BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Komposisi Kimia Kayu Kayu merupakan bahan utama yang dipakai untuk pembuatan pulp dan
kertas karena rendemen seratnya sangat tinggi. Pada pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan senyawa kimia berupa makro molekul primer dan sekunder seperti C, H, O, N, P dan K. Selain makro molekul tanaman juga membutuhkan unsur mikro seperti besi, magnesium, dan lain lain. Kayu mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbeda. Senyawa tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu ; Selulosa, Hemiselulosa, Lignin dan Ekstraktif (TAPPI, 1989). Komposisi dan sifat-sifat kimia ini sangat berperan dalam proses pembuatan pulp. Secara kimia kayu dibedakan menjadi dua jenis yaitu, kayu keras (hard wood) dan kayu lunak (soft wood). Kayu keras mengandung banyak selulosa, hemiselulosa dan ekstraktif dibandingkan dengan kayu lunak tetapi kandungan ligninnya lebih sedikit (TPL, 2001). Perbedaan yang mendasar antara kayu keras dan kayu lunak adalah pada kayu keras terdapat ikatan ester dan ether antara lignin dan hemiselulosa, sedangkan ada kayu lunak hanya terdapat ikatan esther antara lignin dengan hemiselulosa .
27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Ester dan Ether Linkage antara Lignin dengan Hemiselulosa pada kayu keras dan kayu lunak
28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi Kimia antara kayu Keras dan Kayu Lunak (Humala Simanjuntak, 2007) Komponen
Kayu Lunak
Kayu Keras
Selulosa
42 ± 2 %
45 ± 2 %
Hemi Selulosa
27 ± 2 %
30 ± 2 %
Lignin
37 ± 2 %
20 ± 2 %
Ekstraktif
3±2%
5±2%
2.1.1. Selulosa Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan didalam dinding sel pelindung tumbuhan terutama pada tangkai batang, dahan dan semua bahagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Karena selulosa merupakan homopolisakarida linier tidak bercabang, terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-glukosa yang terhubung oleh ikatan 1 – 4 glikosida, senyawa ini akan kelihatan seperti amilosa dari rantai utama glikogen. Tetapi terdapat perbedaan yang sangat penting pada selulosa, ikatan 1 – 4 berada dalam konfigurasi β , sedangkan pada amilosa, amilopektin, dan glikogen, ikatan 1- 4 nya berbentuk α .
29
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Struktur selulosa dan konformasi yang berbeda-beda yang dapat dibentuk oleh rantai selulosa β (1 – 4) dan α (1 - 4) pada pati dan rantai glikogen. (a) Rantai selulosa, unit D-glukosa dalam ikatan β (1 – 4). (b) Skema yang memperlihatkan bagaimana rantai selulosa yang bersifat pararel dipersatukan bersama-sama oleh persilangan ikatan hydrogen. (c) Skema potongan dari dua rantai selulosa yang parallel, yang memperlihatkan konformasi yang sebenarnya dari residu D-glukosa dan persilangan ikatan hydrogen. (d) Skema sepotong amilosa ikatan α (1 - 4) pada amilosa, amilopektin, dan glikogen menyebabkan rantai memperoleh suatu struktur sulur yang erat berpilin, dengan gugus hidroksil yang mengarah keluar. (Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja 1988)
30
Universitas Sumatera Utara
Selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa, pektin dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Selulosa tersusun atas rantai glukosa dengan ikatan β (1 – 4). Selulosa lazim disebut sebagai serat dan merupakan polisakarida terbanyak. Polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida.
2.1.2. Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan suatu polisakarida lain yang terdapat dalam tanaman dan tergolong senyawa organik. Hemiselulosa bersifat nonkristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponen monomernya yang terdiri dari D-glukosa, Dmanosa, D-galaktosa, D-silosa dan L-arabinosa (Humala Simanjuntak, 2007). Hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel dan berlaku sebagai perekat antara sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan tanaman lainnya. Perbedaan Hemiselulosa dengan Selulosa yaitu : Hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya. Hemiselulosa bukan merupakan serat-serat panjang seperti selulosa. Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa, sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa menghasilkan D-xilosis dan monosakarida. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antara serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal. Hemiselulosa kayu lunak tersusun atas galaktoglukomanan (15-20%) dan xylan (7-10%). Xylan kayu lunak adalah arabio – 4 – 0 - methylglucuronoxylan, dimana tidak terasetilasi, tapi rangka xylan disubtitusi pada karbon 2 dan 3 secara berurutan dengan asam 4 – 0 - methyl - α – D – glucuronic dan residu α – L – arabinofuranosyl. 31
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3. Hasil Hidrolisis Hemiselulosa (TAPPI, 1989)
2.1.3. Lignin Lignin merupakan zat yang tidak berbentuk yang bersama-sama selulosa membentuk dinding sel dari pohon kayu. Lignin berfungsi sebagai bahan perekat atau semen sel-sel selulosa yang membuat kayu menjadi kuat (Humala Simanjuntak, 2007). Lignin merupakan polimer 3 demensi yang bercabang banyak. Molekul utama pembentuk lignin phenyl propane (Humala Simanjuntak, 2007).
Gambar 2.4. Struktur Lignin 32
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Ekstraktif Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak yang sering disebut istilah ekstraktif. Zat-zat ini dapat dipisahkan dari kayu dengan menggunakan pelarut air maupun pelarut organik seperti eter atau alkohol. Asam-asam, asam-asam resin, lilin, terpentin dan gugus fenol adalah merupakan beberapa golongan senyawa yang juga merupakan ekstraktif. Kebanyakan ekstraktif itu dipisahkan dalam proses pembuatan pulp dengan cara kraft pulping. Minyak mentah terpentin dapat diperoleh dari digester pada waktu mengeluarkan gas, lemak, asam-asam lemak akan membentuk sabun (soap) pada proses kraft dan terlarut dalam larutan pemasak. Sabun ini selanjutnya akan dipisahkan dari Lindi Hitam dan didaur ulang sebagai tall oil (TPL. 2002).
2.2.
Proses Pembuatan Pulp Proses pembuatan pulp menurut perlakuan yang diterapkan terhadap bahan
baku dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu : 1. Proses mekanis 2. Proses semi kimia 3. Proses kimia, yang terdiri dari : a. Proses soda (alkali) b. Proses sulfit (asam) c. Proses sulfat (proses kraf)
2.2.1. Proses Pembuatan Pulp Sulfat (Proses Kraft) Proses pembuatan pulp yang paling banyak dipakai saat ini adalah proses sulfat atau disebut juga proses kraft. Proses sulfat merupakan pengembangan dari proses soda. Proses sulfat lebih baik daripada proses soda karena lebih fleksibel dalam bahan baku, waktu pemasakan lebih singkat, pulp dapat diputihkan sampai derajat kecerahan tinggi, kekuatan fisik pulp lebih tinggi dan sisa larutan pemasak mudah untuk didaur ulang (Humala Simanjuntak, 2007). 33
Universitas Sumatera Utara
Mc Donald dan Franklin, menyatakan bahwa proses sulfat merupakan salah satu proses pembuatan pulp secara kimia yang menggunakan larutan pemasak Natrium Hidroksida (NaOH) dan Natrium Sulfida (Na2S) yang dikenal dengan alkali aktif. NaOH berfungsi untuk mendegradasi dan melarutkan lignin sehingga mudah dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa, sedangkan Na2S selain berfungsi untuk deliginifikasi juga memperhatikan karbohidrat dari degradasi sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi dan kekuatan fisik yang baik.
Gambar 2.5. Skematik Proses Pembuatan Pulp
2.3.
Lindi Hitam Lindi Hitam berasal dari digester, yaitu alat pemasak serpihan kayu yang
berbentuk silinder. Lindi Hitam warnanya hitam karena reaksi kimia yang terjadi antara serpihan kayu dengan bahan kimia yang dimasukkan kedalam white liquor. Lindi hitam mengandung bahan organik dan anorganik yang telah dipisahkan dari 34
Universitas Sumatera Utara
kayu selama proses pemasakan. Komposisi Lindi Hitam dari sebagian besar kayu lunak diberikan pada Tabel 2.2. Bandingannya dengan, white liquor dapat dilihat padaTabel 2.3. Tabel 2.2. Komposisi Kimia Lindi Hitam (Humala Simanjuntak, 2007). Median*
Range*
% of Total
NaOH
1,4
1,0 - 4,5
6 -7
Na2S
4,2
1,6 – 5,6
19
Na2CO3
7,8
5,0 – 1,2
36
Na2SO3
2,0
0,4 – 3,8
9
Na2SO4
2,8
0,5 – 6,0
13
Na2S2O3
3,4
1,8 – 5,1
16
A g/L as Na2O
100
Tabel 2.3. Komposisi Kimia White Liquor (Thomas, M, 1989) Median*
Range*
% of Total
NaOH
95
18 - 20
53
Na2S
38
30 - 40
21
Na2CO3
26
11 - 44
15
Na2SO3
4,8
2,0 – 6,9
3
Na2SO4
9,1
4,4 - 18
5
Na2S2O3
6,0
4,0 – 8,9
3
A g/L as Na2O
100
35
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Evaporasi Lindi Hitam Pada prinsipnya evaporasi merupakan operasi pendidihan yang khusus tentang perpindahan panas dalam cairan mendidih. Umumnya sebagai media pernanas adalah uap yang melewati suatu permukaan logam dan bahan yang dipanasi. Titik didih suatu cairan turun bila tekanan udara diatasnya lebih rendah 1 atm, oleh karena itu kondisi operasi evaporasi dilakuan pada tekanan vakum supaya titik didih larutan yang diharapkan lebih rendah. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan suhunya menjadi lebih besar sehingga diperoleh perpindahan panas yang besar dengan demikian Lindi Hitam dengan padatan 14% - 18% dapat menjadi 70% dan siap untuk dipakai menjadi bahan bakar di Recovery Boiler (TPL, 2002).
2.3.2. Sistem Pembakaran Lindi Hitam pada Furnace Lindi Hitam pekat dimasukkan kedalam ruang bakar dengan jalan disemprotkan. Lindi Hitam yang disemprotkan akan membentuk partikel-partikel yang akan jatuh pada dasar ruang bakar sambil dikeringkan. Udara untuk pembakaran Lindi Hitam dialirkan kearah reduksi dan oksidasi. Proses reduksi diperlukan untuk mengubah natrium sulfat (Na2SO4) menjadi natrium sulfida (Na2S). Sebagian udara diperlukan untuk pembakaran sempurna pada timbunan arang yang dilewatikan melalui bagian bawah yang disebut dengan udara primer. Reaksi yang terjadi di ruang bakar adalah: Na2O + CO2 Æ Na2 CO3 Na2O + SO2 + 1 O2 Æ Na2 SO4 2 Na SO4 + 2C Æ Na2S + 2CO2 Na SO4 + 4C Æ Na2S + 4CO
(TPL, 2002)
2.3.3. Sistem Pemasukan Udara Kedalam Ruang Bakar Sistem pemasukan udara kedalam furnace dibagi menjadi tiga, yaitu : 36
Universitas Sumatera Utara
a. Udara primer yaitu udara yang masuk ke furnace dari bagian bawah b. Udara sekunder yaitu udara yang masuk dari atas furnace c. Udara tersier yaitu udara yang masuk dari bagian sebelah atas spraygun. Guna udara primer adalah untuk terjadinya reduksi didalam ruang bakar disamping itu juga untuk mengatur pembentukan arang dan membantu berlangsungnya aliran smelt keluar. Udara sekunder berguna untuk menjaga tumpukan arang jangan terlalu tinggi agar terbentuk arang yang bagus dan juga untuk menghembus Lindi Hitam yang menempel di dinding ruang bakar (TPL, 2002).
2.3.4. Komposisi Lindi Hitam Pada dasarnya material Lindi Hitam diperoleh dari 2 sumber kayu dan white liquor. Beberapa senyawa kimia anorganik yang terdapat dalam Lindi Hitam adalah : •
Natrium hidroksida (NaOH)
•
Natrium sulfida (Na2S)
•
Natrium karbonat (Na2CO3)
•
Natrium sulfat (Na2SO4)
•
Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
•
Natrium kiorida (NaCl)
(Thomas, M, 1989)
2.3.5. Komposisi Senyawa Kimia Lindi Hitam Komposisi Lindi Hitam tergantung pada jumlah alkali (komposisi white liquor), pulp yang dihasilkan dan spesies; kayu yang digunakan. Ada perbedaan jumlah liquor diantara spesies yang berbeda khususnya diantara kayu keras dan kayu lunak. Kandungan kraft liquor sebagai berikut : •
Alkali Lignin
: 30 – 40%
•
Asam Hidroksy
: 25 – 35% 37
Universitas Sumatera Utara
•
Ekstraktif
:3-5
•
As. Asetat
:5
•
As. Formiat
:3
•
Methanol
:1
•
Sulfat
:3-5
•
Natrium
: 17 - 20
Data dalam beberapa kandungan anorganik dijelaskan dalam tabel 2.4. analisis untuk NaCl atau Na2SO3 kandungannya tidak dibuat. Tabel 2.4. Komponen dalam Lindi Hitam (Passinen, 1968) Wood
Pine
Pine
Pine
Pine
Spruos
Lignin
28,9
30,7
31,1
42
41
Hemicelulosa dan gula
1,14
0,11
1,3
Extractif
6,69
2,53
5,7
3
18,8
28
Asam-asam Saccharinie Asam Asetat
3,52
2,08
5,2
3,83
5
Asam Formik
4,48
2,70
3,1
3,37
3
Asam organik lainnya
5,5
2,22
19,0
29,5
5,8
18,6
18,5
20,3
10,1
10,3
8,7
2,08
1,35
Senyawa Organik yang tidak diketahui Organically Combines Na Senyawa-senyawa anorganik yang tidak diketahui Sulfur, S
1
25,6
3
Natrium, Na TOTAL
15 100,0 100,0
38
100,0
100,0
100,0
Universitas Sumatera Utara
Table 2.5. Kandungan Anorganik dalam Lindi Hitam (Grace T, 1977) R.A.A as Na2CO3
Na2SO4
Average
8,7
3,2
Highest value
12,3
Lowest Value
6,6
Na
K
S
Sulfated Ash
6,0
18,7
1,4
3,8
62,1
8,3
8,6
20,5
2,7
6,2
69,2
0,9
3,9
17,2
0,4
2,6
57,3
Na2O
2.3.6. Senyawa-Senyawa Anorganik Fraksi anorganik pada liquor tidak kelihatan jelas sebab beberapa sodium terkumpul pada senyawa anorganik anion dan beberapa anion organik. Salah satu penaksiran kandungan anorganik sodium diberikan pada tabel 2.5. ada juga beberapa garam anorganik, beberapa diantaranya adalah Na2CO3, Na2SO4, Na2S2O3, Na2S, NaOH dan NaCl, yang terpenting diantaranya adalah Na2CO3 dan Na2SO4 (sebab senyawa-senyawa tersebut terdapat pada lapisan endapan), Na2S (pengeluaran yang berbau busuk dan sisa alkali) dan NaOH (efek-efek samping sisa alkali). Garam-garam anorganik secara langsung berasal dari lindi putih (white liquor). Banyaknya komponen lindi putih (NaOH dan Na2S) reaksinya dengan kayu dimasukkan selama proses-proses pulp. Sisa garam-garam anorganik dalam lindi putih (Na2CO3, Na2SO4, Na2S2O3, dan NaCl).
2.4.
Limbah
2.4.1. Logam Berat Pencemaran logam berat merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut oleh umat manusia. Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal dari dua sumber. Pertama, dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimia dan kegiatan geokimiawi serta tumbuhan dan hewan yang 39
Universitas Sumatera Utara
mengalami proses pembusukan. Kedua, dari hasil aktifitas manusia terutama limbah yang dihasilkan oleh industri. Dalam neraca global, sumber yang berasal dari alam sangat sedikit pengaruhnya dibandingkan pembuangan limbah akhir dari industri terhadap lingkungan. Logam berat dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi manusia, tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat didalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim sehingga proses metabolisme tubuh terganggu bahkan terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau bahkan karsinogen bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernafasan dan pencernaan. Logam berat ini jika sudah terserap kedalam tubuh, maka tidak akan terlarut (terhancurkan) akan tetapi akan tetap tinggal didalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses eksresi. Hal ini serupa juga akan terjadi apabila suatu lingkungan baik didarat maupun diperairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat, maka proses pembersihannya akan sulit dilakukan. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, yaitu dimana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat bersifat racun. Contoh logam berat ini adalah Zn (seng), Cu (tembaga), Fe (besi), Co (kobalt), Mn (mangan) dan sebagainya. Sedangkan jenis kedua, yaitu logam berat non-esensial atau beracun, dimana keberadaanya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan bersifat beracun, seperti Hg (merkuri), Cd (kadmium), Pb (timbal), Cr (kromium), As (arsen), Ba (barium), Cd (Cadmium), B (boron) dan lain - lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Econotech bahwa didalam lindi hitam terdapat logam-logam yang diantaranya merupakan logam berbahaya antara lain : Timbal, Besi, Mangan, Nikel, Zink, Cadmium, Chromium, Cobalt, Tembaga dan Arsen. Keberadaan logam-logam tersebut jika melewati ambang batas, maka dapat mencemari lingkungan. Lindi hitam sangat penting dalam industri pulp. 40
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian lindi hitam yang diperoleh dari industri pulp PT.TPL Porsea dapat dilihat pada tabel 2.6. berikut. Tabel 2.6. Logam berat Timbal (Pb), Besi (Fe), Cadmium (Cd) dan Zinkum (Zn) dalam lindi hitam PT.TPL Porsea Kode Sampel
Kadar Logam (ppb)
Jenis Logam Berat
317,450
Timbal (Pb)
635,426
Besi (Fe)
349,480
Cadmium (Cd)
150,205
Zinkum (Zn)
Lindi Hitam
Sumber : Humala Simanjuntak, 2007
2.4.2. Limbah Pulp Limbah yang dihasilkan dari proses produksi Pulp adalah sebagai berikut : Limbah cair berupa : 1) Padatan (limbah berisi) tersuspensi yang terdiri dari partikel kayu, serat, pigmen debu dan sejenisnya. 2) Senyawa organik koloid terlarut serat hemiselulosa, gula, lignin, alkohol terpenting, zat pengurai serat, perekat tepi dan zat sintetis menghasilkan DOD tinggi. 3) Limbah cair berwarna pekat yang berasal dari lignin dan perwarna kertas. 4) Limbah panas. 5) Mikroorganisme, seperti golongan bakteri koliform. Partikulat, berupa : ¾ Abu dari pembakaran kayu bakar dan sumber energi lain. ¾ Partikula zat kimia terutama yang mengandung Na dan Ca. Gas, berupa : ¾ Gas Sulfur yang berbau busuk, seperti Merkaptan dan H2S yang dilepaskan dari berbagai tahap dalam proses kraft Pulping dan proses pemulihan bahan kimia. 41
Universitas Sumatera Utara
¾ Oksida Sulfur dari pembakaran bahan baker fosil, kraft recorvery furnace dan lim klin. ¾ Uap atau asap yang akan membahayakan karena menganggu jarak pandangan. Limbah Padat atau Solid Waste, berupa : ¾ Bio sludge (Sludge) adalah merupakan campuran dari endapan limbah cair proses primer dan sekunder yang kandungan utamanya adalah serat selulosa dan bakteri yang mati. ¾ Grits adalah berasal dari proses causticizing, berupa bahan yang tidak bereaksi antara Green Liquoer dan kapur tohor, kandungan utamanya adalah batu dan pasir yang mengandung hidroksida. ¾ Dregs adalah merupakan bahan endapan dari Green Liquoer yaitu smelt yang dilarutkan dalam weak wash dari lime mud washer. Kandungan silika dan karbon dari residu organik yang tidak sempat terbakar dalam Boiler. Bahan ini kaya akan karbon karena tidak bereaksi. Proses terjadinya limbah Gret, Dregs, dan Biosludge dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Kraft Recovery Process. 42
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Pengelolahan Limbah 2.4.3.1. Pengelolahan Limbah Cair Limbah yang dihasilkan dari proses produksi pulp dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu cair, padat, dan emisi udara. Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi diolah dengan menggunakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Sistem pengelolaan limbah cair berdasarkan unit operasinya dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Fisik Pada unit operasi ini, salah satu hal yang ditangani ialah proses screening (penyaringan). Screening merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Screening dilakukan pada sisa-sisa potongan kayu yang masih berukuran besar sehabis diolah pada proses chipper. Setelah dilakukan penyaringan, umumnya kayu yang masih berukuran besar akan dikembalikan lagi ke proses chipper, untuk diolah lagi dan mendapatkan ukuran kayu yang dikehendaki. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Pengendapan primer biasanya terjadi di bak pengendapan atau bak penjernih. Bak pengendap yang hanya berfungsi atas dasar gaya berat, tidak memberi keluwesan operasional. Karena itu memerlukan waktu tinggal sampai 24 jam. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Bak penjernih bulat yang dirancang dengan baik dapat menghilangkan 80% zat padat yang tersuspensi dan 50-995 BOD. Beberapa contoh Limbah atau proses-proses yang menggunakan pengolahan unit ini ialah Hasil pemasakan merupakan serat yang masih berwarna coklat dan mengandung sisa cairan pemasak aktif. Serat ini masih mengandung mata kayu dan serat-serat yang tidak dikehendaki (reject). Sisa cairan pemasak dalam serat dibersihkan dengan menggunakan washer, sedangkan pemisahan kayu dan reject dipakai screen. 43
Universitas Sumatera Utara
Larutan hasil pencucian bubur pulp di brown stock washers dinamai weak black liquor yang disaring sebelum dialirkan ke unit pemekatan. b. Kimia Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang sukar mengendap, senyawa fosfor, logamlogam berat, dan zat organik beracun. Dinamakan secara kimia karena pada proses ini dibutuhkan bahan kimia yang akan mengubah sifat bahan terlarut tersebut dari sangat terlarut menjadi tidak terlarut atau dari ukuran sangat halus menjadi gumpalan (flok) yang dapat diendapkan maupun dipisahkan dengan filtrasi. Beberapa
limbah-limbah
atau
proses-proses
yang
menggunakan
pengolahan unit ini ialah : I.
Cairan sisa dari hasil proses pemutihan yang menggunakan bahan kimia chlorine dioksida, ekstraksi caustic soda, hidrogen peroksida. Dalam proses pemutihan, setiap akhir satu langkah dilakukan pencucian untuk meningkatkan efektivitas proses pemutihan. Sebelum bubur kertas yang diputihkan dialirkan ke unit pengering, sisa klorin dioksida akan dinetralkan dengan injeksi larutan sulfur dioksida.
II.
Jika pengambilan air dilakukan dari sungai, maka biasanya industri pulp seharusnya memberikan bahan pengendap secukupnya dan sedikit larutan hypo untuk membunuh bakteri dan jamur sebelum mengalami proses pengendapan di dalam settling basin dan penyaringan sehingga dihasilkan air proses yang bersih dan bebas jamur.
III.
Pemasakan menggunakan bahan larutan kimia, seperti NaOH (sodium hidroksida) dan NaS (sodium sulfida) yang berfungsi untuk memisahkan serat selulosa dari bahan organik. Cairan yang dihasilkan dari proses pemasakan diolah dan menghasilkan bahan kimia, dengan daur ulang. Pada proses daur ulang terjadi limbah cair.
IV.
Proses pemutihan menggunakan zat-zat kimia, utamanya ClO2 dan cairan yang masih tertinggal berubah menjadi limbah dengan kandungan berbagai 44
Universitas Sumatera Utara
bahan kimia berupa organoklorin yang umumnya beracun, jika melewati ambang batas. c. Biologi Tujuan utama dari pengolahan limbah cair secara biologi adalah : A. Menggumpalkan dan menghilangkan/menguraikan padatan organik terlarut yang
biodegradable
dengan
memanfaatkan
aktivitas
mikroorganisme.
Pengolahan secara biologis mengurangi kadar racun dan meningkatkan mutu estetika buangan (bau, warna, potensi yang menggangu dan rasa air). Apabila terdapat lahan yang memadai, laguna fakultatif dan laguna aerasi bisa digunakan. Laguna aerasi akan mengurangi 80% BOD buangan pabrik dengan waktu tinggal 10 hari. B. Pabrik-pabrik di Amerika Utara sekarang dilengkapi dengan laguna aerasi bahkan dengan waktu tinggal yang lebih panjang, atau kadang-kadang dilengkapi dengan kolam aerasi pemolesan dan penjernihn akhir untuk lebih mengurangi BOD dan TSS sampai di bawah 30mg/1. C. Prinsip dasar pengolahan secara biologi sebetulnya mengadopsi proses pertumbuhan mikroorganisme di alam, mikroorganisme yang tumbuh membutuhkan energi berupa unsur karbon (C) dimana unsur karbon (C) tersebut dengan mudah diperoleh dari senyawa organik dalam air limbah, sehingga senyawa organik tersebut terurai menjadi CO2 dan H2O. Salah satu limbah yang menggunakan pengolahan unit ini ialah hasil perasan sludge yang berasal dari primary clarifier yang berupa larutan. Larutan ini didinginkan di 6 unit menara pendingin sebelum dialirkan ke deep tank air activated sludge untuk mengurangi kandungan organik secara biologi dengan memanfaatkan bakteri dan gas oksigen dari udara yang diinjeksikan dan bantuan dari pupuk fosfor dan nitrogen. D. Setelah penjelasan mengenai tiga unit operasi Instalasi Pengelolaan Air Limbah diatas, maka satu hal yang penting untuk diketahui ialah standar baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan pemerintah untuk pabrik pulp. Standar 45
Universitas Sumatera Utara
baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri LH No 51 Tahun 1995 untuk pabrik pulp, yakni toleransi PH dikisaran 6,0-9,0, BOD5: 150 mg/l, COD: 350 mg/l, dan TSS 150 mg/l.
2.4.3.2. Pengelolahan Limbah Emisi Udara Untuk limbah berupa emisi udara yang dihasilkan dari proses produksi pulp, biasanya pabrik pulp menggunakan alat-alat berupa blow gas treatment di unit pulping, Electro Static Dust Precipitator pada Recovery Boiler, dan Wet Scrubber di Recausticizing Unit. Beberapa limbah atau proses yang menghasilkan emisi udara ini, beserta penanganannya ialah : A. Kondensat tercemar yang berasal dari proses digester dikumpulkan dan dialirkan ke unit penanganan kondensat di evaporator plant. B. Noncondensable gas (NCG) dibakar sebagian menjadi limbah di lime klin (tanur kapur). C. Uap tekanan tinggi yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik digunakan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik dan steam tekanan menengah untuk pemanasan dalam proses di seluruh unit operasi produksi. D. Sisa bahan kimia menguap karena panas di unit pencucian. Uap diisap blower dan diarahkan ke sebuah menara penyerap yang berlangsung dua tahap. Di menara ini digunakan larutan sodium hidroksida dan diinjeksikan dengan sulfur dioksida (reduktor) untuk menetralkan sisa bahan kimia berupa klorin dioksida (oksidator) sehingga gas yang keluar bebas dari unsur gas klorin dioksida. E. Limbah yang mengandung partikel solid dari cerobong boiler, baik dari multi fuel boiler, recovery boiler, maupun lime kiln. Untuk tujuan ini, pabrik pulp harus memiliki alat electrostatic precipitator. Sedangkan cerobong asap dari dissolving tank recovery boiler dilengkapi dengan scrubber yang dialiri secara pelan.
46
Universitas Sumatera Utara
2.4.3.3. Pengelolahan Limbah Padat Industri bubur kertas umumnya menghasilkan limbah padat berupa batu dari kapur dan mengandung soda. Ini harus dibuang di lingkungan aman dan nyaman. Limbah padat itu harus dibuang ke tempat pembuangan akhir yang secure land fill (aman). Jika tidak, peristiwa fatal seperti di Love Canal, Niagara Falls (AS), bisa terulang. Daerah bekas land fill dekat Love Canal dijadikan tempat pembuangan limbah sebuah pabrik (1940-1950). Setelah pabrik itu pindah lokasi, land fill itu dijadikan permukiman bagi 500 keluarga. Beberapa waktu kemudian zat-zat beracun keluar dari tanah land fill dan mengancam nyawa warga di sekitarnya. Untuk menghindari jatuhnya korban, daerah itu dikosongkan. Pemerintah menghukum perusahaan kimia tersebut dengan denda dan ganti rugi bagi warga yang jumlahnya ratusan juta dollar AS. Peristiwa land fill di Love Canal itu mendorong Kongres AS menerbitkan undang-undang super fund (1970an) untuk melindungi penduduk dari limbah industri. Dua jenis limbah padat lainnya, diolah dengan menggunakan Bark Boiler dan Lime Klin. Bark Boiler digunakan untuk pembakaran kulit kayu. Sedangkan Lime Klin digunakan untuk pengolahan lumpur kapur. Tabel 2.7 Menunjukkan hasil analisis limbah padat industri Pulp dan kertas dari berbagai sumber. SUMBER PADATAN ABU Bleached
NILAI
ANALISIS (%)
PANAS
C
H
S
O
N
(MJ/kg)
33,4
1,9
48,7
6,6
0,2
42,4
0,2
20,1
Pulp mill
42,0
4,9
51,6
5,7
0,9
29,3
0,9
21,5
Kraft mill
37,6
7,1
55,2
6,4
1,0
26,0
4,4
24,1
Kraft mill
40,0
8,0
48,0
5,7
0,8
36,3
1,2
19,8
Deinking
42,0
20,2
28,8
3,5
0,2
18,8
0,5
12,0
Pulp mill
47
Universitas Sumatera Utara
mill Deinking
42,0
14,0
31,1
4,4
0,2
30,1
0,9
12,2
45,0
3,0
48,4
6,6
0,2
41,3
0,5
20,8
50,5
2,8
48,6
6,4
0,3
41,6
0,4
20,6
Bark
54,0
3,5
48,0
6,0
0,1
42,1
0,3
20,3
Baric
50,0
0,4
50,3
6,2
0,0
43,1
0,0
20,8
Wood chips
79,5
0,2
49,2
6,7
0,2
43,6
0,1
19,4
Wastepaper
92,0
7,0
48,7
7,0
0,1
37,1
0,1
25,0
mill Recycle mill Recycle paper mill
*) Sumber : Scott, 1995 Nilai panas yang cukup tinggi menjadikan limbah padat industri Pulp dan kertas sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuat pulp (Syamsudin, Sri Purwati, Andri Taufick, R. 2006).
2.5.
Bentonit Bentonit adalah sejenis lempung yang banyak mengandung mineral
Montmorilonit (sekitar 85%), yaitu suatu mineral hasil pelapukan, pengaruh hydrothermal atau akibat transformasi/ devitrifikasi dan tufa gelas yang diendapkan di dalam air dalam suasana alkali. Fragmen sisanya pada umumnya terdiri dari campuran mineral kuarsa/kristobalit, feldspar, kalsit, gypsum, kaolinit, plagioklas, ilit dan lain sebagainya ( Zulkarnaen, Wardoyo S, Marmer D.H., 1990). Lempung merupakan salah satu komponen tanah yang tersusun atas senyawa alumina silikat dengan ukuran partikel yang lebih kecil dari 2µm. Struktur dasarnya merupakan filosilikat atau lapisan silikat yang terdiri dari lembaran tetrahedral silicon-oksigen dan lembaran oktahedral aluminium-oksigenhidroksida (Supeno Minto. 2007).
48
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Proses Terjadinya Bentonit di Alam Secara Umum, asal mula terjadinya endapan Bentonit ada 4 (empat), yaitu : 1. Terjadi karena proses pelapukan batuan. Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi mineral batuan induk dan kelarutannya dalam air. Mineral-mineral utama dalam pembentukan Bentonit adalah plagioklas, kalium - feldspar, biotit, muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesian. Secara umum, faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim., jenis batuan, relief dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas batuan tersebut. Pembentukan Bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga disebabkan oleh adanya reaksi antara ion - ion Hidrogen yang terdapat di dalam air dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam batuan. 2. Terjadi karena proses hidrothermal di alam. Proses hidrothermal mempengaruhi alterasi yang sangat lemah sehingga mineral-mineral yang kaya akan Magnesium, seperti hornblende dan biotit cenderung membentuk mineral klorit. Pada alterasi lemah, kehadiran unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali Kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar dan plagioklas pada umumnya akan membentuk montmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur Magnesium. Larutan hidrothermal merupakan larutan yang bersifat asam yang mengandung klorida, sulfur, karbondioksida dan silika. Larutan alkali ini selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa dan akan tetap bertahan selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan asal. Pada alterasi lemah, adanya unsur alkali tanah akan membentuk Bentonit. 3. Terjadi karena proses transformasi dan devitrifikasi mineral-mineral dari gunung berapi. Proses transformasi (pengubahan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi gelas akan menjadi mineral lempung (mengalami devitrifikasi secara perlahan-lahan) yang lebih sempurna, terutama pada daerah danau, lautan dan 49
Universitas Sumatera Utara
cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung berapi yang sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan dalam cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang berasal proses transformasi pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau. 4. Terjadi karena proses pengendapan batuan. Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana unsur pembentuknya antara lain ; karbonat, silika pipih, fosfat laut dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur Aluminium dan Magnesium (Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera Utara, 2001).
2.5.2. Komposisi Bentonit Berdasarkan hasil analisis terhadap sampel Bentonit yang diambil dari Desa Silamosik, diperoleh komposisi bentonit adalah sebagai berikut ; Tabel 2.8. Komposisi Bentonit yang digunakan. KOMPONEN
% BERAT
Kalsium Oksida (CaO)
0
Magnesium Oksida (MgO)
0
Aluminium Oksida (Al2O3)
22,9
Ferri Oksida (Fe2O3)
5,1
Silika (SiO2)
55,5
LOI
16,5
2.5.3. Karakteristik Bentonit Karakteristik bentonit : •
Merupakan senyawa alumina silikat yang mempunyai kristal halus.
•
Rumus kimianya (Mg, Ca, Na) O Al2O3 5 SiO2 n H2O.
•
Berwarna abu – abu mendekati putih dan krem bila kering.
•
Berkilat lilin, lunak, plastis dan sarang. 50
Universitas Sumatera Utara
•
Berat jenis 2,4 – 2,8 g/ml.
•
Titik lelehnya 1.330o – 1.430o. Bentonit dapat dibedakan menjadi :
1. Bentonit Na (Sweling) = Bentonit barat atau bentonit wyoming atau bentonit kembang. - Daya kembang 8x perbandingan Na dan Ca tinggi, PH nya 8,5 – 9,8. 2. Bentonit Ca – Mg = Bentonit Texas, sub-bentonit, bentonit selatan atau Non-sweling. - Phnya 4 – 7, perbandingan Na dan Ca rendah, pertukaran ion diduduki Ca dan Mg.
2.5.4. Bentonit Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan Kepulauan Indonesia sebagaimana pada umumnya berada di daerah tropis mempunyai bermacam - macam jenis tanah, dimana diantaranya mempunyai sifat yang kurang baik. Diantaranya sifat fisik, seperti plastisitasnya tinggi, degradasi kurang baik akibatnya sifat teknik yang dimiliki juga menjadi kurang baik, seperti daya dukungnya yang rendah. Seperti yang telah diketahui, tanah merupakan bahan konstruksi dalam bangunan sipil. Namun yang tersedia tidak terlalu seperti yang diharapkan. Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat dibeberapa wilayah di Indonesia. Bentonit mempunyai sifat fisik dan sifat teknik yang buruk jika digunakan sebagai bahan konstruksi. Bentonit juga bersifat ekspansif, yang mempunyai kemampuan mengembang cukup besar bila kondisinya jenuh, akibat “Compressibility “-nya tinggi dan sulit memadatkannya sehingga bentonit jenuh ini tidak akan mampu memukul gaya - gaya yang bekerja padanya. Pemakaian bentonit sebagai bahan konstruksi bangunan haruslah dikombinasikan dengan suatu bahan tertentu untuk memperbaiki sifat - sifat bentonit tersebut sebelum digunakan. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah kapur, yang merupakan sisa atau limbah industri gas asetilen. Limbah pada proses pengolahan asetilen berbentuk butiran halus yang masih mengandung air. 51
Universitas Sumatera Utara
Secara fisik, limbah ini menyerupai kapur sedangkan secara kimia, limbah ini mengandung oksida - oksida logam dan persenyawaan kimia lainnya. Berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimianya, limbah ini dapat digunakan sebagai bahan aditif kirnia dalam stabilitas tanah. Karena dengan kandungan: 70,90% kalsium hidrat; 0,31% magnesium oksida; 0,66% silika; 2,56% alumina; 1,76% besi oksida; pH 12,5 dan kadar air 3,76%, maka limbah ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti kapur yang merupakan salah satu bahan aditif kimia yang digunakan untuk stabilisasi tanah.
2.5.5. Bentonit Sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak Untuk keperluan pasir cetak, teknik pengolahannya cukup sederhana, yaitu ; bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, dimana jika kondisinya masih basah, maka perlu dilakukan penirisan untuk mengurangi kadar airnya. Sedangkan jika kondisinya telah kering, maka telah siap untuk dilakukan pengeringan selanjutnya, dimana sumber panas berasal dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk memperkecil ukuran butiran, sampai 200 mesh. Hasil penggerusan ini diproses lebih lanjut di dalam siklon. Setelah proses siklon selesai, maka bentonit sebagai bahan perekat pada pembuatan pasir cetak disimpan di Silo. Bentonit yang digunakan untuk pembuatan sampel berasal dari jalan gereja, sirait uruk, Lokasi guluan didesa Silamosik kabupaten Tobasa ± 6 – 7 km dari PT. TPL Porsea, luasnya ± 50 Ha dengan cadangan 3,9 Juta ton, dengan spesifikasi sebagai berikut SiO2 55,5%, Al2O3 22,9%, Fe2O3 5,1%, CaO tak ternyata, MgO tak ternyata.
52
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Keramik Pada awalnya, kata keramik (ceramics) berasal dari bahasa Yunani
“keramikos/keramos” yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kata keramikos berasal dari suatu akar kata bahasa Sansekerta yang berarti suatu benda yang dibuat dengan bantuan api. Kamus dan ensilkopedia tahun 1950an masih mendefenisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, pottery, genteng dan sebagainya. Tetapi, saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat bahkan tidak semua keramik dihasilkan melalui proses pembakaran. Defenisi pengertian keramik yang terbaru memiiki arti yang berbeda-beda, yaitu (Erifin yundra febriantoni, Ir. Yusuf ; 1977 dan 1988) : 1. Semua bahan paduan logam dan bukan logam yang terikat secara ionik atau kovalen, dan anorganik yang berbentuk padat. 2. Semua material yang bersifat keras, rapuh, tahan panas, tahan korosi serta mengandung satu atau lebih unsur logam termasuk oksigen. 3. Material bahan atau mineral yang terbuat dari tanah liat yang terbakar. Dalam pembentukan bahan keramik ini sering melalui tahap pelelehan batas butir (sintering) atau bahkan pelelehan menyeluruh pada proses pembuatan gelas. Campuran bahan anorganik tertentu yang mengalami proses pelelehan butir inilah yang menentukan sifat-sifat keramik. Secara alami, senyawa anorganik mempunyai sifat tahan panas, isolator listrik dan panas, tahan bahan kimia, kuat dan keras akan tetapi rapuh. Dengan pemilihan campuran bahan, pengolahan bentuk dan perlakuan panas tertentu dapat diperoleh sifat yang sangat berbeda dengan sifat alami tadi. Sifat superelastis, superkonduktor dan ferromagnetik dapat diberikan pada keramik tertentu yang diolah secara khusus. Dari kajian ini maka keramik dapat didefenisikan sebagai bahan anorganik dan metalik yang merupakan campuran metal dan non metal yang terikat secara kovalen atau ionic. Susunannya bermacam-macam, mulai dari senyawa yang sederhana, hingga campuran beberapa fasa kompleks. Keramik meliputi jenis-jenis
53
Universitas Sumatera Utara
bahan seperti gelas, bata, beton, isolator dielektrik, bahan magnetic bukan logam, bata tahan api, dan lain sebagainya. Sifat-sifat keramik sangat tergantung pada komposisi bahan dasar, besar butir, struktur mikro dan temperatur pemanasan. Pengelompokan bahan dasar keramik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a. Berdasarkan sifat keplastisan dan non plastis Bahan dasar keramik plastis ini contohnya ball clay, kaolin dan bentonit, berupa tanah liat (argues) dengan kandungan mineral dan tambahan yang berasal dari endapan kotoran. Sedangkan bahan yang non plastis contohnya feldspar, kuarsa, kapur. b. Bahan Pelebur (Fondan) Bahan ini berupa feldspar, naphelin dan bahan-bahan dengan kandungan alumina silikat alkali beraneka ragam seperti Li, Na, Ka, Ca dan Mg yang terdiri dari : - Orthose : (SiA1) O8 K, Potassis - Albite
: (SiAl) O8 Na, Sodis
- Anorthite : (SiAI) O8 Ca, Kalsis c. Bahan penghilang lemak Bahan ini berupa bahan-bahan baku, mudah dihaluskan dan koefisien penyusutannya sangat rendah. Biasanya bahan ini berfungsi sebagai penutup kekurangan-kekurangan yang terjadi karena plastisitas yang ekresif dari tanah liat terdiri dan silika atau quartz yang berbeda-beda bentuknya. d. Bahan tahan api Bahan ini terdiri dari bahan yang mengandung Mg dan silika alumunium.
2.6.1. Bahan Dasar Keramik Pada dasarnya bahan keramik dibentuk dari berbagai bahan, antara lain (Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995) :
54
Universitas Sumatera Utara
1. Bentonit Bentonit sebagai bahan pokok untuk pembuatan keramik, merupakan salah satu bahan yang kegunaannya sangat menguntungkan bagi umat manusia, karena bahannya yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. Kira-kira 70% atau lebih kulit bumi terdiri dari batuan yang merupakan sumber bentonit. bentonit banyak ditemukan diareal pertanian terutama persawahan. Dilihat dari sudut ilmu kimia, bentonit termasuk hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai rumus A12O3 2SiO2 2H2O dengan perbandingan berat dari unsur-unsurnya Oksida Silinium (2SiO2) 47%, Oksida Alumunium (A12O3) 39% dan air (2H2O) 14%. Bentonit memiliki sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah mempunyai sifat plastis, tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi rapuh. Sedangkan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya, masyarakat memanfaatkan bentonit sebagai bahan pembuatan bata dan gerabah. 2. Kaolin Kaolin adalah jenis lempung yang mengandung mineral kaolinit dan terbentuk melalui proses pelapukan. Kaolin merupakan jenis tanah liat primer yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keramik putih dan mengandung mineral kaolinit sebagai bagian terbesar sehingga kaolin biasanya disebut sebagal lempung putih. Kaolin adalah bahan keramik yang harus dicampur dengan bahan lainnya, misalnya ball clay, ini dilakukan untuk menambah keplastisan dan mengurangi ketahanan api karena bahan ini bersifat kurang plastis dan sangat tahan api. Titik lelehnya lebih kurang 1800°C. Kaolin digunakan untuk pembuatan gerabah, porselin dan tegel (Ir. Yusup, 1988). Kaolin berupa jenis tanah liat primer yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keramik putih dan mengandung mineral kaolinit sebagai bagian yang terbesar. Tanah liat primer adalah tanah liat yang terdapat pada tempat
55
Universitas Sumatera Utara
dimana tanah liat tersebut terjadi atau dengan kata lain tanah liat tersebut belum berpindah tempat sejak mulai terbentuk. Proses kaolinisasi berada dalam kondisi tertentu sehingga elemen-elemen selain silika, alumunium, oksigen dan hidrogen mengalami perpindahan. Gambaran proses ini seperti persamaan berikut (Adjat Sudrajat dkk, 1997). 2KA1Si3O8 + 2H2O
A12(OH)4(Si2O5) + K2O + 4SiO2
Feldspar
Kaolinit
Mineral yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit dan halloysit dengan kaolinit sebagai mineral utamanya. Halloysit (A12(OH)4SiO52H2O) mempunyai kandungan air lebih besar dan seringkali membentuk endapan tersendiri. Kaolin banyak dipakai dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku utama (primer) maupun sebagai bahan pembantu (sekunder). Hal ini karena sifat kaolin seperti kehalusan, kekuatan, warna, daya hantar listrik dan panas rendah dan lain-lain. Dalam industri, kaolin dapat berfungsi sebagai pelapis (coater), pengisi (filler), barang-barang tahan api dan isolatir. Penggunaan kaolin yang utama adalah dalam industri-industri kertas, keramik, cat, karet/ban, plastik, semen, pestisida, pupuk, absorbent, kosmetik, pasta gigi, detergent, tekstil dan lain-lain. Pada industri keramik, kaolin antara lain digunakan untuk membuat white ware (barang-barang berwarna putih), wall tile (ubin dinding), insulatir (alat pelekat), refraktori (pabrik) dan face brick (bila memerlukan warna putih). Kaolin ini juga dapat dipakai sebagai bahan konstruksi seperti : a. Keramik halus (gerabah putih atau white earthenware) dan porelin, baik sebagai salah satu komponen dalam badan maupun sebagai glasir (pengkilat) b. Barang-barang tahan api dalam batu bata kaolin c. Bahan-bahan bangunan keramik seperti tegel dalam gerabah atau porselin. Klasifikasi kaolin untuk keramik dinyatakan dalam empat kelas, yaitu : 1. Kelas Porselin 56
Universitas Sumatera Utara
2. Kelas Saniter 3. Kelas gerabah halus (stone ware) 4. Kelas gerabah halus tidak padat (earth ware). 3. Kuarsa Kuarsa (mineral silika) adalah salah satu komponen utama dalam pembentukan keramik dan banyak terdapat dipermukaan bumi (sekitar 60%). Bentuk umum fasa kristal kuarsa adalah tridimit, quartz dan kristobalit, tergantung pada temperaturnya. Jenis kristal silika yang ada di alam adalah kuarsa, sedangkan tridimit dan kristobalit jarang dijumpai. Kuarsa memiliki keplastisan rendah dan titik leburnya tinggi sekitar 1728°C, tetapi hasil pembakarannya kuat dan keras. Bahan baku kuarsa dapat diperoleh dari batuan atau pasir kuarsa dengan kandungan silica tinggi (Erifin Yundra Febriantoni, 1977). 4. Feldspar Feldspar adalah suatu kelompok mineral yang berasal dari batu karang yang ditumbul dan dapat memberikan sampai 25% flux (pelebur) path bahan keramik. Bila keramik dibakar, feldspar akan meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang menyebabkan partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu sama lain. Pada saat membeku, bahan ini memberikan kekuatan pada badan keramik. Feldspar tidak larut dalam air, mengandung alumina, silika dan flux yang digunakan untuk membuat glasir suhu tinggi, tetapi agar lebih memuaskan harus dicampur dengan kaolin. Bahan ini banyak digunakan dalam pembentukan keramik halus, gelas dan email.
2.6.2. Sifat Keramik Konstruksi Secara umum keramik konstruksi mempunyai sifat-sifat yang khas fungsional dalam fisik, mekanik, termal dan elektrik. Sifat yang paling menonjol dan sangat berpengaruh adalah sifat fisik keramik, yang meliputi densitas, porositas dan penyerapan air. Densitas merupakan suatu ukuran massa perunit 57
Universitas Sumatera Utara
volume dan dinyatakan dalam gram per centimeter kubik (gr/cm3). Bentuk-bentuk densitas biasanya digunakan dalam berbagai variasi, seperti (Erifin yundra febriantoni, Ir. Yusuf ; 1977 dan 1988) : 1. Densitas Kristallografi, yakni densitas ideal akan dihitung dan kisi kristal yang bebas cacat pada suatu komposisi. 2. Berat Jenis, yakni sama dengan densitas kristallografi. 3. Densitas Teori, yakni sama dengan densitas Kristallografi, tetapi perhitungannya ditunjukkan untuk larutan padat dan multi fasa. 4. Densitas Ruah (bulk density), yakni ukuran densitas untuk badan keramik, dimana melibatkan semua cacat-cacat kisi, fasa dan pembentukan porositas. Pada keramik konstruksi yang telah diteliti sebelumnya dengan menggunakan bahan yang unsur-unsurnya adalah, Si, Al, Mn dan Fe dengan fasenya SiO2 dan NaAlSi3O8 ditambah unsur Fe dengan fasenya NiAS2 serta unsur ketiga Fe dan Si yang berfase MgSiO3 dengan variasi campuran tertentu diperoleh berturut-turut susut bakar antara 7,5619% - 7,8290%, densitas antara 2,6 gr/cm3 3,2 gr/cm3, porositas 13,12% - 18,87%, kuat tekan 96,28 kgf7cm2 - 171,5 1 kgf/cm2 , kekerasan = 106,8 HV, dan kuat impaknya = 1,42 J/cm2 (Anwar Darma, 2010).
2.6.3. Struktur Mikro Keramik Keramik memiliki struktur anorganik dan struktur amorf seperti gelas tapi kebanyakan keramik memiliki struktur kristal. Struktur mikro keramik polikristallin selalu kompleks dan dibedakan oleh adanya batas butir (Grain Boundaries), renik (pores), ketidak sempurnaan, dan kondisi multifasa yang membuatnya lebih bervariasi. Pada daerah batas butir, energi bertambah sehingga ketidak murnian cenderung berkumpul disana. Ketidak murnian adalah merupakan fase kedua dan ketiga antara partikel konstituen kedalam batas butir. Dengan adanya penambahan ketidak murnian dan zat adiktif lainnya, struktur mikro dapat berubah, jika diamati pada batas butirannya maupun pada porositasnya. 58
Universitas Sumatera Utara
Umumnya keramik dihasilkan dari pembentukan bahan baku dalam bentuk powder dan melakukan sintering. Keramik yang diperoleh dengan cara ini bersifat polikristalin, gabungan butiran polikristallin yang ha1us serta terjadinya batas butir. Kesemua ini tidak terlepas dari pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat fisis dan kimianya (Krista. S. 2010).
2.7.
Proses Pembuatan Keramik Proses metalurgi serbuk merupakan salah satu proses yang digunakan
dalam membentuk suatu komponen material. Keunggulan dari proses ini antara lain : -
Meminimalisasi proses pemesinan
-
Meminimalisasi kehilangan material
-
Menjaga toleransi dimensi
-
Memungkinkan variasi paduan yang beragam
-
Menghasilkan permukaan produk yang baik
-
Menghasilkan porositas terkontrol
-
Memungkinkan pembuatan bentuk yang kompleks dan unik Proses ini pula yang mendasari pembuatan keramik. Ada beberapa tahapan
yang penting yang mempengaruhi sifat-sifat akhir produk keramik yaitu : 1. Pembuatan Serbuk - Reaksi Padat-padat (solid-solid reaction) - Proses Pelelehan (melting process) - Proses Pengendapan (presipitation process) - Pemisahan (decompotition) - Reaksi Gas-gas (gas-gas reaction) 2. Persiapan Serbuk - Pencampuran (mixing) - Deaglomerasi - Spray drying - Freeze drying 59
Universitas Sumatera Utara
3. Pembentukan (formating) - Cetak kering (dry pressing) - Slip casting (cetak tuang) - Extrution - Injection molding - Impragnation 4. Pemadatan - Sintering - Hot Isostactic Pressing (HIP) - Cold Isostactic Pressing (CIP) - Hot Pressing (HP) 5. Karakterisasi/Pengujian - Sifat Fisik (meliputi densitas, porositas, shape, ukuran dan distribusi partikel, struktur kristal dan lain-lain) - Sifat Mekanik (meliputi bending strength, compressive strength, tensile strength, kekerasan dan lain-lain) - Sifat Listrik (meliputi break down voltage, dielectric strength dan lainlain) - Sifat Kimia (meliputi chemical durability) - Sifat Termal (meliputi thermal expansi, thermal conductivity) Tahapan pembuatan serbuk dan persiapan serbuk dapat digolongkan pada tahapan pra kompaksi. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam penanganan serbuk sebelum dimasukkan ke dalam cetakan. Tahapan persiapan ini diperlukan untuk memudahkan pembentukan (shaping) pada saat kompaksi. Halhal yang perlu diperhatikan pada saat pra kompaksi adalah : jenis bahan baku (raw material), komposisi campuran bahan baku, ukuran dan distribusi partikel bahan baku. Beberapa proses pra-kompaksi akan dijelaskan berikut ini.
60
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Pencampuran (mixing) Proses ini penting dilakukan untuk mendapatkan campuran material dari bahan baku keramik dengan pengaturan komposisi dan ukuran butir hingga dicapai kehomogenannya. Selain itu proses ini juga dapat meningkatkan densitas dari keramik dan juga mengurangi porositas yang terdapat didalam keramik tersebut. Pada umumnya pembentukan keramik dilakukan dengan pengadukan serbuk dengan air plastis, selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan sampai kering tertentu. Ada beberapa proses atau cara pembentukan keramik, diantaranya (Erifin Yundra Febriantoni, 1977) : a. Dry Pressing. Metode ini merupakan pembentukan terhadap serbuk halus yang mengandung sedikit air atau penambahan bahan organik dengan pemberian tekanan yang dibatasi oleh cetakan menjadi produk padat yang kuat. Pada metode ini bahan (serbuk) dicampur dengan air 7 - 10 % agar tetap lembab sehingga menambah sifat plastis bahan. Proses pembentukan ini banyak digunakan oleh pabrik refraktori untuk menghasilkan produkpoduk seperti ubin, lantai dan dinding. b. Extrusion Molding. Pembentukan keramik dengan metode ini dilakukan dengan cara mendorong campuran massa plastis dengan kadar air antara 12 - 20 % melalui ruang kosong sehingga diperoleh bentuk dengan penampang melintang yang tetap. Karena itu metode ini digunakan pada pembentukan batu bata, pipa dan tegel berlubang. c. Injection Molding. Plastik dicampur dengan bubuk dan proses pembentukan sama dengan pada plastik. d. Rubber Mold Pressing. Pembentukan terhadap serbuk halus dengan menggunakan pembungkus yang terbuat dari karet serta diberi tekanan keseluruh permukaan karet, dan menghasilkan bahan yang kompak. e.
Slip
Casting.
Pembentukan
dengan
memanfaatkan
serbuk-serbuk
berjaringan halus. Suatu suspensi encer dari serbuk (slip) dicetak pada cetakan penyerap yang biasanya disebut gips. Pencetakan dibentuk oleh endapan dari serbuk-serbuk yang terdispersi pada dinding cetakan. Setelah 61
Universitas Sumatera Utara
itu dibentuk dengan ketebalan dinding-dinding yang dikehendaki. Kelebihan slip adalah pengosongannya dari cetakan (drain casting) dan spesimen cetakan yang diperbolehkan untuk kering dan keras. Potonganpotongan padat terbentuk oleh slip yang tetap pada cetakan panjang yang cukup membangun cetakan padat. Pada penelitian ini, pencampuran bahan limbah (grit, dregs & biosludge) dengan bentonit dilakukan dengan metode dry pressing. Berikut contoh pencetakan keramik dengan dry pressing.
2.7.2. Pengeringan Pada umumnya, pengeringan zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lainnya dan bahan padat sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair didalam zat padat tersebut. Proses ini harus dikontrol, karena melibatkan penekanan yang diakibatkan oleh perbedaan shrinkage atau tekanan gas dapat menyebabkan cacat pada produk yang dihasilkan. Pada sistem pengeringan, energi panas harus melewati permukaan produk, yang selanjutnya akan menghasilkan uap air. Selama pengeringan pemanasan akan meningkatkan tekanan uap air dari cairan dan kapasitas penyerapan dari udara kering. Benda-benda yang dibakar harus dikeringkan terlebih dahulu, karena jika pada kondisi basah dibakar, kemungkinan akan terjadi ledakan uap air sewaktu dibakar dan ini akan menyebabkan keretakan bahan. Mengeringkan benda keramik berarti menghilangkan apa yang disebut air plastisnya saja, sedangkan air yang terikat dalam molekul bahan keramik (air kimia) hanya dapat dihilangkan melalui pembakaran. Proses pengeringan juga akan diikuti dengan proses penyusutan. Kerusakan seperti cacat/retak dapat terjadi pada saat pengeringan, karena pencampuran badannya tidak homogen dan pengeringan yang tidak merata pada bagian bagiannya sehingga terjadi tegangan-tegangan antara bagian-bagian tersebut. Permukaan yang retak tersebut menunjukkan permukaan bahan yang rapuh. Kelebihan kadar air dapat juga membuat permukaan produk menjadi lengkung, retak dan keporiannya meningkat. Lengkungan dihasilkan oleh 62
Universitas Sumatera Utara
pengeringan yang tidak merata dan terjadi penyusutan sehingga bentuknya berubah. Metode konveksi dan konduksi banyak digunakan untuk pengeringan keramik.
2.7.3. Pembakaran (sintering) Metode sintering yang digunakan adalah metode sintering fase padat (solid state sintering). Sintering dilakukan dengan trayek pembakaran seperti gambar 2.7 sebagai berikut : T (oC)
900 oC
15 menit
Waktu
Gambar 2.7. Trayek sintering untuk sampel keramik. Pada proses sintering terjadi perubahan struktur bahan, seperti perubahan pada jumlah pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan dalam proses sinter ini antara lain adalah komposisi bahan dan penekanan pada pencetakan bahan. Sebelum melakukan proses sintering ini terlebih dahulu masing-masing sampel diukur volumenya dengan mengukur panjang, lebar dan tinggi sampel dengan menggunakan jangka sorong (Vernier Calliper). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan dimensi dari sampel, yang menyatakan bahwa sampel mengalami proses pemadatan (Krista, S, 2010).
63
Universitas Sumatera Utara
Selain istilah pembakaran , incenaration, pemadatan atau densification sering juga disebut sebagai proses sintering. Proses sinter dari bahan serbuk keramik atau logam merupakan proses yang sangat komplek dan sulit mendefenisikannya secara pasti. J.S. Hilrshhorn, mendefenisikan sinter sebagai : “Terjadinya ikatan kimia dari kumpulan partikel atau bakalan dan menjadi koheren sebagai pengaruh kenaikan temperatur”. Sedang Clauss G. Goetzel, mendefenisikan sinter sebagai : “Mekanisme dimana partikel padatan yang diikat oleh gaya atomik akibat adanya tekanan dengan panas”. Jadi jelas kedua defenisi diatas keterkaitan dengan perlakuan pemberian panas terhadap suatu bahan. Proses
sintening
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
ukuran
partikel,
temperatur, waktu, energi permukaan dan lain-lain. Melalui proses ini terjadi perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori, pertumbuhan butiran, peningkatan densitas dan penyusutan. Sedangkan pada bahan keramik, terjadi perubahan pokok yaitu berkurangnya luas permukaan, volume bulk dan meningkatnya kekuatan. Seperti diperlihatkan pada gambar 2.7. berikut, terdapat dua permukaan diantara setiap dua partikel sebelum pensinteran. Setelah pensinteran, terdapat batas butir tunggal. Kedua permukaan merupakan batas-batas energi tinggi ; batas butir memiliki energi yang jauh lebih rendah. Jadi reaksi ini terjadi dengan sendirinya jika suhu cukup tinggi sehingga atom-atom dalam jumlah yang signifikan dapat berdifusi. Partikel-partikel tersebut menjadi lebih rapat sehingga menghasilkan penyusutan dan reduksi porositas. Tahap perubahan partikel pada saat sintering ditunjukkan seperti pada gambar 2.8. berikut ini.
64
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8. Tahap perubahan Partikel pada saat sintering (a) partikel awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan sintering, (d) tahap akhir sintering
2.8.
Pengujian Sifat Fisis
2.8.1. Susut Bakar Tujuan dilakukannya pengujian susut bakar adalah untuk mengetahui berapa besar penyusutan dari sampel yang diuji, setelah proses sintering. Rumus yang digunakan untuk mengetahui susut bakar adalah (F.H. Norton, 1997) : Susut Bakar =
Vo − Vt Vo
x 100 %
(2-1)
Dimana : VO = Volume sampel uji sebelum disentering (mm3) Vt = Volume sampel uji setelah sintering (mm3).
65
Universitas Sumatera Utara
2.8.2. Densitas Salah satu sifat yang paling penting dari suatu bahan adalah densitasnya (density), yang didefenisikan sebagai massa per satuan volume. Bahan yang homogen seperti es atau besi, memiliki densitas yang sama di setiap bagiannya. Jika suatu benda yang materialnya homogen bermassa m memiliki volume v, densitasnya ρ adalah (F.H. Norton, 1997) : mk ρ= vb
Densitas,
(2-2)
Dimana : mk = massa kering benda uji (gr) vb = volume (cm3) Densitas suatu bahan tidak sama pada semua bagiannya, contohnya atmosfer bumi (yang semakin meninggi akan semakin kecil densitasnya). Secara umum densitas bahan bergantung pada faktor lingkungan seperti suhu dan lingkungannya. Satuan SI untuk densitas adalah kg/m3, dalam satuan cgs adalah gr/cm3, faktor konversi 1 kg/m3 = 1000 gr/cm3. Mengukur densitas merupakan teknik analisa penting. Dalam pelaksanaannya sampel yang diukur mempunyai ukuran dan bentuk tidak teratur sehingga penentuan volume menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan massa menjadi meragukan. Jika ditemukan penentuan volume yang sulit, maka pengukuran densitas yang dilakukan adalah dengan bulk density berdasarkan metode Archimedes. Melalui percobaan Archimedes nilai densitas dapat dihitung dengan rnenggunakan rumus :
Mk Densitas = Mk − ( Mg − Mkw )
× ρ air
(2-3)
Dimana : Mk = massa sampel kering Mg = massa sampel digantung di air Mkw = massa kawat penggantung.
2.8.3. Porositas Porositas sangat menentukan struktur mikro suatu material. Pada keramik, pori terbentuk karena terperangkapnya molekul air atau udara diantara badan 66
Universitas Sumatera Utara
keramik yang mulai mengeras pada proses pengeringan dan pemanasan, dimana air akan menguap sehingga akan menimbulkan rongga kosong yang disebut pori. Dikenal ada dua jenis pori, yaitu : a. Pori terbuka (open pore) yang kontak dengan udara luar b. Pori tertutup (close pore) yang terperangkap dalam bahan
Gambar 2.9. Pori Terbuka dan Pori Tertutup Pori terbuka ini terbagi atas : a. Pori terbuka tembus b. Pori terbuka tak tembus c. Pori terbuka campuran Perbedaan ketiga pori tersebut ditunjukkan pada gambar 2.10 .
Gambar 2.10. Pori Terbuka yang terdiri dari (a) pori terbuka tembus, (b) pori terbuka tak tembus, dan (c) pori terbuka campuran Pengukuran porositas dari sampel keramik yang telah disentering menggunakan persamaan (F.H. Norton, 1997) : Porositas =
M b −M k Mk
× 100 %
(2-4)
Dimana : Mk = massa sampel kering (gr) Mb = massa sampel basah (gr)
67
Universitas Sumatera Utara
2.9.
Pengujian Sifat Mekanik
2.9.1. Tekan Pengujian tekan dilakukan dengan cara menyalakan alat UTM (Universal Testing Machine), kemudian memposisikan jarum skala gaya pada skala 0. Sampel keramik diletakkan pada dasar alat UTM. Setelah itu dinyalakan tombol penekan. Ketika sampel sudah menunjukkan keadaan retak (secara visual), maka tombol penekan UTM dimatikan. Persamaan kuat tekan diberikan dengan rumus (F.H. Norton, 1997) :
fc =
P A
(2-5) Dimana : fc = Tekanan (kg/cm2) P = Beban Maksimum (kg) A = Luas permukaan (mm2).
2.9.2. Kekerasan Kekerasan (Hardness) dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan keramik terhadap penetrasi pada permukaan. Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan Equotip Hardness Tester. Prosedure pengujian kekerasan dengan menggunakan Equotip Hardness Tester adalah sebagai berikut : - Pilih potongan kecil sampel keramik yang baik, yaitu tidak banyak terjadi gelembung dan salah satu permukaannya rata. - Permukaan sampel dihaluskan dengan menggunakan amplas secara berurutan. - Permukaan yang telah diamplas, dipoles sampai permukaannya rata dan mengkilap. - Sampel diuji kekerasannya dengan metode Vickers. - Sampel diletakkan pada dudukan sampel, kemudian dilakukan penekanan hingga intan piramid tepat mengenai sampel tersebut. 68
Universitas Sumatera Utara
- Jejak yang terbentuk setelah proses penekanan, diukur diagonalnya dan dapat diketahui nilai kekerasannya. Nilai kekerasan Vickers ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : HV =
1,854 × P d2
(2-6) Dimana : HV = Nilai kekerasan menurut metode Vickers (kgf/mm2) P = Beban yang digunakan (kgf) d = Panjang diagonal rata-rata (mm)
2.9.3. Kuat Impak Material yang dalam keadaan biasa bersifat liat kemungkinan dapat berubah menjadi getas akibat pembebanan tiba-tiba (beban kejut) pada suatu kondisi tertentu. Untuk menentukannya perlu dilakukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak hod atau Charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan. Dalam menentuksn nilai impak dilakukan perhitungan nilai Charpy dengan menggunakan persamaan berikut (F.H. Norton, 1997) : E
KC = A (2-7) Dimana : KC = Nilai Impak Charpy (J/mm2) E = Energi disipasi (J) A = Luas penampang (mm2)
69
Universitas Sumatera Utara
2.10. Karakterisasi Struktur Mikro 2.10.1. Diffraksi Sinar-X (X-ray Diffraction) Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standard pengujian dilaboratorium fisika adalah menetukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar datang dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi Iangsung dari pemakaian sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal. Gambar 2.11. berikut, menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ , jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang kristal berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu jarak tambahan satu berkas dihamburkan dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuh jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ.. Sebagai contoh, berkas kedua yang ditunjukkan pada gambar 2.11 harus menempuh jarak lebih jauh dari berkas pertama sebanyak PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan oleh: n λ = PO + OQ = 2 ON sin θ = 2 d sin θ atau (2-8)
n λ = 2 d sin θ dengan: n = orde difraksi (bil. Bulat) d = jarak bidang θ = sudut difraksi
Gambar 2.11. Difraksi Bidang Kristal
70
Universitas Sumatera Utara
Rumus 2-8 ini terkenal dengan hukum Bragg. Arah berkas sinar yang dipantulkan sepenuhnya oleh geometri kisi, dimana sebaliknya geometri kisi diatur oleh orientasi dan jarak antara bidang-bidang kristal. Jika untuk suatu kristal kubus simetri, diberikan ukuran struktur sel satuan a, sudut-sudut dimana berkas sinar didifraksikan oleh bidang-bidang kristal (hkl) dapat dihitung dengan mudah melalui rumus jarak antar bidang : d(hkl) =
a
(2-9)
2
(h + k 2 +l 2 )
Untuk memastikan bahwa hukum Bragg dapat terpenuhi dan pemantulan dari berbagai bidang kristal dapat terjadi, maka penting untuk memberikan batas ambang pada harga θ atau λ. Berbagai cara dimana hal tersebut mengawali metode standard difraksi sinar X yang dinamakan dengan metode Laue, metode perputaran kristal metode serbuk. Dalam metode Laue, sebuah kristal tunggal diam ditembak dengan berkas cahaya radiasi putih. Kemudian, karena benda uji adalah betul-betul kristal tunggal, variabel penting untuk memastikan bahwa hukum Bragg dapat dipenuhi untuk semua bidang kristal, maka harus diberikan ambang batas panjang gelombang pada berkas sinar tersebut. Setiap kelompok bidang kristal memilih λ yang tepat dari spektrum putih untuk menghasilkan suatu pantulan Bragg. Radiasi dari sebuah elektroda yang mempunyai nomor atom tinggi (wolfram) sering digunakan, tetapi semua bentuk radiasi putih dapat digunakan (C.Kittle, 2001).
71
Universitas Sumatera Utara