BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Kepemimpinan dan Pemimpin
2.1.1 Kepemimpinan Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama (Yukl, 2005). Secara umum didefinisikan bahwa kepemimpinan adalah suatu kegiatan atau gaya seseorang mempengaruhi orang lain agar orang tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendakinya dan mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai. Adapun beberapa definisi kepemimpinan menurut para ahli dalam Yukl (2005) yaitu : 1) George R. Terry (1964) mendefinisikan kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok. 2) Cyriel O'Donnell (1991), kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum. 3) Goldhamerand E.A. Shils (1985), kepemimpinan merupakan suatu tindakan perilaku mempengaruhi orang lain. 4) Hembill dan Coons (1957) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu ide atau cara untuk mengarahkan aktivitas sekelompok orang. 8
9 5) Roach dan Behling (1984) mendefinisikan kepemimpinan adalah mempengaruhi aktivitas kelompok orang yang telah terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan bersama. i.
Pemimpin Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartono, 2006). Terdapat pula beberapa definisi pemimpin dalam Kartono (2006) yaitu: a.
Henry Pratt Faiechild Pemimpin dalam arti luas ialah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.
b.
John Gage Allee “Leader a guide, a conductor, a commander” (pemimpin itu ialah pemandu, penunjuk, penuntun, komandan).
c.
Miftha Thoha Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
10 d.
C. N. Cooley Pemimpin itu selalu merupakan titik pusat dari suatu kecenderungan, dan pada kesempatan lain, semua gerakan sosial kalau diamati secara cermat akan ditemukan kecenderungan yang memiliki titik pusat.
e.
Rosalynn Carter “Seorang pemimpin biasa membawa orang lain ke tempat yang ingin mereka tuju”. Seorang pemimpin yang luar biasa membawa para pendukung ke tempat yang mungkin tidak ingin mereka tuju, tetapi yang harus mereka tuju.
f.
Jim Collin Mendefinisikan pemimpin memiliki beberapa tingkatan, terendah adalah pemimipin yang andal, kemudian pemimpin yang menjadi bagian dalam tim, lalu pemimpin yang memiliki visi, tingkat yang paling tinggi adalah pemimpin yang bekerja bukan berdasarkan ego pribadi, tetapi untuk kebaikan organisasi dan bawahannya.
2.2 Perilaku i.
Pengertian Perilaku Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Secara umum perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Menurut Gibson Cs. (1996) menyatakan perilaku individu adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang, seperti berbicara, berjalan, berfikir atau tindakan
11 dari suatu sikap. Sedangkan menurut Kurt Levin perilaku (Behavior = B) individu pada dasarnya merupakan fungsi dari interakasi antara Person/individu (P) yang bersangkutan dengan lingkungan (Enviroment = E). Dari pengertian tersebut perilaku individu dapat diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan serta segala sesuatu yang dilakukan manusia baik yang dilakukan dalam bekerja maupun diluar pekerjaan seperti berbicara, bertukar pendapat, berjalan dan sebagainya. Setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga setiap manusia mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Oleh sebab itu antara individu yang satu dengan yang lain pasti mempunyai perbedaan-perbedaan. Dalam memahami perilaku individu dapat dilihat dari dua pendekatan yang saling bertolak belakang, yaitu behaviorisme dan holistik atau humanisme. Kedua pendekatan ini memiliki implikasi yang luas terhadap proses pendidikan. Adapun beberapa alasan manusia berperilaku berbeda diantaranya : 2
Manusia berbeda perilakunya karena kemampuannya tidak sama. Kemampuan individu meliputi kemampuan intelektual (intellectual abilities) dan kemampuan fisik (physic abilities).
3
Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda.
4
Orang berfikir tentang masa depan dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak.
5
Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya.
6
Seseorang mempunyai reaksi-reaksi tidak senang.
7
Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang.
8
Karakteristik
biografis
individu
(biographycal
characteristics)
mempengaruhi yang meliputi usia, ras, gender, dan masa jabatan.
juga
12 ii.
Macam-macam Perilaku Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) yaitu: 1) Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Meskipun demikian, dalam memberikan respons sangat tergantung pada karekteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Benjamin Bloom seorang psikolog pendidikan dalam Notoatmodjo (2003) membedakan adanya tiga bidang perilaku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangannya, domain perilaku yang diklasifikasikan menjadi tiga tingkat yaitu: 2.4.1
Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya.
13 2.4.2
Sikap (attitude)
Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. 2.4.3
Tindakan atau praktik (practice)
Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah dimiliki. Sementara Skinner dalam Notoatmodjo (2003) juga memaparkan pula bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara rangsangan (stimulus) dan tanggapan (respon) dan membedakan adanya dua bentuk tanggapan, yaitu: 2
Respondent response atau reflexive response, ialah tanggapan yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan yang semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan tanggapan yang relatif tetap.
3
Operant response atau instrumental response, adalah tanggapan yang timbul dan berkembangnya sebagai akibat oleh rangsangan tertentu, yang disebut reinforcing stimuli atau reinforcer. Rangsangan tersebut dapat memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, rangsangan yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang Menurut (Sunaryo, 2004), perilaku dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksternal, yaitu: 1
Faktor genetik atau faktor endogen Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk
kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu.
14 Faktor genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain: 1) Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan lainnya. 2) Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Perilaku pada pria disebut maskulin, sedangkan perilaku wanita disebut feminin. 3) Sifat fisik, misalkan perilaku pada individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus. 4) Sifat kepribadian, perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan seperti pengalaman,usia watak, tabiat, sistem norma, nilai dan kepercayaan yang dianutnya. 5) Bakat pembawaan, bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan. 6) Inteligensi adalah kemampuan untuk membuat kombinasi. Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa inteligensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu.
2
Faktor eksogen Faktor eksogen meliputi faktor-faktor dari luar individu yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang, seperti: a.
Faktor lingkungan. Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial. Ternyata lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku.
15 b.
Pendidikan. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok.
c.
Agama. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, beraksi, dan berperilaku individu.
d.
Sosial ekonomi, telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial.
e.
Kebudayaan. Ternyata hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.
f.
Faktor-faktor lain: Susunan saraf pusat, Persepsi, Emosi.
2.1.1 Perilaku Pemimpin Seorang pemimpin tidak akan berhasil menjalankan fungsinya apabila tidak memiliki kemampuan mengatur waktu, mengendalikan stress baik yang dialaminya maupun orang lain (bawahan), juga mengatasi konflik yang terjadi baik internal maupun eksternal, baik individual maupun kelompok (managing time, stress, and conflict). Setiap manajer dapat memiliki kesempatan sukses yang lebih baik, tetapi memerlukan waktu untuk memperoleh dan menguasainya. Leffton & Buzzotta, penulis
beberapa
buku
manajemen
kepemimpinan
menambahkan
bahwa
kepemimpinan efektif timbul sebagai hasil sinergi beberapa keterampilan, mulai dari administratif perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, dan pengawasan, sampai pada keterampilan teknis seperti pengelolaan, pemasaran, dan teknis prosedural. Kepemimpinan dalam sebuah organisasi dapat ditumbuhkan lebih optimal, selain dengan menguasai keterampilan tersebut tetapi juga apabila seorang pemimpin mampu memperlihatkan keterampilan dalam menghadapi orang lain dengan efektif. Keterampilan tersebut antara lain, adalah keterampilan dalam menilai orang lain,
16 berkomunikasi, memotivasi, dan menyesuaikan diri sehingga pemimpin akan mampu berinteraksi secara efektif. Kemampuan berkomunikasi merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian hasil. Pemimpin yang telah memahami secara mendalam dan spesifik tentang bawahannya akan mampu menciptakan dan memodifikasi materi komunikasi sehingga hasil komunikasi dapat menjadi lebih optimal. Di samping itu, sebagai pemimpin menjadi mampu mengembangkan strategi yang tepat dalam menggali ide dan pendapat orang lain serta bertukar ide dalam menyelesaikan masalah secara efektif. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pemimpin menurut George R. Terry (1964) dalam Kartono (2008) yaitu: 1.
Kekuatan badaniah dan rohaniah Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin yang
harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak teratur, dan ditengah-tengah situasi-situasi yang sering tidak menentu. Oleh karena itu, ausdauer atau daya tahan untuk mengatasi berbagai rintangan syarat yang harus ada pada pemimpin untuk dapat bekerja secara optimal. 2.
Stabilitas emosi Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil yang artinya tidak mudah
marah,
tersinggung
perasaan,
tidak
meledak-meledak
secara
emosional,
menghormati martabat orang lain, toleran terhadap kelemahan orang lain, dan bisa memaafkan kesalahan-kesalahan yang tidak terlalu prinsipil sehingga tercipta lingkungan sosial yang rukun damai, harmonis, dan menyenangkan. 3.
Pengetahuan tentang relasi insani Salah satu tugas pokok pemimpin adalah memajukan dan mengembangkan
semua bakat serta potensi bawahannya, untuk bisa bersama-sama maju dan
17 mengecap kesejahteraan. Karena itu pemimpin diharapkan memiliki pengetahuan tentang sifat, watak dan perilaku anggota kelompoknya, agar bisa menilai kelebihan dan kelemahan atau keterbatasan pengikutnya, yang disesuaikan dengan tugas-tugas atau pekerjaan yang akan diberikan pada masing-masing individu. 4.
Kejujuran Pemimpin yang baik itu harus memiliki kejujuran yang tinggi yaitu jujur pada
diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya), selalu menepati janji, tidak munafik, dapat dipercaya, dan berlaku adil terhadap semua orang. 5.
Objektif Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya
objektif (tidak subjektif, berdasar prasangka sendiri), mencari bukti-bukti nyata dan sebab akibat setiap kejadian dan memberikan alasan yang rasional penolakannya. 6.
Keterampilan berkomunikasi Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap
maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah memahami maksud para anggotanya. Pandai mengkoordinasikan macam-macam sumber tenaga manusia, dan mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan. 7.
Kemampuan mengajar Pemimpin yang baik itu diharapkan juga menjadi guru yang baik. Mengajar itu
adalah membawa siswa secara sistematis dan intensional pada sasaran-sasaran tertentu, guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan atau kemahiran teknis tertentu, dan menambah pengalaman mereka agar para pengikutnya mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya.
18 8.
Keterampilan sosial Pemimpin
yang diharapkan memiliki kemampuan untuk “mengelola”
manusia, agar mereka dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Pemimpin dapat mengenali segi-segi kelemahan dan kekuatan setiap anggotanya, agar bisa ditempatkan pada tugas-tugas yang cocok dengan pembawaan masing-masing. Pemimpim juga mampu mendorong setiap orang yang dibawahinya untuk berusaha dan mengembangkan diri dengan cara-caranya sendiri yang dianggap paling cocok. Pemimpin mampu bersikap ramah, terbuka, dan mudah menjalin persahabatan berdasarkan rasa saling mempercayai. Menghargai pendapat orang lain, untuk bisa memupuk kerja sama yang baik dalam suasana rukun dan damai. 9.
Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu,
memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana, mengelola, menganalisis keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol, dan memperbaiki situasi yang tidak mapan. Dengan demikian akan tercapainya efektivitas kerja, keuntungan maksimal, dan kebahagiaan kesejahteraan anggota sebanyak-banyaknya. 2.1.2 Kategori Perilaku Kepemimpinan Efektif Kepemimpinan dibedakan antara perilaku manajer efektif dan manajer tidak efektif menurut Likert, (1961, 1967) dalam bukunya Gary Yukl (2005), diantaranya: 1. Perilaku yang Berorientasi Tugas Pemimpin tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan seperti bawahannya. Sebaliknya pemimpin dalam hal ini lebih berkonsentrasi pada fungsi-fungsi yang berorientasi pada tugas sepertimerencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordianasikan kegiatan para bawahan, menyediakan
19 keperluan, peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan. Pemimpin juga memandu bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi realistis. 2. Perilaku yang Berorientasi Hubungan Pemimpin lebih penuh perhatian, mendukung dan membantu para bawahannya. Perilaku ini meliputi memperlihatkan kepercayaan dan dipercaya, bertindak ramah dan
perhatian,
berusaha
memahami
permasalahan
karyawan,
membantu
mengembangkan karyawan dan memajukan karier mereka, selalu memberi informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para bawahan, dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan para bawahan. 3. Perilaku Pemimpin yang Partisipatif Pemimpin
lebih
banyak
menggunakan
supervisi
kelompok
daripada
mengendalikan tiap bawahannya sendiri-sendiri. Pertemuan kelompok akan memudahkan
partisipasi
bawahan
dalam
proses
pengambilan
keputusan,
memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik.
2.3 Motivasi i. Pengertian Motivasi Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat
20 mempertahankan usahanya. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Berdasarkan pengertian Hamzah (2007), motivasi merupakan kekuatan yang tidak dapat diamati secara langsung. Motivasi ini juga merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku manusia yang berlanjut pada proses untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Motivasi dapat berupa motivasi positif maupun motivasi negatif. Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan. Seorang karyawan mungkin menjalankan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan baik, mungkin pula tidak. Maka dari itu hal tersebut merupakan salah satu tugas dari seorang pimpinan untuk bisa memberikan motivasi (dorongan) kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan arahan yang diberikan. Wursanto (1988) dalam Damayanti (2005), mendefinisikan bahwa motivasi adalah alasan, dorongan yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan manusia melakukan sesuatu. Motivasi karyawan dapat dipengaruhi oleh faktor minat, gaji yang diterima, kebutuhan akan rasa aman, hubungan antar personal dan kesempatan untuk bekerja. Sementara menurut Silalahi (2002) dalam Habibi (2005), motivasi didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan perilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya.
21 ii. Teori-teori Motivasi Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua yaitu teori kepuasan (content theory) dan teori proses (process theory) (Newton, 2003). 1. Teori Kepuasan (Content Theory) 1
Teori motivasi Abraham Maslow Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. 2
Kebutuhan fisiologis Kebutuhan ini merupakan kebutuhan pokok manusia sehari-hari misalnya kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan fisik lainnya (physical need). Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah, apabila sudah terpenuhi maka diikuti oleh hirarki kebutuhan yang lainnya.
3
Kebutuhan rasa aman Kebutuhan ini yaitu untuk memperoleh keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari yang membayangkan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya (safety need)
4
Kebutuhan sosial Kebutuhan untuk disukai dan menyukai, disenangi dan menyenangi, dicintai dan mencintai, kebutuhan untuk bergaul, diterima berkelompok, bermasyarakat,
22 berbangsa dan bernegara, menjadi anggota kelompok pergaulan yang lebih besar (esteem needs). 5
Kebutuhan akan penghargaan Kebutuhan berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan atas kemampuan dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasinya.
6
Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya) Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut
akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Apabila digambarkan tingkatan kebutuhan dari Abraham Maslow seperti berikut: Aktualisasi diri Penghargaan Sosial Rasa Aman Fisiologis Gambar 2.1 Tingkatan Kebutuhan Abraham Maslow
23 2
Teori motivasi Douglas McGregor Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X
(negatif) dan teori Y (positif). Menurut teori X empat pengandaian yang dipegang manajer: 1
Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
2
Karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3
Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
4
Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua faktor yang dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y:
Karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain.
Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.
Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
3
Teori motivasi Frederick Herzberg Frederick Herzberg (1966) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis faktor
yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk
24 didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dan lain sebagainya (faktor intrinsik). 4
Teori kebutuhan McClelland (1961) Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu Prestasi (achievement),
Kekuasaan (power), dan Afiliasi (pertalian). 2. Teori Proses (Process Theory) a.
Teori Harapan (Victor Vroom) Teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran. Selain itu hal lain yang juga akan memuaskan dan menjadi tujuan pribadi karyawan yaitu terciptanya suasana kerja yang baik/menarik. b.
Teori Keadilan Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh
keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi. c.
Teori Pengukuhan Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi.
Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
25 iii. Komponen Motivasi Kerja Motivasi kerja adalah kemauan kerja seorang karyawan atau pegawai yang timbulnya karena adanya dorongan dari dalam pribadi karyawan yang bersangkutan sebagai hasil integrasi keseluruhan daripada kebutuhan pribadi, pengaruh lingkungan fisik dan pengaruh lingkungan sosial dimana kekuatannya tergantung pada proses pengintegrasian tersebut. Dengan demikian motivasi kerja merupakan gejala kejiwaan yang bersifat dinamis, majemuk dan spesifik untuk masing-masing karyawan. Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja individual karyawan. Steers & Porter (1987) dalam Newton (2003) menyatakan bahwa ada 3 komponen penting dalam motivasi kerja yaitu: 1.
Komponen Energi Komponen energi yaitu kekuatan atau usaha yang dimiliki karyawan yang
menyebabkan terjadinya tingkah laku dalam pekerjaannya. Dengan kata lain, komponen
energi
menjelaskan
seberapa
mampu
karyawan
melaksanakan
pekerjaannya sebaik mungkin. Misalnya seorang karyawan yang ingin meningkatkan prestasi kerjanya untuk mendapatkan peluang pengembangan karir, maka karyawan tersebut akan membuat rancangan kerja, memperbaiki cara kerja dan lain-lain. 2.
Komponen Arah Komponen arah yaitu tingkah laku yang timbul merupakan tingkah laku yang
terarah atau mempunyai tujuan yang jelas. Misalnya seorang yang ingin memperoleh suatu kesempatan pengembangan karir, maka karyawan tersebut berusaha menghasilkan prestasi kerja, bersikap jujur, bertanggung jawab, dan lain-lain. 3.
Komponen Pemeliharaan Komponen pemeliharaan yaitu adanya pemeliharaan atau usaha untuk
mempertahankan tingkah laku yang telah terjadi sesuai dengan lingkungan kerja.
26 Komponen ini merupakan ukuran mengenai seberapa lama seseorang mampu mempertahankan usahanya dalam bekerja. Individu-individu dengan motivasi kerja yang tinggi mampu bertahan melakukan tugas dalam waktu yang cukup lama demi memcapai tujuannya. Misalnya seorang karyawan yang ingin mempertahankan jabatannya, maka karyawan tersebut mempertahankan kinerja, mempertahankan prestasi kerjanya dan lain-lain.
2.4 Puskesmas i. Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Pembangunan Puskesmas bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang sebagian besar masih tinggal di pedesaan. Dengan jangkauan yang luas sampai ke pelosok desa, pelayanan Puskesmas yang bermutu akan lebih efektif untuk mengentaskan masalah kesehatan (Muninjaya, 2004). Sesuai peraturan Mendagri No. 5/74, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis kesehatan yang berada di bawah supervisi dan mendapat pembinaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi, tetapi secara administratif puskesmas berada di bawah administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten.
27 ii. Program Pokok Puskesmas Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada seluruh masyarakat diwilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa usaha pokok yang meliputi program : 1.
Kesehatan Ibu Dan Anak
2.
Keluarga Berencana
3.
Pemberantasan Penyakit Menular
4.
Peningkatan Gizi
5.
Kesehatan Lingkungan
6.
Pengobatan
7.
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
8.
Laboraturium
9.
Kesehatan Sekolah
10. Perawatan Kesehatan Masyarakat 11. Kesehatan Jiwa 12. Kesehatan Gigi Semua program yang dilaksanakan di Puskesmas dikembangkan berdasarkan program pokok pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) seperti yang dianjurkan oleh badan kesehatan dunia (WHO), yang dikenal dengan “Basic Seven” WHO. Basic Seven tersebut terdiri dari MCHC (Maternal and Child Health Care), MC (Medical Care), ES (Environmental Sanitation), HE (Health Education) untuk kelompok-kelompok masyarakat, Simple Laboratory (Lab.Sederhana), CDC (Communicable Disease Control), dan Simple Statistic (recording/reporting atau pencatatan dan pelaporan). Dari ke-12 program pokok Puskesmas, basic seven WHO harus lebih diprioritaskan untuk dikembangkan sesuai dengan masalah kesehatan
28 masyarakat yang potensial berkembang di wilayah kerjanya, kemampuan sumber daya manusia (staf) yang dimiliki oleh Puskesmas, dukungan saran/prasarana yang tersedia di Puskesmas, dan peran serta masyarakat. iii. Sistem Manajemen Personalia Puskesmas Staf adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang paling utama yang dimiliki pskesmas. Oleh karena itu, SDM puskesmas perlu dibina dan dikembangkan baik motivasi, inisiatif, dan keterampilannya agar mereka dapat bekerja lebih produktif. Sesuai dengan sistem manajemen modern, staf puskesmas merupakan faktor produksi utama untuk menghasilkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja staf sistem kerja yang integratif dan berkelompok dapat dikembangkan. Hal lain yang juga mendukung dalam meningkatkan motivasi yaitu pemberian penghargaan oleh pemimpin kepada staf yang berprestasi. Keterbukaan pemimpin dalam hal pengelolaan keuangan puskesmas juga akan lebih meningkatkan rasa kebersamaan staf dalam melaksanakan tugas-tugas pokoknya. Jumlah dan jenis tenaga yang tersedia di puskesmas sangat bervariasi. Dalam bidang ketenagaan masalah yang sering dihadapi oleh puskesmas adalah jumlahnya yang terbatas, keterampilan rendah, dan kualifikasi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Tenaga minimal yang harus dimiliki oleh puskesmas adalah dokter umum, bidan, perawat umum, perawat gigi, perawat sanitasi, tata usaha dan bendahara. Namun semakin berkembangnya pelayanan yang dilaksanakan oleh sebuah puskesmas maka semakin banyak pula jenis dan jumlah staf yang dibutuhkan. Untuk puskesmas yang memiliki jumlah tenaga masih terbatas, puskesmas menganut system kerja integratif. Tiap-tiap staf diberikan satu tugas pokok dan tugas-tugas tambahan. Tugas tambahan ini merupakan tugas yang bersifat integratif. Misalnya,
29 staf yang mendapat tugas pokok menangani program KIA, KB,atau gizi masih dapat diberikan tugas tambahan lain seperti mengkoordinasikan kegiatan Posyandu, kunjungan ke sekolah, ke rumah-rumah dan pelaksanaan penyuluhan kepada kelompok-kelompok masyarakat di daerah binaan. Dalam mengatasi keterbatasan tenaga kerja yang tersedia, puskesmas juga dapat hanya dengan melaksnanakan beberapa program prioritas sesuai dengan masalah kesehatan yang potensial terjadi di wilayah kerja puskesmas. Selain itu pemimpin puskesmas wajib memberikan bimbingan teknis kepada staf agar mereka lebih terampil mengatur dan melaksanakan tugas-tugas baik itu tugas pokok maupun tugas integratifnya. Pemimpin puskesmas juga wajib merencanakan tugas-tugas dan melakukan supervisi terhadap kegiatan staf. Salah satu cara yang dapat dikembangkan oleh pemimpin yaitu dengan mengevaluasi buku laporan harian staf atau mengadakan supervisi langsung kepada staf atau unit kerjanya masing-masing. Pertemuan antara pemimpin dengan staf sebaiknya diadakan secara rutin. Pertemuan rutin (rapat mingguan dan bulanan) yang merupakan penjabaran fungsi actuating perlu diarahkan untuk mengkaji kemajuan dan hambatan pelaksanaan program. Pertemuan secara rutin juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan koordinasi tugas-tugas lintas program, penyampaian hasil supervisi, pemimpin terhadap pelaksanaan kegiatan program di lapangan, atau untuk mengumumkan kebijakan pemimpin dan adanya umpan balik dari staf terhadap penerapan kebijakan pemimpin (Muninjaya, 2004). 2.4.4
Standar Keberhasilan Program Puskesmas Dinkes Kabupaten/Kota dan Provinsi secara rutin menetapkan target atau
standar keberhasilan masing-masing kegiatan program. Standar pelaksanaan program ini juga merupakan standar untuk kerja staf. Standar untuk kerja merupakan ukuran
30 kualitatif keberhasilan program. Tingkat keberhasilan program secara kualitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output (cakupan pelayanan) kegiatan program. Secara kualitatif keberhasilan program diukur dengan membandingkan standar prosedur kerja untuk masing-masing kegiatan program dengan penampilan (kemampuan) staf dalam melaksanakan kegiatan masing-masing program. Cakupan program dapat dianalisis secara langsung oleh staf puskesmas dengan menganalisis data harian setiap kegiatan program. Sementara perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat (effect) dan dampak (impact) program seperti tingkat kematian, kesakitan, tingkat kelahiran, dan kecacatan tidak diukur secara langsung oleh puskesmas. Impact program diukur setiap lima tahun melalui Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) atau Sukernas (Survei Kesehatan Nasional) Depkes. Khusus untuk perkembangan masalah gizi dipantau setiap tiga tahun tetapi hanya sampai di tingkat kabupaten.
2.5 Pengaruh Perilaku Pemimpin terhadap Motivasi Kerja Staf/Karyawan Berhasil atau tidaknya kepemimpinan dalam suatu organisasi dipengaruhi oleh perilaku pemimpin. Kepemimpinan sebagai kekuatan dinamik yang merangsang motivasi
dan
meningkatkan
koordinasi
untuk
mencapai
tjuan
organisasi.
Keterampilan memotivasi merupakan kompetensi kepemimpinan yang harus dimiliki oleh pemimpin. Dalam hal ini pemimpin harus mampu melibatkan diri pada proses memberi arahan dan mengkoordinasi tugas-tugas yang dikerjakan kelompok atau bawahannya. Pemimpin adalah produk dari hubungan yang fungsional dengan individu/karyawannya. Individu akan menerima pengarahan dari pemimpinnya apabila ada kemungkinan dirinya merasa dipuaskan dengan pemenuhan kebutuhan-
31 kebutuhannya. Oleh karena itu pemimpin harus mampu menempatkan motivasi pada variabel utama dalam melakukan pendekatan, pendelegasian, dan pengarahan (Sulistiyani & Rosidah, 2009) Namun, cara memotivasi ini tidak harus selalu sama karena motivasi seseorang untuk bekerja utamanya berasal dari dalam diri bawahan yang sulit dilihat secara sekilas oleh pemimpin. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan seorang pemimpin perlu mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat memotivasi bawahan baik secara internal maupun eksternal. Pemimpin yang efektif mengetahui secara tepat bagaimana dan dengan cara apa berinteraksi dengan setiap bawahan. Hal ini karena sebagai pemimpin harus sangat memahami keunikan masing-masing bawahan. Pemimpin yang efektif tidak akan menggunakan cara dan pendekatan yang sama untuk semua bawahan, melainkan membedakan teknik komunikasi dan cara memotivasi bawahan yang satu dengan lainnya. Kartono, K. (2006) juga menyebutkan bahwa salah satu perilaku yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah bersifat motivasional artinya mampu memberikan motivasi pada bawahan sehingga bawahan menjadi puas baik dengan memberikan latihan, bimbingan, dukungan, bahkan ganjaran yang nantinya akan berdampak pada prestasi yang efektif. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan kepemimpinan bahwa sebagian besar dari penelitian tersebut menunjukkan kepemimpinan akan berpengaruh pada motivasi kerja stafnya. Tabel 2.1 Penelitian Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Staf/Karyawan No Nama Peneliti Penelitian Hasil Penelitian 1 Syahrial Pengaruh Gaya Hasil penelitian menunjukkan Siregar Kepemimpinan dan bahwa secara serempak gaya (2009) Kemampuan kepemimpinan dan kemampuan Berkomunikasi berkomunikasi berpengaruh Kepala bidang terhadap kinerja pegawai (86,5%),
32
2
Khairunnisya Sholikhah (2009)
3
Ayuk Dwi Cahyanti (2011)
4
Tauhid, Inna H. (2009).
5
Penny Setyowati Nugraheny (2009)
6
Danu Sunanjar
terhadap Kinerja Pegawai Pelayanan Keperawatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Hubungan antara Gaya Komunikasi Pimpinan di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan Motivasi Kerja Karyawannya
dimana gaya kepemimpinan mempengaruhi sebesar 40,9% dan kemampuan berkomunikasi sebesar 64,7%.
Pengaruh Kecerdasan Emosional Pemimpin Terhadap Motivasi Kerja (Suatu Studi Pada Karyawan PT. Pos Indonesia (Persero) Kantor Pos Malang) Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja, Dukungan Organisasi, dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi Pada Pt. Bank Mandiri (Persero) Tbk Kota Semarang) Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan
Terdapat pengaruh signifikan antara kecerdasan emosional pemimpin terhadap motivasi kerja karyawannya (32,3%).
Dari tabulasi silang diperoleh kesimpulan bahwa gaya komunikasi pimpinan yang efektif akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi pada karyawan (50,77%). Hal ini menunjukkan terdapat kecenderungan hubungan yang positif antara gaya komunikasi pimpinan di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang dengan motivasi kerja karyawannya. Hubungan Perilaku Hasil penelitian menunjukkan Pemimpin terhadap bahwa perilaku pemimpin secara Motivasi Kerja signifikan dapat mempengarui Karyawan motivasi kerja karyawan yang mampu menerangkan keragaman perilaku pemimpin sebesar 73,564%.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan SEM maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Bank Mandiri di Kota Semarang
Dari persamaan regresi dapat disimpulkan hubungan atau
33 (2006)
7
8
Karakteristik Pekerjaan terhadap Motivasi Kerja Karyawan di Dinas Kebersihan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Muh. Yamin Pengaruh Gaya Noch (tt) Kepemimpinan Otoriter dan Demokratis terhadap Motivasi Kerja Pegawai pada Badan pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) Kabupaten Jayapura Santy Indah Hubungan Antara Kristianawati Gaya (2003) Kepemimpinan Kepala Perawat Dengan Motivasi Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Darurat RS Dr Sardjito Yogyakarta
pengaruh yang terjadi, gaya kepemimpinan memberikan kontribusi positif atau meningkatkan motivasi kerja.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan maka diperoleh hasil: Fhitung =12,247 > Ftabel =3,340 maka dapat dikatakan Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat diartikan bahwa kepemimpinan otoriter dan demkratis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja perawat ( nilai p = 0,007 dengan alfa 0,05 ) angka koefisien korelasi antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja sebesar 0,421 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang sedang antara gaya kepemimpinan dengan motivasi kerja. Sumber: dari berbagai sumber (penelitian terdahulu).