5
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Uterus
Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah pir yang sedikit gepeng kea rah depan belakang.Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,lebar di atas 5,25 cm,tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm (Prawirohardjo, 2012). Uterus terletak di dalam kavum pelvik diantara anterior dari vesika urinaria dan posterior dari rektum. Hampir keseluruhan dinding posterior uterus diselaputi oleh serosa atau peritoneum. Bagian bawah uterus membentuk batasan bagian anterior dari kavum Douglas. Hanya bagian atas dari dinding anterior uterus
yang tertutup. Bagian bawahnya menyatu dengan bagian posterior
dinding vesika urinaria (Cunningham et al., 2005).
Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal dan merupakan tempat di mana kedua tuba Falloppii masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian yang terbesar dan rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim. Serviks uteri terdiri dari pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio dan pars supra vaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang berada di atas vagina. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis yang berbentuk seperti saluran lonjong dengan panjang 2,5cm. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri nternum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum (Prawirohardjo et al., 2006).
Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang 5
6
diantara kedua
lapisan
ini
saling
beranyaman.
Miometrium
secara
keseluruhannya dapat berkontraksi dan relaksasi. Kavum uterus dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium. Yang terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma yang kaya dengan pembuluh darah yang berkeluk-keluk (Saifuddin et al, 2005).
Arteri pada uterus masing-masing berasal dari arteri internal iliaka yang memperdarahi bagian dari ligamen hingga ke uterus. Setiap membentuk
suatu
lingkaran
yang
menperdarahi
uterus
akan dan
beranastomosis dengan arcuate artery yang lain. Aliran arteri-arteri yang kecil akan penetrasi ke
bagian
miometrium sehingga
ke
endometrium dan
menghasilkan arteri spiral (Saladin, 2007)
2.2 Mioma Uteri 2.2.1 Definisi Mioma uteri adalah neoplasma jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kirakira 10% mioma yang masih tumbuh. Neoplasma jinak ini
dalam kepustakaan
dikenal
juga istilah fibromioma, leiomioma, atapun fibroid (Prawirohardjo, 2008).
Secara umum uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan tengah
miometrium dan yang paling dalam adalah
endometrium (Tortora dan Derrickson, 2006). Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi (Prawirohardjo, 2007).
Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos di myometrium diberi nama leiomyoma,karena konsistensinya padat tumor ini lebih sering disebut sebagai fibroid. Leiomioma adalah tumor jinak tersering pada perempuan dan
6
7
ditemukan sampai 30%-50% pada wanita usia subur. Estrogen dan mungkin kontrasepsi oral merangsang pertumbuhan tumor ini.(Kumar,Cotran,Robbins, 2007)
2.2.2 Klasifikasi Sarang mioma di uterus dapat berasal dari korpus uterus, sisanya adalah dari serviks uteri. Pembagian menurut letaknya adalah sebagai berikut: 1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran
serviks 2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium
3. Mioma
subserosum:
apabila
tumbuh
keluar
dinding
uterus
sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma uteri intraligamenter (Prawirohardjo, 2007)
2.2.3 Epidemiologi Mioma uteri adalah kasus biasa yang sering terjadi pada wanita. Seleksi yang dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77% mempunyai mioma uteri termasuk yang berukuran sekecil 2mm (Parker, 2007).
Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita yang menjalankan histerektomi untuk indikasi yang lain. Ini karena kebanyakan tehnik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri tidak dapat dipastikan meskipun mioma uteri yang kecil tidak memberikan gejala klinis (Parker, 2007).
7
8
Sampel acak dari wanita berusia 35 - 49 tahun untuk wanita AfrikaAmerika yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun insidensi terjadinya mioma uteri adalah sebanyak 60%, insidensi ini meningkat hingga 80% pada usia 50 tahun.Wanita kaukasia
mempunyai insidensi sebesar 40% pada usia 35
tahun danmeningkat hingga 70% pada usia 50 tahun (Parker, 2007).
Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun. Mioma uteri tipe intramural adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi (51,3%). (Ran Ok et-al, 2007 yang dikutip Muzakir, 2008).
Penelitian epidemiologi pada populasi wanita kulit putih menunjukkan hasil yang beragam pada hubungan antara Indeks Masa Tubuh dan Mioma Uteri. Beberapa penilitian menunjukkan adanya hubungan antara Indeks masa Tubuh dan Mioma uteri (Faerstein E et-al yang dikutip dari Wise, 2005)
2.2.4 Etiologi dan Patogenesis Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi penelitian telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular
untuk
tumor jinak ini (Parker, 2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promotor (hormon) dan efektor (growth factors) (Parker, 2007)
8
9
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.Puukka dan kawankawan juga menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel immature, bukan dari selaput otot yang matur (Prawirohardjo, 2007).
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor, yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti.
Dari penelitian
menggunakan glucose-6-phosphatase
dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2005). Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen penyebab mioma, namun diketahui estrogen
berperan
sebagai
berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding
dari
miometrium
sekitarnya
namun konsentrasinya
lebih
rendahdibanding endometrium.Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Hormon progesterone meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma
pada
wanita
muda
namun
mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor (Hadibroto, 2005).
2.2.5 Patofisiologi
9
10
Aromatase mengkatalisi pembentukan estrogen yang akan mencapai jaringan otot uterus melalui proses sirkulasi. Aromatase pada jaringan otot uterus mengkonversi androstenedione yang berasal dari kelenjar adrenal dan ovarium menjadi estradiol. Estradiol menginduksi produksi Progesteron reseptor (PR) melalui pembentukan
Estrogen Reseptor alfa (ERα). Penelitian-penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa estrogen menstimulasi pertumbuhan jaringan otot uterus melalui Estrogen reseptor alfa (ERα) (Marsh EE, 2006).
Progesteron reseptor
mempunyai peran penting dalam respon jaringan otot uterus terhadap progesterone yang disekresikan oleh ovarium.Progesterone dan PR sangat berperan dalam pertumbuhan tumor, Progesteron dan PR meningkatkan pertumbuhan, dan ketahanan sel serta meningkatkan formasi ektraseluer-matriks. Jika PR dan estrogen tidak ada , estrogen dan ERα tidak cukup untuk pertumbuhan jaringan ini (Bulun ES, 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Katherine A, et al pada tahun 2003 diperoleh data dimana wanita yang mempunyai indeks massa tubuh normal mempunyai risiko terkena mioma uteri sebesar 36,7%, sedangkan pada wanita
overweight mempunyai risiko terkena myoma uteri sebesar 52,6%.IMT secara signifikan berhubungan dengan kadar lemak tubuh total sehingga dengan mudah dapat mewakili kadar lemak tubuh. ,sekarang IMT secara luas diterima sebagai alat untuk menghitung berat badan yang berlebih dan obesitas (Hill,2005). Peningkatan juga IMT dihubungkan dengan penurunan sex hormone-binding globulin yang akan meningkatkan jumlah estrogen bebas pada jaringan perifer (kulit dan jaringan lemak) dan ovarium(Dorgan JF, 1995).
2.2.6 Gejala Klinis
Sekitar dua pertiga wanita dengan leiomioma tidak menunjukkan gejala. Munculnya gejala tergantung pada jumlah, ukuran, letak, keadaan dan kondisi. Gejala ginekologi yang paling umum adalah perdarahan uterus abnormal, efek penekanan, nyeri dan infertilitas. Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kirakira 30% penderita leiomioma uteri. Menoragia merupakan pola perdarahan uterus abnormal yang paling umum. Meskipun pola apa saja mungkin terjadi,
10
11
namun yang paling sering berupa perdarahan bercak premenstruasi dan sedikit perdarahan terus menerus setelah menstruasi. Anemia defisiensi besi sering terjadi akibat kehilangan darah menstruasi yang banyak (Benson et al., 2009).
Selain itu, gejala dari tekanan dan desakan leiomioma bervariasi. Paling umum adalah pertambahan lingkar perut, rasa penuh atau berat pada pelvis, gangguan frekuensi miksi akibat terdorongnya kandung kemih dan sumbatan ureter. Gejala lain yang lebih jarang dijumpai adalah tumor besar yang menyebabkan bendungan pelvis dengan edema ekstremitas bawah atau konstipasi. Tumor parasitik dapat menyebabkan sumbatan usus. Tumor pada serviks pula dapat menyebabkan leukorea, perdarahan pervaginam, dispareunia atau infertilitas. Abortus mungkin terjadi 2 hingga 3 kali lebih sering pada penderita leiomoma (Benson et al., 2009)
2.3 Indeks Massa Tubuh (IMT) .
Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas
serta berkorelasi tinggi dengan
massa lemak tubuh (Lisbet, 2004).
Definisi klinik obesitas sering dicerminkan dengan IMT yang disebut juga dengan Quetelet’s Index. Ini merupakan pengukuran indeks massa tubuh paling baik untuk
populasi
dewasa
karena
memiliki
tingkat
kesalahan
paling
obesitas
dapat
kecil dan mudah menghitungnya (Lisbet, 2004; Sugondo, 2006).
Penggunaan
IMT
sebagai
baku
pengukuran
digunakan untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun (Sugondo, 2006). Keuntungan IMT adalah tinggi dan berat badan mudah diukur oleh tenaga yang cukup dilatih sekadarnya dan handal pada berbagai keadaaan. Kelemahan IMT adalah tidak menunjukkan persentase lemak tubuh seseorang (Supariasa et al., 2002 dalam Lisbet, 2004).
11
12
Rumus Perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
Berat Badan (Kg) Indeks Masa Tubuh =
------------------------------------------------{Tinggi Badan (m)}2
Hubungan antara lemak tubuh dan
IMT ditentukan oleh bentuk dan
proporsi tubuh, sehingga IMT belum tentu memberikan gambaran kegemukan yang sama bagi semua populasi. Orang Asia mempunyai deposit lemak tubuh lebih tinggi pada IMT lebih rendah dibandingkan ras Kaukasia (Lisbet, 2004).Obesitas dihubungkan
dengan
perubahan
hormonal
dan
metabolik
pada
wanita
premenopausal,meliputi terganggunya metabolisme estrogen,resisten isulin dan hiperinsulinemia serta peningkatan kadar sex hormone-binding globulin) , sehingga kadar estrogen yang berlebihan ini bisa memacu pertumbuhan Mioma Uteri.(Lauren A Wise, 2005) Kategori IMT yang termasuk kedalam
obesitas untuk
masing-masing
populasi berbeda sehingga wilayah Asia Pasifik telah mengusulkan kriteria dan klasifikasi obesitas sendiri sebagai berikut (Sugondo, 2006):
Tabel 1. Kategori ambang batas IMT wilayah Asia Pasifik No
Klasifikasi
IMT
1
Berat badan Kurang
<18,5
2
Berat badan Normal
18,5-22,9
3
Berat badan lebih :
>23
12