BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.1.1
Pengertian Pemasaran Konsep
pemasaran
digunakan
dalam
kegiatan
pertukaran
atau
perdagangan pemasaran. Pemasaran merupakan salah satu aktivitas yang dapat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan. Tujuan aktivitas pemasaran adalah untuk meningkatkan penjualan yang dapat menghasilkan laba denga cara memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Perusahaan berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhan konsumen akan produk dan jasa akan memperoleh keuntungan dari proses pertukaran tersebut. Menurut Philip Kotler dan Keller (2007;6) mendefinisikan pemasaran adalah sebagai berikut: “Pemasaran adalah suatu proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.” Pengertian Manajemen Pemasaran menurut Dr. Herry Achmad Buchory, S.E, MM (2010 : 5) adalah: “Mananjemen pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi, dan dan distribusi gagasan, barang, dan jasa untuk menghasilkan pertukaran yang memuaskan individu dan memenuhi tujuan organisasi”. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan membuat, menawarkan, dan secara bebas menukarkan produk atau jasa yang mempunyai nilai untuk memuaskan konsumen dan berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang menggunakan prinsip pemberian harga, promosi hingga mendistribusikan barang atau jasa kepada konsumen untuk mencapai sasaran serta tujuan organisasi.
2.1.2
Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen
pemasaran memegang peranan
penting dalam
perusahaan karena manajemen pemasaran mengatur semua kegiatan pemasaran. Manajemen pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) yang dikutip oleh Philip Kotler dan Keller (2007;6) mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai berikut : sasaran dengan konsumen
“Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan konsumen menciptakan, menyerahkan, dan mengkomunikasikan nilai yang unggul”. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen
pemasaran adalah proses mengelola pertukaran melalui perencanaan, pengarahan dan pengawasan, sehingga konsumen merasa puas dan perusahaan mendapat keuntungan.
2.1.3
Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan bagian dari aktivitas pemasaran
yang mempunyai peranan cukup penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Dibawah ini dikemukakan beberapa definisi bauran pemasaran menurut beberapa ahli : Menurut Kotler dan Amstrong (2008;23) yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran, bauran pemasaran didefinisikan sebagai : “Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respons yang digunakannya di pasar sasaran”.
Menurut Alma (2007;25) bauran pemasaran adalah sebagai berikut : “Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatankegiatan
marketing,
mendatangkan
agar
dicari
kombinasi
hasil paling memuaskan”.
maksimal
sehingga
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran (marketing mix) merupakan perpaduan dari variabel-variabel pemasaran yang terkait dan dapat dikendalikan serta dikombinasikan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga perusahaan tersebut mencapai tingkat keberhasilan. Eelemen dari bauran pemasaran menurut Kotler dan Armstrong yang dialih bahasakan oleh Bob Sabran (2008;62-63) diklasifikasikan menjadi 4P yaitu (product, Price, Place, Promotion). Adapun pengertian dari masingmasing bauran pemasaran adalah sebagai berikut : 1. Produk (Product) Produk berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. 2. Harga (Price) Harga adalah jumlah yang harus dibayarkan konsumen untuk memperoleh produk. 3. Tempat (Place) Tempat meliputi kegiatan perusahaan yang membuat produk dan membujuk konsumen membelinya. 4. Promosi (Promotion) Promosi berarti aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk konsumen membelinya.
Sedangkan menurut Tjiptono (2007;145) di dalam perusahaan jasa bauran pemasaran ditambah menjadi 7P , adapun 3P tambahannya yaitu: 5. Orang (People) Perusahaan dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dan berhubungan dengan konsumen, daripada karyawan pesaingannya. 6. Lingkungan Fisik (Phsycal Evidence) Perusahaa jasa dapat mengembangkan lingkungan fisik yang atraktif.
7. Proses (Process) Perusahaan jasa dapat merancang proses penyampaian jasa yang superior, misalnya home banking yang dibentuk oleh banking tertentu.
2.2 Jasa 2.2.1
Pengertian Jasa Dalam pemasaran terdapat pula dua macam pemasaran, yaitu pemasaran
produk dan pemasaran jasa. Pemasaran pada mulanya berkembang dari penjualan produk fisik, sementara itu pertumbuhan jasa yang luar biasa mendorong timbulnya perhatian pada industri jasa. Beberapa definisi jasa menurut para ahli adalah: Menurut Philip Kotler (2005;111) menyatakan bahwa: “Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik”. Sedangkan menurut Valarie A. Zeithaml dan Mary Jo. Bitner yang dikutip dan dialih bahasa oleh Alma dalam bukunya Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (2007;243) : “Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud”. Dari definisi tersebut Kotler menyatakan bahwa jasa pada dasarnya merupakan suatu yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam memproduksi suatu jasa dapat menggunakan bantuan suatu produk fisik tetapi bisa juga tidak. Disamping itu juga jasa tidak mengakibatkan peralihan hak suatu barang secara fisik atau nyata, jadi jika seseorang pemberi jasa memberikan jasanya kepada orang lain, maka tidak ada perpindahan hak milik secara fisik.
2.2.2
Karakteristik Jasa Jasa memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya dari
produk
berupa
barang
dan
berdampak
pada
strategi
mengelola
dan
memasarkannya. Karakteristik jasa menurut Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2005;112) :
1. Tidak Berwujud (Intangibility) Berbeda dari produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum dibeli. Orang yang menjalani operasi wajah tidak dapat melihat hasil yang sesunggunya sebelum ia membeli jasa tersebut, dan pasien di ruang praktik psikiater tidak dapat mengetahui hasil yang sesungguhnya. 2. Tidak Terpisahkan (inseparability) Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Hal ini tidak berlaku bagi barang-barang fisik, yang diproduksi, disimpan sebagai persediaan, didistribusikan melalui banyak penjual, dan dikonsumsi kemudian. 3. Bervariasi (Variability) Jasa sangat bervariasi, tergantung pada siapa yang menyediakan, kapan dan dimana diberikan. 4. Tidak Tahan Lama (Perishability) Jasa tidak dapat disimpan. Sifat jasa yang mudah rusak (perishability) tersebut tidak akan menjadi masalah apabila permintaan tetap berjalan lancar. Jika permintaan berfluktuasi, perusahaan-perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit.
Jadi dari pendapat Philip Kotler di atas, dapat disimpulkan bahwa jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang berwujud. Hal ini berakibat bahwa dalam pemasarannya jasa akan memerlukan penanganannya yang berbeda.
2.2.3
Klasifikasi Jasa Secara garis besar, klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan
tujuh kriteria (Lovelock, 1987, dalam Evans dan Berman, 1990) yang dikutip oleh Tjiptono (2006;8) yaitu:
1. Segmen Pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditujukan pada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, katering, jasa tabungan dan pendidikan) dan jasa kepada pelanggan organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan, dan jasa konsultan manajemen). Perbedaan utama diantara kedua segmen bersangkutan terletak pada alasan dan kriteria spesifik dalam memilih jasa dan penyedia jasa, kuantitas jasa yang dibutuhkan, dan kompleksitas pengerjaan jasa yang diperlukan. 2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility) Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen. Berdasarkan kriteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Rent Goods Service Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu spesifik. Contohnya penyewaan mobil, video game, villa, dan apartemen. Owned Goods Service Pada owned goods service, produk-produk yang dimiliki konsumen direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjanya, atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. Contohnya jasa reparasi arloji, mobil, sepeda motor, komputer dan lain-lain). Non Goods Service
Karakteristik khusus pada jenis adalah personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. Contohnya supir, baby sitter, dosen, tutor, pemanadu wisata, ahli kecantikan, dan lain-lain. 3. Keterampilan Penyedia Jasa Berdasrkan tingkat keterampilan penyedia jasa, terdapat dua tipe pokok jasa yaitu profesional service (seperti dosen, konsultan manajemen, konsultan hukum, pengacara, konsultan perpajakan, konsultan sistem informasi, dokter, fotografer profesional, akuntan, psikolog, perawat dan arsitek) dan non professional service (seperti jasa supir taksi, tukang parkir, pengantar surat, pengangkut sampah, pembantu rumah tangga dan penjaga malam). 4. Tujuan Organisasi Jasa Berdasrkan
tujuan
organisasi,
jasa
dapat
dibagi
menjadi
commercial service atau profit service (misalnya: penerbangan, bank dan jasa parsel)
dan non-profit service (misalnya: sekolah, panti asuhan,
perpustakaan dan museum.) 5. Regulasi Dari aspek regulasi jasa dapat dibagi menjadi regulated service (misalnya pialang, angkutan umum, dan perbankan) dan non regulated service (seperti makelar, katering, dan pengecatan rumah). 6. Tingkat Intensitas Karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu equipment based service seperti cuci mobil otomatis dan ATM (Automatic Teller Machine) dan people baesd service seperti satpam dan jasa akuntan. 7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi high contact service (seperti: universitas, bank, dokter dan pegadaian) dan low contact service (misalnya: bioskop).
2.2.4
Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa Perusahaan jasa sangat bervariasi dan kompleks, karena banyak
elemen yang mempengaruhinya seperti sistem internal organisasi, lingkungan fisik, iklan dan komentar dari mulut ke mulut. Ada beberapa startegi pemasaran yang dapat diterapkan perusahaan jasa seperti yang dikemukakan oleh Gronroos yang dikutip oleh Kotler (2005;117) yaitu: 1. Pemasaran Eksternal Menggambar pekerjaan bisa untuk menyiapkan, menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa tersebut kepada konsumen. 2. Pemasaran Internal Menggambarkan pekerjaan untuk melatih dan memotivasi karyawannya untuk melayani konsumen dengan baik. 3. Pemasaran Interaktif Menggambarkan kemampuan karyawan dalam melayani klien. Karena klien tersebut menilai jasa bukan hanya berdasarkan mutu teknisnya tetapi juga berdasarkan mutu fungsionaly.
Gambar 2.1 Tiga Jenis Pemasaran dalam Industri Jasa Perusahaan
Pemasaran Internal
Karyawan
Pemasaran Eksternal
Pemasaran interaktif
Sumber : Gronroos dikutip oleh Kotler (2005:118)
Pelanggan
2.3
Kualitas Jasa
2.3.1 Pengertian Kualitas Jasa Kualitas suatu produk atau pelayanan perlu mendapat perhatian besar dari manajer, karena kualitas mempunyai hubungan langsung dengan kemampuan bersaing dan tingkat keuntungan serta keberhasilan yang diperoleh suatu perusahaan. Pengertian kualitas jasa menurut Wykof yang dikutip oleh Tjiptono (2006:59) yaitu: “kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan”.
Sedangkan menurut ISO 9000 yang dikutip oleh Rambat dan Hamdani (2006;175) yaitu: “degree to which a set of inherent characteristic fulfils reqirement” (derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan). Persyaratan dalam hal ini adalah “need or expectation that is stated” Sedangkan menurut Lovelock-Wright (2007;96) yaitu sebagai berikut : “Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif evaluasi kognitif jangka panjang
pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan”.
Konsumen akan memberikan penilaian mengenai tingkat pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Jadi kualitas pelayanan merupakan penilaian konsumen mengenai tingkat pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2004;52) ada lima macam perspektif kualitas yang berkembang. Kelima perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas dapat diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. Adapun kelima macam perspektif
tersebut adalah: 1. Trancendental Approach Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellent dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan. 2. Product Based Approach Pendekatan
ini
menganggap
bahwa
kualitas
merupakan
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. 3. User Based Approach Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya preceived quality) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. 4. Manufacturing Based Approach Perspektif ini bersifat supply based dan terutama memperhatikan prakti-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan (conformance to requirement). Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan di perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya. 5. Value Based Approach Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai “Affordable Excellent”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat realtif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best buy).
2.3.2
Faktor-faktor yang Menentukan Penilaian Kualitas Pelayanan Salah satu cara utama membedakan sebuah perusahaan jasa adalah
memberikan jasa berkualitas tinggi dari pesaing secara konsisten. Dan kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan kualitas jasa konsumen. Terdapat lima dimensi kualitas jasa menurut Parasuraman et. Al yang dikutip oleh Rambat Lupiyoadi dan A. Hamdani dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran Jasa (2006 : 182) yaitu : 1. Berwujud (tangible) Yaitu
kemampuan
suatu
perusahaan
dalam
mewujudkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. 2. Kehandalan (reliability) Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan konsumen yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Ketanggapan (responsiveness) Yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada konsumen, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Jaminan dan Kepastian (assurance) Yaitu pengetahuan, kesopan-santunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para konsumen kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain: komunikasi
(communication),
kredibilitas
(credibility),
keamanan
(security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). 5. Empati (empathy) Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para konsumen dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang konsumen, memahami kebutuhan konsumen secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi konsumen.
2.3.3
Model Kualitas Jasa Menurut Berry, Prasasuraman, dan Zeithaml yang dikutip oleh
Tjiptono (2006;80-82) mengungkapkan model kualitas jasa yang diperlukan pada industri jasa. Pada model tersebut mengidentifikasikan lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa. Adanya kesenjangan–kesenjangan yang dapat mengakibatkan ketidakberhasilan pada saat penyerahaan jasa. Kelima Gap/kesenjangan tersebut yaitu : 1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para konsumen secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya di desain, dan jasa-jasa pendukung sekunder apa saja yang diinginkan konsumen. Contohnya pengelola catering mungkin mengira para konsumennya lebih mengutamkan ketepatan waktu pengantaran makanannya, padahal para konsumen tersebut mungkin lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan. 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh konsumen, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu secara jelas. Hal ini dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total
manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya atau karena adanya kelebihan permintaan. Sebagai contoh: manajemen suatu bank meminta para staffnya agar memberikan pelayanan secara tepat cepat tanpa menentukan standar atau ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat. 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa penyampaian jasa. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya gap ini, misalnya : karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar yang kadang kala saling bertentangan satu sama lain, misalnya: para juru rawat diharuskan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah pasien, tetapi di sisi lain mereka juga harus melayani para pasien dengan cepat. 4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Seringkali harapan konsumen dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. Misalnya brosur suatu lembaga pendidikan menyatakan bahwa lembaganya merupakan yang terbaik, memiliki sarana kuliah, praktikum dan perpustakaan lengkap, dan staf pengajarnya profesional. Akan tetapi saat konsumen datang dan merasakan bahwa ternyata fasilitas praktikum dan perpustakannya biasa-biasa saja (hanya memiliki beberapa kuliah, jumlah komputer relatif sedikit, judul dan eksemplar buku terbatas), maka sebenarnya komunikasi eksternal yang dilakukan lembaga pendidikan tersebut telah mendistorsi harapan konsumen dan menyebabkan terjadinya, persepsi negatif terhadap kualitas jasa lembaga tersebut. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan diharapkan. Gap ini terjadi apabila konsumen mengukur kinerja prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan atau bisa juga keliru memprestasikan kualitas jasa tersebut. Misalnya: seorang dokter bisa saja terus mengunjungi pasiennya
untuk
menunjukkan
perhatiannya.
Akan
tetapi
pasien
dapat
menginterprestasikannnya sebagai suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres berkenaan dengan penyakit yang dideritannya Gambar 2.2 Model Kualitas Jasa
Sumber : Parasuraman, A., et al,. “A Conceptual Modal Of Service Quality and Its Implications For Future Research. ”Journal of Marketing, Vol. 49, p.44.
2.3.4
Prinsip - Prinsip Kualitas Jasa Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang
konsklusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan jasa. Keenam
prinsip
tersebut
sangat
bermanfaat
dalam
membentuk
dan
mempertahankan lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitasa secara berkesinambungan dengan didukung oleh pemasok, karyawan, dan pelanggan. Enam prinsip pokok tersebut menurut Wolkins (dalam Scheuing dan Christoper, 1993) yang dikutip oleh Tjiptono (2006;75) : 1. Kepemimpinan Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan. 2. Pendidikan Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek – aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai startegi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas. 3. Proses perencanaan harus mencangkup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visinya. 4. Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasi. Proses yang merupakan suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
5. Komunikasi Implementasi startegi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan karyawan, pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain. 6. Penghargaan dan pengakuan (Total Human Reward) Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja, rasa bangga, dan rasa kepemilikan setiap orang dalam berorganisasi, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.3.5
Faktor-faktor Penyebab Kualitas Jasa yang Buruk Tjiptono ( 2006;85) mengungkapkan ada berbagai fungsi macam faktor
yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk. Faktor-faktor tersebut meliputi : 1. Produksi dan komunikasi yang terjadi secara simultan Salah satu karakteristik jasa yang penting adalah inseparability. Artinya jasa diproduksi dan dikomunikasikan pada saat bersamaan. Dengan kata lain dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran dan partisipasi pelanggan. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan interaksi produsen dan konsumen jasa. Beberapa kekurangan yang mungkin ada pada karyawan pemberi jasa dan dapat berpengaruh terhadap persepsi pelanggan pada kualitas jasa misalnya : Tidak terampil dalam melayani pelanggan Tutur katanya kurang sopan atau bahkan menyebalkan 2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi keterlibatan tenaga kerja yang insentif dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah pada kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi.
Hal-hal yang bisa mempengaruhinya adalah upah rendah, pelatihan yang kurang memadai atau bahkan tidak sesuai, tingkat turnover karyawan yang tinggi, dan lain-lain. 3. Dukungan terhadap pelanggan internal (pelanggan perantara) kurang memadai. karyawan frontline merupakan ujung tombak dari sistem jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif, maka mereka perlu mendapatakan dukungan dari fungsi-fungsi utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia). Dukungan tersebut bisa berupa peralatan (perkakas, material, pakaian seragam), pelatihan kererampilan, maupun informasi ( misalnya prosedur operasi). Selain itu tidak kalah pentingnya adalah unsur pemberdayaan, baik terhadap karyawan frontliner maupun para manajer. 4. Kesenjangan- kesenjangan komunikasi Tidak dapat dipungkiri
lagi bahwa
komunikasi merupakan faktor yang
sangat esensial dalam kontak dengan pelanggan. Bila terjadi gap/ kesenjangan dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa. 5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Pelanggan adalah manusia yang bersifat unik, karena mereka memilki perasaan dan emosi. Dalam hal interaksi dengan pemberi jasa, tidak sama pelangggan bersedia menerima pelayanan/ jasa yang seragam (standardized service). Hal ini menimbulkan tantangan bagi perusahaan agar dapat memahami
kebutuhan-kebutuhan
khusus
pelanggan
individual
dan
memahami perasaan pelanggan sehubungan dengan pelayanan perusahaan kepada mereka. 6. Perluasaan atau pengembangan jasa secara berlebihan Di satu sisi, memperkenalkan jasa baru atau memperkaya jasa lama dapat meningkatkan peluang pemasaran dan menghindari terjadinya pelayanan yang buruk. Akan tetapi bila terlampau banyak menawarkan jasa baru dan tambahan terdapat jasa yang sudah ada, maka hasil yang diperoleh tidaklah
selalu optimal, bahkan tidak tertutup kemungkinan timbul masalah-masalah seputar standar kualitas jasa. 7. Visi bisnis jangka panjang Visi jangka pendek bisa merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan cara mengurangi jumlah kasir menyebabkan semakin panjanganya antrian di bank tersebut.
2.4
Kepuasan Konsumen
2.4.1 Pengertian Kepuasan Konsumen Hasil dari suatu jasa yang ditawarkan peusahaan adalah penilaian konsumen. Penilaian yang berasal dari konsumen ini adalah akibat yang dirasakannya. Maka dalam mencari sampai sejauh mana konsumen merasa puas atas pelayanan yang ditawarkan oleh perusahaan, tidak terlepas dari sesuatu yang diharapkan konsumen dengan kenyataan yang diterimanya setelah melakukan pembelian, konsumen akan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan. Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen. Menurut Kotler keller (2007:177) kepuasan adalah: “Perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan”.
Sedangkan pengertian kepuasaan menurut Engel, et al ( 1990) yang dikutip Fandy Tjiptono (2006;146) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Jasa adalah: “Kepuasaan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan.”
Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Kepuasan konsumen terhadap suatu produk ataupun jasa, sebenarnya sesuatu yang sulit untuk didapat jika perusahaan jasa atau industri tersebut tidak benar-benar mengerti apa yang diharapkan oleh konsumen. Untuk produk atau jasa dengan kualitas yang sama, dapat memberikan tingkat kepuasan yang berbeda-beda bagi konsumen yang berbeda. Oleh karena itu, suatu perusahaan harus selalu memperhatikan kualitas produk maupun jasa yang diberikan kepada konsumen. Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah ia mengkonsumsi produk yang ia beli. Secara konseptual, kepuasan konsumen dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan gambar 2.3 di bawah ini :
Gambar 2.3 Konsep Kepuasan Konsumen
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan Konsumen
Produk
Harapan Konsumen Terhadap Produk
Nilai Produk Bagi Konsumen
Tingkat Kepuasan Konsumen
Sumber : Fandi Tjiptono (2006), Manajemen Jasa.
2.4.2
Strategi Kepuasan Konsumen Upaya mewujudkan kepuasaan konsumen bukanlah hal yang
mudah. Namun upaya perbaikan atau penyempurnaan kepuasaan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Pada prinsipnya startegi kepuasaan konsumen akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya berebut konsumen suatu perusahaan. Menurut Tjiptono (2006;160) ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk dapat meningkatkan kepuasaan konsumen, diantaranya : 1. Relation marketing Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan konsumen berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus menerus sehingga diharapkan dapat terjadi bisnis ulangan (repeat business). 2. Strategi superior customer service Perusahaan yang menetapkan strategi ini berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul dari pada pesaingnya. Untuk mewujudkannya dibutuhkan kemampuan sumber daya manusia, dan usaha yang gigih. Meskipun demikian, melalui pelayanan yang lebih unggul, perusahaan yang bersangkutan dapat membebankan harga yang lebih tinggi pada jasanya. Akan ada kelompok konsumen yang tidak keberatan dengan harga yang mahal tersebut. Selain itu perusahaan dengan pelayanan superior akan meraih laba dan tingkat pertumbuhan yang lebih besar daripada pesaingnnya yang memberikan pelayanan interior. 3. Strategi Unconditional Guarantees/ Extraordinari Guarantees Untuk
meningkatkan
kepuasaan
konsumen,
perusahaan
jasa
dapat
mengembangkan agremented service terhadap core service-nya, misalnya dengan merancang generasi tertentu atau dengan memberikan pelayanan purnajual yang baik. Pelayanan purnajual ini harus pula menyediakan media yang efesien dan efektif untuk menangani keluhan. Meskipun hanya membiarkan konsumen melepaskan emosinya, itu sudah cukup baik. Minimal persepsi terhadap kepuasan dan kewajaran akan meningkat jika perusahaan
mengakui kesalahannya dan menyampaikan permohonan maaf, serta memberikan semacam ganti rugi yang berharga bagi konsumen. 4. Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang konsumen yang tidak puas menjadi konsumen yang puas (atau bahkan pelanggan „abadi‟). Manfaat lainnya adalah (Mudie dan Cottam,1993) : Penyedia
jasa
memperoleh kesempatan
lagi
untuk memperbaiki
hubungannya dengan pelanggan yang kecewa. Penyedia jasa bisa terhindar dari publisitas negatif Hasil penelitian menunjukan bahwa seorang pelanggan yang tidak puas akan menceritakan pengalamannya kepada 8 – 10 orang lain (keluarga, teman, dan sejawat). Dengan demikian citra buruk jasa perusahaan dengan mudahnya berkembang diantara mereka, dan ini sangat merugikan perusahaan. Meskipun demikian, pada saat ini mulai banyaknya perusahaan yang dengan berbagai cara mencoba mendorong pelanggan menyampaikan ketidakpuasannya pertama kali kepada perusahaan, sehingga bisa diatasi sebelum tersebar luas. Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanan saat ini. Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya. Karyawan dapat
termotivasi
untuk memberikan pelayanan
yang
berkualitas lebih baik.
2.4.3
Pengukuran Kepuasan Konsumen Menurut Kotler yang dikutip oleh Tjiptono (2006:148-150) ada beberapa
metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan konsumen, yaitu : 1. Sistem keluhan dan saran Setiap perusahaan yang berorientasi pada konsumen (customer oriented) perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang timbul. 2. Survei kepuasan konsumen Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari konsumen dan sekaligus juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. 3. Ghost shopping Metode ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai konsumen / pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. 4. Lost customer analysis Perusahaan berusaha menghubungi para konsumennya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen.
2.5
Hubungan Kualitas Jasa Terhadap Kepuasan Konsumen Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa jasa tidak nyata (intangible) dimana
jasa tersebut tidak dapat dirasakan, dilihat, diraba sebelum membeli. Dengan demikian konsumen akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa (pelayanan) tersebut melalui orang lain. Sudah menjadi tugas para penyedia jasa untuk “membuktikan” atau “menyatakan yang tidak nyata” dari produk yang ditawarkan. Sesuatu yang dapat memberikan bukti fisik dan citra dari penawaran abstrak mereka, sehingga konsumen dapat merasakan jasa-jasa (pelayanan) yang diberikan perusahaan untuk kemudian
dievaluasi oleh konsumen, apakah jasa tersebut sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Dengan terciptanya kepuasan konsumen maka akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak antara lain membina hubungan yang harmonis antara konsumen dengan perusahaan Tjiptono (2004;32). Apabila perusahaan bisa memberikan kualitas pelayanan yang baik maka pelanggan pun akan merasa puas, maka mereka akan melakukan konsumsi yang sama dengan yang sebelumnya atau melakukan konsumsi yang baru atau pemakaian jasa yang lebih besar lagi, sehingga hubungan dengan konsumen untuk jangka panjang dan tahan lama akan tercapai. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap kualitas jasa yang ada, maka konsumen tersebut akan meninggalkan perusahaan untuk mencari dan mencoba jasa dari perusahaan lain dan kemudian membandingkannya atau mereka benar-benar pergi meninggalkan perusahaan dan tidak ingin kembali lagi. Suatu hal yang perlu diketahui adalah jika para konsumen melepas diri karena merasa tidak puas, maka mereka bisa menyebarkan image buruk yang beredar dari mulut ke mulut tentang perusahaan sehingga berakibat kerugian ekonomi yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu maka kualitas jasa sangat berpengaruh terhadap kepuasan konsumen.