Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum
Penggunaan rancangan beton aspal campuran panas (hot mix) di Indonesia masih memegang peranan yang sangat penting untuk lapisan perkerasan jalan terutama dalam program peningkatan dan pemeliharaan jalan mengingat
waktu
pelaksanaannya cepat dan dapat segera dilalui kembali oleh lalu lintas. Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu pencampuran umumnya antara 145-155oC, sehingga disebut beton aspal campuran panas. Campuran ini dikenal pula dengan nama hot mix. Saat ini, di Indonesia terdapat berbagai macam jenis beton aspal campuran panas yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan. Perbedaannya terletak pada jenis gradasi agregat dan kadar aspal yang digunakan. Pemilihan jenis beton aspal yang akan digunakan di suatu lokasi ditentukan oleh karakteristik beton aspal yang dibutuhkan dari lalu lintas yang akan melewati jalan tersebut. Salah satu jenis beton aspal campuran panas yang memiliki durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi adalah Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton).
II - 1
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2
Lapisan Tipis Aspal Beton (Lataston)
Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton), adalah beton aspal bergradasi senjang. Lataston biasa pula disebut dengan HRS (Hot Rolled Sheet). Karakteristik beton aspal yang terpenting pada campuran ini adalah durabilitas dan fleksibilitas. Sesuai fungsinya Lataston mempunyai 2 macam campuran yaitu: a. Lataston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama HRS-WC (Hot Rolled Sheet-Wearing Coarse). Tebal nominal minimum HRS-WC adalah 3cm. b. Lataston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama HRS-Base (Hot Rolled Sheet-Base). Tebal nomnal minimum HRS-Base adalah 3,5cm. Pada kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, Hot Rolled Sheet (HRS) telah banyak digunakan di Indonesia sebagai lapisan permukaan karena sifatnya yang kedap air serta tahan lama. Dengan sifat agregatnya yang bergradasi senjang dan mengandung sangat sedikit agregat yang berukuran sedang, sehingga campuran tersebut dapat menyerap kadar aspal yang relatif tinggi. Hal ini menyebabkan Hot Rolled Sheet (HRS) ini juga memberikan suatu permukaan yang sanggup menerima beban tanpa retak. Rancangan campuran perkerasan aspal meliputi pemilihan jenis aspal, pemilihan material agregat serta penentuan proporsi yang optimum dari agregat dan aspal dalam campuran. Rancangan campuran ini harus mempertimbangkan sifat-sifat: kekuatan, ketahanan terhadap retak, ketahanan terhadap kelelahan, kelenturan, kekesatan, kedap air dan mudah dikerjakan.
II - 2
Bab II Tinjauan Pustaka
Tujuan keseluruhan dari rancangan campuran perkerasan aspal adalah mendapatkan hasil yang efektif dari campuran yang dihasilkan, sehingga memiliki: a. Aspal yang cukup untuk menjamin keawetan perkerasan. b. Stabilitas campuran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas tanpa terjadi kerusakan atau penurunan. c. Rongga yang cukup dalam total campuran yang telah dipadatkan untuk menyediakan sedikit penambahan pemadatan oleh beban lalu lintas dan untuk menyediakan sedikit ruang pemekaran aspal akibat kenaikan suhu tanpa terjadi pembilasan, bleeding dan kehilangan stabilitas. d. Membatasi kadar rongga untuk membatasi permeabilitas bahan terhadap masuknya udara dan kelembaban yang sangat berbahaya ke dalam perkerasan. e. Kemudahan pengerjaan yang cukup untuk memberikan kemudahan dan efisiensi di dalam penghamparan tanpa terjadi segresi dan tanpa mengorbankan stabilitas dan performanya. f. Untuk campuran lapis permukaan, agregat harus memiliki tekstur permukaan dan kekerasan untuk menyediakan tahan gesek yang cukup pada kondisi cuaca buruk. Keawetan campuran perkerasan aspal sebagian besar dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar aspal dan agregat dalam menahan air.
II - 3
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1 Ketentuan Sifat Lataston (HRS)
min maks min maks
Lataston (HRS) WC Base 1,2 untuk Lalu lintas (LL) ≥ 1.000.000 ESA 1,7 untuk Lalu lintas (LL) < 1.000.000 ESA 75 4,0 6,0
min
3,0
maks
6,0
Sifat-sifat Campuran
Penyerapan aspal
maks
Jumlah tubukan/bidang Rongga dalam campuran
LL ≥ 1 juta ESA 0,5 ≤ ESA < 1 juta ESA
IM(4)(%)
LL < 0,5 ESA
Rongga dalam agregat VMA (%) Rongga LL ≥ 1 juta ESA terisi aspal VFA (%)
0,5 ≤ ESA < 1 juta ESA LL < 0,5 ESA
Stabilitas Marshall (kg) Kelelehan (mm) Kuotien Marshall (kg/mm)
min
(refusal)
LL < 0,5 juta ESA
17
min
65
min
68
min min maks min maks min
75 800 2 200 85% untuk lalu lintas (LL) ≥ 1.000.000 ESA 80% untuk lalu lintas (LL) < 1.000.000 ESA
Stabilitas Marshall sisa setelah perendaman selama 24 jam, 60oC(3) VIM (%) LL ≥ 1 juta ESA pada (2,3) 0,5 ≤ ESA < kepadatan 1 juta ESA membal
18
min min maks min maks min maks
Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002)
II - 4
2 1
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3
Agregat
Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmenfragmen.(Djanasudirja,S) Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume, berkisar 30% dari biaya keseluruhan pembangunan jalan. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran agregat aspal yang berupa berbagai jenis butiran-butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain: pasir, kerikil, batu pecah atau kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran aspal buatan. Proporsi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi ( filler ) didasarkan kepada spesifikasi dan gradasi yang tersedia. Didalam Hot Rolled Sheet (HRS), agregat kasar digunakan untuk pengembangan volume mortar sehingga campuran menjadi lebih ekonomis, juga untuk mendukung beban lalu lintas. Agregat dapat diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi secara alami adalah pasir, kerikil dan batu. Kebanyakan agregat memerlukan beberapa proses seperti dipecah, dicuci sebelum agregat tersebut bisa digunakan dalam campuran aspal.
II - 5
Bab II Tinjauan Pustaka
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan bawahnya, salah satu diantaranya adalah gradasi atau distribusi agregat karena gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat dapat dibedakan atas (Silvia Sukirman, 1999) : 1. Gradasi Seragam (Uniform Graded). Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil. 2. Gradasi Rapat (Dense Graded/ Well Graded). Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik (well graded). Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar. 3. Gradasi Timpang/Senjang/Buruk (Poorly Graded/ Gap Graded). Gradasi timpang merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi timpang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi senjang, Agregat bergradasi II - 6
Bab II Tinjauan Pustaka
senjang adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali. Agregat dengan gradasi timpang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak diantara kedua jenis di atas. Agregat dengan gradasi buruk akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan tingkat permeabilitas rendah, stabilitas sedang dan mudah dipadatkan.
2.3.1 Agregat Kasar Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan saringan No.8 (2,36 mm) menurut standart ASTM atau tertahan pada saringan No.7, menurut Standart British. Menurut BS.594 (1992), agregat kasar mempunyai peran sebagai pengembang volume mortar, menjadikan campuran lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan meningkatkan stabilitas. Campuran dengan kandungan agregat kasar yang rendah mempunyai daya tahan yang lebih baik dari kandungan yang lebih tinggi, karena membutuhkan kadar aspal yang lebih banyak.
2.3.2 Agregat Halus Agregat halus dapat berupa pasir, batu pecah atau kombinasi dari keduanya. Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan 2.36 mm dan tertahan pada saringan 75 μm atau saringan no. 200. Fungsi utama agregat halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan ( interlocking ) dan gesekan
II - 7
Bab II Tinjauan Pustaka
antar partikel. Berkenaan dengan hal ini, sifat-sifat khas yang diperlukan dari agregat adalah sudut permukaan, kekasaran permukaan, bersih dan bukan bahan organik. Dalam konstruksi Hot Rolled Sheet ( HRS ) komposisi agregat halus merupakan bagian yang terbesar sehingga sangat mempengaruhi kinerja pada saat masa konstruksi maupun pada masa pelayanan.
2.3.3 Bahan Pengisi ( Filler ) Filler adalah material yang lolos saringan No.200 (0,075 mm). Filler dapat terdiri dari debu batu kapur (limestone dust), sement portland, fly ash, abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya. Fungsi filler dalam campuran adalah : a. Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang. b. Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus yntuk membentuk mortar. c. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan. Filler juga berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan dari partikel mineralnya. Penggunaan jenis dan proporsi filler juga mempengaruhi kualitas dari campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak. Disisi lain, kandungan filler yang terlalu rendah juga akan menjadikan campuran lebih peka terhadap temperatur dimana campuran akan terlalu lunak pada cuaca panas.
II - 8
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Persyaratan Agregat dan filler No Pengujian Agregat Kasar 1 Penyerapan air 2 Berat jenis bulk 3 Berat jenis semu 4 Berat jenis effektif 5 Keausan / Los Angeles Abration Test 6 Kepekaan agregat terhadap aspal 7 Partikel pipih dan lonjong Agregat Halus 1 Penyerapan air 2 Berat jenis bulk 3 Berat jenis semu 4 Berat jenis effektif 5 Sand equivalent Filler 1 Berat jenis
Metoda
Syarat
SNI 03-1969-1990 SNI 03-1070-1990 SNI 03-1969-1990 SNI 03-1969-1990 SNI 03-2417-1991 SNI 06-2439-1991 ASTM D-4791
<3 % > 2.5 gr/cc < 40 % > 95% Maks 10 %
SNI 03-1970-1990 SNI 03-1970-1990 SNI 03-1970-1990 SNI 03-1970-1990 SNI-03-4428-1997
<3 % > 2.5 gr/cc > 50 %
SNI 15-2531-991
> 1 gr/cc
2.3.4 Bahan Pengisi Semen Portland Menurut Krebs, R.D. and Walker, R.D., (1971) definisi dari semen yang dalam hal kegunaan dari spesifikasi ini semen portland, adalah produk yang didapatkan dengan membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok, yaitu kalsium silikat hidrolik. Peranan bahan pengisi semen Portland ini diharapkan mempengaruhi kepadatan campuran yang pada akhirnya dapat mempengaruhi daya tahan campuran sehingga dapat menghindari terjadinya retak-retak pada campuran aspal. Dalam penelitian ini digunakan semen portland dengan produk Semen Tiga Roda produksi PT. Indocement Tunggal Prakarsa yang sangat umum digunakan dalam berbagai macam pekerjaan.
II - 9
Bab II Tinjauan Pustaka
2.3.5 Gradasi Agregat Campuran HRS - WC Tujuan perencanaan campuran perkerasan aspal adalah untuk menentukan suatu campuran dengan biaya yang murah dengan gradasi dan aspal yang menghasilkan suatu campuran yang mempunyai : a. Aspal yang cukup untuk menjamin suatu perkerasan yang tahan lama. b. Stabilitas campuran yang cukup untuk menahan beban lalu lintas tanpa terjadi distorsi atau pergerakan. c. Rongga yang cukup di dalam total campuran yang dipadatkan untuk memberikan ruang akibat penambahan pemadatan beban lalu lintas dan penambahan dari pengembangan aspal akibat meningkatnya temperatur tanpa terjadi flushing, bleeding dan kehilangan stabilitas. d. Kadar rongga udara yang maksimum untuk membatasi permeabilitas udara yang berbahaya dan masuknya air ke dalam campuran. e.
Kemudahan
mengerjakannya
yang
cukup
sehingga
memperoleh
penghamparan campuran yang efisien tanpa terjadinya segresi dan tanpa mengorbankan stabilitas dan tingkah lakunya. Susunan dan kekerasan agregat yang cocok akan memberikan ketahanan terhadap slip yang cukup pada kondisi cuaca yang baik. Sifat – sifat khas yang paling penting dari Hot Rolled Sheet adalah bahwa agregatnya bergradasi senjang. Sifat ini memberikan lapis aus Hot Rolled Sheet yang tahan cuaca dan memberikan permukaan yang awet yang dapat menerima beban berat tanpa retak. Pada tahun 2001 Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah mengeluarkan Spesifikasi Baru Beton Aspal Campuran Panas. Spesifikasi ini mengikuti trend II - 10
Bab II Tinjauan Pustaka
perkembangan metoda perencanaan campuran beraspal yang berorientasi pada kinerja. Penyempurnaan spesifikasi campuran beraspal, terutama diarahkan untuk mengantisipasi kerusakan berupa deformasi plastis. Walaupun demikian upaya tersebut dilakukan dengan tidak mengorbankan keawetan dan ketahanan campuran terhadap fatig. Salah satu jenis campuran yang dirangkum dalam spesifikasi baru tersebut adalah Hot Rolled Sheet Wearing Course ( HRS-WC ). Ketentuan gradasi agregat untuk campuran aspal Spesifikasi Baru Beton Aspal Campuran Panas dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Gradasi Agregat Untuk Campuran HRS-WC Ukuran Saringan
% berat lolos Lataston (HRS) HRSHRSWC Base
No.
Bukaan mm
1½" 1" ¾" ½"
37,5 25 19 12,5
100 90-100
100 90-100
3/8"
9,5
75-85
65-100
2,36 50-72¹ 1,18 0,600 35-60 0,075 6-12 Daerah Larangan 4,75 2,36 1,18 0,600 0,075
35-55¹
No.8 No.16 No.30 No.200 No.4 No.8 No.16 No.30 No.200
15-35 2-9
Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002).
II - 11
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4
Aspal
Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat terdiri dari hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan bersifat tidak mudah menguap serta lunak secara bertahap jika dipanaskan. Aspal berwarna coklat tua sampai hitam dan bersifat melekatkan, padat atau semi padat, dimana sifat aspal yang menonjol tersebut didapat di alam atau dengan penyulingan minyak (Kreb,RD & Walker, RD, 1971). Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh batu-batuan. Setelah berjuta-juta tahun material organis dan lumpur terakumulasi didalam lapisan-lapisan bumi, beban yang berada di atasnya menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut yang lama-kelamaan terproses dan menjadi minyak mentah senyawa dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi minyak mentah tersebut, namun aspal ditemukan sebagai bahan alam dimana sering juga disebut mineral (Shell Bitumen, 1990).
II - 12
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 Proses Destilasi Minyak Bumi (Sumber : Beton Aspal Campuran Panas,2003)
Aspal adalah material yang mempunyai sifat visco-elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan proses pemadatan sifat aspal dapat ditunjukkan dari nilai viscositasnya, sedangkan pada sebagian besar kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viscositas yang diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan (Shell Bitumen, 1990).
II - 13
Bab II Tinjauan Pustaka
Sedang sifat aspal lainnya adalah ; 1. Aspal mempunyai sifat mekanis ( Rheologic ), yaitu hubungan antara tegangan (stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis (viscous). 2. Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah atau semakin cair demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan lapis keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan karena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik dan merata. Akan tetapi dengan pemanasan yang berlebihan maka akan merusak molekul-molekul dari aspal dan akan menjadi getas dan rapuh. 3. Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami tegangan dan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan jalannya waktu. Menurut Sukirman, S., (2003) aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai: 1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. 2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri. II - 14
Bab II Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat dari alam dan dapat digunakan sebagaimana memperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Indonesia sendiri memiliki aspal alam di Pulau Buton yang berupa aspal gunung, dikenal dengan nama asbuton. Sedangkan aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Salah satu bentuk aspal minyak yaitu aspal keras/panas/semen aspal/AC.
2.4.1 Aspal Buton Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924 di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Berdasarkan data yang ada, Asbuton memiliki deposit sekitar 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia Asbuton merupakan bahan alam yang terjadi berjuta-juta tahun yang lalu. Ada beberapa pendapat ahli geologi mengenai terbentuknya Asbuton di Pulau Buton ini. Sebagian besar para ahli geologi berpendapat bahwa terjadinya Asbuton berawal dari adanya minyak bumi yang kemudian terdestilasi secara alamiah karena adanya intrusi magma. Bagian-bagian yang ringan dari minyak bumi telah menguap, residu yang berupa bitumen terdesak mengisi lapisan batuan yang ada disekitarnya melalui patahan dan rekahan (Qomar; 1996). Sebagaimana yang kita lihat sekarang Asbuton itu berupa lapisan-lapisan yang terdiri dari aspal dan butiran mineral yang sudah menyatu. Bila lapisan itu digali kemudian didapat II - 15
Bab II Tinjauan Pustaka
bongkahan-bongkahan Asbuton maka Asbuton itu tetap merupakan kesatuan antara bitumen dan butiran-butiran mineral tersebut, bahkan bila dihancurkan sampai ukuran yang kecil pun tetap bitumen dan butiran mineral tersebut masih tetap menyatu. Proporsi bitumen dan mineral pada Asbuton ini berkisar sekitar 15%-30% aspal dan mineral sekitar 85% sampai 70%. Asbuton merupakan material yang begitu saja dari alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka Asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik pengolahan Asbuton. Produk Asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1. Produk Asbuton yang masih mengandung material filler, seperti Asbuton kasar, Asbuton halus, Asbuton mikro, dan Butonic Mastic Asphalt. 2. Produk yang telah dimurnikan menjadi aspal murni melalui proses ekstraksi atau proses kimiawi. Beberapa lapis permukaan jalan yang dapat dibuat dari Asbuton (Suprapto, 2004), yaitu: 1. Seal coat Asbuton Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak dengan perbandingan tertentu dan pencampurannya dilakukan dengan dingin (cold mix). 2. Sand sheet Asbuton Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak dan pasir dengan perbandingan tertentu dan pencampurannya dilakukan secara dingin/hangat/panas.
II - 16
Bab II Tinjauan Pustaka
3. Lapis beton Asbuton Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak dan agregat dengan gradasi rapat pada perbandingan tertentu yang dilaksanakan secara dingin/hangat/panas. 4. Surface treatment Asbuton Lapis ini hampir sama dengan seal coat Asbuton. Sedangkan perbedaannya terletak pada pelaksanaanya di lapangan, yaitu di atas lapis tersebut ditaburkan agregat single size. Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, suhu pelaksanaan pencampuran bisa dilakukan dengan beberapa cara : 1. Secara dingin Pencampuran dilaksanakan pada suhu ruangan. Campuran secara dingin tidak dapat langsung dihamparkan di lapangan, tetapi harus dieram lebih dahulu (13 hari) agar bahan pelunak diberi kesempatan meresap ke dalam butiran Asbuton. Lama waktu pengeraman tergantung dari : a. Diameter butir Asbuton, semakin besar butiran , waktu pengeraman makin lama. b. Kadar air yang terkandung dalam Asbuton. c. Cuaca setempat. d. Kekentalan bahan pelunak, makin cair peresapan akan makin cepat, sehingga lama pengeraman lebih singkat. e. Kadar aspal dalam Asbuton.
II - 17
Bab II Tinjauan Pustaka
2. Secara hangat dan panas. Kedua cara tersebut hampir sama perbedaannya yaitu apabila temperatur pencampuran dilakukan secara panas maka suhunya > 100 oC tetapi apabila secara hangat maka suhu campuran < 100oC. Jenis-jenis Asbuton yang telah diproduksi, baik secara fabrikasi maupun secara manual pada tahun-tahun belakangan ini adalah Asbuton butir atau mastic Asbuton, aspal yang dimodifikasi dengan Asbuton dan bitumen Asbuton hasil ekstraksi yang dimodifikasi. (DPU, Direktorat Jenderal Bina Marga; Buku 1: Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006). 1. Asbuton butir Asbuton butir adalah hasil pengolahan dari Asbuton berbentuk padat yang dipecah dengan alat pemecah batu (crusher) atau alat pemecah lainnya yang sesuai sehingga memiliki ukuran butir tertentu. Adapun bahan baku untuk membuat Asbuton butir ini dapat berupa Asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen rendah dibawah 10 dmm seperti Asbuton padat eks Kabungka atau yang memiliki nilai penetrasi bitumen diatas 10 dmm (misal Asbuton padat eks Lawele), namun dapat juga penggabungan dari kedua jenis Asbuton padat tersebut. Jenis Asbuton berdasarkan besar butir dan kadar aspal yang dikandungnya dapat dilihat pada tabel 2.4 :
II - 18
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Jenis Asbuton Butir yang Telah Diproduksi Jenis Asbuton/Merk Produksi Uraian
Kadar aspal Kadar air
Satuan Konv.
Halus
Mikro
BRA
BGA
LGA
18-20
20
25
20
20-25
25-40
%
6
2
<2
<2
<2
%
12.5
4.75
2.36
1.18
1.18
9
Mm
Curah
Ktg
Ktg
Krng
Krg
Krg
-
6
Ukuran butir maks Kemasan
2. Asbuton hasil ekstraksi Ekstraksi Asbuton dapat dilakukan secara total hingga mendapatkan bitumen Asbuton murni atau untuk memanfaatkan keunggulan mineral Asbuton sebagai filler, ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar bitumen tertentu. Produk ekstraksi Asbuton dalam campuran beraspal dapat digunakan sebagai bahan tambah (addictive) aspal atau sebagai bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau setara aspal keras yang dikenal dengan Asbuton modifikasi. Bahan baku untuk membuat aspal hasil ekstraksi Asbuton ini dapat dilakukan dari Asbuton dengan nilai penetrasi rendah (misal Asbuton eks Kabungka) atau Asbuton dengan nilai penetrasi tinggi (misal Asbuton eks Lawele). Bahan pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi Asbuton diantaranya adalah
II - 19
Bab II Tinjauan Pustaka
kerosin, algosol, naptha, normal heptan, asam sulfat dan trichlor ethylen (TCE). 3. Asbuton pra campur (Pre blended) Terdapat beberapa produk hasil ekstraksi (refine) Asbuton dengan kadar/kandungan bitumen antara 60% hingga 100%. Apabila bitumen hasil ekstraksi yang keras (penetrasi rendah) maka untuk membuat bitumen tersebut setara dengan aspal keras pen 40 dan pen 60 dapat dilunakkan dengan bahan pelunak (minyak berat) dengan komposisi tertentu. Hasil ekstraksi Asbuton yang masih memiliki mineral antara 50% sampai dengan 60%, agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat masih memerlukan pelunak atau peremaja sehingga yang selama ini telah digunakan dilapangan adalah dengan mencampurkan hasil ekstraksi tersebut dengan aspal keras atau dikenal dengan istilah aspal yang dimodifikasi dengan Asbuton sehingga dalam campuran dapat langsung digunakan untuk dicampur dengan agregat. Salah satu produk jenis asbuton ini yaitu BNA blend. Tabel 2.5 Spesifikasi Aspal Alam Modifikasi No.
Jenis Pengujian o
Metode
Persyaratan
1
Penetrasi, 25 C, 100gr, 5 detik, 0,1mm
SNI 06-2456-1991
40-60
2
Titik lembek, °C
SNI 06-2434-1991
Min. 55
3
Titik nyala, °C
SNI 06-2433-1991
Min. 225
4
o
Daktilitas, 25 C, cm
SNI 06-2432-1991
Min. 50
5
Berat jenis
SNI 06-2441-1991
Min. 1,0
6
RSNI M-04-2004
Min. 90
7
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % berat Penurunan berat (TFOT), % berat
SNI 06-2440-1991
Maks. 2
8
Penetrasi setelah kehilangan berat, % asli
SNI 06-2456-1991
Min. 55
9
Daktilitas setelah TFOT, cm
SNI 06-2432-1991
Min. 50
SNI 03-1968-1990
Min. 90
10 Mineral lolos saringan no. 100, % *
Sumber: Spesifikasi Khusus Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton. II - 20
Bab II Tinjauan Pustaka
2.4.2 Aspal Keras/Panas Aspal keras/aspal panas/semen aspal (Asphalt Cement), merupakan aspal yang digunakan dalam keadaan panas. Dan berbentuk padat pada keadaan penyimpanan dalam temperatur ruangan (25-30oC), oleh karena itu semen aspal harus dipanaskan dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat. Semen aspal merupakan jenis aspal buatan yang langsung diperoleh dari penyaringan minyak
dan
merupakan
aspal
yang
terkeras.
Berdasarkan
tingkat
kekerasan/kekentalannya, maka aspal semen dibedakan menjadi : 1. AC 40-50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40 50. 2. AC 60-70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70. 3. AC 85-100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100. 4. AC 120-150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150. 5. AC 200-300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300. Angka-angka tersebut menunjukkan kekerasan aspal, yaitu yang paling keras adalah AC 40-50 dan yang terlunak adalah AC 200-300. Angka kekerasan adalah berapa dalam masuknya jarum penetrasi ke dalam contoh aspal. Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya menggunakan aspal keras berpenetrasi 60/70.
II - 21
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.6 Spesifikasi Untuk Aspal Pen 60/70 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6
Jenis Pengujian Penetrasi, 25 oC; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm Titik Lembek, °C Titik Nyala, °C Daktilitas 25 oC, cm Berat jenis Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, %berat
Metode Persy aratan SNI 06-2456-1991 60 - 79 SNI 06-2434-1991 48 - 58 SNI 06-2433-1991 Min. 200 SNI 06-2432-1991 Min. 100 SNI 06-2441-1991 Min. 1,0 RSNI M -04-2004 Min. 99
Sumber : Pedoman Pelaksanaan Lapis Campuran Beraspal Panas.
Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh pekerjaan pelaksanaan perkerasan aspal, mulai dari pelapisan permukaan sampai dengan pekerjaan konstruksi perkerasan jalan yang bermutu tinggi seperti lapisan aspal beton.
2.5
Serat Sabut Kelapa
Hannant, dalam Here, Scornov, (2004), serabut kelapa terdiri dari dua bagian yaitu sel-sel serat dan sel-sel non serat atau debu yang lazim disebut Pith. Menurut Isroful, (2009) sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya yang merupakan bagian berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75% dari sabut), dan gabus 175 gram (25% dari sabut). Mahmud dan Ferry, (2005) menyatakan bahwa satu butir kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30% serat. Serat serabut kelapa sangat tahan lama di bawah kondisi cuaca normal. Sebagai bahan penstabilizer serat alam (sabut kelapa) pada campuran Hot Rolled SheetWearing Course (HRS-WC), bagian debu harus dipisahkan terlebih dahulu dari seratnya kemudian dipotong-potong dengan ukuran panjang 3-5 mm.
II - 22
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.2 Serat Sabut Kelapa
2.6
Uji Marshall
Konsep dasar dari metode Marshall dalam campuran aspal dikembangkan oleh Bruce Marshall, seorang insinyur bahan aspal bersama-sama dengan The Mississippi State Highway Department. Kemudian The U.S. Army Corp of Engineers, melanjutkan penelitian secara intensif dan mempelajari hal-hal yang ada kaitannya, selanjutnya meningkatkan dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan pada akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran pengujiannya dan distandarisasikan didalam American Society for Testing and Material 1989 (ASTM d-1559). Alat Marshall merupakan alat tekan yang terdiri dari kepala penekan (breaking head) berbentuk lengkung, cincin penguji (proving ring) berkapasitas 2500 kg atau 5000 pound dan arloji pengukur alir (flow). Benda uji berdiameter 10 cm atau 4” dan tinggi 7.5 cm atau 3” serta alat penumbuk yang mempunyai permukaan
II - 23
Bab II Tinjauan Pustaka
rata berbentuk silinder dengan berat 4.536 kg atau 10 pound dan tinggi jauh bebas 45.7 cm sekitar 18”. Pemeriksaan uji Marshall dimaksudkan untuk menentukan ketahanan/stabilitas terhadap kelelehan plastis/flow dari campuran aspal agregat. Ketahanan ialah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam milimeter atau 0.01 inch. Dari persiapan benda uji sampai pemeriksaan dengan alat Marshall diperoleh data sebagai berikut : 1. Kadar aspal, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma. 2. Berat volume, dinyatakan dalam ton/m3. 3. Stabilitas, dinyatakan dalam bilangan bulat. 4. Kelelehan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0.01” 5. VIM, persen rongga dalam campuran dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma. 6. VMA, persen rongga dalam agregat dinyatakan dalam bilangan bulat. 7. Marshall Quotient, merupakan hasil bagi stabilitas dan flow dinyatakan dalam kN/mm. 8. Penyerapan aspal, persen terhadap berat campuran, sehingga diperoleh gambaran berapa kadar aspal efektifnya. 9. Tebal lapisan aspal, dinyatakan dalam mm 10. Kadar aspal efektif, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma. II - 24
Bab II Tinjauan Pustaka
2.7 Karakteristik Campuran Aspal Beton Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran panas aspal beton adalah: 1. Stabilitas
yaitu kekuatan dari campuran aspal untuk menahan deformasi
akibat beban tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan (plastic flow). Untuk mendapat stabilitas yang tinggi diperlukan agregat bergradasi baik, rapat, dan mempunyai rongga antar butiran agregat VMA yang kecil. Tetapi akibat VMA yang kecil maka pemakaian aspal yang banyak akan menyebabkan terjadinya bleeding karena aspal tidak dapat menyelimuti agregat dengan baik. 2. Durabilitas atau ketahanan
yaitu ketahanan campuran aspal terhadap
pengaruh cuaca, air, perubahan suhu, maupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Untuk mencapai ketahanan yang tinggi diperlukan rongga dalam campuran VIM yang kecil, sebab dengan demikian udara tidak atau sedikit masuk kedalam campuran yang dapat menyebabkan menjadi rapuh. Selain itu diperlukan juga VMA yang besar, sehingga aspal dapat menyelimuti agregat lebih baik. 3.
Fleksibilitas atau kelenturan yaitu kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa mengalami retak (fatigue cracking). Untuk mencapai kelenturan yang tinggi diperlukan VMA yang besar, VIM yang kecil, dan pemakaian aspal dengan penetrasi tinggi.
4.
Kekesatan (skid resistence) yaitu kemampuan perkerasan aspal memberikan permukaan yang cukup kesat sehingga kendaraan yang melaluinya tidak II - 25
Bab II Tinjauan Pustaka
mengalami slip, baik diwaktu jalan basah maupun kering. Untuk mencapai kekesatan yang tinggi perlu pemakaian kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, dan penggunaan agregat kasar yang cukup. 5. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi. 6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan asapal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah beton aspal dipadatkan dapat menjadi indikator kekedapan air campuran. 7. Workabilitas yaitu kemudahan campuran aspal untuk diolah. Faktor yang mempengaruhi workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat yang bergradasi baik lebih mudah dikerjakan, dan kandungan filler, dimana filler yang banyak akan mempersulit pelaksanaan.
2.8
Penelitian Yang Relevan Sampai saat ini ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang dapat dijadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini khususnya dalam pemanfaatan serat sabut kelapa, diantaranya adalah: 1. Linggo, JF Soandrijanie., Purnamasari P Eliza (2007) dengan judul “Pengaruh Serat Serabut Kelapa Sebagai Bahan Tambah Dengan Filler Serbuk Bentonit pada HRS-Base dan HRS-WC”. Penelitian ini dilakukan II - 26
Bab II Tinjauan Pustaka
dengan membuat benda uji menggunakan perbandingan berat 3% additive serat serabut kelapa dan variasi filler serbuk bentonit dengan abu batu 4:0, 3:1, 2:2, 1:3, 0:4. Kadar aspal untuk masing-masing variasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10%. Selain itu juga sebagai pembanding dibuat HRS-Base dan HRS-WC tanpa menggunakan additive dan filler serbuk bentonit. Masing-masing variasi dibuat duplo, sehingga jumlah seluruh benda uji 144 buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan serat serabut kelapa sebagai bahan tambah dan filler serbuk bentonit pada HRS-Base hanya memenuhi syarat pada variasi 1 (bentonit:abu batu = 4:0) dan variasi 4 (1:3) dengan kadar aspal 9%, serta variasi 3 dengan kadar aspal 9% dan 10%. 2. Arbintarso, Ellyawan S (2009) berjudul “Tinjauan Kekuatan Lengkung Papan Serat Sabut Kelapa Sebagai Bahan Teknik”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan serat sabut kelapa tersebut tergolong jenis papan serat High Density karena ρ > 8 g/mm3. Kualitas papan yang dihasilkan dari serat pendek, MOR = 1,462 kg/mm2 (MDF: > 3,45 kg/mm2), MOE = 203,9106 Kg/mm2 (MDF: > 345 kg/mm2), kuat pegang sekrup = 171.6 kg (MDF: > 133,5 kg). Sedang pada papan dengan serat panjang, MOR = 1,692 kg/mm2 (MDF: > 3,45 kg/mm2), MOE = 252,6558 Kg/mm2 (MDF: > 345 kg/mm2), kuat pegang sekrup = 226 kg (MDF: > 133,5 kg). 3. Salim (2011) “Studi Karakteristik Perkerasan Jalan Beton Aspal Dengan Menggunakan Abu Limbah AMP dan Penambahan Serat Serabut II - 27
Bab II Tinjauan Pustaka
Kelapa”. Penelitian ini bermaksud memanfaatkan abu limbah AMP sebagai filler dan penambahan serat serabut kelapa untuk memberikan variasi additive dalam campuran perkerasan lentur. Penelitian yang menggunakan filler serbuk bentonit pada HRSBase menunjukkan hasil yang baik pada kadar aspal tinggi, sedangkan penggunaan serat serabut kelapa dapat meningkatkan kualitas perkerasan Hot Rolled Asphalt (HRA).
Berdasarkan
data
tersebut
dilakukan
penelitian
dengan
mengaplikasikan kedua bahan tersebut untuk mengetahui pengaruhnya terhadap AC-WC. Penelitian ini dilakukan dengan membuat benda uji menggunakan perbandingan berat 0 %, 0,25 %, 0,50 %, 0,75 %, 1,0 % additive serat serabut kelapa dan filler Abu Limbah AMP 9 % untuk masing-masing variasi. Selain itu juga sebagai pembanding dibuat campuran AC-WC tanpa menggunakan additive dengan menggunakan Limbah Abu AMP. Sampel dibuat untuk mendapatkan kadar aspal optimum masing-masing 3 buah (4,5%, 5,0%, 5,5%,6,0%, 6,5%) , tiga buah sampel untuk pengujian Marshall Immertion dan Masing-masing variasi penambahan serat serabut kelapa dibuat 3 (tiga), sehingga jumlah seluruh benda uji 33 buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Abu Limbah AMP sebagai filler dapat memberikan hasil yang baik dengan nilai stabilitas tertinggi 1327,89 Kg, dan indeks kekuatan sisa 86,84 % > 75 % pada kadar aspal 5,95%, sedang bila ditambahkan serat serabut kelapa sebagai bahan tambah maka campuran memberikan hasil yang kurang baik, hal ini terlihat pada hasil pengujian
II - 28
Bab II Tinjauan Pustaka
Marshall Immertion dengan perosentase serat serabut kelapa 0,25 % diperoleh indeks kekuatan sisa 72,36 % < 75 %.
Berdasarkan
studi
literatur
tersebut
dilakukan
penelitian
dengan
mengaplikasikan bahan serat sabut kelapa untuk mengetahui pengaruhnya terhadap campuran HRS–WC dan menggunakan campuran aspal minyak pen 60/70 dengan Asbuton. Penelitian ini dilakukan dengan membuat benda uji menggunakan prosentase variasi berat serat sabut kelapa 0%; 0.1%; 0.2%; 0.3%; 0.4%, dan 0.5%. Dan variasi campuran aspal minyak pen 60/70 dengan Asbuton dengan perbandingan 80:20, 75:25, 70:30, 65:35. Dan pembuatan sample untuk menentukan kadar aspal optimum dengan menggunakan Rumus Depkimpraswil tahun 2002.
II - 29