BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Pembiayaan Bank syariah Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan (kredit) menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga (Kasmir, 2008: 73). Pembaharuan Undang-Undang perbankan syariah yaitu No. 21 tahun 2008 menyatakan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk Muḍārabah dan Musyarakah, transaksi sewa-menyewa, transaksi jual beli, dan transaksi pinjam meminjam. Menurut Muhammad (2005;17) pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang di keluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
2.1.2
Fungsi dan Tujuan Pembiayaan Pembiayaan mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Secara
garis besar fungsi pembiayaan di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat ditentukan sebagai berikut ( Veitzal, 2007:712):
9
10
Pembiayaan dapat meningkatkan daya guna dari uang/modal. Dana yang dihimpun dari DPK Muḍārabah akan disalurkan dalam bentuk
pembiayaan. Pembiayaan yang dilakukan seperti memperluas/memperbesar
usaha dan dapat meningkatkan daya guna uang. Sehingga pembiayaan
tersebut dapat meningkatkan nilai uang baik bagi pengusaha maupun
masyarakat.
Pembiayaan mampu meningkatkan daya guna barang.
Dari pembiayaan yang disalurkan kepada pengusaha dapat meningkatkan suatu komoditas barang. Karena pembiayaan yang diberikan dapat mempermudah proses produksi suatu usaha. Dengan pembiayaan yang diberikan dapat memproduksi bahan jadi sehingga daya guna barang tersebut meningkat, contohnya padi menjadi beras.
Pembiayaan meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Pembiayaan
yang
disalurkan
melalui
rekening
koran,
pengusaha
menciptakan pertambahan peredaran uang giral seperti cek, bilyet giro, wesel, promes dan sebagainya. Peredaran uang kartal maupun giral akan lebih berkembang karena pembiayaan yang diberikan dapat menimbulkan semangat usaha, sehingga penggunaan uang akan bertambah. Pembiayaan menimbulkan semangat usaha masyarakat. Untuk
memenuhi
kebutuhannya,
manusia
selalu
berusaha
untuk
mendapatkannya, tetapi pada kenyataannya upaya pemenuhan tidak selalu diimbangi dengan kemampuan yang dimiliki seseorang. Oleh karenanya pengusaha selalu berhubungan baik dengan Bank untuk mendapatkan permodalan dalam bentuk pembiayaan guna meningkatkan usaha dan produktivitasnya. Pembiayaan sebagai alat stabilisasi ekonomi Langkah stabilisasi yang dilakukan ketika perekonomian kurang sehat yaitu: dengan
melakukan pengendalian
inflasi,
peningkatan ekspor,
dan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Penyaluran dalam pembiayaan lebih kepada usaha yang produktif.
11
Disamping fungsi di atas pemberian fasilitas pembiayaan mempunyai tujuan tertentu yang tidak lepas dari perbankan, antara lain (Kasmir, 2008;
Muuchdarsyah S, 1994; teguh Pudjo M, 1995): 1. Mencari keuntungan, dimana keuntungan yang didapat dari bagi hasil sangat penting bagi kelangsungan hidup Bank, terlebih lagi pada Bank
syariah. Umumnya sebagian besar dana bank biasanya dialokasikan untuk
pembiayaan sehingga menyumbangkan pendapatan yang besar.
2. Membantu usaha nasabah, dengan adanya fasilitas pembiayaan dapat membantu para nasabah yang memerlukan pendanaan, baik dana yang
bersifat investasi maupun dana yang bersifat modal kerja untuk
pengembangan dana perluasan usahanya. 3. Membantu pemerintah yaitu semakin banyak pembiayaan yang disalurkan maka akan meningkatkan pembangunan diberbagai sektor khususnya sektor perekonomian nasional. Oleh karena itu perlunya penyaluran pembiayaan yang dilakukan Bank syariah. Guna meningkatkan hajat hidup orang banyak. Sehingga mampu meningkatkan keadaan ekonomi suatu negara.
2.2
Prinsip Pembiayaan Muḍārabah Secara umum, prinsip pembiayaan Muḍārabah di perbankan syariah
dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu Musyarakah, Muḍārabah, Muzara’ah dan Musaqah. Akan tetapi, prinsip yang paling banyak dipakai adalah Muḍārabah dan Musyarakah. Muḍārabah adalah akad kerjasama antara sahibul maal dengan pengelola/mudharib, untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan di muka (Nabhan,2008;53) dimana modal yang disalurkan harus dikelola sebaik mungkin dengan tingkat pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
12 (1)
Akad Mudharabah
(3a)
(3a) 100% (2)100% modal
(1)
Rugi
0%
(2) keahlian
Proyek/usaha
Sahibul Maal
Mudharib
(3) X% Nisbah
(4)pengembalian mdl usaha
(3) penyisihan sebag laba
Modal usaha
(3) Y% nisbah
Laba
skema 2.1 Pembiayaan mudharabah sumber: Handout training muamalat Batasan mengenai penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh Bank umum syariah yaitu dari segi DPK Muḍārabah (dana yang berhasil dihimpun), tingkat bagi hasil Muḍārabah yang didapat, serta pembiayaan bermasalah yang diwakili oleh (NPF Muḍārabah). Sebagai sahibul maal Bank melakukan penghimpunan dana yang berasal dari nasabah berupa tabungan Muḍārabah, deposito Muḍārabah, dan giro wadiah (PBI no 9 tahun 2007 pasal3). Dana yang terkumpul tersebut akan disalurkan kedalam prinsip-prinsip syariah seperti prinsip bagi hasil, prinsip ujroh (sewa) dan prinsip jual beli. Peranan Bank sebagai sahibul maal dalam memberikan pembiayaan terutama dalam pembiayaan bagi hasil/Muḍārabah perlulah pemahaman serta kehandalam SDM dalam melakukan seleksi terhadap mudharib/pelaku usaha. Melakukan analisis pembiayaan merupakan langkah penting untuk menilai kelayakan usaha calon nasabah, dalam menekan risiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan dan menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak. Selain itu perlunya penilaian 5C tentang character, capacity, capital, collateral dan condition of economy. Diharapkan dengan menganalisis pembiayaan mampu memberikan tingkat keuntungan/tingkat bagi hasil Muḍārabah yang besar dan kecilnya risiko yang dihadapi.
13
Selain keuntungan yang didapat dalam pembiayaan Muḍārabah bisa saja timbul risiko yang mungkin terjadi. Peranan Bank sebagai sahibul maal yaitu
bagaimana meminimalisir risiko yang mungkin terjadi. Perlunya manajemen yang diharapkan mampu menganalisis prospek dan risiko usaha yang baik. risiko
2.2.1
Jenis Muḍārabah
Secara umum Muḍārabah terbagi atas tiga jenis dalam modul fikih
muamalah (Muflih, 2008) yaitu: Muḍārabah muqoyyadah off balance sheet,
Muḍārabah muqoyyadah on balance sheet dan Muḍārabah muthlaqoh on balance sheet. 1. Muḍārabah muqoyyadah on balance sheet adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh sahibul maal dan mudharib dalam suatu kegiatan dengan syarat atau pembatasan yang diterapkan oleh sahibul maal. Pada Muḍārabah muqoyyadah on balance sheet ini nasabah investor membatasi jenis investasi misalnya peternakan, pertanian atau industri. Pembatasan juga bisa dilakukan dengan akad pembiayaan yang boleh dilakukan Bank syariah, misalnya untuk akad penjualan tangguh, penyewaan tunai, atau kerjasama usaha. Pertanian Seorang nasabah investor
Bank Syariah
Peternakan
Industri
Skema 2.2 Muḍārabah muqoyyadah on balance sheet sumber: modul fikih muamalah 2008 2. Muḍārabah muqoyyadah off balance sheet adalah kerjasama yang dilakukan oleh sahibul maal dan mudharib dalam suatu proyek usaha. Bank sebagai lembaga perantara yang mempertemukan antara sahibul maal dan mudharib. Bank tidak melakukan campur tangan apapun, bank berperan juga sebagai pemediasi dalam administrasi dan penyaluran dana oleh karenanya Bank hanya mendapat upah dalam peranannya bukan bagi hasil. Mudharib dibatasi
14
dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan umum shahibul maal dalam memasuki dunia usaha.
Bank Syariah (mediasi pertemuan)
Mudharib
Proyek Usaha
Hasil Keuntungan Usaha Bank Syariah (mediasi
Sahibul Maal
skema 2.3 Muḍārabah muqayadah off balance sheet
sumber: modul fikih muamalah 2008
3. Muḍārabah muthlaqoh on balance sheet adalah bentuk kerjasama yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis untuk melakukan investasi, sehingga Bank syariah dapat lebih leluasa mengatur pembagian jenis pembiayaan pada sektor-sektor yang menguntungkan. Bank syariah dapat memenuhi semua sektor investasi baik pada industri, peternakan, dan pertanian. Bank syariah juga dapat memenuhi pendanaan investasi berdasarkan bentuk akad yang terdapat dalam perbankan syariah, baik itu jual beli, sewa-menyewa, maupun kerjasama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut. Nasabah A
Bank Syariah
Jual Beli
1. Penjualan 1 2. Penjualan 2 3. Penjualan 3
Sewa
1. Penjualan 1 2. Penjualan 2 3. Penjualan 3
Kerjasama
1. Penjualan 1 2. Penjualan 2 3. Penjualan 3
Nasabah B Nasabah C
Skema 2.4 Mudharabah muthlaqoh on balance sheet Sumber: modul fikih muamalah 2008
15
2.2.2
Manfaat Muḍārabah 1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha
Bank, sehingga Bank tidak akan pernah mengalami negatif spread. 3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah. 4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar
halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang nyata dan benar-benar terjadi itulah yang dibagikan. 2.3
Bagi Hasil
2.3.1
Bagi Hasil Bank syariah Bagi hasil menurut terminologi asing dikenal dengan istilah profit
sharing yang diartikan dengan pembagian laba. Pada Bank syariah, pendapatan bagi hasil berlaku untuk produk yang berlandaskan prinsip Muḍārabah. Keuntungan yang dibagi hasilkan dibagi secara proporsional sesuai kesepakatan sebelumnya. Bank syariah merupakan lembaga perantra antara pihak surplus dan defisit. Maka Bank berperan penting dalam memobilisasi uang yang berhasil dihimpun untuk dikelola dengan penuh tanggung jawab. Harapan agar dana tersebut mampu menghasilkan keuntungan yang besar dan halal bagi nasabah dan Bank sendiri. Oleh karenanya perlu pemahaman menganai konsep bagi hasil sebagai berikut : 1.
Pemilik dana akan menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan syariah yang bertindak sebagai pengelola.
16
2.
Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola dana tersebut dalam sistem pool of fund selanjutnya akan menginvestasikan dana tersebut
ke dalam proyek atau usaha yang layak dan menguntungkan serta
memenuhi aspek syariah.
3.
Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
2.3.2
Equivalent Rate Basil Muḍārabah
Equivalent Rate Basil Muḍārabah adalah perkiraan tingkat bagi hasil Muḍārabah yang akan diberikan ke nasabah. Tingkat bagi hasil Muḍārabah yang akan diberikan akan berbeda setiap bulannnya karena di bank syariah tidak ada unsure kepastian. Besaran Equivalent Rate Basil Muḍārabah yang diberikan dipengauhi oleh banyaknya dana yang berhasil dihimpun, banyaknya pembiayaan yang disalurkan dan lancarnya pengembalian pembiayaan pada bank syariah. Perhitungan Equivalent Rate Basil Muḍārabah dihitung berdasarkan rumus HI-1000 perharikerja dalam bentuk persentase. Pola HI-1000 adalah pola yang diperkenalkan oleh Bank Muamalat Indonesia. Penggunaan perhitungan dari Bank Muamalat sebagai acuan karena Bank Muamalat adalah Bank syariah yang pertama berdiri yang menggunakan sistem syariah, sehingga diharapkan formula yang digunakan mampu mencerminkan kesyariahannya. Cara perhitungan bagi hasil Bank syariah dengan pola HI-1000 adalah untuk menentukan hasil investasi setiap Rp. 1000 dana nasabah yang berhasil disalurkan oleh Bank yang dihitung setiap bulannya.
HI − 1000 =
DPKM − GWM Total Pendapatan × × 1000 Total Investasi DPKM
(1)
Sumber : Bank Muamalat Indoenesia
Dari hasil perhitungan HI-1000 tersebut menyatakan bahwa DPKM adalah dana pihak ketiga Muḍārabah diluar diluar dari simpanan pada Bank
17
Indonesia (GWM 5%) yang nantinya akan dibagi berdasarkan total investasi yaitu pembiayaan Muḍārabah, hasil tersebut nantinya akan dikali dengan total
pendapatan dari hasil investasi pembiayaan Muḍārabah dibagi dengan DPKM sebagai modal yang dikeluarkan yang ditanggung oleh bank. Besaran HI-1000
yang dihitung nantinya akan ditransformasikan ke dalam rumus Equivalent Rate Basil Muḍārabah.
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑒 Bagi Hasil =
Hi 1000 365 × 1000 n hari (riil)
(2)
Sumber : Bank Muamalat Indonesia
Berdasarkan formula diatas dapat disimpulkan bahwa Equivalent Rate Basil Muḍārabah mencerminkan hasil investasi setiap seribu dana nasabah yang disalurkan berdasarkan jumlah hari kerja. Formula yang digunakan Bank Muamalat Indonesia ini menjadi acuan dalam penetapan tingkat bagi hasil yang diberikan. 2.3.3
Analisa dan Penentuan Nisbah Bagi Hasil Penentuan nisbah, bagi hasil atas pembiayaan Muḍārabah menurut M.
Ridlo (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Mempelajari rasionalitas penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan Muḍārabah” menyatakan besarnya nisbah bagi hasil pembiayaan Muḍārabah ditentukan berdasarkan dua faktor yaitu referensi margin keuntungan Bank yang ditetapkan oleh Tim Aset and Liabilities Committee (ALCO) dan perkiraan keuntungan usaha yang dibiayai. Metode dalam kriteria penetapan nisbah bagi hasil dalam perbankan syariah adalah : 1. Referensi Margin keuntungan Penentuan bagi hasil dimana Bank menentukan berdasarkan pada perkiraan keuntungan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi tingkat keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan keuntungan bisnis
18
yang dibiayai dihitung dengan mempertimbangkan : Direct Competitor Market
Rate (DCMR), Indirect Competitor Market Rate (ICMR), Expected Competitive
Return for Investor (ECRI), Acquiring Cost dan Overhead Cost 2. Perkiraan tingkat keuntungan usaha yang dibiayai
Perkiraan tingkat keuntungan usaha dihitung dengan mempertimbangkan:
perkiraan penjualan, lama Cash to Cash Cycle, perkiraan biaya langsung,
perkiraan biaya tidak langsung, dan Delayed Faktor.
2.3.4 1.
Faktor yang menentukan Tingkat bagi hasil Muḍārabah
Jenis produk dana Nasabah menginvestasikan dananya dalam berbagai bentuk yang disediakan Bank. Produk dana secara umum ada tiga yakni: Giro, Tabungan dan Deposito. Jenis produk pendanaan ini dapat lebih bervariasi lagi antara satu jenis dengan jenis lainnya. Bank syariah umumnya menerapkan tingkat bagi hasil Muḍārabah yang berbeda atas berbagai jenis produk. Umumnya deposito mendapatkan bagi hasil lebih tinggi dibandingkan tabungan ataupun giro.
2.
Besarnya dana yang diinvestasikan Semakin besar dana yang diinvestasikan tentunya akan semakin memperbesar jumlah bagi hasil yang diperoleh.
3.
Jangka waktu investasi yang ditetapkan Perbedaan jangka waktu investasi juga menyebabkan perbedaan bagi hasil yang diberikan kepada nasabah. Contohnya, pemilik deposito berjangka 12 bulan akan mendapatkan nisbah bagi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan deposito berjangka satu bulan.
4.
Margin bagi hasil yang diperoleh Bank menginvestasikan dananya melalui berbagai instrumen. Apabila Bank memperoleh tingkat bagi hasil Muḍārabah yang juga tinggi dari hasil menginvestasikan dananya, maka nasabah juga akan kebagian bagi hasil yang
19
baik. Sebaliknya, apabila Bank tidak mampu mendayagunakan investasinya
dengan baik sehingga hasilnya rendah, maka nasabah pun akan memperoleh
bagi hasil yang juga rendah. Apalagi bila pembiayaan yang diberikan bank
ternyata mengalami banyak pembiayaan bermasalah, tentu saja hal ini
menyebabkan bagi hasil yang diterima nasabah juga menjadi berkurang atau
tidak pada tingkatan yang kompetitif. 5. Biaya operasional bank
Biaya operasional Bank jelas mempengaruhi bagi hasil kepada nasabah.
Semakin efisien Bank, akan semakin baik pula tingkat bagi hasil Muḍārabah
yang akan diterima nasabah. Oleh karenanya Bank syariah selalu
meningkatkan efisiensinya agar bagi hasil yang diberikan kepada nasabah tetap kompetitif dan menarik. 6. Besarnya aktiva produktif Bank Maksudnya, semakin besar dana bank yang dialokasikan pada aktiva produktif, maka akan semakin tinggi kemungkinan memperoleh pendapatan. Apabila bank, dengan alasan menjaga likuiditas, menempatkan dananya pada instrumen-instrumen yang berorientasi menjaga likuiditas, maka pasti bagi hasil yang akan diperoleh Bank juga akan rendah. Contohnya, bila Bank syariah menempatkan dananya dalam Sertifikat Bank Indonesia Syariah, maka bagi hasil yang diperoleh lebih rendah dibandingkan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan. 7. Tingkat persaingan Semakin ketat tingkat persaingan perbankan dalam memperoleh Dana Pihak Ketiga Muḍārabah, bank akan memberikan bagi hasil yang tinggi kepada investor. Supaya nasabah penabung tertarik untuk menyimpan dananya. 2.4
Dana Pihak Ketiga Muḍārabah/DPK Muḍārabah Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuan dalam menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan,
20
maka dana merupakan masalah utama bagi setiap bank. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi
sama sekali.
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh bank sering disebut
dengan funding. Kegiatan funding juga dilakukan bank syariah. Agar masyarakat tertarik untuk menyimpan uangnya pada bank syariah, maka pihak bank syariah membuat berbagai macam bentuk produk yang ditawarkan kepada masyarakat.
Penghimpunan dana di Bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan
deposito dengan pengertian sebagai berikut:
Giro menurut undang-undang perbankan No 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat, dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan alat lain yang dipersamakan itu. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan diputuskan, tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga tidak dibenarkan secara syariah, sedangkan tabungan berprinsip Muḍārabah dan wadiah dibenarkan secara syariah. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Jika deposan menyimpan uangnya dalam waktu 3 bulan, maka uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir dan sering disebut tanggal jatuh tempo. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No:03/DSN-MUI/IV/2000
tentang deposito, diputuskan bahwa deposito yang berdasarkan perhitungan bunga tidak dibenarkan secara syariah, sedangkan deposito berprinsip Muḍārabah dibenarkan secara syariah. Ketentuan umum deposito berprinsip Muḍārabah sama dengan ketentuan umum tabungan berprinsip Muḍārabah, seperti yang telah diuraikan diatas.
21
2.5
Risiko
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang dapat
menimbulkan kerugian. Oleh karenanya perlu diantisipasi sebelum terjadinya
risiko.
Abas
Salim
menyebutkan
bahwa,
risiko
adalah ketidaktentuan
(uncertainty) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss). Sedangkan menurut Vaughan : Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan
kerugian) dan risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)
Dalam pandangan syariah, risiko merupakan sesuatu yang lazim dihadapi
karena timbul dari ketidakpastian. Konsep risiko berusaha mengukur tingkat ketidakpastian hasil dari suatu kejadian di masa mendatang (baik jangka panjang maupun jangka pendek) yang berpotensi memberikan dampak yang diharapkan maupun tidak diharapkan. Risiko bank syariah lebih besar dibandingkan bank konvensional dengan alasan sebagai berikut. Pertama, karena sebagian besar investasi bank syariah bersumber dari bagi hasil. Kedua, bank syariah menanggung risiko likuiditas yang besar karena bentuk aset non likuid. Ketiga, bank syariah secara dominan terekspose pada nilai tukar karena dilarang secara syariah untuk melakukan hedging. Keempat, bank syariah terekspose pada risiko perubahan kebijakan fiscal dan moneter karena menerapkan pembiayaan PLS (Profit Loss Sharing). Oleh kerena itu risiko yang dihadapi bank syariah antara lain: risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko tingkat bunga, dan risiko pembiayaan.
2.6
Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Dalam menyalurkan pembiayaan, bank mempunyai harapan agar
pembiayaan tersebut mempunyai risiko minimal dalam arti dapat dikembalikan sepenuhnya tepat pada waktunya dan tidak menjadi pembiayaan bermasalah. Namun pada kenyataannya, bila bank gagal dalam mengelola risiko tersebut
22
dalam hubungannya dengan pembiayaan bank, maka akan timbul pembiayaan bermasalah.
Sesuai PSAK No.31 tentang akuntansi perbankan revisi 2000 butir 24
menyebutkan bahwa:
“…kredit non performing pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan/bunganya telah lewat sembilan puluh hari atau lebih setelah jatuh tempo, atau kredit yang pembayarannya secara tepat waktu sangat diragukan. Kredit non performing terdiri atas kredit yang digolongkan sebagai kredit kurang lancar, diragukan dan macet.”
Dari empat kualitas pembiayaan yaitu lancar, kurang lancar, diragukan,
dan macet, yang tergolong dalam pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Sesuai dengan pedoman perhitungan rasio keuangan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005, rasio Non Performing Financing dihitung dengan cara sebagai berikut:
𝑁𝑃𝐹 =
Pembiayaan Bermasalah 𝑀𝑢𝑑 ℎ𝑎𝑟𝑎𝑏𝑎 ℎ Total Pembiayaan 𝑀𝑢𝑑 ℎ𝑎𝑟𝑎𝑏𝑎 ℎ
× 100%
(3)
Sumber: SEBI nomor 7/56/DPbs Semakin besar rasio NPF Muḍārabah ini, maka kualitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah semakin menurun. Rasio NPF Muḍārabah yang tinggi mengakibatkan kelancaran kegiatan usaha bank syariah menjadi terganggu, sehingga tingkat kesehatan bank menjadi menurun. Bank Indonesia menetapkan bahwa kualitas pembiayaan yang baik apabila jumlah pembiayaan bermasalah maksimal 5% dari seluruh total pembiayaan yang diberikan, sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/28/DPbS tanggal 5 Oktober 2009. Rasio NPF Muḍārabah ini merupakan rasio penunjang dalam menganalisis komponen faktor kualitas aset. Tujuan perhitungan rasio NPF Muḍārabah ini adalah untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank. Kegagalan perbankan antara lain disebabkan meningkatnya Non Performing Financing dan hal itu memberikan dampak yang sangat serius pada
23
pertumbuhan perekonomian. Menurut Siamat (2003:175) terjadinya pembiayaan bermasalah disebabkan oleh berbagai faktor yang dibedakan sebagai berikut:
1. Faktor Internal bank syariah, antara lain sebagai berikut: a. Kebijakan pemberian pembiayaan yang terlalu ekspansif.
b. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur pemberian pembiayaan.
b. I’tikad kurang baik pemilik atau pengurus dan pegawai bank.
c. Lemahnya sistem administrasi dan pengawasan pembiayaan.
d. Lemahnya sistem informasi pembiayaan.
2. Faktor Eksternal:
a. Kegagalan usaha debitur.
b. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga. c. Pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh debitur. d. Musibah yang terjadi pada usaha debitur atau kegiatan usahanya. Pembiayaan bermasalah ini akan memberikan dampak negatif kepada beberapa pihak (Mahmoedin dalam Sartika, 2004;42) diantaranya: a. Bank yang bersangkutan akan terancam adanya gangguan likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, tingkat kesehatan bank, serta modal bank. b. Bankir dan karyawan bank mendapatkan gangguan dari segi mental, karier, pendapatan dan bonus, moral, waktu dan tenaga. c. Pemilik saham akan mengalami penurunan dividen, nilai saham yang jatuh. e. Nasabah sendiri akan kehilangan kepercayaan pihak luar dan relasi bisnis, serta citra dan nama baik yang rusak. f. Nasabah peminjam lainnya akan kesulitan mendapatkan kredit. b. Nasabah pemilik dana, menyebabkan kehilangan kepercayaan kepada bank yang bersangkutan sehingga pemilik dana menarik dananya kembali. Pembiayaan bermasalah ini juga akan mempengaruhi kelancaran operasi bank, dunia perbankan dan kehidupan ekonomi/moneter negara. Dampak yang tidak menguntungkan ini antara lain (Sutojo, 2008:23): 1.
Dampak terhadap kelancaran operasi bank:
24
a. Peningkatan cadangan aktiva produktif.
b. Penurunan profitabilitas bank.
c. Penurunan ROA (return on aset).
d. Penurunan CAR (capital adequacy ratio).
e. Penurunan reputasi bank.
2.
Dampak terhadap dunia perbankan: a. Terjadinya rush secara makro.
b. Gangguan terhadap transaksi pasar uang.
c. Gangguan terhadap transaksi ekspor-impor.
3.
Dampak terhadap ekonomi dan moneter negara. a. Fungsi bank sebagai financial intermediary akan terganggu. b. Adanya multiplier effect berupa penurunan percepatan pertumbuhan ekonomi sektor riil. Melihat dampak yang terjadi dari adanya pembiayaan bermasalah ini,
maka perlu adanya tindakan yang dapat ditempuh Bank yang mengalami pembiayaan bermasalah ini. Upaya penyelamatan pembiayaan bermasalah ini ditujukan untuk memperbaiki kondisi Bank itu sendiri. Bentuk penyelamatan yang seringkali dilakukan bank menurut Sutojo (2008:128) adalah sebagai berikut: 1. Rescheduling, yaitu bentuk penyelamatan berupa penjadwalan kembali pelunasan pembiayaan, Bank memberikan kelonggaran debitur membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo, dengan jalan menunda tanggal jatuh tempo tersebut. 2. Reconditioning, yaitu bentuk penyelamatan berupa perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat pembiayaan yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimal saldo pembiayaan, debitur akan mampu memenuhi kewajiban pada bank. 3. Restructuring, yaitu bentuk penyelamatan berupa penyelamatan pembiayaan yang bermasalah dilakukan dengan memperbaiki struktur pendanaan dan organisasi bisnis debitur. Selain itu penerimaan bagi hasil yang telah didapat
25
oleh bank syariah melalui pembiayaan Muḍārabah akan diukur untuk
mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap jumlah pembiayaan yang
disalurkan.
2.7
Kajian Empiris
Kegiatan penelitian selalu bertitik tolak dari pengetahuan yang sudah
ada. Pada umumnya semua ilmuwan akan memulai penelitianya dengan cara
menggali apa yang sudah dikemukakan atau ditemukan oleh ahli-ahli sebelumya. Pemanfaatan terhadap apa yang dikemukakan atau ditemukan oleh ahli tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari, mendalami, mencermati, menelaah dan mengidentifikasi hal-hal yang sudah ada, untuk mengetahui apa yang sudah ada dan apa yang belum ada melalui laporan hasil penelitian dalam bentuk jurnal atau karya-karya ilmiah. Diantaranya “Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pembiayaan Muḍārabah di Bank Muamalat Indonesia periode 2001-2006” (Christie, 2006). Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pembiayaan Muḍārabah dengan DPK Muḍārabah, Profit dan NPF Muḍārabah sebagai variabel kontrol dan variabel tambahan adalah SWBI. Metode penelitian yang digunakan dengan analisi regresi linier berganda. Dari hasil uji parsial atas variabel bebas terhadap variabel terikat, didapatkan hasil bahwa variabel profit signifikan mempengaruhi pembiayaan Muḍārabah. Secara besama-sama faktor Profit, NPF Muḍārabah dan DPK Muḍārabah mampu menjelaskan variasi jumlah pembiayaan Muḍārabah sebesar 95%. Penelitian tentang “ Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase Muḍārabah dan Markup Keuntungan terhadap pembiayaan
pada
perbankan syariah studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia” (Adnan, 2005). Tujuan penelitian untuk mengetahui sejauh mana hubungan modal sendiri, NPL, Prosentase Muḍārabah dan Markup Keuntungan terhadap Besarnya Pembiayaan pada Perbankan Syariah. Perhitungan dan interpretasi dari analisis data dilakukan
26
dengan bantuan program aplikasi komputer. Pengujian hipotesis menggunakan metode analisis uji-t. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini
adalah simpanan/DPK Muḍārabah mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan sementara variabel yang lain tidak mempunyai hubungan
yang signifikan. Penelitian tentang “Pengaruh DPK Muḍārabah, Tingkat bagi hasil Muḍārabah, NPF Muḍārabah terhadap pembiayaan pada perbankan syariah
periode 2005-2010” (Cici, 2010). Hasil penelitian menyatakan bahwa secara simultan variabel simpan Dana Pihak Ketiga Muḍārabah (DPK Muḍārabah),
Tingkat bagi hasil Muḍārabah dan Non Performing Financing (NPF Muḍārabah) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap pembiayaan pada perbankan syariah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif analitik dengan teknik analisis data menggunakan regresi linier berganda (multiple regression). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa DPK Muḍārabah berpengaruh signifikan dengan arah yang positif, Tingkat bagi hasil Muḍārabah tidak berpengaruh secara signifikan, Non Performing Financing berpengaruh signifikan dan memiliki arah yang positif. Penelitian tentang “Pengaruh Pertumbuhan Variabel Ekonomi Makro dan Equivalent Rate Basil Muḍārabah
Terhadap Pertumbuhan Aset Perbankan
Syariah di Indonesia” (Anriza, 2008). Hasil penelitian untuk mengetahui pengaruh variabel Ekonomi Makro dan Equivalent Rate Basil terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pertumbuhan M2 dan pertumbuhan kurs secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah di Indonesia. Sedangkan pertumbuhan GDP dan Equivalent Rate Basil Muḍārabah tidak mempengaruhi secara signifikan. Penelitian tentang “Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil Produk Pembiayaan Muḍārabah” (Ridlo, 2007). Tujuan penelitian untuk mengetahui kriteria yang digunakan BMI dalam menetapkan nisbah bagi hasil pembiayaan Muḍārabah. Metode penelitian menggunakan Pairwise Comparison, Bayens dan uji Mann-Whitney. Berdasarkan hasil penelitian bahwa BMI
27
menggunakan kriteria penetapan nisbah bagi hasil yang sesuai dengan variabel analisis, tidak terdapat pertimbangan yang signifikan antara mudharib dengan
pihak Bank dalam hal menentukan besaranya nisbah bagi hasil pembiayaan Muḍārabah.
Dari telaah pustaka diatas, ada beberapa kesimpulan berkaitan dengan
penelitian yang penulis ambil. Antara lain : 1. Dari segi tujuan penelitian ada kesamaan dengan penelitian yang dilakukan
Cici, Anita dan Akhyar yaitu bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel atau beberapa variabel terhadap pembiayaan Muḍārabah.
2. Variabel yang digunakan hampir sama dengan Cici dan Akhyar namun di sini penulis hanya memfokuskan pada pembiayaan Muḍārabah dan objek yang diuji adalah Bank Umum Syariah. 3. Dari segi metode penelitian, yaitu waktu, objek penelitian dan alat analisis ada perbedaan dan kesamaan dengan peneliti yang ada dalam telaah pustaka. Dalam hal waktu dan objek penelitian penulis menggunakan data penelitian secara triwulanan selama 8 tahun, objek penelitian adalah Bank Muamalat Indonesia, Bank Mandiri Syariah, dan Mega Syariah Indonesia. Dalam hal alat analisis, penulis menggunakan alat analisis regresi data panel, yang dibenarkan dengan asumsi klasik dan koefisien determinasi, uji hipotesis (uji t dan uji F).
2.8
Kerangka Pemikiran Bank merupakan lembaga intermediasi yang tugas pokoknya adalah
menghimpun dana dari masyarakat serta memberikan kredit (pembiayaan) kepada yang memerlukanya. Berdasarkan Undang-Undang no 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan pengertian Bank dalam pasal 1 yaitu: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari msyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
28
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Pembiayaan Rakyat Syariah.”
Bank syariah sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi untuk
menghimpun dana dari masyarakat dari pihak yang memiliki kelebihan dana ke
pihak yang membutuhkan dana, penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan dana salah satunya dengan memberikan pembiayaan. Besarnya pembiayaan bergantung dari jumlah dana yang dihimpun untuk disalurkan.
Alokasi dana pembiayaan mempunyai beberapa tujuan (Muhamad,2005)
mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat risiko yang rendah, yaitu
dan mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. Tujuan investasi dalam pembiayaan menurut Rose Kolari (1995) adalah untuk memperoleh pendapatan utama dalam jenis pendapatan bunga (markup Murabahah), memaksimalkan keuntungan, penetrasi pasar, mengembangkan jasa Bank lainnya, mengembangkan aktifitas ekonomi, dan melakukan fungsi moneter (Akhyar Adnan, 2005:37) Menurut UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (Pasal 1) disebutkan bahwa: “ Simpanan adalah dana yang dipercayakan nasabah kepada Bank syariah dan/atau UUS berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam bentuk giro, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”. “ Tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadiah atau investasi dana berdasarkan akad Muḍārabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu”. “ Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad Muḍārabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan Bank syariah dan/atau UUS”. “ Giro adalah simpanan berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan”.
29
Salah satu sumber dana yang biasa digunakan untuk pembiayaan adalah simpanan, sehingga semakin besar sumber dana yang ada maka Bank akan dapat
menyalurkan pembiayaan semakin besar pula. Berdasarkan penelitian Akhyar Adnan (43:2005) menunjukkan bahwa simpanan/DPK Muḍārabah mempunyai
hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan. Oleh sebab itu perlunya upaya
untuk
meningkatkan
jumlah
DPK
Muḍārabah
sehingga
dapat
meningkatkan penyaluran pembiayaan Muḍārabah .
Dalam pembiayaan Muḍārabah dana yang berhasil dihimpun harus
diinvestasikan kembali. Gunanya yaitu sebagai sumber pembiayaan, dan
penentuan dalam pembiayaan yang diberikan. Penulis menggunakan DPK Muḍārabah sebagai sumber pembiayaan Muḍārabah. DPK yang didapat berasal dari tabungan Muḍārabah dan deposito Muḍārabah, dengan pertimbangan bahwa DPK Muḍārabah merupakan bagian dana yang dikeluarkan untuk pembiayaan. Proporsi DPK Muḍārabah memiliki peran penting terhadap pertumbuhan Bank. Selain itu DPK Muḍārabah yang diperoleh dari masyarakat yang memiliki dana juga menggambarkan kepercayaan masyarakat terhadap Bank tersebut dalam memberikan return/bagi hasil. Dalam Bank syariah tingkat suku bunga diartikan sebagai tingkat bagi hasil Muḍārabah. Bank syariah menerapkan nisbah bagi hasil terhadap produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contract, yakni akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan baik dari segi jumlah maupun waktu, seperti Muḍārabah dan Musyarakah. Bagi hasil yang didapat dari pembiayaan Muḍārabah jumlahnya tidak pasti karena tergantung dari hasil usaha yang dibiayai. Semakin besar jumlah pendapatan bagi hasil semakin besar keinginan Bank untuk memberikan pembiayaan Muḍārabah. Jumlah keuntungan dari tingkat bagi hasil Muḍārabah yang diterima oleh Bank dipengaruhi juga oleh jumlah permintaan pembiayaan Muḍārabah. Dasar perhitungan dalam menentukan tingkat bagi hasil Muḍārabah menggunakan perhitungan HI-1000 yaitu perhitungan hasil inventasi yang didapat dari Rp 1000 dana nasabah. Hasil keuntungan tersebut nantinya akan diintreprestasikan ke dalam Equivalent Rate Basil (Tingkat bagi hasil Muḍārabah
30
Muḍārabah). Diharapkan perhitungan dalam penetapan tingkat bagi hasil Muḍārabah yang digunakan dapat mencerminkan kesyariaahan dalam pemberian
imbalan hasil pembiayaan.
Karakteristik pembiayaan Muḍārabah sangat rentan terhadap risiko.
Risiko yang dihadapi akan menggangu kelancaran pengembalian pembiayaan. Oleh karenanya penggunaan variabel NPF Muḍārabah (Non Performing Financing) diharapkan dapat mencerminkan seberapa lancar nasabah mampu
mengembalikan pembiayaan yang didapat dari Bank. Hubungan NPF Muḍārabah dengan pembiayaan Muḍārabah berbanding terbalik yaitu: saat pengembalian
pembiayaan lancar
maka akan meningatkan jumlah modal untuk disalurkan
kembali sehingga NPF Muḍārabah-nya rendah dan sebaliknya jika NPF Muḍārabah meningkat maka pengembalian pembiayaan akan terganggu yang menyebabkan sumber untuk penyaluran pembiayaan berkurang sehingga pembiayaan akan turun. Pada prinsipnya investasi yang dilakukan oleh bank syariah akan menghasilkan suatu keuntungan dan risiko. Oleh karenanya penulis akan membahas keuntungan yang didapat oleh Bank syariah berlandaskan jumlah DPK Muḍārabah yang disalurkan, bagi hasil yang diterima, serta risiko yang ditanggung Bank diaplikasikan ke dalam jumlah pembiayaan yang disalurkan. Objek yang diuji adalah Bank Umum Syariah sebagai sampel Bank yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Mandiri Syariah dan Bank Mega Syariah. Diharapkan hasil analisa yang dilakukan dapat memberikan gambaran tentang “Pengaruh Dana Pihak Ketiga Muḍārabah, Equivalent Rate Basil Muḍārabah dan NPF Muḍārabah terhadap pembiayaan Muḍārabah” berdasarkan periode waktu dan karakteristik bank. Alur
Dana
Pihak
Ketiga
Muḍārabah,
tingkat
bagi
hasil
Muḍārabah/Equivalent Rate Basil Muḍārabah, NPF Muḍārabah terhadap pembiayaan Muḍārabah
31
Bank Syariah
Menghimpun Dana
Penyaluran Dana
DPK Muḍārabah
Pembiayaan Muḍārabah
Risk
Return
NPF Muḍārabah
Equivalent Rate Basil Muḍārabah
Penentu Besarnya Pembiayaan
Skema 2.5 Kerangka Pemikiran sumber: dari berbagai sumber untuk keperluan penelitian 2.9
Hipotesis Untuk menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti maka
digunakan paradigma penelitian, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh sugiono (2003:5) bahwa “paradigma penelitian adalah pola pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti”. Berdasarkan pengertian tersebut maka paradigma penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: ”Pengaruh Dana Pihak Ketiga Muḍārabah, Tingkat bagi hasil Muḍārabah/Equivalent Rate Basil Muḍārabah , dan NPF Muḍārabah Terhadap Pembiayaan Muḍārabah”
32
Variabel bebas (X1) Dana Pihak Ketiga Variabel bebas (X2) Equivalent Rate Basil
Variabel Terikat (Y) Pembiayaan Mudharabah
Variabel bebas (X3) NPF
skema 2.6 Paradigma Penelitian (hipotesis)
sumber: dari berbagai sumber untuk keperlun penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara sebagai suatu kebenaran terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris melalui data yang telah terkumpul dengan menghubungkan dari fenomena yang kompleks. Berdasarkan definisi dari kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu : Diduga bahwa DPK Muḍārabah, Equivalent Rate Basil Muḍārabah dan Non Performing Financing berpengaruh terhadap pembiayaan Muḍārabah secara simultan maupun parsial.
33 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
N o 1
Nama Anita Cristie (2006)
Judul
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan Muḍārabah di Bank Muamalat Indonesia
2
Akhyar Adnan (2005)
3
Cici Wulan Nurahman (2010)
Hubungan simpanan/DPK Muḍārabah, modal sendiri, NPL, prosentase Muḍārabah dan markup keuntungan terhadap pembiayaan perbankan syariah studi kasus pada Bank Muamalat Indonesia. Pengaruh DPK Muḍārabah, tingkat bagi hasil Muḍārabah, NPF Muḍārabah terhadap pembiayaan pada perbankan syariah
Variabel
Metode Penelitian
Hasil
Variabel Independen: DPK Muḍārabah, profit, NPF Muḍārabahdan SWBI Variabel Independen: Pembiayaan Muḍārabah
Uji stasionaritas dengan ADF Test, membuat persamaan metode OLS, uji asumsi klasik, Uji Hipotesis “F”, Uji Hipotesis “t”.
DPK Muḍārabah tidak memepengaruhi karena ada multikolinearitas, profit berpengaruh signifikan, NPF Muḍārabah dan SWBI tidak berpengaruh. Secara bersama-sama mempunyai hubungan 95%.
Variabel Dependen: simpanan/DPK Muḍārabah, modal sendiri, NPL, prosentase Muḍārabah dan markup keuntungan Variabel Independen: pembiayaan perbankan syariah.
Analisis menguji hipotesis dengan leastquare method, Uji Nilai “F”, Uji Nilai “t”.
Variabel DPK Muḍārabah berpengarus positif dan signifikan karena meningkatnya jumlah DPK Muḍārabah maka menaikan pembiayaan Muḍārabah, ekuitas dan NPL berpengaruh positif tidak signifikan, sedangkan margin berpengaruh negatif tidak signnifikan.
Variabel Dependen: NPF Muḍārabah, bagi hasil dan DPK Muḍārabah Variabel Independen: pembiayaan
Analisis regresi berganda dengan bantuan Eviews versi 7, uji asumsi klasik, Uji Hipotesis “F”, Uji Hipotesis “t”.
DPK Muḍārabah berpengaruh signifikan karena DPK Muḍārabah dan pembiayaan berbanding lurus, bagi hasil tidak berpengaruh, sedangkan NPF Muḍārabah berpengaruh signifikan arah positif karena terjadi pengendalian pembiayaan dan kebijakan pembiayaan yang tepat. Secara bersama-sama hasilnya signifikan dan positif
34
4
Anriza Witi Pengaruh Pertumbuhan Nasution Variabel Ekonomi Makro (2008) dan Equivalent Rate Basil Terhadap Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Indonesia
Pertumbuhan M2, Pertumbuhan Kurs, dan Pertumbuhan GDP sebagai variabel makro serta Equivalent Rate Basil
Metode penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pertumbuhan M2 dan pertumbuhan kurs secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan aset perbankan syariah di Indonesia. Sedangkan pertumbuhan GDP dan Equivalent Rate Basil tidak mempengaruhi secara signifikan
Tingkat Margin Bagi Hasil Bank syariah, Tingkat Suku Bunga Bank Konvensional, Bagi Hasil yang diharapkan, dan Jangka Waktu Pembiayaan.
Metode penelitian menggunakan Pairwise Comparison,Bayens dan uji Mann-Whitney.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa BMI menggunakan kriteria penetapan nisbah bagi hasil yang sesuai dengan variabel analisis, tidak terdapat pertimbangan yang signifikan antara mudharib dengan pihak Bank dalam hal menentukan besaranya nisbah bagi hasil pembiayaan Muḍārabah.
5
Moch Ridlo Drajat (2007)
Mempelajari Rasionalitas Penetapan Nisbah Bagi Hasil Produk Pembiayaan Muḍārabah
Sumber: dari berbagai sumber untuk keperluan penelitian