5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gunung Berapi
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefenisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (bantuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari
kedalaman sekitar 10 km
dibawah
permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus. Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung api yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pasifik Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik .
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh karena itu, untuk menentukan keadaan sebenarnya dari pada suatu gunung api itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Tabel 2.1 Tingkat Isyarat Gunung Berapi Indonesia
Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia Status
Makna Menandakan
AWAS
Tindakan gunung
berapi yang Wilayah yang terancam bahaya
segera atau sedang meletus atau ada direkomendasikan keadaan kritis yang
menimbulkan dikosongkan
untuk
6
bencana
Koordinasi
dilakukan secara
Letusan pembukaan dimulai dengan harian abu dan asap Letusan
Piket penuh
berpeluang terjadi dalam
waktu 24 jam Menandakan
gunung
berapi yang Sosialisasi di wilayah terancam
sedang bergerak ke arah letusan atau Penyiapan sarana darurat menimbulkan bencana Peningkatan
Koordinasi harian
intensif
kegiatan Piket penuh
seismik SIAGA
Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana Jika
tren
peningkatan
berlanjut,
letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu Ada aktivitas apa pun bentuknya Terdapat
kenaikan aktivitas di atas Penilaian bahaya
level normal WASPADA
Penyuluhan/sosialisasi
Peningkatan
Pengecekan sarana aktivitas seismik dan Pelaksanaan piket terbatas
kejadian vulkanis lainnya Sedikit
perubahan
aktivitas
yang
diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal Tidak NORMAL
ada gejala aktivitas tekanan Pengamatan rutin
magma
Survei dan penyelidikan
Level aktivitas dasar (Wikipedia B, 2014)
7
2.2 Debu Vulkanik
Debu Vulkanik terdiri dari dalam partikel-partikel batuan vulkanik terfragmentasi. Debu vulkanik sering panas sangat dekat dengan gunung berapi tetapi dingin ketika jatuh pada jarak tertentu. Hal ini terbentuk selama ledakan gunung berapi,dari longsoran panas batuan yang mengalir menuruni sisi gunung berapi, atau dari merahpanas cair lava semprot. Debu bervariasi dalam penampilan tergantung pada jenis gunung berapi dan bentuk letusan Dengan demikian, dapat berkisar dalam warna grit dari debu terang hingga hitam dan dapat bervariasi dalam ukuran dari yang seperti grit menjadi sehalus bedak. Debu menghalangi sinar matahari, mengurangi visibilitas. Besar debu deposito dapat dimasukkan ke dalam tanah yang ada dan menjadi tanah lapisan atas masa depan suatu daerah. Kesuburan tanah sekitar banyak gunung berapi ini disebabkan deposito abu tua. Ini efek menguntungkan dari vulkanisme melebihi, dari waktu ke waktu, bahaya Letusan juga dapat menghasilkan guntur dan kilat dari gesekan antara denda, partikel udara yang dapat lokal di atas gunung berapi atau menemani bulu abu besar dari letusan jarang, sehingga debu jatuh segar dapat memiliki lapisan asam yang dapat menyebabkan iritasi pada paru-paru dan mata. Lapisan asam cepat dihapus oleh hujan,yang kemudian dapat mencemari persediaan air setempat. Dalam letusan kebanyakan,debu vulkanik menyebabkan kesehatan yang relatif sedikit masalah, tetapi menimbulkan banyak kecemasan. Orang bisa menjadi lebih takut bahaya kesehatan debu vulkanik dan gas daripada risiko kematian dari bahaya yang lebih besar,seperti piroklastik. Jatuhan piroklastik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan, terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Batuan yang berukuran besar (bongkah – kerikil) biasanya jatuh disekitar kawah sampai radius 5 – 7 km dari kawah, dan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan km bahkan ribuan km dari kawah karena dapat terpengaruh oleh adanya hembusan angin. Debu memiliki ciri – ciri seperti bergerigi kecil potongan batuan, mineral dan kaca vulkanik ukuran pasir dan lumpur (kurang dari 2 mm (1/12 inci) di diameter) meletus oleh gunung berapi disebut debu vulkanik. Setiap partikel abu kecil bisa
8
kurang dari 0,001 milimeter (1/25, 000 inci) di seluruh. Debu vulkanik bukanlah produk pembakaran, seperti bahan berbulu lembut yang diciptakan oleh pembakaran kayu,daun, atau kertas. Debu vulkanik sulit, tidak larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif, dan melakukan listrik bila basah. Debu vulkanik terbentuk selama letusan gunung berapi ledakan. Letusan peledak terjadi ketika gas-gas dilarutkan dalam bataun cair (magma) memperbesar dan melarikan diri keras ke udara, dan juga ketika air dipanaskan oleh magma dan tiba-tiba berkedip menjadi uap. Kekuatan gas melarikan diri keras menghancurkan batuan padat. Memperluas gas juga cabik magma dan ledakan itu ke udara, dimana ia membeku menjadi fragmen-fragmen batuan vulkanik dan kaca. Setelah di udara,angin bisa meniup partikel kecil debu
puluhan hingga ribuan
kilometer jauhnya dari gunung berapi. Ukuran rata – rata butir fragmen batuan dan debu vulkanik meletus dari lubang vulkanik meledak sangat bervariasi antara letusan yang berbeda dan selama letusan ledakan tunggal yang berlangsung berjam – jam sampai berhari- hari. Lebih berat, berukuran fragmen batu besar biasanya jatuh kembali ke tanah pada atau dekat dengan gunung berapi dan lebih kecil dan ringan fragmen yang ditiup semakin jauh dari gunung berapi oleh angin. Debu vulkanik, partikel-partkel terkecil (2mm atau lebih kecil), dapat melakukan perjalanan ratusan hingga ribuan kilometer arah angin dari gunung berapi tergantung pada kecepatan angin, volume debu meletus, dan ketinggian kolom letusan. (HTML A, 2010)
2.2.1 Mikrostruktur Debu Vulkanik
Kandungan material dari debu yang dimuntahkan itu mengandung Si02 atau pasir kuarsa yang biasa digunakan untuk membuat gelas. Bentuk pasir kuarsa itu tidak bulat layaknya debu biasa. Di bawah mikroskop, pasir kuarsa itu tampak berujung runcing. Ini tentunya bisa melukai saluran pernapasan, mata, bahkan kulit. aat meletus, gunung berapi memang umumnya menyemburkan uap air (H2O), karbon dioksida (CO2),sulfur dioksida (SO2), asam klorida (HCl), asam fluorida (HF), dan abu vulkanik ke atmosfer. Debu vulkanik mengandung silika, mineral, dan bebatuan.
9
Unsur yang paling umum adalah sulfat, klorida, natrium, kalsium, kalium, magnesium, dan fluoride. Ada juga unsur lain, seperti seng, kadmium, dan timah, tapi dalam konsentrasi yang lebih rendah. (HTML A, 2010)
2.3 Efek Debu Vulkanik
2.3.1 Kesehatan
Debu vulkanik yang dikeluarkan oleh Gunung Sinabung mengandung banyak unsur gas kimia, seperti : Hidrogen Sulfida (H2S), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), gas Ammoniak (NH3), dan Sulfur Dioksida (SO2). Unsur – unsur tersebut sangat tidak bersahabat dengan tubuh manusia pada umumnya. Selain itu debu vulkanik juga mengandung unsur gas kimia yang paling berbahaya yaitu SiO2 yang berupa mikrostruktur yang dapat membahayakan mata dan paru – paru. (Sudaryo,2009)
2.3.2 Kesuburan tanah
Debu vulkanik yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi yang subur mengandung unsur hara N,P,S, unsur mikro yang tinggi. Allophan adalah Aluminosilikat amorf yang dengan bahan organik dapat membentuk ikatan kompleks. Di daerah kering, tanah dari abu vulkanik tersebut memiliki warna tanah yang tidak sehitam dari daerah lain. Sifat-sifat tanah allophan adalah: 1. Profil tanahnya dalam. 2. Lapisan atas maupun permukaannya gembur serta berwarna hitam. 3. Lapisan subsoil berwarna kecoklatan dan terasa licin bila digosok diantar jarijari. 4. Bulk densitynya sangat rendah (< 0,85). 5. Daya tahan terhadap air tinggi. 6. Perkembangan struktur tanah baik.
10
7. Daya lekat maupun plastisitasnya tidak ada bila lembab. (Sudaryo,2009)
2.3.3. Tanaman dan Peternakan
Salah satu gas yang disemburkan oleh Gunung Sinabung adalah gas fluor (F2.) Gas ini coklat kekuningan, korosif dan sangat beracun. Seperti CO2, itu lebih berat dari udara dan cenderung untuk mengumpulkan di daerah rendah. Hidrogen fluorida (Hf), sangat korosif dan beracun, dan menyebabkan luka bakar internal yang mengerikan dan kalsium serangan di sistem kerangka.. Bahkan setelah gas terlihat atau asam telah hilang, fluor dapat diserap ke dalam tanaman, dan mungkin dapat meracuni orang dan hewan untuk waktu yang lama setelah letusan. (V. Vlanck, 1985)
2.4 Logam Berat
2.4.1 Pengetian Logam Berat
Logam berat adalah unsur alami dari kerak bumi. Logam yang stabil dan tidak bisa rusak atau hancur, oleh karena itu mereka cenderung menumpuk dalam tanah dan sedimen. Banyak istilah
logam berat telah diajukan, berdasarkan kepadatan,
nomor atom, berat atom, sifat kimia atau racun. Logam berat yang dipantau meliputi: Antimony (Sb), Arsenik (As), Cadmium (Cd), Cobalt (Co), Chromium (Cr), Copper (Cu), Nickel (Ni), Lead (Pb), Mangan(Mn), Molybdenum (Mo), Scandium (Sc), Selenium (Se), Titanium (Ti), Tungsten (W), Vanadium (V), Zinc (Zn). Besi (Fe), Nikel (Ni), Stronsium (Sr), Timah (Sn)
2.4.2 Karakteristik Logam Berat Berdasarkan daya hantar panas dan listrik, semua unsur kimia yang terdapat dalam susunan berkala unsur-unsur dapat dibagi atas dua golongan yaitu logam dan non logam. golongan logam yang mempunyai daya hantar panas dan
11
listrik yang tinggi,sedangkan golongan non logam mempunyai daya hantar listrik yang rendah. Berdasarkan densitasnya, golongan logam dibagi atas dua golongan, yaitu golongan logam ringan dan logam berat.Golongan logam ringan (light metals) mempunyai densitas <5, sedangkan logam berat (heavy metals) mempunyai densitas >5. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup. Dapat dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi racun bagi tubuh makhluk hidup apabila melampaui ambang batas yang diizinkan. Namun sebagian dari logam berat tersebut memang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup dalam jumlah tertentu (sedikit), yang juga apabila tidak terpenuhi akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup dari makhluk hidup tersebut. Salah satu polutan yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam berat.WHO
(World Health Organisation) dan FAO (Food
Agriculture Organisation) merekomendasikan untuk tidak mengkonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat.
2.5 Senyawa Pada Debu Vulkanik 2.5.1 Anorthite Anorthite merupakan golongan mineral utama (Felspar, Plagioklas dll). Mineral utama adalah komponen mineral dari debu yang diperlukan untuk menggolongkan (mengklasifikasikan), tetapi tidak perlu terdapat dalam jumlah yang banyak. Felspar adalah suatu kumpulan dari sejumlah mineral pembentuk debu dengan rumus umum : MAI (Al, Si)3 O8 dimana M = K, Na, Ca, Ba, Rb, Sr, dan Fe. Felspar adalah mineral yang paling banyak tersebar dalam debu dan merupakan 60% dari kerak bumi. Felspar umumnya berwarna putih atau keputih-putihan, mereka tidak mempunyai warna tersendiri tetapi sering kali diwarnai oleh pengotoran-pengotoran zat lain, mempunyai kekerasan 6 pada skala MOHS, mempunyai sistem kristal monoklin atau triklin, mempunyai belahan yang baik dalam dua arah. Felspar yang
12
lapuk menjadi liat juga mineral kaolinit. Mineral felspar yang banyak terdapat adalah ortoklas dan plagioklas. Kumpulan mineral felspar adalah 1.
Ortoklas (Or) = KalSi3O8
2.
Albit
3.
Anorthite (An) = CaAlSi3O8
(Ab) = NaAlSi3O8
Or dan Ab, membentuk kumpulan felspar Alkali, tanpa atau dengan sedikit An (An kurang dari 20%). Yang termasuk kumpulan felspar alkali adalah Ortoklas, Sanidin, Adularia, Mikrolin, dan Anortoklas. Ab dan An, membentuk kumpulan plagioklas dengan komposisi berkisar dari 100% Ab hingga 100% An. Yang termasuk kumpulan plagioklas adalah Albit, Oligoklas, Andesin, dan Anorthite. Plagioklas adalah kumpulan sejumlah mineral dengan sistem kristal triklin. Plagioklas merupakan mineral pembentuk debu yang paling umum, dan dikenal ada enam kombinasi mineral antara lain : Albit, Oligoklas, Andesin, Labradorit, Bitownit, dan Anorthite. Rumus umumnya : (Na, Ca) Al (Si, Al) Si2O8. Dengan warna : putih, putih kelabu, kadang-kadang kehijauan, kebiru-biruan, jarang yang berwarna kemerahan, hitam. (Moch,Munir. 1996)
2.5.2 Alunite
Alunite juga dikenal sebagai alumstone. Mineral ini pertama kali diamati pada abad ke-15 di Tolfa, tempat dekat Roma. Di sini, itu ditambang untuk memproduksi tawas, kal (SO4) 2 - 12H2O. Pada tahun 1707, pertama kali dinamakan sebagai aluminilite oleh JC Delametherie. Pada tahun 1824, namanya diubah menjadi nontronit oleh FS Beudant. Nama ini berasal dari alunit Latin, yang berarti "tawas." Alunite terbentuk dari aksi asam sulfat pada kalium feldspar yang kaya dalam proses yang disebut sebagai "alunitization." Asam sulfat menemani solusi hidrotermal. Hal ini umumnya kaya akan logam bijih tertentu. Solusi ini mengakibatkan tubuh besar nontronit, membuatnya menjadi mineral debu pembentuk. Tes asam membuktikan identifikasi Alunite tidak bergelembung bahkan ketika dalam bentuk bubuk.
13
Simetri alunite adalah sama dengan anggota Tourmaline Grup tetapi kristal alunite tidak membentuk kristal prismatik seperti yang dimiliki mineral turmalin khas. Kristal dari alunite lebih pipih dan menyerupai rhombohedrons hampir kubik. "Rhombohedrons" adalah kombinasi dari dua piramida trigonal.Sifat Fisik AluniteWarna Putih, abu-abu, abu-abu kekuningan, abu-abu kemerahan, putih kekuningan. Kepadatan 2,59-2,9, transparan untuk tembus.Fraktur tidak merata, permukaan retak dalam pola tidak merata, pembelahan baik. Tekstur seperti tanah liat tanpa afinitas kristal terlihat. Kristal dibuat dari serat. Kekerasan 3,5-4 - Copper Penny-Fluorite. Alunite terjadi sebagai vena dan massa pengganti di trachyte, riolit, dan kalium yang kaya akan debu vulkanik. (Moch.Munir, 1996)
2.5.3 Cristobalite
Kristobalit adalah polimorf dari kuarsa, yang berarti bahwa itu terdiri dari kimia yang sama, SiO 2, tetapi memiliki struktur yang berbeda. Kedua kuarsa dan kristobalit adalah polimorf dengan semua anggota Kelompok Quartz yang juga termasuk coesite, tridimit dan stishovite. Kristobalit adalah umum pada debu vulkanik dan banyak kristal mikroskopis yang mudah terlihat dalam mikroskop petrografi. Namun, kristal terbentuk dengan baik lebih besar lebih jarang dan spesimen yang baik ditemukan di celah-celah dan rongga (disebut vesikel) dari debu host. Distribusi tersebar luas kristobalit dalam beberapa jenis batu akan membutuhkan rating kelimpahan minimal umum, meskipun spesimen kristal makroskopik yang baik sulit untuk menemukan. Identifikasi kristobalit tidak selalu mudah, tetapi begitu umum dalam debu vulkanik yang kebiasaan kristal dan warna biasanya cukup. Kristobalit memiliki fase suhu yang lebih tinggi yang disebut beta kristobalit. Kebanyakan kristobalit diyakini mengkristal kristobalit sebagai beta yang memiliki simetri isometrik dan kemudian sebagai kristal mendingin, ia dengan mudah mengkonversi ke alpha kristobalit atau hanya kristobalit. Kristal khas beta kristobalit adalah octahedrons. Konversi dari beta kristobalit ke kristobalit begitu mudah sehingga kristal isometrik beta kristobalit yang secara lahiriah diawetkan dalam bentuk aslinya.
14
Beta kristobalit memiliki simetri lebih tinggi dari simetri tetragonal dari kristobalit. Oleh karena itu, struktur interior tidak isometrik lagi dan dengan demikian kristal tampak oktahedral disebut pseudomorphs atau "bentuk palsu". Kristobalit hanya stabil pada suhu permukaan normal; artinya, jika bisa, perlahan-lahan akan dikonversi ke struktur kuarsa. Tapi ini adalah proses yang lambat dan rumit mengambil ribuan tahun jika itu terjadi sama sekali. Ini adalah proses yang lambat terutama karena transformasi melibatkan melanggar obligasi dan penataan ulang atom. Atom-atom dari aluminium dan natrium dalam struktur dapat membantu stabilitas kristobalit juga.(Moch.Munir, 1996)
2.5.4 Kuarsa/Quartz (SiO2)
Kuarsa adalah mineral utama dari silika dan salah satu mineral pembentuk Kristal optik. Struktur atomik dari kuarsa dalah tetra hidron yang satu atom silikon dikelilingi empat atom oksigen. (Moechtar, 1990). Fasa temperatur rendah dari silika disebut kuarsa, mineral temperatur tinggi disebut kristobalit. Perubahan dari kuarsa ke trydynit memerlukan perubahan besar dalam susunan kristalnya. Kristobalit mengalami suatu perubahan struktur yang lebih baik tetapi bukan pematahan, trydynit mengalami dua perubahan pada jangkauan meta stabilnya : pertama pada temperatur 117 oC dari yang lainnya. Pada temperatur 163 oC inversi yang cepat ini mempengaruhi silica sebagai bahan refrelatory (bahan tahan api) dengan dibawah kondisi perubahan temperatur yang cepat. Kuarsa (SiO2) tergolong dalam kelompok mineral silikat. Ciri-ciri mineral ini sebagai berikut: sistem kristal heksagonal; kekerasan 7; berat jenis 2,65;warna bening. atau putih; gores/cerat putih; kilap kaca (vitreous) ; dan belahan tidak ada. Kuarsa (silicon dioxide atau SiO2) adalah mineral tunggal utama di bumi. Terdiri dari banyak warna dan bentuk, tetapi selalu mempunyai sebuah kilap kaca dan mempunyai kekerasan. Kuarsa juga dapat berwarna coklat, hitam ataupun ungu (amethyst), jarang terdapat berwarna hijau dan warna lainnya tergantung dari campuran yang terkandung di dalamnya. Apabila kita telah terbiasa dengan mineral
15
kuarsa ini maka akan mudah sekali untuk mengenalinya dalam bentuk yang bermacam-macam. Pada dasarnya kuarsa yang murni disebut kristal. Kristal selalu menunjukkan enam sisi pada bagian luar, sedangkan di dalam ketika kita belah kuarsa tidak mempunyai arah belahan. (Anggreini, D. 2008)
Mineral Kuarsa (quartz) ini ditemukan di dalam debu beku dan debu metamorf. Kuarsa merupakan mineral paling umum ditemukan dalam mineral gang dari urat-urat hidrothermal. Mineral tersebut juga ditemukan dalam bentuk pasir kuarsa lantaran terjadi pelapukan pada debu beku ataupun metamorf. Pasir kuarsa terdapat sebagai endapan sedimen,
berasal dari rombakan debu yang
mengandung silicon dioksida (kuarsa SiO2) seperti granit, riolit dan granodiorit. Endapan pasir kuarsa terjadi setelah melalui proses transportasi, sortasi dan sedimentasi. Oleh sebab itu endapan pasir kuarsa di alam tidak pernah didapatkan dalam keadaan murni. Butir kuarsa di alam umumya terdapat bercampur dengan lempung, feldspar, magnetit, ilmenit, limonit, pirit, mika (biotit), hornblendedan zircon serta bahan organik dari tumbuhan dan sebagainya. Proses transportasi oleh air menyebabkan batuan pasir menjadi bertambah halus dan relatif menjadi lebih murni. Material pengotor tersebut pada umumnya memberi warna pada pasir kuarsa, sehingga dari
warna yang dihasilkan dapat ditunjukkan derajat
kemurniannya. Pada umunya pasir kuarsa di endapkan dalam penyebaran yang melebar, dengan ukuran butir yang berbeda mulai dari fraksi halus (0,06 mm) – kasar (2 mm). Pasir kuarsa di Indonesia juga pada umunya mempunyai komposisi SiO2 = 55,30 – 99,87 %, Fe2O3= 0,01 – 9,14%, TiO2= 0,01 – 0,49 %,Al2O3= 0,0118,00 %, CaO = 0,01– 0,26 %, MgO = 0,01 – 0,26 %, K2O = 0,01 – 17,00%. Dalam perhitungan cadangan endapan pasir kuarsa dapat dilakukan dengan cara perkalian antara luas penyebaran dengan ketebalan rata-rata. (Moechtar, 1990)
16
2.5.5 Karbon (C)
Karbon merupakan salah satu unsur dari unsur-unsur yang terdapat dalam golongan IV A dan merupakan salah unsur terpenting dalam kehidupan seharihari
karena terdapat lebih banyak senyawa yang terbentuk dari unsur karbon.
Keistimewaan karbon yang unik adalah kecenderungannya secara alamiah untuk mengikat
dirinya sendiri dalam rantai-rantai atau cincin-cincin, tidak hanya
dengan ikatan tunggal, C - C, tetapi juga mengandung ikatan ganda C = C, serta rangkap tiga,C≡C. Lebih dari sembilan puluh persen unsur karbon merupakan unsur sintetik, sedangkan sisanya diperoleh dari mahluk hidup (tumbuh-tumbuhan, hewan, jamur, dan mikroorganisme) serta fosil batu bara dan minyak bumi. (Moechtar, 1990)
2.6 Kristal
2.6.1 Pengertian Kristal
Kristal adalah bahan padat dengan pola ulang jangkau panjang yang periodik dalam ketiga arah
koordinat. Sebuah kristal ideal disusun oleh satuan-satuan
struktur yang identik secara berulang-ulang yang tak hingga di dalam ruang. Sebagian besar materi fisika zat padat adalah kristal dan elektron di dalamnya, fisika zat padat mulai dikembangkan awal abad ke 20, mengikuti penemuan difraksi sinar-x oleh kristal.(Moechtar, 1990)
2.6.2
Struktur Kristal
Bahan
yang tersusun
oleh
berulang (periodik) yang
deretan atom-atom
yang
teratur letaknya
dan
tidak berhingga dalam ruang disebut bahan kristal.
Kumpulan yang berupa atom atau molekul dan sel ini terpisah sejauh 1 Å atau 2 Å. Sebaliknya, zat padat yang tidak memiliki keteraturan demikian disebut bahan
17
amorf atau bukan- kristal. Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dalam ruang tiga dimensi. Keteraturan
susunan
tersebut
terjadi
karena
harus
terpenuhinya kondisi geometris, ketentuan ikatan atom, serta susunan yang rapat. Struktur kristal dapat digambarkan dalam bentuk kisi, dimana setiap titik kisi akan ditempati oleh atom atau sekumpulan atom. Kisi kristal memiliki sifat geometri yang sama seperti kristal. Kisi yang memiliki titik-titik kisi yang ekuivalen disebut kisi bravais sehingga titik-titik kisi tersebut dalam kristal akan ditempati oleh atomatom yang sejenis. Lattice (kisi) adalah sebuah susunan titik yang teratur dan periodik didalam ruang sedangkan basis adalah sekumpulan atom dengan jumlah atom dalam sebuah basis dapat berisi satu atom atau lebih. (Moechtar, 1990)
2.6.3
Sistem Kristal
Ada 230 bentuk kristal yang semuanya sudah pernah diamati. Berdasarkan simterinya, bentuk-bentuk kristal dapat diolongkan dalam 32 kelas dan tiap-tiap kelas
dapat dikembalikan menjadi tujuh sistem kristal. Sistem kristal kubus
memiliki panjang rusuk yang sama ( a = b = c) serta memiliki sudut (α = β = γ) sebesar 90°. Sistem kristal kubus ini dapat dibagi ke dalam 3 bentuk yaitu kubus sederhana (simple cubic/ SC), kubus berpusat badan (body-centered cubic/ BCC) dan kubus berpusat muka (Face-centered Cubic/ FCC).
1. Sistem kristal kubus Berikut bentuk dari ketiga jenis kubus tersebut: a.
Kubus Sederhana, Pada bentuk kubus sederhana, masing-masing terdapat satu atom pada semua sudut (pojok) kubus.
b.
Pada kubus BCC, masing-masing terdapat satu atom pada semua pojok kubus, dan terdapat satu atom pada pusat kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna biru).
c.
Pada kubus FCC, selain terdapat masing-masing satu atom pada semua
18
pojok kubus, juga terdapat atom pada diagonal dari masing-masing sisi kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna merah).
Gambar 2.1 a) Kubus Sederhana ; b) Kubus BCC ; c) Kubus FCC (Sumber: Addison,1980) 2. Sistem kristal tetragonal
Pada sistem kristal tetragonal, dua rusuknya yang memiliki panjang sama (a = b ≠ c) dan semua sudut (α = β = γ) sebesar 90°. Pada sistem kristal tetragonal ini hanya memiliki dua bentuk yaitu sederhana dan berpusat badan. Pada
bentuk
tetragonal sederhana, mirip dengan kubus sederhana, dimana masing-masing terdapat
satu
atom
pada
semua
sudut
(pojok)
tetragonalnya. Sedangkan
pada tetragonal berpusat badan, mirip pula dengan kubus berpusat badan, yaitu memiliki 1 atom pada pusat tetragonal (ditunjukkan pada atom warna biru), dan atom lainnya berada pada pojok (sudut) tetragonal tersebut.
Gambar 2.2 Tetragonal Sederhana dan Berpusat Badan (Sumber: Addison,1980) 3. Sistem kristal Ortorombik Sistem kristal ortorombik terdiri atas 4 bentuk, yaitu : ortorombik sederhana, body center (berpusat badan) (yang ditunjukkan atom dengan warna merah), berpusat muka (yang ditunjukkan atom dengan warna biru), dan berpusat muka pada
19
dua sisi ortorombik (yang ditunjukkan atom dengan warna hijau). Panjang rusuk dari sistem kristal ortorombik ini berbeda-beda (a ≠ b≠ c), dan memiliki sudut yang sama (α = β = γ) yaitu sebesar 90°.
Gambar 2.3 Kristal Orthorombik (Sumber: Addison,1980)
4. Sistem kristal monoklin Sistem kristal monoklin terdiri atas 2 bentuk, yaitu : monoklin sederhana dan berpusat muka pada
dua sisi monoklin (yang ditunjukkan atom dengan
warna hijau). Sistem kristal monoklin ini memiliki panjang rusuk yang berbedabeda (a ≠ b≠ c), serta sudut α = γ = 90° dan β ≠ 90°.
Gambar 2.4 Kristal Monoklinik (Sumber: Addison,1980) 5. Sistem Kristal Triklinik
Pada sistem kristal triklin, hanya terdapat satu orientasi. Sistem kristal ini memiliki panjang rusuk yang berbeda (a ≠ b ≠ c), serta memiliki besar sudut yang berbedabeda pula yaitu α ≠ β ≠ γ ≠ 90°.
20
Gambar 2.5 Kristal Triklinik
(Sumber: Addison,1980)
6. Sistem Kristal Rombohedral atau Trigonal
Pada sistem kristal ini, panjang rusuk memiliki ukuran yang sama (a = b ≠ c). sedangkan sudut-sudutnya adalah α = β = 90°dan γ =120°.
Gambar 2.6 Kristal Rombohedral (Sumber: Addison,1980)
7. Sistem Kristal Heksagonal
Pada system kristal ini, sesuai dengan namanya heksagonal (heksa = enam), maka system ini memiliki 6 sisi yang sama. System kristal ini memiliki dua nilai sudut yaitu 90° dan 120° (α = β = 90°dan γ =120°) , sedangkan pajang rusuk-rusuknya adalah a =b ≠ c. semua atom berada pada sudut-sudut (pojok) heksagonal dan terdapat masing-masing atom berpusat muka pada dua sisi heksagonal (yang ditunjukkan atom dengan warna hijau).
21
Gambar 2.7 Kristal Heksagonal (Sumber: Addison,1980)
2.6.4 Bidang – Bidang Kristal
Besarnya jarak antar bidang dan volume unit sel untuk beberapa sistem kristal adalah
a. Kubus 1 h + k + l = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.1 d a V = a … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.2
b. Tetragonal 1
=
ℎ +
+
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.3
V = a c … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.4 c. Heksagonal 1
=
4 ℎ + ℎ + 3
+
… … … … … … … … … … … … … … … 2.5
V = 0,866 a c … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.6 d. Ortorombik
22
1
=
ℎ
+
+
(ℎ +
+
… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.7
V = a b c … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.8 e. Rombohedral 1
=
V= a
)
+ 2(ℎ + + ℎ )( (1 − 3 ) +2
− cos )
… … 2.9
1 − 3 cos α + 2 cos α … … … … … … … … … … … … … … … … 2.10
f. Monoklinik 1
1
=
ℎ
+
+
1
−
2 ℎ cos
… … … … … … … 2.11
V = a. b. c sin β … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 2.12 g. Triklinik 1
=
1
(
ℎ +
+
+2
ℎ +2
+2
ℎ ) … … … 2.13
V = abc 1 − 3 cos α − cos β − cos γ + 2 cos α cos β cos γ … … … … 2.14
dengan : s11
= b2 c2 sin2α
s22
= a2c2 sin2β
s33
= a2b2 sin2γ
s12
= a b c2 ( cos α cos β – cos γ )
s23
= a2 bc ( cos β cos γ – cos α )
s13
= a b2 c ( cos γ cos α – cos γ )
23
2.7 Analisis Struktur dan Mikrostruktur Kristal
Analisa struktur dan mikrostruktur kristal dilakukan dengan menggunakan XRD (X- Ray Diffraction) dan SEM-EDX ( Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive
Spectroscopy),
dan
Micro
XRF
(X-Ray
Fluorisensi).
(Okto, Perdana. 2013)
2.8 XRD (X-Ray Diffraction)
Difraksi sinar-x merupakan proses hamburan sinar-x oleh bahan kristal. Pembahasan mengenai difraksi sinar-x mencakup pengetahuan yang berhubungan dengan hal-hal berikut ini: 1. pembentukan sinar-x 2. hamburan (scattering) gelombang elektromagnetik 3. sifat kekristalan bahan (kristalografi) Ada dua proses yang terjadi bila seberkas sinar-x ditembakkan ke sebuah atom: (1) energi berkas sinar-x terserap oleh atom, atau (2) sinar-x dihamburkan oleh atom. Dalam proses yang pertama, berkas sinar-x terserap atom melalui Efek Fotolistrik yang mengakibatkan tereksitasinya atom dan/atau terlemparnya elektronelektron dari atom. Atom akan kembali ke keadaan dasarnya dengan (1) memancarkan elektron (melalui Auger effect), atau (2) memancarkan sinar-x floresen yang memiliki panjang gelombang karakteristik atom tereksitasinya. Pada proses yang kedua, ada bagian berkas yang mengalami hamburan tanpa kehilangan kehilangan energi (panjang gelombangnya tetap) dan ada bagian yang terhambur dengan kehilangan sebagian energi (Hamburan Compton). Hamburan Compton dinamakan juga hamburan tak-koheren. Jadi serapan total sinar-x terjadi karena efek fotolistrik dan hamburan tak-koheren. Namun, hamburan tak-koheren memiliki efek menyeluruh yang dapat diabaikan, kecuali untuk radiasi dengan panjang gelombang pendek yang mengenai material dengan berat atom rendah. Dalam interaksinya dengan material, sinar-x juga dapat mengalami polarisasi linier
24
(seperti halnya cahaya tampak), baik parsial maupun total. Dengan demikian berkas sinar-x terpolarisasi dapat diperoleh dengan cara hamburan dan untuk sudut hamburan 90o, polarisasi lengkap terjadi, yaitu komponen vektor medan listrik tegak lurus bidang yang dibentuk berkas datang dan berkas terhambur. Berkas hamburan sinar-x oleh material yang dapat diukur adalah intensitas. Intensitas berkas sinar-x yang mendekati paralel adalah fluks energi yang melewati satu satuan luasan tertentu per satuan waktu. Untuk gelombang planar monokromatik, intensitas sebanding dengan kuadrat amplitudo getaran. Intensitas radiasi yang dihasilkan oleh sumber titik (atau sumber kuasi-titik) pada
arah tertentu adalah energi yang
dipancarkan per detik per satuan sudut ruang pada arah itu. Dalam pengukuran intensitas mutlak, cara termudah adalah dengan menentukan jumlah foton teremisi atau tertangkap (detektor) per satuan waktu, bisa per satuan luas atau per satuan sudut ruang. Spektroskopi difraksi sinar-X (X-ray difraction/XRD) merupakan salah satu metoda karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spektrum sinar- X memilki panjang gelombang 10 nm, berfrekuensi 1017-1020 Hz dan memiliki energi 103106 eV. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi Kristal. (Jamaluddin, K. 2010)
2.8.1 Prinsip Kerja XRD (X-Ray Diffraction)
Metode difraksi sinar X digunakan untuk mengetahui struktur dari lapisan tipis yang terbentuk. Sampel diletakkan pada sampel holder difraktometer sinar X. Proses difraksi sinar X dimulai
dengan
menyalakan
difraktometer
sehingga
25
diperoleh hasil difraksi berupa difraktogram yang menyatakan hubungan antara sudut difraksi 2θ dengan intensitas sinar X yang dipantulkan. Untuk difraktometer sinar X, sinar-X terpancar dari tabung sinar-X. Sinar-X didifraksikan dari sampel yang konvergen yang diterima dalam posisi simetris dengan respon ke fokus sinar- X. Sinar-X ini ditangkap oleh detektor sintilator dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal tersebut, setelah dieliminasi komponen noisenya, dihitung sebagai analisa pulsa tinggi. Teknik difraksi sinar x juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal, regangan kisi, komposisi kimia dan keadaan lain yang memiliki orde yang sama. Keuntungan utama penggunaan sinar-X dalam karakterisasi material adalah kemampuan penetrasinya, sebab sinar-X memiliki energi sangat tinggi akibat panjang gelombangnya yang pendek. Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-2,0 mikron. Sinar ini dihasilkan dari penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi. Elektron itu mengalami perlambatan saat masuk ke dalam logam dan menyebabkan elektron pada kulit atom
logam
tersebut terpental membentuk kekosongan. Elektron dengan energi yang lebih tinggi masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya sebagai foton sinar-X.
Dari metode difraksi kita dapat mengetahui secara langsung mengenai jarak rata – rata antar bidang atom. Kemudian kita juga dapat menentukan orientasi dari kristal tunggal. Secara langsung mendeteksi struktur kristal dari suatu material yang belum diketahui komposisinya. Kemudian secara tidak langsung mengukur ukuran, bentuk dan internal stres dari suatu kristal. Prinsip dari difraksi terjadi sebagai akibat dari pantulan elastis yang terjadi ketika sebuah sinar berinteraksi dengan sebuah target. Pantulan yang tidak terjadi kehilangan energi disebut pantulan elastis (elastic scatering). Ada dua karakteristik utama
dari
difraksi
yaitu geometri dan intensitas. Geometri dari difraksi secara sederhana dijelaskan oleh Bragg’s Law. Misalkan ada dua pantulan sinar α dan β. Secara matematis sinar β tertinggal dari sinar α sejauh xy+yz yang sama dengan 2d sinθ secara geometris. Agar dua sinar ini dalam fasa yang sama maka jarak ini harus berupa
26
kelipatan bilangan bulat dari panjang gelombang sinar λ. Maka didapatkanlah Hukum Bragg: 2d sin θ = nλ
Gambar 2.9 Difraksi Bragg
(sumber:gsu.edu)
Secara matematis, difraksi hanya terjadi ketika Hukum Bragg dipenuhi. Secara fisis jika kita mengetahui panjang gelombang dari sinar yang membentur kemudian kita bisa mengontrol sudut dari benturan maka kita bisa menentukan jarak antar atom (geometri dari latis). Persamaan ini adalah persamaan utama dalam difraksi. Secara praktis sebenarnya nilai n pada persamaan Bragg diatas nilainya 1. Sehingga cukup dengan persamaan 2d sin θ = λ. Dengan menghitung d dari rumus Bragg serta mengetahui nilai h, k, l dari masing – masing nilai d, dengan rumus – rumus yang telah ditentukan tiap – tiap bidang kristal kita bisa menentukan latis parameter (a, b dan c) sesuai dengan bentuk kristalnya. (Jamaluddin, K. 2010)
2.8.2 Analisis Difraksi
Prosedur paling umum untuk melakukan analisis difraksi sinar-x adalah menggunakan serbuk material yang sangat halus. Serbuk ini dicampur dengan perekat
plastic kemudian dibentuk menjadi filamen yang sangat tipis yang
diletakkan di pusat kamera sirkular. Berkas sinar-x diarahkan ke serbuk. Karena terdapat banyak sekali partikel serbuk dengan berbagai orientasi, berkas difraksi keluar berbentuk kerucut membuat sudut 2θ terhadap berkas semula. Kerucut difraksi menyinari pita film dalam kamera di dua tempat; masing- masing
27
membuat sudut 2θ dengan lubang keluar-masuk. Ada kerucut terpisah (atau pasangan garis difraksi) untuk setiap nilai jarak interplanar, dhkl. Jadi garisgaris difraksi dapat diukur dan jarak-d dihitung dari persamaan nλ = 2d sin θ. Dengan mengamati bahwa dengan “sidik jari” berbeda kita tidak sematamata dapat menentukan ukuran konstanta kisi dengan sangat teliti, akan tetapi kita juga dapat mengidentifikasi kisi kristal. Difraksi sinar-x merupakan sarana yang sangat ampuh untuk mempelajari struktur internal material. (Jamaluddin, K. 2010)
2.9 SEM-EDX (Energy Dispersive X-Ray)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah alat yang dapat digunakan untuk mempelajari topografi pada permukaan. Pengamatan topografi permukaan dalam 3 dimensi, resolusi tinggi (50 Å) dan analisa kimia. Karena melihat kita percaya dan mengerti, SEM adalah mungkin peling banyak/sering digunakan. Electron Thermionically di emisikan tungsten atau LaB6 filamen katoda ke anoda yang difokuskan dengan lensa condenser dalam bentuk beam dengan sangat berukuran kecil (~50 Å). Pasangan dari scanning ditempatkan pada objetive lensa membelokkan beam permukaan sample secara tegak lurus. Electron beam memiliki rang energi dari beberapa ribu 50 keV.
1. Electron gun (penembak elektron) adalah penembak elektron terdiri dari filamen tungsten, penembak elektron ini digunakan untuk menghasilkan elektron dalam suatu volume tertentu dengan energi yang dapat ditentukan dengan mengatur arus listrik ke filamen sehingga terjadi pelepasan. 2. Demagnetication
system
(perangkat
demagnetion)
adalah
perangkat
demagnefikasi terdiri dari gabungan lensa-lensa elektromagnetik yang digunakan untuk memfokuskan elektron beam menjadi sangat kecil pada saat mencapai sampel. 3. Scan
unit
(sistem
pelarikan)
adalah
pembentukan
gambar
dengan
28
menggunakan prinsip scanning, dimana elektron diarah objek gerakan berkas tersebut mirip dengan gerakan membaca. Scan unit dibangkitkan oleh scanning coil, sedangkan hasil interaksi berkas elektron dengan sampel menghasilkan secondary electron (SE) dan backs scattered (BSE), diterima detector SE/BSE, diubah menjadi sinyal, data sinyal diperkuat oleh video amplifier kemudian disingkronkan oleh scanning sirkuit, terbentuklah gambar pada tabung sinar katoda (CRT). 4. Detection unit (sistem deteksi) adalah elektron sekunder (ES) yang diterima oleh detektor ES/BSc mempunyai energi rendah (<50 eV) dan menghasilkan gambar topografi permukaan. (Sinuhaji, P. 2012)
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan karena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simpel dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel. SEM digunakan pada sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola – pola difraksi. Pola – pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk
dan ukuran
sel satuan dari
sampel. SEM juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data–data kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa. Pemeriksaan dengan SEM dimaksudkan untuk melihat permukaan luar dari suatu benda dalam ruangan hampa. Mikroskop ini pada dasarnya mampu memeriksa sediaan dengan ukuran yang besar, sehingga tidak terlalu mengalami kesulitan pada cara kerja penyediaan bahan. Bahan yang akan diperiksa harus dibedakan apakah bahan biologik atau bukan. Benda mati berupa batuan-batuan atau kristal, tidaklah sukar. Untuk diperiksa hanya perlu dibersihkan saja, sedang benda-benda non konduktif, misalnya karbon, emas atau bahan lain yang menghantar listrik. Untuk benda mati berupa bahan biologik, pemeriksaan agak sukar, karena benda-benda ini
29
mengisut dalam ruang hampa udara dan menyebabkan bentuk anatomiknya berubah. Prinsip kerja mikroskop elektron skening adalah sebagai berikut : suatu sinar elektron yang halus dan terfokus dipergunakan untuk menscan permukaan sediian akan terjadi elektron-elektron sekunder dan elektron-elektron dipantulkan kembali.
Elektron-elektron sekunder adalah elektron dengan energi yang dipancarkan dari daerah sekitar permukaan sediaan dimana sinar elektron jatuh. Elektron-elektron yang dipantulkan oleh sediaan dan energinya hampir sama dengan elektron elektron yang ditembakkan oleh elektron sediaan. Dibanding dengan elektron-elektron sekunder, elektron-elektron yang dipantulkan ini memberikan data dari permukaan yang lebih dalam dari sediaan. Kedua macam sinar elektron ini sebagai suatu isyarat yang ditangkap oleh detektor dan disinkronisasikan, kemudian dihubungkan dengan tabung sinar katoda. Dengan demikian pada tabung sinar katoda akan terlihat permukaan sediaan. Dengan mempertinggi pembesaran, akan terlihat juga gambaran permukaan yang semakin besar, walaupun daerah pengamatan menjadi semakin sempit. (Soenarto, Djoko, 1989)