatografi gas antara lain adalah, sampel diinjeksikan melalui suatu sampel injection port yang temperaturnya dapat diatur, senyawa-senyawa dalam sampel akan menguap dan akan di bawa oleh gas pengemban menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom oleh fase diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen yang sesuai dengan nilai Kd masing-masing komponen tersebut. Komponen tersebut terelusi sesuai dengan urut-urutan makin membesarnya nilai koefisien partisi (Kd) menuju ke detektor. Detektor mencatat sederetan sinyal yang timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Pada alat pencatat sinyal ini akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa (Khopkar, 2003).
Universitas Sumatera Utara