BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem dan Pemodelan 2.1.1. Definisi dan Kategori Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (σύστημα systēma ) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat (Wikipedia, 2009a). Sistem juga merupakan kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara dimana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut (Hidaka, 2005). Kata sistem banyak sekali digunakan dalam keseharian, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada berbagi bidang, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang saling memiliki hubungan (Sufian et al. 2006). Sebuah sistem umumnya memiliki karakteristik, yang yang terdiri dari : (1) struktur-yang dijabarkan oleh bagian dan komposisi; (2) perilakuyang dijabarkan oleh input, proses ,output materi, energi ,informasi; (3) interconnectivity (saling memiliki keterkaitan)-setiap bagian dari sistem memiiki fungsi dan hubungan struktural antara satu sama lain (Forrester, 2002, Sliwa, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Dooley (2002) mendefinisikan sistem sebagai sistem gugus elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai satu atau gugus tujuan. Definisi lain dari sistem ialah merupakan jaringan prosedur yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk melakukan kegiatan atau untuk menyelesaikan sasaran dan tujuan tertentu Menurut sifatnya, sistem terbagi 2 yaitu : (1) sistem dinamis ; (2) sistem statis (Sitompul, 2002; Christina, 2004). Kategori lainnya adalah sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup hanya ada dalam asumsi dan kajian analisis. Berdasarkan jenis, ada sistem abstrak dan sistem fisik. Sistem dapat pula menjadi komponen, batasan, lingkungan, interface, input, proses, output, sasaran, dan tujuan (Sitompul, 2002; Christina, 2004). Batas sistem adalah abstraksi dari batas yang menghimpun unsur dan proses dari sistem sebagai bagian terpisah lingkungan total. dipengaruhi
oleh
lingkungan,
tapi
sebaliknya
Unsur dalam sistem komponen
tidak
mempengaruhi lingkungan. Sebagai contoh dalam model tanaman, faktor lingkungan seperti radiasi matahari dan suhu mempengaruhi fotosintesis, tetapi keadaan sebaliknya tidak terjadi yaitu fotosintesis mempengaruhi faktor lingkungan. Ini tidak seluruhnya benar, karena tanaman dapat mempengaruhi iklim mikro dan mungkinfaktor iklim lain pada tingkat yang sangat kecil yang biasanya diabaikan dalam penerapan studi sistem (Sitompul 2002). 2.1.2. Pendekatan Sistem Dinamis Sebuah sistem yang kompleks akan terdiri dari berbagai komponen dan lapisan subsistem, interkonektivitas yang nonlinier. Hal ini akan mempersulit proses pengenalan, pengelolaan serta prediksi yang harus dilakukan (Forrester 2002, Maxwell et al., 2002). Selain itu, sistem yang kompleks akan melibatkan orang, organisasi, masalah serta kebijakan yang mempengaruhi keutuhan dari suatu sistem. Karakter dan komponen sistem yang kompleks tersebut akan menyebabkan tingginya tingkat ketidakpastian dan perlu dilakukannya pendekatan sistem dinamis (Kossik et al., 2004;
Universitas Sumatera Utara
Hall et al., 2004). Kesuksesan sebuah organisasi dalam memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dinamis akan sangat
bergantung
pada
kemampuan
pelaksana
dalam
mengelola
kompleksitas yang saling berhubungan tersebut. Desain yang efektif dan efisien tidak bisa dicapai tanpa adanya pemahaman yang komprehensif terhadap seluruh komponen sistem (Marashi et al., 2005). Permasalahan sistem yang dapat menggunakan pendekatan sistem biasanya mencakup: (1) tingkat kerumitan (kompleks), (2) probabilistik, (3) dinamis-berubah terhadap waktu ; serta
(4) mengandung minimal satu
umpan balik (Wager et al., 2002; Tasrif, 2005). Solusi metode berpikir sistem diawali dengan pemetaan kognitif (memikirkan interaksi antara unsur dalam batas-batas tertentu) dan pemetaan kausal tentang aliran informasi, dilanjutkan
simplifikasi
kompleksitas
untuk
desain
model
mental
(Muhammadi et al., 2001). Adapun tahapan melibatkan proses : (1) strukturisasi masalah; (2) proses desain hubungan sebab akibat (causal loop) yang dinamis; (4) penetapan skenario; (5) implementasi; serta (6) evaluasi. Meskipun demikian tidak semua tahapan harus diimplentasikan dalam pendekatan sistem dinamis, karena hal tersebut sangat tergantung pada kesiapan para eksekutor kebijakan (Maani & Cavana, 2000 dalam Christina, 2004). Hal ini disebabkan karena dengan pendekatan sistem dinamis para eksekutor kebijakan dapat memvisualisasikan secara efektif : (1) analisis situasi : (2) analisis penyebab; (3) dan alternatif pemecahan masalah. Pada tahapan analisis situasi, pendekatan sistem dinamis akan memberikan gambaran tentang kondisi masa depan. Pada tahapan analisis penyebab hubungan siklus dapat ditingkatkan keakuratannya karena dapat terjadi dari berbagai arah. Pada tahapan akhir yaitu alternatif pemecahan masalah, pendekatan sistem dapat menganalisis pemecahan
masalah
yang
dampak dari berbagai alternatif akan
ditempuh
sebelum
mengimplementasikannya ke dunia nyata (Hidaka, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan sistem dinamis untuk menjawab berbagai permasalahan sebenarnya berada diantara soft modelling dan hard modelling. Karena disatu sisi pendekatan ini dapat saja menggunakan data kuantitatif sebagai pendekatan solusi tetapi disisi lain juga dapat memberikan nilai lebih dengan mengikut sertakan data kualitatif ke dalam sistem. Perbedaan antara soft modelling dan hard modelling disarikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Hard versus Soft Approaches Uraian Definisi Model
Definisi Masalah
Hard approach
Soft approach
Reprensentasi dari dunia nyata
Menelaah secara mendalam tentang dunia nyata Jelas dan berdimensi Tunggal Ambigu dan multidimensi
Pribadi dan Organisasi
Tidak diikut sertakan
Bagian dari Model
Data
Kuantitatif
Kualitatif
Tujuan
Penyelesaian masalah dan optimasi
Hasil
Rekomendasi
Proses pembelajaran yang mendalam Berlanjut dengan pembelajaran kelompok
Sumber : Maani et al., 2000 dalam Christina, 2004.
Lebih lanjut Maani et al. (2000) dalam Christina (2004) menjabarkan tahapan serta langkah yang harus ditempuh dalam menerpakan pendekatan sistem dinamis. Pendekatan sistem dinamis akan melibatkan 5 tahapan utama yang terdiri dari : (1) Strukturisasi permasalahan; (2) Pemodelan causal loop; (3) pemodelan dinamis; (4) penerapan skenario dan pemodelan; (5) penerapan dan pembelajaran organisasi. Meskipun demikian, tentunya tidak semua tahapan tersebut harus dilaksanakan., karena hal tersebut akan sangat bergantung kepada masalah yang akan diselesaikan serta komitmen dan kesiapan organisasi yang bersangkutan untuk melaksanakan intervensi dengan cara mengimplementasikan opsi-opsi terpilih. Uraian lengkap tentang tahapan dan langkah yang harus ditempuh dalam pendekatan sistem dinamis dapat dilihat pada Tabel 2.2. berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Metodologi Sistem Dinamis Tahapan
Langkah-langkah
1. Strukturisasi Masalah
•
Indentifikasi masalah yang berkaitan dengan pengelolaan sistem or issues of concern to management
2. Pemodelan Causal Loop
• •
Indentifikasi variabel utama Mempersiapkan grafik yang memperlihatkan gejala perlakukan terhadap waktu (mode referensi) Mengembangkan diagram causal loop (diagram sebab akibat) Analisis gejala sebab akibat terhadap waktu Identifikasi jalur sistem Indentifikasi nilai tambah sistem Mengembangkan strategi intervensi
• • • • •
3. Pemodelan dinamis
• • • • •
4. Merencanakan Skenario dan • Pemodelan •
• • •
5. Penerapan dan organisasi
pembelajaran
• • • •
Mengembangkan gambaran sistem secara menyeluruh Menentukan jenis variabel dan mengkonstruksi diagaram stock-flow Mengumpulkan informasi dan data secara detail Mengembangka model simulasi Menentukan model seperti nilai awal, selang waktu simulasi, rentang waktu Merencanakan skenarion secara umum Indentifikasi faktor kunci yang mempengaruhi perubahan dan cata hal yang diragukan Bangun skenario pembelajaran dan intervensi Simulasi skenario dengan model Evaluasi masalah yang berkaitan dengan skenario dan strategi. Menyiapkan laporan dan presentasi Mengkomunikasikan hasil dan pilihan intervensi kapada stakeholder Mengembangkan dunia kecil and lab. pembelajaraan berdasarkan model simulasi Gunakan lab. Pembelajaran untuk menelaan model mental dan memfasilitasi proses pembelajaran
Sumber : Maani et al. (2000) dalam Christina (2004)
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Struktur, Perilaku Sistem dan Causal Loop Diagram Pendekatan sistem dinamis telah memungkinkan para praktisi untuk meningkatkan level pemahaman terhadap sistem. Hal lain yang dapat diperoleh oleh praktisi melalui pendekatan ini adalah kemampuan untuk menginterpretasikan model mental dari suatu sistem secara visual, ringkas serta mengkomunikasikan model mental tersebut kepada pihak lain (CFSD, 2003). Untuk dapat mencapai tahapan tersebut, setiap gejala fisik/non fisik yang terdapat pada sistem diserderhanakan menjadi struktur dasar, yaitu mekanisme kerja yang berkelanjutan dari : input, output, dan feedback yang berubah menurut waktu (dinamis). Perubahan tersebut akan menghasilkan unjuk kerja sistem yang teramati perilakunya. Mekanisme kerja berkembang dengan batasan tertentu serta adanya kontrol bias dari dalam : umur atau kerusakan atau dari luar sistem : intervensi dan hambatan lingkungan (Muhammadi et al., 2001). Hal penting dalam struktur dinamis adalah menemukan mekanisme solusi yaitu bagaimana strategi, aksi dan kebijakan agar sistem berfungsi sesuai tujuan. Struktur sistem dinamis adalah sistem tertutup. Pengaruh lingkungan dimungkinkan dan perubahan eksternal dianggap sebagai variabel
eksogen.
Untuk
memudahkan
berpikir
sistem,
struktur
disederhanakan dalam causal loop diagram yang menggambarkan ciri dari sistem tertutup. Ciri sistem tertutup di tunjukkan loop feedback (Muhammadi et al., 2001). Hubungan kausal (causal loop) atau hubungan sebab akibat merupakan titik fokus dari paradigma pendekatan sistem dinamis. Hubungan sebab akibat tersebut sebagian besar diperoleh dari : korelasi, analisis regresi, cluster analysis dan berbagai analisis klasifikasi dari komponen sistem (Roy et al., 2000) Causal loop diagram adalah ekspresi hubungan kausal ke dalam gambar tertentu. Unsur sebab dan akibat salah satu diantaranya merujuk keadaan terukur kualitatif (dirasakan) atau kuantitatif (aktual). Proses (rate)
Universitas Sumatera Utara
atau informasi tentang keadaan sebagai sebab yang menghasilkan keadaan (level) atau pengaruh pada proses sebagai akibat atau sebaiknya. Ini adalah aturan logis sistem dinamis dalam memetakan causal loop diagram seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1 (School, 2000; Muhammadi et al., 2001).
Gambar 2.1. Causal Loop Diagram (Roy et al, 2000)
Causal loop diagram merupakan alat bantu untuk mempermudah strukturisasi sistem. Strukturisasi rinci untuk simplikasi kompleksitas sesuai dengan maksud berpikir sistem. Simplikasi berkembang menjadi pola-pola struktur dinamis. Setiap sistem memiliki perbedaan pola perilaku dinamis. Pola-pola dapat dipakai sebagai pedoman awal dalam membangun struktur dinamis yang lebih rinci atau untuk analisis (Roy et al., 2000; Muhammadi et al., 2001). Setelah unsur sebab dan akibat telah duduk maka selanjutnya (yang dihubungkan dengan panah sebab akibat) dapat diketahui jenis akibat yang ditimbulkan oleh sebab, yaitu searah-akibat, serta dapat diketahui jenis akibat yang ditimbulkan oleh sebab, yaitu searah atau berlawanan arah. Jika hubungan itu searah maka tanda panahnya positif (+); jika berlawanan arah maka tanda panahnya negatif (CFSD, 2003; Borshchev et al., 2004; Ford et al., 2005 ). Proses penstrukturan selanjutnya adalah merangkai hubungan kausal itu menjadi sistem tertutup sehingga menghasilkan loops. Sifat positif atau negatif loops diketahui dengan melihat hasil seluruh proses interaksi tanda
Universitas Sumatera Utara
panah dalam suatu loop; searah (disebut loop positif) atau berlawanan arah (disebut loop negatif). Loop positif berprilaku percepatan atau perlambatan. Loop negatif berperilaku menuju sasaran atas limit. Ada dua jenis sasaran, yaitu sasaran menuju eksplisit : lebih besar dari 0 dan sasaran menuju implisit : mendekati 0 (CFSD, 2003; Borshchev et al., 2004; Ford et al., 2005). Hubungan kausal yang terjadi pada suatu sistem akan dipengaruhi oleh peubah dan paramater (Sitompul, 2002). Peubah keadaan (state variables) adalah kuantitas yang menggambarkan kondisi komponen dalam sistem yang dapat nyata seperti berat atau abstrak seperti fase perkembangan dan dapat berubah dengan waktu sebagaimana sistem berinteraksi dengan lingkungan. Peubah keadaan bersifat masukan pada model sistem seperti faktor lingkungan yang mempengaruhi tingkah-laku sistem, dan juga dikenal sebagai peubah penggerak (driving variables). Jika suatu sistem tidak mempunyai masukan, itu berarti tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan diacu sebagai sistem tertutup (closed sistem).
Sistem
terbuka (open system) mempunyai satu atau lebih masukan yang dapat berubah dengan waktu. Parameter adalah karakteristik dari unsur sistem atau peubah laju (rate variables) dari persamaan yang digunakan dalam model sistem dan biasanya bersifat tetap (konstan) selama masa simulasi. Parameter dapat dibuat sebagai masukan, sehingga kadang-kadang perbedaan antara masukan dan parameter tidak selalu jelas. Umumnya masukan tergantung langsung pada waktu, sementara parameter adalah relatif konstan tergantung pada keadaan sistem. Penggunaan diagram komponen dianjurkan untuk menghubungkan komponen, masukan, keluaran, dan batas sistem dalam sistem (Sitompul, 2002).
2.1.4. Model Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan
Universitas Sumatera Utara
atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis (Caughlin , 2000; Bazkiaei
et al. 2007; Wikipedia, 2009b).
Model beperanan penting dalam pengembangan teori karena berfungsi sebagai konsep dasar yang menata rangkaian aturan yang digunakan untuk menggambarkan sistem.
Hawking (dalam Sitompul 2002) menjelaskan
bahwa : a theory is just a model of the universe,......, and a set of rules that relate quantitiesi n the model to observations ... A theory is a good theory if it satisfies two requirements: It must accurately describea large class of observations on the basis of a model ....., and it must make definite predictions about the results of future observations Lebih lanjut Sitompul (2002) mengklasifikasikan model kedalam beberapa jenis yaitu : 1. Model Matematika Model matematika adalah model yang dicirikan dengan persamaan matematik yang terdiri dari peubah dan parameter. 2. Model Kontinu dan Diskret Model kontinu yang dicirikan oleh peubah keadaan yang berubah secara perlahan dalam selang waktu yang relatif pendek dan tidak terbatas pada bilangan bulat (integer), sedangkan model diskret adalah model dengan peubah yang menggambarkan keadaan sistem dengan bilangan bulat. Model diskret biasanya membutuhkan informasi tentang waktu yang dibutuhkan. Sebaliknya, model kontinu membutuhkan informasi mengenai proses seperti tingkat aliran bahan atau energi diantara komponen dan diantara komponen dengan lingkungan. Model diwakili oleh serangkaian persamaan diferensial yang diturunkan dari struktur sistem dan saling berhubungan diantara komponennya. Model sistem kontinu adalah suatu pendekatan yang berorientasi pada proses dalam penggambaran tingkah-laku suatu sistem. Proses dapat dibagi tiga bagian yaitu transport atau aliran (flow), transformasi dan
Universitas Sumatera Utara
simpanan (storage atau stock). Proses ini digambarkan oleh dua klas peubah yang kadang-kadang disebut peubah ekstensif (extensive variables) dan peubah intensif (intensive variables). Peubah ekstensif dicirikan oleh aliran kuantitas seperti aliran massa, volume, muatan listrik, dan panas. Peubah intensif, yang merupakan ukuran dari intensitas energi atau potensial, mengwakili tenaga penggerak peubah ekstensif seperti tekanan, suhu, voltase dan kecepatan (velocity). Identifikasi peubah ekstensif dan intensif serta komponen sistem perlu dilakukan secara cermat, dan diagram sistem dapat digunakan untuk menurunkan persamaan atau model matematik dari sistem. Karena kesamaan peubah ekstensif dan intensif diantara sistem, metode yang sama dapat digunakan untuk membentuk model untuk masing-masing sistem, dan model matematik yang sama dari suatu sistem dapat digunakan pada sistem yang lain. 3. Model Empiris dan Mekanistik Model empiris diperoleh biasanya dari pengalaman, seperti hasil pengamatan, dan digunakan untuk menggambarkan suatu atau sebagian tingkah-laku sistem yang dipelajari. Sementara, model mekanistik mencoba memberikan deskripsi sistem berdasarkan pemahaman akan tingkah-laku dari sistem tersebut atau mekanisme yang dipertimbangkan. Pada umumnya, orang yang mengembangkan model empiris bekerja hanya pada satu tingkat hirarki organisasi sistem keseluruhan, dan menurunkan persamaan yang menghubungkan satu komponen dengan komponen lain pada tingkat yang sama dalam sistem tersebut Sebaliknya,
model
mekanistik
dikembangkan
untuk
mencoba
menggambarkan tingkah-laku dari komponen sistem (attributes) pada tingkat hirarki yang berbeda seperti komponen pada tingkat i dengan komponen pada tingkat i-1. Kedua tingkatan tersebut dihubungkan oleh proses analisis dan resistensi yang diikuti dengan asumsi dan hipotesis.
Universitas Sumatera Utara
Deskripsi tingkah laku pada tingkat i-1 dapat murni empiris (berdasarkan pengalaman) dan tidak mengandung unsur yang berada pada tingkat hirarki yang lebih bawah (i-2), atau sebagian empiris dan sebagian lagi mekanistik. Salah satu fakta yang harus diingat adalah bahwa model mekanistik jarang secara murni mekanistik dan lebih sering sebagian didasarkan atas model empiris. Kenyataan lain adalah bahwa model empiris dapat memberikan hasil yang lebih baik dari model mekanistik. Ini terjadi karena model empiris lebih mudah diturunkan dengan hanya sedikit kendala dibandingkan dengan model mekanistik. 4. Model Statis dan Dinamis Model statis adalah model yang tidak melibatkan waktu sebagai peubah, sehingga perubahan sistem dengan waktu tidak diketahui.
Karena
hampir tidak ada aspek yang tidak berubah dengan waktu betapapun kecil tingkat perubahannya, suatu model statis hanya bersifat aproksimasi. Sekalipun demikian aproksimasi yang sangat baik dapat diperoleh. arena sistem yang dipelajari cukup mendekati keadaan setimbang (equilibrium), atau skala waktu dalam sistem sedemikian pendek dibandingkan dengan waktu dari lingkungan. Suatu sistem adalah dinamis apabila keadaannya berubah dengan waktu seperti pertumbuhan tanaman selama siklus hidupnya. Ini dapat bersifat kontinu apabila tabiat dan keadaannya berubah relatif perlahan, atau diskret apabila perubahannya terjadi cepat atau besar mis. pergantian penggunaan traktor. Suatu model adalah dinamis jika itu mensimulasi perilaku sistem yang dinamis. Model dinamis dicirikan oleh waktu sebagai salah satu faktor penentu perubahan dari sistem yang sering dinyatakan dalam persamaan diferensial. 5. Model Deterministik dan Stokastik Model deterministik adalah yang menghasilkan penaksiran kuantitas defenitif seperti hasil tanaman yang tidak disertai dengan informasi
Universitas Sumatera Utara
mengenai peluang. Ini dapat berlaku untuk kasus tertentu, tapi kurang memuaskan untuk kuantitas yang sangat bervariasi seperti curah hujan. Sebaliknya model stokastik mengandung unsur acak atau distribusi peluang, sehingga tidak hanya membuat penaksiran keluaran yang defenitif tapi juga disertai dengan deviasi (variance). Semakin besar ketidak-pastian akan tingkah-laku suatu sistem, semakin penting penerapan model stokastik. Proses seperti kelahiran, migrasi, kematian, dan konversi kimia cenderung terjadi secara acak.
Tingkah-laku sistem dapat menjadi
deterministik apabila kuantitas besar dilibatkan, artinya variasi yang sangat kecil tidak begitu berarti dalam taksiran yang dihasilkan model. Kasus epidemiologi, dinamika populasi, pengendalian populasi kadangkadang didekati dengan model stokastik. 6. Model deskriptif Model deskriptif membatasi tingkah-laku atau perilaku suatu sistem dalam suatu cara sederhana, dan mengandung sedikit, jika ada, mekanisme yang menyebabkan tingkah-laku tersebut. Pembentukan dan penggunaan model agak bersifat langsung dan sering terdiri dari satu atau lebih persamaan matematik. 7. Model Eksplanatori Model eksplanatori terdiri dari deskripsi kuantitatif dari mekanisme dan proses yang menyebabkan tingkah-laku suatu sistem. Deskripsi ini merupakan pernyataan eksplisit (tegas) dari teori ilmiah dan hipotesis. Untuk menciptakan suatu model eksplanatori, suatu sistem dianalisis dan proses serta mekanismenya dikuantifikasi secara terpisah. Model dibangun dengan mengintegrasikan keseluruhan deskripsi dari sistem tersebut.
Adapun tahapan yang harus dilalui dalam pengembangan model terdiri atas : (1) definisi masalah; (2) konseptualisasi sistem; (3) representasi model; (4) evaluasi model; (5) analisis kebijakan dan implementasi model
Universitas Sumatera Utara
yang logis dimulai dari bentuk sederhana dengan mendefiniskan masalah secara hati-hati dan analisis sensivitas untuk membantu menentukan rincian model. Selanjutnya ditambah variabel secara gradual sehingga logis dan representatif. Penyempurnaan struktural dan fungsional mempertimbangkan feasibility dan desirability (Sushil, 1993).
2.1.5. Validasi Model Validasi adalah salah satu kriteria uji yang bertujuan untuk mengetahui
apakah
suatu
model
dapat
menirukan
kondisi
(Muhammadi et al., 2001; Burns, 2002; Christina, 2004).
nyata
Validasi
(output/kinerja model) dilakukan untuk mengetahui antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang diturunkan. Model yang baik memiliki kesalahan atau simpangan terhadap data statistik dan informasi aktual yang kecil. Ada 2 jenis validasi yang dapat dilakukan terhadap model yaitu (Muhammadi et al., 2001; Burns, 2002): 1. Validitas Struktur Ada dua jenis validitas struktur, yaitu validitas konstruksi (konstruksi model valid secara ilmiah) dan stabilitas struktur (keberlakuan atau robustness struktur dalam dimensi waktu). Uji validitas struktur bertujuan meyakinkan tingkat keserupaan struktur model mendekati struktur nyata. Ada dua teknik validasi konstruksi, yaitu dengan teori dan kritik teori. Validasi konstruksi dengan teori ditunjukkan dengan tingkat kesesuaian struktur model yang dirumuskan dengan aturan berpikir logis setiap teori keilmuan dengan objek penelitian, artinya setiap hubungan kausal umum atau rinci dalam model didukung argumentasi yang sudah diturunkan dan didukung teori dan konsep relevan tidak dengan sendirinya valid. Teori berubah dan berkembang sesuai dinamika sistem nyata pada waktu dan tempat tertentu. Metode berpikir sistem menganjurkan kreativitas dalam perumusan struktu model teoritis yang baik, model memakai teori relevan, mengikuti perkembangan teori bar, dan
Universitas Sumatera Utara
menerapkan teori yang cocok untuk menjelaskan objek tertentu di suatu trempat, dipakai bersyarat untuk menjelaskan keadaan di tempat lain. Untuk keyakinan sejauh mana struktur model teoritis yang dirumuskan dapat menjelaskan struktur sistem nyata,maka harus lulus uji stabilitas struktur model. Uji ini bertujuan untuk melihat keberlakuan (robustnees) model dalam dimensi waktu. Hal ini dilakukan dengan menguji struktur model terhadap perlakuan kejutan agregasi unsur dan disagregasi menghasilkan kolapsnya perilaku/kinerja sistem atau tidak logis, maka berarti ada kesalahan/kekurangan dalam struktur model. Struktur disempurnakan atau diubah sama sekali mulai dari awal. Pekerjaan validasi struktur memerlukan kesabaran dan ketekunan karena melakukan pengulangan berpikir sampai diperoleh struktur model logis dan objektif. Model kurang logis disebabkan oleh konstruksi lemah secara teoritis akibat terlalu menggunakan akal sehat parsial. Model kurang objektif umumnya jika konstruksi lemah kontekstual, sebab kurang kritis dan menggantungkan pada teori yang kurang relevan. Setelah diperoleh struktur model yang stabil yaitu logis dan objektif, terhadap validasi berikutnya adalah uji validitas kinerja/output model. 2. Validitas Kinerja/Output Model Dalam metode berpikir sistem validasi kinerja adalah pelengkap. Tujuannya memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai denagan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat model ilmiah. Caranya adalah validasi kinerja model dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku output model sesuai dengan data empirik. Sebelumnya, aspek yang perlu diperhatikan yaitu konsistensi unit analisis, dimensi, dan data simulasi yang dihasilkan model. Dalam model interaksi semua variabel saling bergantung. Konsistensi ukuran dalam interaksi antar variabel diperoleh dengan menjembatani perbedaan ukuran variabel dengan variabel penghubung (rasio atau fungsi tabel efek). Data yang dimasukkan ke dalam model hanya data
Universitas Sumatera Utara
level awal dan variabel penghubung (tabel) dan konstanta. Data simulasi suatu variabel menjadi masukan bagi variabel lain, kemudian menciptakan data simulasi untuk variabel tersebut. Kesalahan input data awal akan membuat kesalahan kumulatif pada variabel lain yang berinteraksi sehingga ketelitian data awal mutlak diperhatikan. Meskipun demikian metode berpikir sistem lebih menekankan
pada
persoalan
apa,
mengapa,
dan
bagaimana
persoalannya, tidak menekankan pada beberapa angka ketelitian. Prosedur uji konsistensi adalah: 1) mengeluarkan output simulasi khususnya nilai rujukan (reference mode atau variabel uatama) lalu dibandingkan dengan pola perilaku data empirik. Pertama, komparasi visual: jika visual pola output simulasi sudah mengikuti pola data aktual maka diuji statistik; 2) uji statistik untuk telaah deviasi antar output simulasi dibandingkan data aktual. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan menggunakan salah satu metode seperti : (1) AME (absolute mean error); (2) Kalman Filter (KF), dan (3) DW (Durbin Watson). Secara statistik batas deviasi antara output simulasi data aktual yang dapat diterima adalah 5% (untuk AVE, AME, dan U-Theils). tingkat kecocokan output simulasi dengan data aktual yang dapat diterima adalah 47,5-52,5 % (untuk KF-Kalman Filter) dan pola fluktuasi output simulasi terhadap data aktual dapat diterima bila dL
2.1.6. Sensivitas Model, Intervensi Fungsional dan Struktural Menurut Muhammadi et al. (2001), sensivitas model adalah respon model terhadap simulasi, ditunjukkan dengan perubahan perilaku dan/atau kinerja model. Uji sensitivitas yaitu intervensi/perlakuan parameter input dan/atau struktur model untuk melihat tingkat sensivitasnya terhadap perubahan output model sehingga efek atau dampak suatu intervensi terhadap kinerja secara keseluruhan dapat diamati. Intervesi bertujuan untuk
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan sensivitas parameter, variabel dan hubungan antar variabel dalam model. Hasil uji sensivitas dalam bentuk perubahan. Perilaku dan/atau kinerja model untuk menganalisis efek intervensi. Intervensi berdasarkan kondisi yang mungkin terjadi dalam dunia nyata, pilihan kebijakan yang mungkin, atau aksi yang layak. Efek aksi terhadap perubahan kinerja sistem diamati melalui perubahan nilai rujukan bias merupakan pola dan trend yang diinginkan atau tidak diinginkan. Uji sensitivitas dilakukan untuk menemukan alternatif kebijakan: akselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif yaitu sesuai dengan tujuan riset atau antisipasi kemungkinan dampak negatif yaitu agar kinerja keseluruhan unsur sistem tidak gagal/bablas (failure/overshoot). Ada dua kategori uji sensivitas, yaitu intervensi fungsional dan intervensi struktural, yang dapat dielaborasi sebagai berikut: (Breierova et al., 1996; Muhammadi et al., 2001) 1. Intervesi Fungsional adalah intervensi terhadap parameter atau
kombinasi parameter tertentu di model dengan menggunakan fasilitas dalam perangkat lunak yang cocok atau mewakili perubahan keputusan, kejadian, dan keadaan tertentu. Fasilitas uji sensivitas parameter input (intervensi) penting menggunakan powersim, antara lain: sinus, setengah sinus, trend, ram, pulse, random, dan forecast. Penggunaan fasilitas ini sesuai dengan antisipasi perubahan parameter yang mungkin terjadi dalam dunia nyata. Selanjutnya dilakukan simulasi dan diamati hasil dan dampaknya pada keseluruhan kinerja unsur dalam sistem. Pola dan kecenderungan hasil dan dampak intervensi ini bersifat non-linier dan dinamis yang dinyatakan dalam presentase fungsi waktu. 2. Intervensi Struktural adalah mempengaruhi hubungan antar unsur atau
struktur, dilakukan dengan mengubah unsur atau hubungan yang membentuk dasar (archtype) model. Intervensi tidak radikal apabila pengujian tidak mengubah bentuk dasar (archtype) model. Intervensi radikal apabila penguji mengubah bentuk dasar model. Selanjutnya dilakukan simulasi dan diamati hasil dan dampaknya pada keseluruhan
Universitas Sumatera Utara
kinerja unsur dalam sistem. Pola dan kecenderungan hasil dan dampak intervensi ini juga non-linier. Secara teoritis hasil dan dampak intervensi struktural lebih berarti dari pada fungsional.
2.1.7. Simulasi Model Simulasi model dapat didefinisikan sebagai cara untuk mengetahui perubahan yang terjadi dimasa depan sebelum sebuah sistem tersebut diimplementasikan. Simulasi adalah proses “eksekusi” model secara (terpisah atau kontinu) yang berubah dari waktu ke waktu. Simulasi model cocok digunakan untuk menganalsisi permasalahan kompleks serta berkaitan dengan dinamika waktu (Borshchev et al., 2004).
Gambar 2.2. Penggunaan Simulasi Model (Borshchev et al., 2004)
Gambar 2.2 menjelaskan bahwa dengan simulasi model maka: (1) untuk mengatasi masalah “The Problem” didunia nyata seorang praktisi tidak perlu melakukan ekperimen untuk menemukan solusi yang tepat bagi masalah tersebut; (2) yang perlu dilakukan adalah membangun model dengan komponen-komponen yang dapat dideteksi perilakunya sehingga interaksi perilaku tiap komponen terlihat dan dianalisis; (3) Hasil eksekusi simulasi model dengan parameter dan peubah selanjutnya akan dioptimasi
Universitas Sumatera Utara
prilakunya seiring dengan perubahan waktu; (4) simulasi model yang optimum dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Adapun tahapan simulasi yang harus dilakukan terdiri dari : (1) penyusunan konsep; (2) pembuatan model; (3) simulasi; (4) validasi hasil simulasi. Proses sistem akan ditirukan untuk dapat memahami perilakunya. Hal ini dapat dilakukan dengan dengan menentukan unsur-unsur yang saling berinteraksi, berhubungan, berketergantungan, dan bersatu dalam aktivitas. Unsur-unsur dan keterkaitannya digunakan untuk menyusun gagasan atau konsep yang selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus. Simulasi dapat dilakukan dengan model. Dalam model kuantitatif simulasi dengan cara memasukan data ke dalam model. Perhitungan dilakukan untuk mengetahui perilaku atau gejala proses. Dalam model kualitatif simulasi dengan cara menelusuri atau mengadakan analisis hubungan kausal antar unsur dengan memasukkan data atau informasi untuk mengetahui prilaku gejala atau proses (Muhammadi et al., 2001).
2.2. Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan Sampah
perkotaan
(SP)
didefinisikan
sebagai
sampah
yang
dikumpulkan oleh pemerintahan kota (SF). SP terdiri dari sampah yang berasal dari rumah tangga, perkantoran, pasar, dan jalanan. Sedangkan Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan (SPSP) dapat didefinisikan sebagai suatu upaya pengelolaan yang meliputi proses pemisahan, pengumpulan, pemindahan pengangkutan dan pembuangan SP yang bertujuan untuk menjaga kesehatan masyarakat, meningkatkan keberlanjutan dan kualitas lingkungan, meningkatkan produktivitas ekonomi serta menambah jumlah angkatan kerja (Schübeler et al., 1996 ; EC, 2000 ; Dubois et al., 2004) Sumber penghasil sampah di Indonesia sebagian besar berasal dari perumahan (70-75%) dan (25-30%) berasal dari non perumahan (WBIO, 2003) Secara umum komposisi sampah terdiri dari jenis organik, kertas, plastik, gelas, logam dan lain-lain. Sampah di Indonesia rata-rata masuk dalam kategori sampah basah yang dengan kandungan organik cukup tinggi
Universitas Sumatera Utara
(70-80%) dan anorganiknya (20-30%) serta memiliki kadar air 60%, berat jenis rata-rata 250 kg/m3 serta nilai kalor (1.100-1.500) k.cal/kg. Sampah ini akan terdekomposisi menjadi bentuk padat, cair dan gas. Proses dekomposisi di suatu TPA (landfill) akan berlangsung sangat lama sedikitnya selama 30 tahun (Thobanoglous, 1993). Kandungan gas landfill mencapai 50% dari berat sampah dan setengah dari gas landfill tersebut adalah gas metan yang potensial menyebabkan efek rumah kaca. Dibandingkan dengan karekteristik sampah dari negara lain yang lebih maju (Tabel 2.3) yang pada umumnya memiliki komposisi sampah organik yang lebih rendah, kadar air rendah dan nilai kalor tinggi dimana mereka telah melakukan berbagai penelitian pemanfaatan energi sampah sebagai sumber energi alternatif. Sebagai contoh Jepang telah berhasil memanfaatkan energi sampah dari hasil pembakaran dengan incinerator menjadi energi listrik dan energi panas. Swedia juga merupakan negara yang memanfaatkan sampah sebagai sumber pasokan energi listrik (40 % pasokan listriknya diperoleh dari energi sampah). Tabel 2.3. Timbulan & Komposisi Sampah Berbagai Negara No
Negara
Timbulan (kg/cap)
Organik (%)
Kertas (%)
Plastik (%)
20,0
21,0
1
Thailand
0,65
46,0
2
Vietnam
0,70
55,0
3
Malaysia
0,76
48,0
30,0
9.8
4
Indonesia
0,60
60,0
2,0
2,0
5
Asia (rata2)
0,42
75,0
2,0
1,0
6
Eropa (rata2)
0,72
25.4
28,7
4.6
7
Japan
1,12
11.7
38,5
11,9
8
USA
1,97
12,0
43,0
5,0
Sumber : (Yeoh, 2006)
Dari berbagai literatur tentang yang terkait dengan SPSP menjelaskan bahwa aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam suatu SPSP
Universitas Sumatera Utara
(Schübeler et al., 1996 ; EPIC,2000 ; JICA, 2003 ; Stypka, 2004 ; Nie et al., 2004 ; Prawiradinata, 2004 ; EHC, 2005 ; EMTS, 2005) dapat disarikan menjadi :
2.2.1. Aspek Lingkungan Aspek lingkungan yang perlu diperhatikan dari SPSP dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yang terdiri atas : (1) lingkungan lokal dan (2) lingkungan global. a. Lingkungan Lokal Jika SP perkotaan tidak ditata dengan suatu SPSP yang baik maka dapat menyebabkan gangguan seperti (JICA, 2003) : 1. Gangguan kesehatan misalnya: Kumpulan sampah dapat menjadi tempat pembiakan lalat, dan lalat ini mendorong penularan infeksi Sampah tersebut dapat menimbulkan penyakit yang terkait dengan tikus, seperti pes, leptospirosis, salmonelosis, tikus endemic, demam gigitan tikus, dan beberapa infeksi arboviral. Pada kejadian pasca banjir di Jakarta tahun 2002, jumlah kasus leptospirosis tercatat meningkat akibat tertimbunnya sampah di beberapa wilayah di Jakarta. 2. Penanganan sampah yang tidak baik dapat menyebabkan timbunan sampah yang dapat menjadi sumber kebakaran dan bahaya kesehatan yang serius bagi anak-anak yang bermain di dekatnya, 3. Dapat menutup saluran air sehingga meningkatkan masalah-masalah kesehatan yang berkaitan dengan banjir dan tanah-tanah yang tergenang air. 4. Sebanyak 20% sampah yang dihasilkan dibuang ke badan air secara sembarangan dapat menyumbang sekitar 60% - 70% pencemaran sungai. 5. Disebabkan hampir semua TPA di Indonesia tidak ada yang tidak beroperasi secara Open Dumping (Wibowo dan Djajawinata, 2004),
Universitas Sumatera Utara
akibatnya dapat terjadi : pencemaran tanah, air, dan udara; kesehatan masyarakat bahkan bencana yang dapat menimbulkan korban jiwa. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH, 2008) merealese hasil perkiraan total sampah yang dihasilkan oleh seluruh provinsi di Indonesia. Total timbulan sampah dari seluruh provinsi di Indonesia secara lengkap disajikan pada Tabel 2.4. berikut. Tabel 2.4. Perkiraan Timbulan Sampah (Gigagram) 2000-2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua
Provinsi
1,10 3,26 1,19 1,39 0,67 1,74 0,41 1,88 0,25 2,34 10,00 8,74 0,87 9,73 2,27 0,88 1,12 1,07 1,12 0,52 0,84 0,69 0,56 0,61 2,25 0,51 0,23 0,33 0,23 0,62
1,11 3,31 1,20 1,45 0,69 1,77 0,42 1,92 0,26 2,36 10,19 8,78 0,88 9,78 2,33 0,90 1,14 1,09 1,15 0,54 0,85 0,71 0,57 0,62 2,28 0,52 0,24 0,33 0,23 0,64
1,11 3,35 1,21 1,51 0,70 1,80 0,43 1,95 0,26 2,38 10,37 8,82 0,89 9,82 2,40 0,91 1,16 1,10 1,17 0,55 0,86 0,73 0,58 0,63 2,31 0,54 0,24 0,34 0,24 0,65
1,12 3,40 1,22 1,58 0,72 1,83 0,43 1,98 0,26 2,40 10,56 8,86 0,90 9,87 2,47 0,92 1,18 1,12 1,19 0,57 0,88 0,75 0,58 0,65 2,33 0,55 0,24 0,34 0,24 0,67
1,13 3,44 1,22 1,64 0,73 1,86 0,44 2,01 0,27 2,42 10,75 8,89 0,91 9,91 2,54 0,93 1,20 1,14 1,21 0,58 0,89 0,77 0,59 0,66 2,36 0,57 0,24 0,35 0,25 0,69
1,13 3,49 1,23 1,71 0,74 1,89 0,45 2,04 0,27 2,44 10,94 8,93 0,92 9,95 2,61 0,95 1,22 1,16 1,23 0,60 0,91 0,79 0,60 0,67 2,38 0,58 0,24 0,35 0,25 0,71
1,14 3,53 1,24 1,78 0,76 1,92 0,46 2,07 0,28 2,45 11,13 8,96 0,93 9,99 2,68 0,96 1,24 1,17 1,25 0,62 0,92 0,81 0,61 0,69 2,41 0,60 0,25 0,36 0,25 0,72
1,14 3,57 1,25 1,86 0,77 1,95 0,47 2,10 0,28 2,47 11,32 8,99 0,94 10,04 2,75 0,97 1,26 1,19 1,27 0,63 0,94 0,83 0,62 0,70 2,44 0,61 0,25 0,36 0,26 0,74
Indonesia
5 7,44
58,22
59,01
59,79
60,59
61,38
62,17
62,97
Sumber (KNLH, 2008)
b. Lingkungan Global Setiap produk yang dikonsumsi oleh penduduk bumi yang menghasilkan sampah perkotaan memberikan kontribusi terhadap GRK (USEPA,2002a). Berdasarkan life cycle assesment yang dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
USEPA diketahui bahwa setiap tahapan produksi untuk menghasilkan suatu produk yang dimulai dari : (1) Ekstraksi dan pemerosesan bahan mentah; (2) proses produksi; (3) transportasi dan distribusi; (4) konsumsi dan (5) pembuangan - akan berdampak terhadap GRK. Oleh sebab itu manajemen pengelolaan “limbah“ yang baik akan berdampak terhadap pengurangan GRK. Aktifitas produksi yang berdampak terhadap GRK diantaranya (USEPA, 2002a; 2003; 2006) : (1) Konsumi bahan bakar fosil pada setiap tahapan proses produksi; (2) Emisi CO 2 yang dihasilkan oleh proses produksi; (3) Gas CH 4 yang diemisikan oleh TPA; (4) Penebangan pohon. Temuan USEPA tersebut memberikan gambaran bahwa ternyata sampah perkotaan turut memberikan kontribusi terhadap GRK. Ironisnya lagi Gas Methane (CH4) yang dihasilkan oleh sampah memiliki kekuatan hingga 21 kali lipat jika diekivalenkan dengan Gas CO 2 (Gitonga, 2005; USEPA, 2003; 2003a; 2006; ). Fenomena GRK (Gupta et al., 2007) yang saat ini telah menjadi perhatian dunia bermula dari lahirnya Protokol Kyoto. Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) yang dilaksanakan di Jepang pada tanggal 11 Desember 1997. Konvensi ini melahirkan sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan
global.
Negara-negara
yang
meratifikasi
protokol
ini
berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbondioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global. Jika sukses diberlakukan. Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. KNLH (2008) juga merealease perkiraan emisi CH 4 pada seluruh provinsi di Indonesia dalam kurun waktu 2000 hingga 2007 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5. Perkiraan Emisi CH4 (Gigagram) tahun 2000 - 2007 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Provinsi NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua
Indonesia
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
7,18 21,27 7,76 9,04 4,40 11,35 2,66 12,30 1,64 15,28 65,27 57,04 5,70 63,52 14,80 5,76 7,32 6,98 7,34 3,39 5,45 4,48 3,66 3,98 14,71 3,33 1,52 2,13 1,49 4,04
7,22 21,57 7,82 9,45 4,49 11,54 2,72 12,50 1,67 15,40 66,47 57,30 5,76 63,81 15,22 5,84 7,45 7,10 7,47 3,49 5,54 4,61 3,71 4,06 14,88 3,42 1,54 2,16 1,51 4,16
7,26 21,87 7,88 9,86 4,58 11,75 2,78 12,71 1,70 15,52 67,68 57,54 5,82 64,10 15,66 5,92 7,58 7,21 7,61 3,59 5,64 4,74 3,76 4,14 15,04 3,52 1,55 2,20 1,54 4,27
7,30 22,16 7,93 10,28 4,67 11,95 2,84 12,91 1,72 15,65 68,90 57,79 5,87 64,38 16,10 6,01 7,70 7,32 7,75 3,70 5,73 4,87 3,81 4,22 15,21 3,61 1,57 2,24 1,57 4,38
7,34 22,46 7,99 10,71 4,76 12,14 2,90 13,12 1,75 15,78 70,13 58,03 5,94 64,67 16,54 6,09 7,83 7,43 7,89 3,80 5,83 5,00 3,86 4,31 15,39 3,71 1,58 2,27 1,60 4,49
7,38 22,75 8,04 11,16 4,85 12,34 2,95 13,32 1,77 15,89 71,37 58,26 5,99 64,95 17,01 6,17 7,96 7,54 8,03 3,91 5,92 5,14 3,91 4,39 15,52 3,81 1,59 2,31 1,63 4,60
7,41 23,03 8,09 11,64 4,95 12,55 3,01 13,52 1,80 16,00 72,62 58,47 6,05 65,21 17,49 6,25 8,08 7,65 8,17 4,01 6,01 5,27 3,96 4,48 15,73 3,91 1,61 2,35 1,65 4,71
7,44 23,31 8,14 12,13 5,04 12,75 3,08 13,72 1,83 16,10 73,89 58,68 6,11 65,49 17,97 6,33 8,21 7,75 8,30 4,12 6,11 5,41 4,01 4,56 15,89 4,01 1,62 2,38 1,68 4,82
3 74,78 379,88 385,02 390,16 395,33 400,49 405,69 410,90
Sumber : (KNLH, 2008)
Meskipun persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005, pada tanggal 28 Juli 2004, negara Indonesia menerbitkan UU No 17 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Protokol Kyoto (RI,2004) namun hingga tahun 2009 sudah 183 negara telah menandatangani dan meratifikasi protokol (termasuk Indonesia), bahkan Amerika Serikat yang bukan non-anggota Protokol juga telah
ikut
menandatangani
UNFCCC
Convention on Climate Change).
(United
Nation
Framework
Emisi CH4 dari Indonesia sendiri
diperkirakan mencapai 410 Gg pada 2007, lebih tinggi dari tahun 2006 yang
berjumlah
405.69 Gg.
Emisi CH4 yang dihasilkan dari proses
pengomposan sampah diperkirakan mencapai 63 Gg pada tahun 2007 (KNLH,2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Aspek Ekonomi Aspek ekonomi pengelolaan sampah perkotaaan sangat berkaitan erat dengan layanan jasa yang harus diberikan sebagai akibat dari adanya aktivitas ekonomi, efektivitas biaya sistem pengelolaan sampah perkotaan, dimensi makro-ekonomi dari penggunaan sumber daya dan konservasi serta pendapatan yang diperoleh dari layanan jasa yang diberikan (Schubler et al., 1996). Keterkaitan ini disebabkan karena : 1. Jumlah timbulan sampah serta permintaan layanan pengelolaan yang terus meningkat serta bersinergi dengan meningkatnya ekonomi. 2. Rendahnya biaya pelayanan yang diberikan akan berdampak kepada menurunnya kualitas lingkungan. 3. Efektivitas SPSP sangat bergantung pada biaya siklus hidup fasilitas dan peralatan jangka panjang serta dampak ekonomi terhadap layanan yang diberikan. Oleh karenanya, evaluasi ekonomi merupakan masukan yang penting untuk perencanaan strategis dan investasi bagi SPSP.
Lebih lanjut Schubler et al. (1996) mengelompokkan aspek ekonomi dari SPSP ke dalam beberapa item seperti yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Penganggaran dan sistem akuntansi biaya Penganggaran yang memadai, akuntansi biaya, serta evaluasi keuangan sangat penting bagi manajemen pengelolaan sampah perkotaan. Di banyak kota, ditemukan bahwa banyak pejabat yang bertanggung jawab tidak memiliki informasi yang akurat tentang biaya riil dari pengelolaan sampah yang dilaksanakan. Oleh karena itu dan analisis keuangan harus dilakukan untuk dapat meningkatkan akuntabilitas. 2. Mobilisasi sumber daya sebagai modal investasi pilihan utama bagi pemerintah daerah untuk pembiayaan dalam mengelola sampah perkotaan biasanya bersumber dari anggaran lokal, pinjaman dari perantara keuangan dan / atau pinjaman atau hibah khusus dari pemerintah pusat. Di beberapa negara, obligasi mungkin bisa dimanfaatkan sebagai sumber pembiayaan. Pilihan lainnya adalah
Universitas Sumatera Utara
melalui sektor swasta, yang semakin tertarik untuk mengelola sampah perkotaan. Di banyak negara, biasanya pemerintah pusat akan terus menjadi sumber dana utama untuk pengelolaan sampah perkotaan. 3. Biaya operasional Ada tiga pilihan utama untuk yang bisa dilakukan untuk menutupi biaya operasional SPSP, diantaranya : retribusi, pajak daerah dan transfer antar pemerintah daerah. Langkah yang paling sering ditempuh untuk menutupi biaya operasi adalah melalui retribusi. Pendapatan retribusi ini biasanya akan masuk ke kas Pemerintah Kota dan cenderung digunakan kembali untuk menutupi biaya operasional (bukan ditujukan untuk mengelola limbah). Hal ini tentunya akan melemahkan akuntabilitas lembaga pengelola sampah perkotaan. 4. Pengurangan biaya dan kontrol mekanisme terbaik untuk mengurangi biaya operasional adalah dengan mengadopsi pola “ doing more with less” . Biaya operasional pengelolaan sampah perkotaan dapat direduksi melalui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan limbah padat lokal. Biasanya hal ini melibatkan sektor informal, dengan cara ini biaya operasional layanan dapat ditekan sekaligus dapat mengurangi volume limbah yang dibuang ke TPA.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah perkotaan yang efisien dan efektif ditinjau dari aspek ekonomi, sebenarnya dapat dicapai dengan cara: 1. meningkatkan pengembangan dan produktivitas ekonomi melalui ketetapan biaya dari jasa pengumpulan sampah yang efisien dan sesuai dengan kemampuan membayar para konsumen. 2. mewujudkan proses pengelolaan yang berwawasan lingkungan dari produksi sampah yang dihasilkan. 3. memastikan efektivitas manajemen pengelolaan melalui dengan cara melakukan analisis biaya dan manfaat
Universitas Sumatera Utara
4. mendorong aktivitas meminimalisasi sampah, konservasi materi, serta melakukan efisiensi ekonomi dengan cara menerapkan prinsip "siapa membuang dia membayar".
2.2.3. Aspek Teknis Aspek teknis SPSP berkaitan erat dengan perencanaan, pelaksanaan, perawatan, pengumpulan, sistem transfer, pemulihan limbah, pembuangan akhir serta pengelolaan limbah berbahaya. Untuk mengoptimalkan performance SPSP maka hal yang perlu diperhatikan adalah : (Schublerr et al., 1996) 1. Secara teknis fasilitas dan peralatan harus dirancang sesuai dengan karakteristik operasi, kinerja, pemeliharaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan diharapkan persyaratan serta mengimbangkan biaya perawatan. 2. Perhatian harus diberikan kepada pencegahan pemeliharaan, perbaikan dan ketersediaan suku cadang. 3. Rancangan fasilitas transfer dan peralatan harus sesuai dengan karakteristik
lokal
dan
kapasitas
TPA
yang
tersedia.
Sistem
pengumpulan harus dirancang untuk dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat. 4. Sektor informal yang mendaur ulang sampah harus didukung dengan mendesain SPSP yang dapat meningkatkan produktivitas sektor tersebut. Keterlibatan pihak swasta untuk mengelola SP perkotaan juga harus dipertimbangkan. 5. Metode pembuangan akhir di negara-negara berkembang pada umumnya
menggunakan
TPA.
Untuk
meminimalisasi
dampak
lingkungan maka pemilihan TPA harus dilakukan secara seksama serta didesain untuk dapat beroperasi dengan baik. 6. Sumber bahan limbah berbahaya harus teridentifikasi, terdaftar agar dapat dikelola dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Teknologi
Pengelolaan
sampah
berkembang
sejalan
dengan
perkembangan jenis sampah yang akan dikelola. Beberapa cara pengelolaan akhir sampah yang dilakukan masyarakat adalah : (Naria, 1996; PPS-IPB, 2003) 1. Penimbunan : Sampah yang telah dikumpulkan pada penampungan sementara diangkut kesuatu area tempat pembuangan sampah akhir (TPA), kemudian sampah tersebut ditimbun dan diratakan. Penimbunan sampah seperti ini menimbulkan bau busuk, tempat berkembangnya bibit penyakit, serta dapat mengakibatkan terganggunya kualitas air tanah. 2. Pengomposan
:
Sampah-sampah
organik
diolah
dengan
cara
pengomposan. Ada beberapa keuntungan dari sistem pengomposan antara lain : pupuk yang dihasilkan bersifat ekologis/tidak merusak lingkungan, masyarakat dapat membuat sendiri, serta tidak memerlukan peralatan dan instalasi yang mahal. 3. Pembakaran Sampah : Pembakaran sampah dapat dilakukan pada tempat pembuangan sampah sementara, atau pembakaran dilakukan dengan insenerator. Proses insenerator ini mampu mereduksi limbah hingga 90%, meskipun panas yang ditimbulkannya dapat digunakan sebagai sumber energi, namun penggunaannya dapat menimbulkan pencemaran udara tersendiri. 4. Penghancuran : Sampah yang telah dikumpulkan dipotong-potong menjadi ukuran kecil-kecil sehingga volumenya bertambah kecil, penghancuran yang demikian akan membantu proses pembusukan. 5. Pemanfaatan Ulang : Sampah-sampah yang telah dikumpulkan dipilih sesuai dengan bahan pembuatnya seperti kertas, kaca, plastik, besi, karton, aluminium dan dijual untuk dimanfaatkan kembali 6. Dumping : Pengelolaan sampah secara dumping dengan menumpuk sampah pada suatu area, pengelolaan yang demikian akan menimbulkan penurunan estetika lingkungan. Jenis dumping yang lain dan sering dilakukan masyarakat dalam mengelola sampah adalah dumping in
Universitas Sumatera Utara
water dimana sampah dibuang ke dalam badan air misalnya sungai, laut, saluran air lainnya (Naria, 1996)
Untuk menanggulangi sampah perkotaan yang jumlah semakin hari semakin bertambah maka sistem pengolahan sampah yang harus dilakukan juga semakin kompleks. Oleh karenanya USEPA (2002a, 2003a, 2006) membuat suatu hirarki pengelolaan sampah berwawasan lingkungan yang digambarkan dalam bentuk piramida (Gambar 2.3) .
Gambar 2.3. Piramida Pengelolaan Sampah
Dari piramida tersebut dapat diketahui bahwa untuk mengelolah sampah padat dimulai dari : Pengurangan dari sumber merupakan level tertinggi (A) yang diikuti oleh proses pemakaian kembali dan daur ulang. Setelah tahapan tersebut tidak lagi memadai untuk menangani jumlah timbulan sampah yang ada maka proses selanjutnya yang dapat dilakukan adalah proses Recovery Energy, sisa dari hasil proses ini baru kemudian dilakukan proses penimbunan (landfilling) atau pembakaran Beberapa negara yang telah menggunakan teknologi pengelolaan sampah dengan basis energi recovery diantaranya adalah (Setyaningrum, 2006) : 1. Vietnam Pemanfaatan landfill gas di Vietnam masih terbatas hanya pada proses pengumpulannya saja tetapi belum dimanfaatkan sebagai energi listrik.
Universitas Sumatera Utara
Setelah tahun 2002 Vietnam meratifikasi Kyoto Protocol, studi kelayakan untuk pemanfaatan gas landfill telah dilakukan untuk Khanh Son on Landfill (17 ha) di Da Nang City yang menampung sampah sebanyak 200.000 ton per tahun. Tujuan dilakukannya pemanfaatan gas ini adalah menstabilkan landfill dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan global warming. Total emisi gas rumah kaca dalam 10 tahun adalah ekivalen dengan 409.000 ton CO 2 (dimulai tahun 2008). Teknik gas recovery sistem meliputi pipa pengumpulan gas, gas scrubbers, gas engine generator dan fuel gas treatment facility. 2. Swedia Pemanfaatan gas di Swedia baik yang berasal dari biogas (digester) atau dari landfill sudah dilakukan sejak lama, bahkan di setiap landfill. Kondisi tersebut merupakan standar landfill yang harus dilakukan oleh setiap operator landfill sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negaranegara Eropa (Council Directive 1999/31/EC On The Landfill). Dengan komposisi organik yang relatif rendah (<35 %), namun masih memiliki kandungan
gas
10-30
m3
/ton/tahun
(landfill
di Helsinberg),
pengumpulan gas tetap dilakukan dan dimanfaatkan sebagai energi listrik. Teknik gas recovery system meliputi pipa pengumpulan gas, penyimpanan gas, fasilitas pengolahan gas, fasilitas power generation dan aksesoris-aksesoris 3. Beijing-China Pengumpulan gas landfill di kota Beijing (China) sudah dilakukan sejak lama dan menjadi standar operasi landfill, namun gas yang terkumpul hanya dibakar melalui flare (flaring system) yang dimaksudkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Beijing dengan penduduk 15 juta jiwa memiliki 6 lokasi landfill, salah satu landfill tersebut adalah Beishinshu Landfill (luas 35 ha). Sampah yang dibuang ke lokasi landfill adalah hanya berupa residu karena telah dilakukan proses pemilahan sampah di lokasi transfer station (setiap radius 8 km memilki 1 transfer
Universitas Sumatera Utara
station). Termasuk sebagian besar organik telah dipilah dan dikirim ke instalasi produksi kompos (ada 2 unit, kapasitas 200 dan 400 ton/hari).
Uraian tersebut secara transparan memberikan gambaran bahwa dengan semakin bertambahnya jumlah timbulan sampah sebagai akibat dari bertambahnya
jumlah
penduduk,
meningkatnya
teknologi
serta
diimplementasikannya protokol Kyoto, peran teknologi pengelolaan sampah sudah harus menjadi perhatian utama bagi para pengelola SP. Terlebih lagi bagi Indonesia (yang turut menandatangani protol Kyoto), dimana hampir 100% pengelolaan sampah masih dilakukan secara opendumping dan sanitary landfill. Dengan berlakunya UUPS yang disahkan pada tanggal 7 Mei 2008, menyebabkan seluruh pemerintah kota/kabupaten harus bertindak secara tepat untuk dapat mengimplementasikan proses pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. Hal ini disebabkan karena pada Pasal 44 tentang Ketentuan peralihan dinyatakan : (1) Pemerintah daerah harus membuat perencanaan
penutupan tempat
pemrosesan
akhir
sampah
yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini serta ; (2) Pemerintah daerah
harus
menutup
tempat
pemrosesan
akhir sampah
yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini (RI, 2008). Kebijakan yang relatif sama dengan aturan yang tertuang pada Pasal 44 dari UUPS telah dimulai oleh negara Uni Eropa sejak tahun 1999. Pada tahun 1999 tersebut, negara Uni Eropa telah merancang aturan terhadap penanganan sampah yang secara spesifik terhadap lokasi TPA (Landfill Directive - 1999/31/EC of 26 April 1999). Arahan ini dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi efek samping dari lokasi penimbunan limbah di lingkungan, khususnya di permukaan air, tanah, tanah, udara dan kesehatan manusia.
Universitas Sumatera Utara
Pada
tanggal
16
Juli
2001
arahan
ini
harus
telah
diimplementasikankan dan diamandemenkan menjadi UU Eroupean Council (EC) No 1882/2003 (EC,2009). Dari berbagai studi yang dilakukan terkait dengan teknologi pengolahan SP dapat disarikan beberapa kategori teknologi pengelolaan yang terdiri dari (RISE-AT, 2000; Mclanaghan 2002; SPL,
2002;
Gendebien et al., 2003; GET, 2003; Pacey et al., 2003; Dubois et al., 2004; Godley et al,. 2004; Grobbin, 2004; Ostrem, 2004; RBC, 2004; Chair, 2005; Weidemeier, 2005; WES, 2005; Ylijoki et al., 2005; Cali et al., 2007; Clarissa, 2007; Mahar et al., 2008; GBB, 2008; Last, 2008) : (1) Biological yang terbagi atas 2 kategori: (a) Anaerobic Digestion dan (b) Composting; (2) Mechanical - Material Recover Facilities (MRF) ; (3) Thermal yang terbagi atas 2 katergori: (a) Advance Thermal Treatment ; (b) Inceneration serta (4) Hybrid-Bio Mechanical Treatment. Untuk dapat memberikan gambaran secara komprehensif tentang berbagai teknologi tersebut, maka kompilasi informasi dan spesifikasi teknis setiap alternatif teknologi tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini (Mclanaghan,2002; Klein, 2002; Münnich et al, 2006; Last, 2008, Economopoulos,2009): 1. Biological ANAEROBIC DIGESTION
Anaerobik Digestion (AD), adalah teknologi yang memiliki proses seperti proses pengomposan. Untuk mengelola limbah yang dapat terurai, teknologi ini sangat bergantung pada proses alami biologis (bantuan bakteri), tetapi dengan satu pengecualian yaitu tanpa adanya oksigen. Proses ini menghasilkan biogas campuran seperti CH4 dan CO2, serta H2S, N2, NH4. Biogas ini dapat digunakan sebagai bahan bakar minyak diesel. Proses AD memerlukan kondisi yang stabil : (1) mesophilic (sekitar 35 ° C) atau (2) thermophilic (kelembaban suhu sekitar 55 ° C) dengan kelembapan di atas 60%. Cairan tersuspensi yang mengandung endapan juga dihasilkan dari proses ini, yang dapat digunakan sebagai pupuk. Pengolahan ini hanya membutuhkan waktu yang singkat (1-2 minggu) . KAPASITAS 5 - 100 kton per tahun
Universitas Sumatera Utara
CAPEX : Separate digestion (metode kering) 10 Kton/thn = rata-rata: £3.85M 20 Kton/thn =rata-rata: £5,00
BIAYA OPEX/t : Separate digestion (metode kering) rata-rata: £4,7/t rata-rata: £12/t
Co-digestion (metode basah) 31 Kton/thn = £4.5M 45 Kton/thn = £10,1M
Co-digestion (metode basah) £4-9/t
KEUNTUNGAN KERUGIAN • proses pengomposan di TPA • hanya dapat memproses limbah berlangsung cepat. (21 hari biodegradable, sehingga dibutuhkan peralatan pemisahan; pencernaan, 21 hari penyimpanan untuk metode kering-3 hari untuk • memerlukan lokasi tambahan untuk metode basah) penggunaan biogas dan • menghasilkan sumber energi penyimpanan kompos selama dua terbarukan dalam bentuk biogas yang bulan sebelum dapat diaplikasikan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan bakar kendaraan dll. • proses tidak memerlukan input material dan energi. • JENIS SAMPAH YANG DAPAT DIOLAH Sumber terpisah Dipisahkan secara Mekanik Sumber Sampah SP X √ Komersil Industri Fraksi sampah biogradable terpisah Kertas/karton Sampah dapur
√ X
X X √(beberapa) Sumber terpisah
Sampah dedaunan Tekstil Kayu Fraksi sampah terpisah Metal Besi Non-Besi Kaca Plastik Lainnya
non
√(beberapa) X? X?
Dipisahkan secara Mekanik √(beberapa) X? X?
X X X X X X
X X X X X X
biogradable
Universitas Sumatera Utara
SUMBER DAYA TERBARUKAN: Sumber SP yang SP yang dipisahkan secara terpisah mekanik 100% akan Mendekati 100% menghasilkan kompos (N, K dan P.) Materials (% berat) Kompos : 80-85% Kompos : 50-60% Energi Biogas: 2,500 to 4,000 Produksi gas dapat (MJ/ton) MJ/t (tergantung pada ditinggikan jika kertas/karton turut keringnya keadaan) dimasukkan ke sistem, Nutrients (% berat)
MASALAH KESEHATAH • kesehatan karyawan : membutuhkan tindakan pencegahan di tempat bekerja; • lalat dan hama diminimalisir;
• •
DAMPAK POSITIP THD LINGKUNGAN
• •
•
AD menawarkan teknologi pengelolaan satu atap Hasil pengolahan SP (hampir 100%) berguna bagi nutrisi tanah, selain adanya energi listrik bersih dan panas. CO 2 biogenik hasil dari pembakaran biogas,menggantikan penggunaan bahan bakar fosil dan berbasis karbon
MASALAH LAIN arus lalu lintas. kesadaran masyarakat yang kurang terhadap teknologi ini dan selalu mengaitkannya dengan teknologi pengomposan. DAMPAK NEGATIP THDLINGKUNGAN
•
Sisa produk akhir dari proses komposting anaerob yang dipisahkan secara mekanis masih memerlukan area sebagai TPA.
Energi Biogas setara = 5,04 KWh
1 Ton SO Sampah Perkotaan (230 kg SO 770 kg kg
ANAEROBIC DIGESTION
Material RDF = setara 419,35 KWh
POST TREATMENT
Air buangan = 205 kg
Kompos = 170 Kg (organik)
Gambar 2.4. Material Balance : Anaerobic Digestion
Universitas Sumatera Utara
COMPOSTING Pengomposan adalah suatu teknologi pengelolaan sampah yang menggunakan proses degradasi aerobik yang dikontrol oleh senyawa organik. Proses ini dapat mengurangi jumlah limbah biodegradable di TPA. Dengan adanya proses ini, biomassa yang hilang dapat dikembalikan serta memiliki nilai ekonomi KAPASITAS 20-250 Kton/thn+ Ukuran kapasitas pengelolaan efektif <15-20 Kton/thn PEMBIAYAAAN CAPEX (£M)(1) OPEX/t(1) Windrow Windrow 50 Kton/thn= £2,0-2.4 M (rata-rata: £4-7/t £2,2M) In-vessel 20 Kton/thn 2.8M) 50 Kton/thn £6.64M)
In-vessel (rata-rata: £7-7,8/t (rata-rata:£7,4) £18-20/t (rata-rata £10,5) £2.64-10.0M (rata-rata: £0.8-4.8M
JENIS SAMPAH YANG DAPAT DIOLAH Sumber terpisah Sumber Sampah SP Komersil Industri Sumber biodegradable terpisah Kertas/karton sampah dapur sampah dedaunan Tekstil Kayu Sumber non-biodegradable terpisah Metal Besi Non-Besi Kaca Plastik Lainnya KEUNTUNGAN • limbah yang distabilkan membatasi potensi terjadinya lindi • pengurangan volume limbah secara signifikan • Materi patogen hilang, serta menghasilkan materi dan dapat digunakan sebagai bio-filter
Penyaringan SP
X X X
√ √ X
√(beberapa) X X X X
X X √(beberapa) X? X?
X X X X X X
X X X X X X
KERUGIAN • persepsi pasar terhadap kualitas produk masih belum pasti • nilai produk yang rendah saat. • Windrow memerlukan lahan yang luas serta waktu yang lama (dua bulan) untuk penyimpanan.
Universitas Sumatera Utara
SUMBER DAYA TERBARUKAN Nutrients ( % berat output) 1% N, 2-3% P, 3-5% K Materials ( % berat output) 60-80% Sumber terpisah (50-60 % Penyaringan mixed SP.) Energi (MJ/ton sampah) Tidak dapat dijadikan bahan bakar MASALAH KESEHATAN
MASALAH LAIN
• bio-aerosol yang dihasillkan akan mempengaruhi proses pemilihan lokasi. • kesehatan karyawan harus diperhatikan dan perlu tindakan pencegahan • lalat dan hama harus diminimalisir diminimalisir dengan sistem di-kapal (yaitu akses terbatas), meskipun hal ini tidak menjadi masalah bagi limbah dedaunan DAMPAK POSITIP THD LINGKUNGAN • kompos dapat digunakan sebagai kondisioner tanah • penggunaan kompos mengurangi emisi gas rumah kaca dari landfill
• Ditemukan berbagai masalah seperti: bio-aerosol, debu, bau, kebisingan dan arus lalu lintas. • Masyarakat lokal bisa saja menunjukkan retensi atas kegiatan ini
DAMPAK NEGATIP THD LINGKUNGAN • bio-aerosol yang dihasilkan harus harus memperhatikan tingkat sensitivitas masyarakat disekitar lokasi • Adanya bau dan kebisingan • Windrow memerlukan lahan luas
Emisi CO2 (penguapan) : 250 Kg Kompos = 625 kg
1 Ton SO Sampah Perkotaan
WINDROW COMPOSTING
Landfill 175 kg Air Buangan
Gambar 2.5. Material Balance: Windrow Composting Emisi CO2 (penguapan) : 250 Kg
1 Ton SO Sampah Perkotaan
Kompos = 550kg
IN VESSEL COMPOSTING
Landfill 175 kg Air Buangan 100 kg (resirkulasi
Gambar 2.6. Material Balance: In-vessel Composting
Universitas Sumatera Utara
2. Mechanical MATERIAL RECOVERY FACILITIES (MRF) Fasilitas Daur Ulang Dua kategori utama : • Bersih proses CMRFs relatif bersih dan kering karena sumber sampah telah dipisahkan dari sumbernya. • Kotor proses DMRFs realatif kotor karena input sampah yang bercampur dari segala sumber. DMRFs perlu digabungkan dengan pengolahan sekunder untuk mengolah sisa SP (seperti RDF, kompos, atau AD) . KAPASITAS CMRFs : 5 Kton/thn-50 Kton/thn; • DMRFs : sampai 200 Kton/thn (menguntungkan dari sisi ekonomi skala jika digabungkan dengan fasilitas terpusat) CAPEX: • dan £ 5M (150 Kton/thn.) termasuk tanah • Biaya keseluruhan dapat ditekan jika ada bangunan yang dapat dimanfaatkan KEUNTUNGAN DMRFs • Penggunaan infrastruktur yang ada koleksi SP; CMRFs • Recovery volume tinggi, kualitas yang lebih baik untuk dijual. • Proses peningkatan fleksibilitas untuk memasok pasar berubah dengan pulih recyclates kering;
PEMBIAYAAN OPEX/t CMRF £ 12-18/t
KERUGIAN DMRFs • Potensi kontaminasi pada pengolahan dengan kapasitas yang besar. • Penggunaan DMRFs tidak mendorong masyarakat untuk melakukan pemilahan di sumber. • limbah sisa membutuhkan perawatan sekunder dan pengolahan (e.g. kompos) CMRFs • akan meningkatkan biaya pengumpulan sampah. • Nilai ekonomi dari sampah daur ulang tidak akan tercapai secara maksimal • JENIS SAMPAH YANG DAPAT DIOLAH Sumber Penyaringan SP terpisah
Sumber Sampah SP Komersil Industri Sumber biodegradable terpisah Kertas/karton sampah dapur sampah dedaunan Tekstil
X X X
√ √ X
√ X X √
X X X X
Universitas Sumatera Utara
Kayu X/√ X Sumber non-biodegradable terpisah Metal √ X Besi √ X Non-Besi √ X Kaca X/√ X Plastik √ X Lainnya X X SUMBER DAYA TERBARUKAN Nutrients (% berat input) CMRF DMRF 0% 0% Materials (% berat input) 90-95%+ <40-50% (kering) (kering) Energi (MJ/ton sampah) n.a n.a Meskipun RDF dapat dihasilkan dari pasca-pemisahan residu sampah yang telah kering MASALAH KESEHATAN MASALAH LAIN • Diperlukan biofilter untuk • Sering dipersepsikan dengan daerah menganstisipasi masalah bau dan kumuh udara di sekitar pengolahan DAMPAK POSITIF DAMPAK NEGATIF LINGKUNGAN LINGKUNGAN DMRFs DMRFs • tidak ada partisipasi langsung dari • rendahnya produk daur ulang, masyarakat thd proses daur ulang membutuhkan lokasi untuk pengolahan lanjutan • dampak pada kualitas udara MRFs Bersih setempat; • ritasi pengiriman sampah yang tinggi CMRFs dapat menyebabkan menurunnya • partisipasi langsung dari kualitas udara masyarakat dalam memisahkan sampah • kualitas dan kuantitas sampah daur uulang lebih baik.
1 Ton Sampah Perkotaan
MATERIAL RECOVERY FACILITIES (DRMF)
Ke Treatment Lain =865 kg
Mix SDU = 135 kg (Metal = 50 Kg Mix SDU = 85 Kg)
Gambar 2.7. Material Balance : DRMF
Universitas Sumatera Utara
3. Thermal ADVANCED THERMAL TREATMENT (ATT) Pirolisis & Gasifikasi Gasifikasi dan pirolisis adalah jenis proses pengelolaan dengan menggunakan teknologi panas tingkat lanjut (ATT). Teknologi lebih diminati sebagai alternatif teknologi mas-burn incineration (MBI) yang umum dilakukan. PIROLISIS Ketiadaan proses endotermik dari suatu unsur oksidasi (air atau oksigen) pada bahan dasar karbon menyebabkan terjadinya proses pembusukan secara kimia. Pirolisis dikenal juga sebagai “destilasi destruktif”, “cracking”, atau termolisi”, proses ini berlangsung pada suhu 400-800oC. Ada tiga sistem utama pirolisis : • lambat (atau karbonisasi); • konvensional, dan • cepat / kilat (vakum, fluidised-bed dan gasifikasi). Pirolisis akan menghasilkan wujud gas, cair dan padat, pada proporsi tertentu yang tergantung pada jenis proses yang digunakan: faktor penentu utama yang mengendalikan suhu dan waktu bukaan pada temperatur tersebut. Lama terkena suhu rendah memaksimalkan produksi arang, sedangkan flash pirolisis (paparan singkat <1 detik) menghasilkan sampai 80% dari berat cairan. GASIFIKASI Gasifikasi adalah sebuah proses termokimia yang melibatkan konversi bahan padat atau cair menjadi gas melalui proses oksidasi parsial (menggunakan udara yang kaya oksigen) dalam kondisi panas. Proses ini akan menghasilkan bahan bakar gas serta bahan cair dan padat yang sedikit. Gasifiers mengkonversi bahan baku karbon menjadi produk gas bersuhu dan tekanan bertekanan tinggi. Gasifikasi bukanlah teknologi baru dan telah digunakan sejak awal 1800-an KAPASITAS <20 Kton/thn untuk 360 Kton/thn +); CAPEX: £ 116M (400 Kton/thn pabrik).
PEMBIAYAAN OPEX/t: Kisaran £ 15-21 / t.
KEUNTUNGAN: KERUGIAN: • pirolisis dan gasifikasi memiliki • saat ini dianggap setara dengan fleksibilitas recovery energi pemulihan energi dalam hirarki dibandingkan dengan MBI limbah: sehingga tidak berkontribusi tradisional; terhadap kepada proses daur ulang. • gasifikasi dan pirolisis dapat • teknologi (terutama pirolisis) mengubah sampah menjadi: materi memerlukan sinergi yang kuat dengan blok, senyawa untuk sektor mainstream petro-kimia dan sektor petrokimia: limbah ban dan plastik pengolahan lainnya untuk untuk bahan digunakan kembali menentukan pasar dan pemulihan energi. Secara teori, • Dalam era anti-insinerator gas, minyak dan arang padat dapat penggunaan teknologi ini sering diperoleh - terutama dari pirolisis dianggap hanya sebagai pengganti dan dapat digunakan sebagai bahan nama dari teknologi insenerator. bakar.
Universitas Sumatera Utara
JENIS SAMPAH YANG DAPAT DIOLAH Termo SWERF Compact select Power
TOPs
Sumber Sampah SP
√
√
√
√
Komersil
√
√
√
√
Industri
√
√
√
√
Sumber biodegradable terpisah Kertas/karton
√
√
√
√
sampah dapur
√
√
√
√
sampah dedaunan
√
√
√
√
Tekstil
√
√
√
√
Kayu
√
√
√
√
Sumber non-biodegradable terpisah Metal
√
√
X
√
Besi
√
√
X
√
Non-Besi
√
√
X
√
Kaca
√
√
X
√
Plastik
√
√
√
√
Lainnya
√
√
√
√
SUMBER DAYA TERBARUKAN Nutrients ( % berat output) 0% Materials ( % berat output) 5-20% Energy (MJ/ton sampah) 9.000-10.000 MJ/tonne MASALAH KESEHATAN: MASALAH LAIN: Tidak ada risiko kesehatan masalah utama berkaitan dengan dampak signifikan yang diharapkan. emisi udara (terutama dioksin) terhadap kesehatan. DAMPAK POSITIP THD DAMPAK NEGATIP THD LINGKUNGAN LINGKUNGAN: • kedua teknologi dapat membantu Pyrolysis menggantikan bahan baku dan • memerlukan perawatan untuk fosil - bahan bakar. Prolisis memisahkan air dari bahan bakar cair yang dihasilkan; menyediakan bahan baku kimia, energi recovery Gasification • gasifikasi dapat menghasilkan • oksigen yang digunakan dalam proses dan gasification syngas sendiri sekarang emisi yang lebih rendah dan efisiensi termal lebih tinggi dari berisiko terhadap kesehatan limbah pembakaran langsung.
Universitas Sumatera Utara
Emisi CO2 dan NOx
1 Ton Sampah Perkotaan
Synthetic (SynGas) = 380kg
PYROLYSIS
Material Metal = 60 Kg Abu = 240 kg (materi batubata) Air buangan = 220 kg
Gambar 2.8. Material Balance Pyrolisis Energi (ie) =~ 135 KWh
Energi (oe) = ~781KWh
1 Ton Sampah Perkotaan
GASIFIKASI with RDF Plant
Material SDU Metal = 25,7Kg Kaca = 24,8 Alumunium = 9,4 Kg Abu ke landfill = 245 kg
Gambar 2.9. Material Balance Gasification INCINERATION TECHNOLOGY Insinerasi, pembakaran masa insinerasi (MBI), energi dari limbah Proses pembakaran limbah telah dilakukan manusia sejak satu abad. Proses ini sangat bergantung pada proses eksotermik dimana kehadiran oksigen berbasis materi karbon akan membusuk, meninggalkan residu abu. Insinerasi atau energi dari limbah sering disingkat menjadi energy from waste (efw). Fluidised-bed Technology Fluidised-bed technology merupakan alternatif pendekatan bagi teknologi insinerasi dan terbukti baik untuk aplikasi pengolaah non-SP (pengelolaan lumpur) Manfaat utama dari penerapan teknik ini adalah terjadinya pengurangan emisi, penghematan biaya yang cukup besar untuk biaya perawatan gas buang seperti yang tejadi atas MBI serta tidak memerlukan pra-pengolahan limbah. Refuse Derived Fuel Refuse Derived Fuel (RDF) adalah residu dari sisa pengolahan yang biasanya berbentuk pelletized yang dihasilkan dari pengolahan BMT. Pengolahan BMT tersebut menghilangkan sampah besi, kaca, pasir, dan bahan lain yang tidak mudah terbakar. Materi ini dapat dijual sebagai RDF.
Universitas Sumatera Utara
KAPASITAS 26-600 Kton/thn PEMBIYAAN CAPEX: Capacity Kton/thn 50 100 150 200 400 500
Capex Range (£M) 18-20 30-36 46-50 54-58 100 –105 110 –120
Rata-rata Capex (£M) 19 33 48 55 102 115
KEUNTUNGAN KERUGIAN: • “state-of-the-art” bagi pengolahan limbah, dan • Meniadakan proses daur mendapat pengawasn yang ketat dari EU; ulang dianggap; • penelitian menunjukkan bahwa meskipun • ROI (10-20 tahun) proses daur ulang akan mengurangi jumlah • Energi yang dihasilkan limbah pada pengelolaan akhir di TPA, nilai dari tidak memenuhi kalori dari residu pada umumnya tetap tidak syarat untuk di berubah. kelompokkan sebagai energi yang diterbarukan • JENIS SAMPAH YANG DAPAT DIOLAH Sumber Sampah SP
√
Komersil
√
Industri
X/√
Sumber biodegradable terpisah Kertas/karton
√
sampah dapur
√
sampah dedaunan
√
Tekstil
√
Kayu
√
Sumber non-biodegradable terpisah Metal
X
Besi
X
Non-Besi
X
Kaca
X
Plastik
X
Lainnya
√
Universitas Sumatera Utara
SUMBER DAYA TERBARUKAN Nutrients ( % berat output) 0 kg Materials ( % berat output) 225 kg materi bhn konstruksi); 35-50 kg Ferrous; sd. 10 kg non Ferrous Energi (MJ/ton sampah) 8,000-9,500MJ/t (550 KWh listrik dengan 22% efesiensi panas. 18,000MJ/t RDF MASALAH KESEHATAN: MASALAH LAIN • Emisi yang dilepaskan harus sesuai dengan standar kontrol yang telah ditetapkan
DAMPAK POSITIF THD LINGKUNGAN • Energi dari proses daur ulang bahan sekunder dapat memaksimalkan proses pengelolaan.
• risiko kesehatan dari sisa logam berat, dioksin dan furan • diprotes oleh (Greenpeace) DAMPAK NEGATIF THD LINGKUNGAN: MBI harus memiliki ukuran yang besar untuk dapat menampung sisa input.
Energi (ie) = ~175 KWh
1 Ton Sampah Perkotaan
Energi (oe) = ~640 KWh
MASS BURN INCENERATION
Material Metal =~ 37,5 kg Flyash & Filter Cake = ~52,5 Kg Boiler Ash = ~ 9 Kg
Slag (Arang besi)= 255 Kg
Gambar 2.10. Material Balance: Mass Burn Incineration 4. Hybrid MECHANICAL BIOLOGICAL TREATMENT (MBT) TECHNOLOGY Pabrikan : Ecodeco (Italy); Herhof-Umwelttechnik GmbH (Germany), KUMtechnology dll Pengolahan limbah dengan cara Bio-mekanik (BMT) adalah nama generik untuk berbagai proses gabungan dari beberapa teknologi pengolah sampah akhir BMT umumnya terdiri dari 3 tahapan: 1) Pengeringan secara Biologi: setelah pengiriman ke pabrik lalu di tutup sepenuhnya, limbah dipotong-potong kemudian dikeringkan selama 12 hari Mikro-organisme mencerna sampah organik, Emisi udara terbatas pada uap air ditambah sedikit CO2 biogenik. Atap harus dipasang bio-filter guna mengendalikan bau. 2) Pemisahan bahan: berbagai jenis peralatan yang digunakan untuk memisahkan besi dan logam non-Besi untuk daur ulang; kaca, batu dan pasir.
Universitas Sumatera Utara
KAPASITAS 36-270 Kton/thn (ada pabrik sampai dengan 400 Kton/thn); PEMBIAYAAN CAPEX: Capacity Kton/thn 50 60 85-100 120
Rata-rata Capex (£M) 7.6-10,5 9,5 11.0-16.0 18,85
200 220
20,0 29,5
KEUNTUNGAN:
KERUGIAN:
• sebagai alternatif teknologi untuk TPA. • pembakaran sisa SP, mendatangkan lebih banyak fleksibilitas bagi pihak berwenang setempat; • berpotensi sebagai bagian dari pendekatan SP terpadu, • efisiensi pabrik biasanya 30% (dibandingkan dengan massa-bakar c.22% 10), hingga 50% + dalam siklus gabungan.
• tidak ada pasar yang siap pakai untuk menggunakan RDF
JENIS SAMPAH YANG DAPAT DIOLAH X/√ Sumber Sampah SP Komersil Industri Sumber biodegradable terpisah Kertas/karton sampah dapur
√ √ √ √ √
sampah dedaunan
√
Tekstil
√
Kayu
√
Sumber non-biodegradable terpisah Metal
X
Besi
X
Non-Besi
X
Kaca
X
Plastik
X
Lainnya
X
Universitas Sumatera Utara
MASALAH KESEHATAN • Bau
MASALAH LAIN • lalu lintas; • pembakaran dengan RDF dapat dilihat sebagai "Insinerasi dengan nama lain"
DAMPAK POSITIF THD DAMPAK NEGATIF THD LINGKUNGAN: LINGKUNGAN • produksi gas TPA dapat dikurangi • Jika proses stabilisasi biologis secara signifikan (hingga 90%.) dapat menghasilkan kompos, maka produksi lindi di TPA juga sangat dapat mengakibatkan krisis berkurang kepercayaan masyarakat pertanian untuk mau menggunakan kompos tersebut Energi (ie) = 54 KWh
1 Ton Sampah Perkotaan
AN AEROB DIGESTION MECHANICAL BIOLOGICAL TREATMENT AD - MBT
Energi Biogas setara = 66 KWh GRK 0 001033 MTCE/KWh Material SDU Metal = 25,7Kg Plastik = 157,3 Kg Kaca = 24,8 Alumunium = 9,4 Kg Kertas = 164,7 Kg Penguapan = 31,1 Kg
Kompos = 121 Kg (organik) Landfill = 314,1 kg Air buangan : 125,1 kg
Gambar 2.11. Material Balance MBT
2.2.4. Aspek Sosial Aspek sosial SPSP harus mencakup pola penanganan limbah rumah tangga dan sumber lainnya, pengelolaan sampah berbasis masyarakat serta memperhatikan kondisi sosial para pekerja yang menangani SP: 1. Timbulan sampah sangat ditentukan oleh sikap masyarakat serta kondisi sosial-ekonomi mereka. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap
Universitas Sumatera Utara
sampah yang dihasilkan dapat dilakukan melalui upaya ”kampanye” dan pendidikan. 2. Pada daerah yang berpendapatan rendah, solusi terbaik untuk mengatasi masalah persampahan adalah dengan pola pengelolaan berbasis masyarakat. Meskipun demikian, hubungan fungsional antara kegiatan berbasis masyarakat harus tetap dipertahankan. 3. Meskipun sistem pengelolaan sampah telah tersedia, partisipasi masyarakat tetap memiliki peranan yang signifikan untuk meningkatkan efisiensi. 4. Para pekerja sampah, termasuk sektor informal yang biasanya hidup dengan kondisi yang tidak layak sangat mudah untuk terserang penyakit. Untuk itu diperlukan dukungan seperti jaminan sosial dan lain sebagainya.
Kondisi
sosial masyarakat dalam mengelola
sampah
sangat
bergantung kepada regulasi yang diterapkan oleh pemangku kebijakan. Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah terhadap permasalahan sampah akan menambah beban pelaksana dalam mengelola sampah. Masalah utama yang harus dihadapi dalam pengelolaan SP terdapat pada tahap pemisahan limbah. Seharusnya limbah sampah terlebih dahulu harus dipisahkan dengan benar, baru selanjutnya dibuang dengan cara yang ramah lingkungan. Namun hingga saat ini, terutama di negara-negara berkembang hal tersebut sepertinya sulit ditemukan. Padahal semestinya masyarakat sebagai produsen limbah dapat maju kedepan untuk memecahkan masalah ini. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan sampah berdasarkan kategorinya. Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan. Gardner dan Stern (1996 dalam Ho, 2002) menyoroti empat intervensi yang bisa untuk menigkatkan perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan yang terdiri dari :(1) intervensi kontrol moral dan agama; (2) intervensi pendidikan; (3) hukum dan (4) insentif pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut Gardner dan Stern (1996 dalam Ho, 2002) juga berpendapat bahwa karena ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan, maka solusi yang baik adalah dengan cara menggabungkan intervensi yang berbeda secara bersamaan karena akan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik daripada hanya menggunakan satu intervensi saja. 2.2.5. Aspek Kelembagaan Aspek kelembagaan SPSP secara spesifik mencakup struktur kelembagaan dan manajemen SPSP termasuk didalamnya adanya aturan tentang pengelolaan sampah perkotaan. Aspek kelembagaan ini dapat dielaborasi lebih lanjut dengan adanya : 1. Distribusi fungsi, tanggung jawab serta kewenangan antara kelembagaan lokal, regional dan pemerintah pusat (desentralisasi). 2. Struktur organisasi dari lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk SPSP, termasuk adanya koordinasi antara SPSP dengan sektor lainnya. 3. Prosedur dan metode yang digunakan untuk perencanaan dan pengelolaan 4. Kapasitas lembaga yang bertanggung jawab atas SPSP termasuk didalamnya kapabilatas para staf yang menjadi bagian dari SPSP. 5. Keterlibatan sektor swasta, partisipasi masyarakat dan kelompok pengguna.
2.2.6. Aspek Kebijakan Aspek kebijakan dalam SPSP adalah segala aspek yang mencakup perumusan tujuan , prioritas, penetapan peran, wilayah yuridis, kerangka hukum dan peraturan. Aspek kebijakan ini sangat berpengaruh pada keberlanjutan SPSP, oleh sebab itu perlu diperhatikan: 1. Tujuan serta prioritas yang berkaitan dengan pengawasan lingkungan serta pemerataan akses pelayanan. Kedua hal tersebut harus jelas
Universitas Sumatera Utara
diartikulasikan untuk dapat memobilisasi dukungan masyarakat serta sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. 2. Untuk menjamin keberlanjutan SPSP, diperlukan definisi yang jelas tentang yurisdiksi dan peran pengelola SPSP. Rencana Strategis yang matang akan sangat membantu untuk menempatkan pengelola SPSP serta pihak lain yang terkait. 3. Jumlah aturan perundang-undangan yang diterbitkan tidak banyak, jelas, tidak bertolak belakang serta dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam sebuah sistem, kebijakan merupakan tahapan akhir yang ditempuh untuk dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi. Gary Brewer dan Peter DeLeon (1983) menggambarkan tahap pengambilan keputusan dalam kebijakan publik sebagai berikut: Pilihan berbagai alternatif kebijakan yang selama ini dimunculkan dan dampak yang mungkin muncul dalam masalah yang diestimasi. Tahap ini adalah tahap yang paling bersifat politis ketika berbagai solusi potensial bagi suatu masalah tertentu harus dimenangkan dan hanya satu atau beberapa solusi yang dipilih dan dipakai. Jelasnya, pilihan-pilihan yang paling mungkin tidak akan direalisasikan dan memutuskan untuk tidak memasukan alur tindakan tertentu adalah suatu bagian dari seleksi ketika akhirnya sampai pada keputusan tentang yang paling baik. Penyusunan kebijakan adalah proses berkelanjutan, sebagai sebuah struktur yang memiliki siklus. Walt (1994) menyajikan empat tahap proses kebijakan: (1) Identifikasi masalah dan pengenalan isu ; (2) Formulasi kebijakan; (3) Implementasi kebijakan; (4) Evaluasi kebijakan.
2.3. Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan Kota Medan Untuk menjalankan SPSP, Pemerintah Kota Medan menunjuk Dinas Kebersihan Kota Medan (DKKM) sebagai lembaga yang bertanggung jawab secara formal untuk mengelola sampah perkotaan di Kota Medan. Pengelolaan sampah kota Medan juga melibatkan SI yang dalam keseharian turut mereduksi sampah perkotaan melalui aktifitas perdagangan SDU kota
Universitas Sumatera Utara
Medan. Adapun gambaran tentang kondisi SPSP kota Medan berdasarkan aspek pengelolaan SP yang dijabarkan sebagai berikut : (Rahman, 2004) 2.3.1. Aspek Lingkungan SPSP kota Medan yang dilaksanakan oleh DKKM masih belum ramah lingkungan, hal ini ditandai dengan tidak adanya perlakukan terhadap SP yang pada TPA (Wibowo dan Djajawinata, 2004; Rahman, 2004). Selain tingkat kemampuan daya angkut SP yang dilaksanakan oleh DKKM masih berkisar 69.8 % (Rahman, 2004) dari jumlah SP yang mencapai 1265 ton/hari. Hal ini menandakan bahwa masih ada sekitar 382 ton SP setiap harinya yang bertebaran diberbagai sudut kota Medan. Sedangkan SP yang dapat diangkut kemudian didistribusikan ke 2 TPA yakni : (1) TPA Namo Bintang, berlokasi di Kelurahan Namo Bintang ; Kecamatan Tuntungan dengan luas 17 Ha. TPA ini mampu menampung 60 % dari total sampah yang dapat diangkut, (2) TPA Terjun, berlokasi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Labuhan dengan luas 14 Ha dan kapasitas penampungan sebesar 40 % dari total timbulan sampah domestik kota Medan. Berdasarkan karakteristiknya SP kota Medan memiliki rasio perbandingan antara sampah organik dengan sampah anorganik sebesar 2.21 : 1 (Zulfi, 2000). Untuk sampah anorganik yang memiliki nilai ekonomis dan menjadi bagian dari aktifitas SI terbagi kedalam 9 jenis seperti yang tertera pada Tabel 2.6 berikut. Tabel 2.6. Jenis Sampah Anorganik Kota Medan No Jenis Sampah Anorganik 1 kertas
Ton/bulan 29.64
2
karton
34.77
3
besi tua
41.64
4
plastik
32.02
5
atom
28.39
6
kaca
19.64
Universitas Sumatera Utara
No 7
Jenis Sampah Anorganik aluminium
Ton/bulan 26.65
8
kuningan
21.39
9
karung
20.27 Jumlah
234.14
Sumber : (Rahman, 2004)
Tabel 2.6 memperlihatkan bahwa SI mampu mengelola 234,14 ton perbulan dari SP yang berjenis anorganik, jika dibandingkan dengan jumlah total SP kota Medan perhari maka sampah anorganik yang dikelola ini masih senilai 1/50.5 kali dari jumlah total SP kota Medan.
2.3.2. Aspek Ekonomi Dari sisi pembiayaan operasional SPSP, DKKM memperoleh dana dari Pemerintah Kota Medan (PKM). Selain itu juga PKM memberikan mandat kepada DKKM untuk mengumpulkan retribusi dari masyarakat kota Medan. Adapun teknis pengumpulan retribusi dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut.
Gambar 2.12. Aliran Dana Retribusi Sampah (Rahman, 2004)
Dari Gambar 2.12 terlihat bahwa sebenarnya DKKM telah memperoleh margin keuntungan sebesar 5% yang mereka peroleh dari PKM sebagai imbalan atas kegiatan pemungutan biaya retribusi yang mereka lakukan. Meskipun demikian ternyata nilai retribusi ini masih kecil nilainya dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKKM setiap tahunnya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.7. Target dan Realisasi pemasukan dari Sampah & Septictank Kota Medan No Sumber Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) 1. Sampah 2002 5.368.000.000,3.780.738.742,2003 12.500.000.000,(70,43%) 11.033.664.083,(88,26%) 2. Septictank 2002 132.000.000,195.055.000,- (147%) 2003 198.000.000,270.900.000,- (136%) Sumber: (DKKM, 2003)
Tabel 2.8. APBD Dinas Kebersihan Kota Medan Tahun Anggaran 20022003 No Uraian Tahun Anggaran(Rp) Realisasi (Rp) Belanja Rutin 1.Belanja pegawai 2.Belanja barang 8.379.712.000,8.304.265.849,3.Belanja 1.374.900.000,1.006.914.390,2002 A. Pemeliharaan 5.190.575.000,4.414.567.999,4.Belanja Lain-lain 5.555.886.000,5.392.470.000,Belanja Pembangunan 1.261.684.000,1.259.858.716,Pengadaan sarana Total
B.
Belanja Rutin 1.Belanja pegawai 2.Belanja barang 3.Belanja Pemeliharaan 4.Belanja Lain-lain Belanja Pembangunan Pengadaan sarana
2003
Total
21.762.757.000,-
20.378.076.954,-
11.971.356.000,2.100.000.000,6.737.544.000,11.831.900.000,-
11.880.045.561,1.905.331.381,6.438.857.301,11.686.249.280,-
1.275.000.000,-
1.272.200.000,-
33.915.800.000,-
33.182.683.523,-
Sumber: (DKKM, 2003)
Dari Tabel 2.7 dan 2.8 terlihat bahwa DKKM harus memberikan tambahan biaya sebesar lebih kurang Rp 16.4 milyar untuk tahun 2002 dan Rp. 21.8 milyar untuk tahun 2003. Kontradiksi dengan apa yang dialami DKKM, pengelolaan SP yang dilakukan oleh SI melalui kegiatan daur ulang
Universitas Sumatera Utara
ternyata menghasilkan nilai ekonomi yang tidak dapat dipandang dengan sebelah
mata.
Dari
aktivitas
kegiatan
ini,
ternyata
SI
mampu
mentransformasikan sampah menjadi materi yang memiliki nilai ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai pendapatan yang diperoleh oleh SF yang jumlahnya mencapai Rp. Rp. 3.957.616.800 pertahunnya.
Sedangkan rata nilai
ekonomi sampah anorganik kota Medan berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9. Harga rata-rata Sampah Anorganik dan Penghasilan yang diperoleh Pemulung di Kota Medan setiap bulan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Komponen
Jumlah Responden
Harga (Rupiah)
Hasil (Rupiah)
87 90 87 84 74 53 78 74 86
457,4 524,1 983,1 838,1 1.035,7 634,8 1.198,9 1.189,3 362,4
39.793,0 47.168,0 85.533,0 70.404,0 76.645,0 33.647,0 93.510,5 88.011,0 31.167,5
kertas/kg karton/kg besi tua/kg plastik/kg atom/kg kaca/kg aluminium/kg kuningan/kg karung/buah
Sumber : (Rahman, 2004)
2.3.3. Aspek Teknis SP yang diangkut oleh DKKM ke TPA hingga saat ini masih belum memperoleh perlakukan pengolahan. Hingga saat ini kegiatan yang dilaksanakan DKKM masih dalam taraf menyediakan sarana transportasi bagi SP kota Medan ke TPA. Untuk DKKM memiliki armada pengangkutan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10. Armada dan Kapasitas daya Angkut DKKM Vol. No.
Jenis Kendaraan
Truk 3
m 1 Typer Truk
6
Jumlah Truk yang Ritasi Operasi/hr/unit
Ton 2002 2003 2004 1.5
80
80
85
/ hr
Vol.sampah Terangkut ton/hr
(trip) 2002 2003 2004 2
240
240
255
Universitas Sumatera Utara
Vol. No.
Jenis Kendaraan
Truk 3
m
Jumlah Truk yang Ritasi Operasi/hr/unit
Ton 2002 2003 2004
/ hr
Vol.sampah Terangkut ton/hr
(trip) 2002 2003 2004
2 Arm Roll Truk
6
1.5
3
3
3
6
27
27
27
3 Arm Roll Truk
10
2.5
15
15
15
7
263
263
263
4 Dump Truk (sewa)
8
2
24
18
18
2.5
120
90
90
5 Typer Truk PD Pasar
6
1.5
3
3
3
2
9
9
9
Compactor Truk 6 (sewa)
16
4
5
28
30
2
40
224
240
52
13
130
147
154
21.5
699
853
884
Total
Sumber : (DKKM, 2003)-*Keterangan : Faktor konversi 1 ton = 4 m3
2.3.4. Aspek Sosial Peranan masyarakat kota Medan dalam membantu pengelolaan SP tentunya mutlak diperlukan. Masyarakat kota Medan memang memberikan penilaian yang kurang baik terhadap kinerja DDKM dalam menjaga kebersihan kota Medan, hanya sayangnya ternyata tingkat kesadaran masyarakat kota Medan untuk menjaga kebersihan juga masih kurang. Hal ini dapat dilihat bahwa 64.8 % masyarakat kota Medan kurang aktif berperan serta dalam menjaga lingkungan sekitar mereka (Rahman, 2004). Perananan SI dalam menciptakan tenaga kerja ternyata tidak dapat dianggap sebelah mata. Hasil studi terdahulu memperlihatkan bahwa untuk mengelola sampah organik yang nilainya masih 1/50.5 kali dari jumlah total SP kota Medan, SI mampu menyerap lapangan kerja sebanyak 1350 orang (Rahman, 2004).
2.3.5. Aspek Kelembagaan Untuk melaksanakan SPSP kota Medan, PKM membentuk DKKM. Dalam memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat Kota Medan DKKM didukung oleh sumber daya manusia (SDM) sebanyak 1802 orang yang terdiri atas 23 orang pejabat struktural, 223 orang tenaga administrasi
Universitas Sumatera Utara
serta 1556 orang petugas lapangan. Selain itu juga DDKM diperlengkapi dengan armada truk pengangkut sampah yang berupa ; 7 unit truk tinja, 2 unit buldozer, 3 unit whelloader, 2 unit bobcat, 10 unit pickup, 1 unit truk servis serta 107 unit bak kontainer sampah yang berfungsi sebagai TPS. Gambaran lengkap tentang jumlah sarana dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota Medan disajikan pada Tabel 2.10 . Tabel 2.10. Sarana dan Sumber Daya Manusia yang dimiliki Dinas Kebersihan hingga tahun 2004 No. Sarana dan SDM Jumlah Kendaraan (unit) 1 Typer Truck 85 2 Arm Roll Truck 3 3 Arm Roll Truck 15 4 Dump Truk (sewa) 18 5 Typer Truk PD Pasar 3 6 Compactor Truk (sewa) 30 7 Truk Tinja 7 8 Bulldozer 2 8 Whell Loader 3 9 Bobcat 2 10 Pick-up 10 11 Truk servis 1 12 Kontainer sampah (TPS) 107 Total 188 Sumber Daya Manusia (orang) 1 Pejabat struktural 23 2 Tenaga Administrasi 233 3 Petugas Lapangan 1556 Total 1802 Sumber : (DKKM, 2003 dalam Rahman, 2004)
2.3.6. Aspek Kebijakan Mengacu
pada
kebijakan
Nasional
Pembangunan
Bidang
Persampahan yang telah disepakati dalam Lokakarya Nasional (Peringatan Hari Habitat Dunia, 3 Oktober 2005), ada beberapa kebijakan yang berkaitan dengan paradigma yang menyatakan sampah sebagai sumber daya. Adapun kebijakan tersebut terdiri atas : (Setyaningrum, 2006)
Universitas Sumatera Utara
1. Kebijakan Pertama, Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan dengan mengedepankan reduksi sampah semaksimal mungkin dari sumbernya dan peningkatan cakupan pelayanan serta perbaikan kualitas pelayanan. 2. Kebijakan kedua, Memisahkan dan memperkuat fungsi regulator dan operator untuk meningkatkan kinerja kelembagaan penyelenggaraan pengelolaan sampah melalui pembenahan dan perkuatan beberapa aspek penting yaitu aspek hukum, lembaga pengelola di daerah, serta peningkatan kualitas SDM. 3. Kebijakan Ketiga, Meningkatkan
kapasitas
pembiayaan
untuk
menjamin pelayanan dengan pemulihan biaya secara bertahap untuk pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana persampahan, melalui bantuan teknis, sosialisasi/konsultasi guna mendapatkan komitmen daerah, penerapan tarif persampahan secara cost recovery dengan mengurangi subsidi secara bertahap, serta menerapkan pola insentif bagi masyarakat dan swasta yang berhasil mengurangi volume sampah secara mandiri. 4. Kebijakan Keempat, Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan pengelolaan persampahan melalui pendidikan dan kampanye nasional gerakan reduksi sampah serta mendorong pengembangan kemitraan pengelolaan sampah skala kota dan regional. 5. Kebijakan
Kelima,
Perkuatan
dan
penerapan
hukum
dalam
pengelolaan sampah melalui penegakan hukum dan review, evaluasi serta penyusunan produk hukum di bidang persampahan. 6. Kebijakan
Energi,
Mengacu
pada
action
plan
pembangunan
berkelanjutan di Indonesia, kebijakan energi yang ada cukup mendukung untuk mendorong upaya penggunaan enargi terbarukan. Secara keseluruhan kebijakan energi meliputi : • Mengurangi subsidi energi secara bertahap. • Mempromosikan penggunaan energi terbarukan.
Universitas Sumatera Utara
• Mendorong penerapan penggunaan energi secara efisien. • Mendukung teknologi konsumsi bersih dan efisien dibidang industri dan perdagangan. • Restrukturisasi harga untuk berbagai jenis energi DKKM sebagai unsur pelaksana PKM dalam mengelola kebersihan kota Medan memiliki visi “Terwujudnya Medan Besih yang Berwawasan Lingkungan”. dan memberikan pelayanan sampah yang meliputi kegiatan : 1. Membersihkan sampah di jalan umum. 2. Mengumpulkan
timbulan
sampah
dari
sumbernya
ke
Tempat
Pembuangan Sementara (TPS). 3. Menyediakan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) untuk pelayanan umum. 4. Mengangkut sampah dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 5. Menyediakan Tempat Pembuangan Akhir untuk pemusnahan sampah. 6. Melakukan penyedotan, pengangkutan limbah tinja manusia dari septictank ke Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja (IPLT) (DKKM, 2003).
Dari penjabaran visi tersebut maka misi dari Dinas Kebersihan Kota Medan dirumuskan sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur, guna membentuk aparatur Dinas Kebersihan yang berdedikasi tinggi dan profesional dalam pelayanan kepada masyarakat. 2. Meningkatkan sarana dan prasarana kebersihan yang berteknologi, berdaya guna dan berhasil guna dalam penyapuan, pengumpulan, pewadahan, pengangkutan dan pemusnahan sampah serta pengolahan pemanfaatan sampah menjadi bernilai ekonomis guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kebersihan kota yang berwawasan lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
3. Meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk membayar retribusi pelayanan kebersihan guna
meningkatkan
kualitas
pelayanan
kebersihan
(Dinas
Kebersihan,2002). Untuk melaksanakan visi dan misi tersebut maka dibuatlah kebijakan dalam bentuk peraturan-perturan yang mengatur hak dan kewajiban bagi setiap stakeholder terkait dalam SPSP kota Medan. Peraturan tersebut diantaranya adalah : (DKKM, 2003) 1. Peraturan Daerah Kota Medan No 4 tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Kota Medan. 2. Peraturan Daerah Kota Medan No. 8 tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan yang sekaligus mencabut SK. Walikotamadya KDH Tingkat II Medan No. 970/301/1993 tanggal 30 Desember 1993 tentang Tarip Pelayanan Kebersihan (PKM, 2002). 3. Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 24 tahun 2001 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan. 4. Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 10 tahun 2002 tentang Tugas dan Fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan. 5. Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 539/1306/K/2002 tanggal 1 Juli 2002 tentang Pembekuan Pelayanan Umum Kebersihan Kota Medan oleh PD Kebersihan, yang sepenuhnya dialihkan menjadi tanggung jawab Dinas Kebersihan Kota Medan.
Aturan yang dibuat oleh PKM ini tentunya mengacu kepada berbagai aturan lain yang berlaku di negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya : 1. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.
Universitas Sumatera Utara
2. Undang-Undang Nomor 4 tabun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. 3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian. 4. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun. 5. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan: • Pasal 6 butir c : Pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan kelestarian budaya dan mutu kualitas lingkungan 6. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman 7. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan 8. Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang • Pasal 1 ayat 2: Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. • Pasal 3 ayat 3 butir d dan e: Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk: 1.
mewujudkan
perlindungan
fungsi
ruang
dan
mencegah
sertamenanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan. 2.
mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
• Pasal 5 ayat 1: Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang. • Pasal 14 ayat 1 butir b: Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang . 9. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah • Pasal 3 tentang Asas Pengelolaan Sampah: Pengelolaan sampah diselenggarakan
berdasarkan
asas
tanggung
jawab,
asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
• Pasal 6 tentang Tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah: Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 terdiri atas: a. menumbuhkembangkan
dan
meningkatkan
kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan sampah; b. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah; c. memfasilitasi,
mengembangkan, dan
melaksanakan
upaya
pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah; d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah; e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah; f. memfasilitasi
penerapan
teknologi
spesifik
lokal
yang
berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan g. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah. • Pasal 19 tentang Penyelenggaraan Pegelolaan Sampah : Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas: a.
pengurangan sampah; dan
b.
penanganan sampah.
• Pasal 20 tentang Pengurangan Sampah : 1.
Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan: a.
pembatasan timbulan sampah;
b.
pendauran ulang sampah; dan/atau
c.
pemanfaatan kembali sampah.
Universitas Sumatera Utara
2.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: a.
menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
b.
memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c.
memfasilitasi
penerapan
label
produk
yang
ramah
lingkungan; d.
memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
e. 3.
memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
4.
Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
• Pasal 44 tentang Ketentuan Peralihan: 1.
Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
2.
Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah
yang menggunakan
sistem
pembuangan
terbuka
paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya UndangUndang ini. 10. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup. • Pasal 1 ayat 1: Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia
Universitas Sumatera Utara
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelang sungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. • Pasal 1 ayat 2: Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. • Pasal 1 ayat 3: Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. • Pasal 1 ayat 8: Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. • Pasal 1 ayat 14: Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
hidup
tidak
dapat
berfungsi
sesuai
dengan
peruntukkannya. • Pasal 1 ayat 19: Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. • Pasal 1 ayat 20: Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan • Pasal 20 ayat 1: Tanpa suatu keputusan izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan hidup • Pasal 20 ayat 2: Setiap orang dilarang membuang limbah yang berasal dari luar wilayah Indonesia ke media lingkungan hidup Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
• Pasal 20 ayat 4 : Pembuangan limbah ke media lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat 1 hanya dapat dilakukan di lokasi pembuangan yang ditetapkan oleh Menteri.
Dengan diberlakukannya Otonomi Pemerintahan Daerah maka tentunya akan ada peraturan yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan SPSP diantaranya adalah Undang-undang nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah : (RI, 2004a) 1. Pasal 13 ayat 1. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi meliputi : a.
perencanaan dan pengendalian
pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.
pelayanan
bidang
ketenagakerjaan
lintas
kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengahtermasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k.
pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l.
pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 2. Pasal 14 ayat 1. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota
meliputi:
a.
perencanaan
dan
pengendalian
pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan
hidup;
k.
pelayanan
pertanahan;
l.
pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil; l. pelayanan administrasi umum
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan; m. pelayanan administrasi penanaman modal; n. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. 3. Pasal 17 ayat 1. Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya; dan c.
penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan. 4. Pasal 22. Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat; c.
mengembangkan
kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g. umum yang layak;
menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas
h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i.
menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j.
mengembangkan
sumber daya produktif di daerah; k. melestarikan lingkungan hidup; l. mengelola administrasi kependudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk meyeragamkan pengelolaan persampahan maka Departemen Pekerjaan Umum dan Badan Standarisasi Nasional (BSN) membuat standar yang berhubungan dengan pengelolaan persampahan yaitu: 1. SK-SNI. S-04-1991-03, tentang Spesifikasi Timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia. Standar ini mengatur tentang
Universitas Sumatera Utara
Jenis sumber sampah, besaran timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah serta besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota. 2. SNI 19-2454-1991, tentang Tata cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan Standar ini mengatur tentang Persyaratan Teknis yang meliputi: a. Teknik operasional; b. Daerah pelayanan; c. Tingkat pelayanan ; d. Pewadahan sampah ; e. Pengumpulan sampah ; f. Pemindahan sampah ; g. Pengangkutan sampah ; h. Pengolahan ; i. Pembuangan akhir Kriteria penentuan kualitas operasional pelayanan adalah: (1) Penggunaan jenis peralatan ; (2) Sampah terisolasi dari lingkungan ; (3) Frekuensi pelayanan ; (4) Frekuensi penyapuan ; (5) Estetika ; (6) Tipe kota ; (7) Variasi daerah pelayanan ; (9) Pendapatan dari retribusi ; (10) Timbulan sampah musiman. 3. SNI 03-3241-1994, tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Standar ini mengatur tentaang ketentuan pemilihan lokasi TPA, kriteria pemilihan lokasi yang meliputi kriteria regional dan kriteria penyisih. 4. SNI 19-3964-1994, tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Standar ini mengatur tentang tata cara pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah yang meliputi Lokasi, cara pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan serta pengukuran dan perhitungan.
2.4. Studi Model Pengelolaan Sampah Perkotaan Yang Pernah Dilakukan Sebagian besar model pengelolaan sampah yang telah dikembangkan selalu melibatkan aspek ekonomi dan aspek lingkungan dan aspek sosial. Morrissey dan Browne (2004 dalam Luoranen 2009) mengkategorikan model pengelolaan sampah ke dalam tiga kategori : (1)
Cost Benefit
Universitas Sumatera Utara
Analysis (CBA); (2)
Life Cycle Analysis (LCA); (3) · Multi-Criteria
technique (MC). Finnveden et al. (2007) menjabarkan sederetan metode dan pendekatan yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sampah seperti : (1) Environmental Impact Assessment (procedural method); (2) Strategic Environmental Assessment (procedural method); (3) Cost-effectiveness Analysis (analytical method); (4)
Life-cycle Costing (analytical method); (5) Risk Assessment; (6)
Material Flow Accounting; (7) Substance Flow Analysis; (8)
Energy
Analysis; (9) Energy Analysis; (10) Entropy Analysis; (11) Environmental Management Systems (procedural method); (12) Environmental Auditing. McDougall et al. (2001) telah mengembangkan model IWM-II, yang berbasis pada prinsip Integrated Waste Management (IWM). Pada model ini variabel energi recovery dari SP telah tercakup di sistem. Dengan menerapkan pendekatan secara holistic yang dimulai dari proses sumber timbulan sampah, pengumpulan, penanganan dan pembuangan, seluruhnya dioptimasi agar memberikan dampak positif terhadap lingkungan, ekonomi serta di terima masyarakat. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa suatu SPS baru dapat dikatakan berkelanjutan jika sistem tersebut : (1) berwawasan lingkungan; (2) terjangkau secara ekonomis; (3) diterima masyarakat. Tabel 2.11 menjabarkan studi tentang pengelolaan sampah perkotaan yang pernah dilakukan Tabel 2.11. Studi Yang Berkaitan Dengan Sistem Pengelolaan Sampah Perkotaan No. 1
Referensi Abeliotis et al. (2009)
Model Metode
Keterangan ReFlow : Model yang dikembangkan pada MATLAB, menerapkan skenario unit pricing pendauran ulang yang berbasis pada derajat ekspansi serta skema pengumpulan sampah di Yunani.
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
Model Metode
Keterangan
2
Abou Najm & El-Fadel (2004)
Program linier (spreadsheet) untuk mengoptimasi biaya pengelolaan sampah
3
Al-Salem et al. (2009)
4
Asiedu (2001)
5
Badran & El-Haggar (2006)
6
Barata (2002)
7
Bartelings (2003)
8
Beigl & Salhofer (2004)
9
Beigl et al. (2004a)
LCA dari status SPSP di Kuwait Sistem dinamis : SPSP berkelanjutan terhadap fasilitas lingkungan perkotaan - subsistem terdiri atas populasi dan ekonomi, Memodelkan bilangan bulat campuran untuk pengelolaan sampah di Port Said, Mesir. Analisis biaya dan laba. SPSP di Portugal : satu model input- output lingkungan Portugal ; analisis interdependesi antara kegiatan ekonomi dan jumlah sampah yang dihasilkan General Eqilibrium Analysis : masalah sampah perkotaan yang berkaitan dengan penetapan unit pricing LCA :menggunakan skenario dan perbandingan biaya dari berbagai alternatif pengelolaan sampah. Analisis alternatif daur ulang bagi sampah rumah tangga. LCA : hubungan kuantitas dan kualitas lingkungan yang relevan dengan output aktivitas manusia dan karakteristik regional untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Membutuh data berkala selama 32 tahun dari 55 kota di Eropa dan di 32 negara.
MPL V.4.2 Software
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
10
Berglund (2003)
11
Bovea & Powell (2006)
12
Budiartha et al. (2000)
13
Cali et al. (2007)
14
Calvo et al. (2007)
15
Chang & Chang (1998)
16
Clarissa (2007)
17
Dahbo et al. (2007)
18
Daskalopoulos et al. (1998)
19
Diaz & Warith (2006)
20
Döberl et al. (2002)
Model Metode
Keterangan Studi tentang efesisensi ekonomi pengelolaan sampah LCA : menggunakan skenario untuk mengoptimasi alternatif pengelolaan sampah rumah tangga Simulasi perdagangan Carbon dari SPSP di Malaysia Studi analisisi Landfill Gas-El Navarro Landfill Penggunaan indeks lingkungan untuk menentukan dampak lingkungan TPA di Chile Mengintegrasikan gagasan untuk prinsip penghematan biaya, energi dan persyaratan materi pemulihan di kawasan metropolitan Taipei (Taiwan) Dampak Incenarator terhadap Global Warming
LCIA, SLCC
WASTED
Analisis komparasi pengelolaan sampah media cetak di Finlandia. Penelitian menyatukan LCA dengan analisis ekonomi siklus hidup sosial (SLCC). Model komputer untuk pengelolaan SP. Model yang dihasilkan terarah pada aspek ekonomis. Menggunakan software untuk mengevaluasi Dampak lingkungan dari SP. DSS untuk mengambil kebijakan CBA : analisis dampak jangka panjang dari SP sampah di Austria.
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
Model Metode
Keterangan
21
Donald (2001)
22
Dornburg et al. (2006)
23
Dubois et al. (2004)
24
EPIC (2000)
25
Eriksson et al. (2002)
ORWARE
model komputer yang menghitung aliran substansi, dampak lingkungan, dan biaya pengelolaan sampah.
26
Eriksson et al. (2005)
ORWARE
Analisis komparasi dari 4 kota dalam mengelola SP yang meliputi energi, dampak lingkungan dan biaya lingkungan.
27
Harding (2002)
Studi SPSP untuk Hawai`i
28
ERC -Eunomia Research Consulting (2000)
Analisis Ekonomi untuk mengelola sampah SP yang Biodegradable
29
GBB (2008)
Kajian Teknologi Pengolaan SP
30
Gendebien et al. (2003)
Studi prospek bahan bakar yang berasal dari sampah (RDF)
31
GET (2003)
32
Godley et al. (2004)
Kajian teknologi pengelolaan hijau SP– MBT alternative lain dari Incinerator Kajian SP yang biogradable
Studi tentang potensi pendidikan untuk meningkatkan SPS di Vietnam: Hanoi Menggunakan software untuk mengoptimasi biomasa dari pengelolaan sampah. Hasil analisis berupa data yang berkaitan dengan energi yang diperoleh dari sampah . SPSP di EU Analisis biaya dan Analisis Lingkungan SPSP
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
33
Grobbin (2004)
34
Horng et al. (2004)
35
Huang, et al. (2001)
36 37
Hudson et al. (1985) Kirkeby et al. (2006)
38
Korhonen et al. (2004)
39
Kum et al. (2004)
40
Lapp et al. (2007)
41
Liamsanguan et al (2004)
42
Luoranen (2009)
Model Metode
STELLA
EASEWASE
Vensim
Keterangan Kajian teknologi alternatif baru untuk pengelolaan Sampah Sistem dinamis : emisi GRK dari SPSP di Taiwan Model stokastik interval fuzzy yang dapat digunakan oleh pemerintah kota untuk pengelolaan sampah. Meminimalisasi biaya sistem dalam rentang perencanaan. Studi alternatif biaya TPA LCA : mengevaluasi keseluruhan konsumsi dan dampak lingkungan dari SPSP di Aarhus : Denmark. Sebuah penelitian yang mengembangkan indikator untuk menganalisis skenario manajemen pengelolaan sampah pada industri ekologi (IE). Sistem dinamis : untuk perencanaan keuanganan SPSP di Phnom Penh studi pemodelan pengelolaan sampah yang berkaitan Iklim dan ekonomi LCA : menggunakan dua metoda SPSP di Phuket, landfilling (tanpa pemulihan energi) dan incenerator (dengan pemulihan energi), Kajian SPSP berkelanjutan menggunakan SISMan (Simple Integrated sistem Management)-aliran massa, energi dan finansial serta MEFLO (Mass, Energy, Financial, Legislation
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
Model Metode
Keterangan
43
Mahar et al (2008)
Kajian Pratreatment Biologi pada di TPA
44
Marchettini et al. (2007)
45
Mclanaghan (2002)
46
Minciardi et al. (2007)
Evaluasi pengumpulan penanganan dan pilihan pembuangan SPmelalui dua Indikator : perbandingan hasil lingkungan (EYR) dan Net energy. Kajian peranan teknologi pengelolaan sampah menyambut Landfill Directive di EU Program Nonlinear, model pengambilan-keputusan multi-objektif pengelolaan SP, mencakup minimalisasi empat objektif yang berhubungan dengan biaya ekonomi, sampah yang tidak didaur ulang unrecycled pembuangan pada sanitary landfill serta emisi insenerator.
47
Miranda et al. (1996)
Studi litertaur Unit Pricing SPSP
48
Mohit (2000)
Partisipasi masyarakat dalam SPSP di kota kalabagan : DhakaBangladesh
49
Mull (2005)
Sistem dinamis : SPSP yang berkelanjutan di kota Sahakaranagar
50
Nie et al. (2004)
51
Ostrem (2004
Studi Model Analisis Biaya Optimal dan penerapannya pada SPSP dikota kecil : Cina Studi teknologi AD untuk megolah SP organik
52
Özeler et al. (2006)
LCA :Pengembangan dan perbandingan alternatif pengelolaan SPdi kota Ankara.
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
Model Metode
Keterangan
53
Pacey et al. (2003)
Bioreactor landfill - satu inovasi teknogi PS
54
Pongrácz (2002)
55
Prawiradinata (2004)
GAMS
Studi konseptual tentang pengelolaan sampah yang melibatkan teori-teori tentang pengelolaan sampah Model SPSP yang terintegrasi: Kasus distrik ohio pusat-penetapan unit pricing
56
Rahman, et al. (2009)
PowerSims
57
Ramachandra et al. (2003)
58
Rathi (2007)
59
RBC (2004)
Studi kelayakan Anaerobic Digestion
60
Reghunandan (2004)
61
Reich (2005)
62
Rendek et al. (2006)
Studi kebijakan SPSP melaui transfer teknologi di Kerala Kajian ekonomi pengelolaan SP, berisiunsur penetapan biaya siklus hidup LCC dan LCA. Studi penyerapan CO 2 dari aktifitas Incenerator pada pengolahan SP
63
RISE-AT (1998)
64
Rodríguez et al. (2003)
ORWARE
Studi teknologi Pengelolaan Sampah Optimum Studi evaluasi penerapan ISWM pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Bangalore, India. Model ekonometrik SPSP di Mumbai : India.
Evaluasi status AD untuk pengelolaan SP IWM-1
LCA : based Integrated Waste Management (IWM-1) model untuk meramalkan keseluruhan beban lingkungan dan dampak ekonomis SPSP.
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
65
Sahlin et al. (2002)
66
Sheehan (2009)
67
Shi et al. (2009)
68
Sliwa (2006)
69
Solano et al. (2002)
70
Stave (2008)
71
Stypka (2004)
Model Metode HEATSPOT
Keterangan Studi dampak insenerasi di Swedia. LCA : siklus emisi GRK dengan peningkatan penggunaan Biofuel Studi tentang potensi Biofuel SP
STELLA
Sistem Dinamis : Pengelolaan sampah di Puebla : Meksiko - potensi daur ulang yang dikaitkan dengan nilai ekonomi dan beban TP LCA : mengintegrasikan model SPSP untuk proses identifikasi alternatif strategi SPSP yang berkaitan dengan biaya, energi, dan emisi lingkungan. Simulasi dinamis : Zero Waste 2030 - keterlibatan stakeholder di Los Angeles dalam perencanaan SPSP yang berkaitan dengan (ketahanan produk, sampah dari produk, daur ulang produk, tingkat daur ulang produk, konsumsi, laju diversi konsumen, diversi kapasitas pemrosesan, kapasitas pembuangan alternatif) dan 6 luaran simulasi : sampah di TPA, materi yang dikonversikan, GRK relatif, biaya relatif, dan usaha relatif). Studi tentang penerapan SPSP sebagai alat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan ; berkaitan dengan ekonomi, energi dan landfill.
Universitas Sumatera Utara
No.
Referensi
72
Sufian et al (2006)
73
Sumiani et al. (2009)
74
Tanskanen (2000a,2000b)
75
Vego et al. (2007)
76
Venkat (2005)
77
Wager et al. (2002)
78
Weidemeier (2005)
79
Wellinger (2005)
80
Wilson (2002a, 2002b)
81
Ylijoki et al. (2005)
82
Amurwaraharja (2001)
Model Metode STELLA
Keterangan Sistem dinamis : Pemodelan sistem SPSP : di Kota Dhaka. model terdiri dari dua sektor : sumber timbulan sampah dan SPS. LCA-Strategi pengelolaan lingkungan utk TPA disertai studi GIS
HMA
Model Helsinki Metropolitan area (HMA) penelitian sistem koleksi sampah yang dipisahkan dari sumber dan proses recovery
PROMETHEE, Studi efisiensi pengelolaan GAIA SPdi empat provinsi yang mencakup aspek Ekologis, ekonomi, sosial dan fungsional. Vensim Sistem dinamis : model daur ulang Studi tentang peranan simulasi DSS bagi pengelolaan sampah Studi MBT untuk mengolah SP yang dapat mengurangi limbah di TPA Studi tentang produks dan penggunaan Biogas LCI (Live Cycle Inventory) model untuk mengevaluasi beban lingkungan yang disebabkan oleh SPSP. Studi SP yang Biodegradabe AHP + PowerSIM
Pemilihan Teknologi Pengelolaan Sampah (Incenerator, Sanitary Landfiil, Pengomposan) secara AHP dan simulasi Willingness to Pay WTP
Sumber : Kompilasi Daftar Pustaka
Universitas Sumatera Utara
Berbagai studi, pemodelan dan software telah dikembangkan untuk mengkaji SPSP seperti yang disajikan pada Tabel 2.11. Hasil dan interpretasi sebuah model akan sangat tergantung kepada batasan, asumsi serta data yang digunakan dalam perhitungan. Selain itu dibutuhkan juga tingkat pemahaman yang komprehensif terhadap seluruh proses yang akan dimodelkan, karena software pada dasarnya hanya digunakan untuk menghitung hasil yang diperlukan dalam pengambilan keputusan. Untuk dapat melihat skala prioritas pengambilan keputusan dari beberapa alternatif teknologi pengelolaan sampah perkotaan yang melibatkan berbagai aspek pengelolaan sampah perkotaan yang akan disimulasi dengan pendekatan sistem dinamis dapat dilakukan dengan metode Analytic Network Process (ANP).
2.5.. Analytic Network Process (ANP) Analytic Network Process (ANP) merupakan pengembangan dari AHP yang ditujukan untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dapat distrukturisasi secara hirarki (Büyükyazıcı et al., 2003). Pengembangan ini dilakukan didasarkan karena banyaknya ditemukan masalah pengambilan keputusan yang tidak dapat distrukturisasi secara bertingkat karena adanya interaksi antar elemen di setiap tingkatan serta masalah saling ketergantungan antar elemen yang harus diperhitungkan. ANP merupakan pendekatan baru dalam proses pengambilan keputusan yang dapat menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hierarki yang digunakan dalam AHP, yang merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah
influence (pengaruh),
sementara konsep utama dalam AHP adalah preferrence (preferensi). AHP dengan
asumsi-asumsi
dependensinya
tentang
cluster
dan
elemen
merupakan kasus khusus ANP (Büyükyazıcı et al., 2003). Pada jaringan AHP terdapat level tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif, dimana masing-masing level memiliki elemen. Sementara itu, pada jaringan ANP, level dalam ANP disebut klaster yang dapat memiliki
Universitas Sumatera Utara
kriteria dan alternatif di dalamnya, yang sekarang disebut simpul yang dapat memiliki hubungan outer dependece , innerdepence serta feedback antara setiap klaster (Gambar 2.13).
Gambar 2.13. Perbedaan AHP dan ANP (Büyükyazıcı et al., 2003)
Dalam hal penggunaan judgements, dalam AHP seseorang bertanya: Mana yang lebih disukai atau lebih penting, sementara dalam ANP seseorang bertanya: Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar. Pertanyaan terakhir jelas memerlukan observasi faktual dan pengetahuan untuk
menghasilkan
pertanyaan
kedua
jawaban-jawaban lebih
obyektif
dari
yang pada
valid,
yang
membuat
pertanyaan
pertama.
(Büyükyazıcı et al., 2003) AHP dan ANP sama-sama menggunakan skala rasio yang sama. Prioritas-prioritas dalam skala rasio merupakan angka fundamental yang memungkinkan untuk dilakukannya perhitungan operasi aritmatika dasar seperti penambahan dan pengurangan dalam skala yang sama, perkalian dan pembagian dari skala yang berbeda, dan mengkombinasikan keduanya dengan pembobotan yang sesuai dan menambahkan skala yang berbeda untuk memperoleh skala satu dimensi.
Universitas Sumatera Utara
Perlu diingat bahwa skala rasio merupakan skala absolut. Kedua skala tersebut diperoleh dari pairwise comparison (pembandingan sepasangsepasang) dengan menggunakan judgements atau rasio dominasi pasangan pengukuran aktual (Tabel 2.12). Tabel 2.12. Skala Banding Secara Berpasangan Intensitas Pentingnya 1
Definisi Kedua elemen sama pentingnya
Penjelasan Sumbang peran dua elemen sama besar pada sifat tersebut (dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan) Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lain
3
Elemen satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya
5
Elemen satu lebih penting dibanding yang lain
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat mendukung satu elemen atas yang lain
7
Elemen satu jelas lebih penting dari elemen yang lain
Satu elemen dominansinya dalam praktek
9
Elemen satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan
2,4,6,8
Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan
dengan kuat telah terlihat
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i Sumber : (Amurwaraharja,2003)
AHP dan ANP, keduanya menggunakan prosedur untuk mendapatkan skala rasio seperti yang telah diuraikan. Adanya pengaruh-pengaruh
Universitas Sumatera Utara
feedback dalam ANP membutuhkan matriks besar yang dikenal dengan supermatriks (berisi suatu set dari sub-matriks). Supermatriks ini diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan. Misalkan suatu cluster dinyatakan C h h = 1,2,…,N dan diasumsikan bahwa cluster ini memiliki elemen sejumlah nh seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.14 berikut.
Gambar 2.14. Supermatrik dari jaringan ANP
Universitas Sumatera Utara