BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Manajemen Keuangan
2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan Tidak terlepas dari fungsinya, manajemen keuangan bisa diartikan sebagai manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Fungsi sendiri biasa diartikan sebagai kegiatan utama yang harus dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab dalam kegiatan tertentu. Oleh karena itu, dalam suatu perusahaan, manajer keuangan adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengelola keuangan perusahaan. Perusahaan didirikan untuk bisa berkembang dan tetap bertahan hidup serta memberikan manfaat bagi pemiliknya. Untuk bisa bertahan hidup dan berkembang, suatu perusahaan harus berusaha mengembangkan dirinya dengan melakukan investasi yang menguntungkan, sehingga perusahaan bisa memperoleh laba. Untuk dapat menjalankan usaha, setiap perusahaan memerlukan dana. Dana diperoleh dari pemilik perusahaan maupun dari utang. Dana yang diterima oleh perusahaan kemudian igunakan untuk membeli aktiva tetap, memproduksi barang maupun jasa, membeli bahan-bahan untuk keperluan perusahaan baik untuk keperluaan transaksi maupun untuk menjaga likuiditas perusahaan. Keseluruhan aktiva yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut disebut pembelanjaan perusahaan atau manajemen keuangan. Definisi manajemen keuangan menurut Martono & Harjito (2005:4) : “Manajemen keuangan (financial management), atau dalam literatur lain disebut pembelanjaan, adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola asset sesuai tujuan perusahaan secara menyeluruh. Dengan kata lain manajemen keuangan merupakan manajemen (pengelolaan) mengenai bagaimana memperoleh asset, mendanai aset dan mengelola aset untuk mencapai tujuan perusahaan.”
29
Menurut Keown dkk (2005:4) : “financial management is concerned with the maintenance cretion of economic value or whealth.” Artinya bahwa manajemen keuangan adalah menyangkut dengan penciptaan pemeliharaan nilai ekonomi atau kekayaan. Menurut Horne & Wachowicz (2006:2) : “financial management is concerned acquisition, financing and management of assets with some overall goal in mind.” Artinya bahwa manajemen keuangan yang menyangkut akuisisi, pembiayaan dan pengelolaan asset dengan tujuan keseluruhan yang dimiliki. Sedangkan menurut Gitman (2006:4) : “Managerial finance is concerned with the duties of financial manager in the business firm. Financial managers actively manage the financial affairs of any type of business-financial and non-financial, private and public, large and small, profit-seeking and not-for-profit. They perform such vared financial tasks as planning credit to customers, evaluating proposed large expenditures, and raising money to fund the firm’s operation.” Artinya bahwa manajemen keuangan adalah menyangkut tugas manajer keuangan didalam perusahaan. Manajer keuangan secara aktif mengatur urusan dari bebagai macam tipe dari bisnis keuangan dan bukan keuangan, pribadi, dan masyarakat, besar dan kecil, mencari keuntungan ataupun tidak mencari keuntungan. Mereka melakukan berbagai macam tugas keuangan seperti perencanaan kredit bagi konsumen, perpanjangan kredit kepada pelanggan, penilaian usulan pengeluaran yang besar dan meningkatkan dana untuk membiayai perusahaan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen keuangan adalah aktivitas perusahaan yang biasa dilakukan oleh manajer keuangan guna mendapatkan
dana
untuk
membiayai
jalannya
perusahaan,
kemudian
menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut baik dana dalam perusahaan maupun dana dari luar perusahaan kedalam berbagai bentuk investasi. Keputusan investasi ini yang diharapkan dapat memperoleh laba. Selain itu, aktivitas perusahaan juga meliputi keputusan mengenai kebijakan dividen, dimana keputusan ini menentukan persentase dari keuntungan netto yang akan dibayarkan 30
sebagai cash dividen, penentuan stock dividen, dan pembelian kembali saham. Manajer keuangan juga mengatur berbagai urusan dalam perusahaan untuk memperlancar jalannya perusahaan khususnya dalam bidang keungan. 2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Untuk mencapai tujuan perusahaan yang dikehendaki, manager keuangan harus menjalankan fungsinya dengan baik. Menurut Horne & Wachowicz (2005:3-4) menyatakan bahwa fungsi manajemen keuangan terdiri dari tiga keputusan utama yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan, yaitu : 1.
Keputusan Investasi Merupakan hal yang paling penting dari ketiga keputusan ketika perusahaan ingin menciptakan nilai. Dan bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang. Bentuk, macam, dan komposisi dari investasi tersebut akan mempengaruhi dan menunjang tingkat keuntungan di masa depan. Keuntungan di masa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu, investasi akan mengandung risiko atau ketidakpastian. Risiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan.
2.
Keputusan Pendanaan Merupakan keputusan penting kedua dalam perusahaan berkaitan dengan keputusan pendanaan perusahaan, manajer berhubungan dengan perbaikan sisi kanan neraca, kebijakan dividen perusahaan juga harus dipandang sebagai bagian integral dri keputusan pendanaan perusahaan. Begitu bauran pendanaan telah ditetapkan, manajer keuangan masih harus menetapkan cara terbaik untuk secara fisik mendapatkan dana. Mekanisme untuk mendapatkan pinjaman jangka pendek, cra memasuki kesepakatan sewa jangka panjang, atau negoisasi untuk penjualan obligasi atau saham, harus dipahami oleh manajer keuangan.
3.
Keputusan Manajeman Aktiva
31
Keputusan manajeman ketiga bagi perusahaan adalah keputusan mengenai manajemen aktiva. Ketika aktiva telah diperoleh dan pendanaan yang telah tersedia, aktiva ini masih harus dikelola secara efisien. Manajemen keungan dibebani berbagai tanggung jawab operasional atau berbagai aktiva yang ada. Tanggung jawab ini membuat manajer keuangan menjadi lebih memperhatikan manajamen aktiva lancer dari pada aktiva tetap. 2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan tujuan dan sasaran yang digunakan sebagai standar dalam memberikan penilaian keefisienan keputusan keuangan. Untuk bisa mngambil keputusan-keputusan keuangan yang benar, manajer keuangan perlu menentukan tujuan yang harus dicapai. Keputusan yang benar adalah keputusan yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Nilai perusahaan karena dapat meningkatkan kemakmuran para pemilik perusahan (pemegang saham). Menurut Ross et. al. (2000:11) tujuan manajemen keuangan adalah sebagai berikut : “the goal of financial management is to maximize the current share of the existing stock.” Artinya bahwa tujuan manajemen keuangan adalah memaksimalkan nilai saham yang ada pada saat ini. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Dengan demikian apabila suatu saat perusahaan akan dijual, maka harganya dapat ditetapkan setinggi mungkin.
32
2.2
Laporan Keuangan
2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Analisis laporan keuangan mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Kemampuan perusahaan untuk mengelola perusahaannya dapat dilihat baik buruknya dari laporan keuangan. Dari laporan keuangan dijadikan perbandingan kinerja perusahaan yang bergerak di bidang yang sama. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, dimana dalam proses tersebut semua transaksi yang terjadi akan dicatat, diklarifikasikan, diikhtisarkan untuk kemudian disusun menjadi suatu laporan keuangan. Dimana laporan keuangan tersebut akan terlihat data kuantitatif dari harga, hutang, modal, pendapatan, dan biaya-biaya dari perusahaan yang bersangkutan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian laporan keuangan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntasi Keuangan (2003:3) yaitu : “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh harga.” Kemudian laporan keuangan menurut Riyanto (2001:327) yaitu : “Laporan keuangan (Financial Statement), memberikan ikhtisar mengenai keadaan Financial Statement suatu perusahaan, dimana neraca (Balance Sheet) mencerminkan nilai aktiva, utang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laporan Rugi dan Laba (Income Statement) mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama periode tertentu biasanya meliputi periode satu tahun.” Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan alat untuk menginformasikan kondisi keuangan pada periode tertentu, yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan.
33
2.2.2 Tujuan Laporan Keuangan Salah satu tugas penting setelah akhir tahun adalah menganalisis laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (Progress Report) secara periodik yang dilakukan oleh pihak manajemen yang bersangkutan. Penyajian laporan keuangan perusahaan tersebut menurut Bastian dan Suhardjono (2006:236) dimaksudkan untuk memenuhi laporan keuangan sebagaimana yang telah diatur, sebagai berikut: 1.
Memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewaiban serta ekuitas suatu perusahaan
2.
Memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba
3.
Memberikan informasi keuangan yang membantu para pengguna laporan dalam menaksir potensi perubahan dalam menghasilkan laba
4.
Memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, seperti informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi
5.
Memberikan informasi tentang sejauh mana pengungkapan informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pengguna laporan, seperti informasi mengenai kebutuhan akuntasi yang dianut perusahaan Dengan demikian laporan keuangan disamping menggambarkan kondisi
keuangan suatu perusahaan juga untuk menilai kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah manajemen berhasi atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan perusahaan dalam bidang manajemen keuangan khususnya dalam hal ini akan tergantung dari laporan keuangan oleh pihak manajemen. 2.2.3 Pihak-Pihak yang Berkepentingan terhadap Laporan Keuangan Dalam prakteknya pembuatan laporan keuangan ditunjukan untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, disamping pihak manajemen dan pemilik
34
perusahaan itu sendiri. Begitu juga dengan laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan akan meberikan manfaat kepada berbagai pihak. Masing-masing pihak yang mempunyai kepentingan dan tujuan tersendiri terhadap laporan keuangan yang diberikan oleh perusahaan. Menurut Kasmir (2006:241) pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1.
Pemegang Saham Bagi pemegang saham yang sekaligus merupakan pemilik perusahaan, kepentingan terhadap laporan keuangan adalah untuk memenuhi kemajuan yang dipimin dalam satu periode.
2.
Pemerintah Bagi pemerintah, laporan keuangan baik bagi perusahaan BUMN maupun perusahaan swasta adalah untuk mengetahui kemajuan perusahaan yang bersangkutan.
3.
Manajemen Laporan keuangan bagi pihak manajemen adalah untuk menilai kinerja manajemen perusahaan dalam mencapai target-target yang telah ditetapkan. Kemudian juga untuk menilai kinerja manjemen dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya.
4.
Karyawan Bagi karyawan dengan adanya laporan keuangan juga mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya. Sehingga mereka juga merasa perlu mengharapkan peningkatan kesejahteraan apabila perusahaan mengalami keuntungan atau sebaliknya.
2.2.4 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Laporan keuangan disajikan manajemen untuk semua pihak yaitu yang berkepentingan terhadap perusahaan. Informasi yang ada dalam laporan keuangan ini dapat langsung digunakan oleh pemakai, namun ada juga yang harus dianalisis lebih lanjut misalnya dengan menggunakan rasio-rasio keuangan.
35
Setiap pemakai mempunyai kebutuhan yang berbeda terhadap informasi keuangan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, pemakai akan mencari informasi mana yang paling dibutuhkan untuk dianalisis lebih lanjut, sehingga laporan keuangan perlu di klasifikasikan dalam berbagai jenis laporan keuangan. 2.3
Kinerja Keuangan
2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo (Febriyani dan Zulfadian, 2003:42). Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, jarena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola da mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran. Kinerja perusahaan secara keseluruhan merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan, dan penyaluran dana, teknologi maupun sumber daya manusia. Kinerja menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan dan kelemahan
suatu
perusahaan.
Kekuatan
tersebut
dipahami
agar
dapat
dimanfaatkan da kelemahan pun harus diketahui agar dapat dilakukan langkahlangkah perbaikan. Dengan mengadakan perbandingan kinerja perusahaan terhadap standar yang ditetapkan atau dengan periode-periode sebelumnya maka
36
akan dapat diketahui apakah suatu perusahaan mengalami kemajuan atau sebaliknya yaitu kemunduran. 2.3.2 Pengukuran dalam Penilaian Kinerja Dalam pencapaian tujuan organisasi diperlukan suatu alat dan metode sebagai pengendalian. Proses pengendalian ini salah satunya menetapkan suatu pengukuran kinerja. Menurut Hanafi (2003:76) ada tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif, yaitu : 1.
Ukuran Kriteria Tunggal (Singel Criteria) Ukuran kriteria tunggal (single criteria) adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajer. Kelemahan apabila kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerja yaitu orang akan cenderung memusatkan usahanya pada kriteria pada usaha tersebut sehingga akibatnya kriteria lain diabaikan, yang kemungkinan memiliki arti yang sama pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya perusahaan.
2.
Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criteria) Ukuran kriteria beragam (multiple criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk menilai kriteria manajer. Kriteria ini mencari berbagai aspek kinerja manajer, sehingga manajer dapat diukur kinerjanya dari beragam kriteria. Tujuan penggunaan beragam ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya mengarahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
3.
Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criteria) Ukuran kriteria gabungan (composite criteria) adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran , untuk memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rataratanya sebagai ukuran yang menyeluruh kinerja manajer. Kriteria gabungan ini dilakukan karena perusahaan menyadari bahwa beberapa tujuan lebih penting dibandingkan dengan tujuan yang lain, sehingga beberapa perusahaan memberikan bobot
37
angka tertentu pada beragam kriteria untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer. 2.3.3 Alat Ukur Penilaian Kinerja Perusahaan Penilaian kinerja dikembangkan untuk memberikan beberapa petunjuk bagi para manajer untuk mengevaluasi kinerja. Perkembangan alat ukur penilaian kinerja dan spesifikasi struktur penghargaan merupakan hal utama dalam organisasi atau perusahaan, karena alat ukur dan penilaian kinerja dapat mempengaruhi perilaku para manajer. Penilaian kinerja dapat mendukung tingkat keserasian tujuan. Dengan kata lain, penilaian kinerja mempunyai pengaruh dalam mewujudkan tujuan perusahaan. Menurut Hansen dan Mowen (2001:822) ada beberapa alat ukur kinerja perusahaan, yaitu : 1.
Laba Atas Investasi (ROI) Merupakan alat ukur kinerja yang paling umum bagi pusat investasi, yaitu alat ukur kinerja yang mengaitkan laba operasi dengan aktiva. Yang akan dipakai adalah menghitung laba yang dihasikan per-rupiah investasi.
2.
Laba Residual (Residual Income) Merupakan perbedaan antara laba operasi dan minimum pengembalian rupiah yang diperlukan aktiva operasi perusahaan.
3.
Nilai Tambah Ekonomi (Economic Value Added) Adalah laba operasi setelah pajak dikurangi total biaya modal tahunan. Jika economic value added positif, berarti perusahaan menghasilkan kekayaan. Jika negatif, maka perusahaan tidak bisa menghasilkan kekayaan.
38
2.4
Analisis Rasio
2.4.1 Pengertian Analisis Rasio Rasio keuangan merupakan cara yang paling umum digunakan dalam menganalisa laporan keuangan. Menurut Abdullah (2004:41) yaitu : “Analisis rasio keuangan merupakan teknik analisis keuangan untuk mengetahui hubungan diantara pos-pos tertentu dalam neraca maupun laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.” Menurut Gitman (2006:54) : “Ratio analysis involves methods of calculating and interpreting financial ratio to analyze and monitor the firm’s performance.” Artinya
bahwa
analisis
rasio
meliputi
metode
menghitung
dan
menginterprestasikan rasio keuangan untuk menganalisa dan memantau kinerja perusahaan. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa analisis rasio merupakan metode yang paling umum untuk menghitung dan menganalisis laporan keuangan perusahaan untuk memantau kinerja keuangan suatu perusahaan. 2.4.2 Manfaat Analisis Rasio Disamping untuk memantau kondisi kinerja keuangan perusahaan, analisis rasio memiliki manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Menurut Irawati (2006:24) manfaat analisis rasio keuangan dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu : 1.
Pihak intern (manajemen) Dari sudut pandang pihak intern perusahaan atau manajemen, analisis laporan keuangan berguna sebagai cara untuk : a.
Mengantisipasi keadaan di masa yang akan datang, dan
b.
Sebagai
titik
tolak
bagi
tindakan
perencanaan
yang
akan
mempengaruhi jalannya kejadian di masa datang. 2.
Pihak ekstern (investor) Dalam sudut pandang ekstern, manfaat dari analisis rasio keuangan yaitu untuk meramalkan masa depan perusahaan, atau dengan kata lain dari
39
sudut pandang pihak ekstern manfaat analisis rasio keuangan adalah untuk menentukan prediksi apakah perusahaan tersebut bisa berkembang dalam arti dapat melakukan operasionalnya kembali atau malah perusahaan tersebut gulung tikar, sehingga akan mempengaruhi keberadaan pihak ekstern didalam perusahaan tersebut. 2.4.3 Metode Analisis Kinerja dengan Rasio Keuangan Rasio merupakan alat yang memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa neraca dan laporan laba rugi. Adapun jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini menurut Martono dan Harjito (2005:55-59) adalah: 1.
Liquidity Ratio (Rasio Likuiditas) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansial yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Ukuran rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a.
Quick ratio (Rasio Cepat) Alat ukur yang lebih akurat untuk mengukur tingkat likuiditas perusahaan adalah Quick Ratio (atau disebut juga Acid Test Ratio). Rasio ini merupakan perimbangan antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan dengan jumlah hutang lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan Quick Ratio, karena persediaan merupakan komponen atau unsur aktiva lancar yang paling kecil tingkat likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva lancar yang lebih likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang-piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang
jangka pendek. Perhitungan Quick ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut: Quick Ratio (QR )= b.
!"#$%& !"#$"%!!"#$"%&''( !"#$%& !"#$"%
x100%
Current Ratio (Rasio Lancar) Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan
40
berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Perhitungan Current Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut : !"#$%& !"#$"%
Current Ratio (CR) = !"#$%& !"#$"%x100% 2.
Leverage Ratio (Rasio Hutang) Rasio Leverage mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan
hutang. Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas, yang berarti mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya. Ukuran rasio Leverage yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a.
Debt to Total Assets Ratio (Rasio Hutang) Debt to Total Assets Ratio merupakan rasio antara total hutang (total debt) dengan total aset (total assets) yang dinyatakan dalam persentase. Rasio hutang mengukur berapa persen aset perusahaan yang dibelanjai dengan hutang. Perhitungan Debt total assets Ratio dapat dirumuskan berikut : Debt ratio =
b.
!"#$% !"#$%& !"#$% !"#$%&
x100%
Debt to Equity Ratio Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio, semakin rendah pendanaan
perusahaan
yang
disediakan
oleh
pemegang
saham.
Perhitungan Debt to Equity Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut : Debt to Equity Ratio =
3.
!"#$% !"#$%&'$( !"#$% !"#$%&'
x100%
Activity Ratio (Rasio Aktivitas) Activity Ratio mengukur sejauh mana efektivitas manajemen perusahaan
dalam mengelola aset-asetnya. Rasio aktivitas menganalisis hubungan antara laporan laba-rugi, khususnya unsur-unsur aktiva. Rasio aktivitas ini diukur dengan istilah perputaran unsur-unsur aktiva yang dihubungkan dengan penjualan. Ukuran rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
41
a.
Total Asset Turnover (Perputaran Aktiva) Total Assets Turnover (TATO) mengukur perputaran dari semua aset yang dimiliki perusahaan. Total assets turnover dihitung dari pembagian antara penjualan dengan total asetnya. Perhitungan Total Assets Turnover dapat di rumuskan sebagai berikut : Total Asset TurnOver (TATO) =
b.
!"#$%&' !"#$%! !"#$% !"#$%&
x1kali
Inventory Turnover Rasio Inventory Turnover ini melihat sejauh mana tingkat perputaran persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Perhitungan inventory turnover dapat dirumuskan sebagai berikut : Inventory Turnover =
c.
!"#$" !"#"# !"#$%&' !"#"!!"#" !"#$"%&''(
x1kali
Fixed Assets Turnover Rasio Fixed Assets Turnover disebut juga dengan perputaran aktiva tetap. Rasio ini melihat sejauh mana aktiva tetap yang dimiliki oleh satu perusahaan
memiliki
tingkat
perputarannya
secara
efektif,
dan
memberikan dampak pada keuangan perusahaan. Fixed Assets Turnover dapat dirumuskan sebagai berikut : !"#$%&'
Fixed Assets Turnover = !"#$%& !"!#$x1kali 4.
Profitability Ratio (Rasio Keuntungan) Rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba
dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya
dengan
investasi.
Kedua
rasio
ini
secara
bersama-sama
menunjukkan efektivitas rasio profitabilitas dalam hubungannya antara penjualan dengan laba. Ukuran rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a.
Gross Profit Margin Rasio Gross Profit Margin atau margin keuntungan kotor dicari dengan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dibagi penjualan bersih. Rasio ini berguna untuk mengethui keuntungan kotor perusahaan dari 42
setiap barang yang dijual. Perhitungan Gross Profit Margin dirumuskan sebagai berikut : Gross Profit Margin =
b.
!"#$%&' !"#$%!!!"#$" !"#"# !"#$%&' !"#$%&' !"#$%!
x100%
Net Profit Margin Laba bersih dibagi penjualan bersih. Rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Rasio ini tidak menggambarkan besarnya persentase keuntngan bersih yang diperoleh perusahaan untuk setiap penjualan karena adanya unsure pendapatan dan biaya non operasional. Perhitungan Net Profit Margin dirumuskan sebagai berikut : !"#" !"#$%!
Net Profit Margin = !"#$%&' !"#$%!x100% c.
Return On Assets (ROA) Laba bersih dibagi rata-rata total aktiva. Rata-rata total aktiva diperoleh dari total aktiva awal tahun ditambah total aktiva tahun dibagi dua.rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan, perhitungan Return On Assets dirumuskan sebagai berikut : !"#" !"#$%!
Return On Assets = !"#$% !"#$%&x100% d.
Return On Equity (ROE) Rasio ini berguna untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Perhitungan Return On Equity dirumuskan sebagai berikut : !"#" !"#$%!
Return On Equity = !"#$!!"#" !"#$%&'x100% e.
Return On Investment (ROI) Return on investment (ROI) menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan.
43
Karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak dan (rata-rata) kekayaan perusahaan. Perhitungan return on investment dirumuskan sebagai berikut: Return On Investment (ROI) =
5.
!"#" !"#$%! !"#"$%! !"#"$ !"#$% !"#$%&
x100%
Market Value Ratio (Rasio Nilai Pasar) Rasio nilai pasar yaitu rasio yang menggambarkan kondisi yang terjadi di
pasar. Rasio ini mampu memberi pemahaman bagi pihak manajemen perusahaan terhadap kondisi penerapan yang akan dilaksanakan dan dampaknya pada masa yang akan datang. Ukuran rasio nilai pasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a.
Price Earnings Ratio (PER) Rasio ini membandingkan antara harga saham (yang diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan. Perhitungan Price Earnings Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut : !"#$" !"!!"
Price Earnings Ratio = !"#" !"# !"#$%& !"!!"x1kali b.
Price to Book Value Ratio Price to Book Value Ratio didefinisikan sebagai perbandingan nilai pasar suatu saham terhadap nilai bukunya sendiri (perusahaan). Perhitungan Price to Book Value Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: !"#$" !"!!"
Price to Book Value Ratio = !"#$" !"#" !"# !"!!"x1kali
2.5
Merger
2.5.1
Pengertian Merger Merger merupakan salah satu strategi perusahaan dalam mengembangkan
dan menumbuhkan perusahaan. Merger berasal dari kata ‘mergere’ (latin) yang berarti bergabung, bersama, berkombinasi yang menyebabkan hilangnya identitas akibat penggabungan ini. Menurut Moin (2007:278) yaitu : “Merger didefinisikan penggabungan usaha dari dua atau lebih perusahaan yang pada akhirnya bergabung kedalam salah satu perusahaan yang telah ada sebelumnya, sehingga menghilangkan 44
salah satu nama perusahaan yang melakukan merger. Dengan kata lain bahwa merger adalah kesepakatan dua atau lebih perusahaan untuk bergabung yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitas atau bubar”. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 mendefinisikan : “Merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Dari penjelasan diatas dapat digambarkan menjadi suatu skema atas merger sebagai salah satu straregi perusahaan.” Pengertian merger menurut Martono dan Harjito (2005:346) yaitu : “Merger didefinisikan sebagai kombinasi atau penggabungan dua perusahaan atau lebih dimana perusahaan kehilangan eksistensinya menjadi satu kesatuan. Perusahaan yang bertahan mengambil alih aktiva dan hutang perusahaan yang digabungkan (disebut merged company). Merger harus dibedakan dengan konsolidasi, yang merupakan kombinasi dua perusahaan untuk dibentuk perusahaan yang sama sekali baru.” Jadi
pada
dasarnya
merger
adalah
suatu
keputusan
untuk
mengkombinasikan/menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Dalam konteks bisnis, merger adalah suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru. 2.5.2
Motif Melakukan Merger Merger yang merupakan keputusan strategis para manajer dari suatu
perusahaan, memiliki beragam alasan, motif, dan tujuan, diantara lain : 1.
Motif perpajakan Merger memberikan keuntungan dari sisi perpajakan. Pengurangan pembayaran pajak kepada pemerintah merupakan salah satu sumber potensial guna meningkatkan nilai pemegang saham, bahkan apabila kesempatan pengurangan ongkos-ongkos produksi dan distribusi melalui sinergi tersebut. Sebagai contoh, berdasarkan kondisi tertentu, suatu
45
perusahaan yang memiliki keuntungan (profitable firm) dan yang mengakuisisi perusahaan yang rugi (unprofitable firm) akan mendapatkan pengurangan pajaknya dengan cara memanfaatkan (exploit) kerugian pajak dari perusahaan yang rugi tersebut. Perusahaan dengan keuntungan yang substansial dapat mengurangi keuntungan kena pajaknya (taxable profits) dengan cara
mengakuisisi perusahaan yang memiliki tax loss carry
forward (kerugian pajak yang dapat dipindahkan kemudian) yang besar.(Simanjuntak, 2004:19-20) 2.
Motif sinergi. Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri. Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber (a) Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi; (b) Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas; (c) Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger dan (d) Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham dan Houston, 2001:377).
3.
Motif tawar-menawar Urusan tawar-menawar (bargains) umumya terjadi di pasar modal. Apabila perusahaan yang hendak diakuisisi memiliki nilai pasar yang kurang dari nilai intrinsiknya (instrinsic value), dengan mengakuisisi perusahaan tersebut, manajemen perusahaan yang mengkuisisi dapat meningkatkan
46
kekayaan pemegang sahamnya. Salah satu alasan perusahaan dijual dibawah nilai intrinsiknya adalah perusahaan yang hendak diakuisisi tersebut mengalami salah kelola (mismanaged), diantaranya karena ketidakcakapan (incompetence) manajemen dalam mengelola sumbersumber perusahaan guna meningkatkan nilai pasar dari perusahaan tersebut. (Simanjuntak, 2004:21) 4.
Motif Perluasan atau Ekspansi Perluasan atau ekspansi merupakan satu diantara motif dan alasan yang paling umum dari suatu merger. Mendapatkan suatu perusahaan dilini usaha atau wilayah dimana perusahaan bermaksud untuk melakukan perluasan merupakan cara yang lebih cepat untuk ekpansi dibandingkan dengan perluasan secara internal. Merger dengan motif ekspansi ini juga karenanya dapat menghindari beban ongkos yang mahal (tinggi) dalam hal suatu perusahaan bermaksud untuk membentuk suatu sistem distribusi kewilayahan
(regional
distribution
systems),
yaitu
dengan
cara
mengakuisisi perusahaan yang sukses di wilayah sasaran ekspansi. (Simanjuntak, 2004:21-22) 5.
Motif Kekuatan Pasar Merger dapat mengonsolidasikan kekuatan pasar dan membatasai persaingan, yaitu dengan cara membeli perusahaan saingan (competitor) hanya kegiatan ini akan bertabrakan dengan antitrust law. Agar tetap mendapatkan kekuatan pasar, dapat dilakukan dengan bentuk yang lebih halus, yaitu dengan melakukan integrasi horizontal melalui akuisisi perusahaan-perusahaan yang memiliki usaha sejenis. (Simanjuntak, 2004:22)
6.
Motif Perluasan Pertumbuhan Merger dapat memberikan peluang pertumbuhan bagi perusahaan yang sekalipun memiliki kelebihan dana tunai untuk melakukan investasi, namun tidak lagi memiliki kesempatan pertumbuhan yang cukup karena telah mencapai suatu “maturation stage”, yaitu dengan cara melakukan merger dengan perusahaan yang memiliki prospek pertumbuhan yang
47
besar dan keuntungan yang lebih baik, dalam bentuk dividen tunai, hal ini tidak
menguntungkan
karena
dividen
tunai
dikenakan
pajak.
(Simanjuntak, 2004:22). 7.
Motif Likuiditas Perusahaan Kombinasi
perusahaan-perusahaan
yang
melakukan
merger
akan
memberikan pertumbuhan pendapatan per saham yang lebih cepat dan stabil, pertumbuhan mana bisa lebih sering diperoleh dengan ongkos dan risiko yang kecil dibandingkan dengan pendirian bisnis/perusahaan yang baru. (Simanjuntak, 2004:23). 8.
Motif Struktur Rasio Hutang Ekuitas Merger dapat memberikan kesinambungan struktur permodalan suatu perusahaan yang lebih baik apabila perusahaan tersebut sebelumnya memiliki rasio hutang terhadap kapitalisasi yang tinggi, yaitu dengan cara mengakuisisi perusahaan yang memiliki hutang yang kecil sehingga rasio hutang terhadap modal perusahaan yang mengakuisisi akan menurun hingga ke level yang lebih dapat diterima. (Simanjuntak, 2004:23).
9.
Motif Pendapatan Merger
dapat
mengurangi
penghabisan
(penguapan)
penerimaan
pendapatan (volatility of earnings). (Simanjuntak, 2004:23) 10.
Motif Tenaga Manajerial Merger akan menghasilkan tenaga-tenaga manajerial yang cakap (managerial skills) yang sebelumnya tidak ditemukan dalam perusahaan yang melakukan merger, namun tersedia di perusahaan yang akan menggabungkan diri. (Simanjuntak,2004:24)
11.
Motif Keuntungan Teknologi Merger memberikan keuntungan teknologi. Sebagai contoh, suatu perusahaan manufaktur computer dapat mempertimbangkan untuk mengakuisisi pembuat program perangkat lunak guna meningkatkan kekuatan pemasaran produknya dan mendaptkan keuntungan yang kompetitif. (Simanjuntak, 2004:24).
48
2.5.3
Keunggulan dan Kelemahan Aktivitas Merger Alasan mengapa perusahaan melakukan merger adalah ada “manfaat
lebih” yang diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuanya terbukti. Secara spesifik, keunggulan dan kelemahan merger antara lain (Harianto dan Sudomo, 2001:641-644) : 1.
Keunggulan Merger Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain.
2.
Kelemahan Merger Dibandingkan akuisisi merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan, sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama. Jadi pada dasarnya selain memiliki keunggulan merger pun memiliki
kelemahan dimana keunggulan merger yaitu tidak memerlukan biaya yang banyak tetapi kelemahannya harus melalui proses yang cukup lama. 2.5.4
Tipe-Tipe Merger Secara umum terdapat beberapa jenis merger yang sering dilakukan oleh
perusahaan berdasarkan pada aktivitas ekonomik yang diklasifikasikan dalam empat tipe yaitu (Simanjuntak, 2004:26-30) : 1.
Merger Horizontal Suatu merger horizontal terjadi apabila dua perusahaan yang memiliki lini usaha yang sama bergabung atau apabila perusahaan-perusahaan yang bersaing di industry yang sama melakukan merger. Merger horizontal ini akan memfasilitasi integrasi karena kedua perusahaan yang merger pada dasarnya memahami problema usaha dan industry mereka. Merger jenis ini dapat terjadi dalam suatu kasus dimana suatu perusahaan kecil yang telah memiliki teknologi yang maju, tetapi tidak dapat membiayai rencana ekspansinya atau mengalami kekurangan fasilitas produksi untuk memproduksi dan memasarkan produk-produknya. Dalam kasus ini, suatu
49
perusahaan yang besar dapat memberikan uang dan skala keuntungan kepada perusahaan kecil tersebut dengan cara mengambil alih perusahaan kecil tersebut. 2.
Merger Vertikal Suatu merger vertical melibatkan tahapan operasional produksi yang berbeda. Merger vertikal juga terjadi apabila suatu perusahaan bergabung dengan penyalurnya atau pelanggannya, seperti merger antara penjual dan pembeli, atau merger antar klien dan penyalur, atau merger antara perusahaan grosir dan perusahaan pengecer.
3.
Merger Konglomerat Suatu merger konglomerat terjadi apabila dua perusahaan yang tidak memiliki lini usaha yang sama (terkait) bergabung atau dengan bahasa lain, merger yang terjadi antara perusahaan-perusahaan yang tidak bersaing dan tidak memiliki hubungan penjual-pembeli. Dari semua tipe merger, merger konglomerat ini jarang menjadi objek penelitian pemeriksaan pemerintah karena perusahaan-perusahaan yang merger ini berbeda industrinya sehingga risiko penurunan persaingan secara substansi juga kecil.
4.
Merger Congeneric Merger congeneric melibatkan perusahaan-perusahaan yang terkait, namun bukan produsen produk yang sama (horizontal) ataupun dalam hubungan produsen dan penyalur (vertikal). Contoh merger congeneric ini adalah pengambilalihan (takeover) Shearson Hammill suatu perusahaan pialang saham oleh American Express atau pengambilalihan (takeover).
2.5.5
Faktor-Faktor Kegagalan Merger Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dapat dilihat pada saat proses
perencanaan. Pada saat proses ini biasanya terjadi sudut pandang yang berbedabeda antara fungsi organisasi dalam menanggapi pengambilan keputusan merger dan akuisisi seiring dengan meningkatnya momentum, selanjutnya terjadi rancunya pengharapan dimana terjadi perbedaan-perbedaan harapan di pihak
50
manajemen. Dari proses tersebut dapat memunculkan faktor-faktor yang yang memicu kegagalan merger dan akuisisi yaitu (Hanafi,2004:674) : 1.
Membayar terlalu mahal Membayar terlalu mahal akan meningkatkan biaya sehingga menjadi melebihi manfaat merger dan akuisisi.
2.
Manajemen post-merger dan akuisisi yang kurang baik Manajemen post-merger dan akuisisi yang kurang baik menyebabkan proses peralihan menjadi tidak lancer, dan akan meningkatkan potensi kegagalan.
3.
Terlalu optimis terhadap potensi pasar
4.
Over estimasi sinergi
5.
Tidak memperhatikan potensi problem
6.
Overbidding
7.
Integrasi post merger dan akuisisi yang kurang baik.
2.5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Merger Keberhasilan suatu merger dan akuisisi sangat bergantung pada ketepatan analisis dan penelitian yang menyeluruh terhadap faktor-faktor penyelaras atau kompatibilitas antara organisasi yang akan bergabung. Kay (1997), dalam bukunya Pattern in Corporate Evolution, mengungkapkan bahwa akan berlangsung sukses apabila diantara perusahaan yang akan bergabung memiliki market link dan technological link. Sementara Robins (2000), dalam Organizational Behavior, menambahkan bahwa kompatibilitas budaya organisasi yang akan bergabung dalam sebuah merger seringkali menjadi faktor non ekonomi yang krusial dalam mendukung keberhasilan sebuah proses merger. Sedangkan Pringle dan Harris (1987), memandang bahwa kinerja keuangan pada
perusahaan
hasil
merger
merupakan
faktor
penting
yang
harus
dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih akan bergabung. 1.
Faktor Pasar dan pemasaran Menurut Kay (1997), perusahaan dapat berhasil dalam melakukan merger
dan akuisisi apabila terdapat kesamaan atau komplementaritas dalam hal pasar
51
yang ia sebut sebagai market linkages. Salah satu hasil yang diharapkan dari merger dan akuisisi adalah sinergi yang dihasilkan oleh meningkatnya akses perusahaan ke pasar baru yang selama ini tidak tersentuh. Sumber-sumber potensial yang dalam hal ini menggabungkan kesempatan pasar dengan saling berbagi pasar yang ditekuni masingmasing selama ini (cross marketing). Dengan lini produk yang lebih luas, setiap perusahaan dapat menjual lebih banyak produk kepada pelanggannya dari yang selama ini telah dilakukannya. Cross marketing ini memungkinkan secara cepat masing-masing perusahaan untuk meningkatkan pendapatannya dengan sangat cepat. Sehingga memungkinkan terjadinya cross selling yang akan meningkatkan pendapatan perusahaan hasil merger dan akuisisi. Sebagai contoh sarana cross marketing adalah kekuatan merk salah satu produk akan memberikan efek kepada produk yang lain yang didapat dari hasil merger dan akuisisi. Sustainability perusahaan sangat tergantung pada respon pasar yang positif terhadap apa yang mereka tawarkan. Meskipun memiliki kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa yang berkualitas namun bila pasar tidak memberikan respon yang positif maka perusahaan tidak akan memperoleh profit. Sementara profit merupakan dasar bagi keberlangsungan sebuah perusahaan. 2.
Faktor Teknologi Menurut Kay (1997), perusahaan dapat melakukan merger dan akuisisi
apabila terdapat kesamaan atau komplementaritas dalam hal sumber daya teknologi dan produksi yang ia sebut sebagai technological linkages. Technological linkages ini dapat meliputi penggabungan proses produksi karena proses yang sama seperti halnya yang terjadi pada horizontal merger. Proses pengembangan produk juga dapat menjadi sarana terjadinya sinergi teknologi informasi dalam satu organisasi. Ketika teknologi yang digunakan sama maka potensi sinergi dapat diciptakan. Dengan melakukan proses merger dan akuisisi secara sehat dan sukarela, potensi sinergi akan menghasilkan skala dan ruang lingkup ekonomi (economy of scale and scope) yang bermanfaat. Teknologi dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan produksi dan inovasi yang dimiliki oleh perusahaan yang tercermin dari kualifikasi sumber daya manusia, skill dan keahlian yang mereka miliki, jenis produk yang mereka tawarkan serta peralatan
52
barang modal yang mereka gunakan. Disinilah para pengambil kebijakan juga mesti berhati-hati. Jangan sampai perusahaan hasil merger dan akuisisi malah menjadi tidak produktif dikarenakan adanya kesenjangan teknologi. 3.
Faktor Budaya Organisasi Budaya organisasi merupakan salah satu aspek non ekonomis yang sangat
penting untuk dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih melakukan merger dan akuisis. Dalam banyak kasus merger dan akuisisi diberbagai perusahaan, masalah budaya seringkali menjadi masalah yang sangat krusial. Latar belakang budaya yang sangat berbeda diantara karyawan dapat menyebabkan karyawan enggan untuk melakukan kerja sama, masing-masing berusaha melakukan sesuatu berdasarkan cara metode yang selama ini telah mereka lakukan diperusahaan lama mereka, untuk bisa beradaptasi seringkali membutuhkan waktu yang lama. Budaya organisasi didefinisikan oleh Robins (2000) sebagai suatu persepsi bersama yang dianut anggota-anggota organisasi tersebut. Schein (1997), menyebutkan bahwa budaya organisasi mengacu kepada suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya. Sementara Kotter dan Heskett (1992) menjelaskan bahwa dalam organisasi, budaya mempresentasikan value dan cara yang dimiliki bersama oleh orang-orang yang terlibat dalam organisasi. Value sendiri dipandang sebagai keyakinan dasar tentang apa yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan dan apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk organisasi. Perbedaan budaya ini dapat menyebabkan konflik. Akibatnya kerja sama tidak mudah terbangun, kohesivitas organisasi lemah, sinergi tidak tercipta, akhirnya produktivitas perusahaan hasil merger dan akuisisi juga menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Perbedaan budaya organisasi tentu dapat diselesaikan. Karena memang budaya sendiri adalah sesuatu yang dapat berubah. Namun hal tersebut membutuhkan waktu dan kemampuan mengelola perubahan yang baik. Karenanya sebelum merger dan akuisisi dilakukan kiranya perlu dipersiapkan model transisi budaya yang bisa diterima dan diikuti oleh segenap komponen dalam masing-masing perusahaan yang akan merger dan akuisisi.
53
4.
Faktor Keuangan Salah satu alasan mengapa merger dan akuisisi dilakukan adalah harapan
akan terjadinya sinergi melalui penggabungan sumber daya beberapa perusahaan. Dari sisi finansial, sinergi ini bermakna kemampuan menghasilkan laba perusahaan hasil merger dan akuisisi yang lebih besar dari kemampuan laba masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi inilah yang menjadi syarat awal terjadinya sebuah merger. Sinergi ini kemudian memungkinkan perusahaan hasil merger dan akuisisi dapat membiayai proses merger dan akuisisi serta mampu memberikan deviden yang premium kepada pemilik modal perusahaan. Efek sinergi dari sebuah merger dan akuisisi bersumber pada dua aktivitas yaitu sinergi dalam hal operasional dan sinergi dalam hal finansial. Sinergi operasional dapat terjadi berupa peningkatan pendapatan (revenue enhancement) dan pengurangan biaya (cost reduction). Dalam prakteknya, usaha peningkatan pendapatan ini lebih sulit dibanding usaha mengurangi biaya produksi. Hal ini karena yang kedua lebih kasat mata dan terukur sehingga lebih mudah diidentifikasi. Sementara sinergi dalam hal finansial berhubungan dengan kemungkinan lebih rendahnya biaya memperoleh modal bagi perusahaan hasil merger dan akuisisi dibanding biaya bagi perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Para perencana merger dan akuisisi cenderung melihat pengurangan biaya sebagai sumber utama sinergi operasional. Pengurangan biaya ini lebih banyak bersumber dari skala ekonomi yaitu penurunan biaya per unit produk yang dihasilkan oleh peningkatan volume produksi atau skala operasional perusahaan. Biaya per unit produk yang tinggi muncul akibat biaya tetap operasional yang hanya menghasilkan output yang sedikit. Proses yang meningkatkan jumlah output yang kemudian berakibat penurunan biaya per unit ini biasa disebut spreading overhead. Sumber lain yang dapat mengurangi biaya adalah peningkatan spesialisasi tenaga kerja dan manajemen, serta penggunaan barang modal yang lebih efisien, yang tidak mungkin terjadi pada tingkat output yang rendah.
54
2.5.7 Langkah-Langkah Merger Dalam proses melakukan merger dilakukan dalam beberapa tahapan yang secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga tahapan, yaitu tahapan sebelum merger (pre-merger), tahapan saat merger (at merger), dan tahapan setelah merger (post merger). Berikut uraian masing-masing tahapan tersebut. (Simanjuntak, 2004:39) : 1.
Pre Merger (tahapan sebelum merger) Pada tahapan sebelum pelaksanaan merger, terdapat beberapa kegiatan (aktivitas) yang harus dilakukan, baik yang sifatnya ke dalam (internal) perusahaan yang akan melakukan merger maupun yang sifatnya ke luar (eksternal). Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan antara lain, langkah pertama (1) penunjukkan pihak professional.
Dalam
proses
merger,
perusahaan-perusahaan
yang
melakukan merger pertama sekali harus mencapai kesepakatan tentang pihak profesional yang akan ditunjuk dan dilibatkan serta memberikan produk jasanya dalam rangka transaksi merger tersebut. Langkah kedua (2) pemeriksaan hukum. Merger yang paling sedikit melibatkan dua perusahaan tidak akan berhasil dengan baik apabila terhadap perseroanperseroan yang akan menggabungkan diri tersebut tidak dilakukan pemeriksaan dari aspek hukum. Langkah ketiga (3) penyusunan usulan rencana penggabungan, rancangan penggabungan, dan konsep akta merger. Setelah pemilihan dan penunjukkan para profesional dilakukan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pelaksanaan jasa mereka masingmasing
dimana
diantaranya
konsultan
hukum
telah
melakukan
pemeriksaan hukum, suatu penyusunan usulan rencana penggabungan dan rancangan penggabungan menjadi tugas pokok utama direksi masingmasing perusahaan yang melakukan merger. Langkah keempat (4) penyampaian
rancangan
penggabungan
kepada
kreditur.
Kreditur
merupakan pihak yang tergolong penting dan menentukan dalam keberhasilan merger. Langkah kelima (5) pelaksanaan rapat umum pemegang saham. Eksistensi suatu Rapat Umum Pemegang Saham
55
(RUPS) dalam transaksi merger memegang peranan yang sangat penting. Tidak ada merger tanpa keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2.
At Stage (tahapan saat merger) dan Post Merger (tahapan setelah merger) Pada umumnya merger mengakibatkan terjadinya pengubahan anggaran dasar perseroan yang akan tetap hidup (surviving company) karena merger memberikan pengaruh yang signifikan, antara lain dalam struktur permodalan dan kepengurusan (manajemen) perusahaan hasil merger. Pada tahapan ini terdapat beberapa yang harus dilakukan oleh perusahaan, antara lain, langkah pertama (1) permohonan persetujuan menteri kehakiman atas perubahan anggaran dasar. Langkah kedua (2) pelaporan kepada menteri kehakiman atas perubahan anggaran dasar. Langkah ketiga (3) penandatanganan akta merger. Langkah keempat (4) pendaftaran dalam daftar perusahaan dan pengumuman dalam berita negara. Langkah kelima (5) pengumuman merger dalam surat kabar. Langkah keenam (6) peralihan hak dan kewajiban demi hokum.
2.5.8 Pengaruh Merger terhadap Kinerja Perusahaan Menurut teori keuangan modern, keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini merger sebagai bagian dari keputusan manajemen perlu adanya pembuktian keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. Bukti empiris dari penelitian-penelitian internasional yang berasal dari Inggris dan Amerika Serikat. Keduanya sama-sama membuktikan bahwa dalam jangka pendek, merger memberikan keuntungan bagi pemegang saham perusahaan target. Sebaliknya pemegang saham pengambil alih dirugikan. Hal ini terjadi karena adanya pengalihan kekayaan pemegang saham pengakuisisi kepada pemegang saham perusahaan target dan diduga karena manejer pengakuisisi cenderung membayar lebih atas akuisisi mereka, mereka terlalu tinggi
56
mengestimasi kapasitas perusahaan target untuk meciptakan nilai akuisisi tersebut. Secara teori, setelah merger ukuran perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena asset, kewajiban dan ekuitas perusahaan digabung bersama. Dasar logik dari pengukuran berdasarkan akuntasi ialah bahwa jika ukuran bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasikan dari gabungan aktvitas-aktivitas yang simultan maka laba perusahaan juga semakin meningkat. Oleh karena itu, kinerja pasca-merger seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum merger. Beberapa penelitian mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap profitabilitas telah dilakukan. Di Inggris Meeks (1977) dan Kumar (1984) dalam Hadiningsih 2007 meneliti pengaruh merger terhadap profitabilitas perusahaan yang melakukan merger dan membuktikan adanya penurunan profitabilitas yang signifikan setelah tiga tahun dan lima tahun dengan menggunakan laba operasi. Sebaliknya Healy (1992) dan Manson (1994) dalam Hadiningsih 2007 menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang merger memperoleh peningkatan signifikan dalam produktivitas asset relatif terhadap industri dengan penggunaan cash flow. Beberapa penelitian di Indonesia mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan diantaranya adalah yang dilakukan Payamta dan Setiawan (2004) meneliti pengaruh merger dan akuisisi kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1990-1996. Dari rasio keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas hanya rasio Total Assets Turnover, Fixed Assets Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, Operating Profit Margin, Total Assets to Debt, Net Worth to Debt yang mengalami penurunan signifikan setelah merger dan akuisisi. Sedangkan rasio lainnya tidak mengalami perubahan signifikan.
57