BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Perbankan Secara Umum Ketika tingkat kehidupan makin kompleks maka pelaku ekonomi dan
rakyat memerlukan lembaga yang dapat menawarkan tempat untuk menyimpan uang selain dari disimpan di rumah. Sistem ekonomi yang modern memerlukan agar uang tersebut disimpan di lembaga yang memperoleh kepercayaan dari rakyat yang memiliki uang itu. Lembaga seperti ini dikenal dengan nama bank. Peranan perbankan sebagai leading the development dalam memajukan aktivitas perekonomian suatu negara sangatlah besar. Peran strategis bank adalah sebagai sarana yang mampu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke arah peningkatan taraf hidup rakyat. Hampir seluruh sektor
yang
berhubungan
dengan
berbagai
aktivitas
keuangan
selalu
membutuhkan jasa bank. Kebutuhan
akan
perbankan
merupakan
refleksi
dari
dinamika
perekonomian suatu negara. Keberhasilan suatu negara tidak terlepas dari kemampuan bank sebagai lembaga perantara keuangan dalam menyalurkan dana yang dihimpunnya ke sektor riil. Aktivitas sektor riil berkembang seiring dengan lancarnya fungsi perbankan dalam menyalurkan dana yang berhasil dihimpunnya dari masyarakat. Perkembangan sektor riil akan meningkatkan kualitas hidup rakyat dalam suatu negara dan menciptakan kestabilan makroekonomi sehingga terdapat
satu
asumsi
umum
bahwa
keberhasilan
suatu
negara
dalam
menyejahterakan rakyatnya dapat dilihat dari kondisi perbankan pada negara tersebut.
2.1.1. Definisi Bank Secara sederhana bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 Revisi 2001 disebutkan definisi bank sebagai berikut: “Bank adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.” Sedangkan pengertian bank menurut Kasmir (2003:2) adalah sebagai berikut: ”Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.” Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bank pada umumnya adalah sebuah lembaga atau perusahaan yang aktivitasnya menghimpun dana berupa giro, deposito tabungan dan simpanan yang lain dari pihak
pihak
yang
kelebihan
dana
(surplus
spending
unit)
kemudian
menempatkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit spending unit) melalui penjualan jasa keuangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.
2.1.2.
Jenis-Jenis dan Kegiatan Usaha Bank Bank dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu: a. Bank Umum didefinisikan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Bank umum melaksanakan seluruh fungsi perbankan yaitu menghimpun dana, menempatkan dana dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. b. Bank Perkreditan Rakyar didefinisikan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Bank ini seperti bank umum, namun wilayah operasinya sangat terbatas di wilayah tertentu misalnya kabupaten saja. BPR tidak diperbolehkan mengikuti kliring atau terlibat dalam transaksi giral. Dengan demikian penghimpunan dana hanya boleh dilakukan dalam bentuk tabungan dan deposito. Secara umum BPR memiliki kegiatan usaha yang lebih terbatas dibandingkan Bank Umum. Bank umum dapat menghimpun dana dalam bentuk simpanan dari masyarakat berupa giro, tabungan dan deposito, sedangkan BPR tidak boleh menghimpun dana dalam bentuk giro dan juga tidak boleh ikut serta dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum dapat melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, sedangkan BPR tidak diperbolehkan. Bank umum dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan, sedangkan BPR tidak diperkenankan. Dalam hal melakukan usaha perasuransian, BPR dan Bank Umum sama-sama tidak diperbolehkan.
2.2.
Tinjauan Umum Bank Syariah Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic
Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan ini tidak dapat dipisahkan dari asal-usul sistem perbankan syariah itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan Muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi) dan gharar (ketidakjelasan).
2.2.1. Definisi Bank Syariah Bank Islam atau Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga menurut Muhammad (2005; 13), adalah: ”Lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur`an dan Hadits Nabi SAW atau dengan kata lain lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintaspembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.” Triandaru dan Budisantoso (2006; 153)
berpendapat bahwa Bank
Syariah adalah: ”Bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.” Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al-Qur`an dan Sunnah Rasul Muhammad SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba.
2.2.2. Kegiatan Usaha Bank Syariah 2.2.2.1.Prinsip Kegiatan Usaha 1. Prinsip Simpanan Murni (al-Wadi`ah) Akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang. Berdasarkan jenisnya, Wadi`ah terdiri dari Wadi`ah Yad Amanah dan Wadi`ah Yad Dhamanah. 2. Bagi Hasil (Syirkah) Syirkah adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat
terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. 3. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan. Implikasinya dapat berupa: Murabahah, Salam dan Istishna. 4. Prinsip Sewa (al-Ijarah) Prinsip ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Ijarah Sewa murni seperti halnya dalam penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu yang telah disepakati kepada nasabah. b. Ijarah al Muntahiya bit Tamlik Ijarah al Muntahiya bit Tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa memiliki hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease). 5. Prinsip Jasa/Fee Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Transfer dan lain-lain.
2.2.2.2. Produk Operasional Bank Syariah Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada
mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Secara garis besar, pengembangan produk bank syariah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Produk Penghimpunan Dana a. Prinsip Wadi`ah Al-wadi`ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan Al-Wadi`ah untuk tujuan giro dan tabungan berjangka. Prinsip Wadi`ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, di mana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai peminjam. Prinsip ini dikembangkan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif. b. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. c. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi. d. Ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Prinsip Mudharabah Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shahibul maal dan bank sebagai mudharib. Dana digunakan bank
untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Jika terjadi kerugian maka bank bertanggungjawab atas kerugian yang terjadi. Rukun Mudharabah: a. Ada pemilik dana b. Ada usaha yang akan dibagi-hasilkan c. Ada nisbah d. Ada ijab kabul e. Aplikasi prinsip mudharabah: f. Tabungan berjangka g. Deposito berjangka Berdasarkan kewenangan, prinsip mudharabah: 1. Mudharabah mutlaqah Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Ketentuan umum: a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan dan atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana, yang dicantumkan dalam akad. b. Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan deposito kepada deposan. c. Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, namun tidak diperkenankan mengalami saldo negatif. d. Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh
tempo akan diperlakukan sama dengan deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru. e. Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan deposito atau tabungan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. 2. Mudharabah Muqayadah on Balance Sheet Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Karakteristik jenis simpanan ini: a. Pemilik dana wajib menetapkan syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank. b. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keuntungan. c. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lain. d. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan deposito kepada deposan. 3. Mudharabah Muqayadah off balance sheet Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana usahanya. Karakteristiknya: a. Sebagai tanda bukti simpanan, bank menerbitkan bukti simpanan khusus. b. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya.
c. Rekening khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening administrasi. d. Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik dana. e. Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. f. Antara pemilik dana dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.
2. Produk Penyaluran Dana Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu: 1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. 2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa. 3. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. a. Prinsip Jual Beli (Tijaroh) Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut: 1. Pembiayaan Murabahah; Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh. 2. Salam (jual beli barang yang belum ada). Pembayaran tunai, barang diserahkan tangguh. Bank sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual. Dalam transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. Ketentuan Umum dalam Bai Salam: Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam,ukuran, mutu dan jumlahnya.
Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, nasabah harus bertanggungjawab. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan, maka bank dimungkinkan melakukan akad salam pada pihak ketiga (pembeli kedua). 3. Istishna, jual beli seperti akad salam namun pembayarannya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Ketentuan Umum: a. Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. b. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. c. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
b. Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah munthhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpiindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
c.
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Prinsip
bagi
hasil
untuk
produk
pembiayaan
di
bank
syariah
dioperasionalkan dengan pola-pola sebagai berikut: 1. Musyarakah, adalah kerjasama dalam suatu usaha oleh dua pihak.
Ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut: a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. b. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. 2. Mudharabah, kerjasama dengan mana shahibul mal memberikan dana 100% kepada mudharib yang memiliki keahlian. Ketentuan umum dalam akad mudharabah adalah sebagai berikut: a. Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. b. Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: 1. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang dispakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana. 2. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi. 3. Mudharabah Muqayadah, pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas. Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal.
3. Produk Jasa Akad pelengkap dikembangkan sebagai akad pelayanan jasa. Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut: 1. Alih Utang-Piutang (Al-Hiwalah), transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktik perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. 2. Gadai (Rahn), untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria: (a) Milik nasabah sendiri; (b) Jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar; (c) Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. 3. Al-Qardh, pinjaman kebaikan. Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat,infaq dan shadaqah. 4. Wakalah. Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti: transfer. 5. Kafalah, bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank dapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.
2.2.2.3. Teknik Bagi Hasil Jika dalam mekanisme ekonomi konvensional menggunakan instrumen bunga, maka dalam mekanisme ekonomi Islam dengan menggunakan instrumen bagi hasil. Salah satu karakteristik bank syariah adalah adanya mekanisme bagi hasil. Bagi hasil menurut terminologi asing dikenal dengan profit sharing. Pada mekanisme bank syariah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk-produk penyertaan,
baik penyertaan menyeluruh maupun sebagian-
sebagian atau bentuk bisnis koorporasi (kerjasama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis yang disebutkan tadi, harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek. Keuntungan yang dibagihasilkan harus dibagi secara proporsional antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian, semua pengeluaran rutin yang berkaitan dengan bisnis mudharabah, bukan untuk kepentingan pribadi mudharib, dapat dimasukkan ke dalam biaya operasional. Keuntungan harus dibagi antara shahibul maal dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan equity shahibul maal telah dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian akan dianggap sebagai pembagian keuntungan di muka.
2.2.3. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Bank syariah sebagai bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah atau prinsip agama Islam tentunya memiliki banyak perbedaan jika dibandingkan dengan bank konvensional, perbedaan yang paling mendasar dari bank konvensional dengan bank syariah antara lain sebagai berikut: Tabel 2.1 Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Bank Syariah Berinvestasi pada usaha yang halal
Bank Konvensional Bebas nilai
Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee
Sistem bunga
Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha
Besarannya tetap
Profit dan falah oriented
Profit oriented
Pola hubungan kemitraan
Hubungan kreditur-debitur
Ada Dewan Pengawas Syariah
Tidak ada lembaga sejenis
2.2.4. Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil merupakan ciri utama dalam perbankan syariah sering menjadi bahan pertanyaan dan selalu dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional. Bagi hasil, sering disebut sebagai pengganti nama bunga, padahal pada kenyataannya bunga dan bagi hasil tidaklah sama, tabel berikut membandingkan sistem bagi hasil dan sistem bunga: Tabel 2.2 Perbandingan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil Bunga
Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada
Penentuan besarnya rasio bagi hasil
waktu akad dengan asumsi
dibuat waktu akad dengan
harus selalu untung
berpedoman pada kemungkinan untung rugi
Besarnya persentase
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
berdasarkan pada jumlah uang
pada jumlah keuntungan yang
(modal) yang dipinjamkan
diperoleh
Pembayaran bunga tetap
Bagi hasil tergantung pada
seperti yang dijanjikan tanpa
keuntungan proyek yang dijalankan.
pertimbangan apakah proyek
Jika usaha merugi, kerugian akan
yang dijalankan oleh pihak
ditanggung bersama oleh kedua pihak
nasabah untung atau rugi Jumlah pembayaran bunga
Jumlah pembagian laba meningkat
tidak meningkat sekalipun
sesuai dengan peningkatan jumlah
jumlah keuntungan berlipat
pendapatan
atau keadaan ekonomi sedang “booming”
2.2.5. Dual System Bank Pemberlakuan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 1992 tentang Perbankan telah memberikan kesempatan yang luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah. Selain itu UU No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia telah menugaskan kepada Bank Indonesia untuk mempersiapkan perangkat
peraturan
dan
fasilitas-fasilitas
penunujang
yang
mendukung
operasional bank syariah. Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar 2 sistem perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di tingkat mikro, setiap bank konvensional mengkonversikan dirinya secara total menjadi bank syariah, atau dapat pula melakukan dua kegiatan sekaligus, kegiatan berbasis bunga dan kegiatan perbankan syariah. Bagi yang mengkonversikan banknya menjadi perbankan syariah, maka seluruh mekanisme kerjanya mengikuti prinsip-prinsip perbankan syariah, sedangkan bagi yang melakukan kedua-duanya, maka mekanisme kerjanya diatur sedemikian rupa, terutama yang menyangkut interaksi antara kegiatan yang berbasis bunga dengan kegiatan yang bebas bunga, sehingga keduanya dapat dipisahkan secara jelas. Beberapa persamaan dan perbedaan dual system bank dengan bank syariah tunggal adalah sebagai berikut: a. Berbeda dengan bank dual system bank yang dapat melakukan kedua sistem kegiatan usaha perbankan, yaitu kegiatan usaha secara konvensional dan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, bank syariah tunggal hanya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. b. Tidak seperti yang diwajibkan bagi bank dengan dual system bank, bank syariah tidak harus mencantumkan kata ”syariah” dalam setiap penulisan nama kantor cabang. Bank syariah tunggal mencantumkan kata-kata syariah sebagai bagian dari nama kantor pusatnya. c. Bank syariah tunggal tidak membentuk Unit Usaha Syariah (UUS), sedangkan bank dengan dual system bank harus membentuk UUS. d. Bank syariah tunggal menggunakan seluruh modalnya untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh karena itu tidak harus menyisihkan modal kerjanya untuk keperluan kantor-kantor cabangnya sebagaimana diwajibkan bagi bank dengan dual system bank.
e. Berbeda dengan dual system bank, bank syariah tunggal hanya wajib memelihara satu rekening giro dalam rupiah dan satu rekening giro valuta asing pada Bank Indonesia. f. Baik bank syariah tunggal maupun bank dengan dual system bank wajib memiliki DPS. g. DPS adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan. Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah. h. Tugas utama DPS adalah mengawasi jalannya operasional bank seharihari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.
2.3.
Laporan Keuangan
2.3.1. Definisi Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang disebut siklus akuntansi. Laporan keuangan menunujukkan posisi sumber daya yang dimiliki oeh perusahaan selama satu periode. Selain itu, laporan keuangan juga menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Alminsyah dan Padji (2002:225) laporan keuangan adalah sebgai berikut: ”Laporan yang dirancang untuk para pembuat keputusan baik di dalam maupun di luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan.”
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31, laporan keuangan bank konvensional terdiri atas: a. Neraca Neraca adalah laporan tentang posisi keuangan bank pada tanggal tertentu seperti yang tertera dalam neraca. Jadi, kondisi yang dijelaskan dalam neraca adalah kondisi pada tanggal tertentu. b. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi merupakan akumulasi aktivitas yang berkaitan dengan pendapatan dan biaya selama periode waktu tertentu, misalnya bulanan atau tahunan. c. Laporan Arus Kas Laporan arus kas menggambarkan perputaran uang (kas dan bank) selama periode tertentu, misalnya bulanan atau tahunan. Laporan arus kas terdiri dari kas yang berasal dari kegiatan operasional, kas yang berasal dari kegiatan investasi dan kas yang berasal dari kegiatan pendanaan. d. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan perubahan ekuitas menjelaskan perubahan modal, saldo laba dan agio/disagio. Laporan ini menggambarkan saldo dan perubahan hak pemilik yang melekat pada perusahaan. e. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan adalah penjelasan umum tentang perusahaan, kebijakan akuntansi yang dianut dan penjelasan tiap-tiap akun neraca dan laba rugi. Laporan keuangan bank syariah memiliki komponen-komponen laporan keuangan yang sama dengan laporan keuangan bank konvensional akan tetapi pada bank syariah terdapat komponen-komponen laporan keuangan lain yang tidak terdapat pada bank konvensional, berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 Revisi 2003 adalah sebagai berikut: a. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat Laporan keuangan yang meenggambarkan perubahan dalam investasi terbatas yang dikelola oleh bank Islam untuk kepentingan masyarakat.
b. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak dan Shadaqah Laporan keuangan yang meenggambarkan sumber dan penggunaan dana zakat serta dana sosial. c. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan Laporan keuangan yang meenggambarkan sumber dan penggunaan dana Qardhul Hasan.
2.3.2. Fungsi dan Tujuan Laporan Keuangan Fungsi laporan keuangan berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas adalah sebagai alat pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan oleh pengurus perusahaan selain itu laporan keuangan juga berfungsi untuk memprediksi harga saham, memprediksi arus kas dan alat pengambilan keputusan masa depan. Sebagai alat pertanggungjawaban, laporan keuangan wajib disampaikan kepada pemilik. Namun dengan semakin besar keterlibatan pihak lain, maka laporan keuangan menjadi bagian penting informasi kepada pihak lain non pemilik, seperti kreditor, supplier, pemerintah, karyawan dan lain sebagainya. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Selain itu, laporan keuangan juga dapat menurunkan information asymmetry yaitu kondisi di mana informasi yang dimiliki oleh satu pihak lebih banyak dibandingkan dengan pihak lainnya. Informasi tentang perusahaan yang dimiliki oleh Direksi lebih banyak ketimbang informasi yang dimiliki oleh pemilik, sehingga dengan adanya laporan keuangan, informasi akan tersebar secara merata antara pengelola dan pemilik perusahaan.
2.3.3. Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya adalah suatu cara untuk mengetahui tingkat profitabilitas dan tingkat kesehatan suatu perusahaan.
Teknik analisis yang digunakan adalah analisis rasio dan analisis persentase
yang
memungkinkan
untuk
mengidentifikasi,
mengkaji
dan
merangkum hubungan-hubungan yang signifikan dari data keuangan perusahaan. Untuk mengevaluasi kinerja dan kondisi keuangan perusahaan, analis keuangan dan pemakai laporan keuangan harus melakukan analisis terhadap kesehatan perusahaan. Alat yang biasa digunakan adalah rasio keuangan. Dalam analisis rasio, ada dua jenis perbandingan yang digunakan yaitu perbandingan internal dan perbandingan eksternal. Perbandingan internal yaitu membandingkan rasio saat ini dengan rasio masa lalu dan rasio yang akan datang dari perusahaan yang sama. Jika rasio keuangan ini diurutkan dalam jangka waktu beberapa tahun atau periode, pemakai dapat melihat kecenderungan rasio keuangan yang menunjukkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan. Sedangkan perbandingan eksternal adalah membandingkan rasio keuangan perusahaan dengan rasio perusahaan lain yang sejenis atau dengan rata-rata industri pada titik yang sama. Perbandingan ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang kondisi dan kinerja perusahaan relatif dan membantu mengidentifikasi penyimpangan dari rata-rata atau standar industri. Jenis-jenis rasio keuangan yang digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan perusahaan diantaranya adalah rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan rasio neraca aktivitas.
2.4.
Kinerja Kinerja suatu perusahaan merupakan tolak ukur bagi para pemegang
kepentingan dalam mengambil keputusan. Kinerja dapat diartikan sebagai pencapaian perusahaan baik dalam bentuk efisiensi, laba, penjualan dan lain sebagainya akibat dari kegiatan operasional perusahaan. Sedangkan pengertian kinerja menurut Aliminsyah dan Padji (2005:215) adalah sebagai berikut: ”Kinerja adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, sering dengan referensi pada sejumlah standar seperti biayabiaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.”
Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya. Menurut Mulyadi (2001:415-416) : “Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya”. Dari laporan keuangan dapat dilihat performa suatu perusahaan, kondisi keuangan dan hasil-hasil yang dicapai selama periode tertentu. Hal-hal itu dapat diketahui dengan melakukan analisis laporan keuangan. Dari hasil analisis laporan keuangan dapat dilihat prestasi dan kelemahan yang dimiliki perusahaan sehingga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Kinerja suatu perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan menjadi salah satu aspek yang diperhatikan oleh pemakai laporan keuangan. Oleh karena itu manajer harus berusaha meningkatkan kinerjanya. Dengan analisis laporan keuangan dapat dinilai sejauh mana kinerja perusahaan. Informasi tersebut akan berguna untuk pengambilan keputusan. Kinerja keuangan perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi para stakeholders. Oleh karena itu manajemen harus selalu berusaha untuk meningkatkan kinerjanya dari waktu ke waktu. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Kinerja perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan. 2. Kinerja
perusahaan
merupakan
informasi
yang
dibutuhkan
stakeholders untuk pengambilan keputusan. 3. Dari hasil analisis laporan keuangan maka manajemen juga akan terbantu untuk memutuskan langkah apa yang harus diambil untuk perbaikan di masa yang akan datang.
2.5.
Arsitektur Perbankan Indonesia Kinerja perbankan merupakan kepentingan banyak pihak, baik pihak
masyarakat, pemerintah maupun lembaga otoritas moneter, maka dari itu Bank Indonesia berupaya untuk menggerakan industri perbankan Indonesia ke arah yang lebih baik melalui implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia. Definisi Arsitektur Perbankan Indonesia berdasarkan
Ketentuan Bank
Indonesia adalah: “Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.” Bank Indonesia merumuskan kriteria-kriteria bank yang memiliki kinerja baik melalui Arsitektur Perbankan Indonesia diantaranya adalah sebagai berikut: a. Memiliki modal inti lebih besar dari Rp 100 Miliar; b. Memiliki rasio kewajiban pemenuhan modal minimum (CAR) sebesar 10%; c. Memiliki kemampuan untuk tumbuh secara berkesinambungan yang tercermin dari profitabilitas yang baik. Hal ini tercermin dari rasio Return on Asset (ROA) minimal 1,5%, rasio Return on Equity (ROE) minimal 13% dan rasio BOPO maksimal 92%. d. Berperan dalam mendukung fungsi intermediasi perbankan guna mendorong pembangunan ekonomi nasional yang tercermin dari pertumbuhan ekspansi kredit sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekspansi kredit secara riil minimum 22% per tahun atau LDR minimum 50% dan LDR maksimum sebesar 115% dan rasio Non Performing Loan di bawah 5%.
2.6.
Tingkat Kesehatan Bank Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi
semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Dengan semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko, bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional bank. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penelitian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehatihatian (prudential banking) dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank yang beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang betul-betul sehat.
2.6.1. Tingkat Kesehatan Bank Konvensional Menurut SE Direksi BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, penilaian tingkat kesehatan bank konvensional mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari: a. Permodalan (Capital) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 7. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku; 8. Komposisi permodalan;
9. Trend ke depan/proyeksi KPMM; 10. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan modal bank; 11. Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan); 12. Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; 13. Akses kepada sumber permodalan; dan 14. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan. b. Kualitas aset (asset quality) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1.
Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan total aktiva produktif;
2.
Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
3.
Perkembangan aktiva produktif bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4.
Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5.
Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
6.
Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
7.
Dokumentasi aktiva produktif; dan
8.
Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
c. Manajemen (management) Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1.
Manajemen umum;
2.
Penerapan sistem manajemen risiko; dan
3.
Kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta
4.
Komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
d. Rentabilitas (earnings) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: 1.
Return on assets (ROA);
2.
Return on equity (ROE);
3.
Net interest margin (NIM);
4.
Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
5.
Perkembangan laba operasional;
6.
Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;
7.
Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan
8.
Prospek laba operasional.
e. Likuiditas (liquidity) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1.
Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva
2.
Likuid kurang dari 1 bulan;
3.
1-month maturity mismatch ratio;
4.
Loan to Deposit Ratio (LDR);
5.
Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
6.
Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
7.
Kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
8.
Kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang,
pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan 9.
Stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga; 2. Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan 3. Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
2.6.2. Tingkat Kesehatan Bank Syariah Menurut SE Direksi BI No.9/24/DPbS tanggal 30 Oktober 2007, penilaian tingkat kesehatan bank syariah mencakup penilaian terhadap faktorfaktor yang terdiri dari: 1.
Pemodalan (Capital) Penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur risiko yang muncul. Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), merupakan rasio utama; b. Kemampuan modal inti dan Penyisihan Pengahapusan Aktiva Produktif (PPAP) dalam mengamankan risiko hapus buku (write off), merupakan rasio penunjang;
c. Kemampuan modal inti untuk menutup kerugian pada saat likuidasi, merupakan rasio penunjang; d. Trend/pertumbuhan KPMM, merupakan rasio penunjang; e. Kemampuan internal bank untuk menambah modal, merupakan rasio penunjang; f. Intensitas fungsi keagenan bank syariah, merupakan rasio pengamatan (observed); g.
Modal inti dibandingkan dengan dana mudharabah, merupakan rasio pengamatan (observed)
h. Deviden Pay Out Ratio, merupakan rasio pengamatan (observed); i. Akses
kepada
sumber
permodalan
(eksternal
support),
merupakan rasio pengamatan (observed); j. Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan bank, merupakan rasio pengamatan (observed). 2.
Kualitas Aset (Asset Quality) Penilaian kualitas aset
dimaksudkan untuk menilai kondisi aset
bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul. Penilaian
kuantitatif
faktor
kualitas
aset
dilakukan
dengan
melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas aktiva produktif bank, merupakan rasio utama; b.
Risiko konsentrasi penyaluran dana kepada debitur inti, merupakan rasio penunjang;
c.
Kualitas penyaluran dana kepada debitur inti, merupakan rasio penunjang;
d.
Kemampuan bank dalam menangani / mengembalikan aset yang telah dihapusbuku, merupakan rasio penunjang;
e.
Besarnya penunjang;
Pembiayaan
non
performing,
erupakan
rasio
f.
Tingkat Kecukupan Agunan, merupakan rasio pengamatan (observed);
g.
Proyeksi / perkembangan kualitas aset produktif, merupakan rasio pengamatan;
h. Perkembangan/trend
aktiva
produktif
bermasalah
yang
direstrukturisasi, merupakan rasio pengamatan (observed). 3.
Rentabilitas (Earnings) Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a.
Net operating margin (NOM), merupakan rasio utama;
b.
Retutn on assets (ROA), merupakan rasio penunjang;
c.
Rasio efisiensi kegiatan operasional (REO), merupakan rasio penunjang;
d.
Rasio Aktiva Yang Dapat Menghasilkan Pendapatan, merupakan rasio penunjang;
e.
Diversifikasi pendapatan, merupakan rasio penunjang;
f.
Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO) merupakan rasio penunjang;
g.
Net structural operating margin, merupakan rasio pengamatan (observed);
h.
Return on equity (ROE), merupakan rasio pengamatan (observed);
i.
Komposisi
penempatan
dana
pada
surat
berharga/pasar
keuangan, merupakan rasio pengamatan (observed); j.
Disparitas imbal jasa tertinggi dengan terendah, merupakan rasio pengamatan (observed);
k.
Pelaksanaan fungsi edukasi, merupakan rasio pengamatan (observed);
l. Pelaksanaan
fungsi
sosial,
merupakan
rasio
pengamatan
(observed); m. Korelasi antara tingkat bunga di pasar dengan return/bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah, merupakan rasio pengamatan (observed); n.
Rasio bagi hasil dana investasi, merupakan rasio pengamatan (observed);
o.
Penyaluran dana yang diwrite-off dibandingkan dengan biaya operasional, merupakan rasio pengamatan (observed);
4.
Likuiditas (Liquidity) Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko likuiditas yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berkiut: a. Besarnya Aset Jangka Pendek dibandingkan dengan kewajiban jangka pendek, merupakan rasio utama; b. Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary Reserve dalam memnuhi kewajiban jangka pendek, merupakan rasio penunjang; c. Ketergantungan
kepada
deposan
inti,
merupakan
rasio
penunjang; d. Pertumbuhan dana deposan inti terhadap total dana pihak ketiga, merupakan rasio penunjang; e. Kemampuan bank dalam memperoleh dana dari pihak lain apabila
terjadi
missmatch,
merupakan
rasio
pengamatan
(observed); f. Ketergantungan pada dana antar bank, merupakan rasio pengamatan (observed);
5.
Sensitivitas atas risiko pasar (sensitivity to market risk) Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dilakukan dengan menilai besarnya kelebihan modal yang digunakan untuk menutup risiko bank dibandingkan dengan besarnya risiko kerugian yang timbul dari pengaruh perubahan risiko pasar.
6.
Manajemen (Management) Penilaian manajemen dimaksudkan untuk menilai kemampuan manajerial pengurus bank dalam menjalankan usaha sesuai dengan prinsip manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah dan komitmen bank kepada Bank Indonesia. Penilaian kualitatif faktor manajemen dilakukan dengan penilaian terhadap kompinen-komponen sebagai berikut: a. Kualitas manajemen umum terkait dengan penerapan good corporate governance; b. Kualitas penerapan manajemen risiko; c. Kepatuhan terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah serta komitmen kepada Bank Indonesia.
Rasio-rasio yang dijadikan variabel dalam penelitian ini diperoleh dari rasiorasio CAMELS yang terdapat di tingkat kesehatan bank konvensional dan bank syariah serta rasio-rasio yang biasa digunakan oleh Biro Riset InfoBank untuk mengukur kinerja bank konvensional maupun bank syariah.
2.7.
Tinjauan Aspek Kualitas Aktiva Produktif Kualitas aktiva produktif menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan
risiko kredit yang dihadapi bank yang dikarenakan pemberian kredit atau pembiayaan dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Menurut Laporan Bank Indonesia Bulan Agustus 2004, Aktiva Produktif adalah sebagai berikut: “Penanaman dana Bank baik dalam Rupiah maupun valas dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.” Sedangkan menurut Bank Indonesia yang ditetapkan melalui SK Direksi Bank Indonesia
No.31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang
Kualitas Aktiva Produktif diartikan sebagai berikut: “Ukuran besarnya kualitas penanaman dana bank baik dalam Rupiah atau valuta asing dalam bentuk kredit, penempatan pada bank lain, surat berharga, penyertaan dan transaksi rekening administratif.” Salah satu resiko yang dihadapi oleh suatu bank adalah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan atau yang sering disebut dengan resiko kredit. Resiko kredit umumnya timbul dari berbagai kredit yang masuk dalam kategori kredit bermasalah. Keberadaan NPL dalam jumlah yang cukup banyak menimbulkan kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Oleh sebab itu bank dituntut untuk selalu menjaga kreditnya agar tidak berada dalam kategori kredit bermasalah (NPL). Resiko yang dihadapi bank adalah resiko tidak terbayarnya kredit yeng sering disebut default risk atau resiko kredit. Meskipun resiko kredit tidak dapat dihindarkan, maka harus diusahakan dalam tingkat yang wajar berkisar antara 3-5% dari total kreditnya. Kredit yang termasuk dalam kategori NPL adalah kredit kurang lancar (sub standar), kredit diragukan (doubtfull) dan kredit macet (loss). Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 31 (Revisi 2001) pengertian Non Performing Loan adalah: “Non Performing Loan pada umumnya merupakan kredit yang pembayaran angsuran pokok dan atau bunganya telah lewat sembilan
puluh hari/lebih setelah jatuh tempo, atau pembayarannya tepat waktu sangat diragukan.”
kredit
yang
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu kredit dikategorikan sebagai kredit yang bermasalah (Non Performing Loan ) bila tidak dapat kembali sesuai jangka waktu yang diperjanjikan atau kesepakatan. Perhitungan NPL dalam penelitian ini yang digunakan adalah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dalam laporan tahunan perbankan nasional sesuai dengan Surat Edaran BI No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum yang dirumuskan sebagai berikut: Kredit bermasalah Non Performing Loan =
X 100 % Total Kredit
2.8.
Tinjauan Aspek Likuiditas Sebagai lembaga kepercayaan, bank harus sanggup menjalankan fungsinya
sebagai penghimpun dana dan sebagai penyalur dana untuk memperoleh profit. Pada sisi pasiva, bank harus mampu memenuhi kewajiban kepada nasabah setiap simpanan mereka yang ada di bank ditarik, pada sisi aktiva bank harus menyanggupi pencairan kredit yang telah diperjanjikan. Bila kedua aspek ini tidak dapat dipenuhi, maka bank tersebut akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Menurut Taswan (2006;96) likuiditas bank adalah sebagai berikut: “Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kemungkinan ditariknya deposito/simpanan oleh deposan/penitip dana ataupun memenuhi kebutuhan masyarakat berupa kredit.” Permasalahan likuiditas bank adalah jika bank menghendaki untuk memelihara likuiditas yang tinggi maka profit akan turun/rendah, sebaliknya jika likuiditas rendah maka profit menjadi tinggi. Bank yang memiliki likuiditas tinggi secara umum porsi aktivanya relatif lebih besar pada aktiva jangka pendek, sedangkan bank yang likuiditasnya rendah umumnya memiliki porsi dana yang tertanam lebih besar pada aktiva jangka panjang. Dalam penelitian ini aspek likuiditas yang dinilai adalah Loan to Deposits Ratio. Sesuai lampiran dari Surat
Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tanggal 31 Mei 2004, rumus perhitungan dari Loan to Deposits Ratio adalah sebagai berikut: Total Kredit Loan to Deposits Ratio =
X 100%
Dana Pihak Ketiga + Modal
2.9.Tinjauan Aspek Permodalan Mengingat kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Maka Bank Indonesia menetapkan kewajiban penyediaan modal minimum yang harus dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu properti tertentu dari Total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebesar 8%. Ketentuan CAR pada prinsipnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional. Dengan ketentuan tersebut, bank wajib memelihara ketersediaan modal karena setiap pertambahan aktiva harus diimbangi dengan pertambahan modal. Kebutuhan modal minimum bank ditentukan dengan cara membagi modal inti ditambah modal pelengkap dibagi ATMR dengan ketentuan sebagai berikut: 1
Kebutuhan modal minimum bank ditentukan dengan ATMR. ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR aktiva neraca dan ATMR aktiva administratif.
2
Sesuai kebutuhan tersebut kewajiban penyediaan modal minimum bank adalah sebesar 8% dari ATMR.
3
Rasio modal dihitung dengan membandingkan modal dengan ATMR.
4
Dengan membandingkan rasio modal dengan kewajiban penyediaan modal minimum dapat diketahui apakah bank tersebut memenuhi ketentuan atau tidak. Yang dimaksud dengan modal inti terdiri atas modal disetor, modal
sumbangan, dan cadangan. Secara rinci modal inti berupa: 1. Modal disetor adalah modal yang benar-benar telah disetor secara efektif oleh pemiliknya kepada bank.
2. Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. 3. Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual. Modal yang berasal dari donasi pihak luar yang diterima oleh bank yang berbentuk badan hukum koperasi juga termasuk dalam pengertian modal sumbangan. 4. Cadangan umum adalah cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau laba bersih dan mendapat persetujuan RUPS atau sesuai dengan ketentuan pendirian atau AD masing-masing bank. 5. Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan RUPS. 6. Laba Ditahan (Retained Earnings) dalam saldo laba bersih yang oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan. 7. Laba tahun lalu adalah seluruh laba bersih tahun lalu dan belumditetapkan penggunaannya oleh RUPS. 8. Laba tahun berjalan adalah laba yang diperoleh dalam tahunbuku berjalan setelah dikurang taksiran hutang pajak. Kemudian yang dimaksud dengan modal pelengkap adalah modal yang terdiri atas: 1. Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali dari aktiva tetap yang dimiliki bank. 2. Penyisihan penghapusan aktiva produktif adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebankan laba rugi tahun berjalan dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya seluruh atau sebagian aktiva produktif (maksimum 1,25% dari ATMR). 3. Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang telah memenuhi syarat seperti perjanjian perjanjian tertulis antara bank dengan pihak pemberi pinjaman,
memperoleh persetujuan Bank Indonesia dan tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan perjanjian lainnya. 4. Modal pinjaman adalah hutang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri: a. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh. b. Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan Bank Indonesia. c. Mempunyai kedudukannya sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi laba yang ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bnak belum dilikuidasi. d. Pembayaran bunga yang dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut. Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk: 1
Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan.
2
Melindungi dana pihak ketiga pada bank yang bersangkutan.
3
Untuk memenuhi ketetapan BIS. Fungsi dari Capital Adequacy Ratio digunakan untuk mengukur
kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga, dengan rasio minimum 8% atas permodalan terhadap aktiva yang mengandung resiko. Pada penelitian ini perhitungan Capital Adequacy Ratio yang digunakan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), maka perhitungannya adalah : Modal Inti + Modal Pelengkap Capital Adequacy Ratio =
X 100% ATMR
2.10.
Tinjauan Aspek Rentabilitas Rentabilitas adalah pengukuran tingkat efisiensi kegiatan bank dalam
memperoleh laba. Laporan keuangan memperlihatkan kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu yang dinyatakan dalam ukuran kualitatif. Melalui analisis laporan keuangan tingkat profitabilitas dapat diukur selama periode tertentu. Hasibuan (2002:100) menjelaskan bahwa pengertian profitabilitas adalah: “Profitabilitas bank adalah kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba yang dinyatakan dalam persentase. Profitabilitas pada dasarnya adalah laba (Rupiah) yang dinyatakan dalam persentase profit.” Kemudian
pengertian
profitabilitas
menurut
Sawir
(2001:22)
mmenjelaskan : “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.” Maksud dan tujuan dari analisis ini adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas usaha yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Dalam analisis ini akan dicari hubungan timbal balik antara pos-pos yang ada pada laporan laba rugi dengan pos-pos yang ada pada neraca bank. Dengan demikian melalui analisis profitabilitas dapat diketahui efisiensi dan efektivitas bank selama periode tertentu. Rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Dalam pengukuran profitabilitas ini memilih dengan pendekatan Return on Assets (ROA), karena dengan
menggunakan
ROA
memperhitungkan
bagaimana
kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan. Tingkat profitabilitas dengan pendekatan ROA bertujuan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva yang dikuasainya untuk menghasilkan income.
Menurut Dendawijaya (2000:120) menjelaskan bahwa: “Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen Bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin besar ROA suatu Bank semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai Bank tersebut dan semakin baik pula posisi Bank tersebut dari segi penggunaan aktiva.” Adapun perhitungan rentabilitas bank adalah dengan menggunakan Return on Assets (ROA) atau tingkat pengembalian aktiva. Rumusnya adalah: Laba Sebelum Pajak X 100%
Return on Assets = Rata-Rata Total Aset
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, bahwa apabila ROA hanya mempunyai nilai 0% akan memperoleh nilai positif. Secara umum dikatakan bahwa semakin besar ROA semakin baik, itu berarti semakin efisien penggunaan seluruh aktiva di dalam menghasilkan profit. Tingkat rentabilitas bank dapat pula dihitung dengan menggunakan Return on Equity. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Laba Setelah Pajak Return on Equity =
X 100% Rata-Rata Modal Inti
Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik. Rasio ini digunakan untuk mengukur efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Semakin kecil rasio BOPO, semakin efisien bank dalam menjalankan kegiatannya. Secara matematis perhitungan BOPO dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Biaya Operasional Biaya Operasional Pendapatan Operasional
=
X 100% Pendapatan Operasional
Biaya operasional merupakan penjumlahan dari beban bunga dan beban operasi lainnya, sedangkan pendapatan operasional merupakan penjumlahan dari pendapatan bunga dan pendapatan operasi lainnya.