8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Manfaat. Pengertian manfaat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989 : 555), yaitu : “1. Guna ; Faedah. 2. Laba ; Untung.”
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat merupakan faedah atau guna dari pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan yang ditentukan. Jadi, manfaat metode pengakuan pendapatan yaitu dapat menentukan secara tepat besarnya pendapatan yang diperoleh dari penjualan, dengan tepatnya menentukan besarnya pendapatan maka dapat menetapkan laba secara tepat, dapat memberikan informasi yang berguna bagi pihak intern maupun ekstern untuk menilai usaha menajemen dalam pembentukan pendapatan.
Konsep Teori Akuntansi. Tujuan dari teori akuntansi adalah memberikan dasar bagi prediksi dan penjelasan atas perilaku dan peristiwa akuntansi. Menurut Belkaoui yang diterjemahkan oleh Marwata dan kawan-kawan (2000 : 72), mengatakan bahwa suatu teori dapat didefinisikan sebagai berikut : “Teori adalah sekumpulan gagasan (konsep), definisi dan dalil yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan menjelaskan hubungan antara variabel yang ada dan bertujuan untuk menjelaskan serta memprediksi fenomena tersebut.” Jadi, yang dimaksud teori adalah sekumpulan dari pengetahuan yang terorganisir secara sistematis, dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk menjelaskan, menganalisis dan meramalkan sifat atau perilaku dari suatu fenomena atau gejala.
9
Seperti yang dikatakan oleh ahli sejarah berkebangsaan Itali, Guglielmo Ferrero yang di kutip oleh Hendriksen dan Van Breda yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo (2000 : 23) bahwa : “Teori, yang memberi nilai dan signifikansi pada fakta-fakta, seringkali sangat bermanfaat, sekalipun jika sebagian teori itu salah, karena teori itu menyoroti fenomena yang belum pernah diamati siapapun, teori itu mendorong dilakukannya pemeriksaan, dari banyak sudut, atas fakta-fakta yang belum pernah diteliti siapapun sampai sekarang ini, dan teori itu menumbuhkan dorongan untuk melakukan riset-riset yang lebih ekstensif dan lebih produktif.” Committee Accountants
on Terminology American Institute of Certified Public
(AICPA)
sebagaimana
diungkapkan
oleh
Belkaoui
yang
diterjemahkan oleh Marwata dan kawan-kawan (2000 : 37-38) mendefinisikan akuntansi sebagai berikut : “Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang dan penginterpretasian hasil proses tersebut.” Menurut Aliminsyah dan Padji dalam bukunya Kamus Istilah Akuntansi (2002 : 12) mendefinisikan akuntansi sebagai berikut : “Akuntansi adalah suatu disiplin yang menyediakan informasi penting sehingga memungkinkan adanya pelaksanaan dan penilaian jalannya perusahaan secara efisien serta akuntansi dapat didefinisikan sebagai proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.” Teori akuntansi menurut Hendriksen dan Van Breda sebagaimana diterjemahkan oleh Herman Wibowo (2000 : 24) bahwa : “Teori akuntansi adalah seperangkat prinsip-prinsip logis yang koheren, yang : 1. Memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai prinsipprinsip yang ada sekarang kepada prediksi, investor, manajer dan mahasiswa. 2. Memberikan kerangka dasar konseptual untuk mengevaluasi praktik-praktik akuntansi yang ada sekarang. 3. Mengarahkan perkembangan praktik dan prosedur baru.”
10
Menurut Aliminsyah dan Padji dalam bukunya Kamus Istilah Akuntansi (2002 : 16) mendefinisikan teori akuntansi sebagai berikut : “Teori akuntansi adalah seperangkat asas hipotesis, konseptual dan pragmatis yang terjalin satu sama lain membentuk kerangka acuan umum dalam bidang akuntansi untuk menilai praktik-praktik dan prosedur-prosedur akuntansi yang baru.” Dengan demikian teori akuntansi dapat diartikan sebagai suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat asas atau prinsip yang merupakan kerangka acuan umum untuk menilai praktik-praktik akuntansi dan pedoman bagi pengembangan praktik-praktik dan prosedur yang baru. Sedangkan prinsip itu sendiri merupakan suatu dasar ataupun suatu peraturan yang telah diterima kebenarannya dan telah ditetapkan dalam tata cara pelaksanaannya. Istilah prinsip tidaklah memberikan arti kebenaran dasar (fundamental truth) atau suatu usul (proposition) dalam akuntansi, juga prinsip akuntansi bukanlah merupakan rangka dalil dasar seperti yang terdapat dalam ilmu alam (natural sciene), hal ini menunjukkan bahwa prinsip akuntansi harus bersifat luwes (flexible) tidak kaku dalam arti wajar yang dapat disesuaikan pada keadaan atau kebutuhan lingkungan, tanpa meninggalkan landasan pokok serta kelaziman yang berlaku. Pengertian prinsip adalah himpunan prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan laporan keuangan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar seperti pemegang saham, kreditur, fiskus dan sebagainya. Jadi prinsip akuntansi ini merupakan pedoman bagi profesi akuntansi untuk memilih teknik-teknik akuntansi dan untuk menyiapkan laporan keuangan dengan cara yang dianggap sebagai praktik akuntansi yang baik. Prinsip akuntansi yang diterima umum saat ini merupakan hasil dari suatu proses evolusi yang bisa diharapkan akan berlanjut di masa depan. Perubahanperubahan dapat terjadi pada setiap tingkatan prinsip akuntansi yang diterima umum. Prinsip akuntansi berubah sebagai tanggapan terhadap kondisi ekonomi, sosial, terhadap pengetahuan yang memberikan faedah. Sifat ekonomis dari akuntansi keuangan, kemampuannya untuk berubah sebagai tanggapan terhadap
11
kondisi
yang
berubah
memungkinkannya
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan manfaat informasi yang disajikan. Perubahan dalam prinsip-prinsip terjadi terutama sebagai hasil dari berbagai upaya yang dilakukan untuk memberikan penyelesaian atas masalahmasalah akuntansi yang timbul dan untuk merumuskan kerangka konseptual untuk disiplin ini. Jadi terdapat jalinan yang pasti antara teori akuntansi dan praktik akuntansi dalam pengertian bahwa proses penyusunan teori akuntansi berupaya baik untuk membenarkan ataupun untuk menolak praktik yang ada. Walaupun terdapat beberapa cara pengklasifikasian teori akuntansi, namun kerangka acuan yang berguna adalah mengklasifikasikan teori menurut tingkat prediksinya. Teori akuntansi dapat dikelompokkan dalam tingkatan utama, yaitu : 1. Teori yang mencoba menerapkan praktik akuntansi yang sedang berjalan dan meramalkan bagaimana para akuntan harus bereaksi terhadap situasi tertentu, atau bagaimana mereka akan melaporkan kejadian-kejadian tertentu. Teori ini berhubungan dengan struktur proses pengumpulan data dan pelaporan keuangan. Teori ini disebut teori sintaktis. 2. Teori yang berkonsentrasi pada hubungan antara gejala (objek atau kejadian) dan istilah atau simbol yang menunjukkannya. Hal ini dapat disebut sebagai teori interprestasional atau semantis. 3. Teori yang menekankan pengaruh laporan serta ikhtisar akuntansi terhadap perilaku atau keputusan. Hal ini dianggap sebagai teori perilaku atau pragmatik.
Banyak pendekatan terhadap pengembangan teori akuntansi dan masingmasing
memiliki
manfaat
tertentu
dalam
membantu
menetapkan
dan
mengevaluasi prinsip dan prosedur akuntansi, diantaranya adalah pendekatan deduktif dan pendekatan induktif. Dalam penerapannya dibidang akuntansi, pendekatan deduktif dinilai dengan asumsi atau dalil dasar akuntansi dan konklusi logis yang diperoleh dari sejumlah prinsip akuntansi, untuk menyajikan petunjuk dan dasar bagi pengembangan teknik-teknik akuntansi selanjutnya. Pendekatan ini
12
bergerak dari kondisi yang bersifat umum (asumsi dasar tentang lingkungan akuntansi) ke kondisi spesifik (prinsip-prinsip akuntansi dan teknik-teknik akuntansi). Sedangkan untuk pendekatan induktif dalam penerapannya dibidang akuntansi, dinilai dengan serangkaian pengamatan terhadap informasi keuangan dari bisnis perusahaan dan selanjutnya diperoleh rumusan gagasan serta prinsipprinsip akuntansi dengan menggunakan dasar hubungan yang terjadi secara berulang-ulang. Argumentasi induktif dikatakan membawa keterangan-keterangan yang bersifat khusus (informasi akuntansi yang menggambarkan hubungan berulang-ulang) ke suatu bentuk yang bersifat umum (dalil-dalil dan prinsipprinsip akuntansi). Perusahaan-perusahaan perlu membuat pilihan diantara berbagai prinsip, konsep atau standar dalam mencatat transaksi dan menyiapkan laporan keuangan sehingga cara suatu perusahaan melaporkan keadaan keuangannya menunjukkan kebijakan akuntansinya. Accounting Principles Board (APB) dalam Opini 22, Disclosure of Acceding Polices paragraph 6, sebagaimana diungkapkan Belkaoui terjemahan Marwata dan kawan-kawan (2000 : 55) mendefinisikan kebijakan akuntansi sebagai berikut : “Kebijakan akuntansi dari sebuah pelaporan entitas adalah prinsip akuntansi spesifik dan metode penerapan prinsip tersebut yang oleh manajemen entitas dipandang paling tepat untuk menyajikan posisi keuangan, perubahan dalam posisi keuangan dan hasil operasi dengan sewajarnya sesuai prinsip akuntansi berterima umum dan karenanya diadopsi untuk penyiapan laporan keuangan.” Menurut Hendriksen dan Van Breda yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo (2000 : 252) menyatakan bahwa : “Kebijakan akuntansi suatu perusahaan mencakup metode-metode untuk menerapkan prinsip-prinsip yang oleh manajemen satuan usaha dianggap sebagai prinsip-prinsip yang paling tepat untuk keadaan saat itu, untuk menyatakan secara wajar posisi keuangan, perubahan dalam posisi keuangan dan hasil operasi sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan yang karenanya telah dipakai untuk menyusun laporan keuangan tersebut.”
13
Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah untuk menyiapkan informasi yang memungkinkan investor dan pihak lainnya dalam keputusan keuangan
mereka, dengan membantu mereka
dalam meramalkan arus kas
mendatang dari perusahaan dan informasi yang berguna untuk tujuan ini dianggap mempunyai sejumlah karakteristik kualitatif (sifat informasi yang penting agar membuatnya berguna), seperti yang dinyatakan Ikatan Akuntan Indonesia dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (2002 : 7-10), beberapa diantaranya yaitu : 1. Relevan. Informasi harus memiliki kualitas relevan, kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu. 2. Keandalan. Informasi dalam laporan keuangan harus andal (reliable) yaitu bebas dari pengertian yang menyesatkan kesalahan material dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Informasi juga harus dapat diuji atau diverifikasi dan harus netral, maksudnya yaitu tidak tergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. 3. Dapat diperbandingkan. Pemakai harus dapat memperbandingkan informasi dalam laporan keuangan antar periode sehingga pemakai harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruhnya. Untuk dapat diperbandingkan maka akan tergantung pada dua hal yaitu keseragaman dan konsistensi.
14
Pengertian dan Karakteristik Pendapatan. Pendapatan merupakan salah satu unsur utama di dalam laporan keuangan yang menjadi tolak ukur untuk menilai keberhasilan pengelolaan perusahaan. Pengertian pendapatan mengandung dua makna yang berbeda, yaitu : 1. Pendapatan diartikan sebagai hasil penjualan (revenue) yaitu suatu jumlah yang menjadi hak atau tuntutan seseorang atau perusahaan sebagai hasil dari penjualan atau pertukaran barang dan jasa. Pengertian ini dapat juga disamakan dengan pendapatan kotor. 2. Pendapatan yang merupakan selisih dari hasil penjualan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang berkaitan dengan proses kegiatan tersebut. Disini pendapatan diartikan sebagai pendapatan bersih. Khusus penulisan skripsi dan pembahasannya, penulis membatasi dan menekankan pendapatan sebagai revenue, karena biaya-biaya yang terkait merupakan topik yang memerlukan pembahasan tersendiri. Pada dasarnya ada tiga pendekatan terhadap konsep pendapatan (revenue) yang dapat ditemukan dalam literatur akuntansi yaitu : 1. Pendapatan yang memusatkan perhatian pada arus masuk (inflow) daripada
aktiva
yang
ditimbulkan
oleh
kegiatan
operasional
perusahaan. 2. Yang memusatkan perhatian kepada penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan dan transfer barang dan jasa tersebut kepada konsumen atau produsen lain. 3. Merupakan campuran dari pendekatan yang pertama dan pendekatan yang kedua. Pendekatan pertama deikenal dengan istilah revenue as an inflow of net assets, sedangkan pendekatan yang kedua dikenal dengan istilah revenue as product of the enterprise and outflow of goods or services. Dalam PSAK 23 yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (2002 : 23.2), dinyatakan bahwa yang dimaksud pendapatan adalah :
15
“Arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.” Pendapatan
kadang-kadang
didefinisikan
juga
dalam
pengertian
pengaruhnya pada ekuitas pemegang saham. Ini adalah pendekatan yang diambil dari dalam Accounting Principles Board No. 4 seperti diungkapkan Hendriksen dan Van Breda yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo (2000 : 377), dimana pendapatan didefinisikan sebagai : “Kenaikan bruto dalam aktiva atau penurunan bruto dalam kewajiban yang diakui dan diukur sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dihasilkan dari jenis-jenis kegiatan yang mencari laba itu…..dari suatu perusahaan yang dapat mengubah ekuitas pemilik.” Menurut Aliminsyah dan Padji dalam bukunya Kamus Istilah Akuntansi (2002 : 248) menyatakan bahwa pendapatan (revenue) yaitu : “1. Arus kekayaan dalam bentuk uang tunai, piutang atau aktiva lain yang masuk ke dalam perusahaan atau menurunnya kewajiban sebagai akibat penjualan barang atau penyerahan jasa. 2. Jumlah yang dibebankan kepada langganan untuk barang dan jasa yang dijual. Pendapatan dapat juga didefinisikan sebagai kenaikan bruto dalam modal (biasanya melalui diterimanya suatu aktiva dari langganan) yang berasal dari barang dan jasa yang dijual.” Dari berbagai definisi mengenai pendapatan di atas, dapat juga ditarik kesimpulan, bahwa pendapatan merupakan inflow of assets yang diukur berdasarkan nilai tukar (exchange value) dari produk barang atau jasa yang ditransfer kepada customer selama periode tertentu. Nilai tukar ini merupakan cash equivalent atau present value dari tagihan-tagihan yang diharapkan akan diterima dari transaksi baik dalam bentuk kas, piutang dan aktiva lainnya. Walaupun pendapatan merupakan inflow of assets, tetapi tidak semua inflow of assets merupakan pendapatan. Sebagai contoh, pertambahan assets sebagai akibat penjualan saham, demikian pula dengan dana-dana yang didapat dari para kreditur, hadiah-hadiah atau sumbangan dan lain sebagainya, tetapi tidak
16
dapat dimasukkan sebagai pendapatan karena tidak adanya hubungan dengan kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, inflow of assets perlu diperhatikan, mana yang dianggap sebagai pendapatan dan mana yang dianggap bukan pendapatan karena assets bisa bertambah dan bisa berkurang, akan tetapi tidak bisa dimasukkan sebagai pendapatan. Karakteristik Pendapatan : 1. Terdapat kesulitan dalam pendefinisian, sehingga konsep mengenai pendapatan belum didefinisikan secara jelas dalam literatur akuntansi, dengan alasan : a. Karena pendapatan berkaitan dengan perubahan nilai sehingga sulit untuk menentukan nilai mana yang pendapatan dan mana yang beban atau bukan pendapatan. b. Karena pendapatan dikaitkan dengan prosedur akuntansi tertentu (sesuai dengan sifat akuntansi perusahaan). c. Dikaitkan dengan saat atau waktu. 2. Konsep aliran assets. a. Aliran masuk (inflow concept). Menurut konsep ini pendapatan merupakan apa-apa yang mengalir pada perusahaan sebagai akibat penyerahan barang dan jasa. b. Aliran keluar (outflow concept). Menurut konsep ini pendapatan merupakan barang atau jasa yang mengalir ke konsumen. 3. Konsep penciptaan barang dan jasa (product of enterprise). Menurut konsep ini pendapatan merupakan barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan. 4. Dampaknya terhadap modal pemilik. Dilihat dari segi ini, pendapatan merupakan aliran yang bersifat menguntungkan modal pemilik, diluar transaksi yang langsung mempengaruhi besar modal.
17
Unsur-unsur Pendapatan. Terdapat dua pandangan dalam menentukan apa saja yang termasuk pendapatan, yaitu : 1. Pandangan sempit (Narrow View). Bahwa yang dianggap pendapatan adalah hanya pendapatan yang berasal dari kegiatan pokok, yang dilakukan terus-menerus selama satu periode. Pendapatan bukan dari kegiatan pokok, tidak termasuk unsur pendapatan. 2. Pandangan menyeluruh (Comprehensive View). Bahwa yang dianggap pendapatan adalah semua, baik dari kegiatan pokok maupun bukan dari kegiatan pokok perusahaan.
Sumber-sumber Pendapatan. Sumber-sumber pendapatan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : 1. Operating revenue. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pendapatan yang diterima oleh perusahaan yang berhubungan langsung dengan aktivitas utama perusahaan, sesuai dengan jenis usahanya dan berlangsung secara berulang setiap periode. 2. Non operating revenue. Yang termasuk non operating revenue adalah pendapatan yang diterima oleh perusahaan, yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas utama perusahaan dan terjadi secara insendentil.
Pengukuran Pendapatan. Adanya ketidakpastian dalam dunia usaha akan berakibat besar bagi suatu perusahaan, untuk itu perlu adanya suatu pengukuran yang tepat atas pendapatan yang diperoleh dari suatu periode tertentu, agar dapat menghasilkan suatu informasi yang sejalan bagi pengambilan keputusan oleh manajemen. Pada dasarnya pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan berkaitan dengan asset dalam transaksi pertukaran. Oleh karena realisasi asset ini dinyatakan dalam kas,
18
maka pendapatan ditetapkan setelah dikurangi sales return and allowance, sales discount dan lain-lain. Sehubungan dengan pengakuan pendapatan, salah satu kriteria bahwa pendapatan itu dapat diakui adalah measurability, dimana pendapatan itu dapat ditentukan besarnya dengan wajar agar di dalam laporan keuangan tidak tercermin pendapatan yang terlampau tinggi (over statement) dan terlalu rendah (under statement). Dalam rangka pengukuran pendapatan, perlu dibahas unsur pengurangan terhadap pendapatan, antara lain : I. Cash discount. Pada umumnya cash discount diberikan dalam hal penjualan kredit, dimana potongan ini diberikan terhadap pembayaran dalam jangka waktu tertentu sesudah pengiriman barang dan sebelum periode discount berakhir, dengan maksud agar langganan secepatnya melakukan pembayaran. Sebagai contoh, akan penulis kemukakan di sini, misalnya suatu faktur penjualan pada tanggal 10 September menunjukkan suatu jumlah Rp 1.000.000,00 dengan term 2/10, n/30. Jika pembeli tersebut akan melakukan pembayaran sebelum tanggal 20 September maka pembeli tersebut akan memperoleh potongan sebesar 2% X Rp 1.000.000,00 = Rp 20.000,00 dan jumlah yang akan diterima adalah Rp 980.000,00 tetapi jika pembeli membayar setelah tanggal 20 September maka jumlah yang akan diterima adalah sebesar Rp 1.000.000,00 dan paling lambat harus diterima pada tanggal 10 Oktober. Dalam cash discount terdapat dua metode yang umumnya dapat diterima yaitu : 1. Gross price method. Disini penjualan dicatat berdasarkan jumlah kotor atau gross, maka apabila ternyata langganan mengambil discount, cash discount itu dicatat sebagai pengurang pendapatan (revenue deduction). Untuk mencatat terjadinya penjualan : Dr. Account receivable Cr. Sales
Rp 1.000.000,00 Rp 1.000.000,00
19
Mencatat penerimaan cash pada periode discount : Dr. Cash
Rp 980.000,00
Dr. Cash discount on sales
Rp 20.000,00
Cr. Account receivable
Rp 1.000.000,00
Apabila menggunakan metode ini, perlu ditentukan besarnya potongan tunai yang mungkin terjadi pada akhir periode yaitu : Dr. Cash discount on sales
XX
Cr. Allowance for cash discount
XX
Taksiran cash discount yang didebet tersebut, akan mengurangi net income, allowance for cash discountnya akan mengurangi account receivable. Cash discount on sales biasanya dikurangkan dari sales pada laporan laba rugi sehingga sales akan menunjukkan nilai bersihnya. 2. Net price method. Dalam metode ini, penjualan dicatat berdasarkan jumlah bersih atau netto, maka bilamana pembayaran dalam jangka waktu 10 hari, pada perkiraan sales discount tidak perlu didebet. Agar terdapat matching process yang layak, maka perusahaan harus menaksir berapa jumlah hasil discount yang akan diambil oleh langganan dari piutang yang outstanding pada akhir periode. Taksiran ini kemudian dibukukan dengan mendebet perkiraan sales discount dan mengkredit perkiraan allowance for cash discount. Mencatat penjualan bersih dan piutang kotor : Dr. Account receivable
Rp 1.000.000,00
Cr. Allowance for cash discount
Rp 20.000,00
Cr. Sales
Rp 980.000,00
Mencatat penerimaan kas pada periode discount : Dr. Cash
Rp 980.000,00
Dr. Allowance for cash discount
Rp 20.000,00
Cr. Account receivable
Rp 1.000.000,00
20
II. Sales return and allowance. Jenis ini merupakan potongan penjualan yang sama halnya dengan cash discount. Dalam menentukan sales return and allowance pada akhir periode apabila jumlahnya immaterial, sales return umumnya dicatat pada akhir periode diterimanya kembali barang-barang tersebut meskipun penjualan berasal dari periode sebelumnya. Akan tetapi apabila jumlah pengembalian tersebut dapat ditaksir dengan cukup objektif dan jumlahnya material, maka sales return and allowance tersebut harus ditaksir jumlahnya untuk dialokasikan pada periode dimana penjualan tersebut dilakukan. Apabila taksiran itu tidak dilakukan atau dibukukan, dan pada akhir suatu periode terdapat jumlah sales return and allowance yang material yang berasal dari periode sebelumnya, maka harus dilakukan penyesuaian terhadap periode penjualan tersebut atau setidaknya hal tersebut harus dijelaskan pada laporan laba rugi. Adapun pencatatan dari sales return and allowance ini adalah : Mencatat pengembalian oleh pelanggan : Dr. Sales return and allowance
XX
Cr. Account receivable
XX
Mencatat taksiran pengembalian dari seluruh penjualan : Dr. Sales return and allowance Cr. Estimate sales return and allowance
XX XX
Saldo dari sales return and allowance ini akan mengurangi sales (penjualan), sehingga penjualan akan menunjukkan nilai bersihnya, begitu pula piutang akan menunjukkan nilai yang mungkin direalisir.
III. Uncollectible account (bad debt). Biasanya dapat digolongkan dalam laporan laba rugi sebagai pengurang langsung terhadap penjualan, tetapi dalam praktik diperlakukan sebagai operating expense. Hal ini disebabkan karena piutang dalam praktik menunjukkan jumlah kotor yang layak untuk menilai dan setiap taksiran kerugian mempunyai sifat sebagai pengeluaran yang akan diperhitungkan terhadap pendapatan. Selain itu
21
bad debt dianggap sebagai pengeluaran, karena dalam operasi perusahaan terdapat pemisahan antara bagian kredit dan bagian penjualan. Metode untuk mencatat bad debt dapat dibedakan sebagai berikut : 1. The allowance method. Penaksiran dilakukan terhadap jumlah bad debt pada setiap periode, sehubungan dengan penjualan tersebut. Misalnya pada suatu akhir periode terdapat jumlah piutang sebesar Rp 50.000,00 dan dari jumlah tersebut ditaksir tidak dapat ditagih sebesar Rp 5.000,00 maka akan dibuat jurnal : Dr. Bad debt expense
Rp 5.000,00
Cr. Allowance for bad debt
Rp 5.000,00
Apabila ada langganan yang tidak mampu membayar maka perkiraan ini dihapus. Misalnya saja piutang sebesar Rp 4.000,00 dihapuskan, maka akan dijurnal : Dr. Allowance for bad debt
Rp 4.000,00
Cr. Account receivable
Rp 4.000,00
Untuk menaksir jumlah piutang yang tidak dapat ditagih maka dapat digunakan cara sebagai berikut : o Taksiran berdasarkan penjualan (prosentase dari penjualan) o Taksiran berdasarkan analisa dari piutang (prosentase dari umur piutang) 2. The direct write off or direct charges-off method. Yaitu dengan cara menghapus langsung piutang yang diketahui mungkin tidak tertagih, dan akan dijurnal : Dr. Bad debt expense Cr. Account receivable
XX XX
Pengakuan Pendapatan. Sudah umum diterima bahwa pendapatan laba diakui melalui seluruh tahapan siklus operasi yaitu selama pesanan, produksi, penjualan dan penagihan. Karena adanya kesulitan mengalokasikan pendapatan dan laba pada berbagai tahapan siklus operasi, para akuntan menggunakan prinsip realisasi untuk memilih suatu peristiwa yang kritis dalam siklus tersebut untuk penentuan waktu
22
pendapatan dan pengakuan laba. Peristiwa yang kritis (critical event) dipilih untuk mewujudkan kapan perubahan tersebut tertentu dalam aktiva dan utang bisa ditentukan secara tepat. Di dalam sebagian besar kasus nilai tambah yang dilakukan perusahaan, berkaitan erat dengan seluruh proses perencanaan, produksi, penyerahan barang atau jasa kepada konsumen dan tagihan kas terakhir, dan di dalam kasus tertentu penyediaan jasa. Misalnya, perbaikan sesuai dengan adanya garansi yaitu sesudah adanaya proses tagihan, oleh karena terikatnya nilai tambahan ini sepanjang waktu, maka tidak mungkin suatu alokasi yang logis terhadap beberapa proses. Oleh karena itu suatu alternatif yang bijaksana adalah melaporkan nilai yang ditambah oleh perusahaan pada suatu saat. Konsep peristiwa yang kritis menganjurkan bahwa waktu yang paling tepat adalah pada saat keputusan yang paling kritis diambil atau tugas yang paling sulit dilaksanakan. Saat ini, mungkin juga pada waktu kontrak ditandatangani, waktu pelayanan diselenggarakan, waktu penagihan kas atau pada beberapa kesempatan lainnya. Sebelum melangkah dan mengetahui lebih lanjut mengenai masalah pengakuan pendapatan (revenue recognition), perlu dikemukakan pengertian dari realisasi pendapatan itu sendiri. Menurut Hendriksen dan Van Breda yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo (2000 : 383) menyatakan definisi realisasi bahwa : “Realisasi merupakan pelaporan pendapatan apabila suatu pertukaran atau arus keluar produk telah terjadi yaitu barang atau jasa harus sudah ditransfer ke pelanggan atau klien, yang menaikkan baik penerimaan kas atau pun klaim atas aktiva atau aktiva lain.” Dengan demikian realisasi merupakan pelaporan pendapatan setelah pertukaran dan pengiriman barang atau penyerahan jasa terjadi. Hal ini berarti, bahwa barang dan jasa harus telah ditransfer serta akan menimbulkan terjadinya penerimaan kas, piutang atau asset liquid lainnya.
23
Dengan kata lain, pendapatan direalisir apabila : 1. Adanya bukti yang objektif sebagai harga pasar dari barang atau jasa yang diserahkan. 2. Terjadinya proses penerimaan pendapatan baik itu penerimaan sekaligus atau penerimaan sebagian. Pengakuan pendapatan berarti menerima nilai-nilai baru dari asset, karena transaksi pertukaran dan mencatat nilai baru ini di dalam pembukuan. Hal ini dapat dilakukan pada waktu uang tunai atau tuntutan hukum atas kas sudah pasti sebagai hasil pertukaran tersebut. Akan tetapi mungkin masalah penetapan waktu tidak terikat pada dasar uang tunai, melainkan kepada kepastian hukum itu. Pada dasarnya pendapatan ini diakui pada saat transfer of little, yaitu pada saat hak untuk pemilikan barang atau jasa berpindah dari penjual kepada pembeli. Menurut Aliminsyah dan Padji dalam Kamus Istilah Akuntansi (2002 : 123) menyatakan sebagai berikut : “Pengakuan pendapatan (revenue recognition) yaitu asumsi akuntansi bahwa pendapatan merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus tanpa terputus, sehingga untuk tujuan pelaporan akuntansi, diperlukan pembatasan yang jelas tentang kapan suatu pendapatan diakui.” Ada dua syarat dalam rangka pengakuan pendapatan yaitu aktivitas ekonomi yang utama untuk menciptakan dan menjadikan produk tersebut dapat dijual atau jasa telah dilaksanakan pada periode tersebut dan adanya bukti yang objektif untuk menetapkan hasil kegiatan tersebut. Kedua hal tersebut dalam kenyataannya tidak selalu disamakan tetapi bisa berlangsung dalam berbagai tahap dalam suatu proses. Jadi pengakuan pendapatan pada suatu periode tententu dapat terjadi pada saat penjualan, sebelum atau sesudah terjadi penjualan dan tidak tergantung pada saat berpindahnya hak atas produk asalkan kedua kondisi tersebut dipenuhi. Hal ini mengakibatkan terdapatnya beberapa metode pengakuan pendapatan, yaitu sebagai berikut :
24
1. Pengakuan pendapatan selama proses produksi. 2. Pengakuan pendapatan setelah proses produksi. 3. Pengakuan pendapatan pada saat penjualan. 4. Pengakuan pendapatan setelah terjadinya penjualan.
1. Pengakuan pendapatan selama proses produksi. Pendapatan yang diakui selama proses produksi masih berjalan, umumnya dibedakan dalam kelompok sebagai berikut : a. Pendapatan yang berasal dari jasa-jasa yang diberikan. Pendapatan yang dicatat selama proses produksi merupakan hal yang umum dilakukan. Sehubungan dengan pencatatan dari jasa-jasa yang diberikan perusahaan seperti sewa, bunga dari kelebihan uang yang didepositokan, serta pendapatan dari jasa yang diberikan perusahaan berdasarkan perhitungan jangka waktu yang dilampaui. Pendapatan dihasilkan bersamaan dengan pelaksanaan jasa tersebut di mana jumlahnya telah ditentukan berdasarkan perjanjian kontrak yang telah dibuat sebelumnya. Misalnya, dalam hal sewa di mana menurut accrual basic dalam akuntansi, pencatatan dilakukan selama proses produksi. Pencatatan pendapatan selama proses produksi ini, adalah hal yang biasa didapati selama suatu perjanjian sewa-menyewa. Sebagai contoh, jumlah sewa ditetapkan lebih dahulu dan dibayar dibelakang setiap bulan tertentu, pada tanggal yang telah ditetapkan. Dengan demikian pada akhir periode, perusahaan harus menetapkan berapa jumlah pendapatan dari jasa tersebut yang harus dicatat sebagai pendapatan untuk periode yang bersangkutan. Meskipun jumlah tersebut baru dibayar kemudian, karena perusahaan belum memiliki klaim atas kas sampai tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian. Maka pencatatan yang dilakukan itu, dapat diartikan sebagai pelaporan pendapatan selama proses produksi yaitu selama jasa dikerjakan yang berarti bahwa pertukaran secara mutlak telah terjadi.
25
b. Pendapatan yang berasal dari kontrak jangka panjang. Ciri dari perusahaan jasa yang menjual jasanya dengan sistem kontrak jangka panjang adalah tanggal dimulainya pekerjaan dengan tanggal selesainya pekerjaan, jatuh pada periode akuntansi yang berbeda. Harga penjualan dengan sistem kontrak jangka panjang ini ditetapkan sebelum pekerjaan tersebut dilaksanakan. Yang menjadi masalah dalam sistem kontrak ini adalah pengalokasian dari pendapatan dari pekerjaan-pekerjaan tersebut. Metode akuntansi yang umum digunakan untuk perhitungan dari kontrak jangka panjang adalah : -
Metode persentase penyelesaian (percentage of completion method).
-
Metode kontrak selesai (completed contract method).
Metode Persentase Penyelesaian (Percentage of Completion Method). Menurut
metode
ini,
pendapatan
diakui
berdasarkan
tingkat
penyelesaian dari proyek yang dikerjakan. Menurut metode ini pendapatan dalam suatu kontrak tertentu, keuntungannya dapat diakui atas dasar bagian dari pekerjaan dengan syarat bahwa total keuntungan dapat ditaksir dengan tepat dan terdapat kepastian mengenai realisasinya. Penaksiran tersebut umumnya dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : -
Berdasarkan persentase dari biaya. Tahap penyelesaian ini ditentukan dengan membandingkan biaya yang telah dibebankan dengan taksiran total biaya untuk menyelesaikan proyek tersebut.
-
Berdasarkan persentase penyelesaian secara fisik. Untuk menentukan persentase penyelesaian secara fisik, kadangkala Sarjana Sipil atau Sarjana Arsitek diminta bantuannya untuk mengevaluasi pekerjaan yang telah diselesaikan. Penaksiran ini biasanya dilakukan pada tahap kemajuan proyek secara fisik.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menggunakan metode persentase penyelesaian ini adalah :
26
-
Dapat dibuat penaksiran yang dapat dipertanggungjawabkan atas kemajuan pekerjaan, penghasilan kontrak, biaya kontrak.
-
Kontrak harus secara jelas menyebutkan hak-hak yang harus ditegakkan terhadap barang dan jasa yang akan diserahkan dan diterima
oleh
pihak-pihak
yang
bersangkutan,
pertimbangan-
pertimbangan yang harus diputuskan dan syarat-syarat pelaksanaan kontrak. -
Pembeli dapat diharapkan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kontraknya.
Keuntungan dari metode ini adalah : -
Pendapatan dilaporkan secara periodik sesuai dengan kemajuan pekerjaan yang telah diselesaikan, sehingga dapat dilakukan matching antara biaya dengan pendapatan pada periode tersebut.
-
Keuntungan dari kontrak yang belum selesai, dapat ditentukan dengan memperhatikan taksiran-taksiran biaya yang masih diperlukan untuk menyelesaikan kontrak itu.
Kelemahan dari metode ini yaitu pendapatan periodik ditetapkan berdasarkan seluruh biaya yang ditaksir di masa depan. Sedangkan keadaan di masa datang itu penuh dengan ketidakpastian, sehingga mungkin saja terjadi biaya yang ditaksir tidak sesuai dengan biaya yang sebenarnya. Apabila hal ini terjadi maka perhitungan pendapatan pada periode-periode sebelumnya kurang tepat. Umumnya kelebihan atau kekurangan perhitungan pendapatan yang kurang tepat ini akan diperhitungkan pada penetapan atau perhitungan pendapatan pada periode di mana kontrak tersebut berakhir. Bila taksiran pendapatan berdasarkan taksiran biaya atau taksiran penyelesaian pekerjaan ini kurang dapat ditentukan atau meragukan, maka digunakan cara lain yang lazim disebut Metode Kontrak Selesai.
27
Metode Kontrak Selesai (Completed Contract Method). Menurut
metode
ini,
bilamana
suatu
kontrak
atau
proyek
pembangunan belum selesai, laba atau rugi proyek tersebut tidak akan dihitung. Hal ini berdasar pada pendapat yang menyatakan, bahwa laba atau rugi baru terjadi setelah penjualan barang (finished goods) dilakukan. Jadi suatu keuntungan berasal dari penjualan bukan berasal dari produksi. Selama kontrak atau proyek belum selesai, selama itu pula tiap akhir tahun tidak diadakan perhitungan laba ruginya. Atau dengan perkataan lain, pendapatan baru diakui bila kontrak atau proyek telah diselesaikan dan diserahkan kepada pemberi order. Suatu kontrak atau proyek baru dianggap selesai, jika biaya-biaya yang masih menjadi beban jumlahnya tidak material. Apabila taksiran mengenai pendapatan dan biaya proyek tidak dilakukan dengan cukup baik, atau ada kemungkinan salah dalam melakukan penaksiran yang jumlahnya cukup besar, maka lebih baik menggunakan metode kontrak selesai. Manfaat dari metode kontrak selesai ini adalah hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan lebih tepat, karena tidak dihitung berdasarkan taksiran-taksiran yang penuh dengan ketidakpastian, baik taksiran mengenai total biaya proyek maupun taksiran mengenai kemajuan penyelesaian proyek. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah hasil operasi perusahaan tidak dilaporkan secara berkala, sehingga mengakibatkan pengakuan pendapatan yang tidak teratur, terutama jika proyek-proyek tersebut melebihi satu masa. Dengan demikian metode ini mengakibatkan kegagalan dalam membandingkan cost serta revenue secara periodik. Seperti pada metode persentase penyelesaian, menurut metode kontrak selesai ini, perusahaan harus melakukan penyisihan untuk kerugian yang dapat diduga. Apabila dalam periode tersebut terdapat biaya umum, biaya pimpinan dan biaya tetap lainnya, sedangkan pada periode yang bersangkutan tidak ada kontrak atau proyek yang diselesaikan telah tuntas maka sebaiknya biaya-
28
biaya tersebut dibebankan pada perhitungan pendapatan secara berkala. Dalam hal ini piutang bagi perusahaan untuk tidak menangguhkan biaya tersebut secara berlebihan. Pemakaian salah satu dari metode tersebut walaupun masing-masing metode mempunyai kebaikan dan kelemahannya, haruslah konsisten.
2. Pengakuan pendapatan setelah proses produksi. Pengakuan pendapatan setelah produksi selesai dapat diterapkan, jika perusahaan dapat menentukan besarnya harga pasar dan biaya pemasaran secara tepat. Kedua masalah tersebut dapat diketahui oleh perusahaan, apabila perusahaan telah mengadakan suatu perjanjian atau kontrak penjualan dengan pembeli sebelum barang-barang tersebut selesai diproduksi. Jika pembeli melakukan pembayaran pada saat perjanjian atau kontrak tersebut dilakukan maka penerimaan uang tersebut tidak boleh dianggap sebagai pendapatan sampai barang tersebut selesai diproduksi. Suatu penjualan yang tidak berdasar kontrak atau perjanjian, dapat diakui sebagai pendapatan setelah produksi, dengan syarat hal-hal sebagai berikut : -
Harga pasar dari barang tersebut stabil dan telah pasti.
-
Biaya penjualan barang tersebut tidak besar.
-
Barang-barang tersebut mudah dipasarkan.
Contoh yang paling umum dari produk tersebut yang memenuhi syarat yaitu emas, perak dan timah di mana pengawasan harga pasar dilakukan oleh pemerintah, demikian pula dengan barang lain seperti, hasil pertanian atau perkebunan, tembaga dan juga barang-barang lainnya yang memenuhi kondisi tersebut di atas. Harga pasar suatu produk sering berubah, naik atau turun pada saat produk tersebut dijual. Jika terdapat perbedaan antara harga pada saat produksi selesai dengan harga jual produk tersebut, maka kelebihan atau kekurangan yang timbul, akan dianggap sebagai keuntungan atau kerugian dan tidak perlu diadakan penyesuaian terhadap pendapatan yang telah dicatat sebelumnya, karena umumnya perbedaan tersebut tidak materiil.
29
3. Pengakuan pendapatan pada saat penjualan. Jenis pengakuan pendapatan ini, adalah jenis yang umum dilakukan dalam dunia usaha dibandingkan dengan metode pengakuan pendapatan lainnya, hal ini disebabkan karena beberapa faktor : 1. Pada saat penjualan, harga produk ditetapkan dengan pasti dan telah terjadi pertukaran produk dengan asset yang baru, di mana pertukaran ini dapat dianggap sebagai bukti realisasi. 2. Pada saat penjualan, dalam hal ini yang normal adalah pendapatan yang ditentukan secara obyektif dari harga penjualan yang disetujui oleh pihak pembeli dan penjual. 3. Kepastian terhadap jumlah biaya yang berhubungan dengan produk yang bersangkutan telah terjadi dengan adanya penyerahan barang. Dari segi hukum, penjualan dapat dianggap terjadi apabila telah dilakukan penyerahan hak milik atas barang yang bersangkutan kepada pembeli dan penjual atau perusahaan mempunyai hak untuk menagih pembayarannya. Teknik penyerahan hak dilakukan pada saat pembuatan faktur yang disertai dengan penyerahan fisik barangnya kepada langganan atau kepada perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, penjualan dapat dianggap terjadi apabila barang dagangan telah dipisahkan dan di cap atas nama seorang langganan atau pembeli karena langganan tersebut menyatakan keinginannya untuk membeli, walaupun barangnya belum diserahkan. Tetapi tidak semua penyerahan atau pemisahan barang dagangan tersebut merupakan penjualan, karena dalam hal ini pembeli belum menyatakan keinginannya untuk membeli barang tersebut. Sebagai contoh, penyerahan barang atas dasar konsinyasi. Sebenarnya suatu penjualan dapat terjadi pada beberapa waktu yang berbeda, tergantung dari keadaan seperti pada saat pembayaran uang muka atau pada saat barang benar-benar dikirim kepada pembeli. Maka dapat disimpulkan bahwa, proses penyerahan jasa disertai dengan pembuatan fakturnya merupakan saat untuk mengakui terjadinya penjualan.
30
Bila penyerahan jasanya memerlukan waktu yang relatif lama, maka dalam hal ini selayaknya untuk mengakui terjadinya pendapatan secara periodik atau sampai pekerjaan tersebut diserahkan seluruhnya. Kelemahan utama dari pengakuan pendapatan pada saat penjualan ini adalah adanya ketidakpastian mengenai peristiwa-peristiwa sesudah penjualan terjadi, sebagai contoh : -
Kemungkinan produk yang telah dijual dikembalikan lagi oleh langganan.
-
Kemungkinan timbulnya biaya tambahan, setelah penjualan yang berhubungan dengan produk yang dijual.
-
Kemungkinan piutang yang tidak dapat ditagih. Berdasarkan
pengalaman
umumnya
perusahaan
dapat
melakukan
penaksiran terhadap piutangnya yang tidak dapat ditagih, demikian pula dengan taksiran-taksiran biaya yang akan timbul setelah terjadinya penjualan. Apabila diperkirakan kerugian yang timbul akibat piutang yang tidak dapat ditagih jumlahnya cukup materiil, maka kerugian tersebut harus dialokasikan pada periode yang sama dengan penjualan yang bersangkutan. Jika terjadi penjualan yang dikembalikan atau potongan penjualan yang jumlahnya tidak begitu materiil maka pengembalian barang dan potonganpotongan tersebut dicatat dan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya peristiwa tersebut, walaupun penjualannya dilakukan pada periode sebelumnya. Tetapi apabila retur penjualan dan potongan-potongan jumlahnya diduga akan materiil, maka jumlah yang diduga tersebut harus dicatat sesuai dengan masa penjualan dilakukan atau diadakan penyesuaian pada awal dan akhir tahun buku.
4. Pengakuan pendapatan setelah terjadinya penjualan. Dalam hal ini, pengakuan pendapatan terjadi saat penerimaan uang dari langganan atau pembeli. Di sini tidak digunakan istilah cash basis, karena dapat menimbulkan kesalahan interpretasi. Apabila menggunakan cash basis, pendapatan dan biaya dicatat pada saat penerimaan dan pengeluaran kas.
31
Pendapatan mungkin dicatat sebelum terjadi penjualan apabila terdapat pengiriman uang muka dari langganan. Hal ini bertentangan dengan pengakuan pendapatan yang umumnya dapat diterima, karena tidak ada teori yang mendukung pendapatan terlebih dahulu dari periode waktu pendapatan itu diterima. Pengakuan pendapatan secara keseluruhan harus didasarkan pada kewajaran. Oleh karena itu, pengakuan pendapatan setelah terjadinya penjualan, tidak sama dengan cash basis dalam accounting. Pencatatan pada saat penerimaan kas sering dilaksanakan pada perusahaan biasa. Bila jasa yang diserahkan mencakup jangka waktu pendek umumnya terjadi pada perusahaan pengangkutan, hiburan dan lain-lain, maka biasanya pembayaran dari langganan terjadi pada saat jasa tersebut diserahkan. Hal ini berarti tes terhadap penyerahan maupun penagihan layak dipakai sebagai dasar untuk mengakui pendapatan. Jika jasa-jasa yang diserahkan mencakup jangka waktu yang panjang seperti pekerjaan ahli mesin, akuntan dan lain-lain, maka penerimaan kas sebelum jasa-jasa diserahkan, tidak layak dianggap sebagai pendapatan, tetapi harus dimasukkan sebagai deffered revenue dan baru diakui sebagai pendapatan apabila jasa-jasa tersebut selesai dan diserahkan kepada langganan. Keadaan lain yang menyebabkan penggunaan metode ini : 1. Jika nilai aktiva yang diterima sebagai pembayar produk yang diserahkan tidak dapat diukur secara tepat. Contoh, pembayaran dalam bentuk tangible asset atau monetary asset, maka pengakuan pendapatannya harus ditunda dulu sampai aktiva tersebut dijual. 2. Jika masih ada biaya-biaya yang materiil jumlahnya yang masih dikeluarkan dan biaya-biaya ini tidak dapat ditaksir jumlahnya secara tepat. Disamping perusahaan jasa pengakuan pendapatan setelah terjadinya penjualan akan sering juga dijumpai dalam perusahaan yang disebut installment sales. Dalam installment sales, dapat digunakan deffered revenue dengan anggapan bahwa penjualan sesungguhnya baru terjadi saat penyerahan
32
pada pembeli, dalam hal ini pendapatan tidak akan diakui sampai semuanya dilunasi sesuai dengan perjanjian dalam penyerahan hak. Pada dasarnya pemakaian installment sales method ini disebabkan adanya ketidakpastian dalam menaksir jumlah yang dapat ditagih, demikian pula adanya biaya-biaya penagihan yang besar. Dengan perkataan lain klaim terhadap langganan diragukan penagihannya. Dalam keadaan umum, hal tersebut dilakukan dengan menaksir jumlah yang tidak dapat ditagih seperti yang dijelaskan di muka. Metode pengakuan pendapatan setelah penjualan atau pada saat pembayaran diterima, penerapannya sebisa mungkin dihindari karena sedikit sekali dijumpai situasi di mana tagihan atas penjualan benar-benar dapat dipastikan secara layak. Dalam penulisan skripsi ini penulis hanya akan membandingkan dua metode pengakuan pendapatan, yaitu metode pengakuan pendapatan pada saat penjualan dan metode pengakuan pendapatan setelah penjualan. Hal ini disebabkan karena metode pengakuan pendapatan selama proses produksi dan metode pengakuan pendapatan setelah proses produksi lebih tepat untuk diterapkan pada perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang penyelesaiannya dapat melebihi satu periode akuntansi, kemudian harga jual, biaya tambahan dan saat penyerahan barangnya yang belum dapat ditentukan dengan pasti.
Konsep Laba. Tujuan suatu perusahaan adalah memperoleh laba secara terus menerus sehingga kontinuitas perusahaan dapat dipertahankan bahkan untuk memperluas usaha perusahaan. Suatu perusahaan dapat dikatakan memperoleh laba, apabila produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat terjual dengan nilai uang yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut. Konsep laba yang paling tepat untuk pelaporan kegiatan keuangan perusahaan sangat tergantung pada tujuan dari para pemakai atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan tersebut. Suatu konsep yang bermanfaat
33
bagi sekelompok pemakai belum tentu bermanfaat bagi kelompok pemakai yang lain, karena tujuan lain yang berbeda. Dalam Interpretation An Application of GAAP 1999 (1999 : 57) mendefinisikan laba sebagai berikut : “Comprehensive income is the change inequity of a business enterprise during a period from transaction or other events and circumstances from nonowner sources. It includes all change in equity during a period, except those resulting from investments by owners and distribution to owners (SAFC 6).” Laba komprehensif didefinisikan sebagai perubahan dalam modal perusahaan, selama suatu periode yang berasal dari suatu transaksi atau peristiwa lain. Laba mencakup semua perubahan dalam modal selama suatu periode, tidak termasuk hasil dari investasi atau penanaman modal dari pemilik dan distribusi kepada pemilik. Menurut Aliminsyah dan Padji dalam Kamus Istilah Akuntansi (2002 : 222), mendefinisikan laba bersih (net income) yaitu : “Selisih pendapatan atas biaya-biaya yang dibebankan dan yang merupakan kenaikan bersih atas modal yang berasal dari kegiatan usaha.”
Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa laba sebagai suatu jumlah yang dapat dikurangi tanpa mengurangi nilai kekayaan. Hendriksen dan Van Breda terjemahan Herman Wibowo (2000 : 331), mengelompokkan tujuan-tujuan dalam pelaporan laba yang memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang paling berkepentingan dalam pelaporan keuangan sebagai berikut : “ 1. Penggunaan laba sebagai pengukuran efisiensi manajemen. 2. Penggunaan angka laba historis untuk membantu meramalkan arah masa depan dari perusahaan atau pembagian deviden masa depan. 3. Penggunaan laba sebagai pengukuran pencapaian dan sebagai pedoman untuk keputusan manajerial masa depan.”
34
Dari konsep laba yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang terpenting adalah laba yang disajikan dalam laporan akuntansi diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna untuk semua pemakai laporan keuangan. Adapun kegunaan tersebut meliputi : -
Untuk memberikan informasi kepada mereka yang berkepentingan dengan laporan keuangan.
-
Untuk mengukur efisiensi manajemen.
-
Untuk
membantu
dalam
peramalan
kemampuan
perusahaan
dalam
pembayaran deviden. -
Sebagai ukuran keberhasilan dan pedoman mengenai keputusan managerial di masa yang akan datang.
Akuntansi untuk Perusahaan Manufaktur. Perusahaan manufaktur yang tidak begitu besar dan sederhana proses produksinya, biasanya menggunakan sistem akuntansi yang sederhana yang didasarkan pada sistem persediaan periodik. Pencatatan persediaan yang digunakan dalam proses produksi, penentuan barang yang masih dalam proses, dan barang yang terjual, didasarkan pada perhitungan fisik periodik yang biasanya dilakukan pada akhir tahun. Dalam sistem seperti ini, perhitungan fisik sangat dominan untuk menentukan persediaan akhir dan jumlah yang digunakan atau dijual selama periode. Sistem akuntansi seperti di atas disebut sistem akuntansi umum (general accounting system). Perusahaan manufaktur yang lebih besar dan proses produksinya lebih komplek biasanya menggunakan sistem akuntansi yang didasarkan pada persediaan perpetual. Sistem akuntansi untuk operasi manufaktur yang didasarkan pada persediaan perpetual disebut sistem akuntansi biaya (cost accounting system). Sistem ini dapat menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi per unit dan lebih efektif dalam membantu manajemen dalam pengawasan biaya. Perusahaan manufaktur mempunyai persamaan dengan perusahaan dagang. Keduanya sangat tergantung pada penjualan barang atau produk agar dapat memperoleh penghasilan. Namun demikian di antara keduanya terdapat
35
perbedaan yang sangat mendasar. Perusahaan dagang menjual barang dalam kondisi yang sama seperti waktu barang dibeli, sedangkan perusahaan manufaktur harus membeli dulu bahan baku dan kemudian mengolah bahan tersebut menjadi produk jadi untuk dijual. Sebagai contoh, sebuah toko sepatu (perusahaan dagang) membeli sepatu dari pabrik dan menjualnya dalam keadaan yang sama seperti waktu sepatu dibeli sedangkan pabrik sepatu (perusahaan manufaktur) harus membeli dulu bahan baku berupa kulit, kain, lem, paku, benang dan sebagainya, untuk diproses menjadi sepatu dan kemudian menjualnya ke toko-toko sepatu.
Masalah –masalah Akuntansi dalam Perusahaan Manufaktur. Perusahaan-perusahaan manufaktur membeli bahan baku untuk dirubah menjadi barang jadi. Sebagai contoh misalnya bahan baku yang dibeli oleh suatu perusahaan industri textil adalah benang tenun yang kemudian diproses sedemikian rupa sehingga menjadi barang jadi yang berupa textil. Istilah bahan baku dan barang jadi yang digunakan dalam akuntansi adalah ditinjau dari segi masing-masing perusahaan industri. Sebagai contoh, benang tenun yang merupakan bahan baku untuk perusahaan textil adalah merupakan barang jadi untuk perusahaan industri pemintalan sedangkan textil merupakan bahan baku untuk perusahaan konveksi pakaian. Di dalam proses mengubah bahan baku menjadi barang jadi, perusahaanperusahaan
manufaktur
menggunakan
tenaga
kerja,
mesin-mesin
dan
membutuhkan pula berbagai biaya pabrik yang lain seperti tenaga listrik, pemeliharaan mesin dan sebagainya. Biaya-biaya produksi ini harus ditambahkan pada biaya pemakaian bahan baku untuk dapat menentukan harga pokok barang jadi dalam suatu periode tertentu. Karena adanya masalah-masalah khusus ini maka catatan-catatan akuntansi untuk perusahaan manufaktur harus diperluas untuk menampung berbagai jenis biaya-biaya produksi, begitu pula laporanlaporan keuangan perlu disesuaikan agar bisa menggambarkan biaya produksi dan berbagai jenis persediaan yang biasanya terdapat pada perusahaan-perusahaan manufaktur.
36
Catatan-catatan akuntansi di dalam perusahaan manufaktur lebih komplek dibandingkan dengan catatan-catatan akuntansi dalam perusahaan dagang atau jasa karena fungsi yang lebih luas. Apabila perusahaan dagang hanya bergerak dalam bidang distribusi barang maka perusahaan manufaktur mempunyai fungsi ganda yaitu memproduksi atau membuat barang jadi dan juga menjual barang yang sudah dihasilkan. Masalah-masalah yang timbul dalam perusahaan manufaktur terutama berhubungan dengan fungsi produksinya, namun demikian dalam perusahaan manufaktur juga dijumpai biaya-biaya penjualan dan biayabiaya administrasi seperti halnya perusahaan dagang.
Konsep Dasar Sistem Produksi. Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang mencakup aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi manufaktur. Produksi adalah bidang yang terus berkembang selaras dengan perkembangan teknologi, di mana produksi memiliki suatu jalinan hubungan timbal-balik (dua arah) yang sangat erat dengan teknologi. Produksi dan teknologi sangat membutuhkan. Kebutuhan produksi untuk beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, meningkatkan kualitas dan produktivitas dan menciptakan produk baru telah menjadi kekuatan yang mendorong teknologi untuk melakukan berbagai terobosan dan penemuan baru. Produksi dalam sebuah organisasi pabrik merupakan inti yang paling dalam, spesifik serta berbeda dengan bidang fungsional lain seperti keuangan, personalia dan lain-lain. Sistem produksi merupakan sistem integral yang mempunyai komponen struktural dan fungsional. Dalam sistem produksi modern terjadi suatu proses transformasi nilai tambah yang mengubah input menjadi output yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. Proses transformasi nilai tambah dari input menjadi output dalam sistem produksi modern selalu melibatkan komponen struktural dan fungsional. Sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut :
37
1. Mempunyai komponen-komponen atau elemen-elemen yang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun sistem produksi itu. 2. Mempunyai
tujuan
yang
mendasari
keberadaannya,
yaitu
menghasilkan produk (barang atau jasa) berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar. 3. Mempunyai aktivitas berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien. 4. Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimalisasi pengalokasian sumber-sumber daya. Sistem produksi memiliki komponen atau elemen struktural dan fungsional yang berperan penting dalam menunjang kontinuitas operasional sistem produksi itu. Komponen atau elemen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, tanah dan lain-lain. Sedangkan komponen atau elemen fungsional terdiri dari supervisi, perencanaan, pengendalian, koordinasi dan kepemimpinan, yang kesemuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Suatu sistem produksi selalu berada dalam lingkungan sehingga aspek-aspek lingkungan seperti perkembangan teknologi, sosial dan ekonomi serta kebijakan pemerintah yang semua itu akan sangat mempengaruhi keberadaan sistem produksi itu. Proses meruakan suatu kumpulan tugas yang dikaitkan melalui suatu aliran material dan informasi yang mentransformasikan berbagai input ke dalam output yang bermanfaat atau benilai tambah tinggi. Suatu proses memiliki kapabilitas atau kemampuan untuk menyimpan material (yang diubah menjadi barang setengah jadi) dan informasi selama transformasi berlangsung. Sebagai contoh tentang proses, bayangkan sebuah pabrik perakitan mobil yang menggunakan bahan baku dalam bentuk parts dan komponen.
38
Elemen-elemen Biaya Produksi. Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya dengan proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Biaya produksi terdiri atas tiga elemen yaitu : 1. Biaya bahan baku Bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian menyeluruh dari barang jadi dan biaya bahan baku adalah harga pokok bahan baku tersebut yang diolah dalam proses produksi. Sebagai contoh bahan baku perusahaan industri textil adalah benang atau kapas. Di dalam memproduksi sesuatu barang, kadang-kadang diperlukan bahanbahan lain yang tidak menjadi bagian menyeluruh dari barang jadi, misalnya dalam memproduksi meja selain dibutuhkan kayu sebagai bahan bakunya, juga diperlukan adanya kertas penghalus (empellas) dan bahan pembersih yang tidak akan menjadi bagian dari meja. Bahan-bahan tersebut tidak disebut sebagai bahan baku, tetapi disebut bahan penolong yang digolongkan dalam biaya-biaya overhead pabrik. 2. Biaya tenaga kerja langsung Tenaga kerja langsung ialah tenaga kerja yang jasanya dapat diperhitungkan langsung dalam pembuatan produk (barang jadi) tertentu. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang dapat diidentifikasikan secara langsung terhadap produk (barang jadi) tertentu. Yang dikelompokkan sebagai biaya tenaga kerja langsung adalah biaya untuk jasa-jasa tenaga kerja secara langsung mengerjakan bahan baku, baik dengan menggunakan tangan ataupun dengan menggunakan mesin. Biaya tenaga kerja tak langsung adalah biaya untuk jasa-jasa tenaga kerja yang tidak langsung mengerjakan bahan baku, seperti misalnya biaya untuk pengawas, mandor, tukang-tukang reparasi mesin dan sebagainya. Biaya-biaya tenaga kerja tak langsung dikelompokkan sebagai overhead pabrik. 3. Biaya overhead pabrik Biaya-biaya overhead pabrik atau sering juga disebut biaya-biaya produksi tak langsung adalah semua biaya produksi selain dari biaya bahan baku dan biaya
39
tenaga kerja kerja langsung. Biaya overhead pabrik terdiri dari biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja tak langsung dan biaya-biaya produksi tak langsung lainnya.
Strategi Respons terhadap Permintaan Konsumen. Strategi respons terhadap permintaan konsumen mendefinisikan bagaimana suatu perusahaan industri manufaktur akan memberikan tanggapan atau respons terhadap permintaan konsumen. Pada dasarnya strategi respons terhadap permintaan konsumen dapat diklasifikasikan dalam lima kategori sebagai berikut : 1. Design-to-Order (Engineer-to-Order). 2. Make-to-Order. 3. Assemble-to-Order. 4. Make-to-Stock. 5. Make-to-Demand.
Berikut ini akan dikemukakan penjelasan singkat tentang kelima strategi respons terhadap permintaan konsumen di atas. 1. Design-to-Order. Dalam strategi Design-to-Order atau kadang-kadang disebut sebagai Engineer-to-Order, perusahaan tidak membuat produk itu sebelumnya. Dengan demikian bagi perusahaan yang memilih strategi ini tidak mempunyai sistem inventori, karena produk baru akan didesain dan diproduksi setelah ada permintaan pelanggan. Biasanya pihak pelanggan akan meminta proposal yang berkaitan dengan biaya dan waktu pembuatan produk dari produsen (producer). Apabila ada pesanan dari pelanggan, pihak produsen (perusahaan industri) akan mengembangkan desain untuk produk yang diminta (termasuk pertimbangan waktu dan biaya), kemudian menerima persetujuan tentang desain itu dari pihak pelanggan, selanjutnya akan memesan material-material yang dibutuhkan untuk pembuatan produk, melakukan proses produksi atau pembuatan produk dan mengirimkan produk itu ke pelanggan.
40
Dalam strategi Design-to-Order (Engineer-to-Order), perusahaan tidak mempunyai risiko berkaitan dengan investasi inventori. Strategi respons terhadap permintaan konsumen berdasarkan Design-to-Order atau Engineer-to-Order akan cocok untuk produk-produk baru dan atau unik secara total. Produk-produk seperti kapal, komputer khusus untuk keperluan militer, gedung bertingkat, jembatan dan produk sejenis yang baru dan atau unik lainnya dapat dimasukkan dalam kategori Design-to-Order atau Engineer-to-Order.
2. Make-to-Order. Perusahaan industri yang memilih strategi Make-to-Order hanya mempunyai desain produk dan beberapa material standar dalam sistem inventori, dari produk-produk yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas proses pembuatan produk bersifat khusus yang disesuaikan dengan setiap pesanan dari pelanggan. Siklus pesanan (order cycle) dimulai ketika pelanggan menspesifikasikan produk yang dipesan, dalam hal ini produsen dapat membantu pelanggan untuk menyiapkan spesifikasi sesuai kebutuhan pelanggan itu. Produsen menawarkan harga dan waktu penyerahan berdasarkan atas permintaan pelanggan itu. Proses pengajuan proposal dalam strategi Make-to-Order tentu saja lebih sederhana dan akan lebih murah apabila dibandingkan dengan pengajuan proposal pada strategi Design-to-Order. Dalam strategi Make-to-Order, produser dan pelanggan dapat sering berdiskusi untuk mencari alternatif reduksi biaya, reduksi waktu pengiriman dan atau memenuhi kebutuhan aktual dari pelanggan. Apabila pelanggan telah menyetujui proposal dari produser, proses pembuatan produk dapat dilakukan dan selanjutnya dikirim ke pelanggan. Dalam strategi Make-to-Order, perusahaan mempunyai risiko yang sangat kecil berkaitan dengan investasi inventori. Sebagaimana halnya dengan Desain-toOrder, fokus operasionalnya adalah pada pesanan spesifik dari pelanggan dan bukan pada parts. Penggantian parts mesin, produk-produk kerajinan tangan berdasarkan pesanan khusus, riset pasar bagi perusahaan tertentu dan pelatihan
41
dalam perusahaan (inhouse training) berdasarkan kebutuhan spesifik dari pelanggan, dapat dikategorikan dalam strategi Make-to-Order.
3. Assemble-to-Order. Perusahaan industri yang memilih strategi Assemble-to-Order akan memiliki inventori yang terdiri dari semua subassemblies atau modul-modul (modules). Apabila pelanggan memesan produk, produsen secara cepat merakit modul-modul yang ada dan mengirimkan dalam bentuk produk akhir ke pelanggan. Strategi Assemble-to-Order digunakan perusahaan-perusahaan industri yang memiliki produk modular, di mana beberapa produk akhir membentuk modul-modul umum (common modules). Dalam praktek, permintaan untuk modul-modul dapat diramalkan secara lebih akurat dibandingkan peramalan untuk produk akhir. Dengan demikian perusahaan industri ini dapat menanggapi permintaan pelanggan secara lebih efisien melalui peramalan dan penyimpanan modul-modul dalam inventori, kemudian merakit produk akhir hanya berdasarkan penerimaan pesanan dari pelanggan. Dalam strategi Assemble-to-Order, perusahaan industri memiliki risiko yang moderat berkaitan dengan investasi inventori. Fokus operasional dari perusahaan industri yang memilih strategi Assemble-to-Order terarah pada modulmodul dan parts. Industri otomotif, komputer komersial, restoran, seperti Mcdonald’s dapat dikategorikan dalam strategi Assemble-to-Order.
4. Make-to-Stock. Perusahaan industri yang memilih strategi Make-to-Stock akan memiliki inventori yang terdiri dari produk akhir (finished product) untuk dapat dikirim dengan segera apabila ada permintaan dari pelanggan. Dalam strategi Make-toStock, siklus waktu (cycle time) dimulai ketika produsen menspesifikasikan produk, memperoleh bahan baku (raw material) dan memproduksi produk akhir untuk disimpan dalam stock. Apabila pelanggan memesan produk, dengan asumsi bahwa produk itu telah disimpan dalam stock, produsen akan mengambil produk itu dari stock dan mengirimkannya kepada pemesan.
42
Dalam strategi Make-to-Stock, perusahaan industri memiliki risiko yang tinggi berkaitan dengan investasi inventori, karena pesanan pelanggan secara aktual tidak dapat diidentifikasi secara tepat dalam proses produksi. Permintaan aktual dari pelanggan hanya dapat diramalkan, di mana sering kali tingkat aktual dari produksi hanya berkorelasi rendah dengan pesanan pelanggan aktual yang diterima. Berkaitan dengan hal ini, perusahaan industri yang memilih strategi Make-to-Stock harus membangun sistem informasi pasar yang andal agar secara lebih akurat dapat meramalkan permintaan aktual dari konsumen. Fokus operasional dari perusahaan industri yang memilih strategi Make-toStock terarah pada pengisian kembali inventori (replenishment of inventory), di mana sistem produksi menetapkan tingkat inventori (inventory level) berdasarkan pada antisipasi pesanan yang akan datang dan bukan berdasarkan pesanan yang ada sekarang. Industri untuk barang-barang konsumsi (customer’s goods) seperti pakaian, peralatan rumah tangga, telepon, produk makanan, mainan anak-anak, karpet dan lain-lain.
5. Make-to-Demand. Strategi Make-to-Demand dapat dianggap sebagai suatu strategi baru yang dikembangkan dalam perusahaan industri, di mana respons terhadap permintaan pelanggan secara total adalah fleksibel. Dalam strategi Make-to-Demand, penyerahan produk dari perusahaan berkaitan dengan kualitas dan waktu penyerahan (delivery time) secara tepat berdasarkan keinginan pelanggan. Strategi ini responsif secara lengkap (completely responsive) terhadap pesanan pelanggan (sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan), tetapi dapat menyerahkan produk dengan kecepatan mendekati strategi Make-to-Stock. Perusahaan industri dapat menggunakan kombinasi dari berbagai strategi yang ada untuk memenuhi permintaan pelanggan. Mengingat ketergantungannya pada situasi kompetitif, dalam strategi Make-to-Demand, desain, bahan baku (raw materials), komponen-komponen, assemblies dan atau produk akhir dapat disimpan dalam inventori, asalkan tetap memperhitungkan efisiensi dan efektivitas dari sistem inventori itu. Strategi Make-to-Demand diciptakan untuk
43
menanggapi kompetisi sekarang yang sangat ketat dalam dunia industri, terutama berkaitan dengan waktu penyerahan (time-based competition). Strategi Make-to-Demand dapat diterapkan pada produk-produk industri yang telah berada pada tahap menurun (declining stage) dari siklus hidup produk (product life cycle), karena produk-produk itu membutuhkan features dan pilihanpilihan (options) yang lebih banyak disertai dengan harga yang lebih rendah serta waktu penyerahan lebih cepat agar dapat bertahan di pasar yang sangat kompetitif itu. Siklus hidup produk (product life cycle) merupakan tahap-tahap yang akan dilalui oleh suatu produk dari permulaan sampai akhir, yaitu tahap pengenalan (introduction), pertumbuhan (growth), stabil atau matang (maturity) dan menurun (decline). Siklus hidup produk itu biasanya diukur dengan menggunakan penjualan produk. Interpretasi klasik dari siklus hidup produk adalah : 1. Tahap pengenalan atau permulaan (introduction phase), biasanya dicirikan dengan perubahan desain produk secara cepat, banyak jenis produk yang diperkenalkan dan volume produk yang sangat rendah sehingga angka penjualan produk masih rendah. 2. Tahap pertumbuhan (growth phase), dicirikan dengan volume produk yang meningkat, banyaknya jenis produk yang lebih sedikit dan desain produk menjadi stabil. Dalam tahap ini, permintaan pelanggan mulai meningkat sehingga angka penjualan pun meningkat. 3. Tahap kestabilan atau kematangan (maturity phase), dicirikan dengan permintaan pasar yang tinggi dan volume produk mencapai puncak. Biasanya selama tahap ini, product variety adalah sangat sedikit dan relatif stabil. Angka penjualan produk juga mencapai puncak dalam tahap ini. 4. Tahap penurunan atau kemunduran (decline phase), dicirikan dengan angka penjualan produk yang mulai menurun. Perusahaan biasanya menambah banyak jenis produk baru untuk mengembangkan siklus hidup (life cycle) sehingga akan sangat banyak new features and options sementara volume per jenis produk akan berkurang.
44
Rekening-rekening yang digunakan dalam Perusahaan Manufaktur. Rekening-rekening dalam buku besar sebuah perusahaan manufaktur, biasanya lebih banyak dibandingkan dengan rekening buku besar sebuah perusahaan dagang. Hal ini disebabkan oleh sifat operasi perusahaan manufaktur yang lebih komplek bila dibandingkan perusahaan dagang. Namun demikian, sebagian besar rekening yang terdapat dalam perusahaan dagang dijumpai juga dalam perusahaan manufaktur, seperti rekening Kas, Piutang Dagang, Penjualan dan sebagainya. Beberapa rekening yang dijumpai dalam perusahaan manufaktur, antara lain seperti perlengkapan pabrik, biaya pemakaian perlengkapan pabrik, persediaan bahan baku, pembelian bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi dan barang dalam proses.
Penetuan Harga Pokok Barang yang dijual. Penetuan harga pokok penjualan pada perusahaan manufaktur agak berbeda jika dibandingkan dengan penentuan harga pokok penjualan pada perusahaan dagang. Di dalam perusahaan dagang, harga pokok penjualan dihitung dengan cara sebagai berikut : Persediaan Pembelian Awal Barang + Barang Dagangan Dagang
Persediaan Akhir Barang Dagangan
Harga = Pokok Penjualan
Pada perusahaan-perusahaan industri di mana barang yang dijual bukan berasal dari pembelian, tetapi berasal dari hasil produksi dalam perusahaan itu sendiri, maka perhitungan harga pokok penjualan dilakukan sebagai berikut : Persediaan Awal Barang Jadi
+
Harga Pokok Produksi Barang Yang Selesai Dikerjakan
Persediaan Akhir Barang Jadi
=
Harga Pokok Penjualan
Dengan membandingkan kedua perhitungan di atas, maka harga pokok barang yang selesai dikerjakan pada perusahaan industri, sama kedudukannya dengan pembelian barang dagangan pada perusahaan dagang.
45
Laporan Laba Rugi dalam Perusahaan Manufaktur. Penyajian data penjualan, biaya-biaya penjualan dan biaya-biaya administrasi di dalam laporan laba rugi suatu perusahaan manufaktur tidak banyak perbedaan dengan laporan laba rugi perusahaan dagang. Perbedaan satu-satunya adalah terletak pada penyajian data-data harga pokok penjualan. Dalam laporan laba rugi perusahaan manufaktur, harga pokok produksi menggantikan pembelian barang dagangan seperti yang dijumpai pada laporan laba rugi perusahaan dagang. Untuk memberikan informasi yang lengkap, biasanya laporan laba rugi pada perusahaan manufaktur diberi lampiran yang berupa laporan harga pokok produksi dan bila perlu kadang-kadang dilampiri dengan juga daftar biaya overhead pabrik.
Neraca Lajur pada Perusahaan Manufaktur. Neraca lajur dibuat perusahaan dengan tujuan : 1. Untuk melihat pengaruh penyesuaian atas rekening-rekening sebelum membuat penyesuaian dalam jurnal dan membukukannya ke dalam rekening yang bersangkutan. 2. Memisah-misahkan rekening-rekening (setelah disesuaikan) berdasarkan laporan yang akan menjadi tempat pelaporan masingmasing rekening. 3. Menghitung dan menguji ketelitian perhitungan laba bersih.