11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Auditing
Auditing merupakan suatu proses pemeriksaan yang dilakukan untuk
perbandingan antara aktual yang terjadi dengan yang harusnya dilakukan menurut
prosedur. Adapun unsur dari audit sendiri yaitu kondisi dan kriteria. Kondisi merupakan fakta aktual yang terjadi pada objek audit, sedangkan kriteria merupakan prosedur
yang seharusnya dijalankan atau merupakan bahan
pembanding untuk mengetahui apakah suatu kondisi berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan ataukah terjadi suatu penyimpangan. Kondisi aktual sedianya dapat dijadikan tolak ukur oleh auditor untuk memeriksa ataupun mengevaluasi dan mengumpulkan informasi dalam lingkup akuntansi dan keuangan. Oleh sebab itu sebelum melakukan audit, seorang auditor harus memahami ruang lingkup akuntansi dan keuangan dalam melakukan pemeriksaan. Khusus untuk pemeriksaan keuangan atau finansial audit, proses audit merupakan kebalikan dari proses akuntansi.
2.1.1
Pengertian Auditing Pada dasarnya auditing merupakan suatu proses pemeriksaan yang
membandingkan antara kondisi aktual yang terjadi di lapangan dengan kriteria atau prosedur yang telah ditentukan.
11
12
Dalam hal ini, Sukrisno Agoes (2012 : 3) dalam buku, Auditing
(Pemeriksaan Akuntan Publik) mengatakan bahwa:
“Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Dari pernyataan diatas dijelakan bahwa audit harus dilaksanakan secara sistematis
oleh orang yang independen dan melalu serangkaian pemeriksaan yang berjalan
secara sistematis. Adapun pengertian audit menurut Alvin A. Arens dan James K. Loebbecke (2012 : 9) mendefinisikan auditing sebagai berikut : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by competent independent persons.” Dari definisi yang diutarakan dapat diketahui bahwa audit dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi dan bersifat independen. Adapun dalam prosesnya dilakukan tindakan-tindakan mengumpulkan (accumulation), mengevaluasi (evaluation), menentukan (determine), dan melaporkan (report). Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
serta
penyampaian
berkepentingan. (Mulyadi : 2002).
hasil-hasilnya
kepada
pemakai
yang
13
Berdasarkan pengertian yang dijelaskan diatas, secara umum dapat
diketahui bahwa audit merupakan suatu proses yang sistematis. Adapun yang
dimaksud dengan proses yang sistematis yaitu, suatu rangkaian prosedur yang
logis, sistematis dan terorganisir. Proses yang sistematis harus dilakukan oleh
orang yang kompeten dan independen, memiliki tujuan untuk memperoleh bukti yang dapat mendasari suatu pernyataan serta mengevaluasinya, yang pada bukti akhirnya dapat dilakukan pelaporan atas bukti-bukti yang telah diperiksa kepada
pihak manajemen.
2.1.2 Auditor dan Jenis-Jenis Audit Secara umum jenis audit ditentukan atas dasar tujuan dilakukannya audit, jenis objek audit dan orang yang melakukan audit tersebut. Menurut Abdul Halim (2002:6) dalam bukunya yang berjudul, Auditing dilihat dari sisi untuk siapa audit dilaksanakan, audit diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Audit eksternal: merupakan suatu kontrol sosial yang memberikan jasa untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi pihak luar perusahaan. 2. Audit internal: merupakan suatu kontrol dari suatu organisasi yang mengukur suatu efektivitas organisasi. 3. Audit sektor publik: merupakan suatu kontrol atas organisasi pemerintahan yang memberikan jasanya kepada masyarakat. Adapun jenis-jenis audit menurut Sukrisno Agoes (2012:10) ditinjau dari segi luas pemeriksaannya audit terbagi atas:
14
1. General Audit (Pemeriksaan Umum)
General audit merupakan suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan
yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dengan tujuan memberikan
pendapat tentang kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 2. Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Special audit merupakan suatu pemeriksaan yang terbatas sesuai dengan permintaan auditee. Dalam hal ini auditor tidak perlu memberikan pendapat
secara keseluruhan tentang kewajaran laporan keuangan, yang diberikan hanya sebatas pada masalah tertentu yang diperiksa. Menurut Kell dan Boyton berdasarkan tujuan dilaksanakannya, audit terbagi atas tiga jenis audit yang dapat penulis jelaskan sebagai berikut : 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Audit laporan keuangan merupakan proses pemeriksaan atas laporan keuangan suatu instansi atau organisasi untuk menilai apakah laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ukuran kesesuaian dari audit laporan keuangan yaitu kewajaran dalam penyajiannya. 2. Audit kepatuhan (Compliance Audit) Audit kepatuhan merupakan penghimpunan dan pengevaluasian terhadap bukti-bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan finansial atau operasi dari suatu entitas sesuai dengan kondisi, aturan, dan regulasi yang ditentukan. Dengan audit kepatuhan ini dapat diketahui juga apakah suatu prosedur, aturan, regulasi lebih tinggi ditaati/ditakuti.
15
3. Audit operasional (Operational Audit)
Audit operasional mencakup penelaahan yang sistematis atas aktivitas suatu
organisasi yang dihubungkan dengan tujuan yang khusus. Secara umum, audit
operasional dilakukan dengan tujuan untuk menilai efektivitas, efisiensi
maupun kehematan (ekonomis) dari prosedur atau metoda suatu operasi.
2.2 Audit Operasional Sektor Publik
Audit operasional atau yang sering juga disebut dengan audit manajemen merupakan audit operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dari setiap bagian atau seluruh operasi manajemen perusahaan. Dalam suatu instansi, disamping audit keuangan, jenis audit yang juga berkembang adalahaudit operasional, yaitu aktivitas pengumpulan dan evaluasi bukti terkait dengan kegiatan operasional tertentu, untuk menilai derajat keekonomisan, efisiensi, dan efektivitas kegiatan operasional tersebut. Ditulis dalam Modul Dasar-dasar Audit Internal Sektor Publik (2007:15), bahwa : “Audit operasional adalah aktivitas pengumpulan dan evaluasi bukti terkait dengan kegiatan operasional tertentu, untuk menilai derajat keekonomisan,efisiensi, dan efektivitas kegiatan operasional yang menjadi sasaran audit.” Diperlukan pertimbangan, ketepatan dan ketelitian dalam melakukan audit operasional. Audit operasional dimulai dengan mempelajari prosedur pekerjaan seacra aktual dan masalah-masalah yang terkait, diikuti dengan analisis dan
16
penilaian atas pengendalian untuk menjamin bahwa pengendalian tersebut dinilai cukup untuk melindungi bisnis yang dijalankan. Hasil dari audit operasional dapat
berupa saran atau rekomendasi untuk melakukan perbaikan kinerja instansi atau
metode operasi.
Pengertian Audit Operasional 2.2.1
Banyak definisi yang menjelaskan tentang audit operasional, namun pada
umumnya seluruh definisi yang ada berkaitan dengan efektivita, efisiensi dan ekonomis kinerja dari suatu entitas. Audit operasional sering disebut dengan audit manajemen karena sebagian besar audit operasional dilakukan untuk menilai kinerja manajemen dan untuk keperluan intern instansi termasuk pihak manajemen itu sendiri. Casler dan Crochet (1999) dalam buku Modern Auditing karangan Kell & Boyton, mendefinisikan audit operasional sebagai berikut : “Operational auditing is a systematic process of evaluating an organisation’s effectiveness, efficiency, and economy of operation under management’s control and reporting to appropriate person the results of the evaluation along with recommendations for improvement.” Definisi ini menjelaskan bahwa audit operasional merupakan suatu proses sistematis untuk menilai efektivitas, efisiensi, dan ekonomisnya suatu operasi organisasi dan dilaporkan kepada orang yang tepat serta memberikan rekomendasi untuk melakukan perbaikan. Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. (Mulyadi : 2002).
17
Dengan demikian audit operasional dilakukan untuk memenuhi tujuan
tertentu yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen melalui suatu rangkaian
audit yang terstruktur.
Lebih jelas lagi dikatakan bahwa audit operasional adalah suatu
pemeriksaan terhadap kegiatan operasi instansi, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh pihak manajemen, untuk mengetahui tingkat efektifitas, efisiensi, dan ekonomis.(Sukrisno Agoes : 2012).
Dari seluruh definisi audit operasional yang dijelaskan diatas dapat diambil kesimpul bahwa audit operasional merupakan suatu proses sistematis berupa serangkaian prosedur untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan ekonomis dari kinerja dan aktivitas suatu organisasi.
2.2.2
Tujuan dan Manfaat Audit Operasional Tujuan dan manfaat dari audit operasional tergantung pada entitas
bersangkutan yang diaudit. Akan tetapi pada dasarnya tujuan dari audit operasional adalah untuk menilai efektivitas, efisiensi dan keekonomisan aktivitas perusahaan dan menilai apakah prosedur, metoda, cara-cara pengelolaan, atau kinerja perusahaan sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Adapun tujuan dari audit operasional menurut Amin Widjaja Tunggal (2008 : 40) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Audit Operasional adalah sebagai berikut : “Tujuan dari audit operasional adalah sebagai berikut :
18
1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk menunjukan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan. 2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien. 3. Untuk mengusulkan kepada manajemen bagaimana cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien. 4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan. 5. Untuk membantu manajemen, auditor berhubungan dengan setiap fase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen. 6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka.” Pada intinya dari semua tujuan di atas audit operasional dilakukan dengan
maksud untuk menilai dan menjamin bahwa kegiatan perusahaan benar-benar berjalan efektif, efisien, dan ekonomis. Adapun efektivitas yang dimaksud yaitu mengacu pada pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi mengacu pada sumber daya yang digunakan dalam pencapaian tujuan, serta ekonomis mengacu pada biaya yang dikeluarkan dalam mencapai tujuan tersebut. Disamping tujuan di atas, audit operasional juga memiliki beberapa manfaat bagi pihak yang berkepentingan (manajemen). Hal ini dijelaskan oleh Nugroho Widjayanto (2001:28) dalam bukunya yang berjudul Pemeriksaan Operasional Perusahaan, sebagai berikut: “Manfaat yang dapat diperoleh dari adanya audit operasional antara lain: 1. Identifikasi tujuan, kebijaksanaan, sasaran, dan prosedur organisasi yang sebelumnya tidak jelas. 2. Identifikasi kriteria yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat tercapainya tujuan organisasi dan menilai kegiatan manajemen. 3. Evaluasi yang independen dan objektif atas suatu kegiatan tertentu.
19
4. Penetapan apakah organisasi sudah mematuhi prosedur, peraturan, kebijaksanaan, serta tujuan yang telah ditetapkan. 5. Penetapan efektivitas dan efisiensi sistem pengendalian manajemen. 6. Penetapan tingkat kehandalan (reliability) dan kemanfaatan (usefulness) dari berbagai laporan manajemen. 7. Identifikasi daerah-daerah permasalahan dan mungkin juga penyebabnya. 8. Identifikasi berbagai kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan laba, mendorong pendapatan, dan mengurangi biaya atau hambatan dalam organisasi. 9. Identifikasi berbagai tindakan alternative dalam berbagai daerah kegiatan.” Dengan dilakukannya audit operasional, instansi dapat memprediksi
kemungkinan yang akan terjadi dan mempersiapkan solusi dari kemungkinan tersebut sedini mungkin, menggunakan sumber daya alam dan manusia secara efektif dan efisien, yang akhirnya secara ekonomis dapat mengingkatkan kemampuan instansi dalam memanfaatkan anggaran belanja.
2.2.3
Ruang Lingkup Audit Operasional Audit operasional dapat diarahkan kepada berbagai bidang nonfinansial.
Berbeda dengan audit finansial atau keuangan yang hanya memeriksa kesesuaian laporan keuangan dalam periode tertentu. Hasil dari audit operasional tidak hanya terbatas kepada hasil pemeriksaan aktual atau penemuan bukti-bukti yang mendukung asersi pihak auditor tetapi juga harus mampu memberikan solusi atau rekomendasi untuk melakukan perbaikan pada
masa
mendatang.
Audit
operasional
bersifat
potensial
dalam
merealisasikannya karena audit operasional berorientasi pada urusan operasional pada masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.
20
2.2.4 Keterbatasan Audit Operasional
Audit operasional merupakan alat pengendalian manajemen yang baik
dalam banyak hal. Namun demikian, masih terdapat sejumlah keterbatasan dalam
audit operasional seperti yang dikemukakan oleh Amin Widjaja Tunggal
(2008:42) yang diantaranya sebagai berikut: 1. Waktu Waktu
merupakan faktor yang membatasi dalam melakukan audit
operasional, karena penemuan bukti-bukti yang mendukung untuk pemberian informasi yang jelas dan benar membutuhkan ketelitian dalam pemeriksaan. Dalam hal ini, auditor harus memberikan informasi kepada pihak manajemen dengan tepat waktu untuk segera memecahkan masalah yang dihadapi. 2. Pengetahuan Auditor memerlukan berbagai informasi untuk memberikan asersinya, sedangkan informasi tersebut erat kaitannya dengan bukti yang diperoleh sehingga auditor harus mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi semua kemungkinan yang terjadi dengan entitas yang diaudit termasuk pengetahuan berbagai disiplin bisnis. 3. Biaya Dalam melakukan pemerikasaan memerlukan biaya. Auditor harus mampu menghemat biaya. Dengan kata lain, jika ada permasalahan kecil yang kurang berpengaruh, sedangkan jika diteliti lebih lanjut akan memakan biaya yang cukup besar, maka auditor harus mampu membatasi pemeriksaan tersebut.
21
4. Data
Keterbatasan data atau sulitnya mengumpulkan dan mengevaluasi data yang
berhubungan dengan objek yang diaudit akan menghambat dalam melakukan
pemeriksaan yang akhirnya mempengaruhi tingkat pelaporan hasil audit.
Bisa jadi karena keterbatasan atau sulitnya memperoleh data pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan.
5. Auditee
Adanya
pembatasan
pada
suatu
fungsi
atau
unit
tertentu
yang
menyampingkan aspek-aspek yang mempengaruhi auditee.
2.2.5
Program Kerja Audit Operasional Audit operasional harus dilakukan secara terstruktur agar pemeriksaan
berjalan dengan lancardan sistematis, untuk itu dibuat suatu program audit yang merupakan serangkaian prosedur tertulis dan langkah-langkah kerja dalam melaksanakan audit. Program audit digariskan terperinci dari serangkaian prosedur yang harus dijalani auditor, yang menurut keyakinan mereka hal tersebut diperlukan untuk mencapai tujuan audit. Menurut Arens dan Loebbecke yang dialihbahasakan oleh Amir Abadi Yusuf (2000:821), dalam bukunya Auditing Pendekatan Terpadu, program audit adalah sebagai berikut: “Instruksi terinci untuk mengumpulkan bahan bukti menyeluruh suatu bidang audit atau seluruh audit. Program audit selalu mencakup prosedur audit dan juga dapat pula meliputi besar sampel pos atau unsur yang dipilih, serta saat pelaksanaan pengujian.”
22
Umumnya sebagian besar program audit memiliki dua bagian pokok,
diantaranya :
1. Pernyataan tentang tujuan yang akan dicapai dan cara pendekatan yang digunakan.
2. Prosedur dan langkah kerja audit yang meliputi pemilihan auditee, persiapan atau perencanaan audit, pelaksanaan audit, pelaporan dan tindak lanjut hasil audit.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2008:104), program audit yang disusun dengan baik dapat memberikan banyak manfaat yang diantaranya: 1. Memberikan rencana sistematis untuk setiap tahap pelaksanaan audit. 2. Menjadi dasar penugasan auditor operasional. 3. Menjadi sarana pengendalian dan evaluasi kemajuan pekerjaan audit karena memuat waktu audit yang dianggarkan. 4. Membantu melatih staf yang belum berpengalaman dalam pelaksanaan audit. 5. Membantu auditor pada audit selanjutnya untuk mengenal lebih dekat jenis pekerjaan audit yang dilakukan dan waktu yang dibutuhkan. Secara umum, program kerja audit operasional dapat memberikan informasi tentang:
1.
Dasar audit
2.
Tujuan audit
3.
Sasaran audit
4.
Lingkup dan langkah-langkah kerja dalam melakukan audit.
23
2.2.6
Tahapan Pelaksanaan Audit Operasional Dalam pelaksanaannya audit operasional memerlukan suatu kerangka
kerja audit yang berfungsi sebagai pedoman pelaksanaan, sehingga pelaksanaan
audit yang dilakukan dapat berjalan secara terstruktur, terorganisir dan terkendali
agar tujuan dari audit operasional tersebut dapat tercapai.
Terdapat beberapa tahapan yang harus dijalankan dalam melakukan audit
operasional. Menurut Boyton, Johnson, dan Kell yang dialihbahasakan oleh
Ichsan Setiyo Budi dan Herman Wibowo dalam bukunya, Modern Auditing tahapan audit operasional yang secara umum dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Memilih Auditee
Merncanakan Audit
Pelaporan
Melaksanakan audit
Tindak Lanjut
(Sumber : Boyton, Johnson, Kell)
Gambar 2.1 Tahapan Audit Operasional
1.
Memilih Auditee Audit operasional biasanya tergantung pada kendala anggaran. Oleh karena itu, sumber daya untuk audit operasional harus digunakan untuk pemanfaatan yang paling baik. Survei pendahuluan merupakan langkah awal untuk memilih auditee.
24
2.
Merencanakan Audit
Dalam perencanaan audit ini, seorang auditor merencanakan pekerjaan yang
akan dilakukan, termasuk menetapkan standar-standar yang akan digunakan
untuk menilai operasi yang akan diaudit. Perencanaan audit juga mencakup
pemilihan tim audit yang memiliki kemampuan teknis yang diperlukan sehingga tujuan audit tercapai.
3. Melaksanakan Audit
Dalam melaksanakan audit, auditor mencari fakta dan bukti yang berhubungan dengan masalah yang telah diidentifikasi. Pelaksanaan audit merupakan tahapan audit operasional yang paling memakan waktu. Selain mengumpulkan bukti yang digunakan untuk menilai operasi yang diaudit, dalam tahap ini juga dilakukan analisis dan penentuan tindakan korektif apabila diperlukan. Pelaksanaan audit terdiri atas audit pendahuluan dan audit lanjutan. Audit pendahuluan bertujuan untuk menelaah berbagai ketentuan yang berlaku yang harus dipahami oleh seorang auditor temasuk dalam memahami latar belakang auditee, tujuan dan wewenang yang ditetapkan, berbagai pembatasan-pembatasan dan meninjau sistem pengendalian pihak manajemen yang diaudit. Audit lanjutan merupakan rangkaian untuk melakukan penilaian lebih lanjut termasuk melakukan pengembangan terhadap berbagai temuan audit. Dalam audit lanjutan ini seorang auditor menentukan saran dan rekomendasi yang
25
akan diberikan atas solusi dari temuan audit yang nantinya akan disampaikan
kepada auditee dalam bentuk laporan hasil audit.
4.
Tahap Pelaporan Tahap pelaporan merupakan tahapan akhir dari pelaksanaan audit. Laporan
hasil audit merupakan sarana yang menjadi acuan bagi pihak manajemen untuk mengadakan perubahan dan perbaikan. Laporan hasil audit merupakan
penyampaian hasil temuan auditor atas pelaksanaan audit yang berupa informasi, kesimpulan, saran dan rekomendasi yang diberikan kepada pihak berwenang yang memerlukan informasi tersebut. Sebelum laporan hasil audit diserahkan kepada pihak yang memerlukan, terlebih dahulu dilakukan review atas laporan tersebut oleh pejabat audit atau kepala internal auditor instansi tersebut. Laporan hasil pemeriksaan harus memuat kelayakan, ketepatan informasi, serta kejelasan dalam penyajiannya. 5.
Tahap Tindak Lanjut Tahap tindak lanjut hasil audit (follow-up) merupakan tahapan bagi auditor untuk menindaklanjuti tanggapan auditee terhadap laporan hasil audit.
2.3 Aktiva Tetap 2.3.1
Pengertian Aktiva Tetap Pada instansi pemerintahan atau organisasi sector pulik, ktiva tetap adalah
aktiva berwujud yang masa pemanfaatan lebih dari satu periode akuntansi atau
26
satu periode
anggaran dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan dan pelayanan publik. Aktiva tetapdapat diperoleh dari dana yang
bersumber dari sebagian atau seluruh APBD melalui pembelian, pembangunan,
donasi dan pertukaran dengan aktiva lain. Pengelolaan aktiva tetap haruslah dilakukan dengan baik mulai dari cara
perolehan, perlakuan akuntansi yang diterapkan, pemanfaatan, hingga aktiva tetaptersebut tidak mempu memberikan memberikan nilai ekonomisnya bagi
instansi. Disamping itu, pengawasan dan pemeriksaan terhadap aktiva tetap diperlukan untuk keamanan aktiva tetap tersebut. Pengertian aktiva menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005, Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Pernyataan No. 07 menjelaskan bahwa: ”Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikiuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang. Termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk menyediakan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.” Adapun pengertian yang menjelaskan tentang aktiva tetap menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005, Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Pernyataan No. 07, yaitu : ”Aset tetap adalah aset berwujud yang mempumyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.” Menurut Soemarso (2005:20) dalam bukunya, Akuntansi Suatu Pengantar mengatakan bahwa:
27
“Aktiva tetap adalah aktiva tetap berwujud yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, digunakan dalam kegiatan perusahaan yang dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan serta memiliki nilai yang cukup besar. Sehingga aktiva tetap merupakan aktiva jangka panjang yang dimaksudkan untuk digunakan dalam kegiatan normal perusahaan serta mengandung kekayaan perusahaan.” Dari beberapa definisi di atas, dapat diketahui bahwa karakteristik dari
aktiva tetap adalah sebagai berikut:
1. Aktiva tersebut berwujud,
2. merupakan milik perusahaan yang dapat dibuktikan dengan tanda kepemilikan, 3. digunakan dalam kegiatan opesari perusahaan, 4. tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan, 5. Memiliki nilai yang cukup besar, 6. mempunyai masa manfaat lebih darisatu tahun. Terdapat perbedaan yang jelas antara aktiva tetap dengan barang dagangan. Bila aktiva tetap digunakan untuk kegaitan operasi instansi dan tidak dimaksudkan untuk dijual kembali, sedangkan barang dagangan tidak digunakan untuk kegiatan operasi instansi melainkan untuk dijual kembali. Aktiva tetap yang dimiliki oleh suatu organisasi pada umumnya terdiri atas bermacam-macam aktiva tetap. Untuk tujuan akuntansi, berbagai macam aktiva tersebut dikelompokan menjadi menjadi : 1. Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah tanah untuk kantor dan tanah untuk pertanian; 2. Aktiva tetap yang umumrnya terbatas, misalnya bangunan, mesin, kendaraan, alat-alat kantor dan sebagainya.
28
2.3.2 Klasifikasi Aktiva Tetap Dalam buku Sistem Akuntansi Sektor Publik (2003 : 165) yang ditulis oleh
Indra Basian. Secara umum, aktiva tetap dapat digolongkan atau diklasifikasikan
sebagai berikut: 1. Tanah 2. Gedung dan Bangunan 3. Bangunan Air
4. Jalan dan Jembatan 5. Instalasi dan Jaringan 6. Kendaraan 7. Mesin dan Peralatan 8. Meubelair dan Perlengkapan
2.3.3
Perolehan Aktiva Tetap Aktiva tetap dapat dimiliki oleh instansi dengan menempuh beberapa cara,
antara lain: 1.
Purchase for cash Aktiva tetap dimiliki oleh instansi dengan dibeli secara tunai. Apabila instansi membeli aktiva tetap secara tunai, maka dalam perkiraan aktiva tetap yang bersangkutan dicatat sebesar jumlah pengeluaran uang yang berhubungan dengan pembelian tersebut.
29
Acquisition by gift
2.
Kepemilikan aktiva tetap oleh instansi karena pemberian atau hadiah dari
pihak lain.
3.
Self Construction Memiliki
suatu
aktiva
tetap
dengan
cara
membangunnya
sendiri.
Pembangunan ini bisa dilakukan dengan pembangunan swakelola oleh instansi atau pembangunan oleh pihak ketiga.
2.3.4 Penilaian Aktiva Tetap Komponen yang digunakan dalam penilaian aktiva tetap adalah: 1. Biaya Perolehan Semua biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva tetap sampai aktiva tetap tersebut sampai di tempat dan siap untuk digunakan. Biaya perolehan suatu aktiva terdiri dari harga perolehan, termasuk bea impor dan PPn masukan yang tidak dapat dikreditkan, dan biaya pengalokasian secara langsung yang diantaranya: a. Biaya pengangkutan b. Biaya pemasangan (installation costs) c. Biaya penyimpanan dan bongkar muat (handling costs) d. Biaya asuransi e. Biaya konsultan atau professional
30
2. Penyusutan
Penyusutan
didefinisikan
dalam
Pernyataan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan (PSAP 07) sebagai penyesuaian nilai sehubungan dengan
penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aktiva. Paragraf 53 hingga 57
menguraikan perihal penyusutan sebagai berikut :
“Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun diinvestasikan dalam aset tetap” Adapun faktor yang mempengaruhi kemampuan operasional aktiva tetap antara lain : masa pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas yang tersedia, dan keterbelakangan teknologi. Adapun yang menjadi dasar perhitungan penyusutan dapat berupa harga perolehan dan nilai buku aktiva tersebut. Aktiva tetap dapat disusutkan dengan beberapa metode, antara lain : a. Metode Garis Lurus Miaslnya, kendaraan dengan harga perolehan Rp 600.000, taksiran nilai residu (sisa) sebesar 4 Rp 40.000 dan umur taksiran selama 4 tahun. Penyusutannya dihitung setiap tahun dengan rumus ssebagai berikut :
31
b. Metode Jumlah Angka Tahun
Misalnya peralatan kantor dengan harga perolehan Rp 1000.000 nilai residu (sisa) Rp 100.000 ditaksir umur ekonomisnya 3 tahun. Penyusutannya dihitung sebagai berikut :
Tabel 2.1 Jumlah AngkaTahun
Tahun
Bobot (Weight)
Bagian Penguran
1
3
3/6
2
2
2/6
3
1
1/6
Keterangan : penyebut dalam bagian pengurang dihitung dengan cara menjumlahkan angka bobot = 3+2+1=6 pembilang dalam bagian pengurangadalah angka bobot tahun yang bersangkutan. Untuk tahun pertama: 3; dan seterusnya.
Tabel 2.2 Penyusutan Jumlah Angka Tahun
Tahun
Debit Penyusutan
Kredit
Total
Akumulasi
Akumulasi
Peny.
Peny.
0
Nilai Buku
1.000.000
1
3/6x900.000=450.000
450.000
450.000
550.000
2
2/6x900.000=300.000
300.000
750.000
250.000
32
3
1/6x900.000=150.000
150.000
900.000
100.000
Jika aktiva tersebut memiliki umur ekonomis yang cenderung
panjang, maka penyebut (jumlah angka tahun) dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Jumlah angka tahun = n ( n + 1 ) / 2
n = umur ekonomis
c. Metode Saldo Menurun Tarif penyusutan pertahun dihitung dengan rumus sebagai berikut : √ T = tarif,
n = umur ekonomis
Contoh penyusutan mesin dihitung dengan cara sebagi berikut : √ = 0.536 atau 53,6%
Tabel 2.3 Penyusutan Saldo Menurun
Tahun
0
Debit Penyusutan
Kredit
Total
Akumulasi
Akumulasi
Peny.
Peny.
Nilai Buku
1.000.000
33
1
53,6%x1.000.000=536.000
536.000
536.000
464.000
2
53,6%x464.000=248.700
248.700
784.700
215.300
3
53,6%x215.300=115.300
115.300
900.000
100.000
d. Metode Saldo Menurun Ganda
Misalnya dari contoh sebelumnya, penyusutan dengan metode garis
lurus adalah sebesar Rp 140.000 setiap athun. Jumlah ini jika
dihitung dari yang didepresiasi (560.000) maka tarifnya aadala 25% dikalikan dua menjadi 50%, penyusutan setiap tahunnya sebagai berikut : Tabel 2.4 Penyusutan Saldo Menurun Ganda
Tahun
Debit Penyusutan
Kredit
Total
Akumulasi
Akumulasi
Peny.
Peny.
Nilai Buku
1
50%x600.000=300.000
300.000
300.000
300.000
2
50%x300.000=150.000
150.000
450.000
150.000
3
50%x150.000=75.000
75.000
525.000
75.000
4
53,6%x215.300=115.300
37.500
562.500
37.500
e. Metode Jam Jasa Sebagai contoh, harga pokok kran sebesar Rp 500.000. taksiran nilai kegunaan 5 tahun. Taksiran nilai sisa Rp 50.000. umur produktif
34
dalam jam 30.000 jam. Jika kran tersebut digunakan selama 4.000
jam pada tahun pertama, beban penyusutannya adalah : (
)
(
)
= 60.000 Jadi beban depresiasi kran pada tahun pertama sebesar Rp 60.000.
f. Metode Jumlah Unit Produksi Misalnya, mesin dengan harga perolehan Rp 600.000 memiliki nilai sisa taksiran sebesar Rp 40.000. mesinini ditaksir selama umur pengguanaan akan menghasilakan 56.000 unit produk. Penyusutan per unit produk dihitung sebagai berikut :
= 10 Apabila pada tahun pertama, mesin tersebut menghasilkan 18.000 unit produk, maka beban penyusutan untuk tahun berjalan sebsar 18.000 x 10 = Rp 180.000
35
g. Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok
Apabila aktiva yang dimiliki mempunyai fungsi dan umur yang
berbeda, maka aktiva ini dapat dibagi-bagi menjadi beberapa
kelompok,
untung
masing-masing
fungsi.
Penyusutan
diperhitungkan terhadap masing-masing kelompok. Perhitungan tarif penyusutan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Tabel 2.5 Penyusunan berdasarkan jenis dan kelompok Harga
Nilai
HP yang
Taksiran
Penyusutan
Perolehan
Sisa
Disusutkan
Umur
Tahunan
A
1.000.000
250.000
750.000
20 thn
37.500
B
600.000
100.000
500.000
10 thn
50.000
C
400.000
100.000
300.000
8 thn
37.500
D
110.000
10.000
100.000
4 thn
25.000
Total
2.110.000
Aktiva
1.650.000
150.000
Tarif penyusutan gabungan = 150.000 : 2.110.000 = 7,11% Umur aktiva gabungan
= 1.650.000 : 150.000 = 11 thn
2.3.5 Biaya-Biaya Dalam Aktiva Tetap Dalam memperoleh, penggunaan, maupun perawatannya, aktiva tetap sangat terkait dengan komponen biaya yang harus dikeluarkan atas aktiva tetap yang bersangkutan..
36
Zaki Baridwan (2004:289) menyatakan bahwa selama masa pemakaian
suatu aktiva tetap, perusahaan akan melakukan pengeluaran-pengeluaran seperti
untuk keperluan perbaikan, pemeliharaaan, maupun penambahan aktiva tetap.
Perlakuan akuntansi yang berhubungan dengan pengeluaran-pengeluaran dalam
memperoleh dan menggunakan aktiva tetap terbagi menjadi:
1.
Pengeluaran Modal ( Capital Expenditures) Pengeluaran
modal
merupakan
bentuk
pengeluaran
yang
akan
memberikan manfaat yang dirasakan lebih dari satu periode akuntansi. Pengeluaran seperti ini akan dicatat dalam rekening aktiva.
2.
Pengeluaran Pendapatan ( Revenue Expenditure) Pengeluaran pendapatan merupakan pengeluaran yang dikeluarka untuk memperoleh manfaat yang hanya akan dirasakan pada masa periode akuntansi yang bersangkutan. Pengeluaran ini seringkali masuk ke komponen biaya.
2.3.6 Penyajian Aktiva Tetap di Neraca Dijelaskan oleh Indra Bastian, Ph.D. M.B.A., Akt. Dalam bukunya Sistem Akuntansi Sektor Publik, bahwa untuk penyajiannya di neraca, aktiva tetap harus diukur berdasarkan biaya perolehanyang merupakan cerminan nilai pasar. Biaya perolehan suatu aktiva tetap terdiri ari harga belinya, termasuk bea masuk dan PPN masukan tidak dapat direstitusikan dan setiap biaya yang dapat diatribusi secara langsung dalam dalam membawa aktiva tersebut dapat bekerja untuk
37
penggunaan yang dimaksud, setiap potongan dan rabat dikurangkan dari harga pembelian.
Setelah penilaan awal, selanjutnya aktiva tetap disajikan berdasarkan niali
perolehan aktiva tersebut dikurangi dikurangi akumulasi penyusutan selama masa
manfaat. Penilaan kembali atau revaluasi pada umumnya tidak diperkenankan IPSAS menganut penilaian aktiva berdasarkan harga perolehan atau harga karena pertukaran. Penyimpangan dan ketentuan ini mungkin dilakukan berdasrkan
ketentuan pemerintah. Selisih antara nilai revaluasi denganniali buku (nialai tercatat) aktiva tetap dibukukan dalam akun modal bernama “selisih penilaian kembali aktiva tetap”.
2.4
Audit Operasional Pengelolaan Aktiva Tetap
2.4.1 Tujuan Pemeriksaan Aktiva Tetap Terdapat beberapa tujuan dalam pelaksanaan pemeriksaan terhadap aktiva tetap yang salah satunya dikemukakan oleh Sukrisno Agoes (2004:263) sebagai berikut : “Pemeriksaan terhadap aktiva tetap memiliki tujuan yang diantaranya sebagai berikut: a. Memeriksa apakah terdapat internal kontrol yang cukup baik atas aktiva tetap. b. Untuk memastikan apakah aktiva tetap yang tercantum dalam neraca benar-benar ada, masih digunakan dan milik perusahaan. c. Untuk memeriksa apakah penambahan aktiva tetap dalam tahun berjalan benar-benar merupakan suatu capital expenditure, diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang dan didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan dicatat dengan benar.
38
d. Memeriksa apakah penarikan aktiva tetap sudah dicatat dengan benar di buku perusahaan dan telah diotorisasi oleh pejabat perusahaan yang berwenang. e. Untuk memeriksa apakah ada aktiva tetap yang dijadikan sebagai jaminan. f. Untuk memeriksa apakah pembebanan penyusutan dalam tahun (periode) yang diperiksa telah dilakukan dengan cara yang sesuai dengan PSAK, konsisten, dan apakah perhitungan telah dilakukan dengan benar (secara akurat). g. Untuk memeriksa apakah ada aktiva tetap yang disewakan, jika ada apakah pendapatan sewa sudah diterima. h. Untuk memeriksa apakah ada aktiva tetap yang mengalami penurunan nilai. i. Untuk memeriksa apakah penyajian aktiva tetap dalam laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/PSAK.” Dari pernyataan di atas dapat ditarik sebuah benag merah bahwa inti utama
dari tujuan pemeriksaan aktiva tetap adalah untuk mengamankan harta atau kekayaan yang dimiliki oleh instansi, menilai kelayakan pengendalian internal, menilai perlakuan akuntansi apakah telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku atau tidak, dan pengalokasian yang sesuai sesuai agar aktiva tetap tersebut dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien sehingga dapat berproduksi sesuai dengan harapan dan tujuan yang hendak dicapai oleh instansi
2.4.2 Efektivitas, Efisiensi dan Ekonomis Sulit untuk mendefinisikan sesuatu baik itu benda, metoda, ataupun kebijakan dapat dikatakan efektif dan efisien. Akan tetapi secara umum semua hal dapat dikatakan efektif jika penggunaan dan pemanfaatannya sesuai dengan prosedur dan aturan yang benar sehingga dapat memberikan nilai manfaat yang sangat besar dan menghasilkan output yang besar pula. Adapun pengertian
39
efektivitas menurut Arens dan Loebbecke (2009:798) dalam buku yang berjudul Auditing an Integrated Approach :
“Effectiveness refers to the accomplishment of objectives, where as efficiency refers to the resources used to achieve those objectives.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa, efektivitas mengacu pada pemenuhan tujuan, sedangkan efisiensi mengacu pada sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam modul Dasar-dasar Audit Internal Sektor Publik (2007:13) menyatakan bahwa : 1. Efektivitas meliputi pencapaian hasil (output) dan manfaat yang diperoleh dari hasil tersebut (outcome). Misalnya suatu proyek pembangunan gedung sekolah dikatakan efektif dari sisi output bila berhasil membangun sekolah sesuai bestek, dan efektif dari sisi outcome bila gedung tersebut benarbenar dimanfaatkan untuk kegiatan belajar mengajar sesuai rencana pembangunan yang ditetapkan sebelumnya. 2. Efisiensi biasanya dikaitkan dengan pemakaian sumber daya (volume), seperti pemakaian bahan baku, jumlah dan waktu tenaga kerja, pemakaian jam kerja mesin, bahan bakar, dan sebagainya, dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan untuk memperoleh output tertentu. 3. Ekonomis biasanya dikaitkan dengan biaya perolehan sumber daya. Ada dua prinsip ekonomi yang bisa digunakan, yaitu; Memperoleh sumber daya (barang/jasa) dalam jumlah tertentu dengan biaya (harga) yang serendah-rendahnya. Dalam hal ini batasannya adalah spesifikasi teknis yang harus dipenuhi, atau Mendapatkan sumber daya dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya dengan biaya (harga) tertentu, dalam hal ini batasannya adalah dana. Berdasarkan pengertian di atas, dijelaskan
bahwa efektivitas lebih
mengacu pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan efisiensi lebih mengacu kepada penggunaan sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, dan ekonomis mencakup kepada biaya untuk pengadaan sumber daya.