BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pelatihan APN (Asuhan Persalinan Normal) a. Pelatihan Mathis (2006) menyatakan bahwa pelatihan adalah suatu proses dimana orangorang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi, oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini, terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang. Pelatihan merupakan bagian dari investasi SDM (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan
kerja,
dan
dengan
demikian
meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja (Simanjuntak, 2005). Pelatihan adalah proses 6 mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Pelatihan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan mutu sumber daya
manusia dalam dunia kerja. Karyawan, baik yang baru ataupun yang sudah bekerja perlu mengikuti pelatihan karena adanya tuntutan pekerjaan yang dapat berubah akibat perubahan lingkungan kerja, strategi, dan lain sebagainya (Dessler, 2009). Fungsi pelatihan adalah memperbaiki kinerja (performance) para peserta. Selain itu pelatihan juga bermanfaat untuk mempersiapkan promosi ketenagakerjaan pada jabatan yang lebih rumit dan sulit, serta mempersiapkan tenaga kerja pada jabatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan kepengawasan atau manajerial (Hamalik, 2011). Siagian (2008) menyatakan bahwa pelatihan dapat membantu karyawan membuat keputusan yang lebih baik, meningkatkan kemampuan di bidang kerjanya sehingga dapat mengurangi stres dan menambah rasa percaya diri. Adanya tambahan informasi tentang program yang diperoleh dari pelatihan dapat dimanfaatkan sebagai proses penumbuhan intelektualitas sehingga kecemasan menghadapi perubahan di masamasa mendatang dapat dikurangi. Menurut Handoko (2007) terdapat 2 (dua) tujuan utama dari program pelatihan, yaitu : pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup “gap” antara kecakapan atau kemampuan pegawai dengan permintaan jabatan. Kedua, programprogram tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan. Tujuan pelatihan menjadi tolok ukur dari berhasil tidaknya proses pelatihan yang dilaksanakan perusahaan. Tujuan pendidikan dan pelatihan dapat digunakan sebagai dasar dan pedoman untuk melakukan penyusunan program pendidikan, dalam pelaksanaan dan dalam pengawasannya serta evaluasi keberhasilan. Hal ini
menunjukkan bahwa tujuan dari pendidikan dan pelatihan itu untuk dapat memenuhi kepentingan bagi organisasi maupun individu (Handoko, 2007). Pelatihan adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan seseorang termasuk perawat agar seseorang mempunyai kecerdasan tertentu. Tenaga perawat yang telah bekerja ditingkat desa mempunyai tingkat pendidikan dasar dan latihan dasar yang diperlukan. Pengertian lain dari pelatihan adalah suatu perubahan pengertian dan pengetahuan atau ketrampilan yang dapat diukur. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa aktivitas pelatihan harus mempunyai tujuan dan metode untuk mengawasi apakah tujuan telah tercapai, sehingga akan terlihat perubahan sikap, perilaku, dan pengetahuan. Tujuan dilakukan pelatihan terutama untuk memperbaiki efektifitas perawat dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, dapat dicapai dengan cara pengembangan. Pelatihan diselenggarakan dengan maksud untuk memperbaiki penguasaan ketrampilan dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terinci, dan rutin, sedangkan pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas, dalam pengembangan terdapat peningkatan kemampuan sikap dan sifat-sifat kepribadian (Soeprihanto, 2006). b. Asuhan Persalinan Normal (APN) Asuhan persalinan normal adalah asuhan yang diberikan kepada ibu bersalin dengan dasar asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermi dan asfiksi bayi baru lahir (Depkes, 2002).
Asuhan Persalinan Normal (APN) adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermi dan asfiksia bayi baru lahir (Rodiah, 2012). Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang diinginkan (optimal). Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan (Rodiah, 2012). Fokus utama asuhan persalinan normal adalah mencegah terjadinya komplikasi merupakan pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan menangani komplikasi, menjadi mencegah komplikasi yang mungkin terjadi sehingga akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir (Depkes, 2002). Menurut Rodiah (2012) ada lima lima aspek dasar, atau lima benang merah yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun patologis. Lima benang merah tersebut adalah: 1) Membuat keputusan klinik Membuat
keputusan
merupakan
proses
yang
menentukan
untuk
menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan
keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan. Tujuh Langkah Dalam Membuat Keputusan Klinik : a) Pengumpulan data utama dan relevan untuk membuat keputusan. b) Menginterpretasikan data dan mengidentifikasi masalah. c) Membuat diagnosis atau menentukan masalah yang terjadi atau dihadapi. d) Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk mengatasi masalah. e) Menyusun rencana pemberian asuhan atau intervensi untuk solusi masalah. f) Melaksanakan asuhan atau intervensi terpilih. g) Memantau dan mengevaluasi efektivitas asuhan atau intervensi. 2) Asuhan sayang ibu dan sayang bayi Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. 3) Pencegahan infeksi Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karena bakteri, virus, dan jamur. Dilakukan pula upaya untuk menurunkan risiko penularan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan cara pengobatannya, seperti misalnya hepatitis dan HIV/AIDS. Tindakan-tindakan PI dalam pelayanan asuhan kesehatan, meliputi :
a) Memininalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. b) Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti hepatitis dan HIV/AIDS. Tindakan-tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut: a) Cuci tangan Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. b) Memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya. Sarung tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika sarung tangan sekali pakai digunakan ulang, jangan diproses lebih dari tiga kali karena mungkin ada robekan atau lubang yang tidak terlihat atau sarung tangan mungkin robek pada saat sedang digunakan. c) Menggunakan teknik aseptik atau antisepsis. Teknik aseptik meliputi aspek penggunaan perlengkapan pelindung pribadi, antiseptis, dan menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi. Antiseptis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Disinfektan adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada peralatan atau instrumen. Proses dekontaminasi dapat membunuh virus AIDS dan Hepatitis. Untuk pencucian hanya dengan air dapat membunuh 50 % mikroorganisme pada alat bekas pakai, pencucian dengan deterjen kemudian dibilas dapat membunuh
mikroorganisme hingga 80 %, DTT dapat membunuh mikroorganisme 95 % dan sterilisasi dapat membunuh mikroorganisme hingga 100 %. d) Memproses alat bekas pakai. Tiga proses pokok yang direkomendasikan untuk proses peralatan dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi, meliputi dekontaminasi, pencucian dan pembilasan, disinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi. e) Menangani peralatan tajam dengan aman Luka tusuk benda tajam merupakan salah satu alur utama infeksi HIV dan hepatitis B di antara para penolong persalinan. Oleh karena itu dalam menggunakan peralatan tajam ataupun dalam menanganinya harus berhati-hati dan waspada. f) Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan Membuang sampah dan mengatur kebersihan serta kerapihan merupakan cara untuk menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan guna mencegah penyebaran infeksi.
4) Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan Melakukan pencatataan semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan atau bayinya. Jika asuhan tidak dicatat, dapat dianggap bahwa hal tersebut tidak dilakukan. Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan dini karena kemungkinan penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan dan
dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis dan membuat rencana asuhan atau perawatan bagi ibu atau bayinya. Partograf adalah bagian terpenting dari proses pencatatan selama persalinan. 5) Rujukan Meskipun sebagian besar ibu menjalani persalinan normal namun sekitar 1015% diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran sehingga perlu dirujuk kefasilitas kesehatan rujukan. Sangatlah sulit menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan merujuk ibu dan atau bayinya terjadi. Setiap tenaga penolong atau fasilitas pelayanan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan terdekat yang mampu melayani kegawatdaruratan obstetrik dan bayi baru lahir, seperti : Pembedahan termasuk bedah sesar, transfusi darah, persalinan menggunakan ekstrasi vakum dan cunam dan antibiotik intra vena dan resusitasi bayi baru lahir dan asuhan lanjutan bagi bayi baru lahir. Hal-hal yang penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu adalah : 1) Bidan Pastikan bahwa ibu dan atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk menatalaksana kegawatdaruratan obstetrik dan bayi baru lahir untuk dibawa kefasilitas rujukan. 2) Alat Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang intra vena, dan lain-lain) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan sedang dalam perjalanan. 3) Keluarga
Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan atau bayi dan mengapa ibu dan atau bayi perlu dirujuk, jelaskan pada mereka alasan dan keperluan upaya rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan atau bayi baru lahir ke tempat rujukan. 4) Surat Berikan surat ketempat rujukan. Surat ini harus memberikan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obta-obatan yang diterima ibu dan atau bayi baru lahir. Lampirkan partograf kemajuan persalinan ibu pada saat rujukan. 5) Obat Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke tempat rujukan. Obatobatan mungkin akan diperlukan selama perjalanan. 6) Kendaraan Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi yang cukup nyaman. Selain itu pastikan bahwa kondisi kendaraan itu cukup baik untuk mencapai tempat rujukan dalam waktu yang tepat. 7) Uang Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan atau bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan.
Menurut JNPK-KR (2007), terdapat Lima Puluh Delapan Langkah Asuhan Persalinan Normal yaitu sebagai berikut : Mengenali gejala dan tanda kala II 1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua Menyiapkan pertolongan persalinan
2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. 3) Pakai celemek plastik. 4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissu atau handuk pribadi yang bersih dan kering. 5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam. 6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril) pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik 7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT. 8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. 9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan sarung tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan. 10) Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi atau saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit). Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran. 11) Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya. 12) Minta keluarga menyiapkan posisi meneran.
13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran. 14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit. Persiapkan pertolongan kelahiran bayi 15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah mebuka vulva dengan diameter 5-6 cm. 16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. 17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan. 18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan. Persiapkan pertolongan kelahiran bayi Lahirnya kepala 19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat atau dangkal. 20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
21) Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. Lahirnya bahu 22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuik melahirkan bahu belakang. Lahirnya badan dan tungkai 23) Setelah kedua bahu lahir, geser tangan kebawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas. 24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya. Penanganan bayi baru lahir 25) Lakukan penilaian (selintas). 26) Keringkan tubuh bayi kecuali bagian tangan. 27) Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal). 28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik. 29) Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin). 30) Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama. 31) Pemotongan dan pengikatan tali pusat. 32) Letakkan bayi tengkurap di dada ibu agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
33) Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. Penatalaksanaan aktif kala tiga 34) Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva. 35) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat. 36) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang-atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
Mengeluarkan plasenta 37) Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial). 38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan. 39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Menilai perdarahan
40) Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus. 41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan. Melakukan prosedur pasca persalinan 42) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam. 43) Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam. 44) Setelah satu jam, lakukan penimbangan atau pengukuran bayi, bari tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 dengan dosis 1 mg intramuskuler di paha kiri anterolateral. 45) Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi hepatitis B dipaha kanan anterolateral. Evaluasi 46) Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam. 47) Ajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase uterus dan nilai kontraksi. 48) Evaluasi dan estimasi jumlah perdarahan. 49) Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama pasca persalinan. 50) Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 x/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5 oc). Kebersihan dan keamanan
51) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah dekontaminasi. 52) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai. 53) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering. 54) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minum dan makanan yang diinginkan. 55) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0.5%. 56) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0.5%, balikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 57) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. Dokumentasi 58) Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV. 2. Status Kepegawaian Dalam suatu lembaga atau perusahaan atau yang lebih umum disebut dunia kepegawaian tidak semua pekerja atau pegawai mempunyai status kepegawaian yang sama, sehingga muncul hak maupun kewajiban yang berbeda-beda pula. Penggunaan istilah pegawai atau pekerja, kepegawaian atau ketenaga kerjaan pada hakikatnya secara yuridis tidak mempunyai perbedaan arti dalam kaitannya dengan kehadirannya di dalam suatu perusahaan, hanya berbeda lingkungan penggunaannya. UU No 8 thn 1947 jo UU No 43 thn 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian dalam pasal 1 butir a mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pegawai (negeri) adalah
orang yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas negara dalam suatu jabatan dan digaji menurut perundang-undangan yang berlaku. Menurut UU 7/1987 butir d pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dan menerima upah. Sedangkan pengertian tenaga kerja menurut UU 14/1969 tentang ketentuanketentuan pokok mengenai tenaga kerja pasal 1 ialah orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara merupakan undang-undang terbaru yang membuat Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi suatu profesi dan berubah menjadi aparatur Sipil Negara dan dengan berubahnya nama PNS menjadi ASN maka membawa dampak perubahan bagi birokrasi di dindonesia dan bergeser dari pola lama dilayani menjadi pelayan masyarakat. Dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara tersebut terjadi beberapa perubahan mendasar yang berdampak secara meluas di berbagai wilayah di Indonesia di mana perubahan terbesar dalam birokrasi aparatur sipil Negara dimana jabatan ASN hanya terdiri dari tiga yaitu:
a. Jabatan administrasi Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan pelayanan administrasi, manajemen kebijakan pemerintahan, dan pembangunan. b. Jabatan Fungsional.:
Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi tugas pokok dan fungsi berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. c. Jabatan Eksekutif senior. Jabatan Eksekutif Senior adalah sekelompok jabatan tertinggi pada instansi dan perwakilan. Jabatan Eksekutif Senior terdiri dari pejabat struktural tertinggi, staf ahli, analis kebijakan, dan pejabat lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Jabatan Eksekutif Senior berfungsi memimpin dan mendorong setiap Pegawai ASN pada Instansi dan Perwakilan. Perubahan lain dalam undang undang ASN status pegawai aparatur sipil Negara dibedakan menjadi dua bagian yaitu : a. PNS PNS sebagaimana dimaksud merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional. b. Pegawai tidak tetap pemerintah atau disebut dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Adapun PPPK merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang ASN. Perbedaan aparatur sipil negara PNS dengan aparatur sipil negara pegwai tidak tetap pemerintah terletak pada Nomor induk Pegawainya karena pegawai tidak tetap
pemerintah tidak memiliki NIP dan memiliki kontrak dalam bekerja sekurang-kurangnya 12 bulan atau 365 hari. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 ini menegaskan, PNS berhak memperoleh: a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas; b. Cuti; c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua; d. Perlindungan; dan e. Pengembangan kompetensi. Adapun PPPK berhak memperoleh: a. Gaji dan tunjangan; b. Cuti; c. Perlindungan; dan d. Pengembangan kompetensi. Sedangkan kewajiban ASN atau PNS adalah : a. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah; b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang; d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab; f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan; g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI. Sedangkan PTT Pemerintah atau yang disebut dengan PPPK berhak memperoleh: a. gaji dan tunjangan; b. cuti; c. perlindungan; dan d. pengembangan kompetensi. 3. Keterampilan Partograf Keterampilan adalah suatu kemampuan untuk menerjemahkan pengetahuan ke dalam praktis sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Keterampilan yang paling penting adalah keterampilan yang memungkinkan manajer bisa membantu orang lain sehingga menjadi lebih produktif di tempat kerja (Katz, 2007). Keterampilan dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu a. Keterampilan Teknis (Technical Skill)
Kemampuan untuk menggunakan keahlian dalam melakukan tugas tertentu. Keterampilan ini sangat dibutuhkan bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. b. Keterampilan Kemanusiaan (Human Skill) Kemampuan bekerja sama dengan orang lain. c. Keterampilan Konseptual (Conceptual Skill) Kemampuan untuk melihat situasi secara luas (Comprehensive) serta mampu memecahkan persoalan yang akan memberikan manfaat bagi mereka yang perlu diperhatikan. Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam kejadian-kejadian pada perjalanan persalinan (Farrer, 2005). Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan (Siswonosudarmo, 2008). Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan keputusan dalam penatalaksanaan (Saifuddin, 2006). Partograf memberi peringatan pada petugas kesehatan bahwa suatu persalinan berlangsung lama, kemungkinan adanya gawat ibu dan gawat janin, bahwa setiap wanita yang awalnya dalam keadaan normal/resiko tinggi sehingga memungkinkan untuk dirujuk (Nugraheny, 2009). Menurut Wiknjosastro (2008), partograf Adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf untuk : a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan untuk : a. Mencatat kemajuan persalinan b. Mencatat kondisi ibu dan janinnya c. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran d. Menggunakan informasi yang tercatat untuk indentifikasi dini penyulit persalinan e. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka (Prawirohardjo, 2005). Menurut Wiknjosastro (2008), partograf harus digunakan : a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan. b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dan lain-lain). c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran). Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu: a. Denyut jantung janin : setiap ½ jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam c. Nadi : setiap ½ jam d. Pembukaan serviks : setiap 4 jam e. Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam f. Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, termasuk:
a. Informasi tentang ibu: 1)
Nama, umur
2)
Gravida, para, abortus (keguguran)
3)
Nomor catatan medis/nomor puskesmas
4) Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu) 5) waktu pecahnya selaput ketuban. b. Kondisi janin: 1)
DJJ Setiap kotak pada bagian ini menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di
sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dewngan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus. Kisaran normal DJJ
terpapar pada partograf di antara garis tebal angka l dan 100. Tetapi, penolong harus sudah waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160.
2)
Warna dan adanya air ketuban Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air
ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ Gunakan lambang-lambang berikut ini :
U : ketuban utuh (belum pecah) J : ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih M : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium D : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah K : ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (“kering”) Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tandatanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100 atau >180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir 3)
penyusupan (molase) kepala janin. Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang
panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada dugaan disproprosi tulang panggul, penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang scsuai dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan dikotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut ini : 0
:
tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
1
:
tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2
:
tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan
3
:
tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
c. Kemajuan persalinan 1)
Pembukaan serviks Pencatatan pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda
tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dan setiap pemeriksaan. Tanda “X‟ harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan-temuan dan pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda „X” dan setiap perneriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
2)
Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering jika
ada tanda tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian tcrbawah atau presentasi janin. Pada persalinan normal, kemajuan pernbukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Tapi kadangkala, turunnya bagian terbawah/presentasi janin baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7 cm.Katakata “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dan 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda “pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5, tuliskan tanda “0‟ di nomor 4. Hubungkan tanda “0” dan setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus. 3)
Garis waspada dan garis bertindak Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik di
mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan Selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dan 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll). Pertirnbangkan pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan kegawatdaruratan obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis bertindak,
maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui. d. Jam dan waktu: Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotakkotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan. Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotakkotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak diatasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan pembukaan serviks di garis waspada. Kernudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
e. Kontraksi uterus: Dibawah lajur waktu partograf terdapat lajur kotak dengan tulisan kontraksi per 10 menit disebelah luar kolom paling kiri, setiap kotak menyatakan satu kontraksi setiap 30 menit, raba dan catat jumlah dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Ada 3 cara mengarsir :
< 20 detik ( berupa titik-titik), 20-40 detik (garis miring/arsiran), > 40 detik ( dihitamkan penuh). f. Obat-obatan dan cairan yang diberikan: 1)
Oksitosin
2)
Obat-obatan lain dan cairan infus
g. Kondisi ibu: 1)
Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh Angka disebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah
ibu. Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persallinan. ( lebih sering jika dicurigai adanya penyulit). Beri tanda titik pada kolom yang sesuai (.). Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering jika dianggap akan ada penyulit edema, hipertensi). Tekanan darah ditulis dengan panah atas bawah untuk sistolik diastolik. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu ( lebih sering jika meningkat atau dianggap adanya infeksi ) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai ditandai dengan derajat celcius 2)
Urin Yang diukur adalah Volume urine, protein, aseton. Ukur dan catat jumlah
produksi urine ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Proteinuria (+ / – ), Albumin, Glukosa. Jika memungkinkan untuk tujuan praktis, gunakan kertas celup berbagai indikator (strip-test) dimana dapat juga mendeteksi pH, glukosa, bilirubin, leukosit-esterase dan sebagainya dalam satu kali pemeriksaan kertas yang dicelupkan. 3)
Makan dan minum terakhir Catat porsi dan jenis makan dan minum terakhir, hal ini penting silakukan
pemantauan juga karena apabila makan dan minum tidak dilakukan dalam waktu lama maka ibu akan kehabisan tenaga sehingga kontraksi uteruspun melemah. Bahkan bias terjadi inersia uteri.
h. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan). Kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala). Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan se-jak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang dan bersih aman.
B. Penelitian Terdahulu 1. Dwiyanti (2013) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pengetahuan, Motivasi dan Status Kepegawaian Bidan Dengan Penerapan Partograf Di Kabupaten Sragen. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan crosssectional. Populasi sasaran adalah bidan dan populasi terjangkau adalah semua bidan di Kabupaten Sragen. Subyek penelitian sejumlah 50 bidan. Variabel independen dalam
penelitian adalah pengetahuan, motivasi dan status kepegawaian bidan serta variabel dependen adalah penerapan partograf yang diukur dengan kuesioner. Pengolahan data menggunakan
regresi
linier
ganda.
Hasil dalam penelitian ini ada hubungan antara pengetahuan tentang partograf (b=1,58; CI=95%=0,44 hingga 2,72; p=0,008), motivasi bidan (b=5,51; CI=95%= 4,08 hingga 6,94; p<0,001) dan status kepegawaian bidan PTT (b=-2,23; CI=95%=-2,23 hingga -7,08; p=0,36); PNS (b=-2,96; CI=95%=-2,96 hingga -7,87; p=0,23) dengan penerapan partograf. 2. Surani (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Karakteristik Individu dan Faktor Intrinsik yang Berhubungan Dengan Kinerja Bidan Pelaksana Poliklinik Kesehatan Desa Dalam Pelayanan Kesehatan Dasar Di Kabupaten Kendal Tahun 2007. Penelitian ini merupakan penelitian analitik. Metode penelitian dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Populasi dalam penelitian ini adalah bidan desa pelaksana PKD, sampel penelitian berjumlah 67 bidan desa pelaksana PKD, analisis bivariat dengan uji Chi Square dan dilanjutkan pendekatan kualitatif untuk hasil analisis statistik yang ada masalah. Hasil analisis penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengalaman dengan kinerja (p=0,031),motivasi dengan kinerja (p=0,0001), persepsi terhadap kepemimpinan dengan kinerja (p=0,001), persepsi terhadap insentif dengan kinerja (p=0,022), persepsi terhadap beban kerja dengan kinerja (p=0,004), pengalaman dengan kinerja (p=0,027), sedangkan yang tidak berhubungan dengan kinerja adalah umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan, status kepegawaian dan persepsi terhadap supervisi dengan kinerja (p=0,943),
3. Otto, Masni dan Naiem (2012) melakukan penelitian tentang
Hubungan Pelatihan
Asuhan Persalinan Normal dengan Pengetahuan dan Keterampilan Bidan Desa Dalam Pertolongan Persalinan di Kota Gorontalo. Jenis penelitian adalah rancangan penelitian cross sectional study. Sampel adalah 42 bidandesa di Kota Gorontalo yang dipilih secara Disproportionate stratified random sampling. Data dianalisis menggunakan uji chisquare dan uji t dua sampel independen dengan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan APN mempunyai hubungan yang bermakna dengan pengetahuan pertolongan persalinan (p= 0,025). Pelatihan APN mempunyai hubungan yang signifikan dengan keterampilan pertolongan persalinan (p = 0,000). Ada perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan pertolongan persalinan bidan desa yang pernah dilatih APN dan bidan desa yang tidak pernah dilatih APN (p=0,009), Ada perbedaan yang bermakna antara tingkat keterampilan pertolongan persalinan bidan desa yang pernah dilatih APN dan bidan desa yang tidak pernah dilatih APN (p= 0,001). 4. Cha, J, Kim S and C, RF, 2009, melakukan penelitian dengan judul Job Satisfaction, Organizational Commitment, and Contextual Performance: Examining Effects of Work Status and Emotional Intelligence among Private Club Staff Members. Penelitian ini ingin mengeksplorasi tentang pengaruh dari status pekerjaan (paruh waktu dan full time) dan kecerdasan emosional (tinggi dan rendah) pada kepuasan kerja, komitmen organisasi, kontekstual dan kinerja. Sampel adalah karyawan swasta sebanyak 136 responden. Teknik analisis menggunakan analisis multivariat dengan Manova. Hasil penelitian tidak menunjukkan perbedaan antara karyawan yang bekerja paruh waktu dan full time dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, kontekstual dan kinerja. Di sisi lain ada perbedaan
kecerdasan emosional dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, kontekstual dan kinerja. 5. Amin, A, et al., (2013) melakukan penelitian dengan judul The Impact of Employees Training On the Job Performance in Education Sector of Pakistan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain penelitian survey dan dikombinasikan dengan kualitatif. Sampel sebanyak 200 orang dosen. Teknik analisis data menggunakan korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat pelatihan, waktu pelatihan, kebijakan organisasi dan kebijakan pelatihan on the job and of the job berpengaruh pada kinerja sedangkan perkembangan tidak berpengaruh pada kinerja.
C. Kerangka Pikir Keterampilan bidan dalam penggunaan partograf sangat penting, karena dalam setiap persalinan baik persalinan normal maupun adanya komplikasi dapat segera diketahui apabila keterampilan bidan baik tentang partograf. Untuk meningkatkan mutu pelayanan dan mencegah terjadinya komplikasi maka sosialisasi penggunan partograf sangat diperlukan untuk mencapai persalinan yang aman. Dengan penerapan partograf yang diharapkan dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi, penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam kesehatan jiwa mereka. Partograf telah terbukti efektif dalam mencegah persalinan lama, menurunkan tindakan bedah kebidanan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan janin.
Keterampilan bidan dalam penerapan partograf dalam penelitian ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu pelatihan APN dan status kepegawaian bidan tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat digambarkan kerangka pikir penelitian :
Pelatihan APN
mening
Keterampilan partograf Status Kepegawaian
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
D. Hipotesis 1. Ada hubungan pelatihan APN dengan ketrampilan partograf untuk pemantauan persalinan 2. Ada hubungan status kepegawaian dengan ketrampilan partograf untuk pemantauan persalinan 3. Ada hubungan pelatihan APN dan status kepegawaian dengan ketrampilan pertograf untuk pemantauan persalinan