Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Rumah Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (UU No. 4 Th. 1992 tentang Perumahan dan Permukiman). Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia yang selain berfungsi sebagai tempat berteduh dan melakukan kegiatan sehari-hari dalam keluarga, juga berperan besar dalam pembentukan karakter keluarga. Sehingga selain harus memenuhi persyaratan teknis kesehatan dan keamanan, rumah juga harus memberikan kenyamanan bagi penghuninya, baik kenyamanan thermal maupun psikis sesuai kebutuhan penghuninya (SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan). Rumah dapat digolongkan berdasarkan beberapa ketentuan atau peraturan yang berlaku. Acuan penggolongan ini berdasarkan wujud arsitektural dan keterjangkauan harga hunian oleh masyakat. II.1.1 Landed House Landed house adalah bangunan rumah yang bagian huniannya berada langsung di atas permukaan tanah atau dibangun secara horizontal di atas permukaan tanah. Bangunan rumah terdiri dari 1 lantai atau 2 lantai, dengan kepemilikan dan dihuni oleh pihak yang sama. Berdasarkan SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Suparno (2006), Landed house dapat digolongkan berdasarkan wujud arsitektural dan perletakkan unit rumah dan berdasarkan luas rumah dan keterjangkauan harga atau daya beli masyarakat. Landed house berdasarkan wujud arsitektural dan perletakkan unit rumah diklasifikasikan sebagai berikut: a. Rumah Tunggal Rumah tunggal merupakan tempat kediaman dimana bangunan induk tidak berhimpitan dengan bangunan lain atau bangunan tetangga. Peletakkan rumah tunggal ini biasanya digunakan untuk rumah mewah.
8
b. Rumah Gandeng Dua (Couple) Rumah kopel merupakan tempat kediaman dimana salah satu sisi bangunan berhimpitan dengan bangunan lain atau bangunan tetangga pada bagian rumah induk. Perletakkan unit rumah seperti ini sering dijumpai di perumahanperumahan dan biasanya digunakan untuk rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah. c. Rumah Deret atau Gandeng Banyak Rumah deret atau gandeng banyak merupakan sekelompok tempat kediaman dimana satu atau lebih bangunan induk saling berimpitan satu sama lain dalam jumlah > 2 bangunan. Bentuk bangunan bersifat kolektif dan merupakan satu kesatuan konsep dari rancangan dan seni bangunan. Pada rancangan rumah gandeng banyak, deretan kelompok rumah tersebut dapat berupa deretan ke arah samping maupun ke belakang. Perletakkan rumah ini biasanya digunakan untuk rumah sederhana. Landed house berdasarkan luas rumah dan keterjangkauan harga atau daya beli masyarakat yang diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu: a. Rumah Sederhana Rumah sederhana merupakan rumah bertipe kecil yang mempunyai keterbatasan dalam perencanaan ruangnya. Rumah sederhana merupakan program pemerintah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui penyediaan rumah secara merata khususnya masyarakat yang berpenghasilan rendah, sangat rendah dan kelompok berpenghasilan informal. Rumah tipe ini merupakan rumah layak huni dengan harga terjangkau tetapi tetap memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan dan kenyamanan.
9
b. Rumah Menengah Rumah menengah merupakan rumah bertipe sedang. Pada tipe ini, cukup banyak kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dan perencanaan ruangnya lebih leluasa dibandingkan pada rumah sederhana. c. Rumah Mewah Rumah mewah merupakan rumah bertipe besar, biasanya dimiliki oleh masyarakat kompleks karena kebutuhan ruang yang dapat direncanakan dalam rumah ini banyak dan disesuaikan dengan kebutuhan pemiliknya. Rumah tipe besar ini umumnya tidak hanya sekedar digunakan untuk tempat tinggal tetapi juga sebagai simbol status, simbol kepribadian dan karakter pemilik rumah, ataupun simbol prestise (kebanggaan). Tabel II.1 dibawah ini adalah penggolongan Landed house berdasarkan luas rumah dan keterjangkauan harga. Tabel II.1 Landed house Berdasarkan Luas Rumah dan Keterjangkauan Harga Tipe Rumah Luas Bangunan Luas Tanah Harga Jual Rumah Sederhana ≤ 36 m² ≤ 90 m² 30 juta ≤ S ≤ 150 juta Rumah Menengah 36 m²< M ≤120 m² 90 m² < M ≤ 200 150 juta < M ≤ 500 juta Rumah Mewah > 120 m² > 200 m² > 500 juta Sumber : Suparno Sastra M. (2006) dan Data Perumahan yang diolah
II.1.2 Rumah Vertikal (Vertical house) Rumah vertikal adalah rumah bertingkat banyak atau dibangun secara vertikal dan biasa disebut rumah susun (rusun). Bangunan rumah ini terdiri > 2 lantai dimana setiap lantainya terdiri dari beberapa hunian dengan kepemilikan dan dihuni oleh pihak yang berbeda, selain itu juga terdapat ruang serta fasilitas bersama untuk mengakomodasi kegiatan
dari
penghuninya.
Rumah
susun
dapat
digolongkan
keterjangkauan harga atau daya beli masyarakat yaitu sebagai berikut:
10
berdasarkan
a. Rumah Susun Sederhana Rumah susun sederhana merupakan rumah susun yang diperuntukan untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah atau daya beli rumah. Rumah susun ini mempunyai luasan unit hunian yang kecil dengan perencanaan ruang yang minim. Selain itu fasilitas yang tersedia di rumah susun ini juga tidak memadai. b. Rumah Susun Menengah Rumah susun menengah merupakan rumah susun yang diperuntukan untuk golongan berpenghasilan menengah. Luasan unit hunian dan perencanaan ruang dalam rumah susun ini lebih leluasa dibandingkan pada rumah susun sederhana dengan fasilitas yang cukup memadai. c. Rumah Susun Mewah atau Apartemen Rumah susun mewah atau biasa juga disebut apartemen. Rumah vertikal jenis ini diperuntukan untuk golongan berpenghasilan tinggi dan biasanya terletak di tengah kota atau dekat dengan pusat perekonomian. Luasan unit hunian lebih besar dan bervariasi, selain itu kebutuhan dan perencanaan ruang didalamnya lebih banyak dan rumit. Fasilitas-fasilitas yang tersedia dalam rumah vertikal ini sangat lengkap. Dari penjelasan diatas maka penggolongan rumah berdasarkan wujud arsitektural dan keterjangkauan harga dapat dilihat pada Tabel II.2 dibawah ini. Tabel II.2 Penggolongan Rumah Berdasarkan Wujud Fisik Arsitektural dan Keterjangkauan Harga
Penggolongan Rumah
Landed house
Berdasarkan Wujud Fisik Arsitektural Jenis Rumah Tunggal
Berdasarkan Keterjangkauan Harga
Fasilitas
Jenis
Sarana dan Prasarana Lingkungan Bersama
Rumah Kopel
Rumah Mewah Rumah Sederhana,
11
Target Pasar Pemakai Golongan Ekonomi Mewah Golongan Ekonomi
Kepemilikan Privat/Sewa
Privat/Sewa
Penggolongan Rumah
Berdasarkan Wujud Fisik Arsitektural
Berdasarkan Keterjangkauan Harga
Target Pasar Kepemilikan Pemakai Menengah dan Rendah, Mewah Menengah dan Mewah Golongan Rumah Rumah Privat/Sewa Ekonomi Berderet Sederhana Rendah Golongan Rumah Susun Privat/Sewa Ekonomi Sederhana Rendah Rumah Fasilitas Golongan Rumah Vertikal Bertingkat Rumah Susun Bersama dalam Ekonomi Privat/Sewa (Vertical house) Banyak atau Menengah Bangunan Menengah Rumah Susun Rumah Susun Golongan Privat/Sewa Mewah atau Ekonomi Mewah Apartemen Sumber : SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan dan Suparno Jenis
Fasilitas
Jenis
Sastra M. (2006)
II.2 Perumahan Perumahan adalah kumpulan atau kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur (UU No. 4 Th. 1992 tentang Perumahan dan Permukiman). II.2.1 Pengembangan Lahan (Site Development) Perumahan Pengembangan lahan suatu perumahan sangat dipengaruhi oleh tema atau konsep dari pengembangan perumahan yang diinginkan. Berdasarkan Dion (1993), pengembangan lahan perumahan tersebut diklasifikasikan sebagai berikut:
12
a. Pengembangan Grid (Gridiron Development) Pengembangan grid merupakan pengembangan yang menggunakan jalan ortogonal. Bentuk tersebut muncul karena biasanya sangat ekonomis dalam layout dan desain. Selain itu biaya konstruksi akan lebih rendah walau mempertimbangkan adanya jalur pejalan kaki (sidewalks) dan pinggiran jalan (curbing). Pengembangan ini terlihat monoton karena sistem jalan yang panjang dalam area hunian. Pengembangan grid sangat cocok untuk perumahan yang tidak berkontur atau datar karena layout dari tipe ini tidak akan sesuai dengan kondisi alami tapak sehingga biaya konstruksi akan meningkat. b. Pengembangan Kurvalinier (Curvilinier Development) Pengembangan kurvalinier mempunyai layout yang terdiri dari jalan-jalan yang mengikuti bentuk tapak atau kontur tanpa batas tetapi tetap sesuai dengan peraturan yang ada. Panjang jalan pada pengembangan kurvalinier biasanya lebih pendek dibandingkan pada pengembangan grid sehingga dapat mengurangi biaya pengembangan lahan. Pengembangan kurvalinier ini memberikan keleluasaan kepada pengembang untuk mengembangkan lahan. c. Density Zoned Development Pengembangan ini lebih fleksibel dalam menjaga bentuk topografi dan vegetasi alam. Dengan mengembangkan model ini, pengembang lebih leluasa untuk mendesain besarnya proyek, menggabungkan beberapa tipe atau ukuran hunian. Tipe pengembangan ini dikendalikan oleh penzoningan yang mengikat unit hunian setiap areanya. Pengembangan density zoned memberikan keuntungan yang tidak didapatkan pada pengembangan grid dan kurvalinier. Bagi pengembang, model ini dapat mengurangi biaya pengembangan dan bisa menghilangkan kebutuhan untuk pinggiran jalan (curb), selokan (gutter) dan jalur pejalan kaki (sidewalks) karena daerah yang tidak terbangun difungsikan sebagai ruang terbuka (open space) seperti taman bermain, area piknik, dan daerah konservasi. Pada pengembangan density zoned, peletakkan unit hunian 13
tidak harus diletakkan menjadi suatu kelompok hunian yang terpisah-pisah atau berkelompok, tetapi biasanya terletak ditengah untuk memaksimalkan efektifitas bangunan dan meminimalisasikan peningkatan biaya konstruksi. d. Pengembangan Berkelompok (Cluster Development) Pengembangan
berkelompok
(cluster),
secara
khusus
sama
dengan
pengembangan density zoned, yang membedakan pengembangan berkelompok (cluster) adalah letak unit hunian yang diletakkan secara berkelompok (cluster) yang berpusat pada cul-de-sacs atau lapangan umum dan setiap kelompok hunian terpisah dari kelompok lainnya oleh ruang terbuka. e. Planned Unit Development (PUD) Pengembangan ini mirip dengan pengembangan density zoned karena menyediakan hunian dan ruang terbuka. Biasanya PUD mempunyai pusat rekreasi seperti golf course, kolam renang (swimming pool), marina, pantai, dll. PUD dirancang untuk mengatur sendiri (self-regulate) areanya menggunakan asosiasi pemilik rumah (homeowner’s association) yang secara legal dibentuk. Tabel II.3 Pengembangan Lahan (Site Development) Perumahan Layout Pengembangan Jenis Pengembangan
Gridiron Development Curvilinier Development
Jenis
Kondisi
Peletakan
Rumah
Lahan
Rumah
Terbangun
Datar
Ortogonal/
1 Jenis
Grid
Rumah
Kurva/ Berkontur
Mengikuti Bentuk Lahan
Density Zoned
Datar dan
Development
Berkontur
Berkelompok
14
2 Jenis Rumah Semua Jneis Rumah
Ruang Terbuka
Fasilitas
(Open
Umum
Space) Kurang
Banyak
Kurang
Tidak Memadai Tidak Memadai Memadai
Cluster
Datar dan
Development
Berkontur
Planned Unit Development (PUD)
Datar dan Berkontur
Berkelompok
Berkelompok
Semua Jenis Rumah Semua Jenis Rumah
Banyak
Banyak
Memadai Sangat Memadai
Sumber : Thomas R.. Dion (1993)
II.2.2 Jenis Perumahan Perumahan di Indonesia banyak dikembangkan oleh pengembang. Perumahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Perumahan Sederhana Perumahan sederhana merupakan jenis perumahan yang biasanya diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan mempunyai keterbatasan daya beli. Perumahan sederhana ini biasanya memiliki sarana dan prasarana yang minim karena harga sarana dan prasarana perumahan akan dibebankan pada pembeli rumah tersebut. b. Perumahan Menengah Perumahan menengah biasanya sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang operasional perumahan, seperti pengerasan jalan, open space yaitu taman, jalan, lampu jalan dan lampu taman selain itu juga dilengkapi fasilitas peribadatan dan fasilitas olahraga seperti lapangan tenis. Perumahan menengah biasanya terletak tidak jauh dari pusat kota disesuaikan dengan tuntutan pemakai rumah yang menginginkan aksesbilitas yang tinggi dengan kelengkapan sarana dan prasarana penunjangnya. Oleh karena itu biasanya perumahan menengah letaknya strategis terhadap fasilitas publik seperti pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, perkantoran, dan sebagainya.
15
c. Perumahan Mewah Perumahan mewah merupakan jenis perumahan yang dikhususkan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi. Perumahan mewah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap, seperti pusat olah rga, taman, fasilitas bermain, pusat perbelanjaan, fasilitas peribadatan dan bahkan fasilitas rekreasi. Selain itu perumahan mewah hanya ada di kota-kota besar dan biasanya terletak di pusat kota karena penghuni rumah tersebut menginginkan kemudahan akses dan pelayanan sekitar perumahan yang cepat dan lengkap. d. Perumahan Kombinasi (Sederhana, Menengah dan Mewah) Perumahan kombinasi merupakan penggabungan dari perumahan sederhana, menengah, dan mewah dalam satu kawasan. Perumahan kawasan yang menggabungkan ketiga jenis perumahan tersebut biasanya menggunakan konsep 1:3:6, dimana perumahan dibangun dengan perbandingan satu rumah mewah, tiga rumah menengah, dan enam rumah sederhana. Dalam perumahan dengan konsep kawasan biasanya didalamnya terdapat fasilitas publik seperti sekolah, pusat perbelanjaan, perkantoran, fasilitas peribadatan, fasilitas rekreasi, rumah sakit, dan sebagainya. Tabel II.4 Jenis Perumahan
Jenis Perumahan Perumahan Sederhana Perumahan Menengah
Perumahan Mewah
Bentuk Pengembangan Lahan Perumahan (Site Development) Gridiron Development Curvilinier Development Density Zoned Development Cluster Development Curvilinier Development Density Zoned Development
Jenis Rumah Tipe Rumah Peletakan Unit Luas Luas Rumah Bangunan Tanah Berderet ≤ 36 m² ≤ 90 m²
36 m² < M ≤ 120 m²
90 m² < M ≤ 200 m²
> 120 m²
200 m²
Gandeng Dua (Couple)
Tunggal Gandeng Dua
16
Target Pasar
Sarana dan Prasarana
Golongan Ekonomi Rendah Golongan Ekonomi Menengah
Tidak Memadai/ Lengkap Memadai/ Lengkap
Golongan Ekonomi Tinggi
Memadai/ Lengkap
Cluster Development Perumahan Planned Unit Semua Tipe Rumah Kombinasi Development (PUD) Sumber : Thomas R.. Dion (1993), Suparno Sastra M.
(Couple Semua Tipe Peletakan Unit Rumah (2006),, SNI
Semua Golongan Ekonomi 03-1733-2004
Sangat Memadai/ Lengkap Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
II.3 Investasi Pengembangan Perumahan Investasi pada dasarnya mencakup dua hal yakni mengeluarkan saat ini untuk mendapatkan keuntungan disaat mendatang dan mengeluarkan secara pasti untuk keuntungan yang belum pasti (Santoso, 2000). Dalam investasi pengembangan perumahan, kegiatan investasi meliputi tiga kegiatan yaitu studi kelayakan investasi, pengembangan perumahan, operasi dan pemeliharaan. Kegiatan pertama yaitu studi kelayakan investasi, yang merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang investasi yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidaknya investasi tersebut dijalankan. Kelayakan suatu invesatasi dapat ditentukan dari berbagai aspek. Setiap aspek untuk dapat dikatakan layak harus memiliki suatu standar nilai tertentu. Namun keputusan penilaian tidak hanya dilakukan pada salah satu aspek saja. Penilaian untuk menentukan kelayakan harus didasarkan pada seluruh aspek yang akan dinilai. Kemudian kegiatan kedua yaitu pengembangan perumahan, yang merupakan proses yang dilakukan oleh pengembang secara mandiri atau bersama pihak lain untuk mencapai tujuan sosial dan ekonomi dengan cara mengembangkan lahan dan membangun bangunan untuk ditempati sendiri atau orang lain. Pengembangan perumahan meliputi tiga proses yaitu (1) acquisition yang merupakan proses pembelian lahan, pembebasan lahan, dan pengembangan lahan, (2) production yang merupakan proses pembangunan atau konstruksi dan (3) disposal yang merupakan proses penyelesaian yang terdiri dari penjualan dan penghunian (Byrne, 1996). Proses pengembangan perumahan tersebut dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut.
17
PENGEMBANGAN PERUMAHAN (RESIDENTIAL DEVELOPMENT)
Pembelian Lahan
AKUISISI
PRODUKSI / KONSTRUKSI
PENYELESAIAN
(ACQUISITION)
(PRODUCTION)
(DISPOSAL)
Pembebasan Lahan
Pengembangan Lahan
Penjualan
Penghunian
Sumber:Peter Byrne (1996)
Gambar II.1 Proses Pengembangan Perumahan Kegiatan ketiga dari kegiatan investasi pengembangan perumahan yaitu operasional dan pemeliharaan. Kegiatan operasional dan pemeliharaan dilaksanakan setelah dan selama pengembangan perumahan selesai dilakukan. II.3.1 Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Investasi Pengembangan Perumahan Dalam investasi pengembangan perumahan terdapat pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan perumahan. Pihak-pihak tersebut merupakan pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan perumahan. Identifikasi pihakpihak yang terlibat dalam pengembangan perumahan dapat dilihat pada Gambar II.2 berikut ini.
18
KONSULTAN PERUMAHAN PEMERINTAH 1. KIMPRASWIL 2. DINAS TATA KOTA 3. BPN 4. BAPEDA
PENGEMBANG PERUMAHAN
1. KONSULTAN MANAJEMEN KONSTRUKSI (MK) 2. KONSULTAN STUDI KELAYAKAN 3. KONSULTAN PERENCANA 4. KONSULTAN PENGAWAS
PELAKSANA KONSTRUKSI PERUMAHAN
LEMBAGA EKSTERNAL 1. REI (Real Estat Indonesia)
1. KONTRAKTOR 2. SUBKONTRAKTOR 3. PEMASOK / SUPPLIER 4. SDM / TENAGA KERJA
PENGEMBANGAN PERUMAHAN LEMBAGA PENGELOLAAN 1. PDAM 2. PLN 3. TELKOM
KONSUMEN PERUMAHAN
MASYARAKAT
LEMBAGA KEUANGAN
1. DI SEKITAR LOKASI PROYEK 2. MASYARAKAT LAIN YANG TERKENA DAMPAK PROYEK
1. BANK 2. NON BANK
Gambar II.2 Pihak-pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan Perumahan Dalam penelitian ini, pihak yang terlibat dalam investasi pengembangan perumahan hanya difokuskan kepada pengembang perumahan yang merupakan pihak yang membiayai dan mengembangkan kawasan perumahan. Investasi pengembangan perumahan dapat dilakukan baik secara mandiri oleh pengembang maupun bekerjasama dengan pihak lain. II.3.2 Ketidakpastian dalam Investasi Pengembangan Perumahan Salah satu karakteristik dari investasi pengembangan perumahan adalah ketidakpastian yang akan muncul selama investasi berlangsung. Ketidakpastian merupakan sesuatu yang tidak kita ketahui outcome dari kegiatan yang kita lakukan pada satu waktu ketika mengambil keputusan (Byrne, 1996). Ketidakpastian merupakan salah satu penyebab perencanaan menjadi sulit dan tidak optimal karena ketidakpastian tidak dapat dikendalikan dan tidak diketahui dengan pasti 19
secara manajemen. Ketidakpastian akan mengakibatkan investasi menjadi berisiko karena tingkat pengembalian diharapkan menjadi tidak pasti. Karena ketidakpastian akan menyebabkan adanya risiko dan mempengaruhi tingkat pengembalian yang diharapkan pengembang, maka menganalisis ketidakpastian merupakan kunci utama dalam investasi pengembangan perumahan. II.3.3 Risiko dan Tingkat Pengembalian dalam Investasi Pengembangan Perumahan Risiko merupakan kemungkinan terjadinya kerugian atau kehilangan yang merupakan hasil dari tidak dapat diperkirakannya dampak suatu ketidakpastian dalam situasi pengambilan keputusan (Hertz, 1983). Risiko tidak hanya memungkinkan terjadinya kejadian negatif seperti terjadinya kerugian, tetapi juga dapat mengakibatkan terjadinya kejadian positif. Ketidakpastian akan masa yang akan datang dalam investasi pengembangan perumahan menyebabkan munculnya risiko. Menurut Geltner dan Miller (2007), risiko adalah kemungkinan bahwa performa investasi di masa yang akan datang akan bervariasi setiap waktunya yang tidak dapat diprediksi pada waktu investasi dilakukan. Risiko dan tingkat pengembalian (rate of return) mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi, seperti terlihat pada Gambar II.3. Menurut Markowitz, investor cenderung untuk memaksimalkan pengembalian pada tingkat risiko tertentu atau meminimalkan risiko pada tingkat pengembalian tertentu. Dalam arti lain, investor menginginkan pengembalian lebih apabila investasi sangat berisiko dan apabila tidak ada risiko investor tetap menginginkan adanya pengembalian minimum. Dengan kata lain investor bersifat risk averse, yaitu menghindari adanya risiko karena risiko kehilangan mempunyai dampak yang lebih besar dibandingkan dengan potensial tingkat pengembalian yang diperoleh. Ini berarti bahwa kebanyakan investor lebih memilih untuk berinvestasi pada nilai investasi tertentu untuk menghindari risiko. Risiko dan tingkat pengembalian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam investasi pengembangan perumahan karena mempengaruhi penilaian pengembang 20
terhadap kelayakan pengembangan perumahan. Oleh karena itu tingkat pengembalian yang diharapkan pengembang harus disesuaikan dengan tingkat risiko yang dihadapi. Expected Rate of Return
A’
B’
A
Required Rate of Return
B
Risk-free Rate
C
C’
Risk
Sumber:Charles H. Wurtzebach (1995)
Gambar II.3 Hubungan Risiko dan Tingkat Pengembalian II.3.4 Studi Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan Risiko dan tingkat pengembalian merupakan dua hal yang menjadi pertimbangan pengembang untuk melakukan analisis kelayakan finansial pengembangan perumahan. Studi kelayakan finansial merupakan bagian dari studi kelayakan investasi, yaitu analisis terhadap suatu investasi apakah layak atau tidak secara finansial dengan membandingkan antara biaya (cost) yang dikeluarkan terhadap pendapatan (revenue) yang diperoleh. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nilai sekarang (present value) terhadap aliran kas (cash flow) di masa yang akan datang.
21
II.3.4.1 Variabel Pengembangan Perumahan Byrne (1996) mengklasifikasikan 3 (tiga) jenis variabel dalam pengembangan perumahan, variabel tersebut yaitu: a. Variabel yang dapat dikendalikan secara langsung (directly controlled variable) Variabel yang dapat dikendalikan secara merupakan variabel yang langsung dapat dikendalikan oleh pengembang tanpa dipengaruhi faktor eksternal. Contoh dari variabel ini yaitu luas lahan dan peruntukkan lahan. b. Variabel yang dapat dikendalikan secara tidak langsung (indirectly controlled variable) Variabel ini merupakan variabel yang dapat dikendalikan langsung oleh pengembang tetapi dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kebijakan pemerintah.
Variabel
ini
juga
merupakan
variabel
yang
mempunyai
ketergantungan terhadap variabel lain. Contoh dari variabel ini yaitu harga tanah dan pinjaman. c. Variabel ketidakpastian (uncertain variable) Variabel ketidakpastian merupakan variabel yang tidak dapat dikendalikan oleh pengembang. Variabel ini merupakan variabel yang dipengaruhi oleh faktor luar seperti lingkungan, politik, sosial dan ekonomi. Variabel tersebut yaitu inflasi, suku bunga dan tingkat penjualan. Berdasarkan variabel pengembangan perumahan yang telah diidentifikasi oleh Byrne (1996) dan Avianto (1998), maka variabel umum pengembangan perumahan diilustrasikan pada Gambar II.4 dibawah ini.
22
Sumber:Peter Byrne (1996) dan Toto Avianto (1998)
Gambar II.4 Variabel Umum Pengembangan Perumahan Berdasarkan variabel umum pengembangan perumahan tersebut diatas, maka variabel pengembangan perumahan yang telah diidentifikasi Byrne (1996) dan Avianto (1998) dapat dilihat ilustrasinya pada Gambar II.5 dan Gambar II.6 berikut ini. 23
Sumber:Peter Byrne (1996)
Gambar II.5 Variabel Pengembangan Perumahan Berdasarkan Peter Byrne (1996)
24
Sumber: Toto Avianto (1998)
Gambar II.6 Variabel Pengembangan Perumahan Berdasarkan Toto Avianto (1998) 25
II.3.4.2 Model Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan Model merupakan representasi terstruktur dari suatu masalah dan dari suatu proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan solusinya (Byrne, 1996). Pemodelan bertujuan untuk menganalisis masalah untuk mendapatkan solusi yang terbaik karena model dapat menghasilkan jawaban yang diinginkan dan sebagai alat komunikasi agar memperhatikan faktor yang tidak dipertimbangkan. Dalam studi kelayakan finansial pengembangan perumahan, dibutuhkan suatu model kelayakan finansial pengembangan perumahan
karena
model
memungkinkan
mengidentifikasi,
mengklasifikasi,
menganalisa dan merespon risiko sehingga dapat memudahkan pengembang mengambil keputusan mengenai kelayakan pengembangan perumahan. Secara umum, model kelayakan pengembangan perumahan diilustrasikan pada Gambar II.7. Berdasarkan model umum kelayakan finansial pengembangan perumahan tersebut, maka model kelayakan finansial pengembangan perumahan Byrne (1996) dan Avianto (1998) dapat dilihat ilustrasinya pada Gambar II.8 dan Gambar II.9.
26
Peninjauan Kembali
Studi Kelayakan Pasar
Mulai Studi Kelayakan Legal
Studi Kelayakan Teknis
Kriteria Kelayakan Finansial
Studi Kelayakan Finansial
Sesuai Kriteria Kelayakan Finansial?
Ya Layak
Pelaksanaan Konstruksi Peninjauan Kembali Peninjauan Kembali
Gambar II.7 Model Umum Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan
27
Tidak
Tidak Layak
Sumber:Peter Byrne (1996)
Gambar II.8 Model Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan Peter Byrne (1996) 28
Sumber: Toto Avianto (1998)
Gambar II.9 Model Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan Toto Avianto (1998) 29
II.3.4.3 Kriteria Kelayakan Finansial Metode yang biasanya digunakan untuk mengekspresikan kelayakan dari suatu investasi adalah payback period (PP), net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR). Metode kelayakan tersebut digunakan untuk mengukur performansi finansial dari investasi dan digunakan sebagai alat pengambil keputusan. Metode NPV dan IRR merupakan metode yang paling baik dalam memberikan gambaran profitabilitas suatu investasi karena metode ini yang memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money). a. Payback Period (PP) Metode payback period merupakan metode yang tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang (time value of money). Metode ini digunakan untuk mengevaluasi investasi dengan menghitung waktu pengembalian sehingga dapat diketahui seberapa cepat pengembalian investasi. Payback period ditentukan dengan mengetahui pada tahun keberapa kondisi cumulative of net cash flow (CNCF) dalam keadaan nol. PP =
InitialInvestment AnnualCashFlow
; t = 1,2,3,...n
...Persamaan 2.1 Kriteria penilaian kelayakan investasi berdasarkan payback period adalah jika
payback period lebih kecil dari periode investasi, maka usulan investasi layak sedangkan jika payback period lebih besar dari periode investasi, maka usulan investasi tidak layak. b. Net Present Value (NPV) Metode NPV digunakan untuk mendapatkan keputusan mengenai apakah investasi akan dilakukan atau tidak. Elemen utama dalam mengembangkan metode NPV adalah mengidentifikasi (r), yang biasa dikenal sebagai discount
rate.
Discount
rate
biasanya
ditentukan
30
dari
biaya
modal
untuk
merepresentasikan cash flow di masa yang akan datang, discount rate yang sering digunakan yaitu required rate of return (RRR). NPV merupakan jumlah dari discounted net cash flow dari waktu ke waktu. Dalam menentukan NPV, seluruh net cash-flow (NCF) di diskon dengan discount rate (r) tertentu ke tahun (t) basis yang sama, yakni tahun pada saat investasi dilakukan., dengan persamaan matematis sebagai berikut: NPV =
n
NCFt
∑ (1 + r ) t =0
t
=
NCFn NCF1 NCF2 + + ... + 2 (1 + r ) (1 + r ) (1 + r ) n
; t = 1,2,3,...n ...Persamaan 2.2
Secara umum, kriteria penilaian kelayakan investasi berdasarkan NPV adalah jika NPV adalah jika NPV > 0 (positif), maka usulan investasi layak sedangkan jika NPV < 0 (negatif), maka usulan investasi tidak layak. c. Internal Rate of Return (IRR) Metode internal rate of return (IRR) merupakan metode untuk menentukan spesifik rate of return dari cash flow suatu proyek selama masa investasi. Metode ini merupakan metode yang paling sesuai untuk mengukur finansial suatu investasi karena IRR menggambarkan profitabilitas suatu investasi dalam prosentase dan bila terdapat banyak ketidakpastian mengenai discount rate atau sangat sulit menentukan discount rate yang paling sesuai maka IRR merupakan alternatif yang paling potensial. Dengan menggunakan IRR, rata-rata pengembalian (average return) dapat terlihat. IRR dibagi menjadi dua, yaitu tingkat pengembalian investasi yang dihitung sebelum pajak (rate of return before tax) dan sesudah pajak (rate of return after tax). Rate of return before tax adalah jumlah nilai sekarang dari keuntungan sebelum pajak dibagi nilai sekarang dari investasi total, sedangkan rate of return after tax adalah jumlah nilai sekarang dari keuntungan setelah pajak dibagi nilai sekarang dari investasi total. Kedua perbandingan ini dihitung selama masa investasi.
31
Berdasarkan Leinberger (2001), nilai IRR yang dapat diterima dalam pengembangan real estat berkisar 15% sampai dengan 20% dan untuk investasi yang berisiko IRR dapat mencapai 35%. Semakin tinggi risiko investasi, maka pengharapan IRR akan semakin tinggi. IRR dan NPV sangat erat berkaitan karena IRR dapat dilihat sebagai discount rate yang menjadikan NPV dari investasi sama dengan nol, yaitu dengan mendiskonto seluruh net cash-flow (NCF), sehingga akan menghasilkan jumlah NPV yang sama dengan nol, dengan persamaan matematis sebagai berikut: NCFt NCFn NCF1 NCF2 + + ... + =0 t 2 (1 + IRR) (1 + IRR) (1 + IRR) (1 + IRR) n
; t = 1,2,3,...n ...Persamaan 2.3
Kriteria penilaian kelayakan investasi berdasarkan IRR yaitu jika IRR > RRR, maka usulan investasi layak sedangkan jika IRR < RRR, maka usulan investasi tidak layak. Semakin tinggi nilai IRR maka semakin menarik pula investasi tersebut bagi pengembang. II.3.4.4 Discount Rate
Discount rate merupakan elemen penting dalam penggunaan kriteria kelayakan finansial karena discount rate merepresentasikan bagaimana nilai uang saat ini lebih bernilai daripada saat kemarin. Discount rate merupakan alat untuk mengukur risiko suatu investasi, semakin tinggi discount rate maka semakin besar risiko investasi. Dengan discount rate, cash flow dari suatu proyek dapat di evaluasi untuk mengetahui potensi dari investasi tersebut. Konsep required rate of return (RRR) biasanya digunakan dalam pengambilan keputusan investasi real estat. Sebagai minimum required rate of return, konsep RRR dapat digunakan investor sebagai discount rate atau hurdle rate of return yang akan menentukan keputusan investasi. Apabila tingkat pengembalian yang diharapkan (expected rate of return) lebih tinggi dari discount rate atau hurdle rate maka investasi
32
layak dilakukan, begitupun sebaliknya apabila tingkat pengembalian lebih kecil dari discount rate atau hurdle rate maka investasi tidak layak dilakukan. Obligasi pemerintah (government bond) biasanya dipertimbangkan sebagai risk-free rate dan akan digunakan sebagai indikasi dari required rate of return (RRR) ketika tidak ada risiko yang muncul bersama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. RRR sebagai discount rate dirumuskan dengan persamaan matematis sebagai berikut: r = Rf
...Persamaan 2.4 Dimana nilai “r” dalam persamaan diatas berfungsi sebagai discount rate untuk NPV, selain itu juga akan berfungsi sebagai RRR yang merupakan dasar pengambilan keputusan investasi yang berdasarkan kriteria kelayakan IRR dan R f merupakan riskfree rate of return. II.4 Teknik Simulasi Monte Carlo
Teori probabilitas merupakan cara untuk mengukur ketidakpastian. Dengan probabilitas, range dari outcomes untuk variabel dapat diidentifikasikan. Dalam beberapa kasus, pengembang dapat mengendalikan kemungkinan variasi dalam variabel, tetapi banyaknya variabel yang tidak independen mengharuskan adanya korelasi antara variabel tersebut sehingga membutuhkan pendekatan dengan menggunakan simulasi. Simulasi merupakan pengembangan lebih lanjut terhadap analisis probabilitas. Penggunaan teknik simulasi terhadap variabel pengembangan perumahan bertujuan untuk mengetahui perubahan dari variabel tersebut sehingga tidak mengganggu keseluruhan proses dan nilai dari variabel tersebut dapat diestimasikan lebih baik (Byrne, 1996). Dengan menggunakan simulasi, variasi dari variabel dapat disesuaikan dengan nilai dari variabel tersebut yaitu dengan menggunakan distribusi probabilitas. Simulasi monte carlo merupakan simulasi yang seringkali digunakan bila nilai dari suatu investasi sulit atau tidak mungkin dihitung dengan menggunakan pemecahan analitis (analytical solution) karena kompleksitas dari cash flow dan ketidakpastian dari
33
variabel. Teknik monte carlo merupakan teknik yang memodelkan risiko yang menggunakan statistik sampel dan distribusi probabilitas untuk mensimulasikan pengaruh dari ketidakpastian variabel pada outcomes. Monte carlo memberikan pengambil keputusan representasi visual mengenai (1) nilai yang diharapkan dan range dari perubahan yang berkaitan dengan risiko dan ketidakpastian dari setiap variabel yang dimodelkan, (2) hubungan antara variabel-variabel tersebut dan mengestimasi kemungkinan outcome, dan (3) nilai yang diharapkan dan range dari kemungkinan outcomes
merepresentasikan
kombinasi
pengaruh
banyaknya
sumber
dari
ketidakpastian. Dasar dari analisis monte carlo adalah proses iterasi sehingga dapat menyelesaikan banyak perhitungan cash flow dengan memilih secara acak (random) input dari setiap variabel paling berpengaruh yang telah diidentifikasi dan menghasilkan nilai sebagai dasar untuk memilih input secara acak dari range yang telah ditetapkan dan mengulang kembali proses tersebut. Model tersebut akan membawa proses ini untuk menghasilkan kemungkinan outcomes yang banyak yang kemudian akan dianalisis secara statistik untuk menyediakan nilai rata-rata dari outcomes, range, standar deviasi. Keakuratan simulasi akan tergantung dari kualitas data yang digunakan dalam model. Teknik simulasi monte carlo ini telah dikembangkan oleh Savvides (1994), yang diaplikasikan dalam evaluasi analisis investasi proyek dan penilaian risiko. Proses analisis risiko yang dikembangkan terdiri dari beberapa tahapan yaitu mengembangkan model peramalan, mengidentifikasi dan menentukan variabel risiko, mengembangkan hubungan antar variabel, menjalankan simulasi, dan menganalisis hasil dari analisis. Hasil dari analisis risiko tersebut bukan merupakan nilai tunggal (single value) tetapi merupakan distribusi probabilitas dari semua kemungkinan-kemungkinan pengembalian yang diharapkan (expected return). II.5 Tinjauan Penelitian-Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan yang terkait
dengan
analisis
kelayakan
finansial
34
pengembangan
perumahan
dan
ketidakpastian variabel pengembangan perumahan dengan menggunakan teknik simulasi monte carlo: Byrne (1996), dalam bukunya yang berjudul Risk, Uncertainty and Decision-Making In Property Development menerapkan penggunaan teknik simulasi monte carlo pada model discounted cash flow (DCF) untuk menyediakan model pengambilan keputusan pada
pengembangan
properti.
Dengan
menggunakan
simulasi
monte
carlo,
memungkinkan untuk mengetahui ketidakpastian dari input dan output. Kelliher dan Mahoney (2000), dalam penelitiannya, Using Monte carlo Simulation to Improve Long-Term Investment Decisison, mengembangkan penggunaan simulasi monte carlo untuk memodelkan penyimpangan dari konteks pengambilan keputusan investasi jangka panjang dan menggabungkan ketidakpastian dalam cash flow dengan menggunakan simulasi monte carlo. Boyd (2002), melakukan penelitian mengenai Property Cash flow Studies: Focusing on model Consistency and Data Accuracy. Penelitian ini mengidentifikasi faktor utama dalam
ketidakkonsistensian
model
dan
pemilihan
data.
Penelitian
ini
merekomendasikan penggunaan profil probabilitas dari variabel dan menggabungkan data kedalam simulasi. Kegunaan simulasi monte carlo didemonstrasikan dan memperlihatkan faktor yang mempengaruhi distribusi probabilitas dari variabel kunci. Weaver and Michelson (2003), dalam penelitian yang berjudul A Practical Approach to Quantifying Risk and Return for Project Evaluation NPV Analysis, menggunakan model untuk menganalisis NPV pada konteks perkiraan modal (capital budgeting). Model dikembangkan dengan menggunakan simulasi monte carlo untuk menunjukkan pilihan yang paling optimal dari proyek dengan mempertimbangkan risiko proyek, seperti kemungkinan kesuksesan, minimum dan maksimum dari pendapatan (revenue). Pada penelitian A Pedagogical to Assist in Teaching Real Estate Investment Risk Analysis, Weaver and Michelson (2004), menerapkan penggunaan metode DCF untuk mengestimasi IRR dengan menggunakan simulasi. IRR dikalkulasikan menggunakan metode DCF dan kemudian mengestimasi secara heuristic untuk mengukur perubahan dengan nilai ”high”, ”low” dan ”most likely”. Model ini berguna untuk mengetahui
35
perubahan dari variabel dan mengkalkulasi kembali IRR ketika merepresentasikan hasil dari interaksi antara variabel. French dan Gabrielli (2003), melakukan penelitian yang berjudul The Uncertainty of Valuation yang mengemukakan mengenai ketidakpastian dalam penilaian dan menyarankan penggunaan berdasarkan model probabilitas untuk menunjukkan kekurangan dari model yang ada. Pada penelitian Uncertainty and Feasibility Studies: An Italian Case Study, French dan Gabrielli (2005) menganalisis pengaruh ketidakpastian variabel dengan menggunaan simulasi monte carlo pada analisis kelayakan finansial. Penelitian ini menunjukkan ketidakpastian yang muncul dan memberikan cara yang mudah mengenalkan risiko yang akan menuntun pada pengambilan keputusan yang paling baik dan menyediakan informasi yang sesuai untuk mendukung proses pengembangan. French dan Gabrielli (2005) kemudian meneliti mengenai Discounted Cash flow: Accounting for Uncertainty, penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yaitu menganalisis pengembangan real estat untuk melihat bagaimana ketidakpastian dapat digabungkan dengan model DCF. Penelitian ini dikonsentrasikan pada pengaplikasian simulasi monte carlo pada pendekatan DCF. Dan pada penelitian Decision Theory and Real Estate Development: a note on uncertainty, French dan Gabrielli (2005) menyarankan pendekatan standar dan penggunaan perangkat lunak (software) untuk menganalisis penilaian pengembangan real estat dan sebelumnya menetapkan distribusi probabilitas. Model ini memungkinkan untuk lebih baik lagi mengerti mengenai kemungkinan outcomes pada pengembangan real estat. Sehingga keputusan final dapat diputuskan relatif terhadap ekspektasi dan batasan bisnis yang ada. Dan dengan menilai upside dan downside dari risiko, pengambil keputusan dapat lebih banyak mendapatkan informasi untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Baroni, Barthélémy, dan Mockrane (2005), dalam penelitian Monte carlo Simulation versus DCF in Real Estate Portfolio Valuation, mempertimbangkan dua metode untuk menghitung harga real estat yaitu metode DCF dan monte carlo. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan kegunaan simulasi monte carlo untuk menghitung kompleksitas dari cash asset seperti distribusi real estate asset return. Berdasarkan contoh portfolio
36
pada real estat perumahan, simulasi Cash flow (1) memberikan penilaian yang lebih kuat daripada tradisional DCF, (2) dapat digunakan untuk mengestimasi portfolio dari distribusi harga dari waktu ke waktu, dan (3) memudahkan perhitungan Value-at-Risk (VAR). Hoesli, Jani, Bender (2005), meneliti Monte Carlo Simulation for Real Estate Valuation. Penelitian tersebut menunjukkan penggunaan simulasi monte carlo dan Adjusted Present Value (APV) untuk menilai real estat. Penggunaan simulasi monte carlo
memungkinkan untuk menggabungkan ketidakpastian dari nilai parameter pada cash flow masa yang akan datang, discount rate dan termitnal value. Data empiris digunakan
untuk memilih informasi mengenai distribusi probabilitas dari berbagai jenis parameter dan menganjurkan model sederhana untuk menghitung discount rate.
37