BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Analisis CVP Menurut Hansen dan Mowen (dalam Fitriasari dan Kwary, 2005:429), analisa biaya volume laba (Cost-Volume Profit Analysisanalisis CVP) merupakan “alat yang berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.” Analisis biaya volume laba menekankan pada keterkaitan antara biaya jumlah yang dijual dan harga. Analisis ini juga menggabungkan semua informasi, keuangan perusahaan. Menurut Garrison dan Noreen (dalam Budisantoso, 2006:250), analisis biaya volume laba adalah “ alat yang sangat berguna bagi manajer untuk menjalankan fungsinya.” Alat ini membantu manajer untuk memahami hubungan antara biaya, volume dan laba perusahaan dengan memfokuskan hubungan 5 elemen berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Harga produk Volume atau tingkat aktivitas Biaya variabel/unit Total biaya tetap Bauran produk yang dijual Menurut Carter dan Usry (dalam Krista, 2004:271), analisis biaya
volume laba merupakan “ alat yang menyediakan informasi bagi manajemen mengenai hubungan antara biaya, laba, bauran produk dan volume penjualan.” Analisis biaya volume laba berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
penentuan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai target laba yang diinginkan. Menurut Blocher, Chen dan Lin (dalam Ambarriani, 2006:308), analisis biaya volume laba merupakan “ metode untuk menganalisis bagaimana keputusan operasi dan keputusan pemasaran mempengaruhi laba bersih.” Hal ini berdasarkan pemahaman tentang hubungan antara biaya variabel, biaya tetap, harga jual per unit, dan tingkat output. Analisis biaya volume laba dapat diterapkan dalam banyak hal : 1. 2. 3. 4. 5.
Menentukan harga jual produk atau jasa Memperkenalkan produk atau jasa baru Mengganti peralatan Memutuskan membuat atau membeli produk Melakukan analisis apa yang diperlukan-jika
B. Kegunaan dan Manfaat Analisis CVP Ada
beberapa
manfaat
yang
diperoleh
perusahaan
dengan
menggunakan analisa biaya volume laba antara lain : 1. Menentukan volume penjualan atau pendapatan yang diperlukan supaya impas atau mencapai target laba. 2. Melihat bagaimana perubahan pada pola biaya tetap dan variabel mempengaruhi tingkat laba perusahaan 3. Melihat bagaimana perubahan tertentu pada harga atau biaya akan mempengaruhi titik impas. 4. Analisis CVP dapat menjadi alat yang berharga untuk mengidentifikasi luas dan besarnya masalah ekonomi yang dihadapi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
5. Analisis CVP sebagai alat perencanaan jangka pendek yang berguna yang secara efektif menggunakan data perhitungan biaya langsung untuk menganalisis hubungan antara biaya, laba, bauran produk dan volume penjualan. 6. Analisis CVP dapat mengevaluasi dampak dari perubahan dalam biaya tetap maupun variabel atas profitabilitas.
C. Kelebihan dan Kelemahan Analisis CVP Perusahaan yang menggunakan analisis CVP dapat memperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut : 1. Analisis CVP didasarkan pada asumsi beikut ini : bahwa semua biaya dapat dipisahkan menjadi bagian yang variabel dan bagian yang tetap, dan bahwa total biaya tetap dalah konstan sepanjang rentang analisis, dan total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan dalam volume. 2. Penjualan yang jatuh dibawah titik impas akan mengakibatkan perusahaan rugi, dengan anlisis CVP perusahaan dapat menentukan margin of safety, yang mengindikasikan berapa banyak penjualan dapat turun
dari tingkat yang ditargetkan sebelum perusahaan mengalami
kerugian. 3. Perusahaan dapat menentukan volume penjualan dan bauran produk yang diperlukan untuk mencapai target laba.
Universitas Sumatera Utara
Analisis CVP juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: 1. Data untuk analisis CVP tidak dapat diambil langsung dari laporan laba rugi berdasarkan perhitungan biaya penyerapan penuh, karena dampak dari aktivitas atas biaya tidak dapat ditentukan secara langsung. 2. Adanya ketidakpastian yang signifikan pada anlisis CVP yaitu dari faktor – faktor model CVP, harga, tingkat penjualan yang diharapkan, biaya variabel, dan biaya tetap sehingga manajer enggan mengambil resiko tersebut.
D. Analisis Biaya Volume Laba ( Cost Volume Profit Analysis ) Analisis Titik Impas Menurut Mulyadi (2001:232), impas merupakan “keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian. “ Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas bila jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Menurut Hansen dan Mowen (dalam Fitriasari dan Kwary, 2005:274), titik impas merupakan “titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau titik dimana laba sama dengan nol.” Menurut Hansen dan Mowen (dalam Fitriasari dan Kwary, 2005:232), analisis impas merupakan “suatu cara untuk mengetahui volume penjualan
Universitas Sumatera Utara
minimum agar suatu usaha tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh laba.” Dengan adanya analisis impas ini, perusahaan dapat mudah melakukan pengawasan volume penjualan dalam mencapai target laba yang ditentukan. Analisis yang berhubungan dengan target laba disebut dengan analisis biaya volume laba. Analisis impas merupakan salah satu bentuk analisis biaya volume laba karena untuk mengetahui impas maupun keamanan volume penjualan, perlu dilakukan analisis terhadap hubungan antara biaya, volume dan laba. Jumlah laba yang diperoleh merupakan indikator keberhasilan bagi perusahaan yang orientasinya mencari laba. Agar diperoleh laba sesuai yang dikendaki, perusahaan perlu menyusun perencanaan laba yang baik. Hal
tesebut
ditentukan
oleh
kemampuan
perusahaan
untuk
memprediksikan kondisi usaha pada masa yang akan datang dengan penuh ketidakpastian, serta mengamati kemungkinan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laba perusahaan. Menurut Halim dan Supomo (2005:49), ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi laba perusahaan yaitu: 1. Biaya 2. Harga jual 3. Volume (Penjualan atau Produksi) Biaya yang timbul dari perolehan atau untuk pengolahan suatu produk
atau
jasa
akan
mempengaruhi
harga
jual
produk
yang
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan. Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan. Sedangkan besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produk atau jasa tersebut. Selanjutnya pada gilirannya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi laba di atas saling terkait antara satu dengan yang lain. Dasar-dasar analisis biaya volume laba memanfaatkan contribution margin. Contribution margin merupakan selisih antara hasil penjualan dan seluruh komponen biaya variabel (produksi, administrasi dan penjualan). Contribution margin dapat digunakan untuk menutup biaya tetap dan bila masih tersisa, maka sisanya merupakan laba. Jika manajemen ingin mengetahui kuantitas penjualan impas, maka ia harus sadar bahwa contribution margin total jumlahnya harus sama dengan biaya tetap total. Keadaan ini akan tercapai bila kuantitas penjualan adalah sebanyak biaya total dibagi dengan contribution margin (CM) per unit. Contribution margin positif menunjukkan hasil penjualan dapat digunakan untuk menutup biaya variabel dan seluruh atau sebagian biaya tetap. Apabila contribution margin melebihi jumlah biaya tetap total, maka kelebihan merupakan laba. Berikut ini akan dibuat contoh:
Universitas Sumatera Utara
PT. ABC LAPORAN LABA RUGI TAHUN 200X Total
per Unit
Penjualan (10.000 unit)
Rp. 3.000.000
Rp. 300
Biaya Variabel
Rp. 1.200.000 (-)
Rp. 120 (-)
Contribution Margin
Rp. 1.800.000
Rp. 180
Biaya Tetap
Rp.
Laba Bersih
Rp. 1.080.000
720.000 (-)
Sumber : Slamet Sugiri,2002:107
Kalau diperhatikan, maka contribution margin per unit yang besarnya Rp. 180, maka kita dapat menganalisis bahwa setiap unit barang terjual mempunyai kontribusi untuk menutup biaya tetap sebesar Rp. 180 tersebut. Biaya tetap pada laporan di atas menunjukkan jumlah Rp. 720.000. Dengan memperhatikan makna contribution margin per unit, maka kita dapat dengan cepat mengetahui berapa unit barang harus terjual agar seluruh biaya tetap tadi tertutup. Dengan kata lain, kita dapat menentukan titik impasnya. Agar seluruh biaya tetap tertutup tanpa memperoleh laba, maka jumlah contribution margin total harus sebesar Rp. 720.000. Ini tercapai apabila jumlah produk yang terjual adalah 4.000 unit, biaya tetap total dibagi dengan contribution margin per unit (Rp. 720.000/180). Pada contoh dibawah ini menunjukkan titik impas apabila penjualannya adalah 4.000 unit
Universitas Sumatera Utara
PT. ABC LAPORAN LABA RUGI TAHUN 200X Total
per Unit
Penjualan (4.000 unit)
Rp. 1.200.000
Rp. 300
Biaya Variabel
Rp.
480.000 (-)
Rp. 120 (-)
Contribution Margin
Rp.
720.000
Rp. 180
Biaya Tetap
Rp.
720.000 (-)
Laba Bersih
Rp. 0
Sumber : Slamet Sugiri,2002:108
Analisis titik impas (break even point) dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation method) dan metode margin kontribusi
(contribution
margin
method).
Kedua
metode
tersebut
ekuivalen. 1. Metode persamaan (equation method) Metode persamaan memanfaatkan data-data dari laporan laba rugi yang disusun dengan format berupa persamaan berikut : Laba = Penjualan – (Biaya Variabel + Biaya Tetap) atau Penjualan = Biaya Variabel + Biaya Tetap + Laba Sumber : Garrison dan Noreen (dalam Budisantoso, 2006:259)
Universitas Sumatera Utara
Untuk memberikan ilustrasi, maka dibuat suatu contoh. Misalnya data perusahaan PT. XYZ sebagai berikut: Biaya tetap total selama 1 periode
= Rp. 20.000
Biaya variabel per unit produk
= Rp.
Harga jual produk per unit
= Rp. 1.000
600
Sumber : Slamet Sugiri,2002:113
Jika X adalah jumlah unit produk yang dijual, maka laba yang diperoleh dengan menggunakan persamaan di atas adalah sebagai berikut: Laba = 1.000X – 600X – 20.000 Pada persamaan di atas, penjualan total adalah perkalian harga jual per unit dengan volume penjualan, yaitu 1.000X. Biaya variabel total adalah perkalian antara biaya variabel per unit dengan volume penjualan yaitu 600X. Adapun biaya tetap total adalah konstan Rp. 20.000 karena tidak tergantung pada volume penjualan. Dalam kondisi impas laba adalah nol (0) sebagai berikut: 0 = 1.000X – 600X – 20.000 Jadi X (penjualan) pada titik impas dapat dicari dengan menyelesaikan persamaan di atas sebagai berikut: 20.000 = 400X X= 20.000/400 X= 50
Universitas Sumatera Utara
Jadi impas tercapai pada volume penjualan sebanyak 50 unit produk. Ini terbukti dari perhitungan berikut: Penjualan 50 unit @ Rp. 1.000
Rp. 50.000
Biaya variabel 50 unit @ Rp.600
Rp. 30.000
Contribution Margin
Rp. 20.000
Biaya Tetap
Rp. 20.000
Laba bersih
Rp. 0
-
-
Sumber : Slamet Sugiri,2002:113
2. Metode margin kontribusi (contribution margin method) Metode margin kontribusi pada dasarnya adalah metode singkat dari metode persamaan. Pendekatan ini memusatkan pada ide bahwa setiap unit yang terjual memberikan margin kontribusi tertentu yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap. Adapun formulanya sebagai berikut : Titik impas (Unit) =
Biaya Tetap Margin Kontribusi/Unit Penjualan
Titik impas (Jual) =
Biaya Tetap Rasio Margin Kontribusi
Rasio Margin Kontribusi = Margin Kontribusi/Total Penjualan Sumber : Garrison dan Noreen (dalam Budisantoso, 2006:259)
Universitas Sumatera Utara
Dari contoh PT. XYZ di atas, maka dapat dihitung titik impasnya yaitu: Titik impas (Unit) =
20.000 20.000/50 unit
Titik impas (Unit) = 50 unit Titik impas (Jual) =
20.000 20.000/50.000
Titik impas (Jual) = Rp. 50.000
Grafik Hubungan Biaya - Volume - Laba Hubungan antara pendapatan, biaya, laba dan volume dapat disajikan dalam bentuk grafik CVP yang menggambarkan hubungan dari serangkaian aktivitas dan dapat maemberikan perspektif yang tidak dapat diperoleh dalam metode yang lainnya. Grafik CVP digambarkan berdasarkan beberapa asumsi penting, yaitu : 1. Analisis mengasumsikam suatu fungsi pendapatan linear dan suatu fungsi biaya linear. 2. Analisis mengasumsikan bahwa harga, biaya tetap total, dan biaya variabel unit dapat secara tepat diidentifikasi dan tetap konstan disemua rentang yang relevan. 3. Analisis mengasumsikan bahwa apa yang diproduksi dijual. 4. Untuk
menganalisis
produk
berganda,
kombinasi
penjualan
diasumsikan diketahui. 5. Harga penjualan dan biaya diasumsikan diketahui dengan pasti.
Universitas Sumatera Utara
Proses membuat grafik CVP dapat melalui tiga tahap, yaitu : 1.
Buatlah garis paralel dengan sumbu volume untuk menunjukkan besarnya total biaya tetap.
2. Pilihlah beberapa volume penjualan dan plot dengan total biaya ( tetap dan variabel ) pada tingkat aktivitas yang dipilih , tarik garis dari titik tersebut ke titik potong sumbu vertikal dengan biaya tetap 3. Tentukan volume penjualan dan buatlah titik yang menunjukkan total penjualan pada tingkat aktivitas yang dipilih , tarik garis dari titik tersebut ke titik pusat.
Pendapatan
Total Pendapatan Laba Total Biaya
Titik Impas
Rugi
Biaya Tetap
unit
Gambar 2.1 : Grafik CVP Sumber : Hansen dan Mowen (2005:445)
Universitas Sumatera Utara
Adapun data transaksi PT. XYZ jika digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 2.1. berikut :
Biaya, Penjualan (dalam Rupiah)
Daerah Laba 80.000 75.000
Total Biaya 60.000 Titik Impas
50.000
Daerah Rugi
40.000 30.000
Biaya Variabel
20.000
Biaya Tetap
Volume Penjualan (Unit) 20
40
50
60
75
80
Gambar 2.2 Grafik Analisa Biaya Volume Laba Setiap tambahan satu unit produk yang terjual di atas titik impas, maka laba akan bertambah sebesar contribution margin (CM) per unit produk seperti berikut: Penjualan 51 unit @ Rp. 1.000
Rp. 51.000
Biaya variabel 51 unit @ Rp.600
Rp. 30.600
Contribution Margin
Rp. 20.400
Biaya Tetap
Rp. 20.000
Laba bersih
Rp. 400
-
-
Sumber : Slamet Sugiri,2002:115
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan persamaan dan contribution margin (CM) per unit yang telah diuraikan di atas menghitung titik impas dan tingkat dalam unit produk yang terjual. Akan tetapi, volume penjualan tidak selalu diukur dalam unit produk. Beberapa perusahaan menghasilkan jasa sebagai outputnya. Pada keadaan ini, mungkin lebih tepat untuk mengukur volume penjualan dalam satuan rupiah penjualan. Oleh karena itu, harus menggunakan contribution margin ratio yang merupakan perbandingan antara contribution margin dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan persentase tiap satuan rupiah penjualan yang dapat digunakan untuk menutup biaya tetap dan laba. Dengan memperhatikan makna titik impas dan contribution margin per unit, maka kita dapat menganalisis lebih lanjut bahwa setiap penjualan satu unit di atas titik impas akan memberi laba sebesar contribution margin per unit tersebut. Analisis seperti ini memudahkan manajer untuk merencanakan jumlah unit yang harus dijual di atas titik impas untuk mencapai sejumlah laba tertentu. Seandainya manajer merencanakan untuk mencapai laba Rp. 1.800., maka manajer akan menargetkan penjualan 10 unit di atas titik impas, yang diperoleh dari laba yang diinginkan dibagi dengan contribution margin per unit, jadi Rp. 1800/180 yaitu 10 unit seperti contoh di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
PT. ABC LAPORAN LABA RUGI TAHUN 200X Total
per Unit
Penjualan (4.010 unit)
Rp. 1.203.000
Rp. 300
Biaya Variabel
Rp.
481.200 (-)
Rp. 120 (-)
Contribution Margin
Rp.
721.800
Rp. 180
Biaya Tetap
Rp.
720.000 (-)
Laba Bersih
Rp. 1.800
Sumber : Slamet Sugiri,2002:108
Berikut
ini akan dibuat contoh lain, misalnya diasumsikan
perusahaan Acoustic Concepts hanya dapat menjual satu buah speaker pada bulan tertentu. Laporan perusahaan akan tampak sebagai berikut : Total
Per unit
Penjualan (1 speaker)
$250
$250
Dikurangi biaya variabel
$ 150
$150
Margin kontribusi
$100
$100
Dikurangi biaya tetap
35.000
Rugi bersih
$(34.900)
Sumber: Garrison dan Noreen (dalam Budisantoso, 2006: 252)
Untuk setiap penambahan unit yang terjual, akan diperoleh tambahan $100 margin kontribusi yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap. Jika
Universitas Sumatera Utara
perusahaan berhasil menjual 2 unit speaker, maka margin kontribusi akan bertambah $100 (menjadi $200) dan rugi perusahaan akan berkurang $100 menjadi $34.800 seperti berikut: Total
Per unit
Penjualan (2 speaker)
$500
$250
Dikurangi biaya variabel
$300
$150
Margin kontribusi
$200
$100
Dikurangi biaya tetap
$35.000
Laba bersih
$(34.800)
Sumber: Garrison dan Noreen (dalam Budisantoso, 2006: 252)
Jika terjual speaker sampai jumlah tertentu sehingga diperoleh margin kontribusi $35.000 maka seluruh biaya tetap sudah dapat ditutup dan perusahaan telah berprestasi pada titik impas untuk bulan tersebut. Pada titik impas tersebut, perusahaan tidak mendapatkan laba tetapi juga tidak menderita kerugian. Untuk mencapai titik impas (break even points), perusahaan harus menjual 350 speaker setiap bulan, karena masing-masing speaker yang terjual mempunyai margin kontribusi $100 seperti berikut:
Universitas Sumatera Utara
Total
Per unit
Penjualan (350 speaker)
$87.500
$250
Dikurangi biaya variabel
$52.500
$150
Margin kontribusi
$35.000
$100
Dikurangi biaya tetap
$35.000
Laba bersih
$0
Sumber: Garrison dan Noreen (dalam Budisantoso, 2006: 253)
Pada saat titik impas telah dicapai, laba bersih sebesar margin kontribusi per unit untuk tambahan setiap unit yang terjual. Jika terjual 351 unit speaker terjual pada bulan tertentu, maka dapat diharapkan akan diperoleh laba bersih sebesar $100 karena perusahaan dapat menjual 1 unit lebih banyak di atas titik impas seperti berikut: Total
Per unit
Penjualan (351 speaker)
$87.500
$250
Dikurangi biaya variabel
$ 52.650
$150
Margin kontribusi
$35.100
$100
Dikurangi biaya tetap
$35.000
Laba bersih
$ 100
Sumber: Garrison dan Noreen (dalam Budisantoso, 2006: 253)
Universitas Sumatera Utara
Analisa biaya volume laba kadang-kadang disederhanakan menjadi analisa titik impas. Padahal analisa titik impas hanyalah salah satu elemen analisa biaya volume laba. Salah satu elemen dalam analisa biaya volume laba adalah penjualan. Menurut Zaki Baridwan (2001:10): Penjualan adalah kegiatan sejak diterimanya pesanan dari pembeli, pengiriman barang, pembuatan faktur (penagihan) dan pencatatan penjualan dan atau suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk menyampaikan barang kebutuhan yang telah dihasilkan kepada mereka yang memerlukannya dengan imbalan uang menurut harga yang ditentukan. Bagian-bagian yang terkait dalam prosedur penjualan yaitu: 1. Bagian pesanan penjualan Dalam perusahaan kecil, fungsi pesanan penjualan dapat dipegang oleh seorang karyawan dalam bagian penjualan. Tetapi dalam perusahaan besar bagian pesanan penjualan merupakan bagian yang berdiri di bawah bagian penjualan. Untuk keadaan tersebut, bagian pesanan penjualan mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Mengawasi semua pesanan yang diterima. b. Memeriksa surat pesanan yang diterima dari langganan atau salesman dan melengkapi informasi yang kurang yang berhubungan dengan spesifikasi produk dan tanggal pengiriman. c. Meminta persetujuan penjualan kredit dari bagian kredit.
Universitas Sumatera Utara
d. Menentukan tanggal pengiriman. Apabila gudangnya lebih dari satu, tentukan dari gudang mana akan dilakukan pengiriman. e. Membuat surat perintah pengiriman dan back orders beserta tembusan-tembusannya. f. Membuat catatan mengenai pesanan-pesanan yang diterima dan mengikuti
pengirimannya
sehingga
dapat
diketahui
pesanan-
pesanan mana yang belum dipenuhi. g. Mengadakan hubungan dengan pembeli mengenai barang-barang yang
dikembalikan
oleh
pembeli,
membuat
catatan
dan
mengeluarkan bukti memorial untuk bagian piutang. 2. Bagian kredit Dalam prosedur penjualan, setiap pengiriman barang untuk memenuhi pesanan pembeli yang syaratnya kredit, harus mendapatkan persetujuan dari bagian kredit. Agar dapat memberikan persetujuan,bagian kredit menggunakan catatan yang dibuat oleh bagian piutang untuk tiap-tiap langganan mengenai sejarah kreditnya,jumlah maksimum dan ketepatan waktu pembayarannya. Persetujuan dari bagian kredit
biasanya
ditunjukkan dalam formulir surat perintah pengiriman yang diterima dari bagian pesanan penjualan. 3. Bagian gudang Dalam hubungannya dengan penjualan, bagian gudang bertugas untuk menyiapkan barang seperti yang tercantum dalam surat perintah.
Universitas Sumatera Utara
Barang-barang ini diserahkan ke bagian pengiriman untuk dibungkus dan dikirimkan ke pembeli. 4. Bagian pengiriman Bagian pengiriman bertugas untuk mengirim barang-barang pada pembeli. Pengiriman ini hanya boleh dilakukan apabila ada surat perintah pengiriman yang sah. Selain itu bagian pengiriman juga bertugas mengirimkan kembali barang-barang kepada penjual yang keadaannya tidak sesuai dengan yang dipesan. Pengembalian barang ini dilakukan apabila ada debit memo untuk retur pembelian. 5. Bagian billing Tugas bagian pembuatan faktur adalah: a. Membuat
(menerbitkan)
faktur
penjualan
dan
tembusan-
tembusannya. b. Menghitung biaya kirim penjualan dan Pajak Pertambahan Nilai. c. Memeriksa kebenaran penulisan dan perhitungan dalam faktur.
B. Pengertian Biaya Menurut Maher dan Deakin (dalam Sulastri, 2001:34), biaya diartikan sebagai “suatu sumber daya yang dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu.” Biaya terjadi jika sumber daya digunakan untuk tujuan tertentu. Kadang – kaddang biaya dikumpulkan ke dalam kelompok tertentu, yang disebut
Universitas Sumatera Utara
dengan cost pool. Selain itu, biaya juga merupakan nilai ekuivalen yang dikorbanan untuk mendapatkan barang atau jasa. Menurut Carter dan Usry (dalam Krista, 2004:30), objek biaya didefinisikan
sebagai
“suatu
item
atau
aktivitas
yang
biayanya
diakumulasi dan diukur” Biaya dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Biaya dalam hubungannya dengan produk Yaitu: a. Biaya manufaktur Biaya manufaktur merupakan biaya pabrik yang terdiri dari 3 elemen biaya yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. b. Beban komersial Beban komersial terdiri dari 2 klasifikasi besar, yaitu beban pemasaran dan beban administratif. Beban pemasaran mulai dari titik dimana biaya manufaktur berakhir, yatu ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap jual. Beban administratif termasuk beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan organisasi. 2. Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi/penjualan Yaitu: a. Biaya variabel
Universitas Sumatera Utara
Jumlah total biaya variabel berubah secara proporsional terhadap perubahan aktivitas dalam rentang yang relevan. b. Biaya tetap Biaya tetap bersifat konstan secara total dalam rentang yang relevan. c. Biaya semi variabel Beberapa jenis biaya memiliki elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jenis biaya ini disebut dengan biaya semi variabel. 3. Biaya dalam hubungannya dengan departemen produksi atau segmen lain. Yaitu: a. Departemen produksi dan departemen jasa Pada departemen produksi, operasi manual dan operasi mesin seperti pembentukan dan perakitan dilakukan secara langsung pada produk atau bagian-bagian dari produk. Pada departemen jasa, jasa diberikan untuk keuntungan departemen lain. b. Biaya bersama dan biaya gabungan Biaya bersama dan biaya gabungan adalah jenis biaya tidak langsung. Biaya bersama biasanya ada di organisasi dengan banyak departemen atau segmen. Biaya gabungan terjadi ketika produksi dari suatu produk menghasilkan satu atau beberapa produk tanpa dapat dihindari. 4. Biaya dalam hubungannya dengan periode akuntansi
Universitas Sumatera Utara
Biaya dapat diklasifikasikan sebagai pengeluaran modal atau sebagai pengeluaran pendapatan. Suatu pengeluaran modal ditujukan untuk memberikan manfaat di masa depan dan dilaporkan sebagai aktiva. Pengeluaran pendapatan memberikan manfaat untuk periode sekarang dan dilaporkan sebagai beban. 5. Biaya dalam hubungannya dengan suatu keputusan, tindakan atau evaluasi. Menurut Halim dan Supomo (2005:22), perubahan biaya total sebagai akibat dari perubahan volume kegiatan perusahaan yang memiliki 3 pola yaitu: 1. Jumlahnya tetap, meskipun volume kegiatan berubah (biaya tetap). 2. Jumlahnya berubah secara proporsional dengan perubahan volume kegiatan (biaya variabel). 3. Jumlahnya berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan (biaya semi variabel). Untuk keperluan perencanaan dan pengendalian biaya, manajemen harus mengetahui pola perilaku masing-masing biaya. Penentuan pola perilaku biaya berkaitan dengan pemisahan biaya ke dalam unsur biaya tetap dan biaya variabel. Dengan kata lain, biaya yang dipisahkan merupakan biaya yang semi variabel atau biaya yang semi tetap. Untuk menggambarkan hubungan antara biaya total dengan volume kegiatan perusahaan, pada umumnya dinyatakan dengan fungsi biaya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Biaya Total = Biaya Tetap Total + Biaya Variabel Total Biaya total merupakan gabungan antara biaya yang berpola tetap (biaya tetap)
dan
berpola
variabel
(biaya
variabel).
Umumnya
untuk
penyederhanaan dianggap pola tersebut berbentuk garis lurus atau linear. Untuk hal tersebut, diperlukan beberapa asumsi yaitu: 1. Hubungan teknis antara inputs dan ouputs bersifat linear, misalnya dalam satuan ouputs memerlukan jumlah inputs yang sama besarnya. 2. Jumlah inputs yang diperlukan harus sama dengan jumlah inputs yang digunakan. 3. Harga perolehan inputs bersifat linear dengan kuantitas inputs yang digunakan. Asumsi tersebut hampir tanpa pengecualian dapat diterima oleh para akuntan dan manajer dalam menentukan pola tingkat laku biaya. Pada kenyataannya, banyak hal yang membuat sesuatu biaya mutlak berperilaku tetap atau variabel. Misalnya biaya bahan baku tidak mutlak biaya variabel, karena suatu pembelian bahan baku dalam kuantitas yang lebih banyak kemungkinan besar akan mempunyai harga yang lebih rendah dibandingkan jika dibeli dalam jumlah yang lebih sedikit. Biaya variabel total jumlahnya dipengaruhi oleh besar kecilnya volume kegiatan. Dengan perkataan lain, biaya variabel total merupakan hasil perkalian antara biaya variabel per unit dengan volume kegiatan. Dengan demikian, fungsi biaya tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Biaya Total = Biaya Tetap Total + Biaya Variabel per Unit x Volume Kegiatan Jika, Biaya Total dinyatakan dengan simbol Y Volume Kegiatan dinyatakan dengan simbol X Biaya Tetap Total dinyatakan dengan simbol a Biaya Variabel per Unit dinyatakan dengan simbol b Maka fungsi biaya tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut: Y = a + b.X Menurut Halim dan Supomo (2005:24), untuk menentukan pola perilaku sebagaimana dinyatakan dalam fungsi tersebut di atas, terdapat berbagai metode/pendekatan. Secara umum, ada tiga pendekatan dalam menentukan pola perilaku biaya yaitu: 1. Pendekatan intuisi Merupakan pendekatan yang didasarkan intuisi manajemen. Intuisi tersebut bisa didasari atas surat-surat keputusan, kontrak-kontrak kerja dengan pihak lain dan sebagainya. Misalnya, manajemen menetapkan biaya penyusutan merupakan biaya tetap, biaya komisi merupakan biaya variabel dan lain sebagainya. Pendekatan ini kurang ilmiah. 2. Pendekatan analisis enjinering Merupakan pendekatan yang didasarkan pada hubungan fisik yang jelas antara masukan dengan keluaran. Misalnya, sebuah perusahaan yang memproduksi mobil, maka sebuah mobil secara fisik dapat diketahui
Universitas Sumatera Utara
bahwa akan memerlukan sebuah mesin, 4 buah ban dan lain sebagainya. Dengan demikian harga ban merupakan harga yang membentuk biaya variabel. Insinyur atau tenaga kerja yang terlibat langsung dengan pengolahan fisik ban mobil, biaya gaji atau upah mereka merupakan biaya variabel. Bila tidak ada hubungan fisik secara langsung, maka akan termasuk ke dalam biaya tetap. Pendekatan ini memang teliti, namun sering kali memerlukan waktu dan biaya yang relatif tinggi. 3. Pendekatan analisis data biaya masa lalu Merupakan pendekatan yang didasarkan pada data biaya masa lalu. Pendekatan ini berasumsi bahwa biaya di masa yang akan datang sama perilakunya dengan biaya di masa yang lalu. Data biaya masa lalu dianalisis untuk mengetahui perilaku masing-masing biaya. Menurut Halim dan Supomo (2005:30), untuk memudahkan manajemen dalam perencanaan dan pengendalian, biaya tetap dan biaya variabel dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Biaya tetap komitet ( Fixed Cost Commited ) Penggolongan biaya tetap menjadi biaya tetap komitet berdasarkan pada mudah atau tidaknya biaya tetap dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen. Biaya tetap komitet merupakan jenis biaya tetap yang tidak mudah dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen, karena umumnya biaya ini timbul dari pendirian perusahaan atau pemilikan ekuipmen. Dengan perkataan lain, biaya tetap komitet terjadi sebagai
Universitas Sumatera Utara
akibat keputusan manajemen di masa yang akan datang. Biaya tetap komitet pada umumnya akan tetap timbul, meskipun perusahaan menghentikan kegiatan usahanya. Contoh biaya tetap komitet adalah biaay depresiasi gedung pabrik dan ekuipmen, pajak bumi dan bangunan, biaya sewa jangka panjang dan gaji direksi. 2. Biaya tetap diskresionari ( Fixed Cost Descretionary ) Merupakan jenis biaya tetap yang dapat dieliminasi atau dikurangi oleh manajemen, karena pada umumnya biaya ini timbul dari kebijakan manajemen dalam penyusunan anggaran. Biaya tetap diskresionari yang terdapat dalam suatu tahun tertentu dapat dihapus atau dikurangi pada tahun berikutnya berdasarkan kebijakan manajemen. Contoh biaya tetap diskresionari seperti biaya promosi, biaya riset dan pengembangan, biaya konsultan dan gaji pegawai honorer. Menurut Halim dan Supomo (2005:31), biaya variabel dapat digolongkan menjadi biaya enjiner dan biaya variabel diskresionari yaitu: 1. Biaya variabel enjiner Merupakan biaya yang mempunyai hubungan fisik dengan volume kegiatan perusahaan. Biaya ini bersifat variabel karena antara masukan dan keluarannya mempunyai hubungan yang optimum. Sebagai contoh adalah biaya bahan baku. Sebagai masukan, bahan baku mempunyai hubungan optimum dengan hasil produksi. 2. Biaya variabel diskresionari
Universitas Sumatera Utara
Merupakan biaya yang bersifat variabel karena kebijakan manajemen. Biaya ini berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan, karena manajemen menghendaki demikian. Sebagai contoh, biaya komisi penjualan yang ditentukan manajemen sebesar 5% dari hasil penjualan. Biaya komisi penjualan jumlahnya akan berubah secara proporsional dengan perubahan hasil penjualan.
C. Analisis Impas (Break Even Point) Dalam Hubungannya dengan Pencapaian Laba dan Keamanan Volume Penjualan Titik
impas
merupakan
informasi
yang
berguna,
sebagian
besar
perusahaan ingin memperoleh penghasilan operasi lebih besar dari nol. Analisis CVP memberikan cara untuk menentukan berapa banyak unit yang harus dijual untuk memperoleh target laba tertentu. Baikpendekatan penghasilan operasi dan margin kontribusi dapat dengan mudisesuaikan umencapai pendapatan yang ditargetkan. Dengan mengggunakan konsep dasar yang telah diuraikan di atas, akuntan dapat menyediakan informasi yang berguna bagi manajemen untuk perencanaan laba. Dengan analisis biaya volume laba, akuntan dapat menentukan tingkat
penjualan yang seharusnya dianggarkan untuk
mencapai sejumlah laba tertentu. Aktiva perusahaan ditanam dalam sebuah proyek dengan tujuan untuk memperoleh laba. Laba yang diharapkan dari investasi tersebut disebut dengan target laba. Analisis biaya volume laba dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
sebagai alat untuk menghitung jumlah unit produk yang seharusnya dijual agar perusahaan dapat memperoleh sejumlah target laba tertentu. Dari
contoh
PT.
XYZ
di
atas,
misalnya
perusahaan
ini
merencanakan laba bersih sebesar Rp. 10.000, maka penjualan yang harus direncanakan agar sesuai dengan target ini adalah sebagai berikut: Penjualan
Biaya Tetap + Target Laba
=
Contribution Margin per Unit Sumber : Slamet Sugiri,2002:119
Penjualan
20.000 + 10.000
=
400 Penjualan
= 75 unit
Dengan demikian, PT. XYZ harus menjual sebanyak 75 unit untuk mencapai target laba sebesar Rp. 10.000. Dalam
pencapaian
laba,
perlu
diperhitungkan
kemungkinan
berubahnya salah satu variabel yang dapat mempengaruhi besar kecilnya target laba. Slamet Sugiri (2003:119) menyatakan “model yang digunakan untuk mempelajari dampak perubahan variabel independen terhadap target laba sebagai variabel dependen adalah analisis sensitivitas“. Adapun perubahan tersebut meliputi perubahan harga jual, perubahan biaya
Universitas Sumatera Utara
variabel, perubahan biaya tetap dan perubahan lebih dari satu variabel secara serentak. Dalam perubahan harga, keputusan yang selalu dihadapi oleh seorang manajer adalah kemungkinan untuk menaikan harga jual. Hal utama yang harus dipertimbangkan adalah penolakan konsumen terhadap harga jual yang
meningkat, yang akan
mengakibatkan penurunan
permintaan produk. Untuk mempermudah pemahaman proyeksi laba dan determinannya dalam studi kasus, maka akan dibuat contoh. Dari contoh PT. XYZ di atas, perusahaan menghendaki target laba sebesar Rp. 10.000 dan anggaplah kenaikan harga jual yang diinginkan sebesar Rp. 100 per unit, maka berapa unit produk yang harus dijual untuk mencapai titik impas dan berapa unit produk yang harus dijual untuk mencapai target laba tersebut? Hal ini dapat digunakan analisis biaya volume laba dengan perhitungan sebagai berikut: Keterangan
Mula-Mula
Kenaikan Rp. 100
Harga Jual/unit
Rp. 1.000
Rp. 1.100 (1.000+100)
Biaya Variabel/unit Rp.
600 (-)
Rp.
600 (-)
C/M per Unit
Rp.
400
Rp.
500
Biaya Tetap Total
Rp.20.000
Target Laba
Rp.10.000
Titik Impas
50 unit
40 unit
75 unit
60 unit
Rp.20.000 Rp.10.000
Target Penjualan untuk capai laba
Universitas Sumatera Utara
Sumber :Slamet Sugiri,2002:120 Titik impas mula-mula sebesar 50 unit diperoleh dari: Titik Impas
=
Biaya Tetap C/M per Unit
Titik Impas
=
20.000 400
Titik Impas
=
50 unit
Titik impas setelah kenaikan Rp. 100 sebesar 40 unit diperoleh dari: Titik Impas
=
Biaya Tetap C/M per Unit
Titik Impas
=
20.000 500
Titik Impas
=
40 unit
Target penjualan untuk mencapai laba mula-mula sebesar 75 unit diperoleh dari: Penjualan
=
Biaya Tetap + Target Laba Contribution Margin per Unit
Penjualan
=
20.000 + 10.000 400
Penjualan
=
75 unit
Universitas Sumatera Utara
Target penjualan untuk mencapai laba setelah kenaikan Rp. 100 sebesar 60 unit diperoleh dari: Penjualan
Biaya Tetap + Target Laba = Contribution Margin per Unit
Penjualan
20.000 + 10.000 = 500
Penjualan
= 60 unit
Kenaikan harga jual dari Rp. 1.000 menjadi Rp. 1.100 menurunkan titik impas dari 50 unit menjadi 40 unit. Volume penjualan mula-mula yang harus dicapai untuk memperoleh laba bersih Rp. 10.000 sebesar 75 unit. Dengan kenaikan harga jual, maka volume tersebut turun menjadi 60 unit. Jadi PT. XYZ dapat menaikan harga jual menjadi Rp. 1.100. Jika penjualan turun sebanyak 15 unit (75-60) sebagai akibat naiknya harga jual, maka laba akan menjadi tepat sebesar Rp.10.000. Tentu saja jika penurunan permintaan kurang dari 15 unit, maka laba akan tercapai di atas Rp. 10.000 Dalam perubahan biaya variabel, perusahaan tidak selalu dapat menaikkan harga jual. Kemampuan pesaing dalam pasar dapat mencegah keputusan menaikkan harga jual tersebut. Jadi, untuk mempertahankan atau menaikkan target laba, manajer harus mengurangi biaya, bukannya menaikkan harga jual. Biaya dapat dikurangi dengan menggunakan lebih sedikit bahan-bahan yang mahal atau memodifikasi proses pembuatan
Universitas Sumatera Utara
produk untuk mengurangi biaya tenaga kerja langsung. Dua kemungkinan ini dapat mengurangi biaya variabel per unit. Untuk memberi gambaran bagaimana dampak pengurangan biaya variabel per unit terhadap volume penjualan dan laba, anggaplah bahwa biaya variabel per unit sekarang turun sebesar Rp. 100. Berapa unit produk harus
dijual
untuk
mencapai
target
laba
Rp.
10.000?.
Dengan
menggunakan analisa biaya volume laba, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut: Keterangan
Mula-Mula
Penurunan B.Variabel Rp. 100
Harga Jual/unit
Rp. 1.000
Rp. 1.000
Biaya Variabel/unit Rp.
600 (-)
Rp.
500 (-) (600-100)
C/M per Unit
Rp.
400
Rp.
500
Biaya Tetap Total
Rp.20.000
Rp.20.000
Target Laba
Rp.10.000
Rp.10.000
Titik Impas
50 unit
40 unit
75 unit
60 unit
Target Penjualan untuk capai laba
Sumber :Slamet Sugiri,2002:121
Penurunan biaya variabel per unit mengurangi titik impas dari 50 unit menjadi 40 unit. Untuk mencapai target laba Rp. 10.000, PT. XYZ membutuhkan penjualan hanya 60 unit sebagai akibat semakin rendahnya biaya variabel per unit.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perubahan biaya tetap, biaya tetap dapat saja berubah dari tahun anggaran satu ke tahun anggaraan berikutnya. Sering kali manajemen pertimbangkan kenaikan biaya tetap dengan mengharapkan kenaikan volume penjualan. Contoh kenaikan biaya tetap misalnya kenaikan biaya iklan, kenaikan biaya pelatihan pramuniaga dan kenaikan biaya perjalanan para pramuniaga. Kenaikan biaya tetap akan mengubah titik impas dan tingkat volume penjualan untuk mencapai target laba tertentu.
Sebagai
ilustrasinya,
maka
akan
dibuat
contoh
dengan
menggunakan data PT. XYZ di atas. Anggaplah bahwa manajemen sedang mempertimbangkan kenaikan biaya tetap sebesar Rp. 4.000. Bagaimana dampaknya terhadap titik impas dan volume penjualan dengan target laba Rp. 10.000?. Dengan menggunakan analisa biaya volume laba, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut: Keterangan
Mula-Mula
Kenaikan B. Tetap Rp.4.000
Harga Jual/unit
Rp. 1.000
Rp. 1.000
Biaya Variabel/unit Rp.
600 (-)
Rp.
600 (-)
C/M per Unit
Rp.
400
Rp.
400
Biaya Tetap Total
Rp.20.000
Rp.24.000 (20.000+4.0000)
Target Laba
Rp.10.000
Rp.10.000
Titik Impas
50 unit
60 unit
75 unit
85 unit
Target Penjualan untuk capai laba
Sumber :Slamet Sugiri,2002:122
Universitas Sumatera Utara
Kenaikan biaya tetap 20% (Rp.4.000) akan menaikkan titik impas 20% juga. Untuk mencapai target laba Rp.10.000, volume penjualan naik dari 75 unit menjadi 85 unit. Perubahan lebih dari satu variabel secara serentak terjadi pada kegiatan operasional perusahaan. Untuk memberikan ilustrasi, maka digunakan contoh data PT. XYZ misalnya perusahaan mempertimbangkan adanya kenaikan biaya tetap sebesar Rp. 4.000 dan kenaikan harga jual sebesar Rp. 100. Dengan menggunakan analisa biaya volume laba, dampak perubahan dua variabel tersebut terhadap titik impas dan volume penjualan untuk mencapai target laba Rp. 10.000 adalah dengan perhitungan sebagai berikut: Keterangan
Mula-Mula
Kenaikan B. Tetap Rp.4.000 dan harga Jual Rp. 100
Harga Jual/unit
Rp. 1.000
Rp. 1.100 (1.000+100)
Biaya Variabel/unit Rp.
600 (-)
Rp.
600 (-)
C/M per Unit
Rp.
400
Rp.
500
Biaya Tetap Total
Rp.20.000
Rp.24.000 (20.000+4.0000)
Target Laba
Rp.10.000
Rp.10.000
Titik Impas
50 unit
48 unit
75 unit
68 unit
Target Penjualan untuk capai laba
Sumber :Slamet Sugiri,2002:123
Universitas Sumatera Utara
Kenaikan harga jual Rp. 100 (10%) yang lebih kecil daripada kenaikan biaya tetap Rp. 4.000 (20%) menurunkan titik impas sebesar 2 unit (48%) dan menurunkan volume penjualan untuk mencapai target laba Rp. 10.000 sebanyak 7 unit (kira-kira 9,3%). Setelah mengetahui titik impas perusahaan, maka dapat ditentukan keamanan volume penjualannya (margin of safety). Menurut Mulyadi (2001:254), margin of safety merupakan ”suatu analisis yang memberikan informasi berapa maksimum volume penjualan yang boleh turun, agar perusahaan tidak mengalami kerugian.” Dengan demikian, margin of safety dapat memberikan petunjuk jumlah maksimum
penurunan
volume
penjualan
yang
tidak
menyebabkan
kerugian. Jika analisis impas memberikan informasi mengenai berapa jumlah volume penjualan minimum agar perusahaan tidak mengalami kerugian, maka jika angka impas ini dihubungkan dengan angka pendapatan penjualan, akan diperoleh informasi berapa volume penjualan tertentu yang boleh turun agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Selisih antara volume penjualan dengan volume penjualan impas disebut dengan angka margin of safety. Jika dikaitkan dengan contoh data PT. XYZ di atas, maka impas tercapai pada volume penjualan sebanyak 50 unit produk atau jika dihitung dalam satuan rupiah, maka impas tercapai pada total penjualan sebesar Rp. 50.000 dimana diperoleh dengan cara unit impas dikalikan dengan harga
Universitas Sumatera Utara
jual barang tersebut. Jika misalnya volume penjualan perusahaan sebesar 80 unit, maka keamanan volume penjualan dalam satuan unit dan rupiah dapat dihitung sebagai berikut: Margin of Safety (Unit)
= Volume Penjualan – Volume Impas = 80 unit – 50 unit = 30 unit
Margin of Safety (Rupiah) = Total Penjualan – Total Impas = Rp. 80.000 – Rp. 50.000 = Rp. 30.000 Sumber : Mulyadi,2001:254
Universitas Sumatera Utara