BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Manajemen Lingkungan 2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Manajemen Lingkungan Dalam IFAC 1998 Statement, Management Accounting Concepts, akuntansi manajemen telah berevolusi melalui 4 tahapan utama; di masa sebelum 50-an, dimana akuntansi manajemen difokuskan untuk penentuan dan pengendalian biaya. Tahun 1965, berubah menjadi alat untuk menyediakan informasi untuk manajemen perencanaan dan pengendalian. Pada tahun 1985, akuntansi manajemen menjadi alat untuk menekan penggunaan sumber daya yang digunakan dalam proses bisnis, dan sejak tahun 1995 akuntansi manajemen banyak dipergunakan untuk menciptakan nilai – value generation melalui penggunaan sumber daya yang efektif. Akuntansi
Manajemen
Lingkungan
(Environmental
Management
Accounting) adalah contoh utama dari sebuah inovasi terbaru dalam akuntansi manajemen yang mewakili perkembangan saat ini. Akuntansi manajemen lingkungan merupakan bagian penting dari akuntansi manajemen dan akuntansi lingkungan, serta merupakan instrumen penting untuk organisasi yang bertujuan untuk meminimalkan total biaya atau biaya lingkungan dan mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan serta membantu manajemen dalam pengambilan keputusan bisnis.
9
10
Menurut The International Federation of Accountants (1998) akuntansi manajemen lingkungan di definisikan sebagai berikut: “Pengembangan manajemen lingkungan dan kinerja ekonomi seluruhnya serta implementasi dari lingkungan yang tepat – hubungan sistem akuntansi dan praktik. Ketika ini mencakup pelaporan dan audit dalam beberapa perusahaan, akuntansi manajemen lingkungan khususnya melibatkan siklus hidup biaya, akuntansi biaya penuh, penilaian keuntungan dan perencanaan stratejik untuk manajemen lingkungan.” Adapun pengertian Environmental Management Accounting (EMA) menurut The United Nations Division for Sustainable Development (2001) adalah: "EMA secara luas didefinisikan sebagai identifikasi, pengumpulan, analisis, dan penggunaan dua jenis informasi untuk pengambilan keputusan internal berupa: a. Informasi Fisik pada penggunaan, arus, dan pemanfaatan energi, air, dan bahan-bahan (termasuk limbah), dan b. Informasi Moneter terhadap lingkungan terkait biaya, pendapatan, dan penghematan.”
Sedangkan pengertian akuntansi manajemen lingkungan menurut U.S. EPA (1995) adalah: “EMA
adalah
proses
pengidentifikasian,
pengumpulan
dan
penganalisisan informasi tentang biaya-biaya dan kinerja untuk membantu pengambilan keputusan organisasi”. Akuntansi manajemen lingkungan pada dasarnya merupakan gabungan informasi dari akuntansi keuangan dan akuntansi biaya untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi dampak dan resiko lingkungan serta mengurangi biaya perlindungan lingkungan.
11
Tabel 2.1 Elemen EMA Akuntansi dalam unit moneter Akuntansi dalam unit fisik Akuntansi Manajemen Lingkungan
Alat
Akuntansi Pengukuran Konvensional
MEMA
PEMA lainnya
Sumber: UNDSD, 2001. EMA yang dikembangkan oleh Burrit et al. (2002) mengintegrasikan dua komponen lingkungan, yaitu: 1. Monetary Environmental Management Accounting (MEMA), berbasis pada monetary procedure merupakan upaya mengidentifikasi, mengukur dan mengalokasikan biaya lingkungan berdasarkan perilaku aliran keuangan dalam biaya. MEMA didasarkan pada akuntansi manajemen konvensional yang diperluas untuk masalah lingkungan, dan merupakan alat utama untuk mengambil keputusan manajemen internal. 2. Physical Environmental Management Accounting (PEMA), berbasis pada material flow balance procedure merupakan suatu pendekatan untuk mengidentifikasi berbagai perilaku sumber biaya lingkungan. Hal ini akan berguna bagi manajemen untuk dasar alokasi biaya lingkungan yang terjadi. Beberapa perusahaan menginginkan kinerja lingkungannya meningkat. Jika ingin meningkatkan kinerja lingkungan, perusahaan harus melakukan pengelolaan lingkungan (environmental management) (Burhany, 2012). Sistem pengelolaan lingkungan membutuhkan dukungan informasi lingkungan untuk
12
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan (Bosshard, 2003). Sistem akuntansi manajemen tradisional tidak dapat menyediakan informasi lingkungan yang diperlukan. Pengklasifikasian biaya secara fungsional (biaya bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead) menyebabkan biaya-biaya yang terkait dengan lingkungan cenderung dimasukkan dan tersembunyi di dalam biaya overhead sehingga manajer kesulitan untuk menemukan dan melakukan pengendalian terhadapnya. Dalam penelitian Cahyandito (2006) mengemukakan beberapa hal utama dalam EMA, yaitu: 1. EMA berfokus pada biaya internal perusahaan; EMA tidak mencakup biaya-biaya eksternal atas orang, masyarakat, atau lingkungan di mana secara hukum perusahaan tidak memikul tanggung jawab atasnya; 2. EMA menitikberatkan pada perhitungan biaya-biaya lingkungan; 3. EMA tidak hanya menghasilkan akuntansi atas biaya lingkungan atau informasi terkait lainnya, tetapi juga menyediakan informasi eksplisit atas alur energi dan material serta perubahan-perubahannya; 4. Informasi yang dihasilkan oleh EMA dapat dipergunakan terutama untuk pengambilan keputusan, dan demikian juga akan sangat berguna bagi perusahaan yang secara pro-aktif menjalankan manajemen lingkungan. Staniskis dan Stasiskiene (2006) dalam Tsui (2014) berpendapat bahwa EMA dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan mengenai proses pengalokasian biaya, pengukuran kinerja, dan analisis bisnis. Selain
13
digunakan untuk mengidentifikasi biaya internal dan eksternal, EMA dapat meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan. Gambar 2.1
Sumber: Staniskis & Stasiskiene (2006) dalam Tsui (2014) 2.1.1.2 Tujuan Akuntansi Manajemen Lingkungan Telah diketahui bahwa kebanyakan teknik akuntansi manajemen biasanya tidak memperdulikan buruknya perilaku perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Banyak yang melebihkan biaya yang dikeluarkan dan meremehkan manfaat dari meningkatkan praktik lingkungan. Meskipun sistem akuntansi konvensional memiliki peran penting dalam perkembangan dunia bisnis, akan tetapi sistem akuntansi konvensional yang ada tidak cukup mampu untuk disesuaikan pada biaya-biaya lingkungan dan sebagai hasilnya hanya mampu menunjukkan akun untuk biaya umum tidak langsung. Akuntansi manajemen lingkungan (EMA) dikembangkan untuk berbagai keterbatasan dalam akuntansi manajemen konvensional. Beberapa poin berikut ini
14
dapat menjadi alasan mengapa dan apa yang dapat diberikan oleh EMA dibandingkan dengan akuntansi manajemen konvensional (Ikhsan, 2009): 1. Meningkatnya tingkat kepentingan ‘Biaya terkait lingkungan’. Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan, peraturan terkait lingkungan menjadi semakin ketat sehingga bisnis harus mengeluarkan investasi yang semakin besar untuk mengakomodasi kepentingan tersebut. Jika dulu biaya pengelolaan lingkungan relatif kecil, kini jumlahnya menjadi cukup signifikan bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang kemudian menyadari bahwa potensi untuk meningkatkan efisiensi muncul dari besarnya biaya lingkungan yang harus ditanggung. 2. Lemahnya komunikasi bagian akuntansi dengan bagian lain dalam perusahaan. Walaupun keseluruhan perusahaan mempunyai visi yang sama tentang ‘biaya’, namun tiap-tiap departemen tidak selalu mampu mengkomunikasikannya dalam bahasa yang dapat diterima oleh semua pihak. Jika di satu sisi bagian keuangan menginginkan efisiensi dan penekanan biaya, di sisi lain bagian lingkungan menginginkan tambahan biaya untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Walaupun eko-efisien bias menjadi jembatan antar kepentingan ini, namun kedua bagian tersebut berbicara dari sudut pandang yang berseberangan. 3. Menyembunyikan biaya lingkungan dalam pos biaya umum (overhead). Ketidakmampuan
akuntansi
konvensional
menelusuri
dan
menyeimbangkan akuntansi lingkungan dengan akuntansi keuangan menyebabkan semua biaya dari pengolahan limbah, perizinan dan lain-lain
15
digabungkan dalam biaya overhead; sebagai konsekuensinya biaya overhead menjadi ‘membengkak’. 4. Ketidaktepatan alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena secara konvensional, biaya lingkungan tersembunyi dalam biaya umum, pada saat diperlukan, akan menjadi sulit untuk menelusuri biaya sebenarnya dari proses, produk atau lini produksi tertentu. Jika biaya umum dianggap tetap, biaya limbah sesungguhnya merupakan biaya variabel yang mengikuti volume limbah yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat produksi. 5. Ketidaktepatan perhitungan atas volume (dan biaya) atas bahan baku yang terbuang. Berapa sebenarnya biaya limbah, Akuntansi konvensional akan menghitungnya sebagai biaya pengelolaannya, yaitu biaya pembuangan atau pengolahan. EMA akan menghitung biaya limbah sebagai biaya pengolahan ditambah biaya pembelian bahan baku. Sehingga biaya limbah yang dikeluarkan lebih besar (sebenarnya) daripada biaya yang selama ini diperhitungkan. 6. Tidak dihitungnya keseluruhan biaya lingkungan yang relevan dan signifikan dalam catatan akuntansi. Banyak sekali biaya yang terkait dengan pengelolaan lingkungan yang seharusnya diperhitungkan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan pengambilan keputusan. Biaya tersebut umumnya meliputi biaya pengelolaan limbah, biaya material dan energi, biaya pembelian material dan energi dan biaya proses.
16
2.1.1.3 Manfaat Akuntansi Manajemen Lingkungan Para pengambil keputusan di perusahaan dapat menggunakan informasi dan data yang diperoleh dari EMA sehingga dapat mengambil keputusan dengan lebih baik, dengan mempertimbangkan perhitungan fisik (dari material dan energi) dan juga kinerja finansial. Jika perusahaan berupaya untuk meminimalkan biaya
berbarengan
dengan
meningkatkan
kinerja
lingkungan
(misalnya
mengurangi limbah), EMA dapat memberikan informasi penting yang berkaitan dengan kedua hal tersebut. Menurut Guide to Corporate Environmental Cost Management (2003), manfaat dan keuntungan akuntansi manajemen lingkungan terdiri atas: 1. Kepatuhan (Compliance) Akuntansi
manajemen
lingkungan
mendukung
lingkungan
lewat
kepatuhan efisiensi biaya dengan regulasi lingkungan dan kebijakan yang dikenakan sendiri. 2. Eco-Efficiency Akuntansi manajemen lingkungan mendukung pengurangan simultan dari biaya-biaya dan dampak lingkungan lewat penggunaan energi yang lebih efisiensi, air dan material dalam operasi internal dan produk akhir. 3. Posisi Strategik (Strategic Position) Akuntansi manajemen lingkungan mendukung evaluasi dan implementasi dari program biaya efektif dan lingkungan sensitif untuk menjamin posisi strategi jangka panjang.
17
Data dari informasi EMA sangat berguna bagi manajemen dalam hal-hal yang terfokus pada lingkungan. EMA tidak hanya menyediakan data biaya yang penting untuk menilai dampak kegiatan keuangan manajemen, tetapi juga arus informasi fisik yang menandai dampak lingkungan. Data dan informasi yang diperoleh dengan melakukan EMA di perusahaan dapat memberikan keuntungan untuk kegiatan-kegiatan pro-lingkungan sebagai berikut: 1. Pencegahan pencemaran/ polusi; 2. Desain untuk lingkungan; 3. Penilaian/ pembiayaan/ desai daur hidup lingkungan; 4. Jaringan manajemen lingkungan; 5. Pembelian dengan pertimbangan lingkungan; 6. Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001); 7. Sistem Manajemen Lingkungan Proaktif.
2.1.1.4 Pengukuran Akuntansi Manajemen Lingkungan Penelitian Jamil et al. (2015) mengukur variabel akuntansi manajemen lingkungan, yang terdiri atas dimensi akuntansi manajemen lingkungan fisik dengan 13 indikator dan akuntansi manajemen lingkungan moneter dengan 11 indikator. Akuntansi manajemen lingkungan dibutuhkan oleh manajemen untuk membantu pengelolaan lingkungan. Penerapan akuntansi manajemen lingkungan pada suatu perusahaan memberikan dampak positif bagi perusahaan karena dapat meningkatkan
kinerja
lingkungannya.
Akuntansi
manajemen
lingkungan
memberikan informasi yang relevan berkaitan dengan pengelolaan lingkunan baik
18
secara moneter maupun phisik sehingga dapat membantu manajer untuk mengelola lingkungan perusahaan (internal dan eksternal). Informasi fisik digunakan oleh manajer untuk mengendalikan konsumsi energi, limbah yang diolah dan mengendalikan konsumsi pemakaian air. Informasi moneter digunakan oleh manajer untuk mengevaluasi dan memilih peralatan pengendalian lingkungan serta biaya pengembangan sistem pengelolaan lingkungan. Informasi mengenai biaya audit lingkungan, biaya pemeriksaan proses produksi untuk menjamin kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, serta biaya pengolahan dan pembuangan limbah berbahaya, juga penting dan dibutuhkan oleh manajer karena berkaitan dengan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan. Pada penelitian Jamil et al. (2015) suatu perusahaan menerapkan akuntansi manajemen lingkungan yang efektif apabila perusahaan tersebut mengaplikasikan 24 indikator (PEMA & MEMA) ke dalam sistem akuntansi perusahaan sebagai berikut: Tabel 2.2 Indikator PEMA & MEMA Akuntansi Manajemen Lingkungan Moneter 1
Cost Accounting/ Akuntansi Biaya
2
Lifecycle Costing/ Penetapan Biaya Daur Hidup
3
Target Costing/ Target Biaya
4
Relevant environmental costing/ Biaya Lingkungan
5
Lifecycle Budgeting/ Penganggaran Daur Hidup
6
Lifecycle Target Pricing/ Penetapan Target Biaya Daur Hidup
7
Monetary environmental operational budgeting/ Penganggaran Operasional Lingkungan dalam Moneter
8
Capital expenditure and revenue/ Penetapan Belanja Modal dan
19
Pendapatan 9 10 11 12 13
Monetary environmental project investment appraisal/ Penilaian Investasi Proyek Lingkungan dalam Moneter Post-assessment of environmental costing decision/ Pasca Penilaian Keputusan Biaya Lingkungan Monetary environmental capital budgeting/ Penganggaran Modal Lingkungan dalam Moneter Post-investment of individual environmental projects/ Investasi Pasca Masing-Masing Proyek Lingkungan Environmental long-term financial planning/ Perencanaan Keuangan Jangka Panjang Untuk Lingkungan
Akuntansi Manajemen Lingkungan Phisik 14
Material flow assessment/ Penilaian Aliran Material
15
Energy flow assessment/ Penilaian Aliran Energi
16
Lifecycle inventories/ Persediaan Hasil Daur Hidup
17
Lifecycle analysis/ Analisis Daur Hidup
18 19 20 21 22 23
Relevant environmental impacts/ Dampak yang Berhubungan dengan Lingkungan Physical environmental investment appraisal/ Penilaian Investasi Hasil Fisik pada Lingkungan Physical environmental budgeting/ Penganggaran Hasil Fisik (Output) pada Lingkungan Long-term physical environmental planning/ Perencanaan Jangka Panjang Hasil Fisik pada Lingkungan Environmental capital impact assessment/ Modal Penilaian Dampak Lingkungan Post-assessment of short-term environmental impact/ Penilaian Pasca Dampak Lingkungan Jangka Pendek
Post-investment of physical environmental investment appraisal/ Penilaian Pasca Investasi Hasil Fisik pada Lingkungan Sumber: Jamil et al. (2015) 24
20
2.1.2 Kinerja Lingkungan Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja berkaitan dengan proses penilaian, pengukuran atau evaluasi. Penilaian atas kinerja diperlukan juga dalam rangka mengelola operasi perusahaan secara efektif dan efisiensi melalui optimalisasi penggunaan sumber daya perusahaan. Menurut Ikhsan (2008) kinerja lingkungan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan yang terkait langsung dengan lingkungan alam sekitar. Menurut
Suratno,
dkk.,
(2006)
kinerja
lingkungan
perusahaan
didefinisikan sebagai berikut: “Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan untuk menciptakan lingkungan yang hijau (green)”. Purwanto (2003) mengemukakan terdapat dua jenis kinerja lingkungan yaitu kinerja lingkungan kuantitatif dan kinerja lingkungan kualitatif. 1. Kinerja lingkungan kuantitatif adalah hasil dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan yang terkait kontrol aspek lingkungan fisiknya. 2. Kinerja lingkungan kualitatif adalah hasil dapat diukur dari hal-hal yang terkait dengan ukuran asset non fisik, seperti prosedur, proses inovasi, motivasi, dan semangat kerja yang dialami manusia pelaku kegiatan, dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya.
21
Indikator kinerja kualitatif bukan hanya mengukur motivasi kerja dan inovasi yang terjadi, namun juga mengukur iklim yang memungkinkan inovasi itu terjadi, iklim kerja yang membuat motivasi kerja karyawan meningkat, jadi faktor pendorongnya lebih ditekankan. Dasarnya adalah teori bahwa perasaan dan tindakan manusia pun adalah hasil atau respon apa yang terjadi disekitarnya (stimulus), Covey (1993) dalam Purwanto (2003). Lober (1996) dalam Burhany (2013) mengemukakan suatu matriks yang menyajikan kerangka kerja bagi organisasi untuk mengukur kinerja lingkungan ke dalam empat dimensi (lihat Tabel 2.3). Pertama, dimensi proses internal yaitu organizational systems; menggambarkan karakteristik struktur dan program perusahaan, termasuk kebijakan tertulis, mekanisme pengendalian internal, komunikasi, public relation, pelatihan dan insentif. Kedua, dimensi proses eksternal yaitu stakeholder relations; menyangkut hubungan dengan stakeholder seperti karyawan, pelanggan, vendor, dan lain-lain. Ketiga, dimensi outcome internal yaitu regulatory compliance; menyangkut kepatuhan atau pelanggaran terhadap hukum dan regulasi serta denda yang dibayarkan. Keempat, dimensi outcome eksternal yaitu environmental impact; menggambarkan pencapaian hasil yang lebih nyata dan dapat dihitung seperti tingkat polusi, limbah yang dihasilkan, limbah yang diolah, dan lain-lain. Tabel 2.3 Matriks Kinerja Lingkungan
Sumber: Lober (1996) dalam Burhany (2013)
22
2.1.3 Pengukuran Kinerja Lingkungan 2.1.3.1
PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup) Salah satu alat ukur kinerja lingkungan di Indonesia adalah Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang disingkat PROPER merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Adapun dasar hukum pelaksanaan PROPER dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 127 Tahun 2002 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). Prinsip dasar dari pelaksanaan
PROPER
adalah
mendorong
penataan
perusahaan
dalam
pengelolaaan lingkungan melalui instrumen insentif reputasi/ citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik dan instrumen disinsentif reputasi/ citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang buruk. Sasaran yang ingin dicapai dalam PROPER ini adalah sebagai berikut: 1. Mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundang-undangan melalui instrumen insentif dan disinsentif reputasi; 2. Mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk menerapkan produksi bersih (cleaner production). Agar informasi yang dikeluarkan oleh PROPER legitimate dimata masyarakat maka pelaksanaan PROPER menerapkan prinsip-prinsip Good Environmental Governance (GEG), antara lain transparansi, fairness, partisipasi
23
multi stakeholder dan akuntabel. Secara umum peringkat kinerja PROPER dibedakan menjadi 5 warna dengan pengertian sebagai berikut: a. Emas, diberikan kepada penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental excellent) dalam proses produksi dan/ atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat atau kegiatan yang telah berhasil melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup dan/ atau melaksanakan produksi bersih dan telah mencapai hasil yang sangat memuaskan. b. Hijau, diberikan kepada penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan, pemanfaatan sumber daya secara efisien melalui upaya 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery), dan melakukan upaya tanggung jawab social (Corporate Social Responsibility/ Comdev) dengan baik. c. Biru, diberikan kepada penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan/ atau peraturan perundang-undangan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup dan telah mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
24
d. Merah, diberikan kepada penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan yang upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukannya tidak sesuai (minimum) dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. e. Hitam, diberikan kepada penanggungjawab usaha dan/ atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak melaksanakan sanksi administrasi.
2.1.3.2 Keuntungan PROPER bagi Stakeholder Pelaksanaan PROPER memberikan berbagai keuntungan bagi perusahaan dan para stakeholder lainnya, antara lain: 1. Sebagai instrumen benchmarking bagi perusahaan untuk mengukur kinerja pengelolaan
lingkungan
yang
telah
dilakukan
dengan
melakukan
pembandingan kinerja terhadap kinerja perusahaan lainnya secara nasional (non-financial benchmarking). 2. Sebagai media untuk mengetahui status ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Sebagai salah satu clearing house bagi investor, perbankan, masyarakat dan LSM sekitar perusahaan untuk mengetahui kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan. 4. Sebagai alat promosi bagi perusahaan yang berwawasan lingkungan terutama untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam perdagangan.
25
5. Sebagai bahan informasi bagi pemasok teknologi lingkungan terutama berkaitan dengan teknologi ramah lingkungan yang dibutuhkan oleh perusahaan. 6. Menciptakan citra dan kepercayaan perusahaan di mata para stakeholders. 7. Memberikan ruang partisipasi bagi para stakeholder untuk terlibat secara langsung dalam upaya pengendalian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan perusahaan.
2.1.3.3 Indikator PROPER Mewujudkan akuntabilitas pelaksanaan PROPER maka ada beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan indikator keberhasilan pelaksanaan PROPER: 1.
Menurunnya beban pencemaran (pollution load) yang dikeluarkan oleh perusahaan ke lingkungan.
2.
Menurunnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan.
3.
Meningkatkan kualitas dan kinerja lingkungan.
4.
Meningkatkan jumlah perusahaan yang menaati peraturan lingkungan.
5.
Meningkatnya kepercayaan para stakeholder terhadap hasil penilaian kinerja perusahaan yang telah dilakukan. Peringkat kinerja PROPER berorientasi pada hasil yang telah dicapai
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang mencakupi 7 (tujuh) aspek yaitu: 1.
Pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air;
2.
Pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran udara;
3.
Pentaatan terhadap peraturan pengelolaan Limbah B3;
26
4.
Pentaatan terhadap peraturan AMDAL;
5.
Sistem Manajemen Lingkungan;
6.
Penggunaan dan pengelolaan sumber daya;
7.
Community Development, Participation dan Relation. Dasar penilaian yang ditetapkan oleh PROPER dengan orientasi pada hasil
(result oriented) yang sudah dicapai oleh perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, dititikberatkan pada 4 (empat) area penilaian utama dengan metode sistem gugur, sebagai berikut:
No
Tabel 2.4 Penilaian PROPER Aspek Penilaian
Dasar Nilai
1
Pengendalian pencemaran air dan laut
Baku mutu per parameter kunci
2
Pengendalian pencemaran udara
Baku mutu per parameter kunci
Pengelolaan limbah padat dan limbah B3
Izin dan Progres pengelolaan
(bahan beracun dan berbahaya)
terukur
Persyaratan AMDAL
Progres RKL/ RPL
3
4
Sumber: Materi Sosialisasi PROPER (2014) 2.1.4 Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah sebagai upaya manusia untuk memperbaiki mutu kehidupan dengan tetap berusaha tidak melampaui ekosistem yang mendukung kehidupannya (Jaya, 2014). Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Pembanungan yang berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan
27
pembangunan antar generasi pada masa kini maupun masa mendatang. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (1990) pembangunan (yang pada dasarnya lebih berorientasi ekonomi) dapat diukur keberlanjutannya berdasarkan tiga kriteria yaitu: (1) Tidak ada pemborosan penggunaan sumber daya alam atau depletion of natural resources; (2) Tidak ada polusi dan dampak lingkungan lainnya; (3) Kegiatannya harus dapat meningkatkan useable resources ataupun repleaceable resource. Menurut Fauzi (2004) setidaknya ada tiga alasan utama mengapa pembangunan ekonomi harus berkelanjutan. Pertama menyangkut alasan moral. Generasi kini menikmati barang dan jasa yang dihasilkan untuk memperhatikan ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup tidak mengekstraksi sumber daya alam yang dapat merusak lingkungan, yang dapat menghilangkan kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama. Kedua, menyangkut alasan ekologi. Keanekaragaman hayati misalnya, memiliki nilai ekologi yang sangat tinggi, oleh karena itu aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan semata yang pada akhirnya dapat mengancam fungsi ekologi. Faktor ketiga, yang menjadi alasan perlunya memperhatikan aspek keberlanjutan adalah alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih terjadi perdebatan karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria keberlanjutan, seperti kita ketahui, bahwa dimensi ekonomi berkelanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya
28
dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi (intergeneration welfare maximization). Menurut Heal dalam Fauzi (2004), konsep berkelanjutan mengandung dua dimensi yaitu: Pertama adalah dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan.
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian
tentang
akuntansi
lingkungan
telah
banyak
mengalami perkembangan. Akan tetapi penelitian yang terjadi di Indonesia kebanyakan penelitian tentang pengungkapan lingkungan dan belum pada aspek akuntansi yang diterapkan sehingga penelitian mengenai akuntansi manajemen lingkungan ini masih tergolong pada fase awal. Berikut ringkasan jurnal hasil dari penilitan terdahulu yang relevan dengan penelitian ini: Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu No Penelitian 1 Dian Imanina Burhany
Tahun 2012
Judul Akuntansi manajemen lingkungan, alat bantu untuk meningkatkan kinerja lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Manajemen cukup memahami pentingnya kinerja lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan, (2) Informasi akuntansi manajemen lingkungan yang paling dibutuhkan oleh manajemen adalah informasi jumlah energi yang dikonsumsi, jumlah limbah
29
2
Jamil, Che Zuriana Muhammad , et al.
2015
Environmental Management Accounting Practices In Small Medium Manufacturing Firms
3
Christopor S. K. Tsui
2014
A Literature Review on Environmental Management Accounting (EMA) Adoption
yang dibuang, dihasilkan dan diolah, biaya mengevaluasi dan memilih peralatan pengolah limbah, biaya pengembangan sistem, serta biaya audit, regulasi dan limbah, (3) Akuntan manajemen cukup paham mengenai akuntansi manajemen lingkungan, dan (4) Akuntansi manajemen lingkungan efektif untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Studi ini meniliti faktorfaktor dan hambatan yang mempengaruhi penerapan/ praktik EMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan memiliki alokasi anggaran untuk kegiatan lingkungan dan praktek EMA fisik. Hasil penelitian menemukan bahwa kurangnya promosi penggunaan EMA, kurangnya kerja sama antara akuntan dan departemen manajemen lingkungan adalah hambatan utama penerapan EMA.
30
4
Lukluk Fuadah dan Anton Arisman
2013
Adopting Environmental Management Accounting (EMA) in Indonesia
Hasil analisis menyimpulkan bahwa terdapat tiga manfaat dari penggunaan EMA yaitu efisiensi kepatuhan, efisiensi ekonomi dan posisi yang strategis. Kesimpulannya, EMA penting untuk perusahaan di Indonesia, terutama untuk pertambangan, perusahaan manufaktur, untuk penggunaan EMA pada operasi mereka.
5
Sayedeh Parastoo Saedi et al.
2011
Environmental Management Accounting and Firm Performance
Hasil penelitian memberikan model konseptual EMA dan kinerja perusahaan dengan inovasi dan keunggulan kompetitif sebagai dua variabel mediator.
6
Cuthbert Muza dan Itumeleng Magadi
2014
Environmental management accounting implementation in Zimbabwe mining sector
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan EMA mempengaruhi penerapan kebijakan lingkungan untuk meningkatkan pembangunan berkelanjutan di sektor pertambangan.
31
7
Desirée Cullen
2006
Environmental Management Accounting: The State of Play
Hasil analisis menyimpulkan bahwa EMA memiliki dua pendekatan yang menjadi concern dalam pengambilan keputusan. Pertama, pendekatan biaya private, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil lingkungan perusahaan harus menjadi bagian dari karakteristik akuntansi manajemen yang dilakukan oleh perusahaan. Kedua, pendekatan biaya eksternal atau biaya non-pasar, yaitu biaya yang dikenakan pada masyarakat yang diakibatkan oleh kegiatan perusahaan.
8
Shela Ika Mardikawat i, dkk.
2014
Evaluasi penerapan akuntansi manajemen pada PT. II
Hasil evaluasi pada penelitian ini dapat diketahui bahwa akuntan perusahaan berperan penuh dalam penerapan akuntansi manajemen lingkungan, namun akuntan perlu melakukan studi lingkungan lebih lanjut untuk memahami penerapannya.
9
Md. Kamruzzam an
2012
Framework of Environmental Management Accounting: An Overview
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa EMA dapat membantu manajemen memecahkan masalah biaya lingkungan yang tidak dapat diidentifikasi oleh akuntansi manajemen konvensional, serta EMA dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan lingkungan.
32
10
Larojan dan Thevaruban
2014
11
Ja'far dan Arifah
2006
Impact of environmental management accounting on financial performance of listed manufacturing companies in Sri Lanka Pengaruh dorongan manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan terhadap public environmental reporting
Hasil analisis menyimpulkan bahwa variabel EMA berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Kedua variabel tersebut bersama-sama dengan variabel kinerja lingkungan juga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan perusahaan dalam menerbitkan / tidak menerbitkan public environmental disclosure dalam annual report. Dengan demikian variabel kinerja lingkungan meupakan variabel independen bagi ada tidaknya public environmental disclosure dan sekaligus sebagai variabel mediasi antara variabel dorongan manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan ada tidaknya public environmental disclosure.
33
12
Whino Sekar P. S., dan Fachrurozie
2014
Pengaruh environmental performance, environmental cost, dan CSR disclosure terhadap financial performance
Hasil penelitian menunjukkan bahwa environmental performance memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap financial performance dan CSR disclosure. Sedangkan CSR disclosure tidak memiliki pengaruh terhadap financial performance, dan environmental cost tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap CSR disclosure. Sebagai variabel intervening CSR disclosure dapat memberikan dukungan positif untuk pengaruh secara tidak langsung antara environmental cost terhadap financial performance, akan tetapi tidak untuk pengaruh environmental performance terhadap financial performance.
13
Susi Sarumpaet
2005
The relationship between environmental performance and financial performance of Indonesian companies
Hasil penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan perusahaan, akan tetapi ukuran perusahaan, listing di BEJ dan ISO 14001 berhubungan secara signifikan terhadap kinerja lingkungan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rating PROPER, yang sediakan oleh pemerintah Indonesia, cukup terpercaya sebagai ukuran kinerja lingkungan perusahaan, karena kesesuaiannya dengan sertifikasi internasional di bidang lingkungan, ISO 14001.
34
2.3 Kerangka Pemikiran Akuntansi manajemen lingkungan memberi manfaat penting bagi manajemen berupa penyediaan informasi yang lengkap untuk pengambilan keputusan. Informasi akuntansi sering dikaitkan dengan dua tujuan utama, yaitu pengambilan keputusan dan strategik bisnis (Marelli dan Vitali, 2008). Pada saat perusahaan harus mengambil keputusan finansial, manajemen perusahaan mungkin saja menetapkan kebijakan yang tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat terjadi karena akuntansi manajemen tradisional hanya mampu mengidentifikasi biaya aktual yang muncul, namun tidak mampu menggali besaran biaya yang sebenarnya dari sebuah keputusan. Akuntansi manajemen lingkungan hadir untuk mengatasi keterbatasan akuntansi manajemen tradisional dengan cara memunculkan aspek lingkungan dalam sistem akuntansi manajemen perusahaan. Aspek lingkungan yang menjadi concern akuntansi manajemen lingkungan bukan hanya yang berkaitan dengan data dan informasi moneter (monetary) tapi juga yang berkaitan dengan data dan informasi fisik (physical), sebagaimana definisi akuntansi manajemen lingkungan yang dikemukakan oleh United Nation Division for Sustainable Development (2001) berikut ini: “Identification, collection, analysis and use of two types of information for internal decision making: (1) physical information on the use, flows and destinies of energy, water and materials (including wastes) and (2) monetary information on environment-related costs, earnings and savings.” Informasi fisik adalah informasi mengenai input yang digunakan dalam proses produksi berupa bahan, air dan energi serta informasi mengenai output
35
yang dihasilkan berupa produk dan non-produk (limbah dan emisi). Informasi input dan output tersebut berkaitan erat dengan pengendalian lingkungan, sedangkan informasi moneter adalah informasi biaya yang berhubungan dengan input dan output, yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk meminimalkan dampak lingkungan (UNDSD, 2001; IFAC, 2005). Informasi tersebut dapat membantu manajemen dalam mengelola lingkungan karena manajemen memiliki informasi yang cukup untuk mengendalikan penggunaan bahan, air dan energi, mengendalikan limbah dan emisi, sekaligus mengendalikan biaya lingkungan. Berbagai keputusan yang terkait dengan lingkungan dapat diambil dengan adanya informasi tersebut sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan adalah hasil dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek. Pengkajian kinerja lingkungan didasarkan pada kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan dan target lingkungan (ISO 14004, dari ISO 14001) Dalam berbagai penelitian, pada umumnya digunakan satu indikator tertentu saja, karena pengukuran terhadap kinerja lingkungan masih belum ada kesepakatan final (Ja’far dan Arifah, 2006). Hal ini karena setiap negara memiliki cara pengukuran sendiri tergantung situasi dan kondisi lingkungan negara masingmasing. Beberapa penelitian lain menggunakan dimensi kepatuhan terhadap regulasi (regulatory compliance). Di Indonesia, penelitian Sarumpaet (2005) mengukur kinerja lingkungan dengan dimensi kepatuhan yang dinyatakan dalam peringkat. Pemeringkatan dilakukan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup
36
yang dinamakan PROPER (Program for Pollution Control, Evaluating and Rating). Namun saat ini perusahaan yang menjadi target PROPER baru difokuskan pada perusahaan yang memenuhi kriteria yaitu perusahaan yang berdampak besar terhadap lingkungan hidup, perusahaan yang berorientasi ekspor dan/atau produknya bersinggungan langsung dengan masyarakat, serta perusahaan publik yang terdaftar di pasar modal. Dengan demikian, ukuran kinerja lingkungan yang dapat digunakan untuk penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sarumpaet (2005). Beberapa penelitian empiris menemukan bahwa implementasi akuntansi lingkungan/ akuntansi manajemen lingkungan berhubungan atau berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan. Penelitian Burhany (2011) menemukan bahwa
kinerja
lingkungan
dapat
ditingkatkan
jika
perusahaan
mengimplementasikan akuntansi lingkungan dengan cara melakukan perhitungan dan pencatatan secara fisik atas jumlah dan aliran input (bahan, energi dan biaya) dan output (emisi dan limbah) serta melakukan perhitungan dan pencatatan secara moneter atas biaya-biaya lingkungan (biaya pencegahan, biaya deteksi lingkungan dan biaya kegagalan internal lingkungan). Salem et al. (2011) menguji pengaruh eco-efficiency terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Merujuk pada World Business Council for Sustainability Development (1992), eco-efficiency didefinisikan sebagai pengiriman barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan manusia dan membawa kualitas hidup yang baik, sementara secara bertahap mengurangi dampak ekologi dan eksplorasi sumber daya melalui siklus hidup, ke tingkat setidaknya sesuai dengan perkiraan kapasitas
37
bumi. Penelitian ini menemukan bahwa eco-efficiency berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan. Penelitian Burhany (2012) yang dilakukan pada perusahaan manufaktur di kota Bandung dan Makassar menemukan bahwa implementasi akuntansi manajemen lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan atau sustainable development semakin meningkat dalam dekade terakhir ini. World Commission on Environment and Development (WCED) mendefinisikan sustainable development sebagai “development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.”. Dalam penelitan Jasch dan Stasiškienė (2005) memperlihatkan tiga aspek yang terkandung di dalam pembangunan berkelanjutan adalah: “sustainable development is described in three dimensions: social, environmental and economic.”. Jadi, dapat dikatakan bahwa inti dari pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang, dengan cara memenuhi tiga aspek yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi. Isu lingkungan menjadi isu yang menonjol karena fenomena pemanasan global dan meningkatnya kerusakan lingkungan seperti pencemaran tanah, air dan udara, deforestasi, limbah beracun yang mencemari laut dan sungai, dan lain-lain. Semua masalah tersebut sering dikaitkan dengan industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi yang merupakan aktivitas yang dominan dalam pembangunan.Kondisi itulah yang mendorong kesadaran pemerintah di berbagai negara untuk mempromosikan konsep pembangunan berkelanjutan, baik yang berbentuk
38
regulasi, voluntary, incentive-based, maupun berupa instrumen informasi dan kebijakan lainnya. Akuntansi Manajemen Lingkungan (X)
Kinerja Lingkungan (Y)
Gambar 2.2 Model Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis Penelitian Atas dasar kerangka pemikiran sebelumnya, maka peneliti mengajukan hipotesis yaitu: Ho:
Tidak terdapat pengaruh signifikan antara akuntansi manajemen lingkungan dan kinerja lingkungan
Ha:
Terdapat
pengaruh
yang signifikan
lingkungan dan kinerja lingkungan
antara
akuntansi
manajemen