BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Adsorpsi Sorpsi merupakan pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam,
sementara itu proses sebaliknya (Pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan desorpsi. Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar yaitu adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan ekslusi ukuran. Adsorpsi adalah serangkaian proses yang terdiri atas reaksi-reaksi permukaan zat padat (adsorben) dengan zat pencemar (Adsorbat), baik pada fasa cair maupun gas. Karena adsorpsi adalah fenomena pada permukaan, maka kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben merupakan fungsi luas permukaan spesifik (Masduqi, 2000). Adsorpsi terjadi pada permukaan padatan sebagai akibat gaya – gaya valensi atau gaya – gaya atraktif lainnya dari atom – atom atau molekul – molekul pada permukaan padatan. Suatu zat padat dapat menarik molekul gas atau zat cair pada permukaannya hal ini disebabkan karena adanya keseimbangan atau gaya residu pada permukaan padatan (McCash, 2001). Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa padat–cair, padat–gas atau gas–cair. Molekul yang terikat pada bagian antarmuka disebut adsorbat, sedangkan permukaan yang menyerap molekul – molekul adsorbet disebut adsorben. Pada adsorpsi, interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben. Adsorpsi adalah gejala pada permukaan, sehingga makin besar luas permukaan, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Walaupun demikian, adsorpsi bergantung pada sifat zat pengadsorpsi (Fatmawati, 2006). Apabila ditinjau dari sebuah atom atau molekul didalam padatan, maka atom atau molekul tersebut menerima gaya tarik yang seimbang dari atom – atom atau molekul – molekul sekitarnya. Untuk atom atau molrkul pada permukaan padatan gaya tarik yang dialami tidak sama ke segala arah, sehingga sebagai
5
6
kompensasinya atom – atom atau molekul – molekul tersebut bersifat adsortif terhadap adsorbat (Heald and Smith, 1982). Metode Adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch) dan dinamis (kolom). Cara statis (batch) yaitu sorben dimasukkan larutan yang mengandung komponen yang diinginkan. Selanjutnya diaduk dalam waktu tertentu. Kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan dan dinamis (kolom) yaitu sorben dilewatkan larutan yang mengandung komponen tertentu selanjutnya komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan mengalirkan pelarut (efluen) sesuai yang volumnya lebih kecil (Apriliani, 2010). Sedangkan cara dinamis (kolom) yaitu ke dalam kolom yang telah diisi dengan sorben dilewatkan larutan yang mengandung komponen tertentu selanjutnya komponen yang telah terserap dilepaskan kembali dengan mengalirkan pelarut (efluen) sesuai yang volumenya lebih kecil (Handojo, 1995). Ada dua tipe adsorpsi, yaitu adsorpsi fisika dan kimia. Adsorpsi kimia terjadi dari hasil interaksi kimia antara permukaan adsorben dan adsorbat. Sedangkan adsorpsi fisika terjadi akibat adanya gaya Van der Waals dan gaya elektrostatik antara molekul adsorbat dan atom penyusun adsorben. (Treybal dan Robert,1980). Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya – gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia, hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya energi adsorpsi kimia ±100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (irreversibel). Dengan demikian dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat di adsorben pada kemisorpsi sangat kecil (Alberty, 1997). Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya – gaya fisika. Pada adsorpsi fisika, terjadi beberapa lapisan gas. Besarnya energi adsorpsi fisika ±10kj/mol. Molekul – molekul yang di adsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang cepat (reversibel), sehingga
7 mudah untuk diganti dengan molekul lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals serta dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Adsorpsi juga mungkin terjadi dengan mekanisme pertukaran ion. Permukaan padatan dapat mengadsorpsi ion – ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Oleh karena itu, ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion – ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme kemisorpsi dan fisiorpsi, karena adsorpsi jenis ini akan mengikat ion – ion yang di adsorpsi dengan ikatann secara kimia, tetapi ikatan ini mudah dilepaskan kembali untuk dapat terjadinya pertukaran ion (Atkins, 1990). Faktor – faktor yang bepengaruh terhadap adsorpsi antara lain (Pohan dan Tjiptahadi, 1987) : 1.
Karakteristik fisika dan kimia dari adsorben, antar lain : luas permukaan, ukuran pori, dan komposisi kimia.
2.
Karakteristik fisika dan kimia dari adsorbat, antara lain: luas permukaan, polaritas, dan komposisi kimia.
3.
Konsentrasi adsorbat di dalam fasa cair.
4.
Karakteristik fasa cair, antara lain : pH dan temperatur.
5.
Sistem waktu adsorpsi.
2.2
Adsorben Adsorben merupakan suatu bahan (padatan atau cairan) yang dapat
mengadsorpsi adsorbat (bahan yang terserap). Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai adsorben harus mempunyai sifat resisten yang tinggi terhadap abrasi, stabilitas panas yang tinggi dan ukuran diameter pori butiran yang kecil (mikro), yang menghasilkan luas permukaan yang besar dan karenanya mempunyai kapasitas adsorpsi yang tinggi (Anonim,2007). Adsorben merupakan tempat terjadinya adsorpsi, biasanya berupa benda padat. Bagian terpenting dari adsorben adalah luas permukaan. Semakin besar nilai luas permukaan maka akan semakin besar kapasitas adsorben. Beberapa cara
8 dilakukan
untuk
memperbesar
luas
permukaan,
diantaranya
presipitasi-
gelatinisasi, penggilingan (grinding), dan kalsinasi (Rouquerol, 1999). Adsorben yang dapat digunakan dalam 9 proses pemurnian terdiri dari tipe polar (hidrofilik)dan non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel, alumina yang diaktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben non polar antara lain arang (karbon dan batubara) dan arang aktif, yang biasa digunakan untuk menghilangkan zat warna yang kurang polar (Kirk dan Othmer,1964).
2.3
Gonggong (Strombus Caranium Linnaeus) Strombus caranium Linnaeus, 1758 (umumnya bernama dog conch atau
lebih dikenal dengan nama gonggong) merupakan spesies keong laut berbentuk siput dikelompokkan ke dalam filum Molusca, kelas Gastropoda, Famili Strombidae, Genus Strombus, Spesies Strombus sp yang hidup di bagian Indo– Pasifik. Spesies ini didistribusikan dari India selatan ke Melanesia, utara Jepang dan selatan Australia (Abbott 1960, Poutiers 1998). Hewan ini merupakan molusca bentik dan sering bersembunyi di bawah seagrass adapun kebiasaan makanan hewan ini tergolong herbivora. Spesies ini hidup di perairan dasar lumpur berpasir dan lamun sebagai tempat tinggalnya dan biasanya ditemukan dalam koloni besar (Cob, 2005;2008). Seperti halnya dengan kelas Gastropoda lainnya, ciri-ciri gonggong ialah memiliki cangkang berbentuk asimetri seperti kerucut, terdiri dari tiga lapisan periostraktum, lapisan prismatik yang terdiri dari kristal kalsium karbonat dan lapisan nakre (lapisan mutiara). Gonggong berjalan dengan perut dan biasanya menggulung seperti ulir memutar ke kanan, menggendong cangkang yang berwarna coklat kekuningan, kakinya besar dan lebar untuk merayap dan mengeruk pasir atau lumpur. Sewaktu bergerak hewan ini menghasilkan lendir, sehingga pada tempat yang dilalui meninggalkan bekas lendir. Cangkang digunakan untuk melindungi diri dari serangan musuh atau kondisi lingkungan yang tidak baik (Zaidi et al., 2009; Viruly, 2011). Menurut Nasution dan Siska (2011),siput gonggong memakan plankton, detritus dan lamun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siddik (2011)
9 terhadap siput gonggong di Teluk Klabat, bahwa; ukuran panjang cangkang siput gonggong dewasa berkisar 44 - 51 mm (Jantan) dan 47 - 54 mm (betina) dan mencapai kematang gonad pada saat panjang cangkangnya berukuran 51 mm (jantan) dan 54 mm (betina).
Gambar 2.1 Strombus Canarium
2.4
Timbal (Pb) Timbal atau dalam kesehariannya lebih dikenal dengan nama timah hitam.
Dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam – logam golongan IV – A pada Tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 g/mol (Palar, 1994). Penyebaran logam timbal di bumi sangat. Jumlah timbal yang terdapat di seluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002 % dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi. Di alam sendiri, terdapat 4 macam isotop yaitu : 1.
Timbal – 204 atau Pb204, diperkirakan berjumlah sebesar 1,48 % dari seluruh isotop timbal.
2.
Timbal – 206 atau Pb206 , ditemukan dalam jumlah sebesar 23,60 % dari isotop timbal yang terdapat di alam.
10 3.
Timbal – 207 atau Pb207, sebanyak 22,60 % dari semua isotop timbal yang terdapat di alam.
4.
Timbal – 208 atau Pb208, ditemukan sebanyak 52,32 % dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam. Isotop – isotop timbal tersebut merupakan hasil akhir dari peluruhan unsur
– unsur radio aktif alam. Timbal – 206 merupakan hasil akhir peluruhan dari unsur radio aktifuranium(U). Timbal –207, berasal dari peluruhan unsur radio aktifactium(Ac),dan timbal – 208 adalah hasil akhir dari peluruhan unsur radio aktif thorium (Th). Bijih – bijih timbal ini bergabung dengan logam – logam lain seperti perak (argentum–Ag), seng (Zincum–Zn), arsen (arsenicum–Ar), logam stibi (stibium– Sb) dan dengan logam bismut (bismuth–bt). Bijih – bijih logam timbal yang diperoleh Dri Hasil pertambangan hanya mengandung sekitar 3% sampai 10% timbal. Hasil ini akan dipekatkan lagi sampai 40%, sehingga didapatkan logam timbal murni. Menurut Vogel (1995 : 229 – 232), timbal adalah logam yang berwarna abu – abu kebiruan, dengan rapatan yang tinggi ( 11,48 g ml–1 pada suhu kamar). Timbal memiliki sifat – sifat sebagai berikut : a. Logam Pb mudah melarut dalam asam nitrat 8 M membentuk nitrogen oksida : 3 Pb (s) + 8 HNO3 (aq)
3 Pb(NO3)2 (aq) + 2 NO (g) + 4 H2O
(l) b. Ion Pb
2+
dengan gas H2S dalam suasana netral atau asam encer
membentuk endapat hitam ( timbal sulfida ). Endapan timbal sulfida akan terurai dengan penambahan asam nitrat encer dan unsur–unsur belerang yang berbutir halus dan berwarna putih akan mengendap. Menurut Hardmojo (1996 : 6 ), sifat – sifat dan kegunaan logam ini adalah : a. Mempunyai nomor atom 82 dan berat atom 207,21 b. Warna cokelat kehitaman c. Mempunyai titik lebur yang rendah (32°C) sehingga mudah digunakan dan murah biaya operasinya
11 d. Mempunyai sifat kimia yang aktif sehingga dapat diunakan untuk melapisi logam lain membentuk logam campuran yang lebih bagus dari pada logam murninya. e. Mudah dimurnikan. Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik ( beracun ) terhadap manusia - Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Timbal (Pb). Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb kedalam tubuh dapat melalui beberapa jalur yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Bentuk – bentuk kimia dari senyawa – senyawa Pb, merupakan faktor penting yang mempengaruhi tingkah laku Pb dalam tubuh manusia. Senyawa – senyawa Pb organik relatif lebih mudah untuk diserap tubuh melalui selaput lendir atau melalui lapisan kulit, bila dibandingkan dengan senyawa – senyawa Pb an– organik. Namun hal itu bukan berarti semua senyawa Pb dapat diserap oleh tubuh melainkan hanya sekitar 5–10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan atau sebesar 30% dari jumlah Pb yang akan diserap oleh tubuh. Dari jumlah yang terserap itu, hanya 15% yang akan mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme seperti urine dan feces (Palar, 1994). Keracunan akibat kontaminasi Timbal (Pb) bisa menimbulkan berbagai macam hal diantaranya : 1.
Menghambat aktivitas enzim
yang terlibat dalam pembentukan
Hemoglobin (Hb). 2.
Meningkatkan
kadar
asam
aminolevulinat
(ALAD)
dan
kadar
protoporpHin dalam sel darah merah. 3.
Memperpendek umur sel darah merah.
4.
Menrunkan jumlah sel darah merah dan Retikulosit, serta meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah.
12 Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam bentuk ion – ion tetravalen (Pb2+, Pb4+). Ion Pb tetravalen mempunyai daya racun yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb divalen. Timbal bersifat toksik bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat berbahaya untuk manusia. Dalam badan perairan, konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/L dapat membunuh ikan – ikan. Keracunan timbal bersifat akut dan kronis. Hal itu disebabkan senyawa – senyawa Pb dapat memberikan racun terhadap banyak fungsi organ dan sistem saraf yang terdapat dalam tubuh (Palar,1994). Timbal bersifat kumulatif, dengan waktu paruh timbal dalam sel darah merah adalah 35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan dalam tulang selama 30 hari.Intoksinasi Pb bisa menjadi jalur oral, lewat makanan, minuman, pernapasan, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, serta lewat parenteral.Timbal (Pb) sedikit demi sedikit apabila masuk kedalam tubuh manusia akan memberikan efek buruk. Logam Pb apabila tidak dibuang dan sudah masuk ke dalam tubuh akan terjadi akumulasi. Salah satu gangguan kesehatan pada penderita adalah penurunan pada sistem saraf, ginjal, darah, bahkan reproduksi (Kawatu, 2008). Sedangkan paparan Pb secara kronis bisa mengakibatkan kelelahan lesu, gangguan iritabilitas, kehilangan libido, infertilitas pada laki – laki gangguan menstruasi, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu dan sulit tidur (Widowati dkk., 2008).
2.5
Metode Batch Metode batch dilakukan dengan skala laboratorium dengan mencampurkan
antara media dengan limbah, juga dilakukan agitasi agar terjadi kontak secara merata. Adsorpsi secara batch akan memberikan gambaran kemampuan dari adsorben dengan cara mencampurkannya dengan larutan yang tetap jumlahnya dan mengamati perubahan kualitasnya pada seling waktu tertentu (Ruthven See, 1984).
13 2.6
Isoterm Langmuir Model langmuir dibuat berdasarkan asumsi bahwa binding sites
terdistribusi secara homogen diseluruh permukaan adsorben, dimana adsorpsi terjadi pada satu lapisan (single layer). Dalam entuk umum persamaan adsorpsi (2.1) dapat ditulis : x/m =
......................... (2.1)
Dengan eksperimen laboratorium nilai qm dan nilai b dapat diperoleh dengan persamaan (3.2) : = Dimana :
+
.
........................ (2.2)
x/m = Jumlah zat teradsopsi tiap unit massa absorben
(mg/g)
Q0 = Konstanta yang berkaitan dengan kapasitas adsopsi (mg/g) b = Konstanta yang berkaitan dengan kecepatan adsopsi (1/mg) Ce = Konsentrasi kesetimbangan zat teradsopsi di fase cair
2.7
Isoterm Freundlich Isoterm freundlich sering digunakan untuk menggambarkan adsorpsi
senyawa organik dan inorganik dalam larutan. Asumsi dari isoterm ini didasarkan bahwa ada permukaan heterogen dengan beberapa tipe pusat adsorpsi yang aktif. Untuk menyatakan dreundlich dilihat dari persamaan (2.3) : x/m = K.Ce1/n
......................... (2.3)
Konstanta freundlich dapat ditemukan dengan linearisasi terhadap persamaan (2.4) berikut : ln (x/m) = ln K + 1/n ln C Dimana :
......................... (2.4)
x/m = Jumlah zat teradsopsi tiap unit massa absorben (mg/g) Ce = Konsentrasi kesetimbangan zat teradsopsi di fase cair K = konstanta Freundlich yang berkaitan dengan kapasitas 1/n = konstanta freundlich yang berkaitan dengan afinitas adsorpsi
14 2.8
Fourier Transform Infrared (FTIR) Fourier Transform Infrared (FTIR) atau spektoskopi inframerah
merupakan suatu metode yang mengamati menganalisa komposisi kimia dari senyawa - senyawa organik polimer, coating atau pelapisan, material semikonduktor, sampel biologi, senyawa - senyawa anorganik, dan mineral dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 - 1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 - 10 cm -1. Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengansumsikan semua molekul menyerap sinar inframerah, kecuali molekul – molekul monoatom(H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar inframerah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu : 1. Absorpsi terhadap radiasi inframerah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah terkuantitasi. 2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang diserap. 3. Proses absorbsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun arah dari momen dua kutub ikatan. Spektroskopi inframerah dilakukan pada daerah inframerah yaitu dari panjang gelombang 0,78 sampai 1000 urn atau pada kisaran frekuensi 12800 – 10 cm. Teknik spektroskopi inframerah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan (Fernendez, 2011).
15 2.9
Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) atau sering disebut dengan Atomic
Absorption Spectrophotometry (AAS) merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan kadar/konsentrasi unsur – unsur logam yang mempunyai tingkat ketelitian dan selektivitas tinggi dalam suatu cuplikan (Kealey D dan Haise P.J,2002; S.Mkhopkar, 1990). Spektrofotometri Serapan Atom adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi atom – atom yang berada pada tingkat tenaga dasar (ground state). Penyerapan energi tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi (exited state). Untuk mengubah seluruh atom ke tingkat yang lebih tinggi diperlukan suhu yang makin tinggi (Sumar Hendayana, 1994). Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya dari lampu katode berongga oleh atom. Sampel yang berupa larutan diserap oleh burner dan diuapkan. Oleh sistem penagtoman sampel tersebut diubah dari bentuk ion menjadi bentuk atom – atom bebas. Kemudian atom – atom tersebut ditembaki dengan lampu katode berongga. Atom – atom menyerap cahaya lampu pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ketingkat eksitasi. Tingkat eksitasinya pun bermacam-macam (Khopkar S.M,2008). Ada dua jenis Analisis secara AAS yaitu : 1. Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan dengan mengamati gambar spektra unsur dalam cuplikan, spektra tersebut dibuat dengan cara sebagai berikut : a. Membuat spektra emisi, yaitu mengubah zat yang dianalisis sehingga timbul radiasi dengan jalan pemanasan dari lampu katoda cekung dengan menyerap larutan blangko. b. Membuat spektra emisi dari lampu katoda cekung dengan menyerap larutan cuplikan. Apabila spektra larutan sampel mempunyai puncak
16 lebih tinggi dari spektra larutan blangko maka cuplikan mengandung unsur yang diselidiki. 2. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif dilakukan menggunakan AAS dengan larutan standar. Metode ini dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi yang menunjukkan hubungan antara serapan (A) dengan konsentrasi larutan standar (C). Besarnya serapan berbanding lurus dengan konsentrasi, sehingga bentuk kurva
yang
diperoleh
adalah
kurva
linier.
Kemudian
dengan
mengintrapolasikan harga serapan yang diperoleh dari masing-masing sampel ke dalam kurva kalibrasi standar akan diperoleh konsentrasi unsurunsur pengotor dalam sampel. Persamaan regresi linier kurva kalibrasi standar adalah Y = aX Y = aX Absorbansi (A)
Konsentrasi (C) Gambar 2.2 Kurva Absorbansi vs Konsentrasi Larutan Standar Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer yaitu A = є . b . c , dengan A adalah absorbansi, b adalah tebal kuvet (cm), c adalah konsentrasi kation logam (ppm) dan є adalah koefisien serapan molar. Namun pada kenyataannya dalam praktek jarang ditemukan kurva kalibrasi larutan standar dengan persamaan Y = aX, sehingga persamaannya adalah Y = aX + B. Lima bagian utama pada alat spektrofotometer serapan atom yaitu : 1. Sumber radiasi yaitu bagian yang digunakan untuk menghasilkan sinar yang energinya dapat diserap oleh atom-atom unsur yang dianalisis. Sumber radiasi yang biasa digunakan umumnya lampu katoda cekung.
17 2. Sistem pengatoman yaitu bagian yang menghasilkan atom-atom bebas, karena pada blok ini, senyawa yang akan dianalisis diubah bentuknya dari bentuk ion menjadi bentuk atom-atom bebas. 3. Monokromator yaitu bagian yang berfungsi untuk mengisolasi dari beberapa spektrum yang dihasilkan dari lampu katoda cekung. 4. Detektor yaitu bagian yang mengubah sinar menjadi tenaga listrik yang akan digunakan untuk mendapatkan hasil yang akan dibaca atau alat pencetak lain. 5. Sistem pembacaan, ini merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang dapat dibaca. Sistem yang umum menampilkan angka yang dapat dibaca pada monitor yang seterusnya dapat dicetak dengan printer.
2.10
Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan terkait penyerapan
menggunakan limbah cangkang kerang dan kepiting dalam penyerapan logam timbal (Pb) sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian yang pernah dilakukan dalam penyerapan logam timbal (Pb) Jenis Adsorben Limbah cangkang
Ringkasan Penelitian
Referensi
a. Aktivasi suhu 110°C, 500°C dan Anugrah
kerang bulu
800°C
dan
Iriany (2015)
b. Larutan logam timbal (Pb2+) 50 ml c. Karakterisasi BET menunjukkan luas permukaan 500°C diperoleh sebesar 807,94 m2/kg d. Metode Batch e. Massa 1 gram f.
Variasi konsentrasi timbal (Pb2+) 60,80 dan 100 ppm
Limbah
a. Aktivasi suhu 800°C
G. Afranita,
18 Cangkang Kerang Darah
b. Mtode Batch c. Hasil AAS menunjukkan removal
S.Anita dan Haniah (2014)
yang terjerap timbal (Pb2+) sebesar 66,53 % d. Massa 0,5 gram e. Variasi konsentrasi 10, 20, 3o dan 50 ppm Limbah cangkang kerang hijau
a. Serbuk kitosan 5 gram
Firyanto (2016)
b. Suhu optimum 70–80°C c. Suhu optimum CuSO4 200 ml d.
Variasi konsentrasi 50 dan 100 ppm
e. Variasi kecepatan pengadukan 100 rpm dan 350 rpm f. Efektivitas cangkang siput
Variasi waktu 10 sampai 100 menit
a. Aktivasi suhu 500°C
Udeozor dan
b. Luas Permukaan 2567,32 m2
Evbuomwan
segai adsorben
(2014)
untuk air limbah industri menggunakan H3PO4As Efektivitas cangkang siput
a. Aktivasi suhu 100–1000°C
Adiotomre
b. Metode batch
(2015)
sebagai adsorbent
c. Massa 3, 5 dan 10 gram
untuk pengolahan
d. Aktivasi suhu optimum 800°C
air limbah
e. Porositas 0,44 f.
Yodium adsorpsi 1,35
g. Ukuran partikel 1,126 mm