BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Definisi bank pada awalnya adalah tempat untuk menyimpan uang yang aman. Tetapi definisi tersebut sangatlah dangkal sedangkan definisi bank disebutkan dalam Undang-Undang no.21 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan,
dan
menyalurkan
kepada
masyarakat
dalam
rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Definisi bank secara sederhana menurut Kasmir (2002:2) Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Menurut IAI dalam PSAK no.31 bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
10
11
2.1.2 Bank Konvensional a. Definisi Bank Konvensional Dalam Undang-Undang no.21 Tahun 2008 disebutkan bank konvensional merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Kasmir (2002:3) menyatakan bahwa bank merupakan lembaga keuangan (setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan apakah hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya) yang kegiatannya sebagai berikut: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang mereka adalah karena keamanan, sedangkan tujuan kedua masyarakat adalah untuk melakukan investasi dengan mendapatkan bunga dan tujuan lainnya adalah untuk memudahkan melakukan transaksi pembayaran. Untuk memenuhi tujuan di atas, baik untuk mengamankan uang, maupun untuk melakukan investasi, bank menyediakan sarana yang disebut simpanan. Simpanan yang ditawarkan sangat bervariasi tergantung bank yang bersangkutan. 2. Menyalurkan dana ke masyarakat, maksudnya adalah bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam berbagai jenis sesuai dengan keinginan
12
nasabah. Tentu saja sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu menilai apakah kredit tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian ini dilakukan agar bank terhindar dari kerugian akibat tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank dengan berbagai sebab. Jenis kredit yang diberikan oleh hampir semua bank adalah seperti kredit berinvestasi, kredit modal kerja dan kredit perdagangan. 3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga dari luar kota dan luar negeri (inkaso), letter of credit (L/C), safe deposit box, bank garansi, bank notes, travellers, chaque dan jasa lainnya.
b. Peranan Bank Peranan bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan (Dian Revit, 2011). Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efisien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu. Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di
13
saku seseorang, tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman. Pentingnya peranan bank terhadap perekonomian negara dan merupakan alat untuk membantu masyarakat dalam memperlancar atau untuk tempat meminjam uang bagi orang-orang yang membutuhkan untuk berusaha, maka bank harus bisa menjaga kepercayaan mereka terhadap masyarakat agar nasabah merasa aman untuk menyimpan atau menginvestasikan uang mereka kepada bank dan orang merasa yakin untuk meminjam uang terhadap bank tersebut.
2.1.3 Bank Syariah a. Definisi Bank Syariah Dalam Undang-Undang no.21 Tahun 2008 disebutkan bahwa perbankan syariah atau perbankan Islam adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal : usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami, dan yang lainnya), di mana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan syariah.
14
Tujuan dari syariah sendiri merupakan aturan yang berasal dari Allah yang melalui Rasul yang dituliskan di Al-Qur’an dan Al-Hadits. Menurut Ajwar (1998, dalam Harahap, 2008:73) syariah ditetapkan Allah dengan tujuan : 1. Menjaga fitrah (kesucian dan kebersihan manusia yang ingin hidup layak dengan berusaha tanpa harus menghalalkan segala cara). 2. Untuk berperilaku dan diperlakukan secara jujur dan adil sehingga kejujuran dan keadilan dapat ditegakkan. 3. Memberikan dan meminta perlindungan, memberikan rasa aman dan damai. Dengan tujuan inilah kita diminta menjalankan usaha kita tanpa harus menghalalkan segala cara agar mendapatkan keuntungan yang besar.
b. Sistem Perbankan Syariah Beberapa prinsip/hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah yang disebutkan dalam Undang-Undang no.21 Tahun 2008 antara lain: 1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. 2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. 3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
15
4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. 5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah yang disebutkan dalam Undang-Undang no.21 tahun 2008 meliputi : 1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;
16
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; 9. Membeli, menjual, atau meminjam atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atau dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, kafalah, atau hawalah. 10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; 11. Menerima pembayaran dari tagihan atau surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah; 12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah; 13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah;
17
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah; 15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah; 16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah; 17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 18. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah; 19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; 20. Melakukan kegitan pernyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; 21. Berindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah; 22. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
18
23. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik; 24. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; 25. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan 26. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam menjalankan kegiatanya disebutkan dalam Undang-Undang no.21 Tahun 2008 bank syariah tidak diperkenankan melakukan hal mengandung unsur: 1. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan
(fadhl),
atau
dalam
transaksi
pinjam-meminjam
yang
mempersyaratkan nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah). 2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat keberuntungan.
19
3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah. 4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah, atau 5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
2.1.4 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Walaupun bank syariah dan bank konvensional ini berbeda tetapi sebenarnya kedua jenis bank ini memiliki beberapa hal kesamaan. Kesamaan hal tersebut ada dalam hal sisi teknis penerimaan uang, persamaan dalam hal mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan maupun dalam hal syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam hal persamaan ini semua hal yang terjadi pada Bank Syariah itu sama persis dengan yang terjadi pada Bank Konvensional nyaris tidak ada perbedaan. Untuk perbedaannya antara lain dalam hal :
a. Riba Dalam perbedaan tentu saja banyak sekali perbedaan tentang kedua jenis bank ini. Perbedaan yang paling mendasar dari kedua bank ini adalah dalam hal riba. Di syariah Islam tidak memperbolehkan adanya riba dalam bentuk apapun. Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:156) mengatakan riba secara
20
sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest yang dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban. Riba menurut Hadi (1993, dalam Muhammad, 2006;29) memiliki dua macam yaitu nasiah dan fadl. Riba nasiah ialah kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berhutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Riba fadl ialah riba yang berlaku dalam jual beli dan didefinisikan dengan kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syarak. Yang dimaksud dengan ukuran syarak adalah timbangan atau ukuran tertentu. Riba yang dimaksud di atas riba nasiah yang berlipat ganda dan umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah. Dalam bank konvensional riba dikenal dengan bunga. Untuk itu di bank syariah menggunakan istilah bagi hasil. Sebenarnya penggunaan bunga dan bagi hasil hampirlah sama tetapi terdapat perbedaan yaitu :
21
Tabel 2.1 Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil
Hal
Sistem Bunga
Penentuan
Sistem Bagi Hasil
Sebelumnya
Sesudahnya
besarnya hasil Yang
atau
sesudah adanya untung
ditentukan Bunga,
sebelumnya
berusaha
besarnya
nilai Menyepakati
rupiah
pembagian
proporsi untung
masing-
masing Jika
terjadi Ditanggung nasabah saja
kerugian
kedua
pihak,
nasabah dan lembaga
Dihitung dari mana Dari
dana
yang Dari untung uang diperoleh,
dipinjamkan Titik
Ditanggung
perhatian Besarnya
proyek/usaha
harus
belum tentu besarnya bunga
dibayar
yang Keberhasilan
proyek
jadi
nasabah perhatian bersama
pasti diterima bank Berapa besarnya
Pasti. (%) kali jumlah Belum diketahui pinjaman
Status hukum
Tidak
menghindari Menghindari
penggunaan
penggunaan sistem yang sistem yang menetapkan di menetapkan
di
muka muka secara pasti keberhasilan
secara pasti keberhasilan suatu usaha suatu usaha Sumber : Muhammad (2006:58)
b. Kegiatan Menghimpun Dana (Funding) Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan mengumpulkan dana dari masyarakat. Menurut Kasmir (1998:47) sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana untuk operasi. Kegiatan ini disebut juga dengan
22
kegiatan funding. Dalam kegiatan ini terdapat perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional. Dalam bank konvensional kegiatan menghimpun dana dapat ditawarkan dalam berbagai simpanan. Menurut Kasmir (1998:51) simpanan adalah dana yang dimiliki oleh nasabah dan dipercayakan kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, dana yang disamakan dengan itu. Simpanan itu sering disebut dengan nama rekening atau account. Menurut Kasmir (2002:30) jenisjenis simpanan dewasa ini terdapat tiga jenis yaitu: 1. Simpanan Giro (Demand Deposit) Merupakan simpanan pada bank yang penarikannya dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Kepada setiap pemegang rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama jasa giro. Besarnya jasa giro tergantung dari bank yang bersangkutan. 2. Simpanan Tabungan (Saving Deposit) Merupakan simpanan pada bank yang penarikan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan tabungan dilakukan menggunakan buku tabungan dan slip penarikan, kwitansi atau kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Dalam prakteknya bunga yang didapat lebih besar dari tabungan giro.
23
3. Simpanan Deposito (Time Deposit) Merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu (jatuh tempo). Penarikannya dilakukan sesuai dengan jangka waktu tersebut. Namun saat ini ada beberapa bank yang memberikan fasilitas deposito dengan penarikanya bisa setiap saat. Jenis deposito pun beragam sesuai dengan keinginan pelanggan. Dalam prakteknya jenis deposito terdiri dari deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call. Berbeda halnya dengan bank konvensional. Bank syariah memiliki perbedaan dalam hal penghimpunan dana. Menurut Antonio (2002. Dalam Muhammad 2006:19) di bank syariah terdapat lima cara untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yaitu : 1. Giro Wadi’ah Merupakan dana dari nasabah yang dititipkan di bank. Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan dimuka tetapi benar-benar merupakan kebijaksanaan bank. 2. Tabungan Mudharabah Merupakan dana yang disimpan nasabah akan dikelola bank, untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan bersama.
24
3. Deposito Investasi Mudharabah Dana yang disimpan nasabah hanya bisa ditarik berdasarkan jangka waktu yang ditentukan, dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama. 4. Tabungan Haji Mudharabah Simpanan pihak ketiga yang penarikannya dilakukan pada saat nasabah akan menunaikan ibadah haji, atau pada kondisi-kondisi tertentu dengan perjanjian nasabah. Merupakan simpanan dengan memperoleh imbalan bagi hasil. 5. Tabungan Qurban Simpanan pihak ketiga yang dihimpun untuk ibadah qurban dengan penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah qurban, atau atas kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Merupakan simpanan dengan memperoleh imbalan bagi hasil.
c. Kegiatan Menyalurkan Dana (Lending) Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Penyaluran dana yang dilakukan bank harus dilakukan melalui pemberian pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan nama kredit. Sebelum kredit diluncurkan bank terlebih dahulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Dalam bank konvensional menurut Kasmir (2002:32) memberikan kredit yang secara umum ada di bank adalah :
25
1. Kredit Investasi. Merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan investasi atau menanamkan modal. Biasanya kredit jenis ini memiliki jangka waktu yang relatif panjang yaitu di atas 1 tahun. 2. Kredit Modal Kerja Merupakan kredit yang digunakan sebagai modal usaha. Biasanya jangka waktunya pendek tak lebih dari 1 tahun. 3. Kredit Perdagangan Merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas kegiatan perdagangannya. 4. Kredit Produktif Merupakan kredit yang dapat berupa investasi, modal kerja, atau perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai. 5. Kredit Konsumtif Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan pribadi misalnya keperluan konsumsi.
26
6. Kredit Profesi Merupakan kredit yang diberikan kepada para profesionalisme seperti dosen, guru, dokter. Dalam bank syariah produk penyaluran dana menurut Antonio (2002, dalam Muhammad, 2006:19) terdiri dari: 1. Mudharabah Bank dapat menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja, hingga 100%, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan manajemen. Bagi hasil yang didapat nasabah sesuai dengan perjanjian dengan pihak bank. 2. Salam Pembiayaan kepada nasabah untuk membuat barang tertentu atas pesanan pihak lain atau pembeli. Bank memberikan dana pembiayaan di awal untuk membantu barang tersebut setelah adanya kesepakatan tentang harga jual kepada pembeli. Barang yang akan dibeli berada dalam tanggungan nasabah dengan ciri-ciri yang ditentukan. 3. Istishna’ Pembiayaan kepada nasabah yang terlebih dahulu memesan barang kepada bank atau produsen lain dengan kriteria tertentu. Kemudian nasabah dan bank membuat perjanjian yang mengikat tentang harga jual dan cara pembayarannya.
27
4. Ijarah wa Iqtina’ Merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease). 5. Murabahah Pembiayaan pembelian barang lokal ataupun Internasional. Pembiayaan ini dapat diaplikasikan untuk tujuan modal kerja dan pembiayaan investasi baik jangka panjang maupun jangka pendek. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikkan. 6. Al-Qardhul Hasan Pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-benar kekurangan modal. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank tetapi hanya membayar biaya administrasi saja. 7. Musyarakah Pembiayaan sebagian dari modal usaha keseluruhan, di mana pihak bank akan dilibatkan dalam proses manajemen. Pembagian keuntungan berdasarkan perjanjian. 8. Produk Lain Produk yang lain seperti penerbitan L/C, Jasa Transfer, Jasa Inkaso, Bank Garansi, menerima zakat, infak, dan sadaqoh (untuk disalurkan).
28
2.1.5 Kesehatan Bank Suatu bank untuk bisa dipercaya oleh nasabah maka bank tersebut haruslah sehat. Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:51) kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan
secara
normal
dan
maupun
memenuhi
semua
kewajibannya dengan baik dengan cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Untuk itu Bank Indonesia selalu berusaha membantu dengan memberikan pembinaan dan pengawasan kepada semua bank yang ada di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan menetapkan bahwa : 1. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. 3. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
29
4. Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan. 5. Bank Indonesia melakukan pemerikasaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. 6. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca dan perhitungan laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu di audit oleh akuntan publik. 7. Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia Retnadi (2005: xiii) memberikan pendapat untuk memiliki bank yang sehat yaitu sebagai berikut : 1. Nasabah perlu melihat apakah bank tersebut memiliki rasio keuangan yang sehat dengan melihat di media massa yang biasanya menampilkan laporan keuangan beserta analisisnya. 2. Nasabah juga harus memilih bank yang dikelola oleh orang-orang yang profesional dengan didukung oleh pemilik yang mempunyai komitmen dan reputasi yang baik.
30
3. Selain itu nasabah juga harus memilih yang mempunyai pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan kita. 4. Nasabah harus berhati-hati terhadap bank yang memberikan bunga yang tidak wajar dari bunga pinjaman atau bunga pasar. Kita jangan mudah tergiur dengan bunga yang tinggi atau hadiah yang terlalu berlebihan atau yang tidak masuk akal. 5. Pastikan memilih bank yang terdaftar menjadi anggota LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) karena jika bank yang kita pilih anggota LPS maka uang kita akan dijamin oleh LPS.
2.1.6 Pengawasan Perbankan Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dalam Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Bab I pasal 1 ayat 1 disebutkan yang dimaksud dengan OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, wewenang pengaturan, pengawasan, pemerikasaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Pada
dasarnya
UU
mengenai
OJK
hanya
mengatur
mengenai
pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Diharapkan dengan dibentuknya OJK ini dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem
31
keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan agar adanya pengaturan juga pengawasan yang terintegrasi. Dalam pasal 6 dari UU No.21 tahun 2011 disebutkan tugas utama dari OJK adalah melakukan pengaturan dan juga pengawasan terhadap kegiatan berikut : Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang : 1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi : Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
32
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); standar akuntansi bank; Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemerikasaan bank. 2. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non Bank) yang meliputi : Menetapkan peraturan dan keputusan OJK Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
33
3. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non Bank) yang meliputi : Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif Melakukan
pengawasan,
pemeriksaan,
penyidikan,
perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu. Melakukan penunjukan pengelola statuter Menetapkan penggunaan pengelola statuter Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
34
2.1.7 Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Meskipun semua bisnis menghadapi ketidakpastian (risiko), lembaga keuangan akan menampilkan suatu ciri khusus atas risiko yang diakibatkan aktivitas mereka. Tujuan lembaga keuangan adalah untuk memperbesar keuntungan dan nilai tambah pemegang saham (stockholder) melalui penyediaan berbagai bentuk layanan keuangan dan perbankan dengan cara mengelola risiko. Risiko yang dihadapi lembaga keuangan dapat dibagi kepada risiko keuangan dan non keuangan. Risiko keuangan terdiri dari risiko pasar dan risiko kredit. Risiko non keuangan tidak terbatas hanya mencakup risiko operasional, risiko regulasi, dan risiko legal (Khan dan Ahmed, 2001:28). Oleh karena itu bank memerlukan serangkaian
prosedur
dan
metodologi
yang
dapat
digunakan
untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha atau manajemen risiko. Bank Indonesia sebagaimana Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8 tahun 2003 mengidentifikasi ada 8 jenis risiko yang melekat pada industri perbankan, yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum (legal), risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan (compliance). Berikut adalah penjelasan singkat mengenai definisi dari masing-masing risiko tersebut sebagaimana diberikan oleh Ghozali (2007:12-19) : 1. Risiko Kredit, adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterpart memenuhi kewajibannya. Risiko ini dapat berasal dari aktifitas fungsional bank (seperti
penyaluran
pinjaman,
treasuri
dan
investasi,
jasa
pembiayaan
35
perdagangan yang tercatat dalam buku bank) maupun berasal dari kinerja debitur yang buruk sehingga gagal menyelesaikan kewajibannya sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. 2. Risiko Pasar, adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Risiko ini sangat berkaitan dengan faktor sistemik di mana terdapat korelasi antara instrumen produk, mata uang, atau pasar (systemic risk atau correlations risk). 3. Risiko Likuiditas, adalah risiko yang timbul akibat ketidakmampuan bank untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo (funding liquidity risk) atau karena suatu transaksi tidak dapat dilaksanakan pada harga pasar yang terjadi (asset liquidity risk). 4. Risiko Operasional, adalah risiko yang timbul akibat ketidakcakapan atau berfungsinya proses internal. Risiko ini dapat bersumber dari kesalahan atau kekurangan manusia, kegagalan sistem pencatatan, pembukuan, dan pelaporan transaksi secara lengkap, benar, dan tepat waktu. Ini juga karena ketidakpatuhan pada ketentuan internal atau regulasi yang berlaku atau perubahan-perubahan regulasi yang mempengaruhi operasional bank. 5. Risiko Hukum, adalah risiko yang timbul akibat kelemahan aspek yuridis atau kelemahan kontrak. Ini dapat berasal dari tuntutan hukum terhadap bank, ketiadaan peraturan perundangan yang mendukung, putusan pengadilan, serta
36
pelanggaran hukum dan perbuatan lainnya oleh karyawan yang dapat menimbulkan kerugian bank. 6. Risiko Reputasi, adalah risiko yang disebabkan oleh publikasi negatif berkaitan dengan bank atau persepsi negatif terhadap bank. 7. Risiko Strategik, adalah risiko yang timbul akibat adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurangnya kepekaan bank terhadap perubahan kondisi lingkungan eksternal. 8. Risiko Kepatuhan, adalah risiko yang timbul akibat ketidakpatuhan bank terhadap peraturan atau perundangan yang berlaku.
2.1.8 Rasio Kinerja Bank Perhitungan kinerja keuangan bank mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Penilaian tingkat kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktorfaktor CAMEL yang terdiri dari :
1. Permodalan (Capital) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minumum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku.
37
b. Komposisi permodalan c. Trend ke depan/proyeksi KPMM d. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank e. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahaan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan) f. Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha. g. Akses kepada sumber permodalan h. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank
2. Kualitas Aset (Asset Quality) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif b. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit c. Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif. d. Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) e. Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif
38
f. Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif g. Dokumentasi aktiva produktif h. Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah
3. Manajemen (Management) Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Manajemen umum b. Penerapan sistem manajemen risiko c. Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Rentabilitas (Earnings) Penilaian pendekatan kuantitaif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Return On Assets (ROA) b. Return On Equity (ROE) c. Net Interest Margin (NIM) d. Biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BOPO) e. Perkembangan laba operasional
39
f. Komposisi portofolio akiva produktif dan diversivikasi pendapatan g. Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya h. Prospek laba operasional
5. Likuiditas (Liquidity) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a. Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan. b. 1-month maturity mismatch ratio c. Loan to Deposit Ratio (LDR) d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti. f. Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA g. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya. h. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK) Dari kelima penilaian tersebut jika disingkat menjadi CAMEL yang digunakan untuk menghitung kinerja suatu bank.
40
Menurut Soediyono (1991, dalam Pikir, 2003:13) rasio keuangan adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara angka keuangan suatu perusahaan satu dengan perusahaan lain yang sejenis, dan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi suatu angka dengan angka yang lain. Menurut Teguh Pudjo Muljono (1990) disebutkan bahwa analisa rasio yang sering digunakan dalam dunia perbankan adalah : 1. Analisa likuiditas, merupakan analisa terhadap kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan, sebagai contoh salah satu yang termasuk didalam analisa likuiditas ini adalah loan to deposit rasio (LDR) yang menggambarkan komposisi antara pinjaman yang diberikan kepada masyarakat terhadap sejumlah dana yang ada pada bank. 2. Analisa solvabilitas, dihubungkan dengan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya, sedangkan analisa rentabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. 3. Analisa rentabilitas, untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dibandingkan dengan modal yang digunakannya.
41
Kemudian akan dijelaskan selanjutnya mengenai rasio-rasio keuangan perbankan yang menjadi komponen-komponen dalam pengukuran tingkat kesehatan bank: a. Rasio Pemodalan (Solvabilitas) Bank pada umumnya dan bank syariah pada khusunya adalah lembaga yang didirikan dengan orientasi laba. Kekuatan aspek permodalan ini memungkinkan terbangunnya kondisi bank yang dipercaya oleh masyarakat. Menurut Johnson dan Johnson (1985, dalam Arifin, 2006:159) modal bank mempunyai tiga fungsi yaitu: 1. Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam hal ini modal berfungsi untuk memberikan perlindungan atas kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. 2. Sebagai dasar bagi penetapan batas maksimum pemberian kredit. Dalam hal ini berkaitan dengan pertimbangan operasional bagi bank sentral sebagai regulator, yang berguna untuk menetapkan batasan maksimum pemberian kredit bagi nasabah. 3. Modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif dalam menghasilkan keuntungan.
42
Oleh karena fungsi modal yang sangat penting bagi bank maka bagaimana bank mencari modal tersebut. Untuk bank umum menurut Hempel (1986, dalam Arifin, 2006:160) sumber permodalannya tediri dari tiga bentuk yaitu: 1. Pinjaman Subordinasi. Dalam bentuk ini terdiri dari semua bentuk kewajiban berbunga yang dibayar kembali dalam jumlah yang pasti dalam jangka waktu tertentu. 2. Saham Preferen 3. Saham Biasa Sedangkan untuk bank syariah terdapat perbedaan dengan bank umum dalam sumber permodalan bank. Menurut Arifin (2006:162) dalam bank syariah terdapat 2 sumber utama modal dalam bentuk syariah yaitu: 1. Modal inti (core capital) yang memiliki arti modal yang berasal dari pemilik bank tersebut. Dan modal ini bisa berupa modal yang disetor para pemegang saham, cadangan dan laba ditahan. 2. Kuasi ekuitas yang memiliki arti dana-dana yang tercatat dalam rekening-rekening bagi hasil. Dalam menilai tingkat kecukupan modal suatu bank dapat dinyatakan dalam rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) atau sering disingkat dengan CAR. Menurut Arifin (2006:162) terdapat 2 cara yang bisa dilakukan untuk menghitung CAR yaitu dengan cara membandingkan modal dengan danadana pihak ketiga dan membandingkan modal dengan aktiva berisiko. Cara yang
43
kedua inilah yang dewasa ini menjadi kesepakatan BIS (Bank for International Settlements) yaitu organisasi bank sentral dari negara-negara maju yang disponsori oleh Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Eropa Barat dan Jepang. Kesepakatan itu merupakan hasil dari pengamatan para ahli perbankan Negaranegara maju yang sudah termasuk para pakar IMF dan World Bank. Hasil kesepakatan tersebut didukung oleh beberapa indikasi yaitu: 1. Krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran arus peredaran uang Internasional. 2. Persaingan yang tidak fair antara bank di Jepang dengan bank-bank Amerika dan Eropa di Pasar Uang Internasional. Bank-bank Jepang memberikan pinjaman amat lunak karena ketentuan CAR di Jepang amat lunak yaitu antara 2% sampai 3% saja. 3. Terganggunya
situasi
pinjaman
Internasional
yang
berakibat
terganggunya perdagangan Internasional. Berdasarkan indikasi tersebut BIS menetapkan ketentuan CAR yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia sebagai aturan main dalam kompetisi yang fair di pasar keuangan global, yaitu rasio minimum 8% permodalan terhadap aktiva beresiko. Atas standar yang diberikan oleh BIS maka Bank Indonesia juga mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
44
Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank adalah sebagai berikut: 1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos aktiva neraca tersebut. 2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut. 3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif 4. Rasio modal dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti + modal pelengkap) dan modal ATMR. Rasio tersebut dirumuskan sebagai berikut: CAR = Modal Bank / Total ATMR 5. Hasil
perhitungan
tersebut,
kemudian
dibandingkan
dengan
penyediaan modal minimum (sebesar 8%).
b. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 (dalam Rindawati, 2007) tentang Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan :
45
1. Prospek usaha 2. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur 3. Kemampuan membayar Berdasarkan analisis dan penilaian terhadap faktor penilaian mengenai prospek
usaha,
kinerja
debitur,
kemampuan
membayar
dengan
mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas kredit ditetapkan menjadi : 1. Lancar (pass) 2. Dalam perhatian khusus (special mention) 3. Kurang lancar (sub standard) 4. Diragukan (doubtful) 5. Macet (loss) Aktiva produktif bermasalah (NPL) merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Besarnya NPL dapat dirumuskan sebagai berikut : NPL = Total Kredit Bermasalah / Total Seluruh Kredit c. Rasio Rentabilitas (Earnings) Analisa rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian adalah Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).
46
1. Return on Assets (ROA) Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. Rumus yang digunakan adalah : ROA = Laba Bersih / Total Aktiva 2. Return on Equity (ROE) ROE adalah perbandingan antara laba bersih bank dengan modal sendiri. Rasio dapat dirumuskan sebagai berikut : ROE = Laba Bersih / Modal Sendiri Rasio ini banyak diamati oleh para pemegang saham bank (baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru) serta para investor di pasar modal yang ingin membeli saham bank yang bersangkutan (jika bank tersebut telah go public). Dengan demikian rasio ROE merupakan indikator penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden.
47
Teguh Pudjo Mulyono (1990:85) mengilustrasikan bentuk lain perhitungan ROE dalam skema sebagai berikut :
Net Income
Profit Margin
Gross Op Income
Return On Asset
Gross Op Income Asset Utilization Total Asset
Return On Equity Total Asset
Earning Asset Cash Asset Fixed asset
Equity Multiplie r Prefered Stock Commond Stock Total Equity Surplus Undevided Profit
Gambar 2.1 Skema ROE Sumber : Teguh Pudjo Mulyono (1990:85)
48
d. Rasio Efisiensi (Rasio Biaya Operasional) Rasio biaya operasional (BOPO) digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Semakin rendah rasio BOPO, maka baik dan efisien bank dalam operasionalnya. Sebaliknya semakin besar nilai BOPO maka semakin buruk bank dalam operasionalnya bahkan apabila rasio BOPO lebih dari 100% berarti bank tersebut mengalami kerugian. BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Di sini dilihat seberapa besar biaya operasional bank tersebut dan pendapatan bank tersebut. Rasio ini digunakan untuk melihat efisiensi karena membandingkan sebesar apa biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan. Untuk merumuskannya adalah sebagai berikut: BOPO = Biaya Operasional / Pendapatan Operasional
e. Rasio Likuiditas (Likuidity) Pada tahun 1998 banyak bank yang mengalami likuidasi oleh bank Indonesia. Bank-bank tersebut dinyatakan memiliki tingkat likuiditas yang rendah sehingga Bank Indonesia harus menglikuidasi bank-bank tersebut. Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan dapat memenuhi kewajibankewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua depositnya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.
49
Menurut Pikir (2003) Rasio likuiditas ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kemampuan bank tersebut mampu membayar kewajiban jangka pendek antara bank berupa kewajiban call money, dan kewajiban simpanan kepada pihak ketiga. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (Loan to Deposit Ratio) atau sering disingkat LDR. LDR merupakan perbandingan antara Kredit yang diberikan dengan dana pihak ketiga atau sebagai berikut : Kredit yang Diberikan LDR = Dana Pihak Ketiga
2.2 Penelitian Terdahulu Penilaian tingkat kesehatan bank secara kuantitatif dilakukan terhadap 5 faktor, yaitu faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning), dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL. Penelitian tentang kinerja bank antara bank syariah dan bank konvensional sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain: 1. Rindawati (2007), melakukan penelitian dengan membandingkan keuangan kinerja perbankan syariah dengan perbankan konvensional dengan menggunakan data keuangan bank periode 2001 sampai dengan tahun 2007 dengan menggunakan perhitungan analisis CAMEL. Subyek yang diambil oleh Rindawati untuk bank syariah adalah Bank Muamalat Indonesia dan Bank Mandiri Syariah dan untuk bank konvensionalnya Rindawati (2007) mengambil bank BPD Aceh,
50
BPD DKI, BPD Kalimantan Timur, BPD Sumatera Utara, Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Bank Mizuho Indonesia dengan tata triwulan periode Juni 2001 sampai Maret 2007. Penelitian tersebut memberikan hasil ternyata bank syariah memiliki kinerja yang lebih baik daripada bank konvensional. Tetapi bank konvensional yang dijadikan perbandingan memiliki taraf yang masih kecil dibandingkan dengan bank syariah yang digunakan sampel dalam penelitian tersebut. 2. Rubitoh (2003), melakukan penelitian dengan membandingkan kinerja keuangan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dengan enam bank konvensional selama 1997-2001. Kriteria yang digunakan dalam penelitian itu adalah RORA (profitabilitas), CAR (rasio kecukupan modal), LDR (rasio penyaluran terhadap dana pihak ketiga), FBI, NNRF, hasil kredit, dan produktifitas karyawan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara umum kinerja keuangan bank syariah lebih baik, walaupun ada juga kinerja bank syariah di bawah bank konvensional. Bahkan perkembangan bank syariah mencapai 53 persen, sedangkan bank konvensional hanya lima persen. 3. Sabi (1996), melakukan penelitian perbandingan kinerja bank antara bank domestik dengan bank asing pada masa transisi menuju ekonomi yang berorientasi pasar (market-oriented economy) di Hungaria periode 1992-1993. Ukuran kinerja yang digunakan adalah rasio keuangan yang dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu profitabilitas, likuiditas dan komitmen terhadap ekonomi domestik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, dibanding dengan bank lokal,
51
profitabilitas bank asing lebih tinggi, tingkat likuiditas dan penyaluran kredit berisiko lebih kecil. 4. Samad dan Hasan (2000) melengkapi penelitian Sabi (1996) dengan menggabungkan metode inter-temporal dan inter-bank. Metode inter temporal digunakan untuk membandingkan kinerja Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada awal dan akhir pendiriannya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ROA dan ROE akhir periode lebih baik dibandingkan awal periode. Metode interbank digunakan untuk membandingkan kinerja BIMB dengan 8 bank konvensional di Malaysia selama periode 1984-1997. Hasilnya menunjukkan bahwa BIMB mempunyai likuiditas relatif lebih baik dan risiko kecil dibandingkan 8 bank konvensional. 5.
Chantapong
(2003),
merujuk
dari
penelitian
Manijeh
Sabi
untuk
membandingkan kinerja bank domestik dengan bank asing di Thailand setelah krisis keuangan melanda Asia Tenggara pada tahun 1997. Data yang digunakan adalah rasio keuangan yang dihitung berdasarkan neraca keuangan dan laporan laba/rugi dari kedua kelompok bank selama periode 1995-2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank asing mempunyai tingkat profitabilitas lebih tinggi dibandingkan bank domestik. Namun demikian angka profitabilitas semua bank menunjukkan peningkatan selama pascakrisis. Studi tersebut juga membuktikan bahwa perbedaan bank asing dan bank domestik dimasa setelah krisis menjadi semakin kecil atau bahkan tidak ada.
52
2.3 Rerangka Berpikir Dalam menganalisis perbedaan kinerja bank antara bank konvensional dengan bank syariah dilakukan dengan meneliti rasio-rasio CAMEL dan kemudian memasukkan nilai rasio ke dalam program SPSS untuk Uji T atau MannWhitney Perbankan
Bank Konvensional
Bank Syariah
Kinerja
Kinerja
CAMEL
CAMEL
Perbedaan
Uji T atau Mann Whitney U Gambar 2.2 Rerangka Berpikir
53
2.4 Hipotesis Penelitian Bank syariah merupakan bank yang berdasarkan atas asas Islam berbeda dengan bank konvensional yang ada saat ini. Kedua jenis bank ini pun memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang membuat nasabah harus lebih pintar memilih untuk menginvestasikan uang mereka. Karena persaingan yang begitu ketat dalam dunia perbankan maka bank Indonesia menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan tentang kesehatan bank ini, menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:52) mengharapkan bank selalu dalam keadaan sehat sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan adanya sistem bagi hasil yang digunakan oleh bank syariah bisa menarik pangsa pasar yang awalnya nasabah dari bank konvensional menjadi nasabah bank syariah. Sistem bagi hasil dari bank syariah berbeda dengan sistem bunga yang ada di bank konvensional. Dari bagi hasil tersebut menarik banyak peminjam dana yang dulunya meminjam dana di bank konvensional berpindah ke bank syariah, karena meminjam dana di bank syariah lebih menguntungkan daripada bank konvensional. Akibatnya terjadi pergeseran segmen pasar dari bank konvensional ke bank syariah dan membuat operasional bank syariah bisa meningkat. Dari pergeseran ini diperkirakan adanya perbedaan kinerja antara bank syariah dan bank konvensional. Maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
54
H1 : Terdapat perbedaan tingkat permodalan antara bank konvensional dengan bank syariah periode 2010–2012 H2 : Terdapat perbedaan kualitas aktiva produktif antara bank konvensional dengan bank syariah periode 2010–2012 H3 : Terdapat perbedaan efisiensi usaha dan profitabilitas antara bank konvensional dengan bank syariah periode 2010–2012 H4 : Terdapat perbedaan biaya operasional antara bank konvensional dengan bank syariah periode 2010–2012 H5 : Terdapat perbedaan tingkat likuiditas antara bank konvensional dan bank syariah periode 2010–2012 H6 : Terdapat perbedaan kinerja antara bank konvensional dengan bank syariah yang signifikan secara keseluruhan selama periode 2010–2012.