BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kualitas
2.1.
Banyak sekali definisi tentang kualitas yang ada saat ini, bahkan definisi tentang perkembangan seiring kemajuan teknologi, tetapi ada beberapa pendekatan untuk mendefinisikan kualitas menurut Garvin (Dalam Zulian Yamit,2010), yaitu :
Transcendent (Quality as Excellence) Pendekatan yang bersifat subyektif yang digunakan sebagai pembeda antara produk/jasa yang berkualitas baik dan buruk. Unsur excellence suatu benda menjadi parametenya. Contohnya : lukisan "Monalisa" merupakan benda yang berkualitas tinggi.
Product — based Kulitas produk/jasa yang diidentifikasikan oleh kehadiran specific Feature atau Attribute pada produk/jasa tersebut dan dapat diukur. Contohnya : sarung jok mobil yang terbuat dari kulit dianggap lebih berkualitas tinggi dibanding terbuat dari kulit imitasi dari vinyl, sebab kualitas lebih tahan api.
User — based Produk/jasa yang dapat memuaskan penggunanya akan dikatakan produk/jasa yang berkualitas tinggi. 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
Manufacturing — based Produk/jasa yang dibuat sesuai dengan spesifikasi design, merupakan produk/jasa yang berkualitas tinggi.
Value — based Kualitas suatu produk/jasa diidentifikasikan oleh kerelaan pengguna atau pelanggan untuk membeli barang tersebut (willingness to buy).
Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang terkenal, antara lain (Zulian Yamit,2010) : 1. Deming Mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen. 2. Crosby Mempersepsikan kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan. 3. Juran Mendefinisikan mutu sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi. Pendekatan yang telah disebutkan diatas tadi semuanya bersifat subyektif sehingga pada kenyataan perusahaan/produsen harus melakukan kombinasi dari pendekatan-pendekatan tersebut. Perbandingan pandangan ketiga pakar tersebut terhadap kualitas dapat diringkas seperti terlihat dalam tabel 2.1 berikut (Zulian Yamit,2010):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Tabel 2.1 Perbandingan Pandangan Kualitas
Sumber: Zulian Yamit, 2010 Dari penjelasan-penjelasan diatas tadi maka dapat ditarik sebuah kesimpulan tentang definisi kualitas yang lebih tepat saat ini, yaitu "kualitas adalah tingkat pemenuhan kebutuhan pelanggan" atau secara lebih luas "kualitas adalah konsep yang luas atau disiplin yang mencangkup tingkat kesempurnaan, atribut pembeda atau sifat, kesesuaian dengan spesifikasi standar perbandingan yang dapat diukur sehingga aplikasi-aplikasi dapat ditujukan secara konsisten pada tujuan-tujuan bisnis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Dimensi Kualitas
2.2.
Menurut Garvin (Dalam Zulian Yamit, 2010), kualitas itu sendiri memiliki beberapa dimensi, yaitu diantaranya :
Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan.
Realibity, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk, karena kehandaknya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah.
Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Durability, yaitu tingkat ketahanan awet produk atau lama umur produk.
Serviceability, yaitu kemudahan produk itu, bila akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.
Aesthetics, yaitu keindahan atau daya tarik produk tersebut.
Perception, yaitu fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena citra atau reputasi produk itu sendiri.
Produsen dalam merancang dan memproduksi produk/jasa harus melakukan trade-off untuk dimensi-dimensi tersebut yang sesuai dengan konteks produk yang akan diproduksi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
2.3.
Pengertian Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan terus-menerus
selama proses produksi berjalan. Juran dalam "Quality Control Handbook" menyatakan bahwa pengendalian kualitas terdiri 3 aspek (The Juran Trilogy) yaitu: 1. Perencanaan Kualitas (Quality Planning) Pada tahap ini pihak produsen harus melakukan beberapa hal sebagai berikut ini :
Identifikasi kebutuhan konsumen, baik internal maupun eksternal.
Rancang produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Rancang proses produksi produk itu.
Produksi produk sesuai dengan spesifikasi.
2. Pengendalian Kualitas (Quality Control) Pengendalian kualitas produk pada saat proses produksi, pada tahap ini produsen harus melakukan hal sebagai berikut:
Indetifikasi elemen kritis yang harus dikendalikan dan berpengaruh pada kualitas.
Kembangkan alat dan metode pengukuran.
Kembangkan standar bagi elemen kritis.
3. Perbaikan kualitas (Quality Improvement) Kegiatan ini dilakukan jika ditemukan ketidaksesuaian antara kondisi actual dengan standar. Metode six sigma merupakan tindakan yang berada pada tahapan ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
Pengertian Six Sigma
2.4.
Menurut Peter Pande (2007), kata Sigma merupakan salah satu huruf dari sistem alfabet Yunani yang dilambangkan dengan ”σ”, yang berarti mengindikasikan banyaknya tingkat variasi output terhadap target yang telah ditetapkan. Secara statistik, six sigma adalah suatu ketentuan yang mensyaratkan suatu proses beroperasi pada batas toleransi perekayasaan terdekat adalah paling sedikit ± 6 σ dari rata-rata proses. Dalam persepsi teknis untuk pengendalian proses maka six sigma dapat berarti kepada target kinerja operasi yang diukur secara statistik dengan hanya 3.4 cacat (defect) untuk setiap satu juta kejadian atau ” peluang”. Seringkali dinamakan 3.4 DPMO (Defect Per Million Opportunities) atau 3.4 PPM (Parts Per Millon). Cara lainnya untuk menentukan Six Sigma adalah sebagai usaha ”perubahan budaya” agar posisi perusahaan di pasar ada pada kepuasan pelanggan, profitabilitas, dan daya saing yang lebih besar. Six sigma adalah suatu besaran (metric) yang dapat kita terjemahkan sebagai suatu proses pengukuran dengan menggunakan tools-tools statistic dan teknik untuk mengurangi cacat hingga tidak lebih dari 3,4 DPMO (Defect per Million Opportunities) atau 99,99966 persen difokuskan untuk mencapai kepuasan pelanggan. Six sigma adalah pendekatan disiplin yang berdasarkan pada lima tahap, yaitu Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (Hargrove dan Burge,2002). Menurut Woodard (2005), Six sigma adalah sebuah program yang menggunakan analisis data untuk mencapai proses bebas defect dan untuk mengurangi variasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
William (2006) berpendapat bahwa Six sigma adalah metodologi dengan penyelesaian permasalahan yang disebut DMAIC, dimana DMAIC adalah sekumpulan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi, analisis, dan mengeliminasi sumber variasi dalam sebuah proses. Six sigma melakukan perbaikan terhadap masalah yang terjadi dengan fokus pada faktor penyebab masalah. Six sigma adalah strategi bisnis yang didalamnya disediakan peralatan untuk memperbaiki kemampuan dari bisnis prosesnya (Yang, 2005). Menurut Nilakanta srinivasan dan Nair (2005) six sigma mempunyai penetrasi yang luas, termasuk organisasi kecil, menengah, besar dalam manufaktur dan industri jasa berdasar pada pendekatan Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC). Ho dan Chuang (2006), dalam penelitiannya menyatakan : dengan margin profit yang kecil, suatu perusahaan dengan cerdas mencari cara untuk membedakannya dari kompetitor, rute persaingan, memperluas market share, menciptakan kualitas yang berbeda dan untuk mencapai kualitas zero defect. Six sigma secara efektif menyelesaikan permasalahan inti dalam kualitas produksi. Pada studi kasus ini yaitu pemerintahan Taiwan menyatakan pentingnya sistem manajemen kualitas six sigma dan mengimplementasikannya untuk meningkatkan kualitas dari layanan yang diberikan. 2.5.
Landasan Six Sigma : Prinsip-prinsip Manajemen Kualitas Menurut Evans dan Lindsay (2007), Six sigma paling tepat didefinisikan
sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor faktor penyebab kecacatan dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan asset yang lebih tinggi, serta mendapatkan imbal hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. Metode ini disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian masalah yang sederhana – DMAIC, yang merupakan singkatan dari Define (Merumuskan), Measure (mengukur), Analyze (menganalisis), Improve (meningkatkan/memperbaiki),
dan
control
(mengendalikan)
–
yang
menggabungkan bermacam-macam perangkat statistic serta pendekatan perbaikan proses lainnya. Pada bulan Oktober 1887, William Cooper Procter berpesan kepada para karyawannya. Pernyataan Procter menyentuh kepada empat masalah penting: kualitas, produktivitas, biaya, dan keuntungan. Kulitas produk dan pelayanan yang menghasilkan keuasan pelanggan, produktivitas, serta biaya operasi, dan semuanya berpengaruh terhadap profitabilitas. Six sigma berfokus pada bagaimana meningkatkan masing-masing dari empat faktor dasar ini. Inti dari filosofi six sigma bertumpu pada beberapa konsep penting : 1. Selalu berpikir dalam kerangka proses bisnis utama serta keutuhan pelanggan dengan tetap berfokus pada tujuan strategik perusahaan. 2. Memusatkan
perhatian
pada
para
pengukung
perusahaan
yang
bertanggungjawab menyukseskan proyek-proyek penting, mendukung kerja kelompok, membantu mengatasi keengganan untuk berubah, dan menggalang sumber daya. 3. Menekankan sistem pengukuran yang bisa dikuartifikasi, seperti cacat per satu juta kemungkinan (defect per million opportunities – dpmo) yang bisa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
diterapkan di setiap bagian perusahaan: produksi, rekayasa, administrasi, peranti lunak, dan lain-lain. 4. Memastikan bahwa sistem pengukuran yang tepat terindentifikasi di awal setiap proses serta memastikan bahwa sistem tersebut berfokus pada pencapaian bisnis, sehingga dapat memberikan sistem insentif dan akuntabilitas. 5. Menyediakan pelatihan menyeluruh yang diikuti dengan penugasan tim proyek untuk meningkatkan profitabilitas, mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah, serta mencapai pengurangan waktu siklus. 6. Menciptakan ahli-ahli peningkatan proses berkualifikasi tinggi yang dapat menerapkan aneka alat untuk meningkatkan kinerja serta dapat memimpin tim. 7. Mencanangkan tujuan jangka panjang untuk perbaikan. Manajemen kualitas modern didasari oleh tiga prinsip dasar: 1. Fokus kepada pelanggan 2. Partisipasi dan kerja sama semua individu dalam perusahaan 3. Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran secara terus-menerus 2.6.
Prinsip – Prinsip Six Sigma Dalam terminologi six sigma, sebuah cacat (defect) atau ketidaksesuaian
(nonconformance) adalah kekeliruan atau kesalahan yang diterima pelanggan. Unit kerja ( unit of work) adalah output suatu proses atau tahapan proses. Kualitas output diukur dalam tingkat kecacatan per unit (defects per unit – DPU).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Menurut Pande (2007), Ukuran Six Sigma terdiri dari: •
Unit (U) Jumlah part, sub-assy, atau sistem yang diukur atau diperiksa. Sebuah item
yang sedang diproses, atau produk atau jasa akhir yang sedang dikirim kepada pelanggan-sebuah mobil, pinjaman hipotek, hotel stay, bank statement, dan sebagainya. •
Defect (cacat) Segala sesuatu yang membuat customer tidak puas, dapat juga diartikan
kegagalan untuk memenuhi persyaratan pelanggan / kinerja standar-seperti: mesin bocor, penundaan dalam closing pinjaman hipotek, hapusnya reservasi, statement error,dsb. •
Defective (Df) Semua unit yang berisi sebuah defect.
•
Opportunity (OP) Karakteristik yang diperiksa atau diukur, dalam hal ini yang digunakan adalah
Critical To Quality (CTQ). Ada tiga langkah utama dalam menentukan jumlah opportunity yaitu: 1. Membuat daftar pendahuluan dari jenis cacat. 2. Menentukan yang mana actual defect, kritis bagi konsumen dan spesifik. 3. Periksalah jumlah peluang yang diusulkan terhadap standar.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
•
Defect Per Unit (DPU) Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari defect, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel.
•
Defect Per Opportunity (DPO) Menunjukkan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah
kelompok. •
Defect Per Million Opportunity (DPMO) DPMO mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul, jika ada satu juta peluang dalam lingkungan pemanufakturan secara kritis. Menurut Pande (2007), pada konsep pengukuran berbasis peluang terdapat 3
variabel yang dapat digunakan untuk menghitung dan mengekspresikan ukuranukuran berbasis peluang defect, yaitu: 1. Defect per Opportunity, atau DPO Variabel ini menunjukan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok yang diperiksa. Sebagai contoh jika DPO sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki defect dalam sebuah kategori (CTQ) adalah 5%. Rumusnya adalah: DPO =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑑𝑒𝑓𝑒𝑐𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝑃𝑒𝑙𝑢𝑎𝑛𝑔
2. Defect per Million Opportunities atau DPMO Kebanyakan ukuran-ukuran peluang defect diterjemahkan ke dalam format DPMO, yang mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
satu juta peluang. Dalam lingkungan pemanufakturan secara khusus, DPMO sering disebut “PPM”, singkatan dari “parts per million”. Rumus umum untuk menghitung DPMO ialah: DPMO = DPO x 1.000.000. Ukuran ini seringkali dipakai untuk menentukan peluang terjadinya cacat pada produk yang diproduksi dalam satu juta peluang. 3. Sigma Level Ukuran Sigma atau level sigma adalah variabel paling penting dalam metode Six Sigma, karena variabel ini mengindikasikan variabilitas proses dan sampai pada level berapa sigma proses dikelola. Ukuran ini juga mengindikasikan apakah proses saat ini sudah “efisien” dan “berkualitas” atau belum. Tingkatan sigma dapat dengan mudah dihitung dengan Excel menggunakan formula =NORMSINV (1-jumlah cacat/jumlah kemungkinan) + SHIFT Atau dengan persamaan yang serupa, =NORMSINV (1-dpmo/1.000.000) + SHIFT Penambahan nilai shift adalah nilai pergeseran variansi yang nantinya akan mempengaruhi nilai atau level sigma. Dimana pergeseran nilai sigma untuk level kualitas 5 sigma adalah 0,5, untuk kualitas 5,5 sigma adalah 1, dan untuk level kualitas 6(six) sigma adalah 1,5 (Syukron, A dan Kholil, M, 2013) Sedangkan hubungan antara DPMO dengan nilai sigma dapat dilihat dalam tabel berikut (Pande,2007):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Tabel 2.2 Hubungan Sigma dan DPMO Sigma
Parts per Million
6 Sigma
3,4 defects per million
5 Sigma
233 defects per million
4 Sigma
6.210 defects per million
3 Sigma
66.807 defects per million
2 Sigma
308.537 defects per million
1 Sigma
690.000 defects per million
Competitive Level World Class
Industry Average
Non Competitive
Sumber: Peter S. Pande, 2007 2.7.
Konsep Six Sigma Menurut Lazarus dan Neely (2003), Six sigma fokus pada pengurangan defect
manajemen dan proses secara klinis, hal ini digunakan analisa statistik untuk mendapatkan bagian yang paling defect dari proses dan mengendalikan prosedur untuk perbaikan. Level six sigma mengidentifikasikan kemungkinan sebuah proses dengan mengukur jumlah dan standard deviasi antara performansi rata-rata dari proses dan mempertimbangkan batas penerimaan performansi, yaitu hanya 0.00034 % defect dari proses. Hasilnya adalah bahwa six sigma didefinisikan sebagai sebuah sistematik dan berdasarkan pada proses secara statistik untuk menyatakan defect dalam kinerjanya dan diinginkan sesuai dengan spesifikasi konsumen. Metodologi six sigma bertujuan untuk mengurangi variasi dalam proses bisnis yang mana memberikan perputaran waktu yang panjang, biaya yang tinggi dan hasil yang jelek. Benitez et al (2007) mencoba memperbaiki kualitas dengan mengeliminasi langkah proses mungkin terlihat berlawanan. Tim dengan multi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
disiplin dibentuk saat pihak rumah sakit mendapatkan cara untuk mengurangi kesalahan. Awalnya, tim mengikuti metodologi define, measure, analyze, improve, control. Tim fokus pada tujuan perancangan standard pengobatan proses lain untuk semua unit di rumah sakit kecuali unit gawat darurat. Untuk mencapai tujuan ini, tim merancang metodologi six sigma dan quality function deployment, untuk menghubungkan kebutuhan konsumen dengan perancangan dan pengembangan proses. 2.8.
Istilah Dalam Konsep Six Sigma a. Critical To Quality (CTQ) : Adalah atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan. b. Defect : Adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan. c. Defect Per Million Opportunities (DPMO) : Adalah ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas six sigma, yang menunjukan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas six sigma sebesar 3,4 DPMO, seharusnya diinterprestasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit output yang diproduksi, tetapi diinterprestasikan sebagai dalam satu unit produk gagal terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari satu karakteristik CTQ adalah hanya 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO). d. Process Capability : Adalah kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
pelanggan. Process Capability merupakan suatu ukuran yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. e. Variation : Merupakan apa yang pelanggan lihat dan rasakan dalam proses transaksi antar pemasok dan pelanggan itu. Semakin kecil variasi akan semakin disukai, karena menunjukan konsistensi dalam kualitas. f. Define. Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) : Adalah proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target six sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific, and fact based). Proses-proses ini (DMAIC) menghilangkan langkah-langkah proses, yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran baru, dan merupakan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma. g. Cost Of' Poor Quality (COPQ) : Adalah biaya kegagalan kualitas yang digunakan sebagai sebagai parameter untuk melihat produktivitas suatu proses yang menerapkan metode six sigma. COPQ membuat berbagai biaya yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya tenaga listrik atau sumber tenaga lainnya dan biaya kesempatan. h. Proportion Defective : Merujuk kepada pecahan atau persentase sampelsampel item yang memiliki satu atau lebih defect. i. Final Yield : Dihitung sebagai 1 dikurangi proportion defective. Informasi ini memberitahu bahwa pecahan dari unit total yang dihasilkan atau dikirim adalah bebas cacat (defect free).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
j. Defect Per Unit (DPU): Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari defect, semua jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel. k. Defect Per Opportunity (DPO) : menunjukan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebagai kelompok. Sebagai contoh, jika DPO sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki defect dalam sebuah kategori adalah 5 persen. 2.9.
Metodologi DMAIC
2.9.1. Perumusan (define) Setelah sebuah proyek Six Sigma dipilih, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendefinisikan masalah. Pernyataan masalah yang baik juga harus mengidentifikasi pelanggan dan CTQ yang memiliki pengaruh terbesar pada kinerja produk atau jasa, menggambarkan tingkat kinerja saat itu atau menentukan tolak ukur standar kualitas terbaik, menghitung implikasi biaya/pendapatan proyek tersebut, serta mengukur tingkat kinerja yang diharapkan dari usaha Six Sigma yang berhasil. Setiap proyek Six Sigma yang telah ditentukan, haruslah mendefinisikan proses kunci, proses beserta interaksinya, serta pelanggan yang terlibat dalam setiap proses. Dalam pengukuran ini menggunakan metode SIPOC (Suppliers, Inputs, Processes, Outputs, Customers), yaitu: 1. Suppliers, merupakan kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material atau sumber daya lain kepada proses.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2. Input, merupakan segala hal yang diberikan oleh suppliers pada proses. 3. Processes,
merupakan
langkah-langkah
transformasi
untuk
menambah nilai pada inputs. 4. Outputs, merupakan produk berupa barang atau jasa dari suatu proses. 5. Customers, merupakan kelompok orang yang menerima outputs. Menurut Mustofa (2012), diagram SIPOC merupakan suatu diagram yang menggambarkan sebuah proses mayor yang meliputi Supplier, Input, Process, Output dan Customer. Diagram ini biasa digunakan untuk menunjukan aktifitas mayor atau subproses dalam sebuah bisnis bersama-sama dengan kerangka kerja dari proses tersebut. Diagram ini juga digunakan untuk membantu menentukan batasan-batasan dan elemen-elemen kritis dari sebuah proses tanpa menjadi begitu detail sehingga kehilangan gambar besar. Diagram SIPOC biasa digunakan pada tahap proses define.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Gambar 2.1 Diagram SIPOC Sumber: www.google.com Menurut Pande (2007), Critical to Quality adalah persyaratan–persyaratan yang dikehendaki oleh pelanggan. CTQ yang merupakan kualitas yang ditetapkan harus berhubungan langsung dengan kebutuhan sepesifik pelanggan, yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-persyaratan output. Kebutuhan spesifikasi pelanggan harus dapat diterjemahkan secara tepat kedalam karakteristik kualitas yang ditetapkan oleh manajemen organisasi. Karakteristik kualitas kunci adalah kelompok dari ukuran-ukuran persyaratan kualitas utama yang sangat vital perananya bagi pelanggan. Karena sangat vital maka informasi CTQ ini seringkali dikumpulkan dengan menggunakan metode VOC atau Voice of Customer, yang merupakan cara pengumpulan data suara pelanggan secara langsung. Sistem pengumpulan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan metode survey atau wawancara langsung. Bentuk dari CTQ ini biasanya dinyatakan dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
format CTQ Tree yang merupakan penjabaran dari beberapa karakteristik kualitas kunci bagi pelanggan yang akan dibahas dan dipecahkan kasusnya. 2.9.2. Pengukuran (Measure) Fase proses DMAIC ini berfokus pada bagaimana cara mengukur proses internal yang memengaruhi CTQ. Ini membutuhkan pemahaman akan hubungan sebab akibat antara kinerja proses dan nilai pelanggan. Setelah hubungan sebab akibat ini ditemukan, prosedur untuk menemukan bukti – mengumpulkan data yang dapat diandalkan, observasi, dan mendengarkan dengan baik – harus dibuat dan dilaksanakan. Pengumpulan data tidak boleh dilakukan secara serampangan. Pertanyaanpertanyaan mendasar yang harus ditanyakan antara lain:
Pertanyaan apa saja yang harus kita jawab?
Data jenis apa yang kita butuhkan untuk menjawab pertanyaan tersebut?
Di mana kita dapat meneukan data tersebut?
Siapa yang dapat menyediakan data tersebut?
Bagaimana kita dapat mengumpulkan data dengan usaha yang minimal dan sesedikti mungkin kemungkinan melakukan kesalahan?
Karena proyek peningkatan kualitas Six Sigma yang ditetapkan akan difokuskan pada upaya peningkatan kualitas menuju ke arah zero defect sehingga memberikan kepuasan total kepada pelanggan, maka sebelum proyek dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja yang sekarang atau dalam terminologi Six Sigma disebut
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
sebagai baseline kinerja, sehingga kemajuan peningkatan yang dicapai setelah memulai proyek Six Sigma dapat diukur selama berlangsungnya proyek Six Sigma. Baseline kinerja dalam Six Sigma ditetapkan dengan menggunakan satuan pengukuran DPMO (Defect per Million Opportunities) dan tingkat kapabilitas Sigma (Sigma Level). Ada 3 baseline kinerja: a. Pengukuran baseline kinerja pada proses Pengukuran ini biasa dilakukan apabila suatu proses terdiri dari beberapa sub-proses. Pengukuran kinerja pada tingkat proses akan memberikan gambaran yang jelas tentang segala sesuatu yang terjadi dalam sub-proses, yang biasanya masalah-masalah kualitas tidak tampak apabila pengukuran kinerja itu hanya dilakukan pada tingkat output. b. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output dilakukan secara langsung pada produk akhir yang akan diserahkan kepada pelanggan. Pengukuran pada tingkat output ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir tersebut dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan sebelum produk tersebut diserahkan kepada pelanggan. c. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat outcome Pengukuran ini dilakukan secara langsung pada pelanggan yang menerima output dari suatu proses.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
A. Peta Kendali P Peta kendali p adalah alat statistik untuk mengevaluasi proporsi kerusakan atau proporsi ketidaksesuaian, yang dihasilkan oleh sebuah proses. Dengan demikian
peta
kendali
digunakan
untuk
mengendalikan
proporsi
ketidaksesuaian dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Berikut adalah langkah-langkah pembuatan peta kendali p : 1. Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit cacat 2. Hitung rata-rata dari p 3. Hitung batas kendali untuk peta kendali p, dengan rumus dibawah ini: 𝛴𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡
𝑝̅
= 𝛴𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Cl
= 𝑝̅
UCL
= 𝑝̅ + 3√
LCL
= 𝑝̅ - 3√
𝑝̅ (1−𝑝̅ ) 𝑛
𝑝̅ (1−𝑝̅ ) 𝑛
Plot data proporsi unit cacat dan amati apakah data itu berada dalam pengendalian statistical atau tidak. B. Kapabilitas Proses Data Atribut Untuk mengdapatkan nilai kapabilitas proses untuk data atribut adalah dengan rumus sebagai berikut : Cp = 1- 𝑝̅
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Dimana :
Cp = indeks kapabilitas proses 𝑝̅ = rata-rata proporsi cacat
Sebagai contoh kapabilitas proses dari perusahaan adalah 1-0.202 = 0.798 atau sekitar 80 %, hal ini serupa dengan kemampuan proses menghasilkan produk cacat sekitar 20 %. Dengan demikian apabila pihak managemen ingin meningkatkan kapabilitas proses menghasilkan produk yang sesuai (tidak cacat) berdasarkan kondisi proses yang stabil sekarang, maka variasi penyebab umum yang melekat pada proses itu harus dikurangi. 2.9.3. Analisis (analyze) Fase analisis dari DMAIC berfokus pada pertanyaan mengapa cacat, kesalahan, atau variasi yang berlebihan terjadi. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada tahap ini, yaitu: 1. Menentukan stabilitas dan kemampuan (kapabilitas) proses Proses industri dipandang sebagai proses peningkatan terus-menerus (continious improvement) yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ideide untuk menghasilkan suatu produk (barang atau jasa), pengembangan produk, proses produksi atau operasi, sampai kepada distribusi kepada pelanggan. Pemahaman kepada proses industri yang diperlukan adalah memahami bagaimana suatu proses itu bervariasi dari waktu ke waktu dalam menghasilkan produk (statistical thinking), sehingga dapat diambil tindakan yang tepat untuk meningkatkan kerja dari proses industri itu menuju tingkat kegagalan nol (zero defect) dengan menggunakan alat-alat bantuan statistika (statistical tool).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem industri sehingga menimbulkan perbedaan kualitas pada produksi yang dihasilkan. Ada dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yaitu: a. Variasi penyebab khusus (special causes variation) Adalah kejadian-kejadian diluar sistem industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem industri itu. b. Variasi penyebab umum (common causes variation) Adalah faktor-faktor didalam sistem industri atau yang melekat dalam proses industri yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem industri serta hasil-hasilnya. 2. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas Proyek Six Sigma membutuhkan: a. Identifikasi masalah secara cepat. b. Menemukan sumber masalah dan akar penyebab dari masalah kualitas ini. c. Mengajukan solusi masalah kualitas yang efektif dan efisien. Sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan berdasarkan prinsip 7M, yaitu: (Gaspersz, 2002) a. Manpower (tenaga kerja), berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan, kekurangan dalam keterampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan, stres, ketidakpedulian, dan lainlain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
b. Machines (mesin dan peralatan) berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan preventif terhadap mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu panas, dan lain-lain. c. Methods (metode kerja), berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok, dan lain-lain. d. Materials (bahan baku dan bahan penolong), berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu, dan lain-lain. e. Media/Environment, berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, lingkungan kerja yang kondusif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dan lain-lain. f. Motivation (motivasi), berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar dan professional, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja. g. Money (keuangan), berkaitan dengan ketiadaan dukungan finansial (keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan Six Sigma yang ditetapkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Money
Media
Material
Method
AKIBAT
Predictable Causes
Motivation
Machine
Manpower
Gambar 2.2 Diagram Sebab Akibat Berdasarkan Kategori Penyebab Masalah Kualitas Sumber: Vincent Gaspersz, 2002 2.9.4. Peningkatan (improve) Setelah akar masalah dapat dipahami, maka analis atau tim yang menangani harus mengumpulkan ide untuk menghilangkan atau memecahkan masalah serta memperbaiki kinerja variabel X sehingga memperbaiki CTQ. Dalam perbaikan proses, improve yang dilakukan seperti mengembangkan ide untuk meniadakan akar masalah, mengadakan pengujian dan mengukur hasil. Pada langkah ini ditetapkan suatu rencana tindakan untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma. Rencana tersebut mendeskripsikan tentang sumber daya serta prioritas atau alternatif yang dilakukan. Dalam proses improve menggunakan diagram sebab akibat dengan metode 5W+1H yang diterapkan pada sebab-sebab berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
1. Manusia, dimana peningkatan keterampilan kerja karyawan dengan mengambil sampel karyawan bagian produksi. 2. Bahan yang terdiri dari penyeleksian bahan baku input harus sesuai dengan standar perusahaan. 3. Lingkungan, dimana lingkungan tempat perusahaan beroperasi dan sebagai kantor harus mendukung untuk diadakannya produksi. 4. Peralatan, dimana pemeliharaan mesin dan mengganti mesin yang sudah tidak layak jalan atau digunakan. 5. Metode kerja, penerapan metode kerja dengan pengendalian mutu terpadu dengan menggunakan metode Six Sigma untuk penetapan tingkat pencapaian kualitas yang dapat memuaskan pelanggan. 6. Pengukuran, dimana pengukuran menggunakan metode Six Sigma yaitu dengan dilakukan tiap proses produksi. 7. Karakteristik kualitas, yaitu produk dengan kualitas baik dengan tingkat kerusakan produk lebih sedikit, sehingga pencapaian kepuasan konsumen terpenuhi. Dengan penjabaran diagram tulang ikan atau diagram Ishikawa tersebut, maka langkah berikutnya adalah penerapan dengan menggunakan metode 5W+1H, yaitu: 1. Apa (what) apa yang menjadi target utama dengan menetapkan penyebab yang paling utama yang dapat diperbaiki. 2. Mengapa (why) adalah mengapa rencana tindakan itu diperlukan dengan mencari alasan dan membandingkan antara produk yang bagus dengan produk yang cacat atau rusak. 3. Dimana (where) adalah dimana rencana itu akan dilaksanakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
4. Bilamana (when) adalah bilamana aktifitas rencana tindakan itu akan terbaik untuk dilaksanakan. 5. Siapa (who) adalah siapa yang akan mengerjakan aktifitas rencana tindakan itu, yaitu dengan mengidentifikasi struktur organisasi untuk menentukan jabatan atau posisi yang bertanggungjawab untuk melaksanakan langkah perbaikan. 6. Bagaimana (how) adalah bagaimana langkah-langkah dalam penerapan tindakan peningkatan itu. 2.9.5. Pengendalian (Control) Fase pengendalian berfokus pada bagaimana menjaga perbaikan agar terus berlangsung, termasuk menempatkan perangkat pada tempatnya untuk meyakinkan agar variabel utama tetap berada dalam wilayah maksimal yang dapat diterima dalam proses yang sedang dimodifikasi. 2.10. Penelitian Terdahulu Sebagai referensi untuk penelitian ini, penulis melakukan review terhadap beberapa penelitian terdahulu yang sejenis, yaitu menggunakan metode Six Sigma DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Hasil review dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu No.
Judul
Nama Penulis
Tempat/Lokasi
Leveraging the DMAIC Model to Anna Brett Sparks and 1 Drive Improvement in a Service Byung Rae Cho Process
Six Sigma Methodology with Recency, Frequency and 2 Monetary Analysis Using Data Mining
3
4
Andrej Trnka
Multi-faceted views on a Lean Six Marcus Assarlynd and Sigma application Ida Gremyr
Yu Huang, Xueping Li, Cost Reduction in Healthcare via Joseph Wilck, Thomas Lean Six Sigma Berg
Combining Six Sigma With 5 Kaizen Blitz for Enhancing Process Interaction
Metode
Hasil
Temuan
Houston, Texas DMAIC
Tim berhasil menurunkan rata-rata kegagalan dari 45% menjadi 11,7%
Six sigma DMAIC tidak hanya dapat diterapkan pada industri manufkatur, tapi juga dapat diterapkan di dalam industri jasa
Republik Slovakia
DMAIC
Hasil dari analisa RFM adalah skor untuk pelanggan dimana terlihat pembeli terakhir dan frekuensi pembelian dan siapa yang melakukan transaksi.
Kegunaan data mining dalam metode six sigma
Gothernburg, Sweden
Keuntungan dari penerapan lean dan six sigma dapat diperoleh tanpa harus Lean, Six Sigma menggunakan standar pendekatan yang terintegrasi dengan konsep lean six sigma.
Dengan hierarki perbaikan sebagai dasar yang jelas, kekurangan standar pendekatan lean six sigma bukanlah menjadi penghalang untuk melakukan perbaikan.
Knoxville, Tennessee
Penggunaan pendekatan lean dan six sigma dapat mengarah kepada kerangka kerja yang terintegrasi untuk Lean, Six Sigma peningkatan kualitas jasa sistem kesehatan dan mengurangi biaya operasional
Lean Six Sigma merupakan solusi terbaik untuk menghadapi masalah yang berhubungan dengan waste dan biaya berlebih di dalam sistem kesehatan
Maozhu Jin, Zhiwei Zhao China (2010)
Six Sigma, Kaizen Blitz, TQM, Lean
Kombinasi pendekatan Kaizen Blitz dengan siklus PDCA dapat memecahkan masalah di proyek yang kecil, meningkatkan kepuasan pelanggan dalam waktu singkat.
Penelitian tersebut memperlihatkan persamaan dan perbedaan dari TQM, ISO 9000:2000, Lean, Six Sigma, dan Kaizen
34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
2.11. Kerangka Pemikiran PT. Indonesia Toray Synthetics Toray merupakan sebuah perusahaan asal Jepang yang bergerak di bidang industri tekstil. Hasil produksinya antara lain Nylon Filament Yarn, Polyester Staple Fibre, dan Polyester Filament Yarn
Observasi Lapangan
Fenomena atau Masalah yang terjadi di Perusahaan
Profil Perusahaan Kondisi Perusahaan
Masih banyak terdapat produk cacat Hampir pasti terjadi cacat pada saat start batch Kurangnya upaya pengendalian kualitas
Studi Kepustakaan
Perumusan Masalah
Bagaimana cara mengurangi produk cacat pada PT. ITS ? Adakah peningkatan kualitas apabila menerapkan metode DMAIC ?
Pengendalian Kualitas Six Sigma Metode DMAIC pada six sigma, teori, dan tools yang digunakan
Analisis
Data yang akan dikumpulkan
Data Proses Produksi Data Kualitas Produksi Data Jumlah dan Jenis Cacat
Metode yang digunakan adalah metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control). Metode ini dipilih karena DMAIC adalah salah satu metode six sigma yang bersifat fleksibel dan telah terbukti efektif dalam menyelesaikan permasalahan kualitas di banyak perusahaan.
Data yang akan diolah
Membuat diagram SIPOC dan CTQ Tree Melakukan perhitungan kapabilitas proses, reject rate DPMO, dan nilai sigma Melakukan analisis diagram pareto dan diagram fishbone Memberikan usulan perbaikan dengan 5W+1H Melakukan perhitungan ulang DPMO, nilai sigma, dan kapabilitas proses setelah revisi
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Judul Penelitian