13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Definisi persepsi Sensasi yang ditransmisikan ke otak adalah bentuk mentah dari energi yang harus diinterpretasi dan diorganisasi melalui sebuah proses yang disebut persepsi (Lahey, 2007). Atkinson (2000) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian. Gibson, dkk (1989) mendefinisikan persepsi sebagai proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami
dunia
sekitarnya
(terhadap
objek).
Gibson
juga
menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri. Sebuah
kejadian
pada
umumnya
didefinisikan
sebagai
peristiwa yang meliputi ruang dan waktu. Melalui definisi ini, dapat disimpulkan bahwa kejadian meliputi semua persepsi mengenai gerak, namun persepsi mengenai kejadian sering kali disebut sebagai event
13 Universitas Sumatera Utara
14
perception, bukan motion perception. Event perception digunakan untuk menjelaskan persepsi visual dari aliran optik, pergerakan manusia dan objek yang relatif terhadap lingkungan (Shiffrar, 2005). Shaw, Flascher & Mace (1995) mendefinisikan event perception sebagai deteksi dari informasi mengenai gaya dari perubahan yang terjadi pada struktur dalam ruang dan waktu tertentu. Perbedaan antara event perception dan motion perception adalah pada motion perception terjadi dalam isolasi, sedangkan event perception terjadi pada ruang dan waktu. Berdasarkan theory of unconscious inference yang dicetuskan oleh Helmholtz, beberapa dari persepsi adalah hasil dari asumsi ketidaksadaran yang dibuat mengenai lingkungan. Teori ini meliputi prinsip likelihood, yang mengatakan bahwa individu merasakan objek yang menyebabkan pola stimulus yang diterima. Proses persepsi dinilai sama dengan proses pemecahan masalah. Dalam persepsi, masalahnya adalah untuk menentukan objek mana yang menyebabkan pola tertentu dari stimulus, dan masalah ini diselesaikan dengan proses dimana pengamat menerapkan pengetahuannya untuk menarik kesimpulan mengenai apakah objek tersebut (Goldstein, 2011). Dalam penelitian ini,
definisi
persepsi
yang
akan
digunakan
adalah
proses
pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu terhadap suatu benda, manusia, atau kejadian.
Universitas Sumatera Utara
15
2. Aspek-aspek persepsi Ittelson (dalam Bell, 2001) menyatakan bahwa ada 4 aspek persepsi yaitu : a. Kognitif,
meliputi
berpikir
mengenai,
mengorganisasi
dan
menyimpan informasi. b. Afektif, perasaan kita yang mempengaruhi bagaimana kita mempersepsi sesuatu. c. Interpretatif, sejauhmana individu memaknai sesuatu. d. Evaluatif, menilai sesuatu sebagai aspek yang baik dan buruk. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi. Faktorfaktor ini menyebabkan adanya perbedaan persepsi tiap1tiap individu. Menurut Rookies & Willson (2000), faktor-faktor tersebut adalah : a. Usia Kemampuan perseptual berubah dan matang seiring dengan perkembangan. Secara umum, kemampuan perseptual meningkat dan secara lebih akurat merepresentasikan dunia fisik, namun ada juga kemampuan perseptual yang menurun seiring bertambahnya usia. Seseorang dikatakan remaja apabila memasuki rentang usia 11-19 tahun, dan dikatakan dewasa apabila memasuki rentang usia 20-40 tahun (Papalia, 2003). Perbedaan ini dapat memberikan perubahan dalam dunia persepsi seseorang. Santrock (2013) menyatakan ketika seseorang memasuki usia dewasa adanya
Universitas Sumatera Utara
16
peningkatan informasi di area yang spesifik, pengetahuan umum dan juga berfikir secara realistik. b. Gender Masalah perbedaan gender dalam proses psikologi sangat kontroversial. Kemampuan yang memiliki perbedaan gender yang konstan adalah kemampuan visual spasial. Pada kemampuan ini, pria mempunyai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. c. Kepribadian Orang-orang dengan kepribadian yang berbeda akan bersikap berbeda dalam berbagai situasi sosial dan mungkin saja memberikan respon yang berbeda terhadap berbagai informasi. d. Keadaan psikologis Ada banyak kerusakan fisik yang dapat mempengaruhi persepsi. Penyakit seperti katarak, agnosia dan prosopagnosia dapat mengakibatkan kesulitan dalam mempersepsikan sesuatu. Selain kerusakan dan penyakit, penggunaan obat-obatan baik yang legal maupun illegal juga dapat mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu, mungkin saja orang yang menggunakan zat tertentu seperti kafein, akan mempunyai pengalaman perseptual yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
17
e. Perceptual set Set adalah ekspektasi yang dibawa oleh observer ke dalam situasi perseptual. Latar belakang dan pengalaman kita sepertinya membuat kita melihat suatu hal dengan cara tertentu, terutama jika stimulus yang diberikan ambigu. Ada beberapa hal yang mempengaruhi set yaitu motivasi, konteks, ekpektasi, pengalaman sebelumnya dan emosi. f. Budaya Ada aspek dalam lingkungan dan budaya yang membuat individu mempersepsikan dan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Individu yang dibesarkan dengan pengaruh budaya Barat akan mengenali stimulus visual tertentu seperti televisi dan film, namun stimulus tersebut akan membingungkan individu yang dibesarkan dari daerah yang terpencil. Beberapa studi telah menemukan bukti yang kuat untuk mendukung adanya pengaruh lingkungan fisik terhadap persepsi individu. g. Pengetahuan sebelumnya Persepsi bergantung kepada informasi tambahan yang dimiliki oleh individu. Individu dapat mengenali objek yang berbeda karena adanya pengetahuan sebelumnya yang dibawa individu ke dalam situasi tersebut (Goldstein, 2011).
Universitas Sumatera Utara
18
4. Pengukuran persepsi Metode yang digunakan dalam pengukuran persepsi adalah self-report. Metode ini menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai skala persepsi. Dari respon subjek pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai persepsi seseorang. Respon individu terhadap stimulus (pernyataan-pernyataan) persepsi yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indikator persepsi seseorang (Azwar, 2003). B. E-learning 1. Pengertian e-learning E-learning merupakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam berbagai proses pendidikan untuk mendukung dan meningkatkan pembelajaran di lembaga pendidikan tinggi. Penggunaan teknologi termasuk sebagai suplemen untuk kelas tradisional, belajar online atau pencampuran keduanya (OECD, 2005). E-learning menawarkan lembaga dan siswa mereka fleksibilitas tempat dan waktu dalam mentransfer atau menerima informasi belajar. Melanjutkan praktek pengembangan profesional dalam pekerjaan yang bergerak cepat saat ini yang melibatkan penggunaan teknologi modern sebagai bagian dari upaya untuk memberikan pengalaman belajar yang fleksibel dan responsif (Smedley, 2010).
Universitas Sumatera Utara
19
Munir
(2008)
menyatakan
bahwa
e-learning
merupakan
pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa bantuan perangkat elektronik. E-learning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan dengan cara menggabungkan penyampaian materi secara digital yang terdiri dari dukungan dan layanan dalam belajar. Pada umumnya, e-learning adalah proses pembelajaran dengan menggunakan/memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, agar pengajar dan pelajar dapat berkomunikasi tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Santrock (2007) yang menyatakan bahwa internet merupakan inti dari komunikasi melalui komputer. E-learning sering disebut penggunaan jaringan pada teknologi informasi dan komunikasi dalam mengajar dan belajar. Sejumlah istilah lain juga digunakan untuk menggambarkan cara mengajar dan belajar. E-learning termasuk online learning (pembelajaran online), virtual learning (pembelajaran virtual), distributed learning, network and webbased learning. Pada dasarnya, mereka semua merujuk kepada proses pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menengahi kegiatan pembelajaran asynchronous maupun synchronous dan aktifitas pembelajarannya (Naidu, 2006). Tetapi untuk lebih luasnya, mahasiswa yang menggunakan e-mail dan mengakses materi kuliah secara online juga dapat dikatakan e-learning (OECD, 2005).
Universitas Sumatera Utara
20
2.
Pola E-learning Menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2006) pola e-learning ada empat, yaitu: a. Individual self-paced e-learning online yang mengacu pada situasi dimana pelajar individu mengakses sumber belajar melalui intranet atau internet. Contoh dari tipe ini adalah pelajar yang belajar sendiri atau mengadakan penelitian pada internet atau jaringan lokal. b. Individual self-paced e-learning offline yang mengacu pada situasi dimana pelajar individu menggunakan sumber belajar yang tidak terhubung dengan intranet atau internet. Contoh dari tipe ini adalah pelajar yang belajar melalui perangkat seperti CD dan DVD. c. Group-based e-learning synchronously yang mengacu pada situasi dimana sekelompok pelajar belajar bersama dalam waktu yang nyata melalui intranet atau internet. Hal ini meliputi komunikasi dua arah yang menggunakan audio dan video konferensi. d. Group-based e-learning asynchronously yang mengacu pada situasi di mana sekelompok pelajar tidak harus belajar dalam waktu yang nyata. Contoh tipikal dari tipe ini meliputi diskusi online melalui email dan konferensi dengan pembelajaran sistem manajemen.
Universitas Sumatera Utara
21
3.
Komponen e-learning Secara garis besar, menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2006) ada 3 (tiga) komponen utama yang menyusun e-learning, yaitu : a. Sistem e-learning Sistem perangkat lunak yang memvirtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan learning managements system (LMS). b. Konten e-learning Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system (learning management system). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk multimedia - based content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau text-based content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa). c. Peralatan e-learning Infrastruktur e-learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. Termasuk di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.
Universitas Sumatera Utara
22
4. Kelebihan dan kekurangan pada e-learning Rusman (2011) ada beberapa kelebihan dari e-learning, yaitu : a. Tersedianya
fasilitas
e-moderating
dimana
dosen
dan
mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja tanpa dibatasi jarak, tempat, dan waktu. b. Dosen dan mahasiswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. c. Mahasiswa dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan dimana saja kalau diperlukan, mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. d. Bila mahasiswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat mengakses di internet secara lebih mudah. e. Baik dosen maupun mahasiswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah mahasiswa yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. f. Perubahan dari mahasiswa yang pasif ke aktif dan lebih mandiri.
Universitas Sumatera Utara
23
g. Relatif lebih efisien, misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi. Selain itu, ada terdapat beberapa kritik mengenai e-learning menurut Bullen (dalam Rusman, 2011), yaitu : a. Kurangnya interaksi antara dosen dan mahasiswa atau bahkan antar sesama mahasiswa itu sendiri. b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademis atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. c. Proses pembelajaran cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. d. Perubahan peran dosen dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik
pembelajaran
yang
menggunakan
ICT/medium
komputer. e. Mahasiswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. f. Tidak semua tempat tersedia difasilitasi internet. g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan mengoperasikan internet. h. Kurangnya
personal
dalam
hal
penguasaan
bahasa
pemprograman computer.
Universitas Sumatera Utara
24
C. Mahasiswa Secara harfiah, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut, maupun akademi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Menurut Papalia (2003), mahasiswa termasuk dalam tahap pencapaian (achieving stage), yaitu tahap dimana indivdu menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai kemandirian dan kompetensi, misalnya dalam hal karir dan keluarga. Masa di kampus merupakan tempat dimana mahasiswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu mereka secara intelektual, dan meningkatkan kemampuan dalam hal bekerja serta meningkatkan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Memilih untuk kuliah merupakan suatu gambaran untuk memperoleh karir di masa depan dan hal ini akan cenderung mempengarhui pola berpikir individu. Masa mahasiswa meliputi rentang umur dari 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Winkel, 1997). Menurut Hurlock (1999) masa ini termasuk ke dalam masa dewasa dini. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. D. Mahasiswa USU Mahasiswa USU merupakan peserta didik yang terdaftar di USU secara sah pada satu jenis pendidikan akademik, profesi, dan/atau vokasi. Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa USU setelah memenuhi persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Mahasiswa USU dapat
Universitas Sumatera Utara
25
dikategorikan ke dalam beberapa program yaitu program diploma, program strata-1, dan program pascasarjana. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel dari mahasiswa USU program strata-1. Dalam program strata-1, mahasiswa USU terbagi kedalam 14 fakultas/program studi yaitu fakultas kedokteran, fakultas hukum, fakultas pertanian, fakultas teknik, fakultas ekonomi, fakultas kedokteram gigi, fakultas ilmu budaya, fakultas MIPA,
fakultas
FISIP,
fakultas
kesehatan
masyarakat,
fakultas
keperawatan, fakultas psikologi, fakultas farmasi¸ dan fakultas fasilkom TI dimana setiap fakultas/program studi memiliki kapasitas yang berbedabeda berkaitan dengan jumlah mahasiswanya. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Sumatera Utara). E. Gambaran persepsi mahasiswa USU terhadap e-learning Atkinson
(2000)
menyebutkan
persepsi
sebagai
proses
pengorganisasian dan penafsiran stimulus dalam lingkungan dan menyangkut penilaian yang dilakukan individu baik positif maupun negatif terhadap suatu benda, manusia, atau situasi. Ittelson (dalam Bell, 2001) menyatakan bahwa ada 4 aspek persepsi yaitu, kognitif, afektif, interpretatif dan evaluatif. Aspek kognitif meliputi pemikiran individu terhadap suatu stimulus, aspek afektif meliputi perasaan individu terhadap suatu stimulus, aspek interpretatif meliputi pemaknaan individu terhadap suatu stimulus, dan aspek evaluatif meliputi penilaian individu terhadap suatu stimulus.
Universitas Sumatera Utara
26
Persepsi individu muncul karena adanya suatu stimulus. Dalam hal ini stimulusnya adalah pola-pola e-learning menurut Romiszowski (dalam Naidu, 2004) yaitu, Individual self-paced e-learning online, Individual self-paced e-learning offline, Group-based e-learning synchronously, dan Group-based e-learning asynchronously. Gambaran persepsi mahasiswa USU terhadap pola-pola e-learning dimaksudkan sebagai pemikiran, perasaan, pemaknaan dan penilaian yang dilakukan mahasiswa USU terhadap penerapan sistem belajar e-learning yang ditinjau dari pola-pola e-learning itu sendiri. Berdasarkan fenomena yang diperoleh, kampus USU sudah menyediakan fasilitas e-learning di beberapa fakultasnya namun beberapa mahasiswa USU tidak mengetahui atau tidak dapat mengutarakan apa yang di maksud dengan e-learning itu sendiri. Goldstein (2011) menyatakan persepsi bergantung kepada informasi yang dimiliki oleh individu. Individu dapat mengenali objek yang berbeda karena adanya pengetahuan sebelumnya yang dibawa individu ke dalam situasi tersebut. Dalam hal ini, mahasiswa USU belum mengetahui banyak informasi tentang e-learning
sehingga minimnya
informasi tersebut menyebabkan beberapa mahasiswa USU tidak dapat mengutarakan apa itu e-learning. Pada pola pertama dan kedua, yaitu individual self paced elearning online dan individual self paced e-learning offline. Berdasarkan fenomena yang diperoleh, mahasiswa USU merasakan manfaat yang diperoleh dengan adanya pembelajaran e-learning yang bersifat online
Universitas Sumatera Utara
27
maupun offline karena pada pola ini meliputi kegiatan sehari-hari mahasiswa USU dalam mengerjakan tugas dengan bantuan jaringan internet dan juga kegiatan menggunakan aplikasi di komputer/laptop yang mempermudah mahasiswa USU dalam mengerjakan tugas perkuliahan. Rusman (2011) menyatakan kelebihan dari e-learning salah satunya adalah mahasiswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui jaringan internet kapan saja tanpa dibatasi jarak, tempat, dan waktu. Manfaat inilah yang dirasakan mahasiswa USU dalam pembelajaran e-learning. Pada pola kedua dan ketiga, yaitu group based e-learning synchronously dan group based e-learning asynchronously. Pola ini berkaitan dengan kegiatan individu ketika bersama dengan kelompoknya atau berbeda tempat dengan kelompoknya, individu tetap memanfaatkan elearning atau tidak. Berdasarkan fenomena yang diperoleh, individu jarang memanfaatkan e-learning dalam kegiatan group. Seperti layanan video conference atau audio conference yang terdapat dalam pola ketiga, ada sebagian mahasiswa USU yang tidak mengerti dengan istilah tersebut dan ada sebagian mahasiswa USU yang mengerti dengan istilah tersebut juga tidak memanfaatkan layanan tersebut dalam kegiatan belajar di kampus. Romiszowski (2004) menyatakan ada 3 (tiga) komponen utama yang menyusun e-learning, salah satunya adalah peralatan infrastruktur elearning berupa
personal computer (PC), jaringan komputer dan
perlengkapan multimedia. Termasuk di dalamnya peralatan teleconference apabila
kita
memberikan
layanan
synchronous
learning
melalui
Universitas Sumatera Utara
28
teleconference.
Minimnya infrastruktur ini membuat mahasiswa USU
tidak mengetahui atau tidak memanfaatkan layanan synchronous learning dengan baik. Sama halnya dengan email, mahasiswa USU sudah familiar menggunakan email karena fiturnya yang memudahkan mahasiswa USU bertukar pesan dengan teman ataupun dosen, namun mahasiwa USU tidak memanfaatkan layanan chat yang ada di email untuk berdiskusi dengan kelompoknya.
Universitas Sumatera Utara