mencari kembali faktor yang mungkin menjadi penyebab melalui data tertentu.
1.8
Waktu dan Tempat Penelitian di lakukan di Bursa Efek Indonesia, melalui situsnya, pjok bursa Universitas Widyatama, Indonesia Capital Market Directory dan jurnal peneliti lain. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, dari Oktober 2010 sampai Januari 2011.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya.Kemampuan perusahaan untuk mengelola perusahaannya dapat dilihat baik buruknya dari laporan keuangan. Dari laporan keuangan dijadikan perbandingan kinerja perusahaan yang bergerak di bidang yang sama. Manfaat analisis laporan keuangan menurut Van Horne (2001:126) dalam Inayanti (2009:12): “Financial statement analysis varies according to the specific interest of the party. The trade creditor are primarily interest in liquidity of a firm. The bondholder are most interested in cashflow ability of the firm to service debt over a period of time.Investor of a company’s common stock are principally concerned with present and expected future earning about a trend line. Internally, management also employ financial analysis for the purpose of
internal control. Management needs to undertake financial analysis in order to plan and control effectively.” Bagi internal perusahaan laporan keuangan berguna untuk merencanakan dan mengalokasikan dana yang ada untuk masa yang akan datang sehingga hal ini akan mempengaruhi nilai perusahan itu sendiri. Sedangkan bagi eksternal perusahaan laporan keuangan digunakan sebagai tolok ukur keadaan perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk menerima tambahan modal dari para investor. Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2002:67) ada tiga cara untuk menganalisa laporan keuangan yaitu dengan cara analisis common size, analisis indeks, dan analisis rasio keuangan. Sedangkan menurut Sofyan Syarif (2002:105) : “Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.” Dari penjelasan di atas laporan keuangan memegang peranan penting dalam kelangsungan perusahaan dimana, laporan keuangan memiliki peran yang penting untuk menunjang aktivitas dan sebagai pengkendali aktivitas perusahaan.
2.2 Kinerja Menurut Hansen dan Mowen (2000:6) : “Kinerja adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk” Kinerja dapat dipergunakan manajemen untuk melakukan penilaian secara periodik mengenai efektivitas suatu organisasi. Adapun penilaian kinerja menurut Nugraha (2009:26) : “Suatu
usaha
formal
yang
dilaksanakan
manajemen
untuk
mengevaluasi hasil-hasil yang telah dilaksanakan, dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.” Sedangkan menurut Inge Barlian dan Ridwan Sundjaja (2003:61) :
“Penilaian
kinerja adalah
penentuan secara
periodik efektifitas
operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya baik oleh perusahaan maupun manajemen puncak.” Dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan tolok ukur kredibilitas perusahaan dalam merencanakan dan menjalankan tugas-tugas manajemen, demi tercapainya tujuan perusahaan.
2.3 Analisis Rasio Rasio keuangan merupakan cara yang paling umum digunakan dalam menganalisa laporan keuangan. Menurut M. Faisal Abdullah (2004:41) :“Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.” Menurut Gitman (2006:54) dalam Nugraha (2009:23) : “Ratio analysis involves methods of calculating and interpreting financial ratio to analyze and monitor the firm’s performance.” Menurut Susan Irawati (2006:24) dalam Inayanti (2009:12) manfaat analisis rasio keuangan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu : 1. Pihak intern (manajemen) Dari sudut pandang pihak intern perusahaan atau manajemen, analisis laporan agai keuangan berguna sebagai cara untuk a. Mengantisipasi keadaan di masa yang akan datang, dan b. Sebagai titik tolok bagi tindakan perencanaan yang akan mempengaruhi jalannya kejadian di masa datang. 2. Pihak ekstern (investor) Dalam sudut pandang ekstern, manfaat dari analisis rasio keuangan yaitu untuk meramalkan masa depan perusahaan, atau dengan kata lain dari sudut pandang pihak ekstern manfaat analisis rasio keuangan adalah untuk menentukan prediksi apakah perusahaan tersebut bisa berkembang
dalam arti dapat melakukan operasionalnya kembali atau malah perusahaan tersebut gulung tikar, sehingga akan mempengaruhi keberadaan pihak ekstern didalam perusahaan tersebut.
2.3.1 Metode Analisis Kinerja Keuangan dengan Rasio Keuangan. Rasio merupakan alat yang memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa neraca dan laporan laba rugi. Adapun jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Rasio Likuiditas. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Pengertian rasio likuiditas menurut Brigham dan Houston (2007:103) : “Liquidity ratios are the ratio that show the relationship of a firm’s cash and other current assets to the current liabilities.”
a. Current ratio. Current ratio dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Menurut Brigham dan Houston (2007:103) : “Current ratio is calculated by dividing current assets by current liabilities. It indicates the extent to which current liabilities are covered by those assets expected to be converted to cash in the near future.” Perhitungan current ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
Current ratio =
b. Quick ratio.
Quick ratio dihitung dengan mengurang persediaan dari aktiva lancar dan sisanya dibagi dengan kewajiban lancar. Menurut Brigham dan Houston (2007:104) : “Quick or acid test ratio is calculated by deducting inventories from current asset and then dividing the remainder by current liabilities.”
Quick ratio=
2) Rasio Aktivitas. Rasio aktivitas dihitung dari perbandingan antara tingkat penjualan dengan berbagai elemen aktiva. Menurut Sutrino (2008:219) “Rasio aktivitas mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya.” Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Fixed asset turn over. Fixed asset turn over mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan aktiva tetapnya. Semakin rendah fixed asset turn over, berarti penggunaan aktiva tetapnya semakin kurang efisien. Menurut Brigham dan Houston (2007:106) : “The fixed assets turnover ratio measure how effectively the firm uses its plant and equipment. It is the ratio of sales to net fixed assets.”
Fixed asset turn over =
b. Total asset turn over. Total asset turn over mengukur perputaran semua aktiva. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efektifitas perusahaan dalam penggunaan
total aktiva. Semakin tinggi rasio berarti semakin baik manajemen dalam mengelola aktivanya, sedangkan semakin rendah rasio menunjukkan buruknya kinerja manajemen dalam mengelola aktivanya. Menurut Lawrence J. Gitman (2003:57) : “The total assets turnover indicates the effectively with which the firm uses its asssets to generate sales.”
Total asset turn over = 3) Rasio Leverage. Rasio leverage dihitung dari perbandingan hutang dengan total aktiva dan modal sendiri perusahaan. Menurut Sutrisno (2008:217) “rasio Leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang.”
a. Debt to total asset ratio. Debt to total asset ratio mengukur seberapa besar seluruh hutang dijamin oleh seluruh aktiva perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2007:109) : “Total debt to total assets or debt ratio measure the percentage of fund provided by creditors.”
Debt to total asset ratio=
b. Debt to equity ratio. Rasio ini merupakan imbangan antara hutang dengan modal sendiri.Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding dengan hutangnya. Menurut Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti (2002:70) : “Debt to equity ratio adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri.”
Debt to total equity ratio ' =
4) Rasio Profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Sutrisno (2008:222) “ rasio keuntungn untuk mengukur seberapa besar tingkat keutungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan.”
a. Operating profit margin. Operating profit margin mengukur berapa laba usaha yang dihasilkan dari penjualan atau pendapatan.Semakin rendah rasio ini, semakin kurang baik karena biaya-biaya operasi naik. Menurut Purnawati (2005:37) : “Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba operasi pada tingkat penjualan tertentu.”
Operating profit margin =
b. Net profit margin. Net profit margin mengukur seberapa banyak laba bersih setelah pajak dan bunga yang dapat dihasilkan dari penjualan atau pendapatan. Menurut Inge Barlian dan Ridwan Sundjaja (2002:121) : “Margin laba bersih adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah dikurangi pajak dikurangi semua biaya dan pengeluaran termassuk bunga dan pajak.”
Net profit margin =
c. Return On Investment. Return On Investment mengukur keuntungan yang dihasilkan dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio yang rendah menunjukkan kinerja yang buruk atas pemanfaatan aktiva yang buruk oleh manajemen, sedangkan rasio tinggi menunjukkan kinerja atas penggunaan aktiva yang baik. Menurut Bergevin (2002:274) : “Measures of wealth creation from a given level and type of capital.”
Return on investment =
d. Return On Equity Return On Equity mengukur seberapa banyak laba bersih yang dapat dihasilkan dari investasi para pemegang saham dalam perusahaan. Menurut Lukman Syamsuddin (2000:120) : “Selain return on assets, retun on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan atau income yang tersedia bagi para pemilik perusahaan
atas
modal
yang
mereka
investasikan
didalam
perusahaan.”
Return on equity ' =
2.3.2 Metode Analisis Kinerja Keuangan dengan ReturnSaham. Penelitian terhadap returnsaham digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, dengan pertimbangan bahwa harga saham merupakan cerminan dari nilai perusahaan. Returnsaham merupakan keuntungan atau hasil dari suatu investasi saham. Returnsaham dapat dibedakan menjadi dua yaitu returnsesungguhnya (realized return) dan returnyang diharapkan atau returnekspektasi. Returnsesungguhnya merupakan returnyang sudah terjadi yang dihitung dari selisih harga sekarang relatif terhadap harga sebelumnya. Sedang returnekspektasi adalah returnyang diharapkan akan diperoleh oleh
investor di masa yang akan datang. Abnormal returnmerupakan kelebihan dari returnyang sesungguhnya terjadi terhadap returnnomal. Returnnormal merupakan return ekspektasi (return yang diharapkan oleh investor). Dengan demikian returntidak normal (abnormal return) adalah selisih antara
returnsesungguhnya
Returnekspektasi
merupakan
terjadi
dengan
returnyang
harus
returnekspektasi. diestimasi.
Untuk
mengestimasi returnekspektasi dapat digunkan tiga model yaitu:
1) Mean-Adjusted mode. Menurut Hadiningsih (2007:40) : “Model disesuaikan rata-rata (mean–adjusted model) ini menganggap bahwa returnekspektasinya bernilai konstan yang sama dengan rata-rata realisasi sebelumnya selama periode estimasi (estimation period).”
E[R.i.t=
E [R.i.t] = returnekspektasi sekuritas ke-i pada periode peristiwa ke-t. Σ R.i.j = returnrealisasi sekuritas pada periode estimasi ke-j. T
= lamanya periode estimasi.
2) Market Model. Menurut
Hadiningsih
(2007:40):
“Perhitungan
return
ekspektasi dengan model model pasar (market model) dilakukan dengan dua tahap, yaitu (1) membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela.”
R.i.j
= αi + βi .RMj + εij.
R.i.j
= returnrealisasi sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j.
Αi
= intercept untuk sekuritas ke-i.
βi
= koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke-i.
RMj
= returnindeks pasar pada periode estimasi ke-j.
εij
= kesalahan residu sekuritas ke-i pada periode estimasi ke-j.
3) Market-Adjusted Model. Menurut Hadiningsih (2007:40) : “Model disesuaikan-pasar (market-adjusted model) menganggap bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut.” Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena returnsekuritas yang diestimasi adalah sama dengan returnindeks pasar. Abnormal returnuntuk masing-masing sekuritas dengan model ini dapat dihitung dengan mengurangkan return yang terjadi untuk masingmasing sekuritas dengan return indeks pasar pada periode yang sama. Model ini pada dasarnya hampir sama dengan model pasar (market model), perbedaannya pada model penyesuaian pasar menganggap α=0 dan β=1 untuk semua sekuritas. Penggunaan model ini didasarkan pertimbangan bahwa pasar modal Indonesia masih dalam tahap perkembangan (emerging market).
2.4 Merger dan Akuisisi 2.4.1 Pengertian Merger dan Akuisisi Merger merupakan salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan.Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya (1) bergabung bersama, menyatu, berkombinasi (2) menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu. Merger didefinisikan sebagai penggabungan dua atau perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.
Sedangkan menurut Foster (1986: 460) dalam Adnyana dan Gerianta (2009) : “merger adalah penggabungan usaha dari dua perusahaan atau lebih, tetapi salah satu nama perusahaan masih tetap digunakan, sedangkan yang lain melebur menjadi satu kesatuan hukum.” Pengertian di atas di dukung oleh Adnyana dan Gerianta (2008:10) : “penggabungan usaha merupakan aktivitas perluasan usaha yang dilakukan dengan cara menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau beberapa perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomi sebagai upaya untuk memperluas usaha.” Sementara akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition (Inggris), makna harfiah akuisisi adalah membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek untuk ditambahkan pada sesuatu / obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Akuisisi dalam teminologi bisnis diartikan sebagai pengambil alihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengambil alih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Moin 2003 dalam hadiningsih 2008) . Sedangkan menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002. Menurut mereka hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu : a) Merger atau konsolidasi Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari bidding firm. Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan baru. Kedua perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara hukum dan menjadi bagian
dari perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang di-merger atau yang me-merger tidak dibedakan. b) Acquisition of stock Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap perusahaan lain, dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik perusahaan yang menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan melakukan tender offer.Tender offer adalah penawaran kepada publik untuk membeli saham target firm, diajukan dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik perusahaan lain. c) Acquisition of assets Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock.
2.4.2 Motif Melakukan Merger dan Akuisisi Pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif non-ekonomi.Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan.
1) Motif ekonomi. Esensi tujuan perusahaan dalam perspektif manajemen keuangan adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham.Merger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut.Oleh karena itu seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan ini.Motif strategis juga termasuk motif ekonomi ketika aktivitas merger dan akuisisi dilakukan untuk mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan.Bisaanya perusahaan melakukan merger dan akuisisi untuk mendapatkan economies of scale dan economies of scope.
2) Motif sinergi. Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi.Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi.Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri. Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber (1) Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi; (2) Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas; (3) Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger dan (4) Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham, 2001).
3) Motif diversifikasi. Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui merger dan akuisisi.Diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing.Akan tetapi jika melakukan diversifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang
mendukung
kompetensi
inti
(core
competence).Disamping
memberikan manfaat seperti transfer teknologi dan pengalokasian modal, diversifikasi juga membawa kerugian yaitu adanya subsidi silang.
4) Motif non-ekonomi. Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat nonekonomi, seperti prestise dan ambisi.Motif non-ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
a. Hubris hypothesis. Hipotesis ini menyatakan bahwa merger dan akuisisi dilakukan karena “ketamakan” dan kepentingan pribadi para eksekutif perusahaan.Mereka menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar.Dengan semakin besarnya ukuran perusahaan, semakin besar pula kompensasi yang mereka terima.Kompensasi yang mereka terima bukan hanya sekedar materi saja tapi juga berupa pengakuan, penghargaan dan aktualisasi diri.
b. Ambisi pemilik. Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor bisnis.Menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai
strategi
perusahaan
untuk
menguasai
perusahaan-
perusahaan yang ada untuk membangun “kerajaan bisnis”.Hal ini bisaanya terjadi dimana pemilik perusahaan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan.
2.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Aktivitas Merger dan Akuisisi. Alasan mengapa perusahaan melakukan merger adalah ada “manfaat lebih” yang diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuanya terbukti. Secara spesifik, keunggulan dan manfaat merger dan akuisisi antara lain adalah (Moin,2003 dalam Hadiningsih, 2007) : 1) Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas. 2) Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan karena kredititor lebih percaya dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan. 3) Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman. 4) Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal. 5) Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan. 6) Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru. 7) Menghemat waktu untuk memasuki untuk memasuki bisnis baru. 8) Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat. Disamping memiliki keunggulan, merger dan akuisisi juga memiliki kelemahan sebagai berikut: 1) Proses integrasi yang tidak mudah. 2) Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat. 3) Biaya konsultan yang mahal. 4) Meningkatnya kompleksitas birokrasi. 5) Biaya koordinasi yang mahal. 6) Seringkali menurunkan moral organisasi. 7) Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan.
8) Tidak menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. 2.4.4 Tipe-Tipe Merger dan Akuisisi. Merger dan akuisisi berdasarkan aktivitas ekonomik dapat diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu (Moin,2003 dalam Hadiningsih 2007): 1) Merger horisontal. Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. 2) Merger vertikal. Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. 3) Merger konglomerat. Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. 4) Merger ekstensi pasar. Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-bersama memperluas area pasar. 5) Merger ekstensi produk. Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau perusahaan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan.
2.4.5 Faktor-Faktor Kegagalan Merger dan Akuisisi. Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dan akuisisi dapat dilihat pada saat proses perencanaan. Pada saat proses ini bisaanya terjadi sudut pandang yang berbeda-beda antara fungsi organisasi dalam menanggapi pengambilan keputusan merger dan akuisisi seiring dengan meningkatnya momentum, selanjutnya terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi perbedaan-perbedaan harapan di pihak manajemen. Dari proses tersebut dapat memunculkan faktor-faktor yang yang memicu kegagalan merger dan akuisisi yaitu:
1) Perusahaan target memiliki kesesuaian strategi yang rendah dengan perusahaan pengambil alih. 2) Hanya mengandalkan analisis strategik yang baik tidaklah cukup untuk mencapai keberhasilan merger dan akuisisi. 3) Tidak adanya kejelasan mengenai nilai yang tercipta dari setiap program merger dan akuisisi. 4) Pendekatan-pendekatan integrasi yang tidak disesuaikan dengan perusahaan target yaitu absorbsi, preservasi atau simbiosis. 5) Rencana integrasi yang tidak disesuaikan dengan kondisi lapangan. 6) Tim negosiasi yang berbeda dengan tim implementasi yang akan menyulitkan proses integrasi. 7) Ketidakpastian, ketakutan dan kegelisahan diantara staf perusahaan yang tidak ditangani. Untuk itu tim implementasi dari perusahaan pengambil alih harus menangani masalah tersebut dengan kewibawaan, simpati dan pengetahuan untuk menumbuhkan kepercayaan dan komitmen mereka pada proses integrasi. 8) Pihak pengambil alih tidak mengkomunikasikan perencanaan dan pengharapan mereka terhadap karyawan perusahaan target sehingga terjadi kegelisahan diantara karyawan.
2.4.6 Faktor-Faktor Keberhasilan Merger dan Akuisisi. Faktor-faktor yang dianggap memberi kontribusi terhadap keberhasilan merger dan akuisisi yaitu: 1) Melakukan audit sebelum merger dan akuisisi. 2) Perusahaan target dalam keadaan baik. 3) Memiliki pengalaman merger dan akuisisi sebelumnya. 4) Perusahaan target relatif kecil. 5) Melakukan merger dan akuisisi yang bersahabat.
2.4.7 Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Perusahaan.
Menurut teori keuangan modern, keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini merger dan akuisisi sebagai bagian
dari
keputusan
manajemen
perlu
adanya
pembuktian
keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. Para peneliti terdahulu sulit menentukan alat ukur yang tepat bagi pencapaian keberhasilan merger dan akuisisi.Pendekatan secara umum untuk mengukur peningkatan kemakmuran pemegang saham dilakukan dengan metode abnormal return, yang mengukur keuntungan perusahaan selama periode waktu sekitar pengumuman pengambil alihan. Salah satu model yang paling sering digunakan dalam literatur adalah model pasar, yaitu hubungan antara return saham individu dengan return pasar: Rit = αi + βi .Rmt + εit.
Dimana Rit dan Rmt adalah keuntungan selama t (satu hari atau satu bulan) pada saham perusahaan dan atas indeks harga pasar seperti IHSG yang mewakili „pasar‟. α adalah titik pertemuan dan β adalah beta, juga dianamakan risiko sistematis. εit adalah kesalahan acak yang jika diratarata mendekati nilai nol. Parameter-parameter model, αi dan βi, diestimasikan dengan meregresikan Rit dan Rmt selama periode estimasi yang tepat. Parameter-parameter yang telah diestimasi kemudian digunakan untuk menghitung pendapatan normal E(Ri) untuk setiap perusahaan i dan pendapatan abnormal seperti berikut: AR = Rit – E(Ri) AR = Rit – { αi + βi . Rmt }
Jika peristiwa pengambilalihan diperkirakan akan memberikan nilai tambah bagi pemegang saham I, maka AR akan positif. Ia akan menjadi nol bila pengaruh pengambilan netral. Untuk menguji apakah
peristiwa tersebut memberikan pendapatan positif, uji-uji stastistik dilakukan dengan sampel yang terdiri dari berbagai pengambil alihan.Sebagian besar literatur terdahulu menggunakan pendapatan bulanan. Bukti empiris dari penelitian-penelitian internasional yang berasal dari Inggris dan Amerika Serikat.Keduanya sama-sama membuktikan bahwa dalam jangka pendek, merger dan akuisisi memberikan keuntungan bagi pemegang saham perusahaan target.Sebaliknya pemegang saham pengambil alih dirugikan.Hal ini terjadi karena adanya pengalihan kekayaan pemegang saham pengakuisisi kepada pemegang saham perusahaan target dan diduga karena manajer pengakuisisi cenderung membayar lebih atas akuisisi mereka, mereka terlalu tinggi mengestimasi kapasitas perusahaan target untuk menciptakan nilai akuisisi tersebut. Seperti
yang
diungkapkan
penelitian
Frank
dkk
dalam
Hadiningsih 2007. Menunjukkan bahwa keuntungan pemegang saham pengakuisisi dalam jangka panjang adalah negatif.Secara teori, setelah merger dan akuisisi ukuran perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena aset, kewajiban dan ekuitas perusahaan digabung bersama.Dasar logik dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitas-aktivitas yang simultan maka laba perusahaan juga semakin meningkat. Oleh karena itu kinerja pascamerger seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger. Beberapa penelitian mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap profitabilitas telah dilakukan. Di Inggris Meeks (1977) dan Kumar (1984) terhadap
dalam Hadiningsih 2007 meneliti pengaruh merger
profitabilitas
perusahaan
yang
melakukan
merger
dan
membuktikan adanya penurunan profitabilitas yang signifikan setelah tiga tahun dan lima tahun dengan menggunakan laba operasi. Sebaliknya Healy (1992) dan Manson (1994)dalam Hadiningsih 2007 menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang merger memperoleh peningkatan
signifikan dalam produktivitas aset relatif terhadap imdustri dengan penggunaan cash flow. Penelitian mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja manajemen juga telah dilakukan.Newbould (1970) dalam Hadiningsih 2007 melakukan penelitian yang melibatkan manajer 38 perusahaan publik yang melakukan merger tahun 1976-1986. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa setelah dua tahun dan lima tahun, 21 perusahaan tidak memperoleh keuntungan dalam bentuk apapun juga. Cooper dan Lybran (1992) dalam Hadiningsih 2007 meneliti pengalaman akuisisi perusahaan-perusahaan Inggris dan menunjukkan 54 persen dari akuisisi tersebut sebagai kegagalan.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu. Beberapa penelitian di Indonesia mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan diantaranya adalah yang dilakukan Payamta dan Setiawan (2004) meneliti pengaruh merger dan akuisisi kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1990-1996. Dari rasiorasio keuangan yang terdiri rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas hanya rasio Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, Operating Profit Margin, Total Asset to Debt, Net Worth to Debt yang mengalami penurunan signifikan setelah merger dan akuisisi. Sedangkan rasio lainnya tidak mengalami perubahan signifikan. Dari sisi abnormal returnmenunjukkan sebelum merger dan akuisisi positif, namun setelah pengumuman merger dan akuisisi justru negatif. Penelitian ini menyimpulkan kinerja keuangan dari sisi rasio keuangan, merger dan akuisisi tidak menimbulkan sinergi bagi perusahaan melakukan dengan kata lain, motif ekonomis bukanlah motif utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi.Sedangkan dari sisi kinerja saham mengalami penurunan setelah pengumuman merger dan akuisisi dimana investor menganggap merger dan akusisisi yang dilakukan tidak menimbulkan sinergi bagi perusahaan, bahkan menjadi reserve sinergy.
Widjanarko (2006) meneliti perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi pada tahun 1998-2002.Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada kinerja keuangan berdasarkan rasio profitabilitas dan leverage.Penelitian ini menyimpulkan penyebab kemungkinan tidak signifikan karena caramerger dan akuisisi dan pemilihan perusahaan target yang salah. Wibowo dan Pakereng (2001) meneliti pengaruh merger dan akuisisi terhadap return saham pada perusahaan akuisitor dan non akuisitor pada tahun 1991-1997 menunjukkan hasil bahwa baik perusahaan akuisitor maupun non akuisitor sama-sama memperoleh abnormal returnyang negatif di seputar pengumuman merger dan akuisisi. Penelitian ini menyimpulkan adanya abnormal return yang signifikan saat pengumuman merger dan akuisisi oleh akuisitor mengakibatkan abnormal returnbagi saham non akuisitor atau terjadi transfer informasi. Sutrisno dan Sumarsih (2004) meneliti pengaruh merger dan akuisisi terhadap return saham dalam jangka panjang. Hasilnya menunjukkan merger dan akuisisi memiliki dampak terhadap returnsaham, dimana returnsaham dapat bernilai positif atau negatif walaupun tidak signifikan secara statistik.
2.6 Fokus Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran, penulis akan memfokuskan penelitian pada Merger. Hal ini dilakukan untuk tidak membingungkan pembaca tentang topik penelitian yang dilakukan oleh penulis
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian