BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep Penyakit Kronis 2.1.1
Definisi Pusat Statistik Kesehatan Nasional U.S menjelaskan penyakit kronis adalah penyakit yang berlangsung selama tiga bulan atau lebih (National Center for Health Statistics, 2013). Penyakit kronis merupakan kondisi yang berlangsung satu tahun atau lebih dan memerlukan perhatian medis dan / atau membatasi kegiatan yang sedang berlangsung dari hidup sehari-hari (Warshaw, 2006)
2.1.2
Fase-Fase Penyakit Kronis Menurut Smeltzer & Bare (2008) ada sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu : 1.
Fase Pra-trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetik atau prilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.
2.
Fase Trajectory. Adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostik sering dilakukan.
3.
Fase stabil.
Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol. Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat tertangani dalam keterbatasan penyakit. Terhadap gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
4.
Fase tidak stabil. Periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
5.
Fase akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.
6.
Fase krisis. Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
7.
Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.
8.
Fase penurunan.
Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.
9.
Fase kematian. Ditandai dengan penurunan bertahap tahu cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual.
2.1.3
Pembagian Pembagian berdasarkan populasi pada pasien dengan penyakit kronis, dapat dibagi menjadi tiga tingkatan utama yaitu : Level 1: Individu yang memiliki penyakit kronis yang dapat dikontrol dengan baik oleh pasien sendiri dengan dukungan perawatan primer. (Sekitar 80% dari pasien) (The Health Service Executive, 2008).
Level 2: Individu dengan penyakit yang lebih kompleks. Mereka mungkin memiliki penyakit satu atau lebih kronis dari berbagai tingkat keparahan, tetapi tidak berisiko tinggi rawat inap, jika mereka dikelola dengan baik di masyarakat. (Sekitar 15% dari pasien) (The Health Service Executive, 2008).
Level 3: Individu dengan kondisi kompleks, sering dengan komplikasi. Mereka membutuhkan perawatan spesialis, intervensi intensif dan berisiko tinggi rawat inap. (Sekitar 5% dari pasien) (The Health Service Executive, 2008).
Gambar 1. Pembagian tingkatan penyakit kronis. (The Health Service Executive, 2008)
2.1.4
Penyebab atau Faktor Risiko Penyebab dari penyakit kronis pada umumnya yaitu faktor risiko yang terdapat pada sebagian besar penyakit kronis. Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pria dan wanita yaitu :
Diet yang tidak sehat;
Aktivitas fisik;
Penggunaan tembakau.
Penyebab ini dijelaskan dari faktor risiko pada peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa dalam darah, kadar kolesterol dalam darah abnormal, kelebihan berat badan dan obesitas. Ketiga faktor risiko modifable diatas erat hubungannya dengan faktor-faktor risiko non-modifable yaitu usia dan keturunan, dimana faktor-faktor risiko tersebut dapat menjelaskan mayoritas peristiwa yang baru terjadi pada penyakit jantung, stroke, penyakit pernapasan kronis dan beberapa jenis kanker yang penting. Hubungan antara
faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan penyakit kronis adalah sama di semua wilayah di dunia (WHO, 2005).
Yang mendasarinya Sosial Ekonomi, budaya, politik dan lingkungan penentu : globalisasi urbanisasi Populasi umur
Faktor risiko termodifikasi : Diet yang tidak sehat Aktivitas fisik Penggunaan tembakau
Faktor risiko intermediete : Tekanan darah yang meningkat Glukosa darah mengangkat
Faktor risiko nontermodifikasi :
Kadar kolesterol dalam darah abnormal
Umur keturunan
Kegemukan / obesitas
Penyakit kronis : penyakit jantung Stroke Cancer Penyakit pernapasan kronis diabetes
Gambar 2. Penyebab Penyakit Kronis Menurut WHO 2005 2.1.5
Pencegahan Di New York pada tahun 2011, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Center of Disease Control And Preventing/CDC) meluncurkan program promosi kesehatan dan pencegahan terkoordinir penyakit kronis. Tujuan dari program yaitu 1) memastikan bahwa setiap negara memiliki evidence yang kuat untuk pencegahan penyakit kronis dan promosi kesehatan; 2) memaksimalkan jangkauan program pada kategoris kronis penyakit di negaranegara (yaitu, penyakit jantung dan stroke, diabetes, obesitas, kanker, arthritis, tembakau, gizi, dan aktivitas fisik) dengan berbagi layanan dasar dan fungsi seperti manajemen data, komunikasi, dan pengembangan kemitraan; dan 3) memberikan kepemimpinan dan keahlian untuk bekerja sama di kondisi penyakit kronis dan faktor risiko paling efektif memenuhi kebutuhan
kesehatan penduduk, terutama bagi populasi yang berisiko terbesar atau dengan beban terbesar (New York State Department of Health, 2013).
Kerangka pencegahan terkoordinasi penyakit kronis adalah suatu gambaran skematik
yang
memetakan
empat
domain
CDC
dengan
delapan
pembagian(divisi) strategi. Pada tabel dijelaskan setiap domain CDC dan pembagian strategi diperlukan kegiatan yang perlu dilakukan oleh staf Divisi untuk mencapai tujuan. Kegiatan ini menggambarkan bagaimana rencana strategi yang dilakukan (New York State Department of Health, 2013).
Tabel 1. Tabel Coordinated Chronic Disease Prevention Framework CDC Domain
1. Epidemiologi
2. Pendekatan
3. Intervensi sistem
4. Strategi untuk
dan
lingkungan
kesehatan untuk
meningkatkan
pengawasan:
yang
meningkatkan
hubungan
mengumpulka
meningkatkan
penyampaian
masyarakat
n,
kesehatan dan
yang efektif dan
dengan klinis
menganalisis,
dukungan
penggunaan
memastikan
dan
yang
layanan
bahwa
menyebarkan
memperkuat
pencegahan
masyarakat
data dan
perilaku sehat
klinis dan
mendukung dan
informasi dan
(di negara
lainnya untuk
penyedia
melakukan
bagian,
mencegah
layanan
evaluasi untuk
sekolah-
penyakit,
kesehatan
menginformas
sekolah, pusat
mendeteksi
merujuk pasien
ikan,
perawatan
penyakit lebih
ke program yang
memprioritas
anak, tempat
awal,
meningkatkan
kan,
kerja dan
mengurangi atau
pengelolaan
memberikan
masyarakat)
menghilangkan
kondisi kronis.
dan
faktor risiko dan
Intervensi seperti
memantau
mengurangi atau
memastikan
kegiatan
mengelola
bahwa orang-
program dan
komplikasi
orang dengan
kesehatan
penyakit kronis,
penduduk,
atau berisiko
termasuk
tinggi
kesenjangan
mengalami
kesehatan.
penyakit kronis, memiliki akses ke sumber daya masyarakat yang berkualitas atau tenaga kesehatan untuk mengelola kondisi mereka atau risiko
Pembagian
Menghasilkan
strategi
dan
Pencegahan menyebarkan informasi untuk tindakan
Memperkuat
Meningkatkan
penyakit. Mengembangka
kegiatan
pemberian
n keterampilan
masyarakat
layanan
manajemen diri
pencegahan
pada individu
klinis
dengan penyakit
Membuat kebijakan
publik terkait
kronis
Reorientasi
peningkatan
pelayanan
kesehatan
kesehatan untuk
perawatan
menekankan
kesehatan dan
lingkungan
pencegahan dan
sumber daya
yang aman
perawatan yang
masyarakat
dan
berkualitas
untuk
Menciptakan
Mengatur
memberikan
mendukung
dukungan manajemen diri yang berkelanjutan pada pasien dengan penyakit Pembagian
Melakukan
Mendidik
Mendidik dan
kronis Mendidik dan
dan Mitra
pengawasan
dan
melibatkan
melibatkan
Kegiatan
menggunaka
melibatkan
petugas klinis,
petugas klinis,
Pencegahan
n sistem
masyarakat
dan masyarakat
dan masyarakat
pengawasan
Menggerakk
Mengerahkan
Mengerahkan
utama
an dan
masyarakat /
masyarakat /
Memastikan
memberdaya
kemitraan
kemitraan
kemampuan
kan
swasta
swasta
sistem untuk
masyarakat
Melibatkan para
Melibatkan para
Melibatkan
pembuat
pembuat
para
keputusan
keputusan
pengukuran kinerja
Melakukan
pengambil
evaluasi
keputusan
program
organisasi/in
evidence based
dukungan
Informasi
stansi
program
manajemen diri
berintegrasi
terkait/pemer
peningkatan
dengan
intah
mutu
manfaat dan
Menyelaraskan
pembayaran
program
Mendidik
organisasi
Meningkatkan
organisasi
Meningkatkan
Menyelaraskan
pengambilan
para
manfaat dan
mekanisme /
keputusan
pembuat
pembayaran
struktur
keputusan
mekanisme /
pemerintah struktur (New York State Department of Health, 2013) 2.1.6
Penatalaksaan penyakit kronis Penyakit kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang berbeda. Sebagai contoh, banyak penyakit kronis berhubungan dengan gejala seperti nyeri dan keletihan. Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat menyebabkan kecacatan sampai tingkat tertentu, yang selanjutnya membatasi partisipasi individu dalam beraktivitas. Banyak penyakit kronis yang harus mendapatkan penatalaksanaan teratur dan berlanjut untuk menjaganya tetap terkontrol (Smeltzer & Bare, 2008).
2.2
Perawatan Diri 2.2.1
Definisi Perawatan Diri Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
guna
mempertahankan
hidupnya,
kesehatannya,
dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Kemampuan untuk
melakukan perawatan diri, meliputi kemampuan fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun dalam pelayanan kesehatan, meliputi aktivitas makan, mandi, berpakaian, perawatan diri, dan berdandan (Potter & Perry, 2006).
2.2.2
Definisi Manajemen Nutrisi Manajemen nutrisi adalah proses perencanaan, pengorganisasian, serta mengendalikan nutrisi yang adequat untuk mengurangi gejala penyakit dan meningkatkan kualitas hidup klien (Wiliam’s, 2005).
Manajemen nutrisi adalah intervensi pengaturan diet yang adekuat untuk mengurangi gejala penyakit, meningkatkan kenyamanan, mencegah atau sebagai terapi malnutrisi. Manajemen nutrisi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara mengurangi gejala penyakit sehingga dapat memaksimalkan kesehatan individu (Aziz,2008)
2.2.3
Tujuan Manajemen Nutrisi Tujuan manajemen nutrisi secara umum pada pasien dengan penyakit kronis adalah untuk memampukan pasien mengelola asupan nutrisinya agar sesuai dengan kebutuhannya dan status nutrisinya tetap optimal seperti misalnya menyediakan makanan yang mengandung cukup kalori dan protein, mengkoreksi
defisit
nutrisi,
mencegah
keadaan
meminimalkan penurunan berat badan (Sutandyo, 2007).
2.2.4
Manfaat Manajemen Nutrisi
imunosupresi
dan
Pemberian nutrisi yang optimal dan sesuai kebutuhan dapat memberikan manfaat yang maksimal pada tubuh. Manajemen nutrisi atau modifikasi diet penting untuk menyesuakan dengan kemampuan tubuh untuk metabolisme nutrien tertentu, memeriksa defisiensi nutrisi yang berhubungan dengan penyakit, dan mengeleminasi makanan yang memperburuk gejala penyakit. (Potter & Perry, 2006).
Pada penelitian dengan metode randomized control trial (RCT) yang menunjukkan efektivitas terapi nutrisi untuk meningkatkan kontrol glikemik dan berbagai penanda risiko kardiovaskular dan hipertensi. Dalam populasi umum, terapi nutrisi disediakan oleh ahli gizi untuk individu dengan profil lipid yang abnormal telah terbukti mengurangi lemak harian (5-8%), lemak jenuh (2-4%), dan asupan energi (232-710 kkal / hari ), dan trigliserida lebih rendah (11-31%), kolesterol LDL (7-22%), dan kolesterol total (7-21%) tingkat (Academy of Nutrition and Dietetics, 2010). Dengan adanya penurunan jumlah lemak jenuh, trigliserida, kolesterol LDL dan kolesterol total pada kasus diatas, akan berdampak baik pada status kesehatan pasien.
2.2.5
Manajemen Nutrisi Pada Penyakit Kronis Kemampuan manajemen nutrisi pada orang dengan penyakit kronis harus optimal, karena seperti yang kita tahu bahwa kualitas diet secara keseluruhan memiliki dampak yang besar pada penyakit kronis (Mozaffarian et al., 2011). Manajemen nutrisi pada penyakit kronis terbagi atas masing-masing penyakit, karena kebutuhan nutrisi masing-masing penyakit berbeda, tetapi prinsip manajemen
nutrisi
pada
penyakit
kronis
pada
umumnya
adalah
mempertahankan status nutrisi agar tetap optimal, memandirikan pasien dalam mengatur asupan nutrisi, meningkatkan pengetahuan tentang nutrisi yang dibutuhkan dan meningkatkan ketrampilan dalam menjaga kebersihan minuman atau makanan dan diri sendiri ketika menkonsumsi makanan dan minuman yang dibutuhkan (Potter & Perry, 2006).
2.3
Telenursing. 2.3.1
Definisi Telenursing Telenursing adalah komponen dari telehealth yang terjadi ketika perawat memenuhi kebutuhan kesehatan klien menggunakan informasi, komunikasi dan sistem berbasis web. Telah didefinisikan sebagai "pengiriman, manajemen dan koordinasi perawatan dan layanan yang diberikan melalui informasi dan telekomunikasi teknologi" (CNO, 2009).
Telenursing adalah komponen dari telehealth yaitu perawat memenuhi kebutuhan
kesehatan
klien,
dengan
menggunakan
sistem
informasi,
komunikasi dan web-based. atau sebagai pengiriman, manajemen dan koordinasi perawatan dan layanan yang diberikan melalui teknologi informasi dan telekomunikasi (CNA, 2005)
Perawat yang terlibat dalam telenursing tetap memakai proses keperawatan untuk menilai, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan perawatan dokumen keperawatan. Mereka juga terlibat dalam penyediaan informasi, rujukan, pendidikan dan dukungan. Telenursing tidak membangun hubungan
terapeutik antara perawat dengan klien secara tatap muka, namun melalui penggunaan telepon, komputer, internet, atau teknologi komunikasi lainnya.
2.3.2
Tujuan Telenursing Tujuan telehealth atau telenursing adalah untuk meningkatkan akses yang lebih luas dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Telenursig dapat mengatasi hambatan dalam struktur kesehatan, akses kesehatan, tenaga kesehatan karena hambatan geografis. Selain itu telenursing juga mengizinkan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan melalui suatu sistem yang optimal tanpa bertemu langsung dengan pasien (US Department of Disease Prevention and Health Promotion, 2010).
2.3.3
Manfaat Telenursing Telenursing telah terbukti memiliki banyak manfaat dalam mendukung praktek keperawatan. Telenursing dapat mempermudah akses pasien dalam mencari pelayanan kesehatan, menambah efektivitas waktu, dan juga mendukung dalam kelancaran proses pembelajaran bidang keperawatan. Penelitian yang berkaitan dengan telehealth dan telenursing telah menunjukkan manfaat yang besar berhubungan dengan diagnosis dan konsultasi, pemantauan dan pengawasan pasien, hasil dari pelayanan kesehatan dan klinik, serta kemajuan teknologi. Masing-masing area ini memiliki perhatian khusus tentang keselamatan pasien (Smeltzer & Bare, 2008).
Manfaat yang diperoleh pada penelitian telehealth di Asia mengindikasikan bahwa telenursing dapat meningkatkan kualitas asuhan dengan memberikan
klien akses yang luas terhadap konsultasi, meningkatkan ketepatan diagnosa, meningkatkan on-time hospitalization, meningkatkan pengetahuan klien, memelihara kondisi kesehatan klien, tetapi sebagian besar penelitian ini mengindikasikan bahwa telehealth tidak cocok untuk pengobatan (curing). Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa dengan telehealth akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mengurangi biaya dan waktu perjalanan. Sedangkan dari segi biaya, sebagian besar penelitian tentang aplikasi telehealth dan telenursing mengindikasikan bahwa biaya mungkin akan lebih besar jika perawat dan klien melakukan video atau audio confrencing, sedangkan jika komunikasi dilakukan melalui email dan biaya yang dikeluarkan relatif lebih sedikit. Studi ini juga mengindikasikan perlunya komitmen pemerintah untuk melakukan telehealth nursing (Menurut, D & Khoja, 2009).
2.3.4
Prinsip Telenursing Pedoman pelaksanaan telenursing telah dikembangkan untuk memberikan arah yang jelas pada perawat yang terdaftar terlibat dalam praktek ini atau berencana untuk terlibat dalam praktek ini, sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk memberikan perawatan yang aman, kompeten, penuh kasih dan etika.
Pedoman ini didasarkan pada prinsip-prinsip telenursing, yang menyatakan bahwa telenursing yang efektif harus:
Meningkatkan layanan kesehatan yang ada
Meningkatkan akses optimal dan, bila sesuai dan diperlukan, menyediakan akses langsung ke layanan kesehatan
Mengikuti gambaran kedudukan sehingga secara jelas mendefinisikan komprehensif, namun peran dan tanggung jawab yang fleksibel Meningkatkan kualitas pelayanan
Mengurangi pelayanan kesehatan yang tidak perlu
Melindungi kerahasiaan / privasi dan keamanan informasi yang berkaitan dengan interaksi antara perawat dengan klien
(CRNNS Personal Health Information Act Questions and Answers, 2013; CRNNS Documentation Guidelines for Registered Nurses, 2012)
2.3.5
Aplikasi Telenursing Praktek telenursing dapat diaplikasikan dalam berbagai setting area keperawatan. Perawat dapat praktek dalam berbagai setting perawatan seperti ambulatory care, call centers, home visit telenursing, bagian rawat jalan dan bagian kegawatdaruratan. Bentuk-bentuk telenursing dapat berupa triage telenursing, call-center services, konsultasi melalui secure email messaging system, konseling melalui hotline service, audio atau videoconferencing antara klien dengan petugas kesehatan atau dengan sesama petugas kesehatan, discharge planning telenursing, home-visit telenursing dan pengembangan websites untuk sebagai pusat informasi dan real-time counseling pada pasien (CNA, 2005; Centre for E-Health Nursing, 2006; Canadian Nursing Informatics Association, 2006).
Penerapan telenursing yang paling banyak dikembangkan saat ini adalah penggunaan telepon dalam triase dan home care. Dalam home care, perawat menggunakan sistem yang memungkinkan home monitoring dari parameter fisiologis seperti tekanan darah, glukosa darah, respiratory peak flow, dan pengukuran berat badan melalui internet (ICN, 2009). Melalui sistem video interaktif, pasien menghubungi perawat dan melakukan konsultasi masalahmasalah kesehatannya, seperti bagaimana cara mengganti verban, bagaimana cara memberikan injeksi insulin, atau mendiskusikan gejala penyakit yang diderita pasien.
2.3.6
System Telenursing College of Nursing and Medical Tecnology, University of Tsukuba bekerja sama dengan Departement of informatics Mediology Mukogawa Womens University
Japan menciptakan
sebuah model
pengembangan
system
telenursing pada pasien-pasien yang kronis, karena pasien dengan kondisi kronis membutuhkan perawatan yang terus menerus, memerlukan pendidikan Subsce
kesehatan untuk menjaga kondisinya agar tetap optimal. Sistem ini berbasis ntre satisfied
computer dan harus terhubungby dengan internet. Dimana sebagai databased nurse
servernya adalah Regional Health Care. Pasien, perawat dan dokter dapat mengakses info setiap saat, dan pasien harus dilengkapi dengan computer di rumah yang tersambung dengan internet, sehingga pasien dapat upload data Regional Videohealthmelalui email atau videomail. mail care PATIEN Vital-sign centre Gambar 3. dibawah ini menunjukkan system telenursing. T Email
Attendin g physicia n
Databas ee
Electron ic medical records
Dari skema diatas dapat diketahui bahwa database server berada pada pusat kesehatan regional yang berfungsi untuk menyimpan dan mentransfer data serta informasi, sehingga dokter, perawat dan pasien dapat melihat serta memasukkan data melalui internet link. Selain memiliki database server juga memiliki subscentre health yang berada di daerah pusat kesehatan dimana perawat dapat dihubungi serta memperoleh data dan instruksi dari database server sehingga jika pasien membutuhkan perawat maka perawat yang terdekat dengan lokasi dapat segera mendapatkan pasien (Kawaguchi et al, 2004)
2.4
Pengaruh Telenursing Terhadap Manajemen Nutrisi Pada Pasien Penyakit Kronis
Beberapa studi mendukung bukti bahwa intervensi berbasis telepon oleh seorang perawat yang terlatih meningkatkan hasil pada pasien penyakit kronis. Manfaat klinis diperoleh secara tidak langsung dengan kepatuhan pasien membaik terhadap pengobatan, pengkajian, dan tindak lanjut janji dengan dokter. Dalam sebuah penelitian, pasien yang dihubungi dan dididik oleh perawat pada kasus diabetes yang tidak terkontrol dan hipertensi mengikuti saran dengan sungguh-sungguh (Yustan Azidin, 2012).
Dalam sebuah studi di India untuk menyelidiki efektivitas perawat dipimpin telepon menindaklanjuti kontrol glikemik kepatuhan terhadap rekomendasi kontrol diabetes. Laporan tersebut menunjukkan bahwa dukungan telepon perawat dapat meningkatkan kontrol glukosa darah dan meningkatkan kepatuhan dengan rekomendasi lainnya termasuk pola makan, olahraga , dan pengobatan obat. Dalam studi lain interaksi dengan pasien asma melalui telenursing untuk menjawab pertanyaan pada obat-obatan, saran, dan janji rawat jalan. Laporan tersebut menyatakan peningkatan yang signifikan dalam kepatuhan terhadap rawat jalan (Yustan Azidin, 2012).
Pada penelitian penggunaan telenursing sebagai pengontrol gula darah dengan metode randomized case control dimana kedua kelompok dibandingkan, ditemukan bahwa kadar glukosa darah preprandial pasien diabetes pada kelompok perlakuan (mean 159,48 ± 40.71mg / dl) lebih rendah oleh 13,55 ± 52,89 mg / dl dari kadar glukosa darah preprandial dari pasien diabetes di kelompok kontrol (rata-rata 173,03 ± 65,07 mg / dl) (Tavsanli; Karadokovan; and Saygili, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
National Center for Health Statistics, Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Summary Health Statistics for the U.S. Population: National Health Interview Survey, 2012. http://www.cdc.gov/nchs/data/series/sr_10/sr10_259.pdf. Diakses pada tanggal 03 Mei 2015
The Health Service Executive. (2008). HSE Transformation Programme to enable people live healthier and more fulfilled lives easy Access-public confidence- staff pride. http://www.hse.ie/eng/About/Who/Population_Health/Population_Health_Approach /Population_Health_Chronic_illness_Framework_July_2008.pdf. Diakses pada tanggal 03 Mei 2015
New York State Department of Health. (2013). Division of Chronic Disease Prevention
Coordinated Chronic Disease Prevention Framework. https://www.health.ny.gov/diseases/chronic/plans_reports/docs/chronic_disease_prev ention_framework.pdf. Diakses pada tanggal 06 Mei 2015
Smeltzer & Bare . (2008). Keperawatan Medical Bedah Vol.2. Philadelphia: Linppincott William & Wilkins.
World Health Organitation. (2005). Chronic diseases are the major cause of death and disability worldwide.
http://www.who.int/chp/chronic_disease_report/media/Factsheet1.pdf. Diakses pada tanggal 03 Mei 2015
College of Nurses of Ontario. (2009). Telepractice: Practice guideline. Toronto: Author.
Canadian Nurses Assosiation. (2005). NurseOne, the Canadian Nurses Portal Ottawa. www.cna-alic.ca. Diakses pada tanggal 03 Mei 2015
Yustan Azidin. (2012). Tele-nursing Dalam Meningkatkan Kepatuhan Pelaksanakan Pengobatan pada Pasien Penyakit Kronis. http://edukasi.kompasiana.com/2012/12/17/tele-nursing-dalam-meningkatkankepatuhan-melaksanakan-pengobatan-pada-pasien-penyakit-kronis-511739.html. Diakses pada tanggal 03 Mei 2015
U.S. Department of Health and Human Services. (2010). How Tobacco Smoke Causes Disease: The Biology and Behavioral Basis for Smoking Attributable Disease: A Report of the Surgeon General. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health.
Warshaw, G. (2006) Introduction: advances and challenges in care of older people with chronic illness. Generations 2006;30(3):5–10.
Durrani, H & Khoja. (2009). A systematic review of the use of telehealth in Asia
countries. Journal of Telemedicine and Telecare. 2009; 15: 175-181. www.proquest.com Diakses pada tanggal 29 April 2015.
Anonymous. (2009). Emphasize nutrition to manage chronic disease, physicians say. Comp Helath
Locum
Life;
sep
2009;
5,
3
;
Proquest
rearch
library.
http://media.proquest.com/media/pq/classic/doc/1880685931/fmt/pi/rep/NONE? hl=nutrition%2Cnutri. Diakses pada tanggal 01 Mei 2015
Mozaffarian, D., Appel, L.J ., Van Horn, L. (2011). Components of a cardioprotective diet: new insights. Circulation 123, 2870–2891
Canadian Nurses Assosiation. (2005). NurseOne, the Canadian Nurses Portal Ottawa. www.cna-alic.ca. Diakses pada tanggal 30 April 2015
Canadian Nursing Informatics Assosiation. (2006). Satgger, Bragley-Thompson quotes. http://www.cnia.ca/about.htm. Diakses melalui Tanggal 30 April 2015.
Center for E-Health Nursing. (2006). http://www.centerhealthnurse.com/centerhealth.html. Diakses dari Tanggal 29 April 2015
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi Keempat. Jakarta: EGC
Wiliam’s. (2005). Basic Nutrition dan Diet Therapy. China : Elsevier Mosby
Academy of Nutrition and Dietetics. (2010). Disorders of lipid metabolisme. Evidence Analysis Library. http://andevidencelibrary.com/topic.cfm?cat=3582&auth=1. Diakses pada tanggal 01 Mei 2015
Sutandyo, N. (2007). Nutrisi Pada Pasien Kanker Yang Mendapat Kemoterapi. Indonesian Journal of Cancer 4, 144-148. http://www.indonesianjournalofcancer.or.id/e journal/index.php/ijoc/article/view/28/21. Diakses pada tanggal 04 Mei 2015
Kawaguchi et al. (2004). Development of a Telenursing System for Patient With Chronic Condition. Journal of Telemedcine and Telecare;10: 239-244. www.proquest.com. Diakses pada tanggal 05 Mei 2015
Tavsanli, N.G., Karadokovan, A., and Saygili, F. (2013). The use of videophone technology (telenursing) in the glycaemic control of diabetic patients: a randomized controlled rial. Journal of Diabetes Research & Clinical Metabolism. http://www.hoajonline.com/journals/pdf/2050-0866-2-1.pdf. Diakses pada tanggal 06 Mei 2015