BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan
Cangkang dari lobster, kumbang, dan laba-laba mengandung kitin. Kitin merupakan polisakarida terbanyak kedua yang berlimpah di alam (selulosa merupakan yang terbanyak). Kitin merupakan bahan polimer yang memiliki struktur yang keras. Tersusun atas N-asetil-d-glukosamin yang lebih banyak dari glukosa, tetapi mempunyai struktur yang hampir sama dengan selulosa (McMurray, J., 2007).
Kitosan adalah biopolimer alami terutama sebagai penyusun cangkang (kulitkulit keras), udang-udangan, dan serangga, serta penyusun dinding sel ragi dan jamur. Karena sifatnya yang khas seperti bioaktivitas, biodegradasi, dan kelihatannya kitosan dapat memberikan kegunaan yang diterapkan dalam berbagai bidang (Manskarya,S.M. & Drodsora, 1968).
2.1.1. Struktur Kitosan
Kitosan ditemukan oleh Rouget pada tahun 1959. Kitosan memiliki struktur {(1-4)-2Amino-2-Deoksi-β-D-Glukosa}. Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan untuk menentukan apakah polimer ini dapat dibentuk menjadi kitin atau kitosan. Kitosan mengandung gugus amina lebih besar 60%, sebaliknya amina lebih kecil 60% adalah kitin (Robert, G.A.F.,1978).
Universitas Sumatera Utara
Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar dibawah ini :
Gambar 2.1. Struktur Kitin dan Kitosan
2.1.2. Sifat – Sifat Kitosan
Kitosan adalah suatu senyawa yang memiliki rantai linear dari D-Glukosamin dan NAsil D-Glukosamin yang terangkai pada posisi β (1-4). Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk polielektronik dengan anion polielektronik. Kitosan telah digunakan dalam
bidang
biomedikal dan
farmasi karena kitosan
bersifat
biokompatibel, biodegradasi dan tidak beracun. Sifat basa ini menjadikan kitosan:
1. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
2. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran.
3. Dapat digunakan sebagai pengkelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek dekstruksi dari ion (Meriaty, 2002).
Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya sejumlah asam,
Universitas Sumatera Utara
maka dapat larut dalam air - metanol, air - etanol, dan campuran lainnya. Kitosan larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam 20% asam sitrat juga dapat larut. Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan, asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan dan asam sitrat juga dapat melarutkan kitosan.
Kitosan bersifat polikationik yang dapat mengikat lemak dan logam berat pencemar. Kitosan yang mempunyai gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat reaktif dan bersifat basa (Inoue et al, 1994).
Kitosan dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negative dan biomolekul permukaan. Sedangkan dalam bentuk netralnya, kitosan mampu mengompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Co, Ph, Hg, Zn, dan Pd (Sugita, P., 2009).
2.1.3. Prospek Aplikasi Kitosan
Kitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang biomedik, farmasi, pengawetan pangan, mikrobiologi, dan lain-lain. Beberapa fungsi kitosan adalah sebagai aktivitas antimikroba, koagulasi darah, mempercepat pembentukan fibroblast dalam tubuh binatang dan yang lainnya.
Kitosan teregenerasi adalah aplikasi lain yang menonjol pada masa yang akan datang untuk tujuan biomedik karena sifatnya yang biodegradabel dengan toksisitas rendah dan biokompatibilitas dalam tubuh binatang. Banyak fungsi kitosan yang telah dipublikasikan, fungsi ini termasuk biodegradabilitas dalam tubuh binatang, aktivitas antimikroba, flokulan, adsorbsi logam berat dan sebagai pembawa untuk sistem pelepasan obat (Kaban, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Vitamin C ( Asam Askorbat )
Vitamin ini digolongkan sebagai vitamin yang larut dalam air. Susunan kimia vitamin C ditemukan pada tahun 1933 oleh ilmuwan Inggris dan Swiss. Isolasi asam askorbat mula-mula ditemukan oleh King dari USA dan Szent-Gyorgy dari Hungaria. Vitamin ini mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk oksidasi (bentuk dehidro) dan bentuk reduksi. Kedua bentuk ini mempunyai aktivitas biologi. Dalam makanan bentuk reduksi yang terbanyak. Bentuk dehidro dapat terus teroksidasi menjadi diketogulanic acid yang inaktif.
2.2.1. Struktur Vitamin C
Struktur vitamin C dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.2 Struktur Vitamin C
Keadaan vitamin C inaktif sering terjadi pada proses pemanasan (bila sayursayuran dimasak). Di dalam suasana asam vitamin ini lebih stabil daripada dalam basa yang menjadi inaktif (Prawirokusumo, S., 1991).
2.2.2. Sifat – Sifat Umum Vitamin C
Vitamin C yang mempunyai rumus empiris C 6 H 8 O 6 dalam bentuk murni merupakan Kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-1920 C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat
Universitas Sumatera Utara
mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam benzene, eter, khloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun vitamin C stabil dalam bentuk Kristal, tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe dan cahaya. Sifat utama dari vitamin C adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag (Andarwulan, N., 1992).
2.2.3. Farmakokinetik
Vitamin C mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Pada keadaan normal tampak kenaikan kadar vitamin C dalam darah setelah diabsorpsi. Kadar dalam leukosit dan trombosit lebih besar dari pada dalam plasma dan sel darah merah. Distribusinya luas keseluruh tubuh dengan kadar tertinggi dalam kelenjar dan terendah dalam otot dan jaringan lemak. Ekskresi melalui urin dalam bentuk utuh dan bentuk garam sulfatnya terjadi jika kadar dalam darah melewati ambang rangsang ginjal 1,4 mg%. Efisiensi absorpsi akan berkurang dan kecepatan ekskresi meningkat bila digunakan jumlah lebih besar (Rosmiati, H. & S.Wardhini, 1987).
2.2.4. Fungsi Vitamin C
Fungsi utama vitamin C adalah sebagai Anti Oksidan. Asam askorbat diperlukan untuk pembentukan semua jaringan tubuh, terutama untuk pembentukan jaringan ikat. Jaringan ikat adalah bahan pembungkus yang terpisah, yang melindungi dan menyangga berbagai organ. Asam askorbat membantu absorpsi zat besi dalam usus (Gaman, M., & Sherrington K.B., 1981).
Vitamin C juga berperan menghambat reaksi-reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai inhibitor. Tampaknya vitamin C merupakan vitamin yang essensial untuk memelihara fungsi normal semua unit sel termasuk struktur-struktur subsel seperti ribosom dan mitokondria. Kemampuan vitamin ini untuk melepaskan dan menerima menunjukkan adanya peran yang sangat penting pada
Universitas Sumatera Utara
proses metabolisme. Peranan vitamin C dalam menanggulangi flu telah banyak dilaporkan. Pada binatang percobaan ternyata bahwa kadar vitamin C yang tinggi dapat meningkatkan sintesis vitamin B kompleks dalam intestin (Poedjiadi, A., 1994).
2.2.5. Defisiensi Vitamin C
Beberapa akibat dari kekurangan konsumsi vitamin C :
1. Skorbut, pendarahan gusi, kulit mengelupas (Poedjiadi, A., 1994). 2. Mudah terjadi luka dan infeksi tubuh, dan kalau sudah terjadi sukar disembuhkan. 3. Hambatan pertumbuhan pada bayi dan anak-anak.
Skorbut dalam bentuk berat sekarang jarang terjadi karena sudah diketahui cara mencegah dan mengobatinya. Tanda-tanda awal antara lain lelah, lemah, nafas pendek, kejang otot, tulang otot persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit menjadi kering , kasar dan gatal, warna merah kebiruan di bawah kulit, perdarahan gusi, kedudukan gigi menjadi longgar, mulut dan mata kering dan rambut rontok. Di samping itu luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadang-kadang jumlah sel darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Gangguan saraf dapat terjadi berupa histeria, depresi diikuti oleh gangguan psikomotor. Gejala skorbut terlihat bila taraf asam askorbat dalam serum turun di bawah 0,20 mg/dl (Almatsier, S., 2001).
2.2.6. Sumber-Sumber Vitamin C
Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier, S., 2001).
Universitas Sumatera Utara
Sediaan yang banyak beredar di pasaran adalah sediaan 500 mg. kadangkadang juga dijumpai sediaan 1000 mg. rasanya pun bermacam-macam. Ada rasa jeruk, strawberi, anggur, dan lain-lain.
Kebutuhan vitamin C harian yang dianjurkan berbeda-beda untuk beberapa Negara. Di Inggris (food Standard agency) menganjurkan 40 mg sehari; di Kanada 60 mg sehari; di Amerika Serikat (National Academy of Sciences) 60-95 mg sehari. Sedangkan WHO menganjurkan konsumsi vitamin C 45 mg sehari. Batas tertinggi konsumsi vitamin C yang masih bisa di toleransi oleh tubuh menurut National Academy of Science adalah 2000 mg (www.wartamedika.com).
2.3. Pati
Pati merupakan cadangan makanan dari sel tanaman. Pati merupakan sumber terpenting pada bahan makanan manusia berupa karbohidrat. Beberapa makanan pokok manusia (seperti kentang, beras, jagung, dan gandum) mengandung pati. Polisakarida yang terkandung di dalam pati yaitu amilosa dan amilopektin.
2.3.1. Amilosa
Amilosa memiliki struktur rantai panjang yang tidak bercabang yang tersusun atas monomer - monomer glukosa dengan ikatan α (1,4) glikosida. Molekul amilum yang mengandung ribuan gugus glukosa, yang memiliki berat molekul dari 150.000 hingga 600.000 D. Struktur rantai polimer amilum lurus dan rapat, sehingga amilum dapat disimpan lama. Adanya enam unit glukosa perputaran heliks menyebabkan amilosa berbentuk tabung dan kompleks. Hal ini disebabkan bermacam – macam molekul kecil dapat masuk ke dalam kumparannya. Bukti pembentukan kompleks tersebut adalah warna biru tua yang dihasilkan oleh pati bila ditambahkan iod (Fessenden, R.J. & Fessenden J.S., 1992). Struktur amilosa dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Struktur Amilosa
2.3.2. Amilopektin
Amilopektin, suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Rantai utama dalam amilopektin mengandung 1,4-α-D-glukosa. Amilopektin memiliki percabangan, sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira – kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik percabangan ialah ikatan 1,6-α-glikosida.
Gambar 2.4. Struktur Amilopektin
Pati dalam jaringan tanaman berbentuk granul (butir) yang berbeda – beda. Dengan mikroskop, jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, letak hilum yang unik dan juga dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi.
Granul pati dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut dengan gelatinasi. Suhu pada saat granula pati pecah disebut gelatinasi. Suhu gelatinasi dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
konsentrasi pati dan pH. Jadi, gelatinasi juga dapat didefinisikan sebagai konversi dari keadaan kristalin, butir pati menjadi terdispersi dalam keadaan amorf (Wurzburg, 1986).
2.3.4. Kegunaan Pati
Pati sebagai bahan perekat, sering digunakan pada kertas karton, label botol, alat tulis dan keperluan ringan lainnya. Pati juga merupakan bahan mentah penting bagi aplikasi industri, baik sebagai bahan makanan, maupun bukan makanan, seperti untuk industri polimer terdegradasi, dan pengganti selulosa dalam industri kertas (Jansson, C., 1995).
2.4. Tablet
Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa - cetak, berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Untuk membuat tablet diperlukan zat tambahan berupa :
1. Zat pengisi : ditambahkan untuk memperbesar volume tablet, biasanya digunakan Saccharum Lactis, Amylum Manihot, dan zat lain yang cocok.
2. Zat pengikat : ditambahkan agar tablet tidak pecah atau retak dan dapat merekat, biasanya yang digunakan adalah Amylum Manihot.
Bila bahan bersifat hidrofob maka bahan pengikatnya 30% dari berat tablet. Bila bahan bersifat hidrofil maka bahan pengikatnya 10-20% dari berat tablet.
Dalam pembuatan tablet, zat berkhasiat, zat-zat lain, kecuali zat pelicin dibuat granul (butiran kasar), karena serbuk yang halus tidak mengisi cetakan tablet dengan baik, maka dibuat granul agar mudah mengalir mengisi cetakan serta menjaga agar tablet tidak retak. Cara membuat granul ada 2 macam, yaitu cara basah dan cara kering (Anief, M., 1996).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Granulasi
Granulasi adalah proses pembesaran ukuran di mana partikel kecil bersama-sama menjadi besar, berupa agregat permanen di mana partikel asal masih dapat diidentifikasi. Granulasi digunakan terutama untuk produksi tablet atau kapsul. Sebagai produk antara digunakan granul dengan distribusi ukuran lebar. Granul dapat pula digunakan sebagai bentuk sediaan.
Granulasi diawali sesudah pencampuran serbuk bahan obat dengan eksipien yang dibutuhkan (pengisi, penghancur, dan sebagainya) sehingga distribusi uniform tercapai. Tujuan granulasi dalam manufaktur tablet : 1. Meningkatkan sifat aliran yang berarti uniformitas massa dari sediaan/dosis. 2. Mencegah pemisahan komponen campuran. 3. Meningkatkan karakteristik dari campuran.
2.4.1.1. Pembuatan Bahan Tablet Menggunakan Metode Granulasi Basah
Granulasi
basah
atau
aglomerasi
serbuk
dilakukan
dengan
cara
pengadukan/agitasi serbuk atau campuran serbuk dengan keberadaan cairan yang biasanya berupa larutan pengikat yang sudah dicampurkan dengan serbuk kering. Pembentukan granul dan pertumbuhan berlangsung karena efek ikatan mobil-liquid yang terbentuk antara partikel primer.
Prosesnya meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1. Deaglomerasi bahan awal dengan penggilingan atau pengayakan. 2. Pencampuran kering bahan awal. 3. Penambahan cairan dan pembentukan massa basah/lembab. 4. Pengayakan massa basah untuk menghilangkan bongkahan besar. 5. Pengeringan. 6. Penggilingan atau pengayakan granul kering untuk mencapai ukuran granul/distribusi ukuran granul yang sesuai.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2. Mekanisme Granulasi Basah
Mekanisme granulasi basah didasarkan pada kekuatan ikatan cairan dalam aglomerat basah. Apabila serbuk dicampur dengan cairan yang membasahi permukaan partikel yang mempunyai sudut kontak rendah terhadap padat, sistem cenderung menurunkan energi bebas permukaan dengan cara pembentukan jembatan cairan antara partikel. Jika jumlah cairan meningkat, jembatan cairan berkoalesensi, dan secara bertahap berubah manjadi cair.
Serbuk sangat halus dapat beraglomerasi secara spontan bila diaduk karena efek ikatan Van Der Waals dan elektrostatik. Biasanya aglomerasi serbuk memerlukan penambahan jumlah tepat cairan yang membasahi permukaan padat dan menghasilkan ikatan cairan yang diperlukan. Pembesaran ukuran berlangsung menurut metode agitasi sesuai dengan beberapa mekanisme berikut : 1. Nukleasasi dari partikel primer karena pembentukan ikatan jembatan. 2. Koalesensi antara aglomerat yang bertumbukan. 3. Pelapisan partikel dari penguraian aglomerat yang sudah mantap. 4. Pertumbuhan bola (Agoes, G., 2008).
2.4.2. Bahan Pengikat
Merupakan bahan yang mempunyai sifat kohesif dan adhesif yang mampu mengaglomerasi partikel serbuk kering membentuk granul sesudah pengeringan. Ditambahkan pada campuran serbuk setelah dilarutkan dalam cairan penggranul.
Kadar tinggi pengikat, terutama turunan selulosa dapat menimbulkan masalah disintegrasi dan disolusi tablet karena membentuk lapisan musilago di sekitar permukaan partikel. Pada obat yang bersifat hidrofob, pengikat dapat mempercepat disolusi (Agoes, G., 2008).
Pati sering digunakan sebagai bahan pengikat, pati yang sering digunakan yaitu musilago amili 5-10%. Tergantung pada jumlah panas yang digunakan, pati dapat
Universitas Sumatera Utara
terhidrolisis menjadi dekstrin dan kemudian glukosa. Oleh karena itu, ketelitian dalam pembuatan musilago amili diperlukan untuk menghasilkan perbandingan pati dan produk hidrolisisnya konsisten dan benar, dan juga untuk pencegahan pengarangan.
Musilago amili merupakan pengikat serbaguna untuk menghasilkan tablet yang terdisintegrasi dengan cepat, dan granulasi hanya dibuat dengan menggunakan pati sebagai pengikat internal dan digranulasi dengan air (Wikarsa, S.,2008).
2.4.3. Karakter Fisik Granul
Sifat-sifat fisikomekanik granul mencakup ukuran partikel, luas permukaan, aliran granul yang dapat ditentukan dengan menghitung kecepatan alir dan sudut istirahat granul. Yang akan dibahas disini adalah sifat aliran granul.
2.4.3.1. Sifat Aliran Granul
2.4.3.1.1. Kecepatan Alir Granul
Sifat aliran granul sangat penting untuk pembuatan tablet yang efisien. Aliran granul yang baik untuk dikempa sangat penting untuk memastikan pencampuran yang efisien. Oleh karena itu, selama evaluasi praformulasi terhadap zat aktif, karakteristik mampu alirnya harus dipelajari, terutama apabila dosisi obat yang diantisipasi besar.
Sifat aliran serbuk yang baik merupakan hal penting untuk pengisian yang seragam ke dalam lubang cetak mesin tablet dan untuk memudahkan gerakan bahan di sekitar fasilitas produksi. Sifat aliran dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk partikel, partikel yang lebih beasar dan bulat menunjukkan aliran yang lebih baik. Metode untuk mengevaluasi sifat aliran granul yang sering digunakan adalah metode corong (langsung).
Kecepatan alir diketahui melalui metode corong. Metode ini paling sederhana untuk menetapkan mampu alir granul secara langsung, yakni kecepatan alir granul
Universitas Sumatera Utara
dengan bobot tertentu melalui corong diukur dalam detik. Suatu penutup sederhana ditempatkan pada lubang keluar corong lalu diisi dengan granul yang telah ditimbang terlebih dahulu. Ketika penutup dibuka, waktu yang dibutuhkan granul untuk keluar dicatat. Dengan membagi massa serbuk dengan waktu keluar tersebut, kecepatan alir diperoleh sehingga dapat digunakan untuk perbandingan kuantitatif granul yang berbeda. Kecepatan aliran granul =
massa (g)
(Persamaan 2.1)
waktu (s)
Tabel 2.1. Hubungan Antara Kecepatan Alir Dengan Sifat Aliran Granul Laju Alir ( g/s )
Sifat Aliran
>10
Sangat baik
4-10
Baik
1,6-4
Sukar
<1,6
Sangat sukar
2.4.3.1.2. Sudut Istirahat Granul
Metode sudut istirahat telah digunakan sebagai metode tidak langsung untuk mengukur mampu alir granul karena hubungannya dengan kohesi antarpartikel. Banyak metode yang berbeda untuk menetapkan sudut istirahat dan salah satunya yang digunakan adalah metode corong. Granul dengan massa tertentu dilewatkan melalui corong dan jatuh ke atas sehelai kertas grafik. Setelah onggokan granul membentuk kerucut stabil, sudut istirahatnya diukur. Metode ini disebut “uji sudut jatuh”. Untuk kebanyakan farmasetik, nilai sudut istirahat berkisar dari 25o- 45o, dengan nilai yang rendah menunjukkan karakteristik yang lebih baik.
Suatu granul yang tidak kohesif mengalir baik, menyebar, membentuk timbunan yang rendah. Bahan yang lebih kohesif membentuk timbunan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
tinggi yang kurang menyebar. Definisi sudut istirahat adalah sudut permukaan bebas dari tumpukan granul dengan bidang horizontal.
Sudut istirahat (θ) : Arc Tangen θ =
2 tinggi puncak granul diameter lingkaran
(Persamaan 2.2)
Tabel 2.2. Hubungan Sudut Istirahat Dengan Tipe Aliran Sudut Istirahat (θ)
Sifat Aliran
<25
Sangat baik
25-30
Baik
30-40
Cukup
>40
Sangat sukar
(Wikarsa, S.,2008).
2.5. Spektrofotometri Ultraviolet dan Visibel (UV-VIS)
Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.
Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Instrumentasi
Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen atau deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang seperti prisma atau monokromator. Spektrum didapatkan dengan cara scanning oleh monokromator sedangkan pengukuran kuantitatif bisa dibuat dari spektrum atau panjang gelombang tertentu. Ada dua jenis instrumentasi spektrofotometri UV-Vis, yaitu :
1. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya tunggal (single beam), dimana sinyal pelarut dihilangkan terlebih dahulu dengan mengukur pelarut, setelah itu larutan sampel diukur.
2. Spektrofotometri UV-Vis yang memiliki sumber cahaya ganda (double beam), dimana larutan sampel dimasukkan secara bersama-sama dengan pelarut yang tidak mengandung sampel. Alat ini lebih praktis dan mudah serta memberikan hasil yang optimal.
2.5.2. Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer (Beer’s laaw) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan konsentrasi larutan analit. Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan: A = ε . b. C
(Persamaan 2.3)
A = absorban (serapan)
ε
= koefisian ekstingsi molar (M-1cm-1)
b = tebal kuvet (cm) C = konsentrasi (M)
Universitas Sumatera Utara
Pada beberapa buku ditulis juga :
A=E.b.C
(Persamaan 2.4)
E = koefisien ekstingsi spesifik (ml g-1 cm-1) b = tebal kuvet (cm) C = konsentrasi (gram/100 ml)
Hubungan antara E dan ε adalah :
E=
10.𝜀𝜀
(Persamaan 2.5)
𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
Pada percobaan, yang terukur adalah transmitan (T), yang didefinisikan sebagai berikut :
T = I / I0
(Persamaan 2.6)
I = intensitas cahaya setelah melewati sampel I 0 = intensitas cahaya awal Hubungan antara A dan T adalah :
A = -log T = -log I / I 0
(Persamaan 2.7) (Dachriyanus, 2004).
2.6. Spektrofotometri Infra Merah
Konsep radiasi infra merah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel (1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma. Ternyata pada daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalori (energi tinggi).
Daerah spektrum tersebut
selanjutnya disebut
infrared.
Spektroskopi
inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif, disamping untuk tujuan analisis kuantitatif (Mulja, M., 1995).
Universitas Sumatera Utara
2.6.1. Kegunaan Analisa Spektroskopi Infra Merah
Spektrofotometer infra merah pada umumnya digunakan untuk : 1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik. 2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya.
Pengukuran pada spektrum infra merah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2,5 - 50 μm atau bilangan gelombang 4000 - 200 cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi.
Spektrum yang dihasilkan berupa grafik yang menunjukkan persentase transmitan yang bervariasi pada setiap frekuensi radiasi inframerah.
2.6.2. Syarat – Syarat Interpretasi Spektrum
Tidak ada aturan yang pasti dalam menginterpretasikan spektrum IR. Tetapi beberapa syarat harus dipenuhi dalam menginterpretasikan spektrum : 1. Spektrum harus tajam dan jelas serta memiliki intensitas yang tepat. 2. Spektrum harus berasal dari senyawa yang murni. 3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga akan menghasilkan pita atau serapan pada bilangan gelombang yang tepat. 4. Metoda penyiapan sampel harus dinyatakan. Jika digunakan pelarut maka jenis pelarut, konsentrasi dan tebal sel harus diketahui.
Karakteristik frekuensi vibrasi IR sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sangat kecil pada molekul sehingga sangat sukar untuk menentukan struktur berdasarkan data IR saja. Spektrum IR sangat berguna untuk mengidentifikasikan suatu senyawa dengan membandingkannya dengan spektrum senyawa standar
Universitas Sumatera Utara
terutama pada daerah sidik jari. Secara praktikal, spektrum IR hanya dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).
2.6.3. Spektrum Infra Merah Bahan Polimer
Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah satuan ulangan. Secara teori spektrum infra merah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya.
Beberapa sifat fisik juga mempengaruhi bentuk spektrum bahan polimer, antara lain sifat geometri rantai dan kristalinitas. Bila bahan polimer ditarik ke satu arah maka rantai – rantai molekul akan cenderung terorientasi kearah tarikan, maka vibrasi ikatan yang tegak lurus arah tarikan akan lebih dibatasi dan menjadi tidak peka terhadap serapan radiasi.
Tahap awal dari identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing – masing polimer. Pita serapan yang khas ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum infra merah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm1
– 2900 cm-1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisis
suatu material (Wirjosentono, B., 1995).
Universitas Sumatera Utara