Bab II Tinjauan Pustaka
II.1. Tinjauan Umum Tumbuhan Artocarpus
Artocarpus atau oleh masyarakat di Indonesia dikenal sebagai tumbuhan “nangkanangkaan”, yang merupakan salah satu genus utama dalam famili Moraceae disamping
Morus dan Ficus. Keberadaan tumbuhan ini sangat melimpah di
wilayah Indonesia terutama di pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Selain di Indonesia, tumbuhan ini dilaporkan tersebar di wilayah Asia Selatan, Papua Nugini dan Pasifik Selatan (Lemmens, 1995).
Tumbuhan Artocarpus merupakan pohon yang tinggi dan bergetah pada seluruh bagian pohon, daun tersusun berseling, buah berdaging dengan ukuran kecil sampai besar, kayunya besar dan berakar tunggang (Heyne, 1987). Banyaknya kemiripan morfologi antara satu spesies dengan spesies lain pada genus ini mendorong Jarret (1959, 1960) untuk menyusun dan mengelompokkan kembali genus ini berdasarkan ciri-ciri morfologinya. Berdasarkan pengelompokan tersebut, Jarret (1959, 1960) membagi genus ini menjadi dua sub genus, yaitu sub genus Artocarpus dan Pseudojaca. Sub genus Artocarpus terdiri dari 27 spesies termasuk nangka (Artocarpus heterophyllus), sukun (A. altilis), cempedak (A. champeden atau A. integer) dan A. rigidus. Selanjutnya, A. heterophyllus, A. altilis dan A. champeden, diklasifikasikan ke dalam bagian Artocarpus sedangkan
A.
rigidus ke dalam bagian Duricarpus. Sementara itu, sub genus Pseudojaca terdiri dari 20 spesies, termasuk diantaranya A. gomezianus, A. dadah dan A. chaplasa. Walaupun jumlah spesies pada sub genus ini cukup banyak, tetapi Jarret (1959, 1960) tidak membagi ke dalam beberapa bagian seperti pada sub genus Artocarpus. Selanjutnya, hubungan genetik di antara spesies pada genus ini dikaji oleh Kanzaki (1997) terhadap cpDNA dari 11 spesies Artocarpus yang mewakili dua sub genus seperti yang disarankan Jarret (1959, 1960) serta dari genus Morus dan Ficus. Berdasarkan kajian tersebut, maka pengelompokan spesies Artocarpus serta genus lain pada famili Moraceae diperlihatkan pada Gambar II.1.
10
sub genus Artocarpus
sub genus Psedojaca
Gambar II.1. Skema hubungan genetik tumbuhan Artocarpus dan genus lain pada famili Moraceae (Kanzaki dkk., 1997) Berdasarkan skema tersebut, genus Artocarpus memiliki tingkatan evolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan genus lain (Morus dan Ficus) pada famili Moraceae. Selanjutnya, skema tersebut memperlihatkan pula bahwa A. heterophyllus, A. integer dan A. altilis berada pada percabangan yang sama, sedangkan A. rigidus berada pada percabangan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa A. heterophyllus, A. integer dan A. altilis memiliki hubungan genetik yang lebih dekat satu sama lain dibandingkan terhadap A. rigidus. Secara umum kajian berdasarkan cpDNA (Kanzaki dkk., 1997) tersebut ternyata sejalan dengan kajian morfologi yang disarankan oleh Jarret (1959; 1960).
Tumbuhan genus Artocarpus juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat antara lain buahnya (A. heterophylus, A. champeden dan A. altilis) dapat dikonsumsi dan kayunya (A. gomezianus) dipergunakan sebagai bahan pembuatan kursi dan meja. Selain itu, beberapa spesies Artocarpus digunakan sebagai obat tradisional, antara lain getah A. elasticus sebagai obat disentri dan pereda demam, serta seduhan kulit batangnya dimanfaatkan sebagai anti-fertilitas (Heyne, 1987).
Secara kimiawi, nilai ekonomi dan penggunaan sebagai obat tradisional tersebut berkaitan dengan kandungan metabolit sekunder di dalamnya. Berdasarkan hasil
11
penelusuran pustaka, umumnya tumbuhan genus ini mengandung senyawa turunan fenol terutama golongan flavonoid (Venkataraman, 1972; Nomura dkk., 1998; Hakim dkk., 2006) dan senyawa non fenolik, yaitu senyawa-senyawa turunan triterpen (Achmad dkk.,1996; Altman dkk., 1976). Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut ternyata dilaporkan memiliki aktivitas biologis yang beragam, antara lain sebagai antioksidan (Fukai dkk., 2003), cancer chemopreventive anticarcinogen (Botta dkk., 2005), anti tumor (Nomura dkk., 1998; Pedro dkk., 2005) dan antimalaria (Widyawaruyanti dkk., 2007; Boonphong dkk., 2007).
II.2 Ilmu Kimia Tumbuhan Artocarpus
Kajian ilmu kimia Artocarpus diawali oleh Perkin dan Cope, yang berhasil mengisolasi senyawa pigmen warna
kuning dari A. heteropyllus yaitu
sianomaklurin (31) dan morin (34) pada tahun 1895 (Venkataraman, 1972). Walaupun demikian penentuan struktur kedua senyawa tersebut baru dapat ditetapkan pada tahun 1963 (Venkataraman, 1972). Selanjutnya, kajian fitokimia terhadap Artocarpus menunjukkan bahwa kandungan metabolit sekunder pada genus ini adalah senyawa fenolik dengan flavonoid sebagai komponen utamanya. Senyawa golongan flavonoid pada genus ini memiliki kerangka calkon, flavanon, flavan-3-ol, flavon, 3-prenilflavon dan turunan 3-prenilflavon (Venkataraman, 1972; Nomura dkk., 1998; Hakim dkk., 2006). Senyawa fenolik lainnya yaitu senyawa golongan adduct Diels-Alder, stilbenoid dan 2-aril benzofuran (Nomura dkk., 1998; Syah dkk., 2006).
II.2.1 Senyawa Flavonoid Senyawa turunan flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari tumbuhan Artocarpus, dapat dikelompokkan ke dalam beberapa tipe kerangka utama, yaitu kerangka calkon dan dihidrocalkon, flavanon, flavan-3-ol, flavon dan 3-prenilflavon. Keanekaragaman jenis flavonoid dari beberapa spesies tumbuhan Artocarpus yang telah diteliti diperlihatkan pada Tabel II.1.
12
Tabel II.1. Distribusi senyawa flavonoid dalam tumbuhan Artocarpus Species
Sub Genus
Bagian tumbuhan Kulit akar dan Kulit batang Kayu batang
A. bracteata A. chaplasa
Asal Calkon, flavon
Ersam, 2002
3-Prenilflavon, oksepinoflavon
Rao, 1972; Venkataraman, 1972 Venkataraman, 1972; Likhitwitayawuid, 2000; Hakim, 2002; 2006 Hakim, 2006 Hano, 1995 a; 1995 b Hano, 1994; Chen, 1993; Sultanbawa, 1989; Syah, 2006
A. reticulatus A. venenosa
Kulit batang Kayu batang Biji
A. altilis
Kulit akar
Indonesia
A. gomezianus
A. champeden
A. communis Artocarpus A. elasticus A. glauca
Kayu akar
A. hirtusus
Flavon, 3-prenilflavon Flavan-3-ol. Flavan-3-ol Calkon, flavanon 3-Prenil flavon, piranoflavon, furanodihidrobenzosanton, 2-aril benzofuran
Kulit akar Kulit batang Kayu batang Bunga
Indonesia
Flavanon, oksepinoflavon, piranoflavon
Indonesia Indonesia
3-Prenilflavon, dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton Dihidrocalkon, flavanon
Kayu akar
Indonesia
3-Prenilflavon, tetrahidrosanton, santonolida
Kayu batang Kayu akar
Kulit akar Kayu batang
Thailand Indonesia India Indonesia Formosa India
Flavon, 3-prenilflavon, piranoflavon Flavan-3-ol, 3-prenil flavon Flavanon, flavon, dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton Flavan-3-ol, flavanon , flavon, 3-prenilflavon, piranoflavon, furanodihidrobenzosanton, siklopentenosanton
Kayu batang
India
Flavan-3-ol, flavon, 3-prenil flavon, piranoflavon
Kulit batang A. heterophyllus
Pustaka
Indonesia India India Thailand Indonesia Indonesia Indonesia
Pseudojaca
Jenis Kerangka
13
Achmad, 1996; Hakim, 1999; 2005; Nomura, 1998 Koshihara, 1998; Nomura 1998 Hano, 1990 a; Fujimoto, 1990; Aida, 1997 Kijjoa, 1996; 1998 Hakim 2006 Parthasarathy, 1969; Rao, 1973; Venkataraman, 1972; Lu, 1993; 1994; Aida, 1993; 1994; Chung, 1995; Kazuki, 1995 Venkataraman, 1972; Nair, 1990
Tabel II.1. Distribusi senyawa flavonoid dalam tumbuhan Artocarpus (lanjutan) Species
Sub Genus
Bagian tumbuhan
Asal
A. incisa
Kayu batang
A. integer
Kayu batang
Papua Nugini India India
A. kemando
Kayu akar
Indonesia
A. lanceifolius A. maingayii A. nobilis
Artocarpus
Kayu dan kulit batang Kulit batang Kulit batang
Jenis Kerangka
Indonesia India
Flavanon Flavon 3-Prenilflavon, oksepinoflavon 3-Prenilflavon, oksepinoflavon, piranoflavon, furanodihidrobenzosanton, kuinodihidrosanton 3-Prenilflavon, piranoflavon, dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton, santonolida, 3-Prenilflavon, oksepinoflavon, piranoflavon Dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton Flavon, 3-prenilflavon, dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton, kuinodihidrosanton
Indonesia
A. rigida
Kulit batang
Indonesia Formosa
A. rotunda
Kulit akar
Indonesia
A. teysmanii
Kulit akar
Indonesia
3-Prenilflavon, furanodihidrobenzosanton, kuinonodihidrosanton Furanodihidrobenzosanton, santonolida,
14
Pustaka Shimizu, 1998; Venkataraman, 1972 Pendse, 1972; 1976 Seo, 2003; Hakim 2006 Mujahidin, 1997; Hakim, 2002; 2006 Eliza, 1998; Hakim 2006 Hakim, 2002; 2006 Hano, 1990 c; Hano, 1993; Lin, 1996; Chung, 2000; Ko, 2001; Likhitwitayawuid, 2001; Lu, 2002 Sultanbawa, 1989; Seo, 2003 Makmur, 2000
Berdasarkan tabel di atas, terdapat suatu pola bahwa tumbuhan Artocarpus dari sub genus Pseudojaca cenderung untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder golongan flavonoid dengan kerangka calkon dan flavan-3ol seperti yang diperlihatkan pada spesies A. bracteata, A. reticulatus dan A. venenosa. Walaupun demikian, senyawa-senyawa dengan kerangka flavon dan 3-prenilflavon masih dapat ditemukan pada beberapa spesies dari subgenus ini seperti pada spesies A. chaplasa dan A. gomezianus. Sementara itu, sub genus Artocarpus memiliki kecenderungan untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan kerangka flavon, 3-prenil flavon dan turunannya, yang ditunjukkan oleh sebagian besar spesies pada sub genus ini. Selain itu, umumnya penelitian dilakukan pada jaringan kulit dan kayu baik akar maupun batang. Menarik untuk dicatat, bahwa bagian kulit dan kayu dari spesies yang sama memiliki perbedaan kandungan metabolit sekunder, seperti ditunjukkan oleh metabolit sekunder yang berhasil diisolasi dari A. champeden (Hakim, 2005). Ditinjau dari asal sampel tumbuhannya, tampak bahwa sebagian bahan penelitian berasal dari Indonesia dan beberapa berasal dari luar Indonesia yaitu dari India, Thailand, dan Papua Nugini. Tabel II.1 juga menunjukkan bahwa keanekaragaman senyawa yang dihasilkan dari Artocarpus asal Indonesia berbeda dengan yang diperoleh dari Artocarpus yang berasal dari luar Indonesia. Secara umum, keanekaragaman kerangka senyawa flavonoid pada Artocarpus mengikuti jalur biogenesis yang lazim pada pembentukan senyawa flavonoid pada tumbuhan. Pembentukan flavonoid diawali dari kombinasi antara jalur asetatmalonat dengan jalur shikimat, yaitu kombinasi antara unit C6-C3 (jalur shikimat) dengan tiga unit C2 (jalur asetat-malonat) menghasilkan unit C6-C3-(C2+C2+C2). Tiga unit C2 yang berasal dari jalur asetat-malonat ini selanjutnya membentuk cincin A pada struktur senyawa flavonoid, sedangkan unit C6-C3 membentuk cincin B dan rantai propan. Selanjutnya, sebagai akibat dari berbagai reaksi sekunder, ketiga atom karbon dari rantai propan dapat menghasilkan berbagai gugus fungsi, seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil, dan sebagainya. Adapun pokok-pokok reaksi biosintesis flavonoid tercantum pada Gambar II.2 (Manitto, 1981).
15
OH
OH O
3 HO
SCoA
OH
HO
OH
3 unit asetil ko-A O
O
O
O
O
Asam sinamat (calkon sintase)
- H 2O
OH HO
OH
O
HO
OH
A
OH OH
O
B OH
OH
O
calkon
f lavanon
Gambar II.2 Pokok-pokok biosintesis flavonoid (Manitto, 1981)
Berdasarkan
biosintesis
ini,
pembentukan
flavonoid
dimulai
dengan
memperpanjang unit C6-C3 yang berasal dari turunan sinamat. Percobaanpercobaan sebelumnya juga menunjukkan bahwa calkon dan isomer flavanon yang sebanding juga berperan sebagai senyawa antara dalam biosintesis berbagai jenis flavonoid lainnya. Adapun hubungan biogenetik antara berbagai flavonoid tercantum pada Gambar II.3 (Manitto, 1981).
HO
HO
O
H HO
OH
O
O
O
OH
OH OH
OH
OH
OH
OH
O
OH
O
OH
O
calkon
f lavanon
OH
OH
OH
H HO
HO
O OH
O
O
O
OH
OH OH
H
H OH
HO
+ OH
-H OH
O
- OH
OH
O
f lavon
Gambar II.3 Hubungan biogenetik berbagai jenis flavon (Manitto, 1981)
Selanjutnya, senyawa flavonoid Artocarpus memiliki suatu ciri yang karakteristik, yaitu adanya 2’,4’-dioksigenasi atau 2’,4’,5’-trioksigenasi pada cincin B serta substituen isoprenil pada posisi C-3 seperti ditunjukkan pada Gambar II.4. Selanjutnya, adanya gugus isoprenil pada posisi C-3 serta hidroksil pada cincin B
16
memungkinkan
terjadinya
reaksi
siklisasi
antara
gugus-gugus
tersebut
menghasilkan senyawa-senyawa turunan 3-prenil-flavon dengan kerangka piranoflavon, oksepinoflavon, dihidrobenzosanton, furanodihidrobenzosanton, kuinodihidrosanton,
tetrahidrosanton,
siklopentenosanton
dan
santonolida
(Achmad, 1999).
2' 8 7
8a
O
A 5
4'
B
5'
Kemungkinan oksigenasi di cincin B
3 4a
O unit isopren yang terikat pada C-3
Gambar II.4 Kecenderungan pola oksigenasi dan isoprenilasi senyawa flavonoid Artocarpus Berikut adalah beberapa contoh senyawa golongan flavonoid yang diperoleh dari tumbuhan genus Artocarpus, yang berasal dari subgenus Artocarpus dan Pseudojaca.
a.
Calkon dan dihidrocalkon
Senyawa calkon yang telah diisolasi dari Artocarpus ditunjukkan pada Tabel II.2. Senyawa calkon yang ditemukan pada genus Artocarpus umumnya diperoleh dari spesies-spesies pada sub genus Pseudojaca. Kelompok senyawa calkon Artocarpus umumnya memiliki pola oksigenasi yang khas pada cincin aromatiknya, yaitu monooksigenasi pada posisi C-4 di cincin B serta dioksigenasi pada posisi C-2’ dan C-4’ di cincin A. Selain itu, pada senyawa calkon Artocarpus juga ditemukan adanya substituen isoprenil. Substituen isoprenil pada senyawa calkon Artocarpus lazimnya pada posisi C-3 dan C-3’.
17
Tabel II.2. Distribusi senyawa calkon pada Artocarpus Nama senyawa
Bagian Tumbuhan
Spesies
Asal tumbuhan
Pustaka
Paratokarpin D (9)
A. venenosa
Biji
Indonesia
Hano, 1995 a
Kanzonol (21)
A. bracteata
Kulit akar dan
Indonesia
Ersam, 2002
kulit batang Paratokarpin F (22)
A. venenosa
Biji
Indonesia
Hano, 1995 b
Paratokarpin E (23)
A. venenosa
Biji
Indonesia
Hano, 1995 a
Paratokarpin G (26)
A. venenosa
Biji
Indonesia
Hano, 1995 b
Paratokarpin A (27)
A. venenosa
Biji
Indonesia
Hano, 1995 a
Artoindonesianin J (28)
A. bracteata
Kulit akar dan
Indonesia
Ersam, 2002
Paratokarpin C (24) Paratokarpin B (25)
kulit batang
Berdasarkan gugus isoprenil yang dimiliki, senyawa calkon Artocarpus dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu senyawa calkon dengan substituen isoprenil bebas dan senyawa calkon dengan substituen isoprenil yang termodifikasi. Senyawa calkon dengan substituen isoprenil bebas pada kedua cincin aromatiknya diantaranya yaitu kanzonol (21) diperlihatkan pada Gambar II.5.
4 OH
B
β
HO 4' A
α
2
2'
OH
O
kanzonol (21)
Gambar II.5 Struktur senyawa kelompok calkon Artocarpus dengan substituen isoprenil bebas Selanjutnya, jenis calkon yang kedua yaitu jenis senyawa calkon dengan substituen isoprenil yang termodifikasi. Modifikasi substituen isoprenil pada senyawa calkon Artocarpus terjadi karena adanya reaksi oksidasi atau reaksi siklisasi yang melibatkan substituen hidroksil pada cincin aromatiknya sehingga
18
dihasilkan cincin piran atau furan. Senyawa-senyawa calkon dengan gugus isoprenil termodifikasi tersebut ditunjukkan oleh senyawa paratokarpin F (22) dan paratokarpin E (23), dimana modifikasi gugus isoprenil pada kedua senyawa tersebut adalah terjadinya reaksi oksidasi pada ikatan rangkap yang terdapat pada substituen isoprenil. Selanjutnya, senyawa paratokarpin C (24), paratokarpin B (25), paratokarpin A (27) dan artoindonesianin J (28) dengan modifikasi berupa reaksi siklisasi gugus isoprenil membentuk cincin piran. Sementara itu, pada paratokarpin G (26) dan paratokarpin D (29) siklisasi isoprenil membentuk cincin furan.
OH
OH HO
HO HO OH
O
OH
OH
23
22 OH
O
O
O
HO
O
OH
HO OH
OH
OH
O
O
OH
25
24
26 O
O
O
O
O
O
O HO
OH
O 27
Gambar II.6
OH
O 28
OH
O
29
Struktur senyawa kelompok calkon Artocarpus dengan substituen isoprenil termodifikasi
Selain senyawa calkon, tumbuhan Artocarpus juga dilaporkan menghasilkan senyawa dihidrocalkon. Senyawa dihidrocalkon merupakan senyawa calkon yang telah mengalami hidrasi pada posisi ikatan rangkap antara C-α dan C-β. Beberapa senyawa golongan ini telah diisolasi dari bunga A. communis asal Indonesia.
19
OH OH
2
HO 4'
B
α A
O OH
OH
4
HO
HO
β 2'
OH
O
OH
30
O 31
OH
O 32
Gambar II.7 Struktur senyawa kelompok dihidrocalkon Artocarpus
Berdasarkan pola oksigenasi pada cincin B, maka senyawa dihidrocalkon Artocarpus dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu senyawa dihidrocalkon dengan pola monooksigenasi pada posisi C-4 di cincin B, seperti ditunjukkan oleh senyawa AC-3-2 (30) (Nomura, 1998) dan senyawa dihidrocalkon dengan pola dioksigenasi pada posisi C-3 dan C-4 di cincin B, seperti ditunjukkan oleh senyawa AC-5-1 (31) (Koshihara dkk., 1998) dan AC-3-1 (32) (Nomura dkk., 1998).
Menarik untuk dicatat, bahwa senyawa dihidrocalkon Artocarpus yang diperoleh dari jaringan bunga ini memiliki kecenderungan untuk berkondensasi dengan unit geranil pada posisi C-5’ atau pada posisi C-5’ dan C-2. Substituen geranil tersebut dapat berada dalam keadaan bebas atau tersiklisasi dengan gugus hidroksil pada cincin B.
b.
Flavanon
Senyawa flavanon Artocarpus umumnya memiliki pola dioksigenasi pada cincin A, yaitu pada posisi C-5 dan C-7, sedangkan pola oksigenasi pada cincin B cukup beragam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi senyawa flavanon dengan pola monooksigenasi, dioksigenasi dan trioksigenasi di cincin B.
Kelompok flavanon dengan pola monooksigenasi pada posisi C-4’ di cincin B, dilaporkan diperoleh dari bunga A. communis dan biji A. venenosa. Selengkapnya
20
kelompok senyawa flavanon dengan pola monooksigenasi di cincin B ditunjukkan pada Tabel II.3 dan Gambar II.8
Tabel II. 3. Senyawa flavanon dengan pola monooksigenasi di cincin B Bagian Tumbuhan
Asal tumbuhan
Pustaka
A. venenosa
Biji
Indonesia
Hano, 1995 b
A. communis
Bunga
Indonesia
Nomura, 1998
Nama senyawa
Spesies
Paratokarpin J (33) Paratokarpin L (34) Paratokarpin H (35) Paratokarpin I (36) Paratokarpin K (37) AC-3-3 (38)
4' OH 8
O
8a O
OH
B
HO
3'
O
2
A 6
1'
4a
OH
4
O
OH O
33
34
O HO
O
OH
OH O
O
O
OH
35
O O
O
O
OH
O 37
36
OH HO
O
OH
O 38
Gambar II.8 Struktur senyawa kelompok flavanon dengan pola monooksigenasi di cincin B Berdasarkan tabel dan gambar di atas terlihat bahwa senyawa flavanon dengan pola monooksigenasi pada cincin B maka gugus hidroksil pada cincin tersebut dapat berkondensasi dengan satu unit isoprenil yaitu pada posisi C-6 atau dengan dua unit isoprenil yaitu pada posisi C-6 dan C-3’. Seperti halnya pada senyawa calkon, unit-unit isopren yang terikat pada cincin aromatik tersebut dapat bersiklisasi dengan gugus hidroksil menghasilkan cincin piran yang ditunjukkan
21
oleh senyawa 35 dan 37. Selain itu, senyawa AC-3-3 (38) yang berhasil diisolasi dari bagian bunga A. communis menunjukkan kecenderungan yang sama dengan kelompok senyawa senyawa flavonoid lain (kelompok senyawa dihidrocalkon) yang diperoleh dari jaringan bunga, yaitu kecenderungan untuk berkondensasi dengan unit geranil pada cincin A. Selanjutnya, kelompok senyawa flavanon yang kedua adalah kelompok senyawa flavanon dengan pola dioksigenasi di cincin B. Umumnya pola oksigenasi terjadi pada posisi C-2’dan C-4’, tetapi berbeda untuk senyawa AC-5-2 (39) dimana pola oksigenasinya terjadi pada posisi C-3’ dan C4’. Selengkapnya kelompok senyawa tersebut ditunjukkan pada Tabel II.4 dan Gambar II.9.
Tabel II. 4. Senyawa flavanon dengan pola dioksigenasi di cincin B Nama senyawa
Bagian Tumbuhan
Spesies
Asal tumbuhan
Nortokarpanon (7)
A. incisus
Kayu batang
Artokarpanon (8)
A. champeden
Kulit akar
Dihidromorin (9)
A. heterophyllus
Kayu batang
AC-5-2 (39)
A. communis
Bunga
Indonesia
Artokarpanon A (40)
A. champeden
Kulit akar
Indonesia
3'
HO 8
HO
1'
O 2
6
OH
HO
H3 CO
5'
Papua Nugini
Shimizu, 1998 Hakim, 2005;
Indonesia
Nomura, 1998 Venkataraman,
India
OH
O
Pustaka
1972 Nomura, 1998 Hakim, 2005; Nomura, 1998
HO
H3CO
OCH3
O
6' 3
OH
O
OH
7
O
OH
8 HO
HO
O 40 OH OH
OH HO
O
O
OH OH
OH
O
O 39
9
Gambar II.9 Struktur senyawa kelompok flavanon dengan pola dioksigenasi di cincin B
22
Pola oksigenasi pada posisi C-3’ dan C-4’ dan adanya gugus geranil pada posisi C-2’ yang terdapat pada senyawa AC-5-2 (39), nampaknya menjadi kekhasan dari senyawa flavonoid (kelompok flavanon dan dihidrocalkon) yang diisolasi dari jaringan bunga, dan berbeda dengan senyawa flavanon yang diisolasi dari jaringan kulit dan batang yang teroksigenasi pada posisi C-2’ dan C-4’.
Kelompok yang terakhir adalah kelompok senyawa flavanon dengan pola trioksigenasi di cincin B. Yang menarik dari kelompok ini adalah posisi pola oksigenasi pada C-2’, C-4’ dan C-6’ yang tidak lazim pada senyawa flavonoid Artocarpus lainnya. Selain itu, semua gugus hidroksil pada cincin B tersebut telah mengalami metilasi menjadi gugus metoksi. Selengkapnya kelompok senyawa tersebut ditunjukkan pada Tabel II.5 dan Gambar II.10.
Tabel II. 5. Senyawa flavanon dengan pola trioksigenasi di cincin B Nama senyawa
Spesies
Artoindonesianin E (41)
A. champeden
Bagian Tumbuhan
Asal tumbuhan
Kulit akar
Indonesia
Hakim, 2005
Formosa
Lu, 1993
Indonesia
Hakim, 2005
A. heterophyllus
Pustaka
Heteroflavanon A (42) A. champeden Heteroflavanon C (43)
Kulit akar
A. heterophyllus
Heteroflavanon B (44)
Formosa
Lu,1994 Lu, 1993
H3 CO HO
OCH3
O
H3 CO
H3 CO
O
OCH3 OH
OCH3
O
OH
41
H3 CO HO
O 42
OCH3
O
H3 CO H3 CO
OCH3
O
OCH 3 OH
OCH3
OCH3
O
OH
43
O 44
Gambar II.10 Struktur senyawa kelompok flavanon dengan pola trioksigenasi di cincin B
23
c.
Flavan-3-ol
Sama halnya seperti senyawa calkon, senyawa flavan-3-ol merupakan kelompok senyawa yang jarang ditemukan pada genus Artocarpus. Walaupun demikian, beberapa senyawa kelompok ini dilaporkan telah berhasil diperoleh dari beberapa spesies Artocarpus, antara lain senyawa afzelecin (45) dan katecin (47) yang berhasil diisolasi dari A. glauca, A. gomezianus, dan A. reticulatus (Hakim, 2006). Selain itu, senyawa flavan-3-ol yang mengikat gugus gula (ramnosil), yaitu afzelecin ramnosida (46) juga berhasil diisolasi dari A. reticulatus (Hakim, 2006). Selanjutnya, dari kayu batang A. heterophyllus dan A. hirtusus berhasil diperoleh senyawa sianomaklurin (48) (Venkataraman, 1972).
OH
OH 8
HO 6
A
1
O 2
B
4'
HO
O
2' 4
5
OH
O
OH 45
OH 46
O
OH
OH
O CH3
OH HO
OH
OH
HO
O H
OH OH
OH 47
H
H OH O
OH
48
Gambar II.11 Struktur senyawa kelompok flavan-3-ol Artocarpus
Gambar II.11 menunjukkan, bahwa berdasarkan pola oksigenasinya kelompok senyawa flavan-3-ol dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, kelompok senyawa flavan-3-ol dengan pola monooksigenasi pada cincin B dan kelompok senyawa flavan-3-ol dengan pola dioksigenasi pada cincin B. Kelompok senyawa flavan3-ol dengan pola monooksigenasi pada cincin B (senyawa 45 dan 46), memperlihatkan pola oksigenasi yang lazim pada senyawa flavonoid Artocarpus, yaitu oksigenasi pada posisi C-4’. Selain itu, adanya gugus ramnosil yang berkondensasi dengan gugus hidroksil membentuk ikatan C-O-C glikosida pada senyawa afzelecin ramnosida (46) adalah hal yang sudah lazim terjadi pada senyawa alam. Sementara itu, kelompok senyawa flavan-3-ol dengan pola dioksigenasi pada cincin B memperlihatkan pola oksigenasi yang beragam yaitu pola oksigenasi pada posisi C-2’ dan C-4’ seperti ditunjukkan oleh senyawa
24
sianomaklurin (48) dan pola ortodihidroksi pada posisi C-3’ dan C-4’ seperti ditunjukkan oleh senyawa katecin (47).
d.
Flavon dan flavon terprenilasi
Senyawa flavon pada tumbuhan Artocarpus umumnya mempunyai ciri utama, yaitu terisoprenilasi pada cincin aromatik dan pada posisi C-3. Walaupun demikian, flavon sederhana (tidak terisoprenilasi) masih ditemukan pada beberapa spesies genus ini, antara lain dari A. heterophyllus, A. hirtusus dan A. insica yaitu, norartokarpetin (10) dan morin (50) (Venkataraman, 1972). Selanjutnya senyawa flavon sederhana lainnya, yaitu artokarpetin (49) diperoleh dari A. heterophyllus (Venkataraman, 1972) dan A. champeden (Hakim dkk., 1999).
HO
H 3CO
O
O
O 10
HO
O OH
OH
OH OH
OH
OH
OH
OH
O 49
OH OH
O 50
Gambar II.12 Struktur senyawa kelompok flavon sederhana dari Artocarpus
Penelusuran literatur menunjukkan bahwa kelompok senyawa flavon sederhana dari
Artocarpus tidak memiliki keanekaragaman seperti kelompok senyawa
flavon terisoprenilasi. Apabila ditinjau dari pola oksigenasi pada cincin B, maka semua senyawa flavon sederhana dari Artocarpus memiliki pola dioksigenasi pada posisi C-2’ dan C-4’ seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.12. Modifikasi yang terjadi pada senyawa kelompok ini adalah adanya reaksi metilasi pada gugus hidroksil pada posisi C-7 (ditunjukkan oleh senyawa 49) serta oksigenasi pada posisi C-3 (ditunjukkan oleh senyawa 50).
Kelompok senyawa flavon terisoprenilasi merupakan ciri utama senyawa golongan flavonoid dalam Artocarpus. Hal ini disebabkan karena senyawa flavon terisoprenilasi berhasil diisolasi dari sebagian besar spesies Artocarpus. Berdasarkan keberadaan gugus isoprenil pada posisi C-3 maka senyawa flavon
25
terisoprenilasi pada Artocarpus dapat dibedakan menjadi dua yaitu senyawa flavon terisoprenilasi tanpa gugus isoprenil pada posisi C-3 serta senyawa flavon terisoprenilasi dengan gugus isoprenil pada posisi C-3.
Senyawa kelompok flavon terprenilasi tanpa gugus isoprenil pada posisi C-3, dilaporkan telah berhasil diisolasi dari beberapa spesies Artocarpus, antara lain dari A. heterophyllus, A. hirsutus, dan A. gomezianus. Selengkapnya senyawa tersebut ditunjukkan pada Tabel II.6 dan Gambar II.13.
Tabel II.6 Senyawa flavon terisoprenilasi tanpa gugus isoprenil pada C-3 Spesies
Bagian Tumbuhan
Asal tumbuhan
Pustaka
A. heterophyllus
Kayu batang
India
Randhakrishnan,
Nama senyawa Artokarpesin (11)
1965; Parthasarathy,
A. hirtusus
1969; A. gomezianus
Venkataraman, 1972
Sikloartokarpesin (12)
Kayu batang
India
Parthasarathy, 1969
Artonin U (51)
A. heterophyllus
Oksidihidroartokarpesin (52)
Kulit batang
Indonesia
Kayu batang
India
Aida, 1994 Parthasarathy, 1969
4'
H 3 CO
O 7
A
OH
B
OH HO
O OH
3
OH O
OH
51
O 11
OH HO
O
OH O
O
OH OH HO
OH
O
OH
52
O 12
Gambar II.13 Struktur senyawa flavon terisoprenilasi tanpa gugus isoprenil pada C-3
26
Kelompok senyawa ini umumnya memiliki pola dioksigenasi pada posisi C-2’ dan C-4’ di cincin B, kecuali senyawa oksidihidroartokarpesin (51) yang hanya memiliki pola monooksigenasi, yaitu pada posisi C-4’. Selain itu, penelusuran literatur juga memperlihatkan bahwa gugus isoprenil yang terikat pada cincin aromatik lazimnya terikat pada cincin A pada posisi C-6 atau C-8 berbeda dengan kelompok calkon yang memiliki kecenderungan untuk terisoprenilasi pada kedua cincin aromatiknya. Selanjutnya seperti lazimnya gugus isoprenil pada golongan flavonoid lainnya, gugus ini memiliki kemampuan untuk melakukan reaksi oksidasi (ditunjukkan oleh senyawa 52) atau siklisasi dengan gugus hidroksil menghasilkan cincin kromen, seperti ditunjukkan oleh senyawa 12. Senyawa 12 merupakan senyawa yang dihasilkan dari reaksi siklisasi antara isoprenil pada posisi C-6 dengan hidroksil pada posisi C-7 dari senyawa 11.
Secara biogenesis, adanya gugus isoprenil pada posisi C-3 dapat disarankan berasal dari kondensasi antara unit isoprenil dengan suatu flavon sederhana, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar II.14 (Hakim dkk., 2005).
OH H 3CO
OH
O
H 3CO
O
OH
OH H
OH
O
OH
artokarpetin (49)
O
PPO
OH H 3CO
O OH OH
O
integrin (54)
Gambar II.14 Isoprenilasi flavon pada posisi C-3
27
Berdasarkan pola oksigenasi di cincin B, senyawa kelompok ini juga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang memiliki pola dioksigenasi dan trioksigenasi di cincin B. Kelompok senyawa 3-prenil flavon dengan pola dioksigenasi di cincin B antara lain, seperti ditunjukkan pada Tabel II.7 dan Gambar II.15.
Tabel II.7 Senyawa 3-prenil flavon dengan pola dioksigenasi di cincin B Nama senyawa Kudraflavon C (13)
Artokarpin (14)
Bagian Tumbuhan
Asal tumbuhan
Pustaka
A. champeden
Kayu batang
Indonesia
Hakim, 2006
A. glauca
Kayu akar
A. heterophyllus
Kayu batang
Spesies
India
A. hirtusus
Venkataraman, 1972
A. gomezianus A. chaplasa A. insica A. maingayii
Kulit batang
A. champeden
Kulit dan
Indonesia
Hakim, 2006 Hakim, 1999
Kayu akar Norartokarpin (54)
A. heterophylus
Kayu batang
India
A. insica A. champeden
Venkataraman, 1972
Kulit dan
Indonesia
Hakim, 1999
Kayu akar Artokarpetin A (55)
A. rigida
Kulit batang
Formosa
Lin, 1996
Artelastisin (57)
A. elasticus
Kayu batang
Thailand
Kijjoa, 1996
KB-2 (58)
A. communis
Kulit batang
Indonesia
Fujimoto, 1990
Artokarpetin B (56)
28
OH
OH H 3CO
HO
O
O
HO
OH
O
O
OH
O 54
OH
OH
OH
O
H3 CO
H3 CO
O
O OCH3
OH
OH OH
OH
13
53
H 3CO
O
OH
OH OH
OH
O
OH
14
OH
O
O 56
55 OH OH HO
OH
O
O
O
OH OH
O
OH
O OH
57
58
Gambar II.15 Struktur senyawa 3-prenil flavon dengan pola dioksigenasi di cincin B Gambar II.15 menunjukkan bahwa pola dioksigenasi di cincin B umumnya pada posisi C-2’ dan C4’, kecuali pada senyawa 58 yang teroksigenasi pada posisi C3’ dan C-4’. Selanjutnya kelompok senyawa 3-prenil flavon dengan pola trioksigenasi di cincin B antara lain ditunjukkan pada Tabel II.8 dan Gambar II.16. Tabel II.8 Senyawa 3-prenil flavon dengan pola trioksigenasi di cincin B Nama senyawa
Spesies
Bagian Tumbuhan
A. rigida Artonin E (15)
A. communis
Asal tumbuhan
Pustaka
Indonesia
Hano, 1990 a; 1990 b;
Kulit batang
A. lanceifolius
Indonesia
Hakim, 2006;
Singapura
Cao, 2003
Artonin V (59)
A. altilis
Kulit akar
Indonesia
Hano, 1994a
Heteroartonin A (60)
A. heterophyllus
Kulit batang
Formosa
Chung, 1995
Heterofilin (61)
A. heterophyllus
Kulit batang
Formosa
Chung, 1995
29
HO HO
O
OH
OH
HO HO
OH
O
O
OH
O
O
O
OH O
60
15
OH
59
HO
OCH 3
HO O
O
OH
OH OH
OH OH
O 61
Gambar II.16 Struktur senyawa 3-prenil flavon dengan pola trioksigenasi di cincin B Penelusuran literatur lebih lanjut menunjukkan bahwa kelompok senyawa 3-prenil flavon dengan pola trioksigenasi di cincin B cenderung dihasilkan dari spesies Artocarpus yang memiliki tingkat evolusi tinggi (merujuk pada hasil penelitian Kanzaki dkk., 1997) seperti, A .altilis, A. rigidus dan A. laceifolius.
Selain itu hal menarik lain adalah adanya kemampuan dari senyawa kelompok ini untuk berkondensasi dengan gugus geranil pada posisi C-3, seperti ditunjukkan oleh senyawa artonin H (62) yang berhasil diisolasi dari kulit batang A. rigida (Hano dkk., 1990 b). HO HO
O
OH
OH OH
O 62
e.
Oksepinoflavon
Kelompok senyawa oksepinoflavon secara biosintesis umumnya berasal dari senyawa 3-prenil flavon dengan pola 2’,4’-dioksigenasi pada cincin B. Cincin
30
oksepin pada kelompok ini terbentuk melalui reaksi siklisasi oksidatif yang menghasilkan ikatan – C – O – C – antara gugus OH pada C-2’ dengan C-10 dari gugus isopren pada C-3. Reaksi ini diperlihatkan pada pembentukan senyawa morusin hidroperoksida yang berasal dari senyawa morusin, melalui iradiasi menggunakan lampu merkuri bertekanan tinggi (Hakim dkk., 2005).
OH O
O 2'
3
OH
OH
Iradiasi
O
O
O
OH
O
O O
OOH
9
OH
O
OH
10
OH
O
OO H
O
morusin OH
O
O O OOH OH
O
morusin hidroperoksida
Gambar II.17 Reaksi pembentukan senyawa kelompok oksepinoflavon (Hakim dkk., 2005) Senyawa golongan oksepinoflavon yang pertama kali diisolasi adalah caplasin (66) yang berasal dari kayu batang A. chaplasha (Rao, 1972). Beberapa senyawa golongan oksepinoflavon yang berhasil diisolasi dari Artocapus diperlihatkan pada Tabel II.9 dan Gambar II.18.
Tabel II.9. Distribusi senyawa oksepinoflavon pada Artocarpus Nama senyawa
Spesies
Bagian Tumbuhan
Asal tumbuhan
Pustaka
Siklointegrin (63)
A. integer
Kayu batang
India
Pendse, 1976
Artonin S (64)
A. heterophyllus
Kulit batang
India
Aida, 1994
Indonesia
Rao, 1973 Rao, 1972
Isosikloheterofilin (65) Caplasin (66)
A. chaplasha
Kayu batang
India
A. maingayii
Kulit batang
Indonesia
Hakim, 2006
A. champeden
Kulit akar
Indonesia
Hakim, 2005
Artoindonesianin B (67)
A. champeden
Akar
Indonesia
Hakim, 1999
Oksiisosiklointegrin (68)
A. integer
Kayu batang
India
Pendse, 1976
31
OH
OH H3 CO
O
H 3CO
H3 CO
O
O OH
O
OH O
63
64
OH
HO
O
H3 CO
HO
O
O
OH
O
O OH
O
HOO
67
66
OH
O
O
HO
HO
65
O O
O
OH
O
OH
O
O
OH H3 CO
OH
68
Gambar. II.18 Struktur senyawa kelompok oksepinoflavon dari Artocarpus Senyawa-senyawa pada Gambar II.18 memperlihatkan, bahwa prekursor senyawa kelompok oksepinoflavon adalah senyawa kelompok 3-prenilflavon yang memiliki pola 2’,4’-dioksigenasi di cincin B, kecuali senyawa oksisiklointegrin (68) yang diperoleh dari A. integer (Pendse, 1976) disarankan berasal dari senyawa kelompok 3-prenilflavon dengan pola 2’, 4’, 5’-trioksigenasi di cincin B.
f.
Piranoflavon
Seperti halnya senyawa kelompok oksepinoflavon, senyawa piranoflavon juga merupakan turunan dari senyawa 3-prenil flavon. Pembentukan senyawa kelompok ini secara biogenesis disarankan berasal dari hasil reaksi siklisasi oksidatif antara gugus OH pada C-2’ dengan C-9 dari gugus isopren pada C-3 seperti diperlihatkan pada Gambar II.19. OH HO
O
HO O
OH
O
OH
H
O O
H OH
O
OH HO
O
OH HO
O
O OH
O
O
OH
O
Gambar II.19 Saran biogenesis pembentukan senyawa kelompok piranoflavon (Hakim dkk., 2006)
32
Berdasarkan ciri struktur senyawa piranoflavon yang diisolasi dari beberapa spesies Artocarpus, maka kelompok senyawa ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu senyawa piranoflavon dengan pola 2’4’-dioksigenasi di cincin B serta senyawa piranoflavon dengan pola 2’,4’,5’-trioksigenasi di cincin B.
Jenis kelompok senyawa piranoflavon dengan pola 2’4’-dioksigenasi di cincin B ditunjukkan pada Tabel II.10 dan Gambar II.20.
Tabel II.10. Senyawa piranoflavon dengan pola dioksigenasi di cincin B Nama senyawa Sikloartokarpin (17)
Bagian Tumbuhan
Asal tumbuhan
Pustaka
Kulit batang
Indonesia
Hakim, 2006
Spesies A. champeden A. maingayii A. kemando
Isosiklomorusin (18)
A. altilis
Kayu batang
Formosa
Chen, 1993
Siklokomunol (69)
A communis
Kulit akar
Formosa
Lin, 1992
Siklokomunin (70)
A communis
Kulit akar
Formosa
Lin, 1992
A. champeden
Kulit batang
Indonesia
Syah, 2004
Kulit akar Kayu batang
Indonesia India
Hano,1989 Rao, 1971
A. elasticus
Kayu batang
Thailand
Kijjoa, 1996
A. lanceifolius
Kayu akar
Indonesia
Hakim, 2006
A. elasticus
Kayu batang
Thailand
Kijjoa, 1996
A. lanceifolius
Kayu akar
Indonesia
Hakim, 2006
Sikoheterofilin (71) Artelastin (72)
Artelastokromen (73)
A. heterophyllus
33
OH
OH HO
HO
O
O
H3 CO
OH
O
O
OH
OH O
O
O 17
OCH 3 O
O OH
O
70
69
HO
O
O
O OH
OH
OH HO
O
O
O
OH
71
O
O
OH
18
O 72
OH O
O O OH O 73
Gambar II.20 Struktur senyawa piranoflavon dengan pola dioksigenasi di cincin B Berdasarkan gambar dan tabel tersebut terlihat bahwa senyawa piranoflavon dengan pola dioksigenasi di cincin B memiliki keanekaragaman struktur yang disebabkan oleh adanya gugus isoprenil sebagai subtituen pada cincin A. Gugus isoprenil pada cincin A tersebut dapat berada dalam keadaan bebas atau tersiklisasi dengan melibatkan gugus hidroksil pada C-7 untuk membentuk cincin kromen (2,2 dimetil piran) seperti diperlihatkan oleh senyawa 18 dan 73.
Selanjutnya, kelompok senyawa piranoflavon dengan pola 2’4’,5’-trioksigenasi di cincin B dilaporkan telah berhasil diisolasi dari beberapa spesies Artocarpus, antara lain siklocampedol atau dikenal sebagai artoindonesianin (74) yang berasal dari A. champeden (Achmad dkk., 1996), sikloartokarpin A (79) dari A. heterophyllus (Lu dkk., 1994) dan sikloartilisin (75) dari A. altilis (Chen dkk., 1993). Sementara itu dari A. communis, senyawa sejenis yang dilaporkan adalah dihidrosikloartomunin (76) (Lin dkk., 1992), dihidroisosikloartomunin (77) (Lin dkk., 1992) dan sikloartomunin (78) (Lin dkk., 1991).
34
OH
HO
O
HO
O O
O
O
OH
O
OH
75 OCH3 OH
O
OH OH O
O
O O
O OH
77
76
OCH3 O
O
O
OH
O OH
H 3CO
O
74
H3 CO
OH
OCH3
O OH
OH
OH OH
OH
O 78
O
79
Gambar. II. 21 Struktur senyawa piranoflavon dengan pola trioksigenasi di cincin B Seperti halnya pada kelompok senyawa piranoflavon dengan pola dioksigenasi pada cincin B, senyawa piranoflavon dengan pola trioksigenasi pada cincin B juga memiliki substituen berupa gugus isoprenil pada cincin A yang terikat pada C-6 dan atau C-8 yang berada dalam keadaan bebas atau tersiklisasi.
g.
Dihidrobenzosanton dan furanodihidrobenzosanton
Kelompok senyawa dihidrobenzosanton merupakan turunan senyawa 3prenilflavon yang memiliki pola 2’,4’,5’-trioksigenasi di cincin B. Penelusuran literatur sejauh ini belum pernah melaporkan adanya senyawa kelompok dihidrobenzosanton atau furanodihidrobenzosanton yang berasal dari kelompok senyawa 3-prenil-2’4’-dioksigenasi di cincin B. Oleh karena itu, selain adanya gugus isoprenil pada posisi C-3, ternyata gugus hidroksil dengan orientasi orto pada cincin B, yaitu pada posisi C-4’ dan C- 5’ merupakan gugus yang penting pula
pada
pembentukan
kerangka
dihidrobenzosanton
dan
furano-
dihidrobenzosanton.
Menurut Nomura dkk. (1998), secara biogenesis kerangka tersebut terbentuk melalui reaksi siklisasi oksidatif yang diawali oleh reaksi oksidasi pada senyawa
35
3-prenilflavon dan dilanjutkan dengan reaksi siklisasi dari radikal yang dihasilkan, seperti diperlihatkan pada Gambar II.22. Pada gambar tersebut ditunjukkan reaksi siklisasi oksidatif yang terjadi pada senyawa artonin E (15) yang telah teroksidasi menghasilkan senyawa sikloartobilosanton (20) yang memiliki kerangka furanodihidrobenzosanton serta artobilosanton (19) yang memiliki kerangka dihidrobenzosanton. HO O
HO
OH
O
OH
OH
O
O2
OH
O2
OH
O
O OOH
- H+
-e OH
HO
O
O
O
Artonin E (15) HO O
HO
OH H
O
O
OH
HO
H
O
O
OH OH
OOH
H OOH
O
O
O OOH
H 2 O2
HO O
O
OH
H 2O 2
HO
OH O
O
Sikloartobilosanton (20)
O
O
OH
OH OH
O
Artobilosanton (19)
Gambar II.22 Saran biogenesis pembentukan kerangka dihidrobenzosanton (19) dan furanodihidrobenzosanton (20) dari 3-prenilflavon (15) (Nomura dkk., 1998) Beberapa senyawa kelompok dihidrobenzosanton yang berhasil diisolasi dari Artocarpus, antara lain artobilosanton (19) dari A. nobilis (Sultanbawa dkk., 1989), A. lanceifolius (Hakim dkk., 2006), A. scortechinii (Jamil dkk., 2004), dan A. kemando (Seo dk., 2003). Selanjutnya, dari A. communis
telah diisolasi
senyawa artomunosanton (80) (Shieh dkk., 1991), artonol E (81), dan artonol C (84) (Aida dkk., 1997). Sementara itu, dari A. heterophyllus (Chung dkk., 1998) dan A. rigida (Hano dkk., 1993) berturut-turut diperoleh artonin B (82) dan artonin N (83).
36
HO O
O
OH
OH OH
HO O
O
O
OH
19
HO O
O
OH
OCH 3 OH
HO H3 CO
O
O
OH
80
OH OH
HO HO
O
O
OH O
82
83
O OH
O 81
O OH
HO O
O
OH
O OH
O 84
Gambar. II.23 Struktur senyawa kelompok dihidrobenzosanton dari Artocarpus
Selanjutnya, kelompok senyawa furanodihidrobenzosanton dari genus ini antara lain senyawa artonin J (87), artonin K (86), artonin L (85) dan artonin T (88) dari A. heterophyllus (Aida dkk., 1993; 1994).
Dari A. rigida berhasil diisolasi
senyawa artonin G (90) (Hano dkk., 1990d) dan artonin M (92) (Hano dkk., 1993). Kemudian senyawa sikloartobilosanton (20) dilaporkan telah berhasil diisolasi dari A. nobilis, A. lanceifolius (Hakim dkk., 2006), A. communis (Hano dkk., 1990 c), A. nobilis (Sultanbawa dkk., 1989), dan A. kemando (Seo dkk., 2003). Sementara itu, senyawa artonin F (89) dan artoindonesianin A (91) berhasil diisolasi pertamakali secara berturut-turut dari A. communis (Hano dkk., 1990c) dan A. champeden (Hakim dkk., 1999).
37
HO H3 CO
O
OH
HO
OH O
H3 CO
O
OH
O
H3 CO
O
OH
OH O
O
O
OH
O
O
HO O
O
OH
20
O
O 90
HO O
O
OH
O
O
OH
OH O
OH
OH
87
O
88
HO
HO
OH
O
HO
O
HO
O
86
85
HO
HO
OH
OH O
O 89
OH O
HO O
O 91
O
OH
OH O
O 92
Gambar. II.24 Struktur senyawa kelompok furanodihidrobenzosanton dari Artocarpus h.
Kuinodihidrosanton
Senyawa kuinodihidrosanton merupakan kelompok senyawa hasil reaksi oksidasi yang terjadi pada cincin B dari kelompok senyawa yang memiliki kerangka dihidrobenzosanton. Hal tersebut terjadi karena adanya transformasi fenol pada cincin B menjadi kuinon. Senyawa yang telah dilaporkan dari jenis ini antara lain, artomunosantotrion (94) (Shieh dkk., 1991), epoksi artomunosantotrion (95) (Lin dkk., 1992a), dan artonol D (96) (Aida dkk., 1997) yang diisolasi dari A. communis. Berikutnya dari A. rigida dilaporkan telah berhasil diisolasi senyawa artonin P (93) dan artonin O (97) (Hano dkk., 1993). Senyawa artonin O (91) juga dilaporkan berhasil diperoleh dari A. kemando (Seo dkk., 2003). Struktur senyawa-senyawa tersebut diperlihatkan pada Gambar II.25.
38
O HO
OCH 3
O O OH
O O
O
OCH3
O
O O
O
OCH 3
O O
O
OH
93
O
OH
94
O O
O
O O
OH O
O 95
O O
O
O
OH
OCH3 O
O 97
96
Gambar. II.25 Struktur senyawa kelompok kuinohidrosanton dari Artocarpus
Keanekaragaman senyawa kelompok ini terjadi karena adanya substituen yang terikat pada kerangka utama kelompok senyawa ini. Substituen yang lazim terikat pada kerangka utama kelompok senyawa ini adalah, gugus hidroksil, metoksil dan gugus isopren. Gugus isopren yang terikat pada kerangka utama kelompok ini dapat berada dalam keadaan bebas atau tersiklisasi membentuk cincin kromen.
i.
Tetrahidrosanton
Kelompok senyawa tetrahidrosanton merupakan kelompok senyawa yang jarang ditemukan pada genus Artocarpus. Berdasarkan penelusuran literatur, sejauh ini baru dilaporkan satu senyawa jenis ini, yaitu artonol A (98) yang berhasil diisolasi dari kulit batang A.communis (Aida, 1997). Secara biogenesis kelompok senyawa ini terbentuk sebagai hasil reaksi retro Diels-Alder senyawa kuinodihidrosanton, seperti ditunjukkan pada Gambar II.26.
39
HO O
O
OH
O
O
OH
O
O HO O
O
OH
H
O
OH O
OH O
O
19
O
O
OH
HO O
Retro Diels-Alder H
OH
HO O
O
H
O O
O
O
O
O
OH
O 98
Gambar II.26 Saran biogenesis pembentukan artonol A (98) dari artobilosanton (19) (Nomura dkk., 1998) Gambar
II.26
menunjukkan
bahwa
oksidasi
pada
kelompok
senyawa
dihidrobenzosanton [artobilosanton (19)] menghasilkan kelompok senyawa kuinodihidrosanton. Selanjutnya terjadi reaksi retro Diels-Alder pada kelompok senyawa kuinodihidrosanton kelompok senyawa tetrahidrosanton [artonol A (98)].
j.
Siklopentenosanton dan santonolida
Penelusuran literatur menunjukkan bahwa beberapa senyawa kelompok siklopentenosanton telah berhasil diisolasi dari kulit batang
A. heterophyllus
(Aida dkk., 1994) yaitu artonin Q (100) dan artonin R (101). Selain itu, artoindonesianin C (99)
yaitu suatu senyawa yang berhasil diisolasi dari A.
teysmanii (Makmur, 2000). OH O 8
O
O
A
O COOCH3 OH
O
O COOCH3
O
OH
O
O
COOCH3 OH
6
OH
O 99
OH
OH
O 100
O 101
Gambar. II.27 Struktur senyawa kelompok siklopentanosanton dari Artocarpus
40
Gambar II.27 memperlihatkan bahwa kelompok senyawa ini memiliki keragaman berdasarkan gugus isopren yang terikat pada cincin A, dimana gugus isopren tersebut dapat terikat pada C-6 dan atau C-8.
Selanjutnya, penelusuran literatur memperlihatkan bahwa sejauh ini satu-satunya kelompok santonolida adalah senyawa artonol B (102) yang berhasil diisolasi dari A. communis (Aida, 1997) dan A. lanceifolius (Hakim, 2002). O O
O
O
OH
O
O 102
Secara biogenesis senyawa kelompok siklopentenosanton dan santonolida ini berasal dari hasil oksidasi senyawa kelompok dihidrobenzosanton, yang dilanjutkan dengan reaksi penataan ulang Favorskii, seperti diperlihatkan pada Gambar II.28. HO O
OH
O
OH
O O
2H 2
OH
O
O
OH H
O
O
O
O
O
O
O
H
O
CH3
OH
OH
OH O
OH
O
artobilosanton (1 9)
O
O
O
O
OH
O
O
O
OH
OH
O
O
O
Senyawa kelompok siklopen tenosanton -CO 2 O
O
CH 3
O
C H
[O ]
O
+ H 2O O
O
CH 3
CH3
O
O
C OH
O - H 2O
O
O O
OH O
OH O artonol B (1 02)
Gambar II.28 Saran biogenesis pembentukan kelompok senyawa siklopentenosanton dan santonolida (Hakim dkk., 2006)
41
Dari beberapa jenis senyawa santon yang telah berhasil diisolasi dari Artocarpus, terlihat bahwa senyawa dengan kerangka dihidrobenzosanton, yaitu artobilosanton (19) merupakan senyawa prekursor untuk pembentukan senyawa-senyawa turunan santon.
II.2.2 Senyawa turunan fenol lainnya dari Artocarpus a.
Adduct Diels-Alder
Secara biogenesis senyawa kelompok ini merupakan hasil reaksi siklisasi intermolekul (reaksi Diels-Alder) antara senyawa calkon terprenilasi (dienofil) dengan senyawa turunan dihidroprenilfenol (diena) seperti ditunjukkan pada Gambar II.29.
OH OH
HO HO OH
OH
O
isobavacalkon (131)
OH O
HO
O OH
Reaksi Diels-Alder
O
OH
HO HO OH
OH
OH
kuwanon R (104)
moracalkon A (6)
Gambar II.29 Reaksi pembentukan senyawa kelompok Adduct Diels-Alder (Nomura dkk., 1998)
Senyawa kelompok adduct Diels-Alder yang dilaporkan telah berhasil diisolasi dari Artocarpus antara lain, artonin X (103), kuwanon R (104) dan artonin D (105) dari kulit akar A. heterophyllus (Kazuki, 1995).
42
HO
HO
HO
OH
OH
OH
OH
HO
OH O
O
HO
OH O
HO
HO
HO
OH
OH
103
104
O
OH
OH
OH
HO
OH O
O
O 105
Gambar II.30 Struktur senyawa kelompok adduct Diels-Alder dari Artocarpus Senyawa adduct Diels-Alder yang diperoleh dari Artocarpus lazimnya berasal dari calkon terprenilasi. Senyawa calkon terprenilasi tersebut bertindak sebagai sumber diena maupun sumber dienofil pada proses pembentukan senyawa adduct pada Artocarpus.
b.
Stilben
Senyawa stilben merupakan senyawa turunan fenol selain flavonoid yang sering diisolasi dari genus
Artocarpus. Senyawa jenis ini berhasil diisolasi dari
Artocarpus pada sub genus Pseudojaca. Beberapa senyawa yang telah berhasil diisolasi antara lain resveratrol (106) dan oksiresveratrol (107), yang merupakan dua senyawa turunan stilben yang paling sederhana yang ditemukan pada A. caplasha (Venkataraman, 1972). Selain pada A. caplasha, senyawa resveratrol (106) juga dilaporkan berhasil diisolasi dari kayu akar A. gomezianus (Likhitwitayawuid dkk., 2000). Selanjutnya, oksiresveratol (107) merupakan senyawa golongan stilbenoid yang sering ditemukan pada genus Artocarpus. Selain pada A. caplasha, senyawa oksiresveratrol (107) ini juga ditemukan pada A. gomezianus (Hakim dkk., 2002) dan A. dadah (Su dkk., 2002). Selain itu, senyawa (E)-4-(3-metil-(E)-but-l-enil)-3,5,2’,4’-tetrahidroksistilben (108), (E)-4isopentenil-3,5,2’,4’-tetra-hidroksistilben (109) dan artokarben (110) dilaporkan telah berhasil diisolasi dari A. integer (Boonlaksiri dkk, 2000). Kemudian, senyawa artoindonesianin N (111) merupakan senyawa turunan stilben dengan
43
gugus metoksi pada C-5 dilaporkan berhasil diisolasi dari kulit kayu A. gomezianus (Hakim dkk., 2002).
HO
HO 4'
HO
3 OH
OH
2'
OH
OH
OH
5
106
OH
OH
107
HO
OH
108
HO
HO OH
O
OH
OH
OH OH
OCH3
OH
109
110
111
Gambar II.31 Struktur senyawa kelompok stilbenoid dari Artocarpus
Berdasarkan pola oksigenasinya, maka senyawa stilben pada Artocarpus dapat dibedakan menjadi senyawa stilben dengan pola 3,5,4’-trihidroksistilben dan 3,5,2’,4’-tetrahisroksistilben. Selanjutnya Gambar II.31 memperlihatkan adanya kecenderungan posisi gugus isoprenil pada kerangka stilben Artocarpus. Umumnya gugus isoprenil pada kerangka stilben tersebut akan terikat pada C-4.
Selanjutnya, senyawa stilben pada Artocarpus dilaporkan juga dapat berupa dimer. Senyawa dimer stilben yang telah dilaporkan, yaitu artogomezianol (112) dan
andalasin
A
(113)
yang
berhasil
diisolasi
dari
A.
gomezianus
(Likhitwitayawuid dkk., 2001). HO
HO
OH
OH OH
OH
OH OH
OH
OH
OH
OH OH
OH HO 113
112
Gambar II.32 Struktur senyawa kelompok dimer stilbenoid dari Artocarpus
44
Berdasarkan monomer pembentuknya, senyawa dimer stilben yang telah dilaporkan tersebut berasal dari jenis 3,5,2’,4’-tetrahidroksistilben.
c.
Senyawa turunan fenol lainnya
Senyawa turunan fenol lain yang diperoleh dari Artocarpus, antara lain senyawa artokarpol A (115) (Chung dkk., 2000), artokarpol F (116) (Ko dkk., 2001) dan artokarpol G (114) (Lu dk., 2002) dari A. rigida. Secara biogenesis senyawasenyawa tersebut berasal dari reaksi kondensasi antara senyawa stilbenoid dengan gugus geranil yang termodifikasi.
OH HO
O
HO
HO
O
O
O
O
O
OH
OH
H
H O H
H O 114
O 115
116
Gambar II.33 Struktur senyawa kelompok polifenol terprenilasi dari Artocarpus Artocarpus juga dilaporkan memiliki senyawa turunan 2-arilbenzofuran. Secara biogenesis senyawa 2-arilbenzofuran berasal dari senyawa stilbenoid yang tersiklisasi. Siklisasi terjadi antara gugus hidroksil pada C-2’ dengan olefin membentuk cincin furan seperti ditunjukkan pada Gambar II.34. Berdasarkan literatur, beberapa senyawa 2-arilbenzofuran yang telah berhasil diisolasi, antara lain artoindonesianin Z (117) dan artoindonesianin O (118) yang berturut turut berasal dari A. altilis (Syah dkk., 2006) dan A. gomezianus (Hakim dkk., 2002).
45
4'
HO
3 OH
2' O
HO
O
OH
5
OCH3
OH 117
118
Gambar II.34 Struktur senyawa kelompok 2-arilbenzofuran dari Artocarpus
Selanjutnya, senyawa heterofilol (119) dilaporkan telah berhasil diisolasi dari kayu akar A. heterophyllus (Lin dkk., 1995). Apabila dikaji strukturnya, maka senyawa ini berasal dari kelompok senyawa stilbenoid dengan pola oksigenasi dan prenilasi yang tidak lazim ditemukan pada genus Artocarpus. Oksigenasi pada senyawa ini terjadi pada posisi 2,4,2’,4’-tetraoksigenasi stilben dengan gugus isopren pada posisi C-5 dan isopren termodifikasi pada C-6. Selanjutnya reaksi siklisasi oksidatif terjadi antara gugus isoprenil termodifikasi di C-6 dengan olefin dari kerangka stilbenoid dan gugus hidroksil pada cincin B menghasilkan cincin C dan D.
4'
OCH3 H
2
A H3 CO
4
6
C
OH
B D
2'
O
H
5
119
Gambar II.35 Struktur senyawa heterofilol (119)
Hal yang menarik adalah berhasil diisolasinya senyawa sederhana turunan benzaldehida, yaitu β-resolsilaldehida (120) dan galil aldehida (121) dari kulit akar A. lanceifolius (Hakim dkk., 2006). Pola oksigenasi pada kedua senyawa turunan benzaldehida tersebut menunjukkan pola oksigenasi umum pada semua kelompok senyawa turunan fenol yang ditemukan pada genus Artocarpus.
46
O
H
H
O
OH HO OH
OH OH
120
121
Gambar II.36 Struktur senyawa turunan benzaldehida dari Artocarpus
II.2.3 Senyawa non fenolik dari Artocarpus Selain senyawa turunan fenol beberapa senyawa turunan non-fenol juga berhasil ditemukan
pada
Artocarpus,
misalnya
golongan
triterpenoid.
Senyawa
triterpenoid tersebut terdiri atas senyawa triterpenoid tetrasiklik dengan kerangka sikloartan dan senyawa triterpenoid pentasiklik dengan kerangka glutan.
Senyawa triterpenoid dengan kerangka sikloartan yang berhasil diisolasi dari Artocarpus, yaitu sikloartenol (122) dari A. champeden (Achmad dkk., 1996) dan A. altilis (Altman dkk., 1976). Dari A. champeden juga telah berhasil diisolasi senyawa dengan kerangka yang sama, yaitu sikloeukalenol (123), 2,4metilensikloartenon (124) dan sikloartenon (125) (Achmad dkk., 1996). Senyawa sikloartenon (125) ini juga diisolasi dari A. heterophyllus (Dayal dkk., 1974). Kemudian, selain sikloartenon (125) dari A. heterophyllus juga dilaporkan telah ditemukan senyawa (24R)-9,19-siklolanost-3-on-24,25-diol (126) dan (24S)-9,19siklolanost-3-on-24,25-diol (127) (Barik dkk., 1997).
H
H
H
O
HO
HO 122
123
124 OH 24
H O
OH O 126 (24R) 127 (24S)
125
Gambar. II.37 Struktur senyawa kelompok triterpen sikloartan dari Artocarpus
47
Selanjutnya, senyawa triterpen pentasiklik kerangka glutan yang dikenal sebagai glutinol (128) telah diisolasi dari A. champeden (Achmad dkk., 1996).
H HO 128
II.3 Bioaktivitas Metabolit Sekunder dari Tumbuhan Artocarpus
Tinjauan
etnobotani
menunjukkan
bahwa
masyarakat
Indonesia
telah
menggunakan tumbuhan genus Artocarpus sebagai bahan obat tradisional yang dikenal sebagai “jamu”. Genus ini antara lain dipergunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti inflamasi, malaria, demam dan antifertilitas (Takahashi dkk., 1988). Berdasarkan tinjauan tersebut maka kajian bioaktivitas metabolit sekunder dari Artocarpus banyak dilakukan.
Laporan-laporan penelitian mengenai aktivitas biologi dari beberapa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan Artocarpus memperlihatkan hasil yang menarik terutama untuk senyawa-senyawa turunan flavonoid terprenilasi, antara lain senyawa artokarpin (14) yang menunjukkan sifat toksik tehadap benur udang Artemia salina. Selain itu, senyawa artokarpin (14) dan heteroflavanon A (42) dilaporkan memiliki aktivitas dalam menghambat transport asam amino leusin pada membran usus ulat sutera Bombyx mori (Hakim dkk., 1998). Aktivitas serupa juga diperlihatkan oleh senyawa siklocampedol (74) (Achmad dkk., 1996; Parenti dkk., 1997). Selain dilaporkan memiliki aktivitas toksik terhadap benur udang dan penghambat transport asam amino, senyawa artokarpin (14) juga dilaporkan memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim 5α-reduktase serta memiliki aktivitas sebagai pemutih kulit (Shimizu dkk., 2000).
Selain itu, beberapa senyawa flavonoid telah diuji sifat sitotoksiknya terhadap sel murine leukemia P-388. Uji ini merupakan uji yang direkomendasikan oleh National Cancer Institute (NCI) sebagai pengujian awal untuk sifat antikanker
48
dari metabolit sekunder. Beberapa senyawa diantaranya menunjukkan aktivitas yang signifikan, seperti ditunjukkan pada Tabel II.11 (Hakim dkk., 2006).
Tabel II.11 Aktivitas sitotoksik senyawa flavonoid dari Artocarpus terhadap sel murine leukemia P-388 * Nama Senyawa
Kelompok Senyawa
IC50 (μg/mL)
Artokarpanon
(8)
Flavanon
19,3
Artokarpin
(14)
3-Prenilflavon-teroksigenasi -2’,4’
1,9
Artonin E
(15)
3-Prenilflavon-teroksigenasi -2’,4’,5’
0,6
Caplasin
(66)
Oksepinoflavon
2,0
Sikloartokarpin
(17)
Piranoflavon
3,9
Artobilosanton
(19)
Dihidrobenzosanton
1,7
Sikloartobilosanton
(20)
Furanodihidrobenzosanton
3,2
Artonin O
(91)
Kuinodihidrobenzosanton
0,9
Artonol B
(102)
Santonolida
> 100
* Senyawa dikategorikan sangat aktif apabila memiliki nilai IC50 0-2,0 μg⁄mL, aktif apabila nilai IC50 2,1-4,0μg⁄mL, dan tidak aktif apabila nilai IC50 > 4,0 μg⁄mL (Alley, 1998) Tabel II.10 menunjukkan bahwa kelompok senyawa 3-prenilflavon yang teroksigenasi pada posisi C-2’, C-4’ dan C-5’ yaitu artonin E (15), memiliki aktivitas sitotoksik paling tinggi terhadap sel murine leukemia P-388 dibandingkan kelompok senyawa lainnya. Tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa modifikasi lebih lanjut dari gugus isoprenil pada posisi C-3 yang membentuk kelompok senyawa turunan santon tampaknya menurunkan aktivitas sitotoksik. Hal ini menunjukkan bahwa adanya gugus isoprenil bebas pada posisi C-3 memiliki peranan yang sangat signifikan terhadap aktivitas sitotoksik senyawa turunan flavonoid dari Artocarpus (Hakim, 2006).
Selanjutnya menarik untuk dikaji bahwa senyawa golongan stilben dari Artocarpus juga dilaporkan memiliki beragam aktivitas biologi, antara lain senyawa artokarben (110) yang memiliki efek memutihkan kulit (Shimizu dkk., 1998) dan memiliki aktivitas antimalaria (Boonlaksiri dkk., 2000). Selain itu, senyawa artogomezianol (112) dan andalasin A (113) dilaporkan memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim tirosinase (Likhitwitayawuid dkk., 2001).
49