BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen merupakan sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang aada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan salah satu modal dan memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang paling vital bagi organisasi. Dibawah ini dirumuskan definisi manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu : Menurut Dr. Asep Tapip Yani (2011 : 3), Manajemen sumber daya manusia didefinisikan : “Suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjangn aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Menurut Suwatno dan Donni Juni, (2011:16) adalah: “ Suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi perusahaan.”
10
11
Sedangkan pengertian manajemen sumber daya manusia menurut Anwar Prabu Mangkunegara, (2011:2) adalah: “ Suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.” Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa pengertian manajemen sumber daya manusia secara garis besar sama yaitu bahwa suatu proses pendayagunaan tenaga kerja manusia untuk bekerja secara efektif dan efisien dengan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki dalam mewujudkan tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Dengan tujuan tersebut, maka tenaga kerja akan termotivasi untuk bekerja sebaik mungkin. 2.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Malayu S.P. Hasibuan fungsi manajemen sumber daya manusia (2011:21): “Fungsi manajemen sumber daya manusia meliputi perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian,
pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian”. 1. Fungsi Manajerial a. Perencanaan Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program
kepegawaian
meliputi
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. b. Pengorganisasian
12
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. c. Pengarahan Pengarahan adalah kegiatan yang mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menggunakan bawahan agar mengerjakan tugasnya dengan baik. d. Pengendalian Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 2. Fungsi Operasional a. Pengadaan Pengadaaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. b. Pengembangan Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
13
c. Kompensasi Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. d. Pengintegrasian Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam SDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. e. Pemeliharaan Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi. Fungsifungsi MSDM. f. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. g. Pemberhentian Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. Pelepasan ini diatur oleh Undang-undang No.12 Tahun 1964.
14
2.1.2
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam melakukan aktivitasnya organisasi dituntut untuk dapat mengambil
keputusan sesuai dengan tujuan mereka termasuk mengambil keputusan dalam bagian pengelolaan sumber daya manusia. Menurut Sondang P Siagian, (2014:26) tujuan manajemen sumber daya manusia dapat dikategorikan pada empat jenis, yaitu: a. Pencapaian tujuan masyarakat Dalam bidang apapun suatu organisasi bergerak, dalam arti yang sebenarbenarnya
ia
menghasilkan
sesuatu
“produk”
atau
“jasa”
bagi
kelompok–kelompok tertentu di masyarakat. Artinya, “produk” tersebut baik berupa barang atau jasa harus diinterpretasikan dalam arti luas dan tidak terbatas pada pengertian klasik, yaitu dalam arti barang atau jasa yang hanya dihasilkan oleh organisasi-organisasi yang bergerak di bidang keniagaan saja. b. Pencapaian tujuan organisasi Manajemen sumber daya manusia yang baik ditujukan kepada peningkatan kontribusi yang dapat diberikan oleh para pekerja dalam organisasi kearah tercapainya tujuan organisasi. Tidak menjadi soal tujuan organisasional apa yang ingin dicapai. Dibentuknya satuan organisasi yang mengelola sumber daya manusia dimaksudkan bukan sebagai tujuan, akan tetapi sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan. c. Pencapaian tujuan fungsional Pencapaian tujuan fungsional dalam bidang manajemen sumber daya manusia ialah keseluruhan langkah dan prosedur yang harus ditempuh oleh satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dalam organisasi sedemikian rupa sehingga sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi mampu memberikan kontribusinya yang maksimal. d. Pencapaian tujuan pribadi
15
Jelaslah bahwa pada mulanya motif seseorang memasuki berbagai organisasi adalah pencapaian tujuan dan pemenuhan kepentingan pribadinya. Hal demikian adalah wajar dan merupakan gejala yang universal. Akan tetapi,dalam meniti karirnya, seseorang harus mau dan rela melakukan berbagai jenis penyesuaian yang diperlukan akan seseorang diterima sebagai anggota organisasi yang dihormati. Artinya, yang kemudian harus terjadi ialah kesediaan semua anggota organisasi sebagai individu untuk membawahkan tujuan dan kepentingan pribadinya kepada tujuan dan kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan bersama dan kepentingan organisasi sebagai keseluruhan, bahkan juga kepentingan masyarakat luas. 2.2
Disiplin Kerja
2.2.1
Pengertian Disiplin Kerja Disiplin merupakan arahan untuk melatih dan membentuk seseorang
melakukan sesuatu menjadi lebih baik. Disiplin adalah suatu proses yang dapat menumbuhkan perasaan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan tujuan organisasi secara objektif, melalui kepatuhannya menjalankan peraturan organisasi. Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2011:825), Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Sedangkan kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sehingga seorang karyawan dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya.
16
2.2.2
Bentuk-bentuk Disiplin Kerja Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2011:825), terdapat empat
perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja yaitu : 1. Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah. 2. Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilakunya yang tidak tepat. 3. Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan indisipliner. 4. Perspektif Utilitarian (Utilitarian Perspective), yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya. 2.2.3
Pendekatan Disiplin Kerja Menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2011:826-831), Terdapat tiga
konsep dalam pelaksanaan tindakan indisipliner: aturan tungku panas (hot stove rule), tindakan disiplin progresif (progressive discipline), dan tindakan disiplin positif (positive discipline). Pendekatan-pendekartan aturan tungku panas dan tindakan disiplin progresif terfokus pada perilaku masa lalu. Sedangkan pendekatan disiplin positif berorientasi ke masa yang akan datang dalam bekerja sama dengan para karyawan untuk memecahkan masalah-masalah sehingga masalah itu tidak timbul lagi. Di bawah ini penjelasan pelaksanaan tindakan indiscipliner menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani (2011:826-831) : 1. Aturan tungku panas Pendekatan untuk melaksanakan tindakan indisipliner disebut sebagai aturan tungku panas (hot stove rule). Menurut pendekatan ini, tindakan disipliner haruslah memiliki konsekuensi yang analog dengan menyentuh sebuah tungku panas: a. Membakar dengan segera. Jika tindakan disipliner akan diambil, tindakan itu harus dilaksanakan segera sehingga individu memahami alasan tindakan tersebut. Dengan berlalunya waktu, orang memiliki tendensi
17
meyakinkan mereka sendiri bahwa dirinya tidak salah yang cenderung sebagian menghapuskan efek-efek disipliner yang terdahulu. b. Memberi peringatan. Hal ini penting untuk memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang tidak dapat diterima. Pada saat seseorang bergerak semakin dekat dengan tungku panas, mereka diperingatkan oleh panasnya tungku tersebut bahwa mereka akan terbakar jika mereka menyentuhnya, dan oleh karean itu ada kesempatan menghindari terbakar jika mereka memillih demikian. c. Memberikan hukuman yang konsisten. Tindakan indisipliner haruslah konsisten ketika setiap orang yang melakukan tindakan yang sama akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Seperti pada tungku panas, setiap orang yang menyentuhnya dengan tingkat tekanan yang sama, dan pada periode waktu yang sama, akan terbakar pada tingkat yang sama pula. Disiplin yang konsisten berarti setiap karyawan yang terkena hukuman disiplin harus menerimanya , setiap karyawan yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapatkan ganjaran disiplin yang sama , disiplin diberlakukan dalam cara yang sepadan kepada segenap karyawan. d. Membakar tanpa membeda-bedakan. Tindakan disipliner seharusnya tidak membeda-bedakan. Tungku panas akan membakar setiap orang yang menyentuhnya, tanpa memilih-milih. Penyelia menitikberatkan pada perilaku yang tidak memuaskan, bukan pada karyawannya sebagai pribadi yang buruk. Cara paling efektif mencapai tujuan ini adalah melakukan konseling korektif. Penyelia lebih menekankan bagaimana masalah disiplin tersebut dapat dipecahkan. Penyelia mengambil tindakan disiplin dalam lingkungan yang suportif, memusatkan pada perbaikan kinerja daripada menjatuhkan hukuman. Meskipun pendekatan tungku panas memiliki beberapa kelebihan, pendekatan ini juga memilki kelemahan-kelemahan. Jika keadaan yang mengelilingi semua situasi disipliner adalah sama, tidak akan ada masalah dengan pendekatan ini. Meskipun begitu, situasi-situasi sering sungguh berbeda, dan banyak variabel yang mungkin ada dalam setiap kasus disipliner individu.
18
2. Tindakan Disiplin Progresif Tindakan disiplin progresif dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini adalah membentuk program disiplin yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hingga yang sangat keras. Disiplin progresif dirancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela. Penggunaan tindakan ini meliputi serangkaian pertanyaan mengenai kerasnya pelanggaran. Manajer hendaknya mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara berurutan untuk menentukan tindakan. Untuk membantu para manajer dalam mengambil tindakan tingkat disipliner yang tepat, beberapa perusahaan telah merumuskan prosedur disipliner. Satu pendekatan adalah dengan menyusun pedoman-pedoman tindakan disipliner progresif, seperti contoh berikut ini : Pedoman-pedoman yang dianjurkan untuk tindakan disipliner bagi pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan pertama suatu peringatan lisan, kedua suatu peringatan tertulis, dan ketiga terminasi.
Pertama, pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan suatu peringatan lisan, yaitu : a. Kelalaian dalam pelaksanaan tugas-tugas. b. Ketidakhadiran kerja tanpa izin. c. Inefisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan. Kedua, pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan suatu peringatan tertulis, yaitu : a. Tidak berada ditempat kerja. b. Kegagalan melapor kerja satu atau dua hari berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan. c. Kecerobohan dalam pemakain properti perusahaan. Dan yang terakhir adalah Pelanggaran-pelanggaran yang langsung membutuhkan pemecatan :
19
a. Pencurian ditempat kerja. b. Perkelahian ditempat kerja. c. Pemalsuan kartu jam hadir kerja. d. Kegagalan
melapor
kerja
tiga
hari
berturur-turut
tanpa
adanya
pemberitahuan. 3. Tindakan Disiplin Positif Dalam banyak situasi, hukuman tidaklah memotivasi karyawan mengubah suatu perilaku. Namun, hukuman hanya mengajar seseorang agar takut atau membenci alokasi hukuman yang dijatuhkan penyelia. Penekanan pada hukuman ini dapat mendorong para karyawan untuk menipu penyelia daripada mengoreksi tindakan-tindakannya. Tindakan disipliner positif dimaksudkan untuk menutupi kelemahan, yaitu mendorong para karyawan memantau perilaku-perilaku dan memikul tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka. Disiplin positif bertumpukan pada konsep bahwa para karyawan mesti memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi dan persyaratan-persyaratan pekerjaan. Prasyarat yang perlu bagi disiplin positif adalah pengkomunikasian persyaratan-persyaratan pekerjaan dan peraturan-peraturan kepada para karyawan. Setiap orang mesti mengetahui, pada saat diangkat jadi pegawai dan seterusnya, apa yang diharapkan penyelia dan manajemen. Standar-standar kinerja hendaklah wajar, dapat dicapai dengan upaya yang masuk akal, dan konsisten dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Tindakan disiplin positif adalah serupa dengan disiplin progresif dalam hal bahwa tindakan ini juga menggunakan serentetan langkah yang akan meningkatkan urgensi dan kerasnya hukuman sampai ke langkah terakhir yakni pemecatan. Sungguhpun begitu, disiplin positif mengganti hukuman yang digunakan dalam disiplin progresif dengan sesi-sesi antara karyawan dan penyelia. Sesi-sesi dimaksudkan agar karyawan belajar dari kekeliruan silam dan memulai rencana untuk membuat suatu perubahan positif dalam perilakunya. Alih-alih tergantung pada ancaman dan hukuman, penyelia memakai keahlian
20
konseling untuk memotivasi para karyawan supaya berubah. Alih-alih menimpakan kesalahan pada karyawan, penyelia menekankan pemecahan masalah secara kolaboratif. 2.2.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan Menurut
Wahyudi
(2002;202-207)
banyak
faktor
yang
dapat
mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin dalam organisasi atau perusahaan. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Besar kecilnya pemberian kompensasi, besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan dapat mematuhi segala peraturan yang berlaku bila ia merasa mendapat jaminan balasan jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah disambungkan bagi perusahaan. Akan tetapi bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berfikir mendua dan berusaha mencari tambahan lain di luar sehingga menyebabkan ia sering mangkir, serta meminta izin keluar dan sebagainya. b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan, keteladanan pimpinan maksudnya bahwa dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakan disiplin dirinya dari ucapannya, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah diterapkan, peranan keteladanan pimpinan amat besar dalam perusahaan, karena pimpinan dalam suatu organisasi atau perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. Oleh sebab itu, bila seorang pimpinan menginginkan tegaknya disiplin pada perusahaan, maka ia harus lebih dulu mempraktekannya dan mempelopori, agar dapat diikuti oleh karyawan lainnya. c. Ada tidaknya aturan pasti untuk dijadikan pegangan, pembinaan disiplin tidak akan didapat dilaksana dalam perusahaan, bila tidak ada peraturan tertulis yang pasti yang dijadikan pegangan bersama. Pada karyawan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada
21
mereka. Oleh sebab itu disiplin akan dapat ditegakkan dalam perusahaan, bila ada peraturan tertulis yang telah disepakati bersama. d. Keberanian pimpinan mengambil tindakan, suatu disiplin akan dapat di tegakan bila disamping aturan tertulis yang jadi pegangan bersama, juga perlu bila sanksi. Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggaran disiplin sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan, dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah di tetapkan. Adanya pengawasan, maka karyawan akan terbiasa melakukan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya di perusahaan. f. Ada tidaknya perhatian pada karyawan, pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada karyawannya akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dalam arti jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawannya, sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan. 2.2.5
Indikator Disiplin Kerja Menurut Malayu S.P Hasibuan (2010:194), indikator disiplin kerja
adalah: 1. Mematuhi
semua
peraturan
perusahaan,
dalam
melaksanakan
pekerjaannya pegawai diharuskan mentaati semua peraturan perusahaan
22
yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman kerja agar kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja dapat terbentuk. 2. Penggunaan waktu secara efektif, waktu bekerja yang diberikan perusahaan diharapkan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh individu untuk mengejar target yang diberikan perusahaan kepada individu dengan tidak terlalu banyak membuang waktu yang ada didalam standar pekerjaan perusahaan . 3. Tanggung jawab dalam pekerjaan dan tugas, tanggung jawab yang diberikan kepada individu apabila tidak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh perusahaan maka pegawai telah memiliki tingkat disiplin kerja yang tinggi. 4. Tingkat absensi, salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pegawai, semakin tinggi frekuensi kehadiran atau rendahnya tingkat kemangkiran pegawai tersebut telah memiliki tingkat disiplin kerja yang tinggi. Dari beberapa indikator diatas, tujuan utama perusahaan membuat peraturan yang diberikan kepada individu yaitu untuk mendapatkan tujuan perusahaan yang seideal mungkin agar tujuan perusahaan dapat tercapai. 2.3
Efektivitas Kerja
2.3.1
Pengertian Efektivitas Kerja Pada umumnya setiap orang melakukan kegiatan tertentu untuk
memperoleh efektivitas kerja yang maksimal. Bilamana pegawai/tenaga kerja menegakkan disiplin maka kemungkinan tujuan instansi/perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien ada beberapa pengertian efektivitas kerja yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain : Siagian (2007:24) memberikan definisi efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah jasa atau barang kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapainya tidaknya sasaran yang telah
23
ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
Tangkilisan (2002 : 243) mengemukakan efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu program. Sedangkan menurut Stoner (dalam Tangkilisan, 2002 : 52) Efektivitas adalah kemampuan untuk menentukan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Apabila dicermati bahwa efektivitas kerja pegawai pada suatu organisasi baik swasta maupun pemerintah maka sasarannya tertuju pada proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan yang dilakukan oleh para pegawai itu sendiri, kegiatan yang
dimaksud
adalah
usaha
yang
dapat
memberikan
manfaat
yang
sebesarbesarnya bagi organisasi tersebut. Istilah efektif (effective) dan (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi tentang arti dari efektif maupun efisien terdapat beberapa pendapat. Pada
prinsipnya
efektivitas
individu
para
anggotanya
didalam
melaksanakan tugas sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam organisasi tersebut, yang tujuannya untuk mengukur efektivitas dan efisien organisasi administrasi seperti halnya organisasi pemerintah bukanlah hal yang mudah dengan demikian efektivitas merupakan kemampuan atau kesanggupan memilih dan mewujudkan tujuan secara tepat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas para ahli mengemukakan definisi tentang efektivitas sebagai berikut: Komariah (2005 : 34) mengatakan bahwa efektivitas sebagai ukuran yang menyatakan sejauh mana sasaran atau tujuan (kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Menurut Mulyasah (2002:82) bahwa efektivitas adalah bagaimana suatu organisasi berhasil mendapat dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Selanjutnya, Efektifitas kerja adalah keseimbangan atau pendekatan optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan, dan pemanfaatan tenaga manusia. Jadi konsep
24
tingkat efektivitas menunjukkan pada tingkat seberapa jauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada (Argris dalam Tangkilisan, 2002:139). Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, efisien apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, maka jelas bahwa sesungguhnya efektivitas kerja tidak lain adalah seorang atau beberapa orang khususnya pegawai dalam satu unit organisasi atau perusahaan untuk dapat melaksanakan tujuan yang dicapai dalam suatu sistem yang ditentukan dengan suatu pandangan untuk memenuhi kebutuhan sistem itu sendiri. 2.3.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Kerja Efektivitas yang diartikan sebagai keberhasilan melakukan suatu pekerjaan
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor.
Menurut
Gie
(1995) faktor
yang
mempengaruhi efektivitas kerja adalah sebagai berikut : a. Waktu Ketepaan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan merupakan faktor utama. Semakin lama tugas yang dibebankan itu untuk dikerjakan maka semakin banyaklah tugas yang menyusul, dan hal ini akan memperkecil efektivitas kerja karena memakan waktu yang tidak sedikit. b. Tugas Bawahan harus diberitahukan maksud dan pentingnya tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. c. Produktivitas Seorang pegawai/karyawan yang mempunyai produktivitas kerja yang tinggi dalam bekerja tentunya dapat menghasilkan kerja yang baik. d. Motivasi
25
Semakin termotivasi seorang pegawai/karyawan untuk bekerja dengan baik dan positif maka semakin banyak pula kinerja yang dihasilkan. e. Evaluasi Kerja Pimpinan/Manajer memberikan dorongan, bantuan dan informasi kepada bawahan, sebaliknya bawahan harus melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya dengan baik untuk dievaluasi apakah tugas tersebut terlaksana dengan baik atau tidak.
f. Pengawasan Dengan adanya pengawasan maka kinerja pegawai/karyawan dapat terus terpantau dalam hal ini dapat memperkecil resiko kesalahan dalam pelaksanaan tugas. g. Lingkungan Kerja Menyangkut tata ruang, cahaya, pengaruh suara yang akan mempengaruhi konsentrasi seorang karyawan pada saat bekerja. Jika lingkungan kerja tidak baik maka akan mengakibatkan para karyawan tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya secara maksimal. h. Perlengkapan dan Fasilitas Suatu
sarana
peralatan
yang
disediakan
oleh
pimpinan
dalam
bekerja.Fasilitas yang kurang lengkap akan mempengaruhi kelancaran pegawai/karyawan dalam bekerja. S emakin baik sarana yang disediakan oleh instansi/perusahaan maka akan mempengaruhi semakin baiknya kerja seseorang dalam mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan. 2.3.3
Indikator Pengukuran Efektivitas Kerja
26
Richard M. Steers dalam Zuliyanti (2005:29) yaitu dalam usaha membina pengertian efektivitas kerja yang semua bersifat abstrak itu menjadi sedikit lebih konkrit dan dapat diukur, beberapa analis organisasi berusaha mengindentifikasikan segi-segi yang lebih menonjol yang berhubungan dengan konsep ini, walaupun ada sederetan panjang kriteria efektivitas yang dipakai, namun kriteria yang paling banyak dipakai meliputi berikut ini: a. Kemampuan menyesuaikan diri b. Produktivitas (prestasi kerja) c. Kepuasan kerja d. Pencapaian sumber daya Steers, Dalam hubungannya dengan penelitian ini lebih menekankan pada kriteria yang berhubungan langsung dengan para pegawai yang akan melaksanakan tugas pekerjaan yaitu : a. Kemampuan menyesuaikan diri Kemampuan kerja manusia terbatas baik fisik, waktu, tempat, pendidikan serta faktor lain yang membatasi kegiatan manusia. Adanya keterbatasan ini yang menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan semua kebutuhannya tanpa melalui yang lain. Setiap orang yang masuk ke dalam organisasi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang yang bekerja di dalamnya maupun dengan tugas pekerjaan yang ada dalam organisasi tersebut. Kemampuan menyesuaikan diri ini sangat penting karena hal tersebut merupakan sarana tercapainya kerjasama antara pegawai yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. b. Prestasi Kerja Menurut penjelasan Steers prestasi kerja yaitu suatu penyelesaian tugas pekerjaan yang sudah dibebankan sesuai dengan target yang telah ditentukan bahkan ada yang melebihi target yang telah ditentukan sebelumnya. Lebih lanjut Richard M. Steers mengemukakan hal sebagai berikut ini : “secara sederhana
27
umumnya orang percaya bahwa prestasi kerja individu merupakan fungsi gabungan dari tiga faktor penting yaitu : 1. Kemampuan dan minat seorang pekerja. 2. Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan. 3. Peranan seorang pekerja dan tingkat motivasi kerja Untuk mencapai prestasi seperti yang diinginkan maka diperlukan kerja keras sesuai dengan fungsi peranan di dalam organisasi yang dimasukinya. Prestasi kerja dapat dirasakan bila seseorang telah berhasil melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Prestasi kerja yang telah dicapai akan mempengaruhi orang lain untuk dapat melakukan hal yang sama dengan demikian maka hasil kerja di dalam organisasipun mungkin lebih baik. c. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah faktor yang berhubungan langsung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai karyawan dalam pencapaian tujuan organisasi. Dalam hal ini Richard M. Steers mengemukakan hal sebagai berikut : Kepuasan kerja adalah tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau pekerjaan dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu, bahwa mereka dapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi tempat mereka berada. d. Pencapaian Sumber Daya Sehubungan dengan pencapaian sumber daya telah diidentifikasi tiga bidang yang saling berhubungan. Pertama, mengintegrasikan dan mengkoordinasi berbagai sub sistem organisasi
(yaitu
produktif,
pendukung
pemeliharaan,
penyesuaian
dan
manajemen) sehingga setiap sub sistem mempunyai sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas utamannya. Jika sub sistem ini dikoordinasikan dengan tepat, energi yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan yang diarahkan ketujuan menjadi lebih efesien.
28
Kedua, pemeliharaan
berhubungan
dengan
pedoman-pedoman
penetapan,
kebijakan.
pengimplementasian
Pedoman
kebijakan
dan dapat
mendukung efektifitas organisasi dengan memastikan bahwa organisasi menarik manfaat dari keputusan dan tindakan yang lalu dan menekan pemborosan enerji atau fungsi ganda dalam beberapa bagian sampai seminimal mungkin. Ketiga, setiap ancangan sistem pada penelaah organisasi mengakui adanya serangkaian umpan balik dan lingkaran kendali yang menjalankan fungsi demi menjamin agar organisasi tetap pada terjadinya dalam usaha pencapaian tujuan. Walaupun sistem pengendalian dapat bermacam-macam bentuknya (keuangan, fisik atau barang, manusia). Namun dalam penelitian ini tertutama diperhatikan aspek manusia dari sistem pengendalian. Teknik-teknik seperti akunting manusia menunjukkan potensi untuk lebih mengakui pentingnya tingkah laku manusia sebagai faktor penentu efektifitas. 2.4
Penelitian Terdahulu Penelitian ini didasari dari sebuah penelitian terdahulu, baik dari jenis penelitian maupun teori yang digunakan, dan teknik metode penelitian yang digunakan penjelasannya dibawah ini sebagai berikut : TABEL 2.1
No
Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Sumber
29
1
Ike Nova Sari
Pengaruh Disiplin
Pada penelitiaanya
(Universitas
Karyawan
dijelaskan bahwa tingkat
Sumatra Utara,
Terhadap
disiplin karyawan pada
2007)
Efektivitas Kerja
PDAM Tirtanadi Medan
Karyawan pada
sudah berjalan lebih baik
Perusahaan Daerah
dari sebelumnya. Hal ini
Air Minum
disebabkan karena adanya
(PDAM) Tirtanadi
hubungan baik antara atasan
Medan
dan bawahan maupun antar
Jurnal
sesama karyawan. Di mana atasan selalu memberi motivasi kepada bawahannya untuk melaksanakan peraturanperaturan yang berlaku. 2
Asrining Tyas
Pengaruh Motivasi
Kesimpulan dari penelitian
(Universitas
dan Disiplin
ini bahwa motivasi kerja
Negeri
Terhadap
dan disiplin kerja
Semarang,
Efektivitas Kerja
berpengaruh terhadap
2006)
pada Kantor
efektivitas kerja pegawai.
Pengadilan Negeri
Adanya motivasi kerja yang
Kota Tegal
terdapat dalam diri pegawai yang disertai disiplin kerja yang baik merupakan dua aspek yang sangat diharapkan oleh instansi. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan fisiologis berupa gaji yang memadai, maka
Jurnal
30
pegawai akan dapat berkerja secara efektif tanpa ada kekhawatiran.
3
Sitti Husna
Pengaruh Disiplin
Berdasarkan hasil penelitian
eprints.ung.
Noviana Djou
Terhadap
dapat ditarik kesimpulan
ac.id
(Universitas
Efektivitas Kerja
bahwa disiplin
Negeri
Pegawai (Studi Pada
berpengaruh terhadap
Gorontalo,
Kantor Pengadilan
efektivitas kerja pegawai di
2014)
Negeri Gorontalo).
Kantor Pengadilan Negeri Gorontalo.
4
Eti Dwi Rahayu
Pengaruh Disiplin Kerja
Berdasarkan hasil pengujian
lib.unnes.ac
(Universitas
dan Pengawasan Kerja
penelitian diperoleh hasil
.id
Negeri
terhadap
bahwa Ada pengaruh positif
Semarang,
Efektivitas Kerja
antara disiplin kerja dan
2006)
pegawai pada Badan
pengawasan kerja terhadap
Kepegawaian Daerah
efektivitas kerja pegawai
Kota Semarang.
pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Semarang.
31
5
Ni Luh Bakti
Pengaruh Motivasi dan
Hasil penelitian menunjukan Jurnal
Mesha Mukti
Disiplin Terhadap
bahwa pengujian terhadap
(Universitas
Efektivitas Kerja
hipotesis yang menyatakan
Brawijaya, 2013 Karyawan PT. PLN
bahwa adanya pengaruh
)
(Persero) Distribusi
secara bersama-sama
Jawa Timur Area
(simultan) variabel bebas
Pelayanan
terhadap variabel Efektivitas
dan Jaringan Malang
kerja karyawan dapat diterima. Sehingga variabel Disiplin kerja mempunyai pengaruh yang paling kuat dibandingkan dengan variabel yang lainnya maka variabel Disiplin kerja mempunyai pengaruh yang dominan terhadap Efektivitas kerja karyawan.
2.5
Kerangka Pemikiran Penerapan
disiplin
merupakan
hal
yang
sangat
esensial
demi
terselenggaranya proses kerja yang baik. Disiplin tidak hanya karyawan tingkat bawah saja yang mentaati, akan tetapi para pimpinanlah yang harus pertama-tama
32
melaksanakan disiplin, karena pimpinan ini yang selalu menjadi pusat perhatian dan panutan dari bawahan dalam berdisiplin. Adapun indikator yang mempengaruhi disiplin kerja pegawai yaitu ; tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat (pengawasan melekat), sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan. Selain itu, dalam meningkatkan efektifitas kerja pegawai terdapat beberapa faktor yang menjadi tolok ukur efektifitas kerja yakni ; kemampuan menyesuaikan diri (keluwesan), produktifitas (prestasi kerja), kepuasan kerja, dan pencapaian sumber daya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja sangat berpengaruh dan berkaitan erat dengan efektivitas kerja pegawai. Dalam kenyataannya
penyesuaian
kemampuan
sangat
berpengaruh
terhadap
produktivitas kerja. Dengan kata lain suatu organisasi kerja akan tinggi produktifitasnya dalam segi kuantitas maupun kualitasnya, apabila personal pengelolaannya dari tenaga kerja yang berkualitas mutu. Hal tersebut merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatkan efektifitas kerja. Adapun kerangka pemikiran dalam penyusunan skripsi ini dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran
33
Keterangan: Dengan mengamati kerangka pemikiran di atas maka dapat diambil gambaran bahwa terdapat satu variabel independen (X) dan satu variabel dependen (Y) dimana variabel independen (X) menunjukkan pengaruh disiplin, sedangkan variabel dependen (Y) menunjukkan efektivitas kerja. Kedua variabel tersebut mempunyai hubungan causal atau sebab akibat.