BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Alih Fungsi Lahan Menurut Utomo, et al., (1992) dalam Lestari (2010) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dan fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Akhir-akhir ini, sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang kerja yang ditandai oleh banyaknya investor ataupun masyarakat dan pemerintah dalam melakukan pembangunan, semakin meningkat kebutuhan akan lahan. Peningkatan kebutuhan lahan didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, sementara ketersediaan dan luas lahan bersifat tetap. Hal ini mengakibatkan terjadinya realokasi penggunaan lahan dari aktivitas yang kurang menguntungkan pada aktivitas yang lebih menguntungkan. Aktivitas yang selalu terancam
terutama
adalah
aktivitas
pertanian
yang
dinilai
kurang
menguntungkan dibanding aktivitas ekonomi lainnya. Korbanan ekonomi dan sosial alih fungsi lahan pertanian sangat besar mengingat tingginya biaya investasi dan lamanya waktu yang dibutuhkan sejak awal waktu pembentukkan sawah sampai terbentuknya lahan sawah dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi. Beban alih fungsi lahan bagi pembangunan pertanian dirasa semakin berat karena menyangkut pemanfaatan lahan. Alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain telah menjadi salah satu ancaman yang serius terhadap keberlanjutan swasembada pangan. Intensitas alih fungsi lahan masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar lahan pertanian yang beralihfungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk kategori tinggi dan sangat tinggi. Lahan-lahan tersebut adalah lahan pertanian beririgasi teknis atau
4
semi teknis dan berlokasi di kawasan pertanian dimana tingkat aplikasi teknologi dan kelembagaan penunjang pengembangan produksi padi telah maju. Fungsi utama lahan pertanian adalah untuk mendukung pengembangan produksi pangan khususnya padi. Namun justifikasi tentang perlunya pengendalian alih fungsi lahan pertanian harus berbasis pada pemahaman bahwa lahan pertanian mempunyai manfaat ganda (multi fungsi). Secara holistik, manfaat tersebut terdiri dari dua kategori yaitu nilai penggunaan (use values), dan manfaat bawaan (non use values). Nilai penggunaan mencakup: a. Manfaat langsung, baik yang nilainya dapat diukur dengan harga (misalnya keluaran usahatani) maupun yang tidak dapat diukur dengan harga (misalnya tersedianya pangan, wahana rekreasi, penciptaan lapangan kerja), b. Manfaat
tidak langsung
yang terkait
dengan
kontribusinya
dalam
pengendalian banjir, menurunkan laju erosi, dan sebagainya. Manfaat bawaan mencakup kontribusinya dalam mempertahankan keanekaragaman hayati, sebagai wahana pendidikan, dan sebagainya. Pemahaman yang komprehensif terhadap multi fungsi lahan sawah sangat diperlukan agar kecenderungan “under valued” terhadap sumberdaya tersebut dapat dihindarkan.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian Faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain: 1. Faktor Kependudukan. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan tanah untuk perumahan, jasa, industri, dan fasilitas umum lainnya. 2. Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian antar alain pembangunan real estate, kawasn industri, kawasan perdagangan, dan jasa-jasa lainnya yang memerlukan lahan yang luas, sebagian diantaranya berasal dari lahan pertanian termasuk sawah. Hal ini dapat dimengerti, meningat lokasinya dipilih sedemikian rupa sehingga dekat dengan pengguna jas ayang terkonsentrasi di perkotaan dan wilayah di sekitarnya (sub urban area). Lokasi sekitar kota, yang sebelumnya didominasi oleh penggunaan lahan pertanian,
5
menjadi sasaran pengembangan kegiatan non pertanian mengingat harganya yang relatif murah serta telah dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang seperti jalan raya, listrik, telepon, air bersih, dna fasilitas lainnya. Selain itu, terdapat keberadaan sawah terjepit yakni sawah-sawah yang tidak terlalu luas karena daerah sekitarnya sudah beralih menjadi perumahan atau kawasan industri, sehingga petani pada lahan tersebut mengalami kesulitan untuk mendapatkan air, tenaga kerja, dan sarana produksi lainnya, yang memaksa mereka untuk mengalihkan atau menjual tanahnya. 3. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktivitas sektor non pertanian dibandingkan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh tingginya biata produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu, karena faktor kebutuhan keluarga petani yang terdesak oleh kebutuhan modal usaha atau keperluan keluarga lainnya (pendidikan, mencari pekerjaan non pertanian, atau lainnya), seringkali membuat petani tidak mempunyai pilihan selain menjual sebagian lahan pertaniannya. 4. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimum skala ekonomi usaha yang menguntungkan. 5. Degradasi lingkungan, antara lain kemarau panjang yang menimbulkan kekurangan air untuk pertanian terutama sawah; penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan yang berdampak pada peningkatan serangan hama tertentu akibat musnahnya predator alami dari hama yang bersangkutan, serta pencemaran air irigasi; rusaknya lingkungan sawah sekitar pantai mengakibatkan terjadinya instrusi (penyusupan) air laut ke daratan yang berpotensi meracuni tanaman padi. 6. Otonomi daerah yang mengutamakan pembangunan pada sektor menjanjikan keuntungan jangka pendek lebih tinggi guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan nasional yang sebenarnya penting bagi masyarakat secara keseluruhan.
6
7. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum (Law Enforcement) dari peraturan-peraturan yang ada. (BPN, 2006)
C. Lingkungan Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan secara garis besar terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara dan air. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Pada suatu lingkungan terdapat dua komponen penting pembentukannya sehingga menciptakan suatu ekosistem yakni komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik pada lingkungan hidup mencakup seluruh makluk hidup di dalamnya, yakni hewan, manusia, tumbuhan, jamur dan benda hidup lainnya. sedangkan komponen abiotik adalah benda-benda mati yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di sebuah lingkungan yakni mencakup tanah, air, api, batu, udara, dan lain sebagainya (Soemarwoto, 2003) Selain dua komponen lingkungan di atas, dalam hal ini secara spesifik terdapat dua komponen lagi yaitu komponen lingkungan sosial dan komponen lingkungan ekonomi. Lingkungan sosial-budaya merupakan komponen penting yang ikut mempengaruhi pembangunan berkelanjutan. Salah satunya ialah kesenjangan, tergusurnya pemukiman rakyat kecil oleh pembangunan dan hilaknya hak adat dan hak mengolah atas tanah mereka, sedangkan mereka tidak dapat banyak menikmati hasil pembangunan, merupakan salah satu sebab penting terjadinya kesenjangan yang semakin lebar dan kecemburuan sosial yang semakin meningkat sehingga perlu diwaspadai dalam proses pembangunan (Soemarwoto, 2003). Selain lingkungan sosial-budaya terdapat juga lingkungan ekonomi, yakni lingkungan yang berkaitan dengan pendapatan atau pemasukan
7
wilayah. Lingkungan ini berhubungan erat dengan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, menjadi tolak ukur maju atau tidaknya suatu wilayah tersebut.
D. Faktor-faktor pada Komponen Lingkungan 1. Lingkungan Abiotik Faktor-faktor pada komponen lingkungan abiotik adalah: a. Tanah Tanah termasuk dalam lingkungan fisik yang tidak bernyawa. Tanah terdapat dimana-mana, tetapi kepentingan orang terhadap tanah berbeda-beda. Dalam kehidupan sehari-hari tanah diartikan sebagai wilayah darat di mana di atasnya dapat digunakan untuk berbagai usaha misalnya pertanian, peternakan, mendirikan bangunan dan lain-lain. Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan
batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan
organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu, di dalam tanah terdapat pula udara dan air (Hardjowigeno, 2005). b. Udara Udara
merupakan
bagian
penting
dalam
kelangsungan
hidup
organisme. Adanya perusahaan-perusahaan industri dapat menyebabkan polusi pada udara. Sehingga udara yang ada akan tercemar dan pada akhirnya berbahaya bagi kesehatan. c. Air Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.
8
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus eningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara saksama (Effendi, 2003). 2. Lingkungan Biotik Faktor-faktor yang terdapat pada komponen lingkungan biotik yaitu segala sesuatu yang bernyawa. seperti tumbuhan, hewan dan manusia. 3. Lingkungan Sosial ekonomi Sosial ekonomi merupakan lingkungan penting, yakni menjadi tolak ukur kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini, akan dilihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang. Menurut Rostow dalam Sukirno (1985:101) proses pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap, yaitu: a. Masyarakat tradisional (the traditional society) b. Prasyarat untuk lepas landas (the preconditions for take-off) c. Lepas landas (the take-off) d. Gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity) e. Masa konsumtif tinggi (the age of high massconsumtion). Dalam membedakan proses pembangunan ekonomi menjadi kelima tahap tersebut, digolongkan berdasarkan ciri-ciri perubahan keadaan ekonomi, politik dan sosial yang berlaku. Pertumbuhan ekonomi bukan saja
9
berarti perubahan dalam struktur ekonomi suatu wilayah yang menyebabkan peranan sektor pertanian menurun dan peranan kegiatan industri meningkat. Menurut Rostow dalam Sukirno (1985:102) disamping perubahan yang tersebut di atas, pertumbuhan ekonomi dapat berarti pula: a. Perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik dan sosial yang pada mulanya mengarah ke dalam suatu daerah menjadi beroriantasi keluar b. Perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak dalam keluarga, yaitu dari menginginkan banyak anak menjadi membatasi jumlah keluarga c. Perubahan dalam kegiatan penanaman modal masyarakat dari melakukan penanaman modal yang tidak produktif seperti membeli rumah, emas dan sebagainya menjadi penanaman modal yang produktif d. Perubahan cara masyarakat dalam menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat dari ditentukan oleh kedudukan keluarga atau suku bangsanya menjadi ditentukan oleh kesanggupan melaksanakan pekerjaannya e. Perubahan dalam pandangan masyarakat yang pada mulanya berkeyakinan bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh keadaan alam sekitarnya dan selanjutnya berpandangan bahwa manusia harus memanipulasi keadaan alam sekitarnya untuk menciptakan kemajuan. Banyak lagi perubahan-perubahan yang bercorak sosial, politik dan kebudayaan yang merupakan perubahan-perubahan yang selalu mengikuti perkembangan tingkat kegiatan ekonomi suatu masyarakat.
E. Manajemen Strategi Menurut David (2004) dalam Suhendri (2008 : 15) manajemen strategis didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan-keputusan
yang
memungkinkan
organisasi
dalam
mencapai
tujuannya. Tujuan dari manajemen strategis adalah memanfaatkan dan menciptakan peluang-peluang baru untuk masa depan, meliputi aktivitas membuat
perumusan,
sasaran-sasaran
organisasi,
strategi-strategi,
dan
pengembangan rencana-rencana, tindakan, dan kebijakan untuk mencapai sasaran. Proses manajemen strategis terdiri dari : 10
1. Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi perusahaan, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, membuat strategi alternatif, dan memilih strategi tertentu untuk dijalankan. 2. Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran tahunan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumberdaya, sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan. Termasuk pengembangan budaya yang mendukung, penciptaan struktur yang efektif, pengarahan strategi pemasaran, penyiapan anggaran, pemanfaatan sistem informasi, serta menghubungkan kompensasi karyawan dengan kinerja. 3. Evaluasi strtategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi. Tahap ini akan mengevaluasi hasil pelaksanaan dan strategi yang telah dirumuskan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi adalah: a. Mengkaji ulang faktor-faktor eksternal dan internal berdasarkan strategi yang telah ada, b. Mengukur kinerja dan c. Melakukan tindakan-tindakan korektif.
F. Analisis Trend Abdullah
(2005)
mendefinisikan
analisis
trend
(tendensi
posisi)
merupakan teknik analisis untuk mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan perubahan naik atau mengalami penurunan. Data yang digunakan dalam analisi ini umumnya data dua atau tiga periode, hal ini dilakukan karena jika data yang digunakan hanya satu periode dapat mengakibatkan data sulit untuk di analisis. Jika data yang digunakan lebih dari dua atau tiga periode, metode yang digunakan adalah angka indeks. Secara teoristis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan. Secara umum persamaan garis
11
linier dari analisis time series adalah : Y = a + b X. Keterangan : Y adalah variabel yang dicari trendnya dan X adalah variabel waktu (tahun). Analisis trend juga dapat diartikan sebagai suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan tersebut. Secara teoristis, dalam analisis time series yang paling menentukan adalah kualitas atau keakuratan dari informasi atau data-data yang diperoleh serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan. G. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths)
mampu
mengambil
keuntungan
(advantage)
dari
peluang
(opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities)yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.
12
Menurut T.L. Wheelen dan J.D. Hunger (2003) dalam Yunus (2013 : 19) bahwa SWOT adalah akronim
Stengths yang memaksimalkan kekuatan-
kekuatan, dan Opportunities memaksimalkan peluang, Weaknesses secara bersamaan meminimalkan kelemahan-kelemahan, dan Threats
meminimalkan
ancaman-ancaman dari organisasi, yang semuanya merupakan faktor strategis. Jadi analisis SWOT harus mengidentifikasi kompetensi langkah (distinctive competence) perusahaan, yaitu keahlian tertentu dan sumber-sumber yang dimiliki oleh sebuah perusahaan dan cara unggul yang mereka gunakan. Menurut Rangkuti (2001) dalam Yunus (2013 : 20) mengemukakan matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Selain itu matrik ini dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi Kekuatan dan Peluang (SO Srategi), strategi Kekuatan dan Ancaman (ST Strategi), strategi Kelemahan dan peluang (WO Strategi), dan strategi kelemahan dan ancaman (WT Strategi). Hal tersebut dapat lihat pada tabel matrik SWOT di bawah ini. Tabel 1. Matriks SWOT FAKTOR-FAKTOR
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Dapatkan 5-10 kekuatan
Dapatkan 5-10 kelemahan
internal di sini
internaal di sini
Peluang (O)
Strategi (SO)
Strategi (WO)
Dapatkan 5-10 peluang
Buat strategi di sini yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Buat strategi di sini yang
INTERNAL
FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
eksternal di sini
memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan.
Ancaman (T)
Strategi (ST)
Strategi (WT)
Daftarkan 5-10 ancaman
Buat strategi di sini yang
Buat strategi di sini yang
eksternal di sisni
menggunakan kekuatan untuk
meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman.
menghindari ancaman.
13
H. Penelitian Terdahulu Penelitian
terdahulu
merupakan
penelitian
yang
telah
dilakukan
sebelumnya oleh peneliti lain yang mempunyai keterkaitan dengan judul atau penelitian ini. Adapun beberapa penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Hatu (2010), dalam disertasinya dengan judul Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Perkebunan Tebu dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Pedesaan (Studi Kasus Perubahan Sosial Petani di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo) memiliki tujuan sebagai berikut, 1) menganalisis perubahan kondisi ekonomi petani sebelum alih fungsi lahan pertanian dan sesudah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan
tebu
di
Kecamatan
Tolangohula
Kabupaten
Gorontalo,
2) menganalisis perubahan peranan sosial petani sebelum alih fungsi lahan pertanian dan sesudah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan tebu di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo, 3) menganalisis perubahan oeriantasi nilai budaya petani sebelum alih fungsi lahan pertanian dan sesudah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan tebu di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo, 4) menganalisis perubahan stratifikasi sosial petani sebelum alih fungsi lahan pertanian dan sesudah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan tebu di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo 5) menganalisis kesempatan kerja dan berusaha petani sebelum alih fungsi lahan pertanian dan sesudah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan tebu di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo dan 6) menganalisis pandangan masyarakat petani terhadap dampak alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan tebu di Kecamatan Tolangohula Kabupaten Gorontalo. Analisis data yang digunakan yaitu analisis data statistik uji Wilcoxon dan analisis data model spradley dan diperoleh hasil sebagai berikut. 1) Hasil analisis data statistik uji wilcoxon dan model spradley pada kondisi ekonomi petani sebelum alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan perkebunan tebu, skor ratarata pengukuran adalah 33,22 dan turun menjadi 19,05. 2) Hasil analisis statistik uji wilcoxon dan model spradley pada kondisi peranan sosial petani sebelum
14
alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan tebu skor rata-rata pengukuran adalah 33,05 dan turun menjadi 21,36. 3) Hasil analisis statistik uji wilcoxon dan model spradley pada kondisi orientasi nilai budaya petani sebelum alih fungsi lahan pertanian untuk perkebunan tebu adalah 34,64 dan turun menjadi 23,06. 4) Hasil analisis statistik uji wilcoxon dan model spradley pada kondisi stratifikasi sosial petani sebelum alih fungsi lahan pertanian untuk perkebunan tebu adalah 34,55 dan turun menjadi 23,26. 5) Hasil analisis statistik uji wilcoxon dan model spradley padaaspek kesempatan kerja dan kesempatan berusaha masyarakat petani sebelum alih fungsi lahan pertanian untuk perkebunan tebu adalah 31,99 dan turun menjadi 31,43. 6) Upaya bertahan hidup bagi kehidupan hidup petani di Kecamatan Tolangohula terutama petani di Desa-desa yang menjadi obyek penelitian walaupun tidak lagi memiliki lahan pertanian. Penelitian selanjutnya oleh Urip (2011), dalam jurnal penelitian dengan judul Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah ke Tanaman Kelapa Sawit, memiliki tujuan 1) mengetahui penyebab petani mengalih fungsikan lahan pertanian yang mereka miliki 2) mengetahui dampak dari alih fungsi lahan pertanian. Metode yang digunakan yaitu metode survei dengan Hasil penelitian yaitu 1) Petani akan mengalih fungsikan lahan pertanian sawah ke lahan perkebunan disebabkan oleh pendapatan petani sawit lebih tinggi, resiko usaha tani kelapa sawit lebih rendah, nilai jual kebun kelapa sawit nilainya lebih tinggi, biaya produksi padi lebih tinggi, ketersediaan air pada lahan sawah sudah sulit, teknologi budidaya sawit lebih mudah sipahami dan dilaksanakan. 2) Adapun dampak yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan pertanian yaitu menurunnya prduksi beras, konversi lahan negative atau tidak sebanding lahan yang tersedia baik yang telah ada maupun cetak baru terhadap jumlah penduduk dan produktifitas lahan menurun dimana bekas lahan yang telah ditanami sawit diperlukan waktu yang sangat panjang untuk bisa diolah kembali menjadi lahan produktif. Nuryanti (2011), dalam penelitiannya dengan judul Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Kesejahteraan Petani di Pedesaan, bertujuan mengetahui tingkat kesejahteraan petani akibat dari konversi lahan pertanian. Mengetahui
15
faktor-faktor yang mempengaruhi dilakukannya konversi lahan. Menganalisis dampak yang timbulkan oleh konversi lahan, sehingga dapat memberikan solusi mengenai masalah tersebut. diperoleh hasil penelitian bahwa konversi lahan pertanian atau alih fungsi lahan pada dasarnya merupakan akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan dan kepemilikan lahan antara sektor pertanian maupun non pertanian. Oleh karena itu, dengan adanya konversi lahan maka akan berdampak pada kondisi perumahan dan lingkungan fisik, kesehatan dan tingkat pendapatan, serta akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan masyarakat petani itu sendiri. Selain itu, konversi lahan pertanian juga akan menyebabkan keterbatasan sumberdaya alam, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian selanjutnya telah dilakukan oleh Ningsih (2009), dengan judul Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Kesejahteraan Petani, dengan tujuan untuk mengetahui tentang alasan petani menjual lahan pertaniannya kepada pihak lain dan mengetahui adanya pengaruh konversi lahan pertanian terhadap kesejahteraan petani dan upaya untuk mengendalikan konversi lahan pertanian, dengan menggunakan metode analisis trend diperoleh hasil bahwa perubahan pada luas lahan usaha tani sebagai akibat konversi lahan pertanian ternyata membuat perubahan pada kondisi sosial ekonomi petani. Konversi lahan pertanian umunya membuat kesejahteraan petani menurun karena tidak adanya peningkatan akses pekerjaan non-pertanian yang dapat menambah penghasilan petani. Konversi lahan pertanian juga menimbulkan berbagai masalah, yaitu dapat menyebabkan adanya pergeseran struktur ketenagakerjaan dan penguasaan kepemilikan lahan pertanian di perdesaan, serta adanya transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri dan demografis dari perdesaan ke perkotaan. Berlakunya sistem pewarisan lahan pecah bagi yang berdampak pada pemilikan lahan per petani yang semakin sempit, dan penurunan rente usaha pertanian sebagai konsekuensi dari penurunan sekuler nilai tukar pertanian dan naiknya harga lahan. Kedua fenomena tersebut dapat menjadi dorongan bagi petani untuk menjual lahannya dan beralih ke sektor lain,
16
karena pendapatan yang diperoleh dari lahan yang dimiliki dinilai tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Puspasari (2012), dengan judul penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Pendapatan Petani di Desa Kondangjaya Kecamatan Karawang Timur Kabupaten Karawang, bertujuan untuk mengetahui penyebab alih fungsi lahan pertanian, dengan menggunakan metode survei menjelaskan hasilnya bahwa permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian saat ini terus mengalami peningkatan. Sejalan dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan kebutuhan lahan meningkat. Adanya peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan, sementara ketersediaan lahan relatif tetap menyebabkan persaingan dalam pemanfaatan lahan.
I. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pikir teoritis merupakan gambaran alur pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan di lapangan. Dalam kerangka pikir terdapat poin-poin penting yang menjadi dasar pelaksanaan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi topik utama adalah persoalan alih fungsi lahan pertanian, yang kemudian menimbulkan permasalahan pada lingkungan. Alih fungsi lahan tersebut memberikan dampak tersendiri pada kondisi lingkungan. Lingkungan itu sendiri terdiri dari empat aspek yakni Biotik, Abiotik, Sosial dan Ekonomi. Perubahan pada lingkungan biotik dan abiotik akan memberikan dampak pada keadaan sosial dan ekonomi. Alih fungsi lahan yang terjadi akan dianalisis menggunakan analisis Trend untuk mengetahui kecenderungan alih fungsi lahan yang terjadi, kecenderungan yang terjadi apakah lebih banyak terjadi secara full alih fungsi atau semi alih fungsi. Selanjutnya
untuk merumuskan strategi
penyelesaian masalah yang terjadi akan dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT. Hal ini dapat dilihat pada kerangka pikir teoritis di bawah ini.
17
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
PERMASALAHAN
LINGKUNGAN BIOTIK - Multikultur - Monokultur
LINGKUNGAN SOSIAL
LINGKUNGAN EKONOMI
LINGKUNGAN ABIOTIK - Air - Udara
ANALISIS TREND
KECENDERUNGAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN
ANALISIS SWOT
SOLUSI PENYELESAIAN KONFLIK
Gambar 1. Kerangka Pikir Teoritis “Strategi Penyelesaian Konflik Alih Fungsi Lahan Pertanian”
18