BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. BANK 1.
PENGERTIAN BANK Kata bank berasal dari bahasa Italia Banco, artinya meja yang dipergunakan untuk penitipan dan penukaran uang di pasar. Pada dasarnya bank berfungsi sebagai pengumpulan dana, pemberi kredit, dan menjadi perantara di dalam lalu lintas pembayaran. Peranan bank ini sebagai semakin berkembang dan bidang usahanya pun semakin luas. Sejalan dengan kemajuan peradaban, teknologi informasi dan globalisasi perekonomian internasional. Bank merupakan perusahaan yang dinamis yang mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Usaha bank bukan saja sebagai penyimpanan dan pemberian kredit, tetapi juga pencipta alat–alat pembayaran,
stabilitas
moneter,
dan
dinamisator
pertumbuhan
perekonomian suatu negara. Bahkan bank mendorong terjalinnya hubungan perekonomian perdagangan internasional antarnegara di dunia. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bagi kita arti dan pentingnya Bank dalam membantu kehidupan masyarakat, perusahaan, dan pemerintah. Untuk lebih jelasnya pengertian Bank yang dikemukakan beberapa definisi sebagai berikut :
Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa Bank lainnya. Kemudian pengertian Bank menurut Undang–undang RI nomor 10 tahun 1998 November 1998 tentang perbankan adalah : Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan
atau
dalam
bentuk–bentuk
lainnya
dalam
rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Kristiani, 2011:1-2). 2.
FUNGSI BANK Menurut Triandaru dan Budisantoso (2006:9) secara umum fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan sebagai financial intermadiary. Secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, agent of service. a. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat bersedia menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak disalah gunakan oleh bank, uang yang dititipkan dikelola dengan baik oleh bank serta selalu ada ketika nasabah melakukan penarikan simpanannya tersebut. Disisi lain pihak bank sendiri akan mau
menyalurkan dananya kepada masyarakat apabila dilandasi adanya kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan dana yang dipinjamnya, mampu mengelola dana dengan baik, serta debitur mempunyai kemampuan untuk membayar saat jatuh tempo. b. Agent of Development Dalam kegiatan ekonomi kita ketahui bahwa kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi merupakan suatu kesatuan yang tak mungkin terpisah. Kegiatan produksi dilakukan untuk menambah nilai guna barang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan distribusi berkaitan dengan kegiatan menyalurkan barang yang telah diproduksi dari produsen kepada konsumen. Kegiatan konsumsi adalah tindakan untuk mengurangi nilai guna dari suatu barang. Semua kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan uang sebagai alat pembayaran, alat kesatuan hitung, dan alat pertukaran. Sehingga bank mempunyai peranan yang sangat penting disini, bank untuk menjembatani semua kepentingan dalam semua transaksi. c. Agent of service Bank sebagai lembaga keuangan yang melakukan kegiatan penghimpunan dana dan menyalurkan dana, bank juga memberikan jasa–jasa lain kepada nasabah. Jasa–jasa yang ditawarkan dapat berupa
pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian
jaminan bank, penyelesaian tagihan, serta jasa–jasa lainnya. Hal yang
dimaksudkan untuk memberikan kenyamanannya serta kepuasan kepada nasabah. 3.
PERANAN BANK Bank memiliki peran yang sangat penting menurut Kristiani (2011:14) dalam sistem keuangannya, peranan tersebut adalah : 1) Pengalihan Aset Bank memberikan pinjaman kepada masyarakat pada jangka waktu tertentu. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu unit surplus. Sedangkan bank berperan sebagai pengalih asset dari unit surplus (lenders) kepada unit defisit (borrowers). 2) Transaksi Bank memberikan kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan
transaksi
barang
dan
jasa.
Produk–produk
yang
dikeluarkan oleh bank merupakan pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran. 3) Likuiditas Pemilik dana dapat menempatkan dananya dalam bentuk produkproduk yang masing-masing produk memiliki tingkatan likuiditas yang berbeda. Dan pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai kebutuhan.
4) Efisien Bank sebagai (brokerage) adalah mempertemukan pemilik dan pengguna modal yang dapat menurunkan biaya transaksi dengan jangkauan pelayanannya. 4.
JENIS BANK Kasmir (2012:32–33) di mana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut. a.
Bank Umum adalah
bank
yang
melaksanakan
kegiatan
usaha
secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang didasarkan kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil ( commercial bank ). b.
Bank Perkreditan Rakyat adalah
bank
yang
melaksanakan
kegiatan
usaha
secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. Kasmir(2012:40)
menjelaskan
bahwa
dalam
melaksanakan
kegiatannya bank dibedakan antara kegiatan Bank Umum dengan kegiatan Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan Bank Umum lebih luas dari Bank Perkreditan Rakyat. Artinya produk yang ditawarkan oleh Bank Umum lebih beragam, hal ini disebabkan Bank Umum mempunyai kebebasan untuk menentukan produk dan jasanya. Sedangkan Bank Perkreditan
Rakyat
mempunyai
keterbatasan
tertentu
sehingga
kegiatannya lebih sempit. Adapun kegiatan-kegiatan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut. a.
Kegiatan-kegiatan Bank Umum 1) Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk : 1. Simpanan Giro 2. Simpanan Tabungan 3. Simpanan Deposito 2) Menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk : 1. Kredit Investasi 2. Kredit Modal Kerja 3. Kredit Perdagangan
3) Memberikan jasa-jasa bank lainnya (service) seperti : 1. Transfer (Kiriman Uang) 2. Inkaso (Collection) 3. Kliring (clearing) 4. Safe Deposit Box 5. Bank Card 6. Bank Notes (Valas) 7. Bank Garansi dan Referensi Bank 8. Bank Draft 9. Letter of Credit (L/C) 10. Cek Wisata (Travellers Cheque) 11. Jual Beli Surat – Surat Berharga 12. Menerima setoran – setoran seperti : a) Pembayaran pajak b) Pembayaran telpon c) Pembayaran air d) Pembayaran listrik e) Pembayaran uang kuliah 13. Melayani pembayaran-pembayaran seperti : a) Gaji/Pensiun/Honorarium b) Pembayaran deviden c) Pembayaran kupon d) Pembayaran bonus/hadiah
14. Di dalam pasar modal perbankan dapat memberikan atau menjadi : a) Penjamin emisi (underwriter) b) Penjamin (guarantor) c) Wali amanat (trustee) d) Perantara perdagangan efek (pialang/broker) e) Pedagang efek (dealer) f) Perusahaan pengelolaan dana (investmen company) 15. dan jasa-jasa lainnya. b.
Kegiatan-kegiatan Bank Perkreditan Rakyat 1) Menghimpun dana dalam bentuk : 1. Simpanan Tabungan 2. Simpanan Deposito 2) Menyalurkan dana dalam bentuk : 1. Kredit Investasi 2. Kredit Modal Kerja 3. Kredit Lapangan 3) Larangan-larangan bagi bank perkreditan rakyat adalah sebagai berikut : 1. Menerima Simpanan Giro 2. Mengikuti Kliring 3. Melakukan Kegiatan Valuta Asing 4. Melakukan Kegiatan Perasuransian
B. BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) 1.
PENGERTIAN BPR BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya. Bank Perkreditan Rakyat didefinisikan oleh undang-undang No. 10 tahun 1998, sebagai Bank yang melaksanakan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional (BPR Konvensional) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan tidak memberikan jasa pada lalu lintas pembayaran.
2.
BENTUK HUKUM Bentuk hukum BPR dapat berupa : 1) Perusahaan Daerah (PD), sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah, 2) Koperasi, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, 3) Perseroan Terbatas (PT), sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas.
3.
KEGIATAN USAHA 1) Kegiatan Usaha BPR Konvensional yang diperbolehkan : a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, b. Memberikan kredit, c. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito, sertifikat deposito, dan atau tabungan dalam bank lain. 2) Kegiatan BPR Konvensional yang dilarang : a. Menerima simpanan berupa Giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran b. Melakukan penyertaan modal c. Melakukan kegiatan usaha peransuransian d. Melakukan kegiatan lain diluar kegiatan perbankan 3) Sumber Dana BPR : Sumber dana BPR terdiri dari modal disetor, laba ditahan (cadangan), tabungan, deposito yang berasal dari masyarakat baik perorangan maupun perusahaan, dan peminjaman keuangan yang berasal dari lembaga keuangan bank maupun bukan lembaga keuangan bank (Non Bank).
4) BPR sebagai Wajib Pemungut Pajak (WAPU) : Atas bunga deposito, tabungan dan dana lainnya yang diterima dari wajib pajak orang pribadi atau badan dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atas hasil pemotongan pajak penghasilan BPR wajib melakukan pembayaran pajak tersebut maksimal tanggal 10 bulan berikutnya dan wajib menyampaikan laporan kepada kantor pelayanan pajak (KPP) setempat, dan atau selambat lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pemotongan pajak atau sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 5) Pemberi Kredit : Dalam memberikan kredit BPR wajib memperhatikan ketentuan prinsip kehati-hatian seperti Kewajiban Penyedian Modal Minimum (KPMM), Penyisian Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), dan Jaminan Kredit (JK). 6) Jaminan Pemberian Kredit : Kredit yang diberikan oleh BPR mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya BPR harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi risko tersebut, jaminan kredit merupakan faktor yang paling diperhatikan oleh BPR.
7) Penanaman Dana dalam Harta Tetap dan Inventaris : Bagian modal yang disetor BPR yang digunakan untuk diluar modal kerja disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dari Bank Indonesia dan atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 8) Fee Base Income : Pendapatan BPR dari Non Operasional Bank, antara lain meliputi fee atas pelayanan pembayaran telepon, listrik (PLN), PDAM, dan sebagainya. Fee dari transaksi ini dapat dijadikan sebagai fee base income untuk BPR.
C. FUNGSI AUDIT INTERN 1.
DEFINISI AUDIT INTERN Auditor intern diseluruh dunia melakukan pekerjaan mereka secara berbeda, tergantung pada lingkup audit yang diinginkan manajemen senior. Akibatnya sulit mendefinisikan berbagai aktivitas yang dilakukan auditor. Berikut ini beberapa definisi audit intern yang telah dikembangkan oleh Agoes (2013:204) : Definisi Internal Auditing menurut Institute of Internal Auditor yang dikutip oleh Pickett 2010:15. “Audit intern adalah kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan-kegiatan operasi organisasi. Audit intern membantu organisasi untuk mencapai
tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas dari manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola”. Sebelumnya Milton Stevens Fonorow dalam bukunya “Internal Audit Manual” (1989) mengatakan : “Internal Auditing adalah suatu penelitian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih, mengenai ketelitian, dapat dipercayai, efisiensi dan kegunaan dari catatan-catatan (akuntansi) perusahaan dan pengendalian intern yang terdapat dalam perusahaan.”. Karena yang melakukan audit intern disebut auditor intern, maka tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor intern adalah untuk membantu
semua
melaksanakan
pimpinan
tanggung
perusahaan
jawabnya
dengan
(manajemen) memberikan
dalam analisis,
penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Untuk mencapai tujuan tersebut, auditor intern harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut. a. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal. b. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana, dan prosedurprosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
c. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan. d. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya. e. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh manajmen. f. Menyarankan
perbaikan-perbaikan
operasional
dalam
rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas. 2.
PERAN AUDITOR INTERN Tugas pokok sebagai auditor intern harus dilaksanakan secara profesional, menurut standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Tetapi hal tersebut memerlukan proses interaksi dalam pelaksanaannya. Dalam kaitan ini, ada beberapa peran yang dapat dibawakan oleh para auditor intern menurut Tawaf, (1999:102) : a. Peran sebagai pemecah masalah Rangkaian proses berpikir analisis standar perlu dikuasai secara mantap agar auditor intern bisa dalam mengambil keputusan/ kesimpulan dengan cepat. Oleh sebab itu, informasi yang dikemukakan harus objektif dan benar-benar merupakan fakta. Auditor intern harus mampu mengembangkan berbagai alternatif perbaikan dan bisa menerapkannya sesuai dengan kondisi. Jika dilaksanakannya dengan baik, pemecahan konflik, yang tidak
mungkin dihindari akan dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak. b. Peran sebagai pemecah konflik Agar mampu mengatasi konflik ada empat hal yang harus dilakukan auditor. 1) Menentukan hakekat konflik, melalui negosiasi. Konflik bisa bersifat
ideologis
(nilai-nilai),
murni,
kombinasi
dari
keduanya. 2) Konflik mencakup nilai-nilai sulit untuk dinegosiasikan. Untuk itu perlu dibutuhkan toleransi. 3) Ketika melakukan konfrontasi, auditor tidak boleh menyerang atau menyalahkan audit/ pihak lain. Cara yang paling efektif dalam memulai konfrontasi adalah dengan menjelaskan dampak nyata dari konflik yang terjadi. 4) Mendengarkan pandangan orang lain. 5) Menggunakan proses pemecahan persoalan untuk mencapai konsesus. Ini berarti auditor harus mampu menjelaskan persoalan, menghasilkan dan menilai cara-cara pemecahan, menentukan bersama (tidak dengan voting) pemecahan yang paling baik memilih pemecahan yang bisa diterima kedua belah pihak, dan merencanakan implementasi pemecahan masalah.
c. Peran pewawancara Komunikasi yang dilakukan auditor sering kali berbentuk wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu auditor harus memahami konteks dan tujuan wawancara itu. d. Peran “Negosiator” dan “Komunikator” Negosiator, tidak boleh memandang remeh orang lain, karena keberhasilan
seorang
negosiator
adalah
jika
ia
berhasil
menciptakan kondisi dimana semua pihak dapat terpenuhnya keinginan. Komunikator, mewujudkan komunikasi yang efektif.
Beberapa
yang perlu diperhatikan dalam komunikasi. 1) Memahami dan mendengarkan lawan bicara 2) Berfikir positif dan bersikap tenang 3) Menguasai bahan pembicaraan 3.
STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK (SPFAIB) Di dalam SPFAIB merupakan standar yang memuat ukuran minimal tentang fungsi audit intern menurut Tawaf, (1999:21) yang perlu diselenggarakan oleh bank umum serta aspek-aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan audit intern audit tersebut. Standar ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi secara teknis dan rinci tentang teknik
dan tata cara pelaksanaan fungsi audit intern serta tidak pula dimaksudkan untuk mengatur bentuk organisasi SKAI. Dengan adanya SPFAIB diharapkan dapat terciptanya kesamaan landasan semua bank umum di Indonesia mengenai tingkat pemeliharaan kepentingan dari semua pihak yang terkait dengan bank. Dalam pelaksanaannya, penyusunan Internal Audit Charter dan Panduan Audit Intern bank ini disusun dengan memprehatikan pelaksanaan kerja di Bank dan mengacu pada SPFAIB. Dengan demikian, setiap bank perlu memiliki Internal Audit Charter, sebagai landasan kerja audit intern dan panduan audit intern, sebagai petunjuk perencanaan, pelaksanaan dan pendokumentasian audit intern bank. a.
Hubungan SPFAIB dengan standar yang lain Bank secara organisatoris atau karena hal lain harus mengikuti standar lembaga lain atau dari organisasi induknya, baik di dalam maupun di luar negeri, seperti Norma Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD atau Standards For The Professional Practice of Internal Auditing (The Institute of Internal Auditors). Dalam pelaksanaan fungsi audit intern, suatu bank minimal harus memenuhi ukuran-ukuran yang telah di tetapkan dalam SPFAIB.
b.
Keterkaitan SPFAIB dengan pengawasan Bank Indonesia Kepatuhan bank dalam melaksanakan fungsi audit intern berdasarkan SPFAIB merupakan salah satu aspek pengawasan dari Bank Indonesia. Bank Umum dituntut untuk melaksanakan SPFAIB ini dengan sebaik-baiknya. Untuk menekan pentingnya pelaksanaannya Bank Indonesia juga memberi beberapa sangsi bila bank tidak melaksanakan dengan baik, antara lain adalah denda. Beberapa item dari pertanyaan tingkat kesehatan bank yang menyangkut manajemen bank juga menyangkut pelaksanaan SPFAIB yang mencakup beberapa aspeknya. Apabila ada jawaban dari daftar pertanyaan/pernyataan tersebut yang “tidak memuaskan” berarti nilai kesehatan bank berkurang dan tidak memperoleh nilai optimal.
4.
STANDAR PROFESI SATUAN KERJA FUNGSI AUDIT INTERN Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/6/PBI/1999, Bank wajib menerapkan fungsi audit intern bank sebagaimana ditetapkan dalam Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank yang merupakan lampiran tidak terpisahkan dari Peraturan Bank Indonesia ini. Dalam hal suatu Bank telah mempunyai standar audit intern sendiri maka standar tersebut harus sekurang-kurangnya memenuhi Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank. Berdasarkan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank, Bank wajib:
a. Menyusun Piagam Audit Intern ( Internal Audit Charter); b. Membentuk Satuan Kerja Audit Intern (SKAI); c. Menyusun panduan audit intern. Membentuk Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) bertugas dan bertanggung jawab untuk : a. membantu tugas Direktur Utama dan Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan dengan cara menjabarkan secara operasional baik perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit; b. membuat analisis dan penilaian di bidang keuangan, akuntansi, operasional dankegiatan lainnya melalui pemeriksaan langsung dan pengawasan secara tidak langsung; c. mengidentifikasi segala kemungkinan untuk memperbaiki dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana; d. memberikan saran perbaikan dan informasi yang objektif tentang kegiatan yang diperiksa pada semua tingkatan manajemen. SKAI merupakan satuan kerja yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama. Dalam melaksanakan tugasnya SKAI menyampaikan laporan kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris dengan tembusan kepada Direktur Kepatuhan. Kepala SKAI diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama bank dengan persetujuan Dewan Komisaris. 5.
RUANG LINGLUP PEKERJAAN AUDIT INTERN Ruang lingkup pekerjaan audit intern menurut 7/SEOJK.03/2016 harus mencakup pemeriksaan dan penilaian atas kecakupan dan
efektivitas sistem pengendalian internal dari BPR yang bersangkutan dan atas kualitas kinerja dalam melaksanakan tanggung jawab yang telah ditetapkan. Ruang lingkup pekerjaan dan kegiatan yang akan harus diaudit disetujui oleh Direktur Utama dan Dewan Komisaris. a. Penilaian kecakupan sistem pengendalian intern Pemeriksaan dan penilaian atas kecukupan dari sistem pengendalian intern dimaksudkan untuk menentukan sampai seberapa jauh sistem yang telah ditetapkan dapat diandalkan kemampuannya untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan dan sasaran BPR dapat dicapai serta efisien dan ekonomis. b. Penilaian efektifitas sistem pengendalian intern Pemeriksaan dan penilaian atas efektifitas dari sistem pengendalian intern dimaksudkan untuk menentukan sejauh mana sistem tersebut sudah berfungsi seperti yang diharapkan. c. Penilaian kualitas kerja Pemeriksaan dan penilaian atas kualitas kerja dimaksudkan untuk menentukan tujuan dan sasaran organisasi telah tercapai.
D. STANDAR
PELAKSANAAN
FUNGSI
AUDIT
INTERN
BPR
BERDASARKAN OTORITAS JASA KEUANGAN 1. STRUKTUR ORGANISASI, FUNGSI, TUGAS, DAN TANGGUNG JAWAB Menurut nomor 7/SEOJK.03/2016 fungsi audit intern merupakan alat untuk membantu memastikan bahwa BPR dapat mengelola dan mengamankan dana yang dihimpun dari masyarakat sehingga dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam melayani masyarakat sekaligus meningkatkan kesejahteraan karyawan, Direksi, Dewan komisaris, dan pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen BPR harus bertanggung jawab untuk mengarahkan agar fungsi audit intern dapat berjalan dengan efektif untuk menjamin keamanan aset BPR melalui pemberian kewenangan kepada SKAI atau PE Audit Intern. Sehubungan dengan kewenangan tersebut, SKAI atau PE Audit Intern harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan audit dalam bidang operasional BPR dan senantiasa bekerja sesuai dengan pedoman pelaksanaan audit intern yang berlaku pada BPR dan kode etik profesi. a. Struktur Organisasi Struktur organisasi fungsi audit intern dalam rangka penerapan fungsi audit intern sesuai dengan jumlah modal inti sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 POJK Tata Kelola BPR, sebagai berikut :
1) BPR dengan modal inti paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) wajib membentuk Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Contoh struktur organisasi BPR memiliki SKAI Dewan Komisaris
Komite Audit
Direktur Utama
Direksi
Direktur yang membawahi fungsi kepatuhan
SKAI
Garis komunikasi atau penyampaian informasi Gambar 2.1 struktur organisasi BPR memiliki SKAI
2) BPR dengan modal inti kurang dari Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) wajib menunjuk 1 (satu) orang (Pejabat Eksekutif) PE audit intern. Contoh struktur organisasi BPR memiliki PE Audit Intern Dewan Komisaris Direktur Utama
Direktur PE Audit Internal
Garis komunikasi atau penyamaian informasi Gambar 2.2 struktur organisasi BPR memiliki PE Struktur organisasi harus mengatur bahwa SKAI atau PE Audit Intern
bertanggung
jawab
kepada
Direktur
Utama
dalam
melaksanakan fungsi audit intern. Oleh karena jenis kegiatan usaha, volume usaha, dan jaringan kantor BPR berbeda pada masing-masing BPR maka dalam menentukan struktur organisasi SKAI atau PE Audit Intern perlu disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi masing-masing BPR namun tetap berpedoman pada ketentuan Otoritas Jasa Keuangan.
b. Kedudukan SKAI atau PE Audit Intern, Direktur Utama, dan Dewan Komisaris SKAI atau PE Audit Intern bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama. Direksi dan Dewan Komisaris harus mendukung SKAI atau PE Audit Intern agar tugas audit intern dapat terlaksana secara efektif. Direktur
Utama
bertanggung
jawab
untuk
menjamin
terselenggaranya pelaksanaan fungsi auidt intern dan memastikan tindak lanjut hasil temuan pemeriksa SKAI atau PE Audit Intern. Dewan Komisaris memiliki kewenangan untuk meminta Direksi menindak lanjuti hasil temuan pemeriksaan SKAI atau PE Audit Intern. Dalam melaksanakan tugasnya, SKAI atau PE Audit Intern wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Utama dan Dewan Komisaris. c. Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala SKAI atau PE Audit Intern diangkat dan diberhentikan oleh Direksi dengan mempertimbangkan pendapat dari Dewan Komisaris dan dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. d. Independensi SKAI atau PE Audit Intern harus independen terhadap fungsi operasional, yaitu fungsi yang terkait dengan pemberian kredit, penghimpunan dana, kegiatan operasional lainnya. SKAI atau PE
Audit Intern mampu melaksanakan tugasnya tanpa pengaruh atau tekanan dari pengurus BPR dan pihak ekstern. Untuk mendukung independensi dan menjamin kelancaran audit serta wewenang dalam memantau tindak lanjut, Kepala SKAI atau PE Audit Intern dapat berkomunikasi langsung dengan Dewan Komisaris untuk menginformasikan berbagai hal yang berhubungan dengan audit. Pemberian informasi tersebut dilaporkan kepada Direktur Utama. Auditor intern dianggap independen apabila dapat bekerja dengan bebas dan objektif. Untuk memperoleh independen tersebut, kedudukan SKAI atau PE Audit Intern dalam organisasi harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga mampu mengungkapkan pandangan dan pemikirannya tanpa pengaruh atau tekanan dari Direksi, Dewan Komisaris, pemegang saham, karyawan, atau pihak lain yang terkait dengan BPR. Selain itu, SKAI atau PE Audit Intern harus : 1) Mendapat dukungan penuh dari pengurus BPR agar dapat bekerja dengan bebas tanpa campur tangan dari pihak manapun, 2) Memiliki kebebasan dalam menetapkan metode, cara, teknik dan pendekatan audit yang akan dilakukan, 3) Menerapkan objektivitas, yaitu sikap mental yang independen dalam melakukan audit. Sikap mental tersebut tercemin dari laporan yang lengkap, objektifitas serta berdasarkan analisis
yang cermat dan tidak memihak. Untuk dapat memelihara objektivitas diperlukan antara lain : a) Rotasi secara berkala penugasan pekerjaan kepada para auditor intern (apabila BPR diwajibkan membentuk SKAI); b) Review secara cermat atas laporan hasil audit serta prosesnya; 4) Bebas dari pertentangan kepentingan atas objek atau kegiatan yang diperiksa. Penugasan auditor intern oleh kepala SKAI atau penunjukan PE Audit Intern harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dihindari terjadinya pertentangan kepentingan. e. Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab SKAI atau PE Audit Intern harus memiliki tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 POJK Tata Kelola BPR yaitu : 1) Membantu tugas Direktur Utama dan Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan operasional BPR yang mencakup perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit; 2) Membuat analisis dan penilaian di bidang keuangan, akuntansi, operasional, dan kegiatan lainnya paling sedikit dengan cara pemeriksaan langsung dan analisis dokumen; 3) Mengidentifikasi segala kemungkinan untuk mempebaiki dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana;
4) Memberikan saran perbaikan dan informasi yang objektif tentang kegiatan yang diperiksa pada semua tingkatan manajemen. Wewenang, tugas, dan tanggung jawab SKAI atau PE Audit Intern harus dirumuskan dalam suatu dokumen tertulis yang harus disetujui oleh Dewan Komisaris dan paling sedikit mencantumkan : 1) Kepala SKAI atau PE Audit Intern; 2) Kewenangan untuk melakukan akses terhadap catatan, karyawan, sumber daya, dan dana, serta aset BPR lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan audit; 3) Ruang lingkup kegiatan audit intern; 4) Pernyataan bahwa auditor intern tidak boleh mempunyai wewenang atau tangung jawab untuk melaksanakan kegiatan operasional dari audit. Kepala SKAI atau PE Audit Intern bertanggung jwab untuk merencanakan
audit,
melaksanakan
audit,
mengatur,
dan
mengarahkan audit serta mengevaluasi prosedur yang ada untuk memperoleh keyakinan bahwa tujuan dan sasaran dari BPR dapat dicapai secara optimal. SKAI atau PE Audit Intern harus mempertanggung jawabkan kegiatan secara berkala kepada Direktur Utama. SKAI atau PE Audit Intern harus dapat memberikan konsultasi kepada
pihak
internal
BPR
yang
membutuhkan,
terutama
menyangkut ruang lingkup tugasnya. SKAI atau PE Audit Intern antara lain harus memberikan tanggapan atas usulan kebijakan atau sistem dan prosedur untuk dapat memastikan bahwa dalam kebijakan ataupun sistem yang baru tersebut telah dimasukkan aspek-aspek pengendalian intern sehingga dalam pelaksanaannya dapat tercapai tujuannya secara efektif dan efisien. Dengan adanya keterlibatan SKAI atau PE Audit Intern dalam review sistem, tidak berarti bahwa hal-hal tersebut akan dikecualikan sebagai objek audit. f. Perencanaan Kegiatan audit intern untuk periode 1 (satu) tahun buku harus berdasarkan pada perencanaan yang matang. SKAI atau PE Audit Intern bertanggung jawab dalam pembuatan rencana untuk melaksanakan fungsi audit intern. Rencana tersebut harus konsisten dengan wewenang dan tanggung jawab SKAI atau PE Audit Intern, tujuan BPR, serta disetujui oleh Direktur Utama dan dilaporkan kepada Dewan Komisaris dan Komite Audit (apabila BPR memiliki Komite Audit). Proses perencanaan audit terdiri atas : 1) Penentu tujuan audit Tujuan harus dapat diukur dan sesuai dengan rencana serta anggaran operasi BPR. 2) Penentu jadwal kerja audit Jadwal kerja audit harus mencakup kegiatan yang akan diaudit, tanggal
mulai
dan
waktu
yang
dibutuhkan,
dengan
mempertimbangan ruang lingkup audit dan hasil audit yang telah dilakukan oleh Auditor Intern sebelumnya. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat jadwal kerja audit paling sedikit : a) Temuan audit periode sebelumnya; b) Evaluasi risiko harus mencakup risiko sesuai jenis risiko yang harus diterapkan oleh BPR sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan
manajemen
dilakukannya
risiko
evaluasi
bagi
risiko
BPR.
Tujuan
adalah
untuk
mengidentifikasi kegiatan yang material atau signifikan dari unit kerja yang diaudit. 3) Rencana sumber daya manusia dan anggaran Dalam perencanaan sumber daya manusia dan anggaran perlu diperhatikan antara lain jumlah auditor intern yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dalam hal BPR memliki SKAI, kualifikasi yang dibutuhkan dan pelatihan yang diperlukan untuk upaya pengembangan selain kegiatan admimistrasi yang harus dilakukan.
E. STANDAR FUNGSI AUDIT INTERN BERDASARKAN BANK FOR INTERNATIONAL SETTLEMENTS Artikel 1
:
Efektifitas fungsi audit intern secara independen dan
objektifitas mengevaluasi kualitas dan efektifitas dari pengendalian intern bank, manajemen risiko, dan tata kelola pemerintah, yang membantu manajemen senior dan Dewan Direksi melindungi organisasinya dan reputasinya. Artikel 2
:
Setiap fungsi audit intern bank bersifat independen
dari aktifitas yang di auditkan. Ini mensyaratkan bahwa fungsi audit intern sesuai dengan kedudukan yang dibutuhkan
bank,
memungkinkan
auditor
intern
menjalankan tugas mereka dengan objektifitas. Artikel 3
:
Kompetensi profesional, termasuk pengetahuan dan
pengalaman dari masing-masing auditor intern dan auditor-auditor intern yang kolektif, yang terpenting adalah untuk keefektifitasan dari fungsi audit intern. Artikel 4
:
Auditor Intern mempunyai integritas.
Artikel 5
:
Masing-masing bank mempunyai internal audit
charter untuk mengartikulasikan tujuan, kedudukan dan wewenang dari fungsi audit intern bank.
Artikel 6
:
Seluruh aktifitas (termasuk kegiatan outsourcing)
dan seluruh entitas dari bank harus dalam lingkup fungsi audit intern. Artikel 7
:
Fungsi audit intern bekerja sesuai peraturan yang
ditetapkan. Artikel 8
:
Masing-masing bank mempunyai fungsi audit intern
yang permanen. Artikel 9
:
Dewan Direksi bertanggung jawab memastikan
penetapan
manajemen
senior
dan
mampu
mempertahankan efektifitas dan efisiensi pengendalian intern dan fungsi audit intern. Artikel 10
:
Komite audit atau setaranya, mengawasi fungsi
audit inten. Artikel 11
:
Kepala
bertanggung
departemen jawab
dari
untuk
fungsi
audit
memastikan
intern
mematuhi
standard auditing internal dan dengan kode etik yag relevan. Artikel 12
:
Fungsi audit intern harus melaporkan temuannya
kepada
komite
audit
dari
Dewan
Direksi
dan
menginformasikannya kepada manajemen senior. Artikel 13
:
Audit intern harus mengimbangi dan menilai
diantara keduanya menajemen operasional, manajemen risiko dan pengendalian intern lainnya.
Artikel 14
:
Fungsi audit intern dalam struktur organisasi atau
pemegang struktur perusahaan harus ditetapkan secara terpusat dari bank induk. Artikel 15
:
Terlepas
dari
kegiatan
audit
intern
yaitu
outsourcing, Dewan Direksi tetap bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem pengendalian intern dan fungsi audit intern yang memadai dan beroperasi secara efektif. Artikel 16
:
Supervisor membicarakan dengan auditor intern
bank untuk : a.
Membahas area risiko yang teridentifikasi oleh kedua belah pihak
b.
Memahami langkah mitigasi risiko yang diambil oleh bank
c.
Untuk mengawasi bank dalam mengidentifikasi kelemahannya.
Artikel 17
:
Supervisor bank harus menilai secara umum apakah
fungsi audit intern memiliki posisi yang pantas pada bank dan beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Artikel 18
:
Supervisor bank secara resmi harus melaporkan
semua kelemahan yang teridentifikasi dalam fungsi audit
intern kepada Dewan Direksi dan diperlukan tindakan perbaikan. Artikel 19
:
Otoritas
Supervisor
harus
mempertimbangkan
dampak dari penilaian atas fungsi audit intern pada penilaian mengenai profil risiko bank dan pada kinerja supervisor. Artikel 20
:
Otoritas supervisor harus siap untuk mengambil
tindakan pengawasan diperlukan
manajemen
informal atau formal senior
dan
Dewan
yang untuk
memperbaiki setiap kekurangan yang diidentifikasi terkait dengan fungsi audit intern dalam waktu tertentu dan untuk penyediaan Dewan pengawas melalui laporan perkembangan yang ditulis secara periodik.
F. ETIKA 1. PENGERTIAN ETIKA Etika berasal dari kata yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Perpanjangan dari adat membangun suatu aturan kuat di masyarakat, yaitu bagaimana suatu tindak dan tanduk mengikuti aturan-aturan, dan aturan tersebut ternyata telah membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku. Moralitas adalah istilah yang dipakai untuk mencangkup praktik dan kegiatan yang membedakan apa yang baik dan apa yang buruk,
aturan-aturan yang mengendalikan kegiatan itu dan nilai-nilai yang tersimbol di dalamnya yang dipelihara atau dijadikan sasaran oleh kegiatan dan praktik tersebut. Moralitas suatu masyarakat berkaitan di satu pihak dengan adat istiadat dan kebiasaan yang telah diterima selaku perilaku yang baik dan yang buruk oleh masyarakat atau kelompok yang bersangkutan. Moral mampu mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Ilmu etika tidak bisa dikesampingkan dari ilmu filsafat, ini terlihat dari usaha-usaha dalam menafsirkan etika sering di lihat dari sudut pandang filsafat. Karena filsafat sering dianggap sebagai induknya ilmu etika. Ini seperti yang dikatakan oleh K. Bertens bahwa, ”Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia”. Ada banyak definisi etika yang dikemukakan oleh para ahli, namun semuanya mengacu pada moralitas. Sehingga etika dapat diterjemahkan sebagai bentuk tindakan dengan mendasarkan moral sebagai ukurannya. Moral dan ukurannya dapat dilihat dari berbagai segi, seperti segi agama, hati nurani, dan aturan-aturan yang tertulis maupun tidak tertulis. Dimana semua itu dijadikan sebagai pandangan dalam memahami lebih dalam tentang etika (Fahmi, 2013:2).
2.
ETIKA PERBANKAN DALAM KODE ETIK BANKIR INDONESIA (KEBI) Secara umum, kode etik bankir indonesia yang menjadi pedoman bagi bankir di Indonesia menurut (Nugroho, 2008) meliputi beberapa aspek berikut ini : a. Seorang bankir patuh dan taat pada ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku. Dalam prespektif etika, seorang bankir ideal diharapkan selalu patuh dan taat pada hukum positif yang berlaku saat ini. Kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum positif menjadi salah satu garansi keamanan
setiap
kegiatan
perbankan.
Garansi
keamanan
merupakan salah satu persyaratan utama aspek keberlanjutan kegiatan perbankan. b. Seorang bankir melakukan pencatatan yang benar mengenai segala transaksi yang berkaitan dengan kegiatan banknya. Kompleksitas kegiatan bisnis dan ekonomi termasuk dalam sektor perbankan mendorong pentingnya aspek ketelitian seorang bankir dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Salah satu cermin ketelitian tersebut adalah dengan melakukan pencatatan yang benar terhadap seluruh transaksi yang berkaitan dengan banknya. c. Seorang bankir menghindari diri dari pesaing yang tidak sehat. Kompetisi antar bank yang semakin ketat saat ini menuntut kemampuan bankir sebagai profesional untuk memenangkan agar
prinsip bisnis dalam perbankan tetap terjaga. Di sisi lain, dalam kesehariannya seorang bankir pun harus berkompetisi dengan bankir lain dalam banknya. Berkompetisi seorang bankir harus selalu menjunjung tinggi prinsip persaingan sehat. d. Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi. Dalam posisinya sebagai seorang yang profesioanal, seorang bankir di tuntut untuk mampu memisahkan kepentingan pribadi dan kepentingan profesi. Prinsip ini menjadi salah satu prinsip penting dalam kode etik bankir mengingat pada dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya masalah keagenan dalam sektor ini. e. Seorang
bankir
menghindari
diri
dari
ketertiban
dalam
pengambilan keputusan hal terdapat pertentangan kepentingan. Sebagai salah satu entitas yang bergerak dalam jantung perekonomian dan bisnis, seorang bankir tidak dapat lepas dari pengaruh aspek-aspek lain seperti politik, seperti sektor ekonomi lainnya seperti perumahan, industri dan sebagainya. Dalam kondisi inilah seorang bankir harus mampu mengambil keputusan secara independen. Independensi bermanfaat melepaskan diri dari kepentingan tertentu jika terjadi pertentangan kepentingan. f. Seorang bankir menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya. Kerahasiaan nasabah dan bank merupakan aspek penting untuk menjaga privasi serta kondisi bank dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Dalam posisi ini, bankir dapat berperan sebagai pihak yang secara aktif mengantisipasi segala potensi kejahatan yang menggunakan informasi tersebut. g. Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang di tetapkan banknya terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan. Peran perbankan yang vital dalam perekonomian, mendorong perbankan harus bersikap hati-hati dalam melakukan kegiatan dan aktivitas bisnisnya. Potensi dampak yang besar akibat kesalahan pengolahan perbankan yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008 ini serta Indonesia pada tahun 1998 menjadi perhatian serius bagi perbankan. Oleh karena itu, seorang bankir yang profesional harus memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan yang ditetapkannya terhadap keadaannya ekonomi, sosial dan lingkungan. h. Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi maupun keluarganya. Nasabah
dan
stakeholder
sangat
berkepentingan
terhadap
efektifitas produk dan jasa layanan perbankan. Dalam kondisi ini, efektifitas produk dan layanan sering berpotensi menjadi “dagangan” antara nasabah dan bankir. Oleh karena itu, untuk mengantisipasinya dalam kode etik bankir, seorang bankir tidak
diperkenankan untuk menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri pribadi maupun keluarganya. i. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya. Konklusi dari seluruh aspek kode etik di atas memerlukan penegasan
bahwa
seorang
bankir
harus
tetap
menjaga
profesionalitasnya dengan tidak melakukan perbuatan tercela yang dapat merugikan citra profesinya. 3.
KODE ETIK AUDITOR INTERN (terjemah dari IIA Code of Ethics tahun 2000) a. Integritas 1) Harus melaksanakan pekerjaan dengan kejujuran, kecermatan, dan tanggung jawab. 2) Harus menaati hukum dan melakukan pengungkapan sesuai hukum dan aturan profesi. 3) Dilarang terlibat dalam aktivitas ilegal, atau perbuatan yang mendiskreditkan profesi auditor intern 4) Harus menghormati dan berkontribusi terhadap legitimasi dan tujuan etis dari organisai b. Objektivitas 1) Tidak dalam kegiatan aktivitas atau hubungan yang mengurangi atau berpotensi mengurangi ketidakbiasaan penilaian auditor.
Keterlibatan semacam ini meliputi aktivitas atau hubungan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dari organisasi. 2) Tidak menerima segala hal yang dapat mengurangi penilaian profesionalnya. 3) Harus mengungkapkan seluruh fakta material yag mereka ketahui, yang jika tidak diungkapkan dapat mengganggu aktivitas pelaporan yang sedang di review. c. Kerahasiaan a) Berhati-hati dalam penggunaan dan proteksi terhadap informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas. b) Tidak menggunakan informasi untuk keuntungan pribadi atau dengan cara yang bertentangan dengan hukum atau mengancam tujuan legitimasi dan etis organisasi. d. Kompetensi a) Hanya terlibat dalam jasa yang pengetahuan, kemampuan, pengalamannya dikuasai. b) Harus melaksanakan jasa pengauditan internal sesuai standardfor the propessional practise of international of auditing. c) Harus meningkatkan kemampuan dan efektifitas dan kualitas yang diberikan.
4.
SIKAP MENTAL DAN ETIKA AUDITOR INTERN Sikap mental dan etika auditor intern menurut Tawaf (1999:96) yaitu : a. Sikap mental auditor intern bank Auditor intern harus memiliki sikap mental dan tanggung jawab profesi yang tinggi, sehingga kualitas hasil kerjanya dapat dipertanggung jawabkan dan dapat digunakan untuk membantu terwujudnya perkembangan bank yang wajar dan sehat. Sesuai dengan SPFAIB, bahwa auditor intern bank harus memiliki sikap mental yang tercermin dari : 1) Kejujuran, Auditor intern harus selalu mengemukakan pendapat secara jujur dan bijaksana, sesuai dengan hasil temuannya. 2) Objektivitas, Auditor intern harus selalu mempertahankan sikap objektif, sehingga dapat mengemukakan temuannya berdasarkan
bukti-bukti
atau
fakta-fakta
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan demikian laporan atas hasil temuan harus lengkap dan didasarkan pada analisis objektif. 3) Ketekunan, Auditor intern harus memiliki ketekunan dan keuletan didalam menelusuri masalah/ indikasi yang dihadapi guna
memperoleh
bukti-bukti
yang
akan
mendukung
temuannya. 4) Loyalitas, Auditor intern harus menunjukan loyalitas kepada tanggung jawab profesinya.
b. Etika auditor intern bank Auditor intern harus mematuhi Kode Etik Profesi yang antara lain mengacu kepada Code of Ethics dari The Institute of Internal Auditors : 1) Berperilaku jujur, santun, tidak tercela, objektif, dan bertanggung jawab, 2) Memiliki dedikasi tinggi, 3) Tidak akan menerima apapun yang akan mempengaruhi pendapat profesionalnya, 4) Menjaga prinsip kerahasiaan sesuai dengan ketentuan dan perundangan yang berlaku, 5) Terus meningkatkan kemampuan profesionalnya.