BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebijakan Kesehatan Kebijakan merupakan alat atau cara untuk memecahkan masalah yang sudah ada sehingga dalam hal ini yang menjadi dasar pembuatan kebijakan adalah masalah. Kebijakan sebagai instrumen pengelolaan pemerintahan merupakan mata rantai utama dalam operasionalisasi fungsi kepemerintahan (governance). Sebagai mata rantai utama, jika kebijakan itu keliru atau tidak tepat dalam menangani persoalan di dalam negara, konsekuensinya adalah kegagalan pemerintah dalam fungsi implementatifnya. Permasalahan kebijakan yang terjadi umumnya baru dirasakan saat sebuah kebijakan tersebut dilaksanakan, para pembuat kebijakan (policy maker) atau pelaksana (implementor) baru menjerit dan sadar akan kesalahannya ketika terjadi kondisi implementasi yang buruk (bad implementation). (Abidin dalam Yudiasa, 2010) Menurut Pudjirahardjo dan Sopacua (2006) Kebijakan secara umum mempunyai lima unsur utama yaitu : a. Masalah publik (Public Isue), merupakan isu sentral yag akan diselesaikan dengan sebuah kebijakan. Masalah disebut sebagai isu publik bila masalah itu menjadi keprihatinan (Concern) masyarakat luas dan mempengaruhi hajat hidup masyarakat luas. b. Nilai Kebijakan (Value), setiap kebijakan selalu mengandung nilai tertentu dan juga bertujuan untuk menciptakan tata nilai baru atau norma baru dalam organisasi. Seringkali nilai yang ada di masyarakat atau anggota organisasi
10
11
berbeda dengan nilai yang ada di pemerintah. Oleh karena itu perlu partisipasi dan komunikasi yang intens pada saat merumuskan kebijakan c. Siklus kebijakan, merupakan proses penetapan kebijakan sebenarnya adalah sebuah proses yang siklis dan bersifat kontinum, yang terdiri atas perumusan kebijakan (Policy Formulation); penerapan kebijakan (Policy Implementation); dan evaluasi kebijakan (Policy Review). Ketiga tahap tersebut saling tergantung, kompleks serta tidak linear, yang ketiganya disebut sebagai Policy Analysis. d. Pendekatan dalam kebijakan, pada setiap tahap siklus kebijakan perlu disertai dengan penerapan pendekatan (Approaches) e. Konsekuensi kebijakan, pada setiap penerapan kebijakan perlu dicermati akibat yang dapat ditimbulkan. Dalam memantau hasil kebijakan, ada dua hal yang diperhatikan yaitu output dan impact. Seperti yang telah dijelaskan di atas kebijakan lahir karena hadirnya isu-isu di masyarakat. Hadirnya isu dari opini dalam masyarakat tersebut bersifat kompleks karena menyangkut berbagai faktor yang menjadi latar belakang. Kemampuan mengidentifikasi dan melihat gambaran besar dari faktor tersebut menjadi awal yang menentukan proses selanjutnya. Apakah isu tersebut adalah memiliki implikasi yang sangat kuat dalam mengatasi persoalan yang melatarbelakanginya secara siginifikan. Melalui pertanyaan itu dapat ditentukan pentingnya isu menjadi masalah dan menjalani proses kebijakan selanjutnya. Isu-isu yang dapat diangkat sebagai sebuah latar belakang dalam membuat sebuah kebijakan, memiliki beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Adapun kriteriakriteria tersebut adalah :
12
1.
Isu tersebut telah mencapai suatu titik kritis tertentu, sehingga ia praktis tidak lagi bisa diabaikan begitu saja atau telah dipersepsikan sebagai suatu ancaman serius yang jika tak segera diatasi justru akan menimbulkan luapan krisis baru yang jauh lebih hebat di masa datang.
2.
Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak (impact) yang bersifat dramatik.
3.
Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dan sudut kepentingan orang banyak bahkan umat manusia pada umumnya, dan mendapat dukungan berupa liputan media massa yang luas.
4.
Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.
5.
Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan (legitimasi) dalam masyarakat.
6.
Isu tersebut menyangkut suatu persediaan yang fasionable, di mana posisinya sulit untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan kehadirannya. (Abidin dalam Yudiasa, 2010) Isu-isu yang bermunculan tersebut dapat muncul merupakan akibat dari sebuah
masalah publik. Masalah kebijakan adalah suatu gejala menjadi masalah publik ketika gejala tersebut dirasakan sebagai kesulitan bersama oleh sekelompok masyarakat dan hanya dapat diatasi melalui intervensi pemerintah. Sedangkan masalah publik ialah apabila belum terpenuhinya kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang diinginkan oleh publik dan pemenuhannya hanya mungkin melalui kebijakan pemerintah. Setelah isu dan permasalahan kebijakan ditetapkan, maka tahap selanjutnya adalah proses pembuatan kebijakan. Pembuatan kebijakan sendiri merupakan proses politik yang amat kompleks dan analitis, dimana dalam penyusunannya melibatkan
13
interaksi antara kelompok-kelompok ilmuan, pimpinan organisasi profesional, para administrator dan para politisi. Pembuatan kebijakan adalah keseluruhan proses yang menyangkut
pengartikulasian dan pendefinisian masalah,
perumusan
kemungkinan pemecahan masalah dalam bentuk tuntutan politik, penyaluran tuntutan tersebut ke dalam sistem politik, pengupayaan pemberian sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan pelaksanaan, monitoring dan peninjuan kembali (umpan balik). (Udoji dalam Yudiasa, 2010) Langkah-langkah perumusan masalah kebijakan publik adalah sebagai berikut (Abidin dalam Yudiasa 2010) : 1.
Perumusan masalah publik dalam masalah kebijakan untuk dijadikan isu kebijakan
2.
Penyusunan agenda kebijakan
3.
Perumusan usulan Kebijakan Publik
4.
Pengesahan kebijakan publik
5.
Pelaksanaan kebijkan publik
6.
Penilaian Kebijakan Publik Dalam bidang kesehatan, kebijakan kesehatan sendiri dapat dilihat sebagai
jaringan keputusan (decisions-networking) yang saling berhubungan untuk membentuk suatu strategi atau pendekatan dalam hubungannya dengan isu-isu praktik mengenai pelayanan kesehatan. (Sriatmi, 2010) Dalam menentukan kebijakan kesehatan, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, antara lain : 1.
Kemiskinan, kesepakanan dasar bahwa siapapun masyarakat yang dalam keadaan kesehatan yang kurang baik dan buruk harus mendapatkan pertolongan. Kemiskinan adalah suatu kekurangan kebutuhan dasar untuk
14
mempertahankan hidup (pendidikan, kesehatan, pangan, sandang, papan) dan kebutuhan bersifat relatif (beda persepsi, beda kriteria). Pendekatan yang umum digunakan untuk melihat kemiskinan adalah pendapatan; perbedaan status sosial ekonomi; perawatan kesehatan modern; perbahan budaya dan perilaku; dan kombinasi dari berbagai aspek. 2.
Bantuan dan sektor kesehatan. Bantuan disini menyangkut, pendanaan baik dari hibah, pijaman dan lainnya. Selain itu hal yang dipertimbangkan selain sumber pendanaan tetapi juga kesinambungan atau sustainabilitas dari bantuan tersebut.
3.
Keadilan, dimana kebijakan yang dibuat mampu memberikan keadilan sosial / pemerataan sosial (equity). Diharapkan dengan adanya pemerataan sosial, dapat tercapainya akses pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, mekanisme pengalokasian sumber daya kesehatan yang sesuai, serta jaminan bahwa masing-masing wilayah tetap tersedia obat-obatan yang sama baikknya meskipun biaya pelayanan tiap wilayah berbeda.
4.
Pembangunan (Development), kebijakan yang dibuat mampu membawa perubahan
pada
suatu
keadaan/kondisi
yang
dianggap
lebih
baik
(kesejahteraan), dan dilakukan secara terus menerus dan terencana. 5.
Privatisasi sektor kesehatan, pemerintah bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakatnya, dimana hanya dapat dilaksanakan dengan menyediakan sistem kesehatan dan sistem sosial yang tepat. (Sriatmi, 2010) Kebijakan pembangunan kesehatan saat ini mengalami pergeseran dari
pendekatan kebutuhan (need) kearah pendekatan berlandaskan hak (right based). Kesehatan adalah hak azasi, maka negara berkewajiban untuk memenuhinya bagi setiap warga negaranya. Oleh karena itu dibutuhkan perumusan dan perencanaan
15
yang matang dalam membuat kebijakan kesehatan, sehingga semua lapisan masyarakat dapat merasakan pelayanan kesehatan yang bermutu. (Bild dalam Yudiasa, 2010)
2.2 Manajemen Pelayanan Kesehatan Dalam melaksanakan suatu program ataupun suatu kegiatan dalam bentuk apapun, dibutuhkan suatu pengaturan yang baik agar program atau kegiatan tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Begitu pula pada program yang berkaitan dengan kesehatan. Suatu kegiatan ataupun program pelayanan kesehatan, sudah semestinya memiliki pengaturan yang baik karena kualitas dan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan tidak terlepas dari pengaturan yang baik pula. Proses pengaturan kegiatan tersebut dikatakan sebagai manajemen. (Muninjaya, 2004) Oleh beberapa ahli, manajemen sendiri memilik diartikan dalam beberapa versi. Menurut Robert D. Terry, managemen is the accomplishing of a predetermined objectives through the effort other people, atau manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan orang lain. Menurut Muninjaya (1999), secara klasik manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Management is the process, by which the excution of given purpose is put in to operation and supervised atau manajeman adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tuuan diselenggarakan dan diawasi. (Encyclopedia of social sciences). Management is getting things done throngh the effeot of people, and that the funtion breaks down in to at least 2 major responsibelities, one of which is planing,
16
the other control ; atau manajemen adalah membuat utjuan tercapai melaui kegiatankegiatan orang lain dan fungsi-fungsinnya dapat dipecah sekurang-kurangnya 2 tanggung jawab utama, yakni perencanaan dan pengawasan. Management is the process under taken bay one or more persons to coordinate the activities of other persons to achieve result not attainable bay any one persons acting alone ; manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil tujuan yang tidak dapat dicapai oleh hanya satu orang saja. (Evancevich dalam Notoadmojo, 2007) Dari pengertian-pengertian manajemen di atas dapat disimpulkan bahwa manajamen adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai tujuan yang diinginkan. Jika dikaitkan dengan pelayanan kesehatan, maka manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau seni mengatur para petugas kesehatan baik medis ataupun paramedis guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan. Dalam proses manajamen, dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu Perencanaan (planning), pengorganisasian (Organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengwasan (Controling). Adapun fungsi manajamen tersebut yang menjadi kunci dalam keberhasilan program adalah pada tahapan perencanaan. (Notoadmojo, 2007)
2.3 Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan fungsi utama dalam manajemen, hal ini dikarenakan seua kegiatan manajemen diatur dan diarahkan dalam perencanaan. Dengan perencanaan memungkinkan para pengambil keputusan atau manajer untuk menggunakan sumber daya mereka secara berhasil guna dan berdaya guna.
17
Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses pengeanalisisan dan pemahaman sistem, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan demi masa depan yang baik. Perencanaan harus didasarkan kepada analisis dan pemahaman sistem yang baik. a.
Perencanaan pada hakikatnya menyusun konsep dan kegiatan yang akan dilaksanaan untuk mencapai tujuan dan misi organisasi.
b.
Perencanaan secara implisit mengemban misi organisasi untuk mencapai hari depan yang lebih baik. (Notoadmojo, 2007) Perencanaan
sendiri
dapat
dikategorikan
menjadi
beberapa
macam.
Perencanaan dapat dilihat dari jangka waktu berlakunya rencana, dibagi menjadi: Rencana jangka panjang (Long term planning), yang berlaku antara 10 -25 tahun; Rencana jangka menengah (Medium range planning), yang berlaku 5 – 7 tahun; Rencana jangka pendek (Short range planning), umumnya berlaku hanya untuk 1 tahun. Dilihat dari Tingkatannya perencanaan dibagi menjadi : rencana induk (masterplan) dengan ruang lingkup luas dan tujuan jangka panjang; rencana operasional (operational planning) ; rencana harian yang bersifat rutin (Day to day planning). Selain itu perencanaan juga dapat dilihat dari lingkupnya, dapat dibagi menjadi : rencana strataegis (strategi planning) ; rencana taktis (tactical planning) ; rencana menyeluruh (comprehensive planning) ; dan rencana terintegrasi (integrated planning). (Notoadmojo, 2007) Dalam suatu perencanaan khususnya perencanaan kesehatan dibutuhkan suatu sistematika dalam proses penyusunan perencanaan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar program yang akan dilakukan dapat terencana dengan matang, sehingga tujuan yang diinginkan dapat tepat guna. Adapun sistematika dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
18
a) Identifikasi Masalah Langkah awal dalam perencanaan adalah dengan melakukan identifikasi masalah, karena pada hakikatnya perencanaan adalah suatu bentuk rancangan pemecahan
masalah.
Dalam
perencanaan
program
kesehatan,
untuk
mengeidentifikasi sumber masalah di bidang kesehatan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : 1) Menganalisis laporan kegiatan dari program kesehatan yang bersangkutan ;
2) dari hasil survailance epidemiologi aatau
pemantauan penyebaran penyakit ; 3) Survey kesehatan yang khusus dilakukan untuk mengetahui atau memperoleh masukan perencanaan kesehatan; 4) Hasil kunjungan lapangan supervisi dan sebagainya. b) Menetapkan Prioritas Masalah Setelah melakukan identifikasi masalah, maka akan disimpulkan beberapa permasalahan kesehatan yang dihadapi. Umumnya permasalahan yang dihadapi akan menjadi sangat banyak, karena keterbataran baik dalam segi sumberdaya biaya, tenaga dan teknologi maka tidak semua permasalahan tersebut akan dipecahkan. Oleh karena itu untuk menentukan permasalahan apa yang akan diangkat harus dipilih, proses pemilihan masalah inilah yang disebut dengan menetapkan prioritas masalah. Dimana permasalahan yang dipilih adalah permasalahan yang dirasa memiliki dampak paling besar. Adapun beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menentukan prioritas masalah adalah : 1) Melalui teknik skoring, yaitu dengan pemberian nilai (score) terhadap masalah terhadap masalah tersebut. Salah satu contoh teknik skoring adalah dengan menggunakan Teknik USG (Urgency, Seriousness, and Growth). Dimana masing-masing ukuran tersebut diberi nilai sesuai justifikasi peneliti. Rentang nilai berkisar dari 1-5, dimana 5 adalah point
19
tertinggi untuk ukuran peramasalahan yang dirasa tinggi. Kemudian nilai untuk masing-masing ukuran dijumlahkan. Permasalahan dengan point tertinggilah yang dijadikan sebagai proritas masalah. 2) Melalui teknik non-skoring, yaitu dengan melakukan diskusi dengan kelompok untuk menentukan priorits masalah. Prioritas masalah yang dihasilkan adalah hasil dari diskusi dan kesepakatan bersama. c) Menetapkan Tujuan Menetapkan tujuan perencanaan pada dasarnya adalah membuat ketetapanketetapan tertentu yang ingin dicapai oleh perencanaan tersebut. Penetapan tujuan dapat dirumuskan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus adalah penjabaran dari tujuan umum. d) Menetapkan Rencana Kegiatan Rencana kegiatan adalah uraian tentang kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan untum mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menentukan rencana kegiatan pada umumnya mencakup 3 tahap yaitu : Kegiatan pada tahap persiapan ; kegiatan pada tahap pelaksanaan ; dan kegiatan pada tahap penilaian. e) Menetapkan Sasaran (Target Group) Sasaran target merupakan kelompok masyarakat tertentu yang akan dijadikan sebagai objek atau sasara pelaksanaan program yang akan direncanakan. Sasaran pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu sasarn langsung yaitu sasaran yang langsung dikenalkan oleh program, dan sasaran tidak langsung adalah kelompok yang menjadi sasaran antara program tersebut, namun berpengaruh sekali terhadap sasaran langsung. f) Waktu
20
Waktu yang ditetapkan dalam perencanaan adalah sangat tergantung dengan jenis perencanaan yang buat serta kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan. Oleh sebab itu waktu dan kegiatan apa yang dilakukan dapat dijadikan satu. g) Rencana Anggaran Rencana anggaran merupakan uraian mengenai anggaran biaya yang akan digunakan untuk pelaksanaan kegiatan ini. Adapun biaya tersebut dapat dikategoriakan sebagai : biaya personalia ; biaya operasional ; biaya sarana dan fasilitas ; dan biaya penilaian. h) Rencana Evaluasi Rencana evaluasi sering kali terlupakan pada saat perencanaan. Padahal dalam prakteknya evaluasi ada bagian terpenting, karena dengan evaluasi dapat diketahui apakah program berjalan dengan lancar, dan telah sejauh mana tujuan awal dilaksanakan program tersebut tercapai. (Notoadmojo, 2007)
2.3 Penggorganisasian (Organizing) Setelah melaksanan fungsi manajemen yang pertama yaitu perencanaan, maka fungsi
menajemen
selanjutnya
adalah
pengorganisasian.
Pengorganisasian
merupakan suatu proses untuk mengatur personel atau staf yang ada dalam situsi tersebut agar semua kegiatan yang telah ditetapkan dalam perencanaan dapat berjalan dengan baik. Secara singkat pengorganisasian dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk menghasilkan struktur organisasi. Dimana struktur organisasi adalah visualisasi kegiatan dan pelaksana kegiatan (personel) dalam suatu institusi. Secara umum suatu organisasi berdasarkan strukturnya dapat dibagi sebagai berikut. (Alamsyah, 2011) :
21
1) Organisasi lini (Line Organization) Dalam organisasi lini, terdapat perbedaan yang sangat jelas antara pimpinan dan pelaksana. Peranan pemimpin sangat mendominasi, dimana semua kekuasaan berada di tangan pemimpin. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan kegiatan yang utama adalah wewenang dan perintah. 2) Organisasi Staf (Staff Organization) Dalam organisasi ini tidak begitu tegas terlihat perbedaan antara pemimpin dengan staf pelaksana. Peranan staf tidak hanya sebagai pelaksana tugas pemimpin, tapi juga berfungsi sebagai pembantu pemimpin. Bentuk organisasi ini muncul karena makin kompleksnya masalah-masalah organisasi sehingga pemimpin sudah tidak dapat lagi menyelesaikan semuanya dan memerlukan bantuan orang lain yang dapat memberikan masukan-masukan terhadap masalah-masalah yang dihadapi. 3) Organisasi Lini dan Staf Organisasi ini merupakan gabungan kedua jenis organisasi lini dan staf. Dalam organisasi ini staf bukan hanya pelaksana tugas, tapi juga diberikan wewenang untuk memberi masukan demi tercapainya tujuan secara baik. Keuntungan dari organisasi ini adalah keputusan yang diambil oleh pemimpinlebih baik karena berdasarkan hasil pemikiran sejumlah orang, dan tanggung jawab pemimpin berkurang karena mendapat dukungan dan bantuan dari staf.
22
Gambar 2. Struktur Organisasi Lini dan Staf (Sumber : Muninjaya, 2004)
2.4 Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan atau Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan
manajerial
dan
usaha-usaha
organisasi.
George
R.
Terry
mengemukakan bahwa actuating merupakan suatu usaha menggerakkan anggotaanggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership). (Muninjaya, 2004) Fungsi aktuasi merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien. Fungsi penggerak dan pelaksanaan dalam istilah lainnya yaitu actuating (memberi
bimbingan),
motivating
(membangkitkan
motivasi),
directing
(memberikan arah), influencing (mempengaruhi) dan commanding (memberikan komando atau perintah). (Muninjaya, 2004). Secara umum tujuan fungsi aktuasi, adalah (Notoadmojo, 2007) :
23
1) Menciptakan kerja sama yang lebih efisien 2) Mengembangkan kemampuan dan ketrampilan staf 3) Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan 4) Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf 5) Membuat organisasi berkembang secara dinamis
2.5 Pengawasan (Controling) Pengawasan merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen, dimana tahapan ini bertujuan agar efisiensi penggunaan sumber daya dapat lebih berkembang, dan efektifitas tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih terjamin. Untuk melihat keefektifitasan sebuah kegiatan, maka ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperoleh data selama pengawasan. Antara lain : 1. Pengamatan langsung, yaitu supervisi yang dilakukan oleh pimpinan ke lapangan untuk mengamati kegiatan staf dan membandingkannya dengan standar yang ada. Data yang diperoleh melalui metode ini mampu memberikan data dengan kualitas terbaik, namun dibutuhkan motivasi yang baik dari pemimpin untuk terjun langsung ke lapangan. 2. Laporan lisan, melalui laporan langsung tentang pelaksanaan suatu program dari staf yang bertanggung jawab. 3. Laporan tertulis, dengan pembuatan lapora tentang hasil kegiatannya. (Alamsyah, 2011) Di Indonesia sendiri terdapat tiga jenis pengawasan manajerial yang berkembang pada organisasi pemerintah. Adapun jenis pengawasan tersebut adalah :
24
1. Pengawasan fungsional, fungsi pengawasan ini melekat pada serogan yang menjabat sebagai pimpinan karena peranan setiap pimpinan adalah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan staf yang ada dibawah koordinasinnya. 2. Pengawasan publik, merupakan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap jalannya pembangunan. Pada umumnya dilakukan oleh media massa. 3. Pengawasan non fungsional, umumnya dilakukan oleh badan-badan yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan (fungsi sosial kontrol) seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pengawasan Keuangan (BPK) Negara, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan fungsi Inspektorat yang ada di masing-masing departemen, baik tingkat pusat maupun daerah. (Notoadmojo, 2007)
2.6 Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan dapat diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki status kesehatan, termasuk kegiatan-kegiatan yang ada dalam sektor kesehatan (Depkes, 2010), yang terdiri dari pemeliharaan kesehatan Primer berupa pencegahan terjadinya penyakit (preventive) , Sekunder berupa diagnosa dini dan pengobatan yang tepat (kuratif), Tertier berupa pemberian obat adekuat dan rehabilitasi (rehabilitatif). Adapun kegiatan kesehatan tersebut meliput : a. Pelayanan kesehatan, jasa-jasa, sanitasi lingkungan (air, sanitasi, pengawasan polusi lingkungan, dan lainnya. b. Rumah sakit, institusi kesejahteraan sosial. c. Pendidikan, pelatihan, penelitian medis murni. d. Praktisi-praktisi kesehatan yang mendapat pendidikan formal, penyediaan pelayanan kesehatan tradisional, dan sebagainya.
25
Menurut Azwar (1996) yang dimaksud dengan biaya kesehatan adalah besarnya biaya yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dari batasan tersebut maka biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu : 1. Penyedia Pelayanan Kesehatan Biaya kesehatan dari sudut pandang penyedia pelayaan kesehatan (health provider) adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk dapat menyelenggarakan upaya atau pelayanan kesehatan. Dari pengertian ini dapat dilihat bahwa biaya kesehatan merupakan persoalan pemerintah atau pihak swasta yang menyelenggarakan upaya kesehatan. 2. Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan Biaya kesehatan dari sudut pandang pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Dari pengertian ini, biaya kesehatan merupakan persoalan utama para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Dalam batas-batas tertentu pemerintah berkewajiban untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan. Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan guna mencapai tujuan pembangunan kesehatan suatu negara, yaitu pemerataan pelayanan kesehatan dan akses (equitable access to health care) dan pelayanan yang berkualitas (assured quality). Kebijakan pembiayaan kesehatan terselenggara untuk menjamin kecukupan (adequacy), pemerataan (equity), efisiensi (efficiency) dan efektifitas (effectiveness) dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Kemenkes RI, 2012)
26
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan yang memadai (health care financing) akan berfungsi untuk mengalokasikan biaya yang ada secara rasional serta menggunakannya secara efisien dan efektif. Kebijakan pembiayaan kesehatan yang mengutamakan pemerataan serta berpihak kepada masyarakat miskin (equitable and pro poor health policy) akan mendorong tercapainya Univerasl coverage atau cakupan semesta untuk seluruh masyarakat.(Kemenkes RI, 2012) Implementasi strategi pembiayaan kesehatan di suatu negara diarahkan kepada beberapa hal pokok yakni; kesinambungan pembiayaan program kesehatan prioritas; reduksi pembiayaan kesehatan secara tunai perorangan (out of pocket funding); menghilangkan
hambatan
biaya
untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan;
pemerataan dalam akses pelayanan; peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi sumber daya (resources) serta kualitas pelayanan yang memadai dan dapat diterima pengguna jasa. (Kemenkes RI, 2012) Tujuan pembiayaan kesehatan di Indonesia berdasarkan Depkes RI (2012) adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.6.1 Sumber Pembiayaan Kesehatan Jika dilihat dari sudut pandang penyedia pelayanan kesehatan maupun pengguna atau pemakai pelayanan kesehatan, terdapat dua sumber utama pembiayaan kesehatan, yaitu :
27
1.
Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintah Pada negara yang menganut sistem seperti ini maka pelayaan kesehatan diselenggarakan oleh pemerintah sepenuhnya. Sehingga tidak ada campur tangan dari pihak swasta untuk memberikan pelayanan kesehatan. (Murti, 2010). Pembiayaan kesehatan yang seutuhnya dari pemerintah ini dikenal dengan konsep Welfare State. Dimana dalam konsep ini menyatakan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak bagi setiap warga sehingga harus dibiayai oleh negara. Berdasarkan Suharto (2006), model universal welfare state menyatakan pelayanan sosial diberikan oleh negara secara merata kepada seluruh
penduduknya, baik kaya maupun miskin. Model ini sering disebut sebagai the Scandinavian Welfare States yang diwakili oleh Swedia, Norwegia, Denmark dan Finlandia. Sebagai contoh, negara kesejahteraan di Swedia sering dijadikan rujukan sebagai model ideal yang memberikan pelayanan sosial komprehensif kepada seluruh penduduknya. Negara kesejahteraan di Swedia sering dipandang sebagai model yang paling berkembang dan lebih maju daripada model di Inggris, Amerika Serikat dan Australia.
2.
Sebagian ditanggung oleh masyarakat dan swasta Pembiayaan kesehatan tidak hanya ditanggung oleh pemerintah, namun juga dengan mengembangkan peran serta masyarakat, baik dalam upaya kesehatan maupun dalam memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini tidak cuma-cuma, karena masyarakat ikut andil dalam pembiayaan kesehatan dengan membayar jasa pelayanan kesehatan yang mereka gunakan. (Notoadmojo, 2007). Pembiayaan kesehatan ini juga dapat dibedakan menjadi public goods dan private goods. Dalam konsep public goods pembiayaan
28
kesehatan disubsidi dengan nilai tinggi dari pemerintah, sedangkan private goods pelayanan kesehatan bersifat individualistis yang dibiayai seutuhnya oleh masyarakat kecuali untuk masyarakat miskin yang dibiayai oleh pemerintah. Sumber pembiayaan kesehatan di Indonesia sendiri dapat dibagi menjadi dua. Sumber pembiayaan yang pertama adalah berasal dari pemerintah. Pembiayaan dari pemerintah ini tidak hanya berasal dari APBN, tetapi juga berasal dari pemerintah daerah. Era desentralisasi yang telah dilaksanakan sejak Januari 2001, berimplikasi pada penyelenggaraan tugas pemerintah daerah yang dibiayai dari dan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam UU No.22/1999 Pasal 79 tentang Pemerintah Daerah, dinyatakan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas : Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan (bagi hasil, pajak), pinjaman daerah/ deficit financial
(berasal dari dalam atau luar negeri), dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah. Seluruh sumber pendapatan tersebut digunakan sebagai dana pelaksanaan berbagai kegiatan atau program pemerintah daerah yang bersangkutan, termasuk sektor kesehatan. (Notoadmojo, 2007) Sumber pembiayaan kesehatan selain berasal dari anggaran pemerintah, juga dapat berasal dari swasta. Sumber pembiayaan swasta ini dapat bersumber dari dana perusahaan atau majikan tempat bekerja, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial (charity), dan juga berasal dari masyarakat atau pengeluaran rumah tangga (out of pocket) serta communan self help. Namun sejauh ini sumbangan pembiayaan kesehatan terbesar masih bersumber dari masyarakat (out of pocket), yaitu mencapai 70% dan penggunaannya untuk pembayaran pelayanan kesehatan kuratif. (Adisasmito, 2007)
29
2.6.2 Sistem Pembayaran Kesehatan Sistem pembayaran kesehatan dapat dikategorikan sebagai berikut : 1.
Fee For Services, merupakan sistem pembiayaan dengan pembayaran berdasarkan pelayanan, biasanya per item pemeriksaan, pelayanan tindakan, terapi dan lain-lain yang diidentifikasi satu per satu kemudian dijumlahkan dan ditagihkan. Kelemahan yang ditimbulkan dengan diterapkannya sistem ini adalah terjadinya bahaya moral bagi dokter karena semua jasa pelayanan diganti oleh perusahaan asuransi, sehingga para dokter memberikan pelayanan diagnostik maupun terapi secara berlebihan. (Thabrany, 2008)
2.
Kapitasi, Pembayaran berdasarkan jumlah orang (caput) yang menjadi tanggung jawab dokter, tidak tergantung jumlah pelayanan atau tindakan dan obat yang diberikan. Sistem pembayaran kapitasi mempunyai banyak kelemahan yaitu: 1) memicu terjadinya peningkatan biaya kesehatan apabila jumlah anggota asuransi yang diliput tidak terlalu besar; 2) terjadinya under utilisasi; 3) ketamakan dokter; 4) kecendrungan dokter untuk merujuk pasien ke rumah sakit atau spesialis. (Thabrany, 2008)
3.
Pembayaran berdasarkan kasus (Case Non Payment) merupakan pembayaran berdasarkan kasus paket pelayanan atau episode pelayanan. Tidak seperti fee for service dapat terjadi pembayaran tidak berkaitan persis dengan jumlah pelayanan atau tindakan yang diberikan pada pasien tetapi terkait langsung dengan kasus/diagnosis/paket. Dalam pembiayaan kesehatan yang bertujuan Universal coverage meliputi
empat proses utama yaitu Pengambilan atau penggalian dana (Collecting revenue), pengumpulan dana (Pooling mechanism), Pemanfaatan dana kesehatan atau pembelian pelayanan kesehatan (Purchasing), dan pemberian pelayanan kesehatan
30
(provision of health Care). Fokus pengambilan dana (revenue collection) dan pengumpulan dana (pooling mechanism) adalah siapa yang membayar, jenis pembayaran dan siapa yang mengumpulkannya. Dana- dana dikumpulkan melalui beberapa mekanisme yaitu pajak, asuransi, medical savings accounts, out of pocket payments serta hibah, pinjaman dan donasi. Setelah dana kesehatan dikumpulkan, maka dana tersebut akan dimanfaatkan untuk memperoleh produk pelayanan kesehatan yaitu : pelayanan kesehatan individu (Personal health services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (Non-personal health services). Di Indonesia dikenal dengan nama Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). (Gondodiputra, 2007)
2.7 Asuransi Kesehatan Asuransi kesehatan adalah salah satu bentuk asuransi yang dirancang untuk meringankan beban keuangan karena perubahan dari kesehatannya. (Basuki dalam Adisasmiko Wiku, 2007). Sedangkan menurut Thabrani dan Mayanda (2005), asuransi kesehatan adalah suatu instrumen untuk menjamin seseorang (anggota) dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi orang tersebut. Melihat pengertian asuransi kesehatan diatas maka dapat diartikan bahwa asuransi kesehatan merupakan suatu alat atau instrumen untuk mempermudah seseorang yang terlibat dalam asuransi tersebut untuk memperoleh pelayanan kesehatan tanpa melihat keadaan ekonomi orang bersangkutan. Domain asuransi kesehatan mencakup berbagai program atau produk asuransi yaitu penggantian uang atau pemberian pelayanan kesehatan, yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan kerja, kecelakaan diri selain kecelakaan kerja, penggantian
31
penghasilan yang hilang akibat menderita penyakit atau mengalami kecelakaan. Tampak bahwa obyek asuransi kesehatan sangat luas. Peserta Premi
Pelayanan
Badan Asuransi
Penyedia Pelayanan Imbal Jasa
Gambar 3 Bentuk Pokok Asuransi Kesehatan
Dari
ilustrasi
diatas
dapat
dilihat
ada
tiga
elemen
utama
dalam
penyelenggaraan asuransi kesehatan, yaitu ada pembayaran premi/iuran dari peserta kepada badan penyelenggara asuransi, kemudian peserta akan memperoleh benefit/manfaat berupa pelayanan kesehatan dari penyedia pelayanan kesehatan. Penyedian pelayanan kesehatan merupakan bentuk benefit yang diperoleh oleh peserta. Pada hakikatnya dalam asuransi, secara umum, para pihak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana layaknya sebuah kontrak. Tertanggung atau peserta merupakan orang yang mempunyai kewajiban membayar premi. Dan Badan penyelenggara memiliki tanggung jawab untuk memberikan jaminan kesehatan kepada tertanggung atau peserta. (Thabrany, 2001) Asuransi kesehatan sendiri memiliki beberapa jenis, antara lain : 1. Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah yang melindungi golongan ekonomi lemah dan yang tidak lemah yang menjamin keadilan yang merata (equity). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi sosial haruslah didasari pada suatu undang-
32
undang
dengan
pembayaran
iuran/premi
dan
paket
jaminan
yang
memungkinkan terjadinya pemerataan. Dalam penyelenggaraanya, pada asuransi kesehatan sosial mempunyai ciri : a) kepesertaan wajib bagi sekelompok atau seluruh penduduk ; b) besaran iuran/premi ditetapkan oleh undang-undang/peraturan
pemerintah,
umumnya
proporsional
terhadap
pendapatan/gaji, dan ; c) paketnya ditetapkan sama untuk semua golongan pendapatan, yang biasanya sesuai dengan kebutuhan medis. (Thabrany, 1999) 2. Asuransi kesehatan komersial adalah asuransi yang dijual oleh perusahaan atau badan asuransi lain, sifat kepesertaannya sukarela, tergantung kesediaan orang atau perusahaan untuk membeli dan preminya ditetapkan dalam bentuk nominal sesuai manfaat asuransi yang ditawarkan. Karena itu premi dan manfaat asuransi kesehatan komersial sangat variasi dan tidak sama untuk setiap peserta. (Thabrany, 2001) 3. Managed Care, yaitu merupakan sistem yang memadukan fungsi pembiayaan melalui asurasi, penyedia pelayanan kesehatan, dan sekaligus pengendalian biaya. Manage care adalah sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang menerapkan manajemen pengendalian utilisasi dan biaya serta program jaga mutu untuk memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (Krisnawan, 2010) Dari berbagai bentuk organisasi managed care yang paling penting adalah HMO (Health Maintenance Organisazation). Pemerintah Indonesia memperkenalkan sistem pengorganisasian pelayanan kesehatan yang disebut Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
33
2.8 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Arah perkembangan permasalahan kesehatan dewasa ini lebih banyak tertuju pada pelayanan kesehatan yang belum merata untuk seluruh masyarakat, atau dengan kata lain belum mencapai universal coverage. (Murti, 2011). Maka dari itu dibutuhkan perbaikan dalam sistem pemeliharaan kesehatan kepada masyarakat, memerlukan perubahan dan peningkatan sekaligus serta serentak atas tiga hal, sebagai berikut: 1. Perbaikan sistem pelayanan kesehatan, sehingga pelaksanaannya menjadi lebih efisien, lebih efektif dan lebih bermutu. 2. Perbaikan sistem pembiayaan kesehatan berdasarkan dana pra-upaya sedemikian rupa, sehingga pengelolaannya lebih rasional. 3. Peningkatan peran serta masyarakat, sehingga pemeliharaan kesehatan dirasakan sebagai tanggung jawab dan usaha bersama. Dengan
demikian,
harus
dikembangkan
suatu
cara
penyelenggaraan
pemeliharaan kesehatan yang merangkum ke tiga hal tersebut dan diarahkan pada: 1. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan agar dapat secara efektif dan efisien dan efisien meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 2. Pengendalian biaya, agar pelayanan kesehatan dapat lebih terjangkau oleh setiap orang. 3. Pemerataan upaya kesehatan dengan peran serta masyarakat, agar setiap orang dapat menikmati hidup sehat. Cara pengendalian terpadu terhadap ke tiga hal inilah yang kemudian dirumuskan sebagai JPKM. Untuk menjamin meningkatkannya derajat kesehatan masyarakat melalui pemerataan dan peningkatan mutu upaya kesehatan serta pengendalian pembiayaan kesehatan. JPKM merupakan cara pemeliharaan kesehatan
34
yang diselenggarakan sebagai suatu usaha bersama guna mengefektifitaskan dan mengefisienkan pembiayaan yang sebagian besar kurang lebih 70% berasal dari masyarakat. (Kemenkes RI, 2011) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) adalah suatu konsep atau metode penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna (preventif, promotif, rehabilitatif dan kuratif) berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra-upaya. Adapun pelaku dalam pelaksanaan JPKM adalah sebagai berikut : 1. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) sebagai suatu jaringan pelayanan kesehatan yang terorganisir, dan dapat memberikan pemeliharaan kesehatan secara efektif dan efisien berupa paket pemeliharaan kesehatan paripurna. 2. Lembaga/Badan yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan upaya pemeliharaan
kesehatan
berdasarkan,
mencakup
merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memantau dan menilai. 3. Badan Pembina yang bertanggung jawab untuk membina, mengembangkan. dan mendorong penyelenggaraan JPKM di wilayah agar dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Hubungan antara ke tiga pelaku di atas diatur dalam suatu ikatan kerjasama secara kontraktual dan diawasi serta dibina oleh Badan Pembina di masing-masing wilayah. (Kemenkes RI, 2011) Beberapa bentuk jaminan kesehatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip JPKM adalah Askes Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan kepesertaan wajib untuk seluruh PNS, Jamsostek, dan Asabri. Selain itu juga ada Jamkesmas, jaminan kesehatan yang
35
diperuntukan bagi masyarakat miskin yang tidak mampu mengakses pelayanan kesehatan dengan pembiayaan bersumber dari Pemerintah. Pelaksanaan Jamkesmas bertujuan untuk meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan seluruh masyarakat miskin melalui penyelenggaraan pelayanan yang efektif dan efisien yang memiliki outcome yaitu pengentasan kemiskinan. Kepesertaa Jamkesmas berdasarkan data BPS tahun 2008 (by name by adress), apabila masih ada masyarakat miskin yang tidak terdaftar dalam data base kepesertaan Jamkesmas, maka akan menjadi tanggungan Pemerintah Daerah. Pendataan, pencetakan dan penerbitan kartu Jamkesmas dilakukan oleh PT.Askes. Paket manfaat JAMKESMAS yang diterima peserta Jamkesmas Komprehensip (Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif) sesuai kebutuhan medis dengan jenis Pelayanan Kesehatan Perseorangan (Personal Care).
Pendanaan Jamkesmas
bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan (Jenis belanja bantuan sosial), namun tetap perlu dukungan APBD untuk komplementasi dan suplementasi. Pelayanan Jamkesmas di pelayanan dasar menggunakan tarif Kabupaten/Kota dan proses klaim pelayanan di tingkat lanjut/RS jejearing Jamkesmas menggunakan tarif INA-CBG’s (Indonesia-Case Based Group’s). INA- CBGs merupakan sistem casemix yaitu suatu sistem pengelompokkan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama ; biaya perawatan yang sama. Dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu dan efektifitas pelayanan. (PT. Askes, 2011)
2.9 Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Dalam rangka menghadapi berbagai masalah kesehatan yang diakibatkan oleh rendahnya pelayanan kesehatan, maka Pemerintah Bali mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara.
36
Pembiayaan dalam upaya Pengembangan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) merupakan subsidi pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan sistem sharing dimana dana tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali tahun anggaran 2010 dan APBD Kabupaten/Kota. Penentuan tarif pelayanan kesehatan pada jejaring JKBM (Puskesmas) mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Tarif yang ada pada Kabupaten/Kota, sedangkan Rumah Sakit jejaring JKBM menggunakan tarif PT.Askes 2008. Dana Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara tersebut dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan langsung yang terdiri dari : 1. Dana Pelayanan Kesehatan Langsung dari peserta JKBM meliputi seluruh pelayanan kesehatan di : a. Puskesmas dan jaringannya untuk pelayanan kesehatan dasar b. Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut (RS kab/Kota, RS Indera, RS Jiwa dan RS Sanglah). 2. Dana Pelayanan Kesehatan Tidak Langsung (operasional manajemen) Dana yang dipergunakan untuk operasional manajemen Tim Pengelola Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan JKBM, berasal dari APBD. Adapun penggunaan dana dimaksud seperti administrasi, koordinasi pelaksanaan dan pembinaan program, penyebarluasan informasi, rekruitmen verifikator independent untuk RS dan Puskesmas, pendidikan dan pelatihan pelaku JKBM, pengadaan perangkat lunak dan perangkat keras untuk klaim di PPK jejaring JKBM, monitoring dan evaluasi tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, pembayaran honor, investasi dan operasional, perencanaan dan pengembangan program JKBM, serta Pelaporan dan SIM Jaminan Kesehatan Bali Mandara.
37
TIM KORDINASI (LINTAS SEKTORAL) TIM PENGELOLA (LINTAS PROGRAM) Premi iuran
Klaim
PESERTA JKBM Pelayanan Kesehatan Paripurna
PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN
Ket : ----------------- : Garis Pelaporan : Garis koodinasi
Gambar 4. Alur Koordinasi JKBM 2010
: Garis Koordinasi
(Sumber : Pedoman Pelaksanaan JKBM Tahun 2010) Adapun fasilitas pelayanan yang diberikan dalam program JKBM berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) Bab III Pasal 6 meliputi : a. Rawat jalan tingkat pertama di Puskesmas dan jejaringnya; b. Rawat inap tingkat pertama di Puskesmas perawatan; c. Rawat jalan tingkat lanjut di Rumah Sakit; d. Rawat inap tingkat lanjut di Rumah Sakit Jejaring dengan fasilitas kelas III; e. Pelayanan Gawat Darurat, bagi Rumah Sakit Swasta yang belum menjadi jejaring JKBM tetap harus memberikan pelayanan Gawat Darurat kepada peserta JKBM.
38
f. Kacamata dengan lensa koreksi minimal +1/-1 dengan nilai maksimal Rp.200.000,- berdasarkan ketentuan dan resep dokter mata Rumah Sakit Jejaring. g. Intra ocula Lens (IOL) diberikan penggantian sesuai resep dari dokter spesialis mata dengan nilai maksimal Rp.300.000,- untuk operasi katarak dengan metode SICS, untuk operasi katarak dengan metode Phaeco maksimal Rp.1.000.000,- ; dan Bola mata palsu maksimal Rp.400.000,-; h. Pelayanan penunjang diagnostik canggih. Pelayanan ini diberikan hanya pada kasus-kasus life-saving dan kebutuhan penegakkan diagnosa yang sangat diperlukan melalui pengkajian dan pengendalian oleh komite medik; i. Terapi Hemodialisa diberikan maksimal sebanyak 6 kali untuk kasus baru. Kemudian pada Bab IV Pasal 7 berisi Pelayanan Kesehatan yang tidak menjadi tanggungan program JKBM meliputi: a. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku; b. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika; c. General check up; d. Prothesis gigi tiruan; e. Operasi jantung; f. Pengobatan alternatif (antara lain akupuntur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbuti secara ilmiah; g. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapatkan keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi; h. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam; i. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial; j. Pelayanan kesehatan canggih (kedokteran nuklir, transplantasi organ);
39
k. Pembersihan karang gigi dan usaha meratakan gigi; l. Ketergantungan obat-obatan; m. Obat di luar formularium obat program Jamkesmas tahun 2008; n. Sirkumsisi; o. Anti Retro Viral (ARV); p. Cacat bawaan; q. Biaya transportasi; r. Biaya autopsi atau biaya visum; s. Chemoterapi; t. Kecelakaan lalu lintas; u. Upaya percobaan bunuh diri.