BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. ROSELLA 1. Morfologi Rosella mempunyai nama ilmiah “Hibiscus sabdarifa linn” merupakan anggota famili Malvaceae. Rosella dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan sub tropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah terbentang dari India hingga Malaysia. Saat ini rosella telah tersebar luas di seluruh daerah tropis maupun sub trobis. Rosella memiliki nama berbeda-beda di setiap negara. Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5 - 3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangannya menjari, ujung tumpul namun bergerigi, pangkal berlekuk, panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8 cm, tangkai daun bulat berwarna hijau. Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga itu mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan dan berwarna merah. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman (Maryani dan Kristiana, 2005).
Gambar 1. Kelopak bunga rosella
2. Senyawa kimia kelopak rosella
Bagian bunga yang dapat dijadikan dan makanan adalah kelopaknya. Bagian itu mengandung vitamin C, vitamin A, dan asam amino termasuk arginin dan legnin yang berperan dalam proses peremajaan sel tubuh. Tiap 100 gram kelopak bunga rosella mengandung 260 – 280 mg vitamin C
(Hidayat, 2008)
Kandungan penting lain yang terdapat dalam kelopak bunga rosella adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai anti oksidan. Flavonoid rosella yang terdiri dari flavonols dan pigmen antosianin. Pigmen antosianin ini membentuk warna ungu kemerahan menarik dikelopak rosella. Antosianin diyakini sebagai antioksidan yang yang diyakini dapat menyembuhkan berbagai penyakit degeneratif (Mardiah et al, 2009). Antosianin terbagi atas tiga kelompok yaitu antosianidin, aglikon dan glukosida. Antosianidin yang merupakan inti aglikon dari antosianin menyebabkan terbentuknya warna merah, biru, dan kuning pada sayuran dan buah- buahan. Antosianidin dengan stuktur orto hidroksifenil pada cincin beta dapat menginduksi apoptosis (kematian sel). Elphinidin merupakan antosianidin dengan dua gugus orto-dihidroksifenol yang dapat menginduksi produksi hidrogen peroksida pada sel leukimia manusia. Kestabilan antosianin di dalam makanan tergantung pada banyak faktor. Proses pemanasan merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan antosianin proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antosianin adalah pengolahan dengan suhu yang tinggi, tetapi dalam jangka waktu yang pendek(Astawan dan Kasih, 2008). Antosianin merupakan molekul yang tidak stabil, warna ungu, merah atau biru yang pada antosianin dapat berubah karena beberapa faktor antara lain yaitu faktor suhu, pH, oksigen, oksigen, penambahan gula, asam, dan adanya ion logam. Antosianin merupakan pigmen yang larut dalam air, yang terakumulasi sel epidermis buah- buahan pada akar dan daun (Tensiska et al, 2007). Menurut Muchtadi dan Sugiyono ( 1992 ) bahwa pengaruh pH pada antosianin sangat besar terutama pada penentuan warnanya, pada pH rendah (asam) Antosianin memiliki warna merah. pH netral memiliki warna biru dan pada pH tinggi ( basa ) antosianin memiliki warna putih.
B. SIRUP Sirup adalah sejenis minuman berupa larutan yang kental dengan citarasa yang beraneka ragam. Berbeda dengan sari buah penggunaan sirup tidak langsung diminum tapi harus diencerkan terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena kadar gula dalam sirup yang terlalu tinggi yaitu antara 55 % - 65 %. Pembuatan sirup dapat ditambah pewarna dan asam sitrat untuk menambah warna dan cita rasa ( Satuhu, 2004 ). Berdasarkan bahan baku utama sirup dibedakan menjadi 3, yaitu : Sirup essence, sirup yang citarasanya ditentukan oleh essence yang ditambahkan, misalnya essence jeruk, essence mangga, essence nanas; Sirup glukosa, hanya mempunyai rasa yang manis saja. Sering juga disebut gula encer. Sirup ini biasanya tidak langsung dikonsumsi tapi merupakan bahan baku industri minuman sari buah. Sirup glukosa dapat dibuat dari tepung kentang, tepung beras dan lain – lain; Sirup buah, sirup yang citarasanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar. Misalnya : jambu, markisa, nanas, mangga dan lain – lain ( Satuhu, 2004 ). Beberapa hal yang ikut menentukan kualitas sirup antara lain adalah : gula, Kadar gula dalam sirup akan menentukan kualitas sirup tersebut. Penggunaan sakarin atau siklamat akan sangat merugikan ( berkaitan dengan akibat yang ditimbulkan ); Endapan, Adanya endapan dalam sirup akan menimbulkan kesan negative. Misalnya: sirup terkesan kotor (dibuat melalui proses yang kurang higienis) atau sirup telah melewati masa simpannya (sudah rusak, kadaluarsa); Cita rasa dan Aroma, Cita rasa dan sirup akan menunjukkan tingkat kesegaran dan keaslian dari bahan baku yang digunakan; Kualitas bahan baku, kualitas bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sirup akan sangat menentukan kualitas sirup yang dihasilkan; Kemasan produk, Jenis dan cara pengemas akan sangat mempengaruhi penilain kualitas sirup dengan cara pengemas yang tepat (baik, bersih, benar) akan dapat meningkatkan penilaian (image) konsumen terhadap kualitas sirup yang dikemas didalamnya ( Haryoto, 1998 ). Syarat mutu sirup berdasarkan Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Syarat mutu sirup
No
Uraian
Persyaratan
1
kadar gula minimum
Mutu I 65% Mutu II 55 %
2
Zat warna untuk makanan Pemanis buatan Bahan pengawet ( asam benzoat ) Asam salisilat Logam berbahaya ( Cu, Hg, Pb, As ) Bakteri coli Jamur ragi
Yang diperbolehkan Negatif Maximal 250 mg / kg Negatif Negatif Negatif Negatif
3 4. 5. 6 7. 8.
Sumber : SNI 01-3544-1994 Proses pembutan sirup dapat dilakukan dengan 2 cara, pembuatan sirup secara umum yaitu buah yang matang optimal disortasi, kemudian buah dicuci dan dikupas. Pada saat pengupasan buah hanya diambil daging buahnya saja. Daging buah kemudian dihancurkan. Setelah menjadi bubur buah kemudian disaring dengn dilakukan pengepresan. Ekstrak dari buah kemudian ditambahkan gula setelah itu dipanaskan sampai mengental. Setelah itu produk sirup dimasukkan dalam botol yang telah disterilkan (Satuhu, 2004). Kelopak rosella segar disortasi kemudian dicuci, setelah pencucian kelopak rosella dipotong kecil – kecil. Sementara rosella dipotong – potong, gula dan air dipanaskan dalam panci dan diaduk – aduk sampai semua gula larut. Setelah mendidih, irisan rosella dimasukkan. Api dikecilkan dan aduk sampai 2 / 3 dari volume awal. Setelah itu diangkat dari api dan didinginkan dan disaring kemudian sirup dimasukkan dalam botol yang telah disterilkan (Maryani dan Kristiana, 2005).
C. EKSTRAKSI Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen tersebut. Sebagai contoh adalah ekstraksi minyak dari kopra atau biji – bijian, ekstraksi nira dari batang tebu, ekstraksi karoten dari buah – buahan, ekstraksi cairan buah dari buah – buahan dan sebagainya. Komponen yang dipisahkan dengan ekstraksi dapat berupa padatan dari
suatu sistem campuran padat – cair, berupa cairan dari suatu sistem campuran cair – cair (Suyitno, et al. 1989). Pemisahan atau pengambilan komponen dari bahan sumbernya pada dasarnya dapat dilakukan dengan penekanan atau pengempaan, pemanasan dan menggunakan pelarut. Ekstraksi dengan pengempaan atau pemanasan dikenal dengan cara mekanis. Ekstraksi cara mekanis hanya dapat dilakukan untuk pemisahan komponen dalam sistem campuran padat – cair. Sebagai contoh adalah ekstraksi minyak dari biji – bijian. Dalam hal ini minyak adalah cair dan ampasnya sebagai padatan (Suyitno, et al. 1989). Ekstraksi dengan pengempaan, tekanan yang diberikan selama pengempaan akan mendorong cairan terpisah dan keluar dari sistem campuran padat-cair. Tekanan yang diberikan terhadap campuran padat-cair akan menimbulkan beda tekanan antara cairan dalam bahan dan campuran dalam sutau wadah dengan tekanan diluar campuran atau diluar wadah. Beda tekanan akan mengakibatkan cairan terekstrak. Jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan ekstraksi menggunkan penekanan atau pengempaan, dipengaruhi beberapa faktor antara lain besar kecilnya hancuran bahan, waktu yang disediakan pada saat tekanan maksimum, besarnya tekanan yang diberikan, kekentalan yang diekstrak, cara pengempaan yang dilakukan (Suyitno, et al. 1989).
Ekstraksi menggunakan pelarut berdasarkan sifat kelarutan dari komponen di dalam pelarut yang digunakan. Komponen yang larut dapat berbentuk padat maupun cair, dipisahkan dari benda padat atau cair. Ekstraksi padat cair, komponen yang dipisahkan berasal dari benda padat. komponen yang diekstraksi dapat berupa protein, vitamin, minyak atsiri, zat warna, dan sebagainya yang berasal dari bahan. Ekstraksi bertujuan untk mengambil komponen yang larut dalam pelarut, maka perlu dilakukan pemilihan pelarut yang selektif, yaitu pelarut yang dapat melarutkan komponen yang akan diambil atau dipisahkan. (Suyitno, et al. 1989). Ekstraksi menggunakan pelarut air komponen lain yang ikut terekstrak tidak dapat dihindarkan, akibatnya komponen yang terekstrak bukan merupakan
komponen yang murni. Pelarut yang dipilih harus memiliki viskositas yang cukup rendah sehingga mudah disirkulasikan. Semakin lama proses ekstraksi berlangsung konsentrasi komponen yang terlarut dalam pelarut makin besar, akibatnya kecepatan ekstraksi makin menurun. Kecepatan ekstraksi menunjukkan kecepatan perpindahan solut dari satu fase kefase yang lain. Ekstraksi tergantung dari beberapa faktor antara lain yaitu ukuran partikel, jenis zat pelarut, suhu dan pengadukan (Suyitno, et al. 1989). Cara ekstraksi pada pembuatan sirup yang berasal dari buah dilakukan sebelum pemanasan yaitu buah dihancurkan kemudian di ekstraksi (satuhu, 2004). Pembuatan sirup rosella cara eksraksi dilakukan setelah pemanasan akan tetapi rosella tidak dihancurkan hanya dipotong dan dipanaskan bersama dengan air gula kemudian setelah jadi sirup dilakukan ekstraksi dan pengepresan (Maryani dan Kristiana, 2005).
D. VITAMIN C Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air dan dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C adalah vitamin yang paling labil. (Almatsier, 2001) Aktivitas air akan berpengaruh terhadap stabilitas asam askorbat. Kecepatan kerusakan asam askorbat dalam bahan pangan akan meningkat dengan meningkatnya aktivitas air karena memudahkan terjadinya pembusukan sehingga dapat merusak vitamin C pada buah dan sayur. Pengaruh cara memasak (perebusan, pengukusan) termasuk cara pemotongan, volume air yang digunakan serta suhu berpengaruh terhadap kerusakan vitamin C (Andarwulan dan Koswara, 1992). Selama pemasakan terjadi perubahan flavour, warna dan tekstur meningkatnya daya cerna komponen pangan terjadi destruksi mikroorganisme dan toksin serta inoktivasi enzim yang tidak dikehendaki adalah penurunan nilai gizi (Marliyati et al.1992).
E. MUTU FISIK SIRUP a. Total padatan terlarut Total padatan terlarut disebut juga kadar gula, Total padatan terlarut digunakan untuk mengetahui mutu fisik sesuai dengan standar nasional indonesia. Kadar gula pada sirup adalah tinggi yaitu sekitar 55%– 65 %, dengan kadar gula yang tinggi sirup akan lebih awet sesuai dengan sifat dan fungsi gula yaitu sebagai pengawet jika dalam konsentrasi tinggi. (Norman, 1998). Total padatan terlarut atau kadar gula dapat ditentukan dengan hand refraktometer dengan satuan brix. Hand refractometer adalah sebuah alat yang biasa digunakan untuk mengukur padatan yang terlarut dalam suatu larutan. Alat ini mudah diperoleh dan mudah cara pengunaannya. Pengukuran dilakukan dengan meneteskan produk pada kaca sensor dan angka brix dapat segera dibaca.
b. Kekentalan Kental digunakan untuk menyatakan hambatan (resistensi) terhadap pengaliran produk. Istilah kental digunakan untuk lebih diutamakan untuk produk pangan cair atau yang encer, seperti air, minuman, sirup, minyak goreng. Kekentalan atau konsistensi disebabkan oleh gaya kohesi antar partikel atau antar molekul yang mengikat mereka menjadi satu. Dalam pengujian mutu kekentalan produk pangan dapat secar fisik dengan instrumen atau secara organoleptik oleh penguji mutu atau panelis. Instrumen fisik yang digunakan untuk mengukur kekentalan secara umum yaitu viskosimeter ( Soekarto, 1990 ). c. Warna Faktor warna akan tampil lebih dahulu dalam penentuan mutu bahan makanan dan kadang – kadang sangat menentukan, suatu bahan makanan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik dan tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari
warna yang seharusnya. Selain itu warna juga dapat digunakan sebagai indicator kesegaran dan kematangan. Baik atau tidaknya cara pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.Warna merah yang dihasilkan pada sirup rosella merupakan hasil dari warna kelopak bunga rosella yang larut ketika proses pengolahan dan ekstraksi (Winarno, 2004) .
F. pH pH merupakan salah satu factor utama pengendali pertumbuhan mikroba pada bahan pangan. Pada umumnya nilai pH pada bahan pangan berkisar antara 3-8, karena kebanyakan mikroorganisme tumbuh pada pH 5-8. (Supriadi et al,1999). pH merupakan derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. keasaman adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH sama dengan 7. Nilai pH lebih dari 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH kurang dari 7 menunjukan keasaman. Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7 pada kesetimbangan Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain mengunakan kertas lakmus indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konuktivitas suatu larutan (Nodstrom et al,2000).
G. MUTU ORGANOLEPTIK Mutu organoleptik sirup secara umum adalah sebagai berikut : rasa sirup pada umumnya adalah manis yang ditimbulkan dari gula, akan tetapi sirup ada yang
memiliki rasa asam yang ditimbulkan dari buah yang memiliki rasa asam atau penambahan asam sitrat, pada dasarnya sirup yang dibuat dari buah-buahan rasa yang dihasilkan dari sirup ditimbulkan dari buah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup. Aroma sirup pada umumnya tergantung pada aroma pada buah yang dugunakan. Buah memiliki kandungan zat-zat volatil yang menimbulkan aroma pada buah segar, maka sirup yang dibuat dari buah memiliki aroma sesuai dengan sesuai dengan buah yang digunakan sebagai bahan baku misalnya sirup jeruk keprok aroma yang dihasilkan adalah aroma jeruk keprok (Marta et al, 2007).
Warna sirup secara umum tergantung dari buah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup, buah memiliki pigmen warna tertentu misalnya saja pigmen warna hijau klorofil, pigmen warna merah antosianin dan likopen. Maka sirup yang dibuat dari buah akan memiliki warna sesuai dengan bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sirup misalnya sirup stroberi, stroberi memiliki warna merah sehingga sirup stroberi juga berwarna merah. Akan tetapi sirup essence biasanya menggunakan pewarna makanan yang sengaja ditambahkan dalam sirup (Manoi, 2007). Tekstur sirup secara umum yaitu kental, kekentalan suatu zat cair dengan penambhan gula tergantung pada lama waktu pemanasan semakin lama pemnasan dilakukan sirup yang dihasilkan akan semakin kental. Daya larut dari gula yng tinggi akan memengurangi keseimbangan relative (ERH) dan akan mengikat air, sehingga jika semakin lama proses pemanasan akan terjadi karamelisasi. Senakin tinggi daya suhu pemanasan maka semakin tinggi daya larut dari gula (Buckle , 1985).
H. KERANGKA KONSEP
Variabel yang dikendalikan -
Jenis rosella kelopak rosella Lama perebusan Suhu perebusan Penambahan air
Variabel yang mempengaruhi
cara ekstraksi ( tanpa pemanasan dan dengan pemanasan )
Variabel yang di pengaruhi
Sirup
-
kadar Vitamin C total padatan terlarut pH kekentalan mutu organoleptik
I. HIPOTESA Ada pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar vitamin C, mutu fisik, pH dan mutu organoleptik pada sirup rosella.