BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
BUAH SIRSAK (Annona muricata Linn) Sirsak atau yang lebih dikenal dengan durian belanda ini merupakan salah satu
jenis tanaman buah tropis. Sirsak merupakan famili dari Annonaceae, yang memiliki 119 spesis [4]. Sirsak merupakan salah satu buah – buahan yang menjanjikan untuk pasar international karena karakteristik gizi dan organoleptik yang sangat baik. Namun buah ini memiliki struktur yang mudah rusak dan dapat berubah bentuk karena beberapa kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Struktur dan reologi dari buah sirsak ini sangat mempengaruhi kualitas beberapa komponen yang terdapat dalam buah [11]. Nama sirsak berasal dari bahasa Belanda yaitu Zuurzak, yang memiliki arti kantung yang asam. Tumbuhan ini bisa tumbuh dimana saja. Buah yang besar dan banyak dapat diperoleh dengan cara ditanam di daerah yang tanahnya cukup mengandung air. Sirsak di Indonesia tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari lima meter di atas permukaan laut. Adapun taksonomi dari sirsak (Annona muricata L) adalah : Kingdom
: Plantae
Division
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Polycarpiceae
Famili
: Annonaceae
Genus
: Annona
Spesies
: Annona muricata Linn
[12] Buah sirsak terdiri dari 67,5 % daging buah, 20 % kulit, 8,5 % biji, dan 4 % inti biji. Bagian daging buah yang berwarna putih terdiri dari 80 – 81 % air; 1 % protein, 18 % karbohidrat; 3,43 % asam; 24,5 5 gula dan vitamin B1, B2, dan C [13].
5 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Tanaman Sirsak [4] Salah satu tanaman family annonaceae ini setelah dipelajari ternyata mengandung senyawa aktif yang disebut acetogenin yang bersifat larvasidal dan juga sebagai insektisida, akarisida, antiparasit dan bakterisida [10].
2.2
BIJI SIRSAK
Gambar 2.2 Biji Sirsak (Annona muricata L) [10] Biji sirsak berwarna coklat kehitaman dan keras, berujung tumpul, permukaan halus mengkilat, dengan ukuran panjang kira–kira 16,8 mm dan lebar 9,6 mm. Jumlah biji dalam satu buah bervariasi berkisar antara 20-70 butir biji normal, sedangkan yang tidak normal berwarna putih kecoklatan dan tidak berisi [14]. Biji buah sirsak merupakan biji tunggal yang saling berhimpitan dan dipisahkan oleh daging buah. Biji sirsak mengandung senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai pestisida yaitu untuk membunuh ngengat dan kecoa. Selain sebagai pestisida manfaat lain biji sirsak yang sering digunakan masyarakat adalah untuk
6 Universitas Sumatera Utara
obat cacing. Masyarakat terdahulu bahkan sering menggunakan hasil ekstrak minyak dari biji sirsak ini untuk menghilangkan kutu kepala. Dan dapat digunakan sebagai racun penangkap ikan secara tradisional [12]. Senyawa toksik yang terdapat pada biji sirsak tersebut adalah : Tabel 2.1 Senyawa Toksik Pada Biji dan Kulit biji Sirsak [11] Parameter
Biji
Kulit biji
Tannin (mg/100g)
2,6
4,9
Phytate (mg/100g)
620,5
188,0
Cyanide (mg/100g)
3,7
10,8
Biji buah sirsak kaya akan minyak, protein, dan sedikit toksik. Biji sirsak terdiri dari 22,1 % minyak kulit yang berwarna kuning, dan 21,43% protein. Minyak biji ini terdiri dari 28,07% jenuh dan 71,93% tidak jenuh [9]. Pada biji sirsak ini juga terdapat senyawa acetogenin dan turunannya yang ditemukan oleh beberapa peneliti terdahulu diantaranya : annonacin, corossolone, corossolin,
solamin,
cis-annonacin,
annomuricatin,
muricattetrocin
(A,B),
epomuricanin (A,B), muricin, cis-annonamontacin, annonacinone, xylomaticin, reticuline [15]. Yang hampir kesemuanya bersifat anti terhadap kanker paru-paru, kanker payudara, kanker otak, hepotema dan tumor. Adapun komponen kimia dari biji sirsak ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Tabel 2.2 Komponen Kimia Biji Sirsak [16] Komponen Keterangan Annomonicina Annomontacina Annonacina Annomuricatina Annonacinona Javoricina Lakton Bullatacinone Muricoreacin Muihexocin C Annomuricin A, B Muricatocin A,C Muricapentocin Annomuricatina Protein Linoleic acid Lipid
7 Universitas Sumatera Utara
2.3
ACETOGENIN Acetogenin merupakan metabolit sekunder dari tanaman suku Annonaceae
yang disintesis melalui reaksi antara asam asetat - turunan poliketida yang memiliki rantai panjang pada asam lemak yaitu 35-39 atom karbon. Sifat dari senyawa ini berupa rantai panjang alipatik dengan gugus fungsi hidroksil, dan asetil karbonil serta cincin 1-3 tetrahidrofuran [17]. Secara ilmiah acetogenin memiliki nama International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC) (5S)-5-Methyl-3-[(2R,8R,13R)-2,8,13-trihydroxy-13[(2,5R)-5-[(iR)-1-hydroxytridecyl]-2-tetrahydrofuranyl] tridecyl]-5H-furan 2-one. Molekular formula acetogenin C35H64O7 dan massa molekul relatif (Mr) 596,88 g/mol [18]. Acetogenin memiliki efek biologis yang beragam termasuk sitotoksik, antitumor, antimalaria, pestisida dan kegiatan antifeedant. Secara khusus, efek penghambatan acetogenin pada mitokondria NADH-ubiquinone oksido reduktase (kompleks I) yang menjadi catatan penting karena aktivitas biologis yang beragam. Beberapa jenis senyawa seperti bullatacin (rolliniastatin-2) dan rolliniastatin-1, adalah inhibitor yang paling ampuh dari enzim teridentifikasi sampai saat ini. Acetogenin ditandai dengan dua unit fungsional, α tetrahidrofuran hydroxylated (THF), cincin γ-lakton β-unsaturated, dipisahkan oleh rantai alkil panjang, meskipun dua unit masing-masing bisa memainkan peran penting dalam mengikat interaksi dengan enzim [19]. Acetogenin tersebar di hampir seluruh bagian tumbuhan sirsak seperti daging buah, daun, biji, dan akar. Dari hasil penelitian terdahulu ada lebih dari 100 jenis asetogenin yang dapat diisolasi dari tanaman sirsak ini. Berikut akan ditunjukkan beberapa struktur asetogenin yang terdapat pada beberapa bagian tumbuhan sirsak.
8 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur Berbagai Jenis Asetogenin [15]
9 Universitas Sumatera Utara
2.3
EKSTRAKSI Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu senyawa dengan bantuan
pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya [20].
2.3.1 Metode Ekstraksi Adapun metode ekstraksi yang digunakan dalam ektraksi tanaman yaitu: a. Maserasi Dalam proses ini, seluruh atau kasar bubuk simplisia (bahan yang mengandung solute yang akan diekstrak) ditempatkan dalam wadah tertutup yang diisi pelarut yang sesuai dan dibiarkan pada suhu kamar untuk jangka waktu minimal 3 hari dengan proses pengadukan sampai materi larut. Campuran kemudian disaring, marc (bahan padat basah) ditekan, sehingga diperoleh campuran solut dan pelarut yang kemudian dimurnikan untuk memperoleh ekstrak yang diinginkan [20]. b. Soxhlet Extraction (SXE) Metode Soklet merupakan standar untuk ekstraksi zat padat – cair lainnya. Fungsi soklet seperti ekstraksi kontinu dimana padatan secara kontinu dikontakkan dengan pelarut yang fresh . Padatan (serbuk) yang akan diekstrak diletakkan di dalam kertas saring (thimble) yang dimasukkan ke dalam extraction chamber. Pelarut yang dipilih diletakkan di dalam solvent vessel yang terletak dibagian bawah dan dipanaskan sampai titik didihnya. Pelarut akan berubah jadi uap kemudian akan mengalami kondensasi di sepanjang kondensor, kemudian pelarut yang sudah cair akan jatuh kebahan yang akan diekstrak. Kemudian akan terjadi proses maserasi antar bahan dengan hasil kondensasi pelarut. Bahan yang akan diekstrak akan terikut oleh pelarut yang mengalir kebawah dan masuk kedalam solvent vessel. Kemudian pelarut akan diuapkan kembali dan zat yang diekstrak akan tertinggal di bawah. Oleh karena itu pelarut akan selalu fresh. Dan proses akan terus berulang seperti itu [21].
10 Universitas Sumatera Utara
Ekstraksi dengan menggunakan soxhlet dengan cara pemanasan dimana pelarut yang digunakan akan menguap dan terkondensasi kembali sehingga akan menjadi lebih hemat, namun acetogenin merupakan suatu senyawa yang mana ekstraknya rentan terhadap suhu tinggi, dan tidak bisa dilakukan jika suhu ekstraksi melewati 60 oC [22]. c. Ekstraksi berlawanan Arah Aliran umpan mengandung zat terlarut A yang akan diekstraksi masuk pada ujung yang satu sedangkan aliran pelarut masuk pada ujung satunya lagi. Aliran ekstrak dan rafinat mengalir secara countercurrent dari satu tahap ke tahap lain dan produk akhir adalah aliran ekstrak V1 yang meninggalkan kolom 1 dan aliran rafinat LN yang meninggalkan kolom N [23].
Gambar 2.4 Ekstraksi Multi Tahap Countercurrent [23] d. Ekstraksi Ultrasionik dan Superkritik Cairan superkritis telah diteliti sejak abad terakhir, Pada awalnya penelitian ini berfokus pada penggunaan toluene superkritis dalam minyak bumi dan hasil samping penyulingan minyak selama tahun 1970-an. Gas superkritis juga sedang diselidiki sebagai salah satu cara menangani limbah beracun, dan sebagai media sintesis yang terbaru. Penemuan terbesar pada decade terakhir adalah dengan ditemukannya CO2 superkritis, karena memiliki nearambient sebuah suhu kritis (31oC), sehingga bahan-bahan biologis dapat diproses di suhu sekitar 35oC. Kepadatan superkritis CO2 sekitar 200 tekanan bar dekat hampir mendekati kondisi untuk pelarut n- heksana, dan karakteristik solvasi juga mirip dengan heksana, dengan demikian, CO2 dianggap bersifat non polar seperti pelarut nheksan [24]. Metode ekstraksi konvensional, seperti ayakan dan ekstraksi menggunakan pelarut, telah menunjukkan efisiensi yang rendah dan potensi pencemaran lingkungan karena volume besar pelarut organik yang digunakan, serta waktu
11 Universitas Sumatera Utara
ekstraksi yang lama dan suhu tinggi yang diperlukan dalam metode-metode. Fluida superkritis, microwave, dan metode ekstraksi ultrasonik muncul sebagai alternatif yang sangat baik bila dibandingkan dengan metode ekstraksi konvensional, terutama karena kurangnya kebutuhan untuk pelarut organik dan waktu ekstraksi yang relatif singkat. Namun, metode ekstraksi fluida superkritis memiliki beberapa kekurangan seperti waktu ekstraksi yang lebih lama dan tekanan ekstraksi yang tinggi, sehingga biaya operasi yang tinggi dan membatasi aplikasi industri skala besar [25]. Setelah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari setiap metode, maka metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode sokletasi. Dengan keuntungan sebagai berikut : 1. Merupakan salah satu metode yang sudah mapan 2. Proses ekstraksi berjalan efisien karena sampel akan terus menerus kontak dengan pelarut segar. 3. Dapat menghasilkan yield yang tinggi 4. Pengoperasian sederhana 5. Ekonomis. [22] 2.3.2 Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya: 1.
Suhu Kelarutan bahan yang diekstraksi dan difusivitas biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada beberapa kasus, batas atas untuk suhu operasi ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perlunya menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan [26].
2.
Penyiapan bahan sebelum ekstraksi Agar proses ekstraksi berlangsung dengan cepat dan efisien perlu dilakukan tahap persiapan bahan baku seperti pengeringan dan penggilingan untuk memperkecil ukuran partikel dan memperbesar luas permukaan yang bersentuhan dengan pelarut. Pengurangan kadar air ini juga akan membuat bahan dapat bertahan lama sebelum proses ekstraksi berlangsung. Bahan baku
12 Universitas Sumatera Utara
juga perlu disimpan pada tempat yang kering untuk menjaga kelembabannya sehingga tidak merusak kualitas hasil ekstraksi. Dengan pengeringan yang sempurna akan dihasilkan ekstrak yang memiliki kemurnian tinggi [27]. 3.
Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan solven, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju transfer massa semakin tinggi [28].
4.
Waktu Semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin tinggi yield yang diperoleh, namun bila ekstraksi telah mencapai batas maksimum maka penambahan waktu tidak akan mempengaruhi laju ekstraksi [29].
5.
Faktor solven Dalam pemilihan pelarut ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan : a. Selektivitas Pelarut yang dipilih harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen – komponen lain dari sampel yang akan diekstraksi. b. Kelarutan Nilai kelarutan bahan yang diekstak terhadap pelarut harus cukup tinggi agar pelarut mampu melarutkan ekstrak. c. Viskositas Viskositas pelarut berpengaruh pada koefisien difusi dan laju ekstraksi. Viskositas pelarut yang rendah akan meningkatkan koefisien difusi sehingga laju ekstraksi meningkat. d. Kecocokan dengan solut Pada umumnya pelarut tidak boleh bereaksi atau menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen – komponen bahan ekstraksi. e. Titik didih Untuk memudahkan proses pemurnian ada baiknya perbedaan titik didih antara pelarut dan bahan yang diekstrak cukup besar. [30]
13 Universitas Sumatera Utara
2.4
ASETON (C3H6O) Aseton adalah keton yang paling penting. Cairan volatil (titik didih 56 oC) dan
mudah terbakar. Aseton adalah pelarut yang baik untuk senyawa organik banyak digunakan sebagai pelarut pernis, lak dan plastik. Aseton bercampur dengan air dalam segala perbandingan. Sifat ini digabungkan dengan volatilitasnya membuat aseton sering digunakan sebagai pengering alat – alat gelas laboratorium [31]. Asetogenin termasuk salah satu senyawa yang rentan terhadap suhu. Struktur asetogenin akan berubah pada suhu di atas 600C. Oleh karena itu dengan metode sokletasi yang menggunakan media pemanas diperlukan pelarut yang memiliki titik didih dibawah suhu 600C [32]. Salah satu syarat pelarut yang baik adalah selektivitas pelarut tersebut terhadap zat yang akan diekstrak. Seperti untuk mengekstrak senyawa polar digunakan pelarut yang bersifat polar begitu juga sebaliknya. Sifat fisika kimia zat aktif asetogenin yaitu memiliki nilai log P sebesar 7,71 yang menunjukkan bahwa asetogenin bersifat non polar [33]. Kepolaran
suatu senyawa dapat dilihat dari angka tetapan dielektrik [4].
Konstanta dielektrikum semakin besar maka sifat kepolaran dari suatu zat tinggi begitu juga sebaliknya semakin kecil nilai konstanta dielektrikum suatu zat maka sifat kepolarannya semakin rendah [34]. Berikut akan ditampilkan deret eluotropik menurut Stahl untuk setiap zat pada suhu 250C. Tabel 2.3 Deret Eluotropik Pelarut [34] Pelarut Tetapan Dielektrik Viskositas n-heksan 1,890 0,326 Heptana 1,924 0,409 Siklon-heksana 2,023 1,02 Karbon tetrakloria 2,238 0,969 Benzen 2,284 0,652 Klorofom 4,806 0,580 Eter (Dietil eter) 4,34 0,233 + Etil Asetat 6,02 0,55 Piridin 12,3+ 0,974 + Aseton 20,7 0,316+ Etanol 24,30+ 1,2 + Metanol 33,62 0,597 Air 80,37+ 1,005
14 Universitas Sumatera Utara
Peneliti terdahulu banyak menggunakan etanol dan metanol sebagai pelarut dalam ekstraksi senyawa asetogenin dari tanaman sirsak ini. Dapat dilihat dari tabel di atas bahwa nilai konstanta dielektrik aseton lebih kecil dibandingkan etanol maupun metanol sehingga dapat disimpulkan bahwa aseton merupakan pelarut yang kurang polar sehingga dapat dengan baik mengekstrak asetogenin dari sampel.
2.5
FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) FT-IR singkatan dari Fourier Transform Infrared, metode yang merupakan
spektroskopi inframerah. Dimana spektroskopi inframerah, dengan radiasi IR dilewatkan melalui sampel. Beberapa radiasi infra merah diserap oleh sampel dan beberapa di antaranya terelakkan (ditransmisikan), kemudian dihasilkan spektrum yang merupakan molekul penyerapan dan transmisi, menunjukkan karakteristik sampel. Yang mana spektrum yang terbentuk tidak akan sama untuk sampel lain dan sangat spesifik untuk suatu sampel. Hal ini membuat spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa jenis analisis [35]. Informasi yang dapat diberikan oleh FT-IR [35] : • Dapat mengidentifikasi bahan yang tidak diketahui • Dapat menentukan kualitas atau konsistensi sampel • Dapat menentukan jumlah komponen dalam campuran Spektroskopi yang biasa digunakan adalah frekuensi spektroskopi domain di mana Radiant Data listrik dicatat sebagai fungsi frekuensi. Durasi spektroskopi domain, yang dicapai dengan Fourier Transform (FT), data daya radiasi sebagai fungsi waktu. kemudian daya radiasi (ν) diplot terhadap frekuensi (ν1) (Hz) [36].
15 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Daerah Waktu dan Frekuensi Spektrum [35] .Beberapa keuntungan utama dari FT-IR selama teknik dispersif meliputi [34]: a) Kecepatan: Karena semua frekuensi diukur secara bersamaan, sebagian besar pengukuran oleh FT-IR. dibuat dalam hitungan detik bukan beberapa menit. Ini kadang-kadang disebut sebagai Felgett Advantage. b) Sensitivitas: Sensitivitas secara dramatis ditingkatkan dengan FT-IR untuk banyak alasan. Detektor dipekerjakan jauh lebih sensitif, peletakan optik jauh lebih tinggi (disebut sebagai keuntungan Jacquinot) yang menghasilkan tingkat kebisingan yang jauh lebih rendah, dan scan cepat memungkinkan coaddition beberapa scan untuk mengurangi kebisingan pengukuran acak untuk setiap tingkat yang diinginkan (disebut sebagai sinyal rata-rata). c) Kesederhanaan Teknik: Cermin bergerak di interferometer adalah satu-satunya bagian dalam instrumen yang bergerak secara kontinu. Dengan demikian, ada sedikit kemungkinan kerusakan mekanis. d) Internal dikalibrasi: Instrumen ini menggunakan laser HeNe sebagai panjang gelombang internal yang kalibrasi standar (disebut sebagai keuntungan Connes). Instrumen ini adalah mengkalibrasi-diri dan tidak perlu dikalibrasi oleh pengguna. Dengan demikian, Fourier Transform Infrared (FT-IR) teknik telah membawa signifikan
praktis
keuntungan
untuk
spektroskopi
inframerah.
Ini
telah
memungkinkan pengembangan banyak sampel baru teknik yang dirancang untuk
16 Universitas Sumatera Utara
mengatasi masalah yang menantang yang mungkin oleh lebih tua teknologi. Hal ini telah membuat penggunaan analisis inframerah hampir tak terbatas [34]. Keberadaan suatu senyawa atau gugus dalam spektrum ditandai dengan bilangan gelombang tertentu sesuai dengan standar. Tabel 2.4 Daftar Panjang Gelombang Suatu Senyawa /Gugus Fungsi [36] Range (cm-1) dan Grup dan Kelas intensitas - OH dalam alkohol dan fenol 3420 – 3250 - OH dalam asam karboksilik 3100 – 2400 CH3 – CH2 alipatik 2990 – 2850 C=O dalam lakton 1870 – 1830 1780 – 1760 C=O dalam lakton 1750 – 1730 C=O dalam lakton 1375 – 1275 THF (CH2def) 1280 – 1150 C – O – C lakton 740 – 720 CH2 dalam hidrokarbon
17 Universitas Sumatera Utara