BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum Balok tinggi merupakan struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/ lebar yang besar, dan angka perbandingan bentang geser / tinggi efektif tidak melebihi 2 sampai 2,5 dimana bentang geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata. Lantai beton yang mengalami beban horizontal , dinding yang mengalami beban vertikal, balok berbentang pendek yang mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami beban vertikal balok berbentang pendek yang mengalami beban yang sangat berat.
Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berprilaku dua dimensi, bukan satu dimensi, dan mengalami tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola yang digunakan pada balok biasa. 2.2 Pengenalan Balok Tinggi Menurut ACI Committe 318, balok tinggi didefinisikan sebagai komponen struktur dengan beban bekerja pada salah satu sisinya dan perletakan pada sisi lainnya sehingga strut tekan dapat terbentuk diantara beban dan perletakan. Balok tinggi juga didefinisikan sebagai balok dengan bentangan bersih Ln tidak lebih dari empat kali tinggi balok ( h ) untuk pembebanan merata atau dua kali tinggi efektif balok ( 2d ) dari permukaan perletakan untuk balok dengan pembebanan terpusat. Balok tinggi yang berfungsi sebagai transfer girder banyak digunakan pada gedung-gedung yang bertingkat tinggi.
29 Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Perbedaan Antara Balok Tinggi Dengan Balok Biasa Perbedaan Antara balok tinggi dengan balok biasa secara umum berdasarkan asumsi dalam mendesain, yaitu sebagai berikut : -
Perilaku dua dimensi, karena pada dimensi balok tinggi bertindak sebagai perilaku dua dimensi ( two dimensional action ) lebih dari pada berprilaku satu dimensi ( one dimensional action ).
-
Potongan bidang tidak mewakili bidang, asumsi dari potongan bidang mewakili bidang tidak dapat digunakan pada desain balok tinggi. Distribusi regangannya tidak lagi linier.
-
Deformasi geser tidak dapat diabaikan sama seperti balok biasa. Distribusi tegangannya tidak lagi linier bahkan pada kondisi elastis. Pada batas kerja ultimit, bentuk dari tegangan tekan beton tidak lagi berbentuk parabola. Balok tinggi memegang peranan yang sangat bermakna dalam desain besar
dan sama halnya pada struktur yang kecil. Kadang untuk tujuan arsitektural, bangunan didesain tanpa kolom pada bentang yang panjang. Seperti pada beberapa kondisi, jika balok biasa digunakan, dapat menyebabkan kegagalan seperti kegagalan lentur ( flexural failure ). Untuk mencegah masalah dalam knstruksi dari beberapa koridor bentang yang sangat panjang atau bangunan bentang panjang yang lain, konsep balok tinggi sangat efektif dan tahan lama.
30 Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
Gambar 2.1(a) Struktur balok tinggi pada bangunan (b) gambar sederhana balok tinggi
Terlihat pada gambar 2.1 beban-beban kolom Po dan P langsung dipikul balok tinggi sehingga ruang dilantai dasar jauh lebih lapang tanpa banyak kolom pendukung lantai dasar. 2.2.2Contoh Bangunan Memakai Balok Tinggi Transfer Girder padaBrunswick Building (Chicago Illinois, tahun 1965, dengan tinggi bangunan474ft )
Gambar 2.2Brunswick Building
31 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3detail gaya yang terjadipada transfer girder Struktur dari Brunswick Building terdiri dari balok tinggi transfer didekat lantai dasar.Gambar 2.2 menunjukkan bagaimana balok tinggi mengarahkan beban gravitasi dari kolom berjarak diatasnya ke kolom lebar berjarak yang di lantai dasar. Untuk mempelajari efek dari kedalaman balok tinggi, dibuat dua analisis untuk untuk dua sistem anjungan yang ekivalen, pertamana menggunakan dimensi actual balok tinggi, dan yang lain dengan kedalaman balok tinggi sebagai sepersepuluh dari kedalaman actual balok tinggi. Sebagai representasi dari gaya tekan melalui setiap bagian struktur ditunjukkan melalui gambar dibawah ini :
(a)
(b)
Gambar 2.4gaya tekan pada setiap kolom perimeter dengan (a) balok tinggi transfer girder dengan ukuran besar ( tinggi 24,1 kaki ) (b) sebuah balok dengan kedalaman 1/10 dari balok tinggi ( tinggi 2,41 kaki )
32 Universitas Sumatera Utara
Ditunjukkan dalam gambar 2.3 (b) terjadi penurunan gaya aksial secara bertahan hingga kolom dasar, sementara pada gambar 2.3 (a) beban hampir terbagi sama rata diantara 13 kolom yang terpasang diatasnya karena semua gaya tekan pada kolom mempunyai besar yang sama yang digambarkan pada diagram dengan ketebalan garis yang serupa. Ini menunjukkan bahwa kedalaman balok tinggi mempunyai efek yang besar pada cara yang mana gaya-gaya pada kolomkolom dengan jarak yang berdekatan diatas balok tinggi didistribusikan ke kolom lebar di lantai dasar. 2.3 Konsep Tegangan Dua Dimensi Tegangan normal dan geser pada balok dan batang dpat dihitung dengan rumus dasar tegangan, sebagai contoh, rumus σ =My/I dan τ =VQ/Ib. Dalam pembahasan tegangan bidang yang harus diingat adalah hanya ada satu keadaan tegangan yang ada di satu titik di benda yang mengalami tegangan. Menurut Thimosenko dan Gerer (1972), kondisi tegangan pada batang yang dianalisis yang mengalami tarik, tekan, atau torsi serta di balok adalah contoh-contoh keadaan tengangan yang disebut tegangan bidang. Teori elastisitas dapat menjadi dasar konsep memahami masalah tegangan bidang. Seperti pada suatu pelat tipis dibebani gaya dalam arah sejajar dengan bidang pelat, dimana tegangan dan deformasi yang terjadi pada pelat tersebut merupakan tegangan bidang. Persamaan dasar dari teori elastisitas untuk tegangan bidang menggunakan persamaan diferensial kesetimbangan yang dirumuskan dalam tegangan yang bekerja pada suatu titik dalam bidang yang dianlisis. Untuk mempermudah, pada awal dipertimbangkan kesetimbangan elemen bidang menglami tegangan normalσx dan σy , pada tegangan geser τxy ( dalam satuan gaya per satuan luas ), dan gaya pada bidang Xb dan Yb ( dalam satuan gaya per satuan volume ). Dalam gambar dibawah ditunjukkan bahwa tegangan diasumsikan konstan karena bertindak dalam lebar setiap muka masing-masing. Meskipun tegangan diasumsikan memiliki nilai yang bervariasi dari satu muka ke muka sebaliknya, sebagai contoh untuk tegangan σx yang bekerja pada 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝑥𝑥
muka vertikal sebelah kiri, sedangkan 𝜎𝜎𝑥𝑥 + �
𝜕𝜕𝜕𝜕
� 𝑑𝑑𝑑𝑑bekerja pada muka vertikal 33 Universitas Sumatera Utara
sebelah kanan.Elemen ini diasumsikan memiliki ketebalan satuan. Penjumlahan gaya pada arah x didapatkan : ∑ 𝐹𝐹𝑥𝑥 = 0 = �𝜎𝜎𝑥𝑥 + �𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 +
𝜕𝜕𝜎𝜎𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜕𝜕
� 𝑑𝑑𝑑𝑑(1) − 𝜎𝜎𝑥𝑥 𝑑𝑑𝑑𝑑(1) + 𝑋𝑋𝑏𝑏 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑(1) +
…… Pers. (2.1)
𝜕𝜕𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑� 𝑑𝑑𝑑𝑑(1) − 𝜕𝜕𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑑𝑑𝑑𝑑(1) = 0 𝜕𝜕𝜕𝜕
Gambar 2.5elemen diferensial bidang yang mengacu pada tegangan (Daryl L. Logan : 2007)
2.3.1 Kesesuaian persamaan antara Regangan/perpindahan Pertama sekali didapatkan hubungan regangan-perpindahan atau diferensiasi kinematis untuk kasus dua dimensi. Elemen diferensial yang akan ditunjukkan dalam gambar 2.3 dimana keadaan tidak terdeformasi diwakili oleh garis putus-putus dan bentuk terdeformasi ( setelah peregangan mengambil kedudukannya ) diwakili oleh garis nyata.
Gambar 2.6 elemen diferensial sebelum dan setelah deformasi (Daryl L. Logan : 2007)
34 Universitas Sumatera Utara
Dengan mempertimbangkan elemen garis AB pada arah x, dapat dilihat bahwa kedudukannya berubah menjadi A’B’ setelah terdeformasi, dimana u dan v mewakili perpindahan pada arah x dan y. dengan defenisi rekayasa regangan normal ( yaitu perubahan panjang dibagi panjang awal dari sebuah batang ) 𝜀𝜀 =
𝜀𝜀𝑥𝑥 =
Dimisalkan AB = dx Dan
∆𝐿𝐿
…… Pers. (2.1)
𝐿𝐿
𝐴𝐴′ 𝐵𝐵 ′ −𝐴𝐴𝐴𝐴
…… Pers. (2.2)
𝐴𝐴𝐴𝐴
(𝐴𝐴′ 𝐵𝐵′ )2 = (𝑑𝑑𝑑𝑑 +
𝛿𝛿𝛿𝛿 𝛿𝛿𝛿𝛿
𝑑𝑑𝑑𝑑)2 + (
𝛿𝛿𝛿𝛿
𝛿𝛿𝛿𝛿
𝑑𝑑𝑑𝑑)2
…… Pers. (2.3)
Kemudian, dalam mengevaluasi nilai A’B’ menggunakan teorema 𝛿𝛿𝛿𝛿 2
binomial dan mengabaikan persamaan dengan derajat yang lebih tinggi � � dan 𝛿𝛿𝛿𝛿
𝛿𝛿𝛿𝛿 2
� � pendekatan yang konsisten dengan asumsi nilai regangan yang kecil ), maka 𝛿𝛿𝛿𝛿
didapat :
𝛿𝛿𝛿𝛿 (𝐴𝐴 𝐵𝐵 ) = (𝑑𝑑𝑑𝑑 + 𝑑𝑑𝑑𝑑) 𝛿𝛿𝛿𝛿 ′
…… Pers. (2.4)
′
Dengan menggunakan persamaan (2.2) dan persamaan (2.4) kedalam persamaan (2.1), didapat :
𝜀𝜀𝑥𝑥 =
(𝑑𝑑𝑑𝑑 +
𝛿𝛿𝛿𝛿 𝛿𝛿𝛿𝛿
𝜀𝜀𝑥𝑥 =
𝑑𝑑𝑑𝑑) − 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝛿𝛿𝛿𝛿 𝛿𝛿𝛿𝛿
…… Pers. (2.5)
Dengan cara yang sama dengan menganggap elemen garis pada AD pada arah y, didapat : 𝛿𝛿𝛿𝛿 𝜀𝜀𝑦𝑦 = 𝛿𝛿𝛿𝛿
…… Pers. (2.6)
35 Universitas Sumatera Utara
Regangan geser ϒxydidefenisikansebagai perubahan sudut diantara keuda garis, dalam hal ini adalah garis AB dan AD yang semula membentuk sudut tegak lurus. Oleh sebab itu dari gambar 2.3, dapat dilihat bahwa ϒxy adalah jumlah dua sudut dan dinyatakan sebagai berikut : ϒ𝑥𝑥𝑥𝑥
…… Pers. (2.6)
𝛿𝛿𝛿𝛿 𝛿𝛿𝛿𝛿 = + 𝛿𝛿𝛿𝛿 𝛿𝛿𝛿𝛿
Maka persamaan (2.5) – (2.7) mewakili hubungan regangan –perpindahan untuk perilaku dalam bidang. 2.3.2 Hubungan antara tegangan dan regangan Pembentukan persamaan hubungan antara tegangan dan regangan diambil dari pengembangan pada sebuah bidang isotropis. Dianggap bidang tersebut mengalami pembebanan tekan. Secara terkhusus kita dapat menamakan setiap pembebanan yang terjadi kedalam 3 koefisien arah x.y. dan z yaitu, σx , σy , dan σz. Diasumsikan dasar dari superposisi yang berperan; yaitu, mengasumsikan resultan regangan pada sebuah sistem pada saat beberapa gaya pada jumlah aljabar dari efek sendiri. Berdasarkan gambar 2.4 (b), tegangan pada sumbu x menghasilkan regangan positif : …… Pers. (2.7)
𝜀𝜀’𝑥𝑥 =
𝜎𝜎𝑥𝑥 𝐸𝐸
Dimana berdasarkan hukum Hooke, 𝜎𝜎 = 𝐸𝐸𝐸𝐸, digunakan dalam menuliskan
persamaan (2.7), dan E dinyatakan sebagai modulus elastisitas.
36 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Elemen yang mengalami tegangan normal yang bertindak dalam tiga arah yang saling tegak lurus (Daryl L. Logan : 2007)
Dengan berdasaran pada gambar 2.4 (c), tegangan positif pada arah ymenghaslkan regangan negative pada arah x, sebagai hasil dari efek Poisson adalah : 𝜀𝜀’′𝑥𝑥 = −
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑦𝑦 𝐸𝐸
…… Pers. (2.8)
Dimana v merupakan rasio Poisson. Dengan cara yang sama berdasarkan gambar 2.4 (d), tegangan pada arah z mengahasilkan regangan negative pada arah x melalui persamaan :
…… Pers. (2.9)
𝜀𝜀’′′𝑥𝑥 = −
𝑣𝑣𝑣𝑣𝑧𝑧 𝐸𝐸
Dengan menggunakan superposisi dari persamaan (2.6)-(2.8), didapatkan : 𝜀𝜀𝑥𝑥 =
𝜎𝜎𝑦𝑦 𝜎𝜎𝑥𝑥 𝜎𝜎𝑧𝑧 − 𝑣𝑣 − 𝑣𝑣 𝐸𝐸 𝐸𝐸 𝐸𝐸
…… Pers. (2.10)
Regangan pada arah y dan z dapat ditentukan dengan metode yang sama yang digunaan untuk mendapatkan persamaan (2.10 untuk arah x. Didapatkan :
37 Universitas Sumatera Utara
𝜀𝜀𝑧𝑧 = −𝑣𝑣
𝜎𝜎𝑥𝑥 𝐸𝐸
− 𝑣𝑣
𝜎𝜎𝑦𝑦 𝐸𝐸
+
𝜎𝜎𝑧𝑧
𝜀𝜀𝑦𝑦 = −𝑣𝑣
𝜎𝜎𝑥𝑥 𝐸𝐸
+
𝜎𝜎𝑦𝑦 𝐸𝐸
− 𝑣𝑣
𝜎𝜎𝑧𝑧
…… Pers. (2.11)
𝐸𝐸
…… Pers. (2.12)
𝐸𝐸
Dengan menggunakan persamaan (2.10)-(2.12) untuk tegangan-tegangan
normal, didapat : 𝐸𝐸
𝜎𝜎𝑥𝑥 = (1+𝑣𝑣)(1−2𝑣𝑣) �𝜀𝜀𝑥𝑥 (1 − 𝑣𝑣) + 𝑣𝑣𝜀𝜀𝑦𝑦 + 𝑣𝑣𝜀𝜀𝑧𝑧 � 𝜎𝜎𝑦𝑦 = 𝜎𝜎𝑦𝑦 =
…… Pers. (2.13) 𝐸𝐸 �𝑣𝑣𝑣𝑣𝑥𝑥 + (1 − 𝑣𝑣)𝜀𝜀𝑦𝑦 + 𝑣𝑣𝜀𝜀𝑧𝑧 � (1 + 𝑣𝑣)(1 − 2𝑣𝑣)
𝐸𝐸 �𝑣𝑣𝑣𝑣 + 𝑣𝑣𝜀𝜀𝑦𝑦 + (1 − 𝑣𝑣)𝜀𝜀𝑧𝑧 � (1 + 𝑣𝑣)(1 − 2𝑣𝑣) 𝑥𝑥
Hukum Hooke, 𝜎𝜎 = 𝐸𝐸𝐸𝐸 , digunakan untuk tegangan normal tetapi juga
dapat diaplikasikan untuk tegangan dan regangan geser yaittu: 𝜏𝜏 = 𝐺𝐺𝐺𝐺
…… Pers. (2.14)
Dimana G adalah modulus geser, oleh karena itu, penjelasan untuk penempatan tiga regangan geser yang berbeda penempatan adalah: 𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 =
𝜏𝜏 𝑥𝑥𝑥𝑥 𝐺𝐺
𝛾𝛾𝑦𝑦𝑦𝑦 =
𝜏𝜏 𝑦𝑦𝑦𝑦 𝐺𝐺
𝛾𝛾𝑧𝑧𝑧𝑧 =
𝜏𝜏 𝑧𝑧𝑧𝑧 𝐺𝐺
…… Pers. (2.15)
Melalui persamaan diatas, maka didapat nilai tegangan geser: 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝐺𝐺𝛾𝛾𝑦𝑦𝑦𝑦
𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 = 𝐺𝐺𝛾𝛾𝑦𝑦𝑦𝑦
𝜏𝜏𝑧𝑧𝑧𝑧 = 𝐺𝐺𝛾𝛾𝑧𝑧𝑧𝑧 …… Pers. (2.16)
Jika disusun kedalam bentuk matriks , maka persamaan (2.13) dan (2.16) menjadi :
38 Universitas Sumatera Utara
𝜎𝜎𝑥𝑥 ⎧ 𝜎𝜎𝑦𝑦 ⎫ ⎪ 𝜎𝜎 ⎪ 𝐸𝐸 𝑧𝑧 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 = (1+𝑣𝑣)(1−2𝑣𝑣) 𝑥𝑥 ⎨ ⎬ ⎪𝜏𝜏𝑦𝑦𝑦𝑦 ⎪ ⎩ 𝜏𝜏𝑧𝑧𝑧𝑧 ⎭ 1 − 𝑣𝑣 𝑣𝑣 ⎡ 1 − 𝑣𝑣 ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 ⎢ ⎣
…… Pers. (2.17)
𝑣𝑣 𝑣𝑣 1 − 𝑣𝑣
0 0
0 0
0 1 − 2𝑣𝑣 2
0 0
1 − 2𝑣𝑣 2
Dengan catatan nilai modulus geser adalah : 𝐺𝐺 =
0 0
⎤ ⎥ 𝜀𝜀𝑥𝑥 0 ⎥ ⎧ 𝜀𝜀𝑦𝑦 ⎫ ⎥ ⎪ 𝜀𝜀𝑧𝑧 ⎪ 0 ⎥ 𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 ⎨ ⎬ 0 ⎥ ⎪𝛾𝛾𝑦𝑦𝑦𝑦 ⎪ ⎥ ⎩ 𝛾𝛾 ⎭ 1 − 2𝑣𝑣 ⎥ 𝑧𝑧𝑧𝑧 2 ⎦
𝐸𝐸 2(1 + 𝑣𝑣)
Ini digunakan dalam persamaan (2.17) , matriks persegi empat pada sebelah kanan persamaan (2.17) dinamakan matriks tegangan/regangan atau pembentuk dan dinotsikan sebagai D, dimana D adalah : 1 − 𝑣𝑣 𝑣𝑣 ⎡ 1 − 𝑣𝑣 ⎢ ⎢ 𝐸𝐸 ⎢ [𝐷𝐷] = 𝑥𝑥 (1+𝑣𝑣)(1−2𝑣𝑣) ⎢ ⎢ ⎢ 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 ⎣
𝑣𝑣 0 𝑣𝑣 0 1 − 𝑣𝑣 0
1−2𝑣𝑣 2
0 0 0 0
1−2𝑣𝑣 2
0 0 0 0
⎤ ⎥ ⎥ …… Pers. (2.18 ⎥ ⎥ 0 ⎥ 1−2𝑣𝑣 ⎥ 2 ⎦
Maka untuk analisa tegangan dua dimensi, komponen tegangan normal
dan tegangan geser bekerja dalam dua arah saja, tidak pada sumbu z, sehingga : 𝜎𝜎𝑧𝑧 = 𝜏𝜏𝑧𝑧𝑧𝑧 = 𝜏𝜏𝑧𝑧𝑧𝑧 = 0
…… Pers. (2.19)
Maka hubungan tegangan dan regangan menjadi : 𝜎𝜎𝑥𝑥 =
𝐸𝐸 [𝜀𝜀 + 𝑣𝑣𝜀𝜀𝑥𝑥 ] (1 − 𝑣𝑣 2 ) 𝑥𝑥
…… Pers. (2.20)
39 Universitas Sumatera Utara
𝜎𝜎𝑦𝑦 = 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 = 𝐸𝐸
𝐸𝐸 �𝜀𝜀 + 𝑣𝑣𝜀𝜀𝑥𝑥 � (1 − 𝑣𝑣 2 ) 𝑦𝑦
𝐸𝐸 𝛾𝛾 = 𝐺𝐺𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥 2(1 − 𝑣𝑣 2 ) 𝑥𝑥𝑥𝑥
Dengan memisahkan (1−𝑣𝑣 2 ) dan persamaan diatas disusun dalam matriks,
sehingga :
1 𝜎𝜎𝑥𝑥 𝐸𝐸 � 𝜎𝜎𝑦𝑦 � = (1−𝑣𝑣 2 ) �𝑣𝑣 𝜏𝜏𝑥𝑥𝑥𝑥 0
𝑣𝑣 1 0
0 𝜀𝜀𝑥𝑥 0 � � 𝜀𝜀𝑦𝑦 � 1−𝑣𝑣 𝛾𝛾𝑥𝑥𝑥𝑥
{𝜎𝜎} = [𝐷𝐷] ∗ {𝜀𝜀}
1 𝑣𝑣 [𝐷𝐷] = � 1−𝑣𝑣 2 0 𝐸𝐸
2.4 Sejarah Metode Elemen Hingga
𝑣𝑣 1 0
…… Pers. (2.21)
2
0 0� 1−𝑣𝑣
…… Pers. (2.22)
…… Pers. (2.23)
2
Perkembangan FEM diawali atas jerih payah Alexander Hrennikoff (1941) dan RichardCourant (1942). Pendekatan yang dilakukan oleh para pioneer ini benar-benar berbeda, namun mereka mempopulerkan satu nilai yang esensial, yaitu: Diskretisasi Jaringan / Pembagian Jaringan pada sebuah bidang pengaruh (domain) yang menerus menjadi kumpulan sub-domain yangberbeda. Hrennikoff menbagi-bagi domain dengan menggunakan analogi kisi-kisi, sedangkan pendekatan yang dilakukan Courant adalah mengubah domain menjadi sub-region dengan bentuk segitigasegitiga terbatas (eng: finite triangular subregions) sebagai solusi untuk permasalahan lanjutan yaitu Persamaan Differensial Parsial Elips (eng: Elliptic Partial Differential Equations / PDEs) yang muncul pada permasalahan dibidang torsi pada sebuah silinder. Kontribusi Courant berevolusi, penggambaran hasil awal PDEs dibuat oleh Rayleigh, Ritz dan Galerkin. Perkembangan FEM secara sungguh-sungguh diawali pada pertengahan sampai dengan akhirdekade 1950an untuk bidang airframe dan analisa struktur
40 Universitas Sumatera Utara
dan meraih banyak energi tambahan untuk berkembang pada University of California, Berkeley pada dekade 1960an dibidang teknik sipil. Di tahun 1973, Strang dan Fix melalui tulisannya „An Analysis of The FiniteElement Methode“ mengatakan bahwa FEM menawarkan solusi matematis yang setepat-tepatnya. Dan pada kelanjutannya FEM digunakan pula pada bidang aplikasi matematika untuk bidang modeling numerik pada sistem fisik (physical system) untuk berbagai bidang engineering, seperti pada elektro magnetik dan mekanika fluida. Perkembangan FEM di mekanika struktur sering didasari pada prinsip energi, seperti pada prinsip pekerjaan virtual (eng: virtual work principle) atau prinsip energi potensial total minimum (minimum total potential energy), dimana FEM menyediakan secara keseluruhan intuisi dan basis fisik yang dapat menjadi bahan pertimbangan yang baik bagi para insinyur struktur. 2.5 Konsep Metode Elemen Hingga Pada dasarnya, elemen hingga merupakan bagian-bagian kecil dari struktur actual. Dan untuk memformulasikan suatu elemen, kita harus mencari gaya-gaya titik simpul (nodal forces) yang menghasilkan berbagai ragam deformasi elemen.(D Cook, Robert. 1990).
Metode matiks merupakan alat yang perlu
digunakan dalam metode elemen hiingga dengan tujuan untuk mempermudah formulasi dari persamaan- persamaan elemen kekakuan, untuk solusi yang panjang dalam masalah yang bervariasi dan yang paling penting untuk pemrograman. Oleh sebab itu notasi matriks merepresentasikan notasi yang sederhana dan mudah untuk digunakan dalam penulisan dan menyelesaikan sebuah persamaan aljabar simultan. Menurut Daryl L. Logan (2007), matriks merupakan deretan persegi dari nilai yang disususun dalam baris dan kolom yang sering digunakan utnuk membantu dalam merumuskan dan menyelesaikan sistem persamaan aljabar. Sebagai contoh, matriks yang dideskripsikan dalam komponen gaya ( F1x, F1y,F1z, F2x,F2y,F2y,….,Fnx,Fny,Fnz) yang bekerja pada titik-titik yang bervariasi (1,2,…..n) dalam sebuah struktur dan deretan perpindahan titik (d1x,d1y,d1z,d2x,d2y,dz,…..,dnx,dny,dnz) dapat dinyatakan dalam matriks :
41 Universitas Sumatera Utara
𝑑𝑑1𝑥𝑥 ⎧ 𝑑𝑑 ⎫ ⎪ 1𝑦𝑦 ⎪ ⎪ 𝑑𝑑1𝑧𝑧 ⎪ ⎪ 𝑑𝑑2𝑥𝑥 ⎪ ⎪𝑑𝑑2𝑦𝑦 ⎪
𝐹𝐹1𝑥𝑥 ⎧𝐹𝐹 ⎫ 1𝑦𝑦 ⎪ ⎪ 𝐹𝐹 ⎪ 1𝑧𝑧 ⎪ ⎪𝐹𝐹2𝑥𝑥 ⎪ ⎪𝐹𝐹2𝑦𝑦 ⎪
{𝐹𝐹} = 𝐹𝐹 = 𝐹𝐹2𝑧𝑧 {𝑑𝑑} = 𝑑𝑑 = 𝑑𝑑2𝑧𝑧 ⎨ . ⎬ ⎨ . ⎬ ⎪ .. ⎪ ⎪ .. ⎪ ⎪ 𝐹𝐹 ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ 𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎪ ⎪𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎪ ⎪𝐹𝐹𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎪ ⎪𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎪ ⎩ 𝐹𝐹𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎭ ⎩ 𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎭
…… Pers. (2.24)
Tulisan pada bagian sebelah kanan dari F dan d masing-masing mengidentifikasikan titik dan arahh dari gaya atau penurunan. Misalnya, F1x menunjukkan gaya pada titik 1 direrapkan dalam arah x.matriks pada persamaan 2… dikatakan matriks kolom dan memiliki ukuran n x 1. Notasi penjepit akan digunakan untuk seluruh koefisien untuk menujukkan kolom matriks. Seluruh rangkaian gaya atau penurunan dalam kolom matriks dengan mudah dapat direpresentasikan dengan {F} atau {d}. Sebuah notasi yang lebih padat ini digunakan pada seluruh koefisien untuk mewakili deretan persegi adalah variable yang digarisbawahi, yaitu F dan d menunjukkan matriks umum ( dapat berupa matriks kolom atau matriks persegi ). Kasus yang lebih umum dari matriks persegi akan diindikasikan dengan penggunaan notasi dlam kurung [ ]. Misalnya matriks elemen dan struktur kekakuan global [k] dan [K] , matriks ini masing-masing dikembangkan melalui penulisan untuk tipe elemen yang bervariasi seperti dalam persamaan dibawah ini 𝑘𝑘 ⎡ 11 ⎢𝑘𝑘21 [𝑘𝑘] = 𝑘𝑘 = ⎢ . . ⎢ . ⎣𝑘𝑘𝑛𝑛1
𝐾𝐾 ⎡ 11 𝐾𝐾 ⎢ 21 [𝐾𝐾] = 𝐾𝐾 = ⎢ . . ⎢ . ⎣𝐾𝐾𝑛𝑛1
𝑘𝑘11 𝑘𝑘22 .. . 𝑘𝑘𝑛𝑛2
𝐾𝐾11 𝐾𝐾22 .. . 𝐾𝐾𝑛𝑛2
… 𝑘𝑘1𝑛𝑛 ⎤ … 𝑘𝑘2𝑛𝑛 ⎥ .. ⎥ . ⎥ … 𝑘𝑘𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎦
… 𝐾𝐾1𝑛𝑛 … 𝐾𝐾2𝑛𝑛 ⎤ ⎥ .. ⎥ . ⎥ … 𝐾𝐾𝑛𝑛𝑛𝑛 ⎦
…… Pers. (2.25)
…… Pers. (2.26)
42 Universitas Sumatera Utara