BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Paduan Intermetalik 2.1.1 Definisi Salah satu jenis material yang menjadi perhatian para peneliti adalah material untuk kebutuhan dalam kondisi temperatur tinggi. Dalam lingkungan dengan temperatur tinggi, beberapa sifat material yang khas diperlukan. Sifat-sifat material yang diperlukan untuk penggunaan dalam temperatur tinggi itu diantaranya adalah[7] :
1. Titik lebur tinggi Titik lebur material harus melebihi temperatur operasi 2. Stabilitas struktur mikro Struktur mikro menunjukan sifat-sifat dari paduan logam. Kestabilan struktur mikro menunjukan kestabilan sifrat paduan tersebut 3. Ketahanan lingkungan Ketahanan terhadap lingkungan operasi diperlukan karena beberapa kondisi memerlukan suatu karakter yang spesifik untuk material, mengurangi proses pabrikasi dan perawatan, serta untuk menghemat biaya 4. Ketahanan creep Creep atau perayapan adalah deformasi terus menerus pada beban konstan di bawah tegangan luluhnya. Ketahanan perayapan ini biasanya menjadi hal sangat diperhatikan dalam material untuk penggunaan dalam temperatur tinggi. 5. Ketahanan lelah (fatigue dan thermal fatigue) Diperlukan untuk perlakuan siklik (termal dan mekanik).
Bab II Tinjauan Pustaka
5
Sebenarnya jenis material yang paling cocok untuk lingkungan dengan temperatur tinggi adalah superalloy atau paduan super. Hanya saja paduan super ini tergolong mahal dari segi proses pembuatan maupun dari material-material yang di tambahkan ke dalam paduan. Keadaan ini menjadi pemicu bagi para peneliti untuk mengembangkan penelitian pada paduan intermetalik.
Salah satu cara mendesain paduan agar dapat membentuk senyawa intermetalik adalah dengan mengatur komposisi unsur-unsur pemadu, sehingga kekerasan dan keuletan dari paduan yang diharapkan bisa mencapai kondisi optimalnya masingmasing.
Pemaduan Fe-Ni dengan Al akan menghasilkan fasa-fasa intermetalik FeAl, Fe3Al, dan NiAl. Paduan Intermetalik memiliki kelebihan yang menyebabkan paduan ini mendapat perhatian lebih oleh para peneliti, diantaranya : 1. Memiliki kekuatan tinggi pada kondisi operasi temperatur tinggi 2. Ketahanan oksidasinya meningkat sejalan dengan peningkatan kadar alumunium. 3. Memiliki struktur kristal order yang menyebabkan paduan ini memiliki ketahanan creep yang tinggi pada temperatur tinggi.
2.1.2 Analisis Fe, Ni, dan Al Komposisi paduan dipilih berdasarkan pada beberapa kriteria : Fe sebagai logam dasar adalah untuk mengurangi biaya pembuatan paduan karena Fe mempunyai harga yang relatif murah. Penambahan Ni yang mencukupi adalah untuk memastikan komposisi mikrostruktur terdiri dari fasa β’ dan FCC fasa γ yang rendah difusifitasnya dibanding BCC fasa α. Sedangkan Al untuk memastikan volume fraksi yang besar dari fasa ductile untuk mendapatkan keuletan dan ketangguhan yang cukup. Fasa β , β’ , dan γ’ dalam Fe-Ni-Al mempunyai sifat umum yang rendah nilai densitasnya dan mempunyai karakter yang baik untuk pemakaian di temperatur
Bab II Tinjauan Pustaka
6
tinggi seperti kekuatan, ketahanan oksidasi, dan konduktivitas panas. Paduan FeNi-Al mempunyai potensi untuk mengkombinasikan kekuatan pada temperatur ruang dan ductility-nya serta berpotensi juga untuk penggunaan pada temperatur tinggi dikarenakan fasa Ni3Al. Diagram terner Fe-Ni-Al (% berat) ditunjukan pada Gambar II.1 sedangkan untuk diagram terner Fe-Ni-Al (% atom) ditunjukan pada Gambar II.2. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, struktur mikro yang kemungkinan terlihat melalui mikroskop optik ditunjukan pada Gambar II.3
Gambar II.1 Diagram terner Fe-Ni-Al (% berat)[5]
Bab II Tinjauan Pustaka
7
Gambar II.2 Diagram terner Fe-Ni-Al (% atom)[5]
Gambar II.3 Struktur mikro paduan Fe-Ni-Al[5]
Bab II Tinjauan Pustaka
8
2.1.3 Paduan Fe-Ni Pengembangan superalloy Fe-Ni didasarkan pada baja tahan karat austenitik. Paduan logam ini memiliki variasi komposisi yang menyediakan beberapa penguatan, seperti penguatan larutan padat (solid solution strengthening), penguatan karena endapan (precipitation strengthening) dan penguatan batas butir (grain boundary strengthening).
Unsur-unsur pemadu biasanya ditambahkan pada paduan Fe-Ni untuk memperbaiki sifat-sifat paduan ini. Kromium dan alumunium ditambahkan untuk meningkatakan
ketahanan
oksidasi,
molybdenum
dan
tungsten
untuk
meningkatkan kekuatan paduan melalui mekanisme solid-solution strengthening. Titanium dan alumunium ditambahkan untuk membentuk senyawa intermetalik dengan nikel dan memberikan efek penguatan melalui mekanisme precipitation strengthening. Fasa-fasa yang bisa terbentuk pada paduan Fe-Ni ditunjukan melalui diagram fasa biner Fe-Ni pada Gambar II.4
Paduan dasar Fe-Ni dapat dibagi menjadi 4 kelas menurut komposisi dan mekanisme penguatannya, yaitu sebagai berikut[4] : 1. Paduan yang diperkuat oleh endapan γ’ yang order. Lebih jauh paduan ini dibagi menjadi dua : a. Paduan kaya Fe dengan kandungan Ni yang relatif rendah (sekitar 25%), dan mengandalkan penambahan Ti (<2 wt%) untuk membentuk endapan penguat. b. Paduan kaya Ni (Ni>40wt%) dengan penguatan larutan padat yang cukup tinggi dan fraksi volume endapan penguat yang relatif besar. 2. Paduan kaya ni dengan mengandalkan penguatan fasa kedua γ’ (Ni3Cb) 3. Paduan kaya Fe dari sistem Fe-Ni-Co yang diperkuat oleh γ’. Dalam paduan ini unsur penstabil Ferit Cr dikurangi untuk meningkatkan kestabilan austenitnya. Resiko dari pengurangain ini adalah menurunnya ketahanan oksidasi 4. Paduan yang mengandalkan penguatannya pada karbida, ditrida, dan borida
Bab II Tinjauan Pustaka
9
Gambar II. 4 Diagram fasa Fe-Ni[3]
2.1.4 Paduan Fe-Al Paduan Fe dari paduan Fe-Al digunakan cukup luas karena kombinasi yang baik dari sifat-sifat mekanik dan magnetik. Disamping aplikasi sebagai material fungsional paduan Fe-Al juga atraktif untuk diaplikasikan sebagai struktur karena memiliki ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan besi, ketahanan korosi yang tinggi dan tidak mahal. Paduan biner Fe-Al dengan kandungan Al yang cukup akan menghasilkan dua fasa order, yaitu DO3 (Fe3Al) dan B2 (FeAl).
Fasa Fe3Al stabil pada temperatur yang lebih rendah, sedangkan fasa Fe-Al stabil pada temperatur yang lebih tinggi untuk kandungan Al<35%at. Pada temperatur tinggi, paduan Fe-Al akan membentuk larutan padat dengan struktur kristal BCC yang disordered. Besi dan alumunium dapat membentuk senyawa intermetalik dengan sifat yang berbeda-beda yang tergantung terhadap kandungan Al. Dari
Bab II Tinjauan Pustaka
10
diagram biner Fe-Al pada Gambar II.5, empat fasa yang berbeda akan terbentuk, yaitu[4] : 1. fasa α-fe (A2), larutan padat yang disordered dengan struktur kristal BCC dan Al dapat terlarut sampai dengan konssentrasi 20%at pada temperature kamar 2. fasa γ-fe, larutan padat yang disordered dengan struktur kristal FCC dan Al hanya dapat larut sampai dengan konsentrasi >1,3%at 3. fasa ordered FeAl dengan struktur kristal kubik (B2) mirip seperti CsCl dan pembentukannya berasal dari transformasi α -fe 4. fasa ordered Fe3Al dengan struktur kristal seperti BiF3 (DO3) dan pembentukannya melalui transformasi dari fasa FeAl.
Besi aluminide dengan fasa Fe3Al dan FeAl cukup menarik untuk dikembangkan menjadi kandidat sebagai material temperatur tinggi. Material ini sangat ekonomis dan mempunyai ketahanan aus yang baik, dan juga memiliki ketahanan oksida, sulfidisasi dan korosi yang sangat baik.
Paduan intermetalik Fe3Al merupakan material yang menjanjikan untuk digunakan pada temperatur tinggi karena cost yang rendah, ketahanannya meningkat dengan meningkatnya temperatur selama masih dibawah temperatur 600 oC, disamping ketahanan oksidasi dan sulfidisasi yang sangat baik. Namun, karena sifat duktilitasnya yang buruk menyebabkan paduan ini kurang dapat digunakan sebagai material struktur. Masalah ini kemudian diatasi dengan menambahkan
Cr,
proses
termomekanik
atau
perlakuan
permukaan.
Perkembangan besar telah dilakukan dalam penelitian tentang paduan intermetalik Fe3Al dalam 10 tahun terakhir. Semua yang dilakukan tersebut bertujuan untuk mengembangkan paduan intermetalik Fe3Al secara intensif.
Bab II Tinjauan Pustaka
11
Gambar II.5 Diagram fasa Fe-Al[3]
Oksida-oksida
yang
terbentuk
selama
proses
oksidasi
yaitu
Fe2O3/
FeAl2O4/Al2O3. Dengan peningkatan kandungan alumunium dalam paduan akan menyebabkan semakin mudahnya pembentukan lapisan protektif Al2O3 dan akan menyebabkan paduan yang dihasilkan semakin tahan terhadap oksidasi pada temperatur tinggi. Penambahan unsur-unsur lain umumnya bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik dari material, seperti kekuatan, ductility, ketahanan terhadap creep ataupun ketahanan terhadap fatigue.
2.1.5 Paduan Ni-Al
Nikel dan paduan logam dasar nikel menjadi sangat penting penggunaannya dalam industri modern karena ketahanannya terhadap kondisi operasi yang dikenakan seperti di dalam lingkungan korosif, temperatur tinggi, tegangan yang berlebih, dan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Ada beberapa alasan yang menyebabkan nikel mempunyai kemampuan tersebut. Nikel murni memiliki sifat
Bab II Tinjauan Pustaka
12
ductile dan tangguh karena bentuk kristalnya FCC, nikel mempunyai ketahanan korosi pada atmosfer normal. Nikel adalah unsur yang serbaguna dan dapat dipadukan dengan banyak logam yang lain. Kelarutan padat yang sempurna antara nikel dan tembaga, kelarutan yang besar dengan besi, sehingga nikel dapat membuat banyak kemungkinan kombinasi paduan. Nikel merupakan logam dasar yang sangat baik untuk membuat paduan spesial. Fasa intermetalik dapat dibentuk antara nikel dengan beberapa pemadu yang akan menghasilkan paduan dengan kekuatan tinggi untuk pemakaian temperatur rendah maupun penggunaan pada temperatur tinggi. Penambahan unsur-unsur pemadu (Al dan Ti) mengakibatkan munculnya fasa γ’ [Ni(Al,Ti)] yang koheren sehingga dapat memberikan efek penguatan. Tetapi fasa γ dan fasa γ’ memiliki parameter kisi yang berbeda. Perbedaan ini menghasilkan regangan koheren yang dapat menghalangi pergerakan dislokasi sehingga menghasilkan
pengerasan
presipitat.
Unsur-unsur
seperti
kromium
dan
alumunium yang ditambahkan, bertujuan untuk meningkatkan proteksi terhadap hot corrosion dan oksidasi temperatur tinggi.
Prinsip utama yang penting yaitu bahwa semua material yang diekspos ke lingkungan temperatur tinggi secara kimia strukturnya dinamis dan tidak stabil. Fasa-fasa yang ada secara tetap bereaksi dan berinteraksi. Fasa-fasa yang dapat muncul berdasarkan diagram fasa biner Ni-Al yang ditunjukan melalui gambar II.6 yaitu matriks γ, endapan γ’ dan karbida[7].
a. Matrik Austenik (γ) Matriks austenik γ memiliki struktur kristal FCC (face centered cubic), merupakan larutan padat yang terdiri dari Ni sebagai unsur utama dan unsur terlarut. Dari analisa fasa paduan superalloy Ni yang kompleks disimpulkan bahwa unsur-unsur utama pembentuk larutan padat matriks γ adalah Co, Fe, Cr, Mo, W, V, Ti, dan Al. Unsur-unsur ini meningkatkan kekuatan paduan dengan
Bab II Tinjauan Pustaka
13
cara menghambat pergerakan dislokasi. Penguatan terjadi karena distorsi kisi dan perubahan modulus geser akibat adanya atom-atom terlarut.
b. Fasa Gamma Prime (γ’) Endapan senyawa A3B FCC (γ’) pada superalloy austenitik merupakan suatu senyawa yang sangat menguntungkan meskipun pada dasarnya kegunannya dibatasi pada matriks nikel tinggi. Pada dasarnya formula endapan γ’ ialah senyawa Ni3Al. Senyawa ini memiliki struktur kristal FCC dimana atom nikel menempati posisi bagian muka atom dan atom Al menempati posisi sudut (corner). Unsur-unsur yang lebih elektronegatif dari Al, seperti titanium, niobium, dan tantalum akan mensubtitusi unsur Al dalam struktur kristal Ni3Al. Sebaliknya unsur-unsur yang lebih elektropositif seperti besi, kobalt, akan mensubtitusi nikel. Berdasarkan diagram fasa biner Ni-Al pada Gambar II.6 terdapat dua jenis endapan γ’ (Ni3Al) yang mungkin terbentuk. Pertama, γ’ primer yang terbentuk melalui transformasi cair-padat baik sepanjang garis liquidus maupun melalui reaksi eutektik. Kedua, γ’ sekunder yang terbentuk melalui transformasi padat pada temperatur dibawah eutektik. Dalam paduan polikristalin, γ’ primer umumnya terdistribusi sepanjang dan sekitar batas butir. Sedangkan γ’ sekunder tersebut tersebar secara homogen didalam matriks dan memiliki distribusi ukuran relatif homogen.
c. Karbida Berbagai jenis karbida dengan struktur dan morfologi yang berbeda dapat muncul dalam superalloy nikel tergantung pada komposisi paduannya. Tiga jenis utama karbida yang sering muncul dalam superalloy nikel adalah MC, M23C, M6C, dimana M mewakili satu atau lebih logam. Perlakuan panas dan kondisi operasi juga dapat mempengaruhi timbulnya karbida karbida tersebut.
Bab II Tinjauan Pustaka
14
Gambar II.6 Diagram fasa Al-Ni Oksidasi paduan Ni-Al akan menghasilkan oksida oksida yang terbentuk antara lain kerak NiO/NiAl2O4/Al2O3.
2.1.6 Pengaruh Penambahan Al Pada Paduan Fe-Ni Penambahan Al dalam paduan Fe-Ni dimaksudkan untuk pembentukan fasa intermetalik sebagai artikel penguat. Oleh sebab itu, Al mempunyai peranan yang penting dalam pembuatan paduan
ini. Akan tetapi, Al dalam paduan ini
mempunyai batasan tertentu untuk menghindari paduan menjadi getas. Fasa fasa yang dapat terbentuk dalam paduan Fe-Ni-Al adalah FeAl, NiAl, dan Fe3Al yang merupakan fasa intermetalik. FeAl dan NiAl memiliki struktur kristal FCC (face centered cubic) sedangkan Fe3Al memiliki struktur BCC (body centered cubic). Selain itu, penambahan Al juga untuk meningkatkan ketahanan oksidasi paduan pada temperatur tinggi melalui pembentukan Al2O3 yang protektif dan stabil. Fasa intermetalik Fe3Al dan FeAl dalam paduan intermetalik alumida memiliki sifat
Bab II Tinjauan Pustaka
15
yang sangat baik pada temperature tinggi. Kedua paduan tersebut mempunyai ketahanan oksida yang baik karena mampu membentuk kerak oksida protektif Al2O3 pada temperature tinggi dan lingkungan yang korosif. Paduan intermetalik ini menunjukan laju korosi sulfidisasi yang lebih rendah daripada paduan dengan bahan dasar besi yang lain (termasuk yang telah di coating)
2.2 Pelelehan Pelelehan adalah proses dimana terjadi perubahan fasa dari padat menjadi cair. Pelelehan biasanya dilakukan untuk merubah bentuk logam dasar. Selain itu juga pelelehan bertujuan untuk menyatukan beberapa unsur menjadi satu paduan. Proses pelelehan memerlukan temperatur tinggi, sehingga suatu unsur bisa melalui titik lelehnya. Tanur adalah tempat untuk mendapatkan kondisi temperatur tinggi dan tempat melakukan tempat pelelehan.
Dari sudut pandang termodinamika, pada titik leleh, perubahan energi bebas gibs material adalah nol, karena entalpi dan entropi dari material meningkat. Fenomena pelelehan terjadi ketika energi bebas Gibbs dari cairan menjadi lebih rendah daripada kondisi padat material tersebut. Pada beberapa variasi tekanan, hal ini terjadi pada temperatur spesifik. Persamaannya adalah sebagai berikut :
Dari sudut pandang termodinamika, pada perubahan energi bebas Gibbs (ΔG) pada material adalah nol, karena entalpi (H) dan entropi (S) dari material meningkat (ΔH,ΔS > 0). Fenomena pelelehan terjadi ketika energi bebas Gibbs dari kondisi cairan material menjadi lebih rendah daripada kondisi solid ketika solid. Pada tekanan yang bervariasi hal ini terjadi pada temperatur yang spesifik. Hal ini dapat juga terlihat pada :
Bab II Tinjauan Pustaka
16
Dimana : T
= Temperature pada titik leleh
ΔS = Perubahan entropi pelelehan ΔH = Perubahan entalpi pelelehan
Pada proses pengecoran atau pemaduan, material yang dicor lebih dari satu unsur yaitu dalam keadaan paduan. Perbedaan karakteristik pembekuan paduan berbeda dengan logam murni adalah dalam hal : 1. Pembekuan paduan biasanya berlangsung dalam selang temperatur tertentu 2. Komposisi padatan yang terbentuk pada awal pembekuan berbeda dengan padatan yang terakhir membeku 3. Mungkin terbentuk lebih dari satu fasa padat yang terpisah dari cairan
2.3 Perlakuan Panas 2.3.1 Definisi Perlakuan panas atau heat treatment merupakan proses mengubah sifat mekanik (terutama kekerasan, keuletan, dan ketangguhan) dari material (logam) dengan memodifikasi struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan laju pendinginan. Pada akhir proses ini terjadi pengubahan struktur mikro tanpa adanya pengubahan komposisi dari material.
Penentuan temperatur pemanasan dan laju pendinginan yang diberikan pada logam, sehingga diperoleh sifat mekanik dan struktur mikro yang diinginkan, berpedoman pada diagram fasa. Proses pemanasan dalam laku panas tidak boleh mencapai temperatur melting (garis solidus).
Proses perlakuan panas sangat penting untuk dilakukan mengingat fakta hampir semua komponen teknik yang terbuat dari logam memerlukan paling tidak satu
Bab II Tinjauan Pustaka
17
tahap/siklus perlakuan panas agar agar diperoleh sifat mekanis yang diperlukan. Proses ini biasanya diterapkan mendekati suatu pada tahap akhir dari proses produksi logam. Misalnya adalah barang hasil forging, casting, pressing, dan pabrikasi perlu dilaku panas sebelum dilakukan proses permesinan.
2.3.2 Tujuan Adapun tujuan dari perlakuan panas ini adalah : 1. Melunakan-yaitu memperbaiki plastisitasnya dengan cara mengatur ukuran, bentuk dan distribusi konstituen mikronya 2. Menghilangkan tegangan sisa-yaitu untuk memungkinkan berlangsungnya relaksasi tegangan tegangan sisa hasil operasi sebelumnya 3. Menghomogenkan yaitu untuk mendapatkan komposisi kimia yang seragam di setiap bagian material melalui difusi unsur-unsur 4. Meningkatkan ketangguhan (toughness)-yaitu meningkatkan kemampuan bahan menyerap energi atau menahan tegangan yang tiba-tiba (impak) dalam selang plastis (atau untuk meningkatkan luas total daerah dibawah kurva tegangan-regangan) 5. Memperkeras yaitu memungkinkan terjadinya gangguan terhadap pergerakan dislokasi pada bidang slip dengan cara memodifikasi struktur mikro (cara : penghalusan ukuran, butiran/grain refinement, quench hardening dan precipitation hardening) 6. Meningkatkan ketahanan gesek (wear resistance)permukaan logam – yaitu memperbaiki tahanan gesek permukaan dengan cara mendifusikan unsur-unsur interstisi seperti karbon dan nitrogen pada permukaan baja (carburizing, nitridizing, dan lain-lain) 2.3.3 Jenis Tipe-tipe perlakuan panas ada beberapa macam, diantaranya : 1. Annealing Merupakan suatu perlakuan panas pada material dengan cara memanaskannya pada temperature di bawah daerah kestabilan fasa austenit (diatas garis Ac3
Bab II Tinjauan Pustaka
18
dan Acm) selama beberapa waktu lalu kemudian didinginkan secara perlahan ke temperature kamar. Struktur mikro yang terbentuk setelah proses annealing terdiri dari ferit perlit. Annealing biasa diterapkan pada material yang mengalami pengerjaan dingin (cold work). Adapun tujuan dari annealing antara lain adalah untuk menghilangkan tegangan sisa, melunakan baja, dan meningkatkan keuletan serta ketangguhan baja.
2. Stress relieving Perlakuan panas stress relief bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk pada saat proses permesinan, pengerjaan dingin, pengelasan, dan lain-lain. adanya tegangan sisa pada logam dapat mengakibatkan terjadinya distorsi pada
logam atau baja. Oleh karena itu, tegangan sisa ini harus
dihilangkan atau dikurangi. Caranya adalah dengan memanaskan baja hingga temperatur dibawah temperatur transformasi (Ac1), ditahan selama beberapa waktu, kemudian setelah itu baja didinginkan menuju temperatur kamar.
3. Normalizing Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang dilakukan untuk menghasilkan ukuran butiran yang halus dan seragam. Selain itu, pada umumnya baja dinormalisasi untuk menghasilkan struktur mikro ferit dan perlit yang seragam. Perlakuan panas normalizing terdiri atas proses austenisasi pada 100-150 oF di atas temperatur kritis (garis Ac3 untuk baja hypoeutectoid, Acm untuk baja hypereutectoid) yang diikuti dengan pendinginan udara (air cooling). Lama pemanasan pada temperatur austenisasi adalah sekitar satu jam untuk setiap ketebalan satu inci.
4. Spheroidizing Untuk menghasilkan baja selunak mungkin, maka baja biasanya dipanaskan hingga di atas atau di bawah temperatur eutectoid (sekitar 100 oF) kemudian ditahan selama beberapa waktu. Struktur mikro yang terbentuk terdiri atas sementit yang berbentuk spheroid (spheroid sementite) di dalam matrik ferit,
Bab II Tinjauan Pustaka
19
untuk menghasilkan struktur sementit yang seragam, maka struktur awal baja biasanya adalah martensit karena karbon terdistribusi lebih seragam di dalam martensit dibandingkan pada perlit
5. Hardening Hardening biasanya dilakukan untuk menghasilkan baja dengan kekerasan dan kekuatan yang baik. Proses hardening akan mengakibatkan perubahan struktur kristal baja dari BCC (body center cubic) menjadi FCC (face center cubic). Perlakuan panas hardening terdiri atas dua tahap utama yaitu austenisasi dan quenching. Austenisasi merupakan pemanasan baja hingga temperatur austenitisasi lalu ditahan selama beberapa menit (biasanya 15-45 menit). Setelah penahanan pada temperatur austenitisasi baja kemudian didingikan dalam sebuah media pendingin, atau yang lebih dikenal dengan quenching. Struktur mikro yang terbentuk setelah proses hardening biasanya terdiri atas karbida, austenit sisa, dan untempered martensite.
6. Tempering Tempering dibagi menjadi empat tahap berdasarkan temperatur pemanasannya dan apa saja yang terjadi saat itu. Tahap pertama, pemanasan pada temperatur 80-160 oC. Pada tahap ini terjadi presipitasi fasa karbida dengan karbon tinggi yang disebut karbida E (Fe2,7C). Konsekuensinya, karbon pada martensit akan berkurang hingga mendekati 0,3%. Tahap kedua, pemanasan pada temperatur 230-300 oC. Pada tahap ini terjadi pendekomposisian austenit sisa menjadi bainit, ferit, dan sementit. Namun kadang temperatur tempering tahap dua dapat lebih tinggi karena austenit sisa yang relatif stabil akibat adnya unsur paduan penstabil austenit. Tahap ketiga, pemanasan pada temperatur 160-400 o
C. Pada tahap ini, terjadi pembentukan dan pertumbuhan sementit (Fe3C).
Karbida E (karbida transisi) dan martensit berubah menjadi sementit dan ferit. Tahap terakhir, tahap keempat, pemanasan pada temperatur 400-700 oC. Pada tahap ini terjadi pertumbuhan, pengkasaran dan spheroidisasi sementit.
Bab II Tinjauan Pustaka
20
2.4 Struktur Mikro 2.4.1 Pengertian Struktur mikro merupakan struktur yang dapat diamati di bawah mikroskop optik. Meskipun dapat pula diartikan sebagai hasil dari pengamatan menggunakan scanning electron microscope (SEM). Mikroskop optik dapat memperbesar struktur hingga 1500 kali.
Untuk dapat mengamati struktur mikro sebuah material oleh mikroskop optik, maka harus dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Melakukan pemolesan secara bertahap hingga lebih halus dari 0,5 mikron. Proses ini biasanya dilakukan dengan menggunakan ampelas secara bertahap dimulai dengan grid yang kecil (100) hingga grid yang besar (2000). Dilanjutkan dengan pemolesan oleh mesin poles dibantu dengan larutan pemoles. 2. Etsa Etsa dilakukan setelah memperhalus struktur mikro. Etsa adalah membilas atau mencelupkan permukaan material yang akan diamati ke dalam sebuah larutan kimia yang dibuat sesuai kandungan paduan logamnya. Hal ini dilakukan untuk memunculkan fasa - fasa yang ada dalam struktur mikro.
2.4.2 Metalografi Metalografi adalah cara untuk melihat struktur mikro dari sebuah paduan. Metalografi juga dilakukan untuk melihat fasa, persen fasa, ukuran butiran, pemeriksaan mikro memberikan informasi karakteristik-karakteristik struktural mikro seperti ukuran butiran, bentuk dan distribusi fasa-fasa kedua dan inklusiinklusi non metalik.
Pengetahuan mengenai semua ini memberikan kemungkinan bagi seorang ahli metalurgi untuk dapat memperkirakan dengan pertimbangan ketepatan sifatsifat atau perilaku dari logam ketika digunakan untuk tujuan tujuan tertentu. Struktur mikro dalam batasan tertentu, mampu memberikan sejarah yang hampir lengkap
Bab II Tinjauan Pustaka
21
dari logam tertentu yang telah mengalami perlakuan mekanik maupun perlllakuan panas.
Di industri industri bahan dan metalurgi, analisis struktur mikro digunakan secara luas untuk spesifikasi bahan, kendali mutu bahan, evaluasi proses dan analisis kerusakan logam.
2.4.3 Fungsi struktur mikro pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui kondisi mikro dari suatu logam. Pengamatan ini biasanya melibatkan batas butir dan fasa-fasa yang ada dalam logam atau paduan tersebut.
2.5 Kekerasan 2.5.1 Definisi Kekerasan adalah salah satu karakter material yang memungkinkan material tersebut menahan deformasi plastis. selain itu, kekerasan juga diartikan secara sederhana sebagai ketahanan suatu material terhadap bending, goresan, atau pemotongan.
Kekerasan bukanlah karakter intrinsik material yang ditentukan oleh definisi unitunit fundamental seperti massa, panjang, dan waktu. nilai dari sebuah kekerasan adalah hasil dari sebuah prosedur pengukuran yang sudah ditentukan.
2.5.2 Uji Kekerasan kekerasan dari sebuah material sudah sejak lama diuji dengan menunjukan ketahanan material tersebut terhadap goresan atau pemotongan. misalnya ketika material a bisa menggores material b, sedangkan material b tidak bisa menggores material a maka material a didefinisikan lebih keras daripada material b.
Bab II Tinjauan Pustaka
22
kekerasan relatif dari suatu material bisa diperoleh melalui referensi dari skala mohs. skala mohs menunjukan urutan atau rangking dari kemampuan suatu material untuk menahan goresan oleh material lainnya. beberapa metode yang mirip untuk mengukur kekerasan relatif suatu material masih banyak digunakan saat ini.
Uji untuk mengukur kekerasan relatif seperti yang ditulis diatas, sangat terbatas pada penggunaan praktisnya dan tidak menunjukan hasil yang akurat. selain itu, dengan semakin bervariasinya material sekarang, parameternya menjadi bias. metode yang biasa digunakan untuk mendapatkan nilai kekerasan dengan mengukur kedalaman atau luas area hasil indentation yang membekas oleh sebuah indenter dengan bentuk yang spesifik, dengan kekuatan spefisik dan waktu yang spesifik juga.
Ada tiga prinsip standar metode tes untuk menunjukan hubungan antara kekerasan ukuran impression, yaitu brinell, vickers, dan rockwell. Untuk praktik dan alasan kalibrasi, tiap metode ini dibagi atau dibedakan kedalam tiga rentang skala, yang didefinisikan oleh kombinasi beban yang diberikan dan geometri indenter.
2.5.3 Uji Kekerasan Mikro Uji kekerasan mikro atau microhardness test didefinisikan secara umum sebagai tes kekerasan terhadap material dengan beban yang rendah. selain itu, microhardness berarti kekerasan material tersebut sangat kecil dibandingkan bebannya. Istilah lain untuk microhardness ini adalah microindentation hardness testing. dalam test ini, indenter intan dengan bentuk spesifik ditekan pada permukaan spesimen yang diuji dengan menggunakan ukuran beban yang sudah ditentukan atau diketahui.
Ada dua uji kekerasan mikro yang paling umum, uji vickers dan uji knoop. dalam uji microindentation, nilai kekerasan diukur berdasarkan indent yang berbekas atau terbentuk di permukaan spesimen yang di uji. Nilai kekerasan didasarkan
Bab II Tinjauan Pustaka
23
pada area permukaan dari indent itu dibagi oleh beban yang diberikan dan satuannya kgf/mm².
Knoop hardness number (KHN) adalah rasio dari beban yang diberikan kepada indenter, P (kgf) terhadap daerah yang diproyeksikan (unrecovered projected area) A (mm2). Skema indentasi knoop ditunjukan pada Gambar II.7 KHN = F/A = P/CL2
Dimana : F = beban yang diberikan (kgf) A = daerah yang diproyeksikan (unrecovered projected area of the indentation) (mm2) L = panjang diagonal hasil indentasi (mm) C = 0.07028 = konstanta dari indenter terhadap area yang diproyeksikan terhadap nilai dari panjang diagonal
Gambar II.7 Skema Indentasi Knoop [11]
Nilai dari vickers adalah beban yang diberikan (kgf) dibagi oleh area permukaan dari indentasi (mm2).
Pada uji vickers, kedua diagonal diukur dan nilai yang digunakan untuk perhitungan nilai piramida vicker adalah nilai rata-rata diagonal tersebut.
Bab II Tinjauan Pustaka
24
Sedangkan dalam uji knoop, hanya diagonal yang paling panjang yang diukur, dan kekerasan knoop diukur berdasarkan area yang ditargetkan oleh indent dibagi oleh beban yang diberikan. satuannya juga kgf/mm². Skema indentasi vickers ini ditunjukan pada gambar II.8
Gambar II.8 Skema Indentasi Vickers[11]
Dimana : F= Beban dalam kgf d = Rata-rata jarak dua diagonal, d1 dan d2 dalam mm HV = Nilai kekerasan vickers
Prosedur uji mikroindentasi vickers sama dengan uji makroindentasi vickers dengan menggunakan piramida yang sama. Uji knoop menggunakan piramid yang diperpanjang untuk indent sampel material. piramida yang dipanjangkan akan menghasilkan impression yang dangkal, sehingga akan sangat menguntungkan dalam mengukur kekerasan sebuah material yang brittle atau komponen yang tipis. Indenter knoop dan vickers diharuskan untuk di poles dulu di permukaannya agar menghasilkan hasil yang akurat.
Bab II Tinjauan Pustaka
25