6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik dikatakan sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri
dari komponen-komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi dan beban yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan sehingga membentuk suatu sistem. Suatu sistem tenaga listrik yang lengkap seperti gambar 2.1 pada dasarnya dapat dikelompokan atas empat komponen sebagai berikut (Kadir, 2006) : 1. Pembangkit tenaga listrik. 2. Sistem transmisi 3. Saluran distribusi 4. Konsumen
Gambar 2.1 Jaringan sistem tenaga listrik Sumber : (PT PLN (Persero) Distribusi Bali
Pembangkit-pembangkit tenaga listrik ada beberapa macam seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga biomassa, dan lainnya. Pada umumnya letak pusat
7
pembangkit jauh dari pusat-pusat beban sehingga diperlukan saluran transmisi untuk menyalurkan tenaga listrik. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh unit pembangkit sebelum disalurkan melalui saluran transmisi dinaikkan dulu menjadi tegangan menjadi 70 kV, 150 kV, 500 kV melalui transformator penaik tegangan. Dari tegangan trasmisi diturunkan di gardu Induk menjadi tegangan menengah atau tegangan distribusi 20 kV sehingga bisa disalurkan ke konsumen. Tegangan menengah akan mengalami penurunan tegangan menjadi tegangan rendah 220/380 V melalui gardu distribusi, konsumen dengan daya kecil tersambung dengan jaringan tegangan rendah sedangkan untuk konsumen dengan daya besar tersambung dengan jaringan tegangan menengah atau jaringan tegangan tinggi tergantung dari besarnya daya yang terpasang. 2.2.
Kondisi Eksisting Ketenagalistrikan Bali Sistem ketenagalistrikan di Bali merupakan sistem interkoneksi antara
Pulau Bali dan Pulau Jawa, dimana Pulau Bali pada sampai dengan bulan Juni 2011 untuk memenuhi kebutuhan listriknya disuplai dari Unit Pembangkit Pesanggaran dengan daya terpasang 281,79 MW, Unit Pembangkit Pemaron dengan daya terpasang 147,6 MW, dan Unit Pembangkit Gilimanuk dengan daya terpasang 133,8 MW , serta Unit Kabel Laut dengan daya terpasang 220 MW, sehingga total daya terpasang adalah 783,19 MW, sedangkan daya mampu dari total Unit terpasang adalah 688,01 MW. Kondisi pasokan tenaga listrik pada sistem kelistrikan Bali dapat dilihat pada Tabel 2.1. Beban puncak sistem Bali pada tahun 2011 sebesar 597,2 MW terjadi pada bulan Nopember 2011 (lihat tabel 2.2), apabila salah satu unit yang mempunyai kapasitas besar (PLTG Gilimanuk) keluar dari sistem karena ada pemeliharaan, maka akan terjadi kekurangan daya atau tidak sesuai kriteria N-1. Pemakaian energi listrik atau kWh jual dari tahun ke tahun semakin naik, realisasi kWh jual pada tahun 2006 sebesar 2,125 GWh, dan realisasi kWh jual tahun 2010 sebesar 3,09 GWh. Pertumbuhan kWh jual dari tahun 2006 sampai tahun 2010 rata-rata sebesar
8,16 % (lihat table 2.2).
Sedangkan untuk
pertumbuhan kWh produksi atau kWh Salur yang diterima sistem Bali dari P3B melalui jaringan transmisi rata-rata sebesar 8,98% (lihat table 2.2) mulai dari
8
tahun 2006 sampai tahun 2010. Realisasi energi listrik yang disalurkan P3B pada tahun 2006 sebesar 2,32 GWh dan tahun 2010 sebesar 3,27 GWh. Tabel 2.1 Kondisi Pembangkit sampai September 2011 PEMBANGKIT
TAHUN OPERASI
DAYA TERPASANG (MW)
DAYA MAMPU (MW)
PLTD #1 [MIRLESS] PLTD #2 [MIRLESS] PLTD #3 [MIRLESS] PLTD #4 [MIRLESS] PLTD #5 [MIRLESS] PLTD #6 [MIRLESS] PLTD #7 [MIRLESS] PLTD #8 [SWD] PLTD #9 [SWD] PLTD #10 [SWD] PLTD #11 [SWD] PLTD BOO (Ops. 04/08/2010) TOTAL PLTD PESANGGARAN
1974 1974 1974 1974 1980 1982 1982 1983 1983 1989 1989 2010
5,080 5,080 5,080 5,080 4,140 6,770 6,770 6,520 6,520 12,400 12,400 28,000 103,840
3,800 3,920 3,920 3,920 3,040 5,340 5,340 3,990 3,990 8,000 7,500 25,500 78,260
PLTG #1 [ALSTOM] PLTG #2 [GE] PLTG #3 [WESTINGHOUSE] PLTG #4 [WESTINGHOUSE] PLTD UNIT BOT 01(ops 07/02/2011) PLTD UNIT BOT 02 (ops 07/02/2011) PLTD UNIT BOT 03 (ops 07/02/2011) TOTAL PLTG PESANGGARAN
1985 1993 1994 1994 2011 2011 2011
21,350 20,100 42,000 42,000 17,500 17,500 17,500 177,950
17,650 18,300 36,150 36,150 15,500 15,500 15,500 154,750
PLTG GILIMANUK [ABB]
1997
133,800
130,000
PLTG #1 PEMARON PLTG #2 PEMARON PLTD BOO (Ops. 27/08/2010) TOTAL PLTG PEMARON
2004 2004 2010
48,800 48,800 50,000 147,600
40,000 40,000 45,000 125,000
1997 1998
110,000 110,000
100,000 100,000
220,000 783,190
200,000 688,010
KABEL LAUT #1 KABEL LAUT #2 TOTAL KABEL LAUT # 1 & 2 TOTAL DISTRIBUSI (BRUTO) Sumber : PT PLN (Persero) Indonesia Power
9
Data beban puncak sistem ketenagalistrikan PT PLN (Persero) Distribusi Bali selama 5 (lima) tahun terakhir dari tahun 2006 sampai dengan bulan Desember 2011 (dilihat Tabel 2.2), dan beban puncak sistem Bali cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan rata-rata dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 sebesar 6,91%. Tabel 2.2 Data Energi dan Beban Puncak Pemakaian Energi Energi Tersalurkan Beban Growth Tahun Jual Growth P3B Growth Puncak (%) (GWh) (%) (GWh) (%) 2006 2,125.03 1.45% 2,319.77 1.13% 426.20 6.34% 2007 2,375.02 11.67% 2,555.97 10.18% 454.60 6.66% 2008 2,551.10 7.41% 2,715.21 6.23% 485.80 6.86% 2009 2,788.65 9.31% 2,953.59 8.78% 493.20 1.52% 2010 3,090.93 10.84% 3,270.17 10.72% 548.50 11.21% 2011 3,221.19 4.21% 3,413.04 4.37% 597.20 8.88% Rata – rata pertumbuhan beban puncak 6.91% Sumber data : PT PLN (Persero) Distribusi Bali Harga rata-rata jual (Rp/kWh jual) cenderung meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan konsumsi energi listrik, dan tarif non subsidi yang diberlakuan pada daya ≥ 6.600 VA, serta listrik prabayar (LPB). Kenaikan ratarata Rp/kWh Jual 5(lima) tahun terakhir dari 2006 sampai dengan Desember tahun 2011 sebesar 36,96 Rp/kWh seperti pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Data Rupiah per kWh Jual Tahun 2006 2007 2008
2009
Tarif 686.12 696.22 758.07 793.66 (Rp/kWh) Growth 1.47 8.88 4.70 (%) Rata – rata kenaikan Rp/kWh jual sebesar 36.96
2010
2011
838.33
874.12
5.63
4.27
Sumber data : PT PLN (Persero) Distribusi Bali
2.3.
Analisa aliran daya Analisa aliran daya ini sangat penting dalam perencanaan pengembangan
sistem untuk masa yang akan datang, karena pengoperasian yang baik dari suatu
10
sistem sangat tergantung pada pengaruh-pengaruh interkoneksi dengan sistemsistem daya yang lain, beban baru, stasiun pembangkit baru, dan saluran transmisi baru yang akan terpasang. Tujuan analisis aliran daya antara lain adalah (Sulasno, 2001) : a.
Untuk mengetahui tegangan pada tiap-tiap bus yang ada pada sistem.
b.
Untuk mengetahui daya aktif dan reaktif yang mengalir dalam setiap saluran dalam sistem.
c.
Untuk mengetahui apakah semua peralatan memenuhi batas-batas yang ditentukan untuk menyalurkan daya listrik yang diinginkan.
d.
Untuk memperoleh kondisi awal untuk studi-studi seperti studi analisis hubung singkat, stabilitas dan pembebanan ekonomis. Analisa aliran daya yang dilakukan dalam perencanaan perluasan sistem,
akan sangat membantu untuk mengetahui prosedur pengoperasian yang baik setelah mempelajari efek tambahan dari sistem yang akan dilakukan dalam perencanaan selanjutnya, termasuk apabila terjadi gangguan pada sistem tenaga listrik seperti hilang atau keluarnya satu atau lebih sentral pembangkit atau saluran transmisi.
2.4.
Saluran Transmisi
2.4.1. Saluran Transmisi Pendek Saluran transmisi pendek adalah saluran transmisi dengan panjang tidak lebih dari 80 km. Admitasi pararel sering disebut line charging biasanya merupakan kapasitansi murni, yang nilainya kecil sekali sehingga dalam perhitungan dapat diabaikan. Sehingga rangkaian ekivalen merupakan impedansi seri seperti gambar 2.2.
11
Gambar 2.2. Rangkaian ekivalen saluran transmisi pendek (Stevenson,1994) Dikarenakan besarnya IS = IR, maka persamaan yang digunakan untuk saluran transmisi pendek adalah (Stevenson, 1994) : VS = VR + Z.IR
…………………....
(2.1)
IS = Arus ujung pengirim atau ujung generator. IR = Arus ujung penerima atau ujung beban. VS = Tegangan ujung pengirim atau ujung generator. VR = Tegangan ujung penerima atau ujung beban. Z = R + jX = Impedansi saluran. 2.4.2. Saluran Transmisi Menengah Saluran transmisi menengah memiliki panjang antara 80 sampai 240 km. Nilai kapasitansi pada saluran ini cukup besar, sehingga tidak dapat diabaikan dalam perhitungan. Rangkaian ekivalennya disebut juga rangkaian ekivalen TNominal dimana admitansi pararel yang terpusat ditengah-tengah saluran seperti gambar 2.3.
Gambar 2.3. Rangkaian ekivalen T-Nominal (Stevenson, 1994) Persamaan yang berlaku pada rangkaian ekivalen T-Nominal adalah :
12
Relasi tegangan dan arus : =
+
+
…………………....
(2.2)
……………………
(2.3)
……………………
(2.4)
dengan : =
Y =
=
+ (
Y +
(1 +
+
)Y
)
Apabila keseluruhan admitansi pararel saluran dibagi menjadi dua sama besar dan ditempatkan masing-masing pada ujung pengirim dan ujung penerima, maka rangkaian ekivalen terbentuk disebut rangkaian ekivalen Π-Nominal seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4 Rangkaian ekivalen Π-Nominal (Stevenson, 1994) Pada rangkaian ekivalen Π-Nominal berlaku persamaan : Relasi tegangan dan arus :
=
+
=
Z
+
=
+
(1 +
)
……………………
(2.5)
……………………
(2.6)
……………………
(2.7)
……………………
(2.8)
……………………
(2.9)
Arus :
=
+
=
(1 +
)+
(Y +
)
dengan : =
Arus pada ujung pengirim.
=
Arus pada ujung penerima.
13
=
Tegangan pada ujung pengirim.
=
Tegangan pada ujung penerima atau beban.
Z
=
Impedansi seri total saluran.
Y/2
=
Admitansi pararel pada ujung saluran.
2.4.3. Saluran Transmisi Panjang Saluran transmisi ini memiliki panjang lebih dari 240 km. Rangkaian T-Nominal dan Π-Nominal tidak dapat mempresentasikan saluran transmisi panjang dengan tepat, karena rangkaian tersebut tidak memperhitungkan kenyataan bahwa parameter saluran tersebut merata.
Untuk mendapatkan
rangkaian ekivalen transmisi panjang secara tepat dengan mengukur pada ujungujung saluran. Rangkaian ekivalen Π untuk saluran panjang seperti gambar 2.5.
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen Π untuk saluran panjang (Stevenson, 1994) Persamaan hiperbolis untuk rangkaian transmisi panjang adalah : =
cosh
+
=
cosh
+
dan : = =
sinh /
sinh
……………………
(2.9)
……………………
(2.9a)
14
dengan : = konstanta rambatan (propagation constant) = impedansi karakteristik Seperti persamaan yang berlaku untuk rangkaian ekivalen Π-Nominal, maka untuk rangkaian ekivalen Π berlaku : =
+ Z´
……………………
(2.10)
dengan : Z´ = impedansi seri saluran transmisi panjang. = admitansi pararel saluran transmisi panjang. Dengan menbandingkan persamaan (2.10) dengan persamaan (2.9) dan (2.9a), akan diperoleh : =
sinh = Z
……………………
(2.11)
……………………
(2.12)
dan + 1 = cosh Dengan memasukan nilai
pada persamaan (2.11) ke persamaan (2.12), maka
diperoleh :
= =
tanh
= 2.5.
……………………
(2.13)
……………………
(2.14)
……………………
(2.15)
Kuantitas Per-Unit Dalam sebuah perhitungan tenaga listrik yang mana permasalahan sangat
kompleks, maka diperlukan penyederhanaan penyelesaian di dalam menganalisa suatu rangkaian sistem tenaga listrik, dapatdilakukan dengan cara mengubah
15
besaran-besaran yang sebenarnya ke dalam besaran per-unit (pu) untuk mempermudah didalam perhitungan. Pada prinsipnya nilai dasar sistem tiga fasa sama dengan sistem satu fasa. Tegangan dasar pada sistem tiga fasa adalah
kali tegangan satu fasa, demikian
juga volt-amper fasa adalah tiga kali dari volt-amper satu fasa. Maka impedansi dasar dapat diperoleh sebgai berikut (Stevenson, 1994) : Impedansi dasar (Ω) =
…………... (2.16)
Impedansi dasar (Ω) =
……...……... (2.17)
Impedansi dasar (Ω) =
……………… (2.18)
Arus dasar =
…………….. (2.19)
Dengan menggunakan dasar-dasar persamaan diatas maka perhitungan per unit untuk masing-masing impedansi dapat dapat dilakukan dengan persamaan, impedansi per unit : (2.20) Dalam sistem kadang-kadang impedansi per-unit dinyatakan dengan dasar yang berbeda dari yang telah dipilih sebagai dasar. Karena seluruh impedansi dalam sistem harus dinyatakan dengan nilai dasar yang sama, maka diperlukan suatu cara untuk mengubah besaran per-unit dari satu nilai dasar ke nilai dasar yang lain.
Dengan mensubtitusikan persamaan 2.17 ke dalam persamaan 2.20 maka
akan diperoleh impedansi per-unit dalam suatu elemen rangkaian yaitu : =
……… (2.21)
Persamaan (2.21) memperlihatkan bahwa impedansi per-unit berbanding lurus dengan kilovolt-amper dasar dan berbanding terbalik kuadrat tegangan dasar. Maka dari itu untuk mengubah impedansi per-unit menurut dasar yang diberikan menjadi impedansi per-unit dengan dasar yang baru, dapat dipakai persamaan berikut (Stevenson. 1996) :
16
=
x
………(2.22)
Untuk mengubah dasar nilai per-unit selain dengan persamaan (2.5) dapat juga dilakukan dengan mengubah nilai per-unit menurut suatu dasar menjadi nilai ohm dan membaginya dengan impedansi dasar yang baru (Stevenson, 1994). Membuat perhitungan sistem listrik dalam nilai per-unit sangat menyederhanakan pekerjaan. Beberapa keuntungan dari perhitungan per-unit (Sulasno, 2001) : 1. Bila tahanan dan reaktansi dari suatu peralatan diketahui dalam % atau p.u nilai dasar yang digunakan adalah nilai nominal kVA dan kV dari peralatan tersebut. 2. Nilai dasar biasanya dipilih sedemikian rupa sehingga arus nominal harganya mendekati 1.0 p.u untuk penyederhanaan perhitungan. 3. Impedansi (dalam p.u) dari transformator sama, tidak tergantung pada nilai impedansi (dalam ohm) apakah dinyatakan terhadap sisi tegangan rendah atau tinggi. 4. Bila impedansi dari transformator diketahui dalam p.u, kVA dasar yang digunakan adalah nominal dari transformator tersebut dan kV dasar yang digunakan adalah kV yang digunakan untuk memperoleh impedansi tersebut dalam ohm. 5. Ketiga belitan dari transformator tiga belitan apabila mempunyai kVA nominalyang berbeda maka nilai impedansinya (dalam p.u) harus dikoreksi dengan menggunakan kVA dasar yang sama. 2.6
Klasifikasi Bus Daya listrik selalu akan mengalir menuju beban, karena itu dalam hal ini
aliran daya juga merupakan aliran beban. Pada dasarnya beban dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu beban statis dan beban dinamis (berputar/bergerak). Beban-beban ini dapat direpresentasikan sebagai impedansi tetap Z, sebagai daya yang tetap S, tegangan V ataupun arus I yang tetap, tetapi yang lazim pembebanan dipilih menggunakan tegangan yang konstan (Sulasno, 2001).
17
Besarnya aliran daya dan rugi-ruginya dalam setiap saluran transmisi dapat diketahui dengan terlebih dahulu menghitung besar (magnitude) tegangan dan sudut fasa tegangan pada semua bus dalam sistem tenaga listrik. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik akan memiliki 4 (empat) parameter atau besaran meliputi (Sulasno, 2001) : 1.
Injeksi netto daya nyata (net real power injected) mempunyai simbol “ P “ dengan satuan Megawatt (MW).
2.
Injeksi netto daya semu (net reactive power injected) mempunyai simbol “ Q “ dengan satuan Megavolt Amper Reactive (MVAR).
3.
Magnitude tegangan mempunyai symbol “ V “ dengan satuan Kilovolt (kV).
4.
Sudut fasa tegangan mempunyai simbol “
“ dengan satuan radian.
Daya nyata dan daya reaktif adalah daya yang dibangkitkan oleh generator yang mengalir ke bus. Apabila bus sendiri mempunyai beban, maka daya ini adalah selisih daya yang dibangkitkan generator dengan daya pada beban. Tetapi,jika bus sistem tidak memiliki generator maka beban pada bus tersebut dianggap sebagai generator yang membangkitkan daya negative yang mengalir ke bus tersebut. Pada bus-bus yang demikian daya kompleks dapat dituliskan sebagai berikut (Stevenson, 1996) :
=
+
=
-
+
-
…………........ (2.23)
dengan : =
Daya aktif yang disuplai oleh generator pada bus i
=
Daya reaktif yang di-suplai oleh generator pada bus i
=
Daya aktif beban pada bus i
=
Daya reaktif beban pada bus i
Untuk
memperoleh penyelesaian aliran daya pada setiap bus, maka perlu
diketahui dua buah besaran dari empat besaran yang terdapat paada setiap bus sistem tergantung pada parameter-parameter yang diketahui. Dengan demikian setiap bus dalam sistem tenaga listrik yang digunakan dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori yaitu (Sulasno, 2001) :
18
1.
Load Bus atau Bus Beban. Load bus biasanya disebut juga bus P-Q, karena parameter-parameter yang diketahui adalah P dan Q, sedangkan parameter-parameter yang tidak diketahui adalah V dan
2.
Bus Control atau Generator Bus Generator bus biasanya disebut bus P-V, dimana parameter-parameter yang diketahui adalah P dan V, sedangkan parameter-parameter yang tidak diketahui adalah Q dan . Bus ini memiliki kendala untuk daya reaktif (Q) yang melalui bus. Jika kendala ini tidak dipenuhi dalam perhitungan iterasinya, maka bus ini diganti menjadi load bus. Jika daya reaktif (Q) memenuhi kendala tersebut dalam proses iterasinya, maka bus tersebut akan dihitung kembali sebagai generator bus.
3.
Bus Ayun atau Bus Referensi (Slack Bus). Parameter-parameter yang diketahui dalam slack bus adalah V dan , dimana biasanya dan
bernilai nol (
). Selama perhitungan aliran daya, parameter V
akan tetap dan tidak berubah. Slack Bus akan selalu memiliki generator
dimana kapasitas daya yang dimiliki paling besar. Dalam perhitungan aliran daya, parameter P dan Q pada bus ini akan dihitung setelah proses iterasi selesai. adalah
Tujuan ditentukannya slack bus dalam perhitungan aliran daya untuk
memenuhi
kekurangan
daya
(rugi-rugi
dan
beban)
seluruhnya,karena aliran daya ke dalam sistem pada setiap bus tidak dapat ditentukan atau diketahui sampai seluruh iterasi terselesaikan. Karena itu bus ini berfungsi sebagai bus referensi, maka sudut fasa tegangan adalah sama dengan nol. 2.7.
Metode Penyelesaian Aliran Daya Setelah diperolehnya tegangan-tegangan setiap bus maka bisa dihitung
besarnya aliran daya antara bus-bus yang terhubung, persamaan umum dari arus yang menuju bus adalah :
atau dalam bentuk polar dapat ditulis :
19
Analisa aliran daya dapat diselesaikan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut : 1.
Metode Gauss-Seidel
2.
Metode Newton-Raphson
3.
Metode Decoupled
4.
Metode Fast Decoupled Dalam analisa ini mengggunakan metode Newton-Raphson karena
metode Newton-Raphson memiliki perhitungan lebih baik dan cepat daripada metode Gauss-Seidel dan hasil lebih akurat dibandingkan dengan Fast Decoupled. Untuk mengetahui aliran daya (load flow) pada sistem yang besar dan kompleks, penggunaan metode Newton-Raphson lebih praktis dan efisien. 2.7.1
Metode Newton-Raphson Dasar dari metode Newton-Raphson dalam penyelesaian aliran daya
adalah deret Taylor untuk suatu fungsi dengan dua variabel lebih, dalam metode Newton-Raphson untuk menyelesaikan masalah aliran daya dengan menggunakan suatu persamaan non linier untuk menghitung besarnya tegangan dan sudut fasa tegangan tiap bus. Suatu persamaan non-linear terdiri dari n variabel dinyatakan sebagai berikut (Steveson, 1994) : (
)=
(
)=
(
)=
Perkirakan jawaban persamaan ini sebagai
……………………… (2.26) dan
, tanda (0) menunjukkan
bahwa nilai-nilai ini adalah perkiraan pertama, kemudian ditetapkan bahwa dan
adalah nilai-nilai yang harus ditambahkan pada
dan
untuk
mendapatkan penyelesaian yang benar. Jadi dapat dituliskan (Steveson, 1996) :
20
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
) …(2.27)
(
Untuk selanjutnyan dilakukan dengan menguraikan persamaan (2.27) dalam deret Taylor untuk menghasilkan : =
(
)+
+…+
+ (0)
=
(
)+
+…
+
(0)
(0)
=
(
(0)
(0)
)+
(0)
+…
+ (0)
(0)
(2.28) (0)
Dimana turunan parsial yang mempunyai orde lebih dari satu dalam deret uraian diatas telah diabaikan. Dengan adanya pengabaian turunan-turunan parsial yang mempunyai orde lebih dari satu, maka persamaan (2.28) dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut : -
( (
) ) =
(0)
,
, (0)
-
(
)
, (0)
, …, (0)
(0)
, …, (0)
(0)
……. (2.29)
, …, (0)
(0)
dimana matriks bujursangkar turunan parsial itu dinamakan matriks Jacobi atau matriks J. Apabila sudah ditentukan nilai Δ
Δ ,… Δ
sebagai nilai
,
…,
yang telah ditetapkan (spec) dikurangi dengan nilai , …, yang dihitung (calc) dari persamaan (2.26), maka dengan cara yang sama akan diperoleh : = . Dengan melakukan invers atau solusi secara iterasi pada matriks Jacobi maka didapat nilai Δx pada esimasi mula-mula, apabila hasil estimasi mula-mula belum memberikan hasil yang benar naka harus dicoba lagi dengan nilai estimasi baru sebagai berikut :
21
=
+
....................................................... (2.30)
atau jika k dilambangkan sebagai banyaknya iterasi, maka : =
+
………………………………. (2.31)
Dan seterusnya mengulangi proses diatas sehingga mendapatkan perbedaan nilai yang sedemikian kecilnya sehingga memenuhi persyaratan indeks ketelitian sesuai yang dipilih. Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan studi aliran daya dengan menerapkan pada suatu persamaan daya. Untuk menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar, jika dipilih dalam bentuk polar maka diuraikan unsurnya yaitu nyata(real) dan khayal(imajiner) : =|
=|
dan
=|
=|
Daya komplek pada bus seperti persamaan (2.24) adalah : -
=
……………………
(2.32)
Akhirnya diperoleh :
Dengan memisahkan bagian real dan imajiner didapatkan :
Pada metode Newton-Raphson nilai-nilai Pi dan Qi dapat ditetapkan untuk semua bus kecuali bus referensi (slack bus) memperkirakan besar dan sudut tegangan pada setiap bus kecuali bus referensi (slack bus) yang mana besar dan sudut tegangan telah ditentukan. Penggunaan nilai perkiraan ini untuk menghitung nilai
dan
dari persamaan (2.27) sehingga didapatkan (Steveson, 1994) :
22
=
-
…………………… (2.36)
=
-
…………………… (2.37)
dimana “spec” berarti “yang ditetapkan” sedang “calc” berarti “dihitung”. Nilai
dan
telah diketahui, tetapi nilai
dan
belum diketahui kecuali
pada slack bus. Kedua persamaan (2.34) dan (2.35) yang merupakan persamaan non linier tersebut dapat diuraikan menjadi persamaan simultan linier dengan cara menyatakan hubungan antara perubahan daya nyata terhadap perubahan magnitude tegangan
dan daya reaktif
dan sudut fasa tegangan
.
Dalam bentuk matrik Jacobian terdiri dari turunan parsial P dan Q terhadap masing-masing variable dalam persamaan (2.34) dan (2.35) yang dapat dituliskan seperti berikut (Steveson, 1994) :
=
……………………….
Unsur Jacobian atau submatrik dari persamaan (2.34) dan (2.35) terhadap
,
(2.38)
menunjukkan turunan parsial dan V yang bersesuaian, secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut : =
=
=
=
=
=
=
=
……………………..
(2.39)
Setelah seluruh persamaan diselesaikan maka, nilai koreksi magnitude dan sudut tegangan ditambahkan ke nilai sebelumnya. Apabila k dilambangkan sebagai
banyaknya iterasi, maka :
23
= =
+ ……………………… (2.40)
+
Dengan demikian setelah diperoleh nilai magnitude dan sudut tegangan yang baru untuk digunakan pada iterasi berikutnya. Proses iterasi terus berulang sampai dan
untuk semua bus (selain slack bus ) memenuhi nilai konvergen
yang ditentukan. Perhitungan aliran daya dengan menggunakan metode Newton-Raphson, langkah-langkahnya sebagai berikut : 1. Tentukan nilai
dan
yang mengalir kedalam sistem pada
setiap bus untuk nilai yang ditentukan atau perkiraan dari besar dan sudut tegangan untuk iterasi pertama atau tegangan yang ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya. 2. Hitung
pada setiap bus.
3. Hitung nilai-nilai jacobian dengan menggunakan nilai-nilai perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut tegangan dalam persamaan untuk turunan parsial dengan diferensial pada persamaan (2.34) dan (2.35). 4. Balikkanlah jacobian itu dan hitung koreksi-koreksi tegangan dan
| pada setiap bus.
5. Hitunglah nilai baru dari
dan
| dengan menambahkan
dan
| pada nilai sebelumnya. 6. Kembalilah ke langkah 1 dang ulangi prose situ dengan menggunakan nilai untuk besar dan sudut tegangan yang ditentukan paling akhir, sehingga semua nilai dan
dan
atau semua nilai
| lebih kecil dari indeks ketepatan yang telah dipilih.
Keuntungan dalam waktu komputer yang lebih pendek untuk penyelesaian dengan ketelitian yang sama, sehingga metode Newton-Raphson lebih banyak dipilih untuk semua sistem, kecuali sistem yang sangat kecil atau sistem yang berbentuk radial.