BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Balita a. Pengertian Balita merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Usia balita, anak masih bergantung sepenuhnya dengan orang tua, misalnya untuk mandi, buang air kecil, buang air besar, makan dan minum. Sementara untuk proses berjalan dan komunikasi masih belum sempurna (Sutomo, 2010). b. Pertumbuhan dan Perkembangan Perkembangan
(development)
adalah
bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel- sel tubuh, jaringan tubuh, organ- organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masingmasing dapat memenuhi fungsinya (Soetjiningsih,2014). Perkembangan
memiliki
karakteristik
yang
dapat
diramalkan dan memiliki ciri- ciri sehingga dapat diperhitungkan, seperti berikut (Soetjiningsih, 2014):
6
7
1) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan dari konsepsi sampai maturasi. Perkembangan sudah terjadi sejak di dalam kandungan dan setelah kelahiran perkembangan dapat dengan mudah diamati. 2) Dalam periode tertentu ada masa percepatan dan ada masa perlambatan. Terdapat tiga periode pertumbuhan cepat adalah pada masa janin, masa bayi 0-1 tahun, dan masa pubertas. 3) Perkembangan memiliki pola yang sama pada setiap anak, tetapi kecepatannya berbeda. 4) Perkembangan dipengaruhi oleh maturasi sistem saraf pusat. Bayi akan menggerakkan seluruh tubuhnya, tangan dan kakinya. 5) Reflek primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai. Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit, salah satunya diare. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang. Sehingga diare membutuhkan penanganan khusus agar tidak terjadi permasalahan yang komplek (Soetjiningsih, 2014). 2. Diare a. Pengertian Diare
merupakan
penyakit
yang
ditandai
dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari)
8
disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah maupun lendir (Suraatmaja, 2007). Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10 ml/kgBB/hari) dengan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014). Diare adalah buang air besar pada balita lebih dari 3 kali sehari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012) b. Etiologi Diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti infeksi, malabsorbsi, makanan. 1. Faktor Infeksi a. Enteral yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enteral meliputi: (1) Infeksi bakteri: vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella campylobacter, yersinia, Aeromonas, dan sebagainya. (2) Infeksi
virus:
coxsackie,
enterovirus, seperti
polimyelitis,
astrovirus, dan sebagainya.
virus ECHO,
adenovirus,
rotavirus,
9
(3) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichiuris, oxyuris, dan Strongylodies),
protozoa
(Entamoeba
histolytica,
Giardia lamblia, dan Trichomonas hominis), serta jamur (Candida albicans). b. Parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan,
misalnya
tonsilofaringitis,
otitis
media
bronkopneumonia,
akut
(OMA),
ensefalitis,
dan
sebagainya. 2. Faktor Malabsorbsi a) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa) serta monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada anak dan bayi yang paling berbahaya adalah intoleransi laktosa. b) Malabsorbsi lemak c) Malabsorbsi protein 3. Faktor Makanan Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, dan alergi. (Tanto dan Liwang, 2014) c. Patofisiologis Menurut Tanto dan Liwang (2006) dan Suraatmaja (2007), proses
terjadinya
diantaranya:
diare
disebabkan
oleh
berbagai
faktor,
10
1) Faktor infeksi Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
ke
dalam
saluran
pencernaan
yang
kemudian
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. 2) Faktor malabsorpsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi
yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. 3) Faktor makanan Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang kemudian menyebabkan diare.
11
4) Faktor psikologis Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik
usus
yang
akhirnya
mempengaruhi
proses
penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare. Faktor
Psikologis
Makanan
Hiperperistaltik
Toksin tidak dapat diabsorpsi
Malabsorpsi
Infeksi
Tekanan osmotik meningkat
Kuman masuk dan berkembang dalam usus
Hiperperistaltik
Pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus
Toksin dalam dinding usus halus
Kemampuan absorpsi menurun
Isi rongga usus meningkat
Hipersekresi air elektrolit (isi rongga) usus meningkat
Diare
Gambar 2.1 pathwayDiare (Suraatmaja, 2007)
12
Menurut Widoyono (2008), diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan: (1) Dehidrasi ( kekurangan cairan ) Berdasarkan presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi yang dapat terjadi ringan, sedang atau berat. Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi 3 yaitu: a) Tanpa dehidrasi : anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain dan nafsu makan tidak menurun. b) Dehidrasi ringan atau sedang : anak rewel atau gelisah, mata sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat bila dicubit. c) Dehidrasi berat : anak apatis, mata cekung, cubitan kulit turgor kembali lambat, nafas cepat dan lemah. Menurut Meadow, Newell (2005), terdapat tiga klasifikasi dehidrasi yaitu: Tabel 2.1 Derajat dehidrasi berdasarkan Meadow, Newell (2005)
% penurunan berat badan
Ringan <5
DEHIDRASI Sedang 5-10
Berat >10
Tampilan
Normal/ tidak sehat
Tidak tenang, gelisah atau mengantuk
Mengantuk/lemas, letargi
Mata/ubun- ubun Membran mukosa
Normal Normal /kering
Cekung Kering
Sangat cekung Sangat kering
Pengisian kapiler
Normal ( < 2 detik )
Normal/ Memanjang
Memanjang
Perfusi perifer Tekanan darah
Normal Normal
Menurun Normal
Tangan dan kaki dingin Rendah
Sumber : Newell, Meadow (2005)
13
Terdapat cara lain untuk mengukur derajat dehidrasi yaitu menggunakan Skor Maurce King, dengan cara: 1. Menentukan kekenyalan kulit, yaitu dengan cara mencubit kulit perut selama 30-60 detik. Apabila kulit kembali normal dalam waktu 1 detik termasuk dalam kategori dehidrasi ringan, 1-2 detik termasuk dehidrasi sedang, dan dalam waktu lebih dari 2 detik termasuk dalam dehidrasi berat. 2. Berdasarkan skor yang didapat dari penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya. Apabila mendapat nilai 0-2 termasuk dehidrasi ringan, 3-6 termasuk dehidrasi sedang, dan 7-12 termasuk kategori dehidrasi berat. Tabel 2.2 skor derajat dehidrasi menurut Maurice King Bagian Nilai untuk gejala yang ditemukan yang 0 1 2 diperiksa Keadaan Sehat Gelisah, Mengigau umum cengeng, , koma, apatis, atau syok ngantuk Kekenyal Normal Sedikit Sangat an kulit cekung cekung Mata Normal Sedikit Sangat cekung cekung Ubun Normal Sedikit Sangat ubun cekung cekung besar Mulut Normal Kering Kering dan sianosis Denyut Lemah Sedang Kuat nadi tiap < 120>140x/me menit 120x/me 140x/me nit nit nit Sumber: (Suraatmaja,2007)
14
(2) Gangguan asam basa (asidosis) Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan pH arteri (Widoyono, 2008). (3) Hipoglikemi Hipoglikemi terjadi pada 2-3% dari anak- anak yang menderita diare dan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KKP (Kekurangan Kalori Protein), karena: 1) Penyimpanan persediaan glycogen dalam hati terganggu. 2) Terdapat gangguan absorpsi glukosa Gejala hipoglikemi akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40% pada bayi dan 50% pada anakanak, yang dapat menyebabkan lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang bahkan sampai koma (Suraatmaja, 2007) (4) Gangguan gizi Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang berlebihan, akan bertambah parah apabila pemberian makanan dihentikan, dan sebelumnya penderita
15
sudah mengalami kekurangan gizi atau malnutrisi (Widoyono, 2008). (5) Gangguan sirkulasi Akibat dari diare yang disertai muntah maupun tidak, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik, sehingga perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun, dan apabila tidak segera ditangani pasien dapat meninggal (Suraatmaja, 2007). d. Faktor resiko Menurut Juffrie dan Soenarto (2012), ada beberapa faktor resiko diare yaitu: 1) Faktor umur yaitu diare terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI . Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja. 2) Faktor musim : variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di Indonesia diare yang disebabkan oleh
rotavirus
dapat
terjadi
sepanjang
tahun
dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, dan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
16
3) Faktor lingkungan meliputi kepadatan perumahan, kesediaan sarana air bersih (SAB), pemanfaatan SAB, kualitas air bersih. Upaya pencegahan diare menurut Suraatmaja (2007) dapat dilakukan dengan cara: 1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare Kuman-kuman
patogen
penyebab
diare
umumnya
disebarkan secara fekal–oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi: a. Pemberian ASI yang benar. b. Memperbaiki
penyiapan
dan
penyimpanan
makanan
pendamping ASI. c. Penggunaan air bersih yang cukup. d. Membudayakan kebiasaan cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum makan. e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga. f. Membuang tinja bayi yang benar. 2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host) Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare menurut Widoyono (2008) yaitu: a. Memberi ASI pada anak sampai usia 2 tahun.
17
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makanan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak. c. Imunisasi campak. e. Tanda klinis 1) Menurut Cahyono (2014) dan William (2005), beberapa gejala diare antara lain: a) Gejala umum (1) Pengeluaran feses yang encer merupakan gejala diare. (2) Peningkatan suhu tubuh disertai muntah dan lemas. (3) Terdapat nyeri perut dan suara bising usus meningkat. (4) Gejala dehidrasi yaitu terlihat lemah, menangis lemah, respon tidak sesuai, nadi cepat, mulut kering, dan apatis. b) Gejala spesifik (1) Campylobacter : diare berair dan berdarah, nyeri perut serta demam (2) Shigella sonnei : menyebabkan disentri dengan gejala diare berlendir dan berdarah. (3) Vibrio cholera : diare berat dan tinja berwarna putih seperti cucian beras berbau amis (4) Salmonella gastroentritis : diare berair dan disentri (diare yang disertai darah dalam feses).
18
f. Pemeriksaan penunjang atau laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang ekstensif perlu dilakukan untuk mengetahui adanya diare yang disertai komplikasi dan dehidrasi. Menurut William (2005), pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk mengetahui Analisis Gas Darah (AGD) yang menunujukkan asidosis metabolik. Pemeriksaan feses juga dilakukan untuk mengetahui: a) Leukosit polimorfonuklear, yang membedakan antara infeksi bakteri dan infeksi virus. b) Kultur feses positif terhadap organisme yang merugikan. c) Enzyme-linked
immunosorbent
assay
(ELISA)
dapat
menegaskan keberadaan rotavirus dalam feses. d) Nilai pH feses di bawah 6 dan adanya substansi yang berkurang dapat diketahui adanya malabsorpsi karbohidrat. Menurut Cahyono (2014) terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk penyakit diare, diantaranya : a) Pemeriksaan darah rutin (leukosit, LED (Laju Endap Darah), atau
CRP
(C-Reactive
Protein)
memberikan
informasi
mengenai tanda infeksi atau inflamasi. b) Pemeriksaan fungsi ginjal dan elektrolit untuk menilai gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. c) Pemeriksaan kolnoskopi untuk mengetahui penyebab diare.
19
d) Pemeriksaan CT Scan bagi pasien yang mengalami nyeri perut hebat, untuk mengetahui adanya perforasi usus . g. Prognosis Menurut Meadow dan Newell (2005), penyakit diare yang tidak segera mendapat pertolongan, anak akan mengalami dehidrasi berat dan dapat menyebabkan kematian. Adanya infeksi yang berulang, akan menimbulkan daya proteksi pada setiap infeksi berikutnya. h. Penatalaksanaan dan Pengobatan Penatalaksanaan dan pengobatan diare menurut derajat dehidrasi yaitu: 1) Tanpa dehidrasi dengan terapi A, yaitu : Anak yang buang air besar 3-4 kali sehari tanpa dehidrasi dapat dilakukan pengobatan dengan memberikan minuman seperti air kelapa, larutan gula garam (LGG), air tajin, air teh, maupun oralit. Bawa anak ke petugas kesehatan apabila anak merasa sangat haus, demam dan mata menjadi cekung (Suraatmaja, 2007). Cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100 ml, 1-5 tahun adalah 100200 ml. Pemberian cairan dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Makanan yang rendah serat dapat diberikan sedikit sedikit tetapi sering (Juffrie M. dan Soenarto, 2012).
20
2) Dehidrasi ringan-sedang dengan terapi B, yaitu : Penderita
diare
dengan
dehidrasi
ringan-sedang
memerlukan perawatan di sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB atau untuk anak umur < 1 tahun adalah 300 ml, dan 1-5 tahun adalah 600 ml (Juffrie M. dan Soenarto, 2012). Ajari ibu untuk memberi oralit sedikit- sedikit tapi sering (small but frequent) dengan sendok teh, cangkir, mangkok atau gelas. Kemudian lanjutkan pemberian ASI apabila balita masih minum ASI (Liwang dan Tanto, 2014). 3) Dehidrasi berat dengan terapi C, yaitu : Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan BAB terus menerus lebih dari 10 kali disertai dengan muntah, kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas atau rumah sakit untuk diinfus RL (Ringer Laktat) dengan dosis 100 ml/kgBB (Depkes RI, 2008). Tabel Tabel 2.3 Jumlah pemberian cairan intravena Jumlah Pemberian 30 Jumlah Pemberian 70 cc/kg/BB, selama cc/kg/BB, selama < 1 tahun 1 jam pertama 5 jam berikutnya >1 tahun 30 menit pertama 2 ½ jam berikutnya Sumber: Juffrie M., Soenarto, 2012 Umur
21
4) Pemberian terapi farmakologik a) Antibiotik Menurut Suraatmaja (2007), pengobatan yang tepat terhadap penyebab diare diberikan setelah diketahui penyebab diare dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja. Pada penderita diare, antibiotik boleh diberikan bila: (1) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan atau biakan. (2) Pada pemeriksaan mikroskopik dan atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja. (3) Secara klinis terdapat tanda- tanda yang menyokong adanya infeksi anteral. (4) Di daerah endemik kolera. (5) Neonatus yang diduga infeksi nosokomial. Antibiotik oral yang dapat diberikan untuk disentri yaitu yang dianjurkan untuk shigella: Tabel 2.4 Antibiotik untuk disentri berdasarkan MTBS Umur atau berat badan
2 bulan-<4bulan (4-< 6 kg) 4 bulan-<12bulan (6-< 10 kg) 12 bulan-< 3 tahun (10-< 16kg) 3 tahun-<5tahun (16-<19kg)
Kotrimoksazole Tab anak Sirup per 5 ml (20mg Tmp + 100 (40mg Tmp + 200 mg Smz) mg Smz) 1 2 2,5 3
2,5 ml (½ sendok takar) 5 ml (1 sendok takar) 7,5 ml (1,5 sendok takar) 10 ml (2 sendok takar)
Asam Nalidiksilat Tablet 500 mg 4 x sehari selama 5 hari 1/8 ¼ ½ ½
Sumber: dinkes RI, 2008
Metronidazole Tablet 500 mg 3x sehari selama 10 hari untuk amuba 50 mg 1/8 tablet 100 mg ¼ tablet 200mg ½ tablet 200 mg ½ tablet
22
b) Obat antipiretik Menurut Suraatmaja (2007), obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/tahun/kali) selain berguna untuk menurunkan panas sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja. c) Pemberian zinc Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi Buang Air Besar (BAB), mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan diare pada tiga bulan berikutnya (lintas diare, 2011). (1) Dosis pemberian obat zinc Umur < 6 bulan = 10 mg/hari selama 10-14 hari Umur ≥ 6 bulan = 20 mg /hari selama 10 -14 hari (2) Larutkan tablet dalam 1 sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut ± 30 detik), segera diberikan pada anak. (3) Apabila anak muntah selama 30 menit setelah pemberian obat zinc, ulangi lagi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
23
Apabila
anak
mengalami
dehidrasi
berat
dan
memerlukan cairan infus, tetap berikan obat zinc segera setelah anak bisa minum dan makan (Juffrie dan Soenarto, 2012). 5) Pemenuhan nutrisi ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang (Hegar B. Dan Handryastuti S., 2009). B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Penerapan Tujuh Langkah Varney a. Langkah I : Pengumpulan data dasar secara lengkap. 1) Data subyektif melalui anamnesa, meliputi : a) Biodata/Identitas Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, umur, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua dan penghasilan (Nursallam, 2005). b) Alasan masuk rumah sakit Keadaan yang menyebabkan seseorang untuk datang ke tenaga kesehatan pada kasus diare akut dehidrasi karena
24
buang air besar (BAB) pada balita lebih dari 3 kali sehari disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung selama kurang dari 7 hari serta terjadi mendadak (Suraatmaja, 2007), disertai keluhan pada anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, dan nafsu makan berkurang atau tidak ada. c) Data kesehatan meliputi : (1) Riwayat penyakit sekarang yaitu buang air besar (BAB) encer, lebih dari tiga kali sehari disertai lendir darah maupun tidak (Soebagyo, 2008). (2) Riwayat penyakit terdahulu, misalnya anak menderita batuk, pilek atau panas yang terjadi sebelum mengalami diare (Varney, 2007). (3) Riwayat penyakit keluarga, sebelum anak dirawat di rumah sakit ada atau tidaknya keluarga yang menderita diare dalam waktu bersamaan atau riwayat penyakit alergi (Nursallam, 2005) (4) Riwayat imunisasi terutama campak, diare terjadi pada anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4 minggu terakhir sebagai akibat dari penurunan kekebalan pada pasien (Nursallam, 2005).
25
d) Data kebiasaan sehari- hari Pola kebiasaan sehari hari meliputi : (1) Nutrisi: kebutuhan nutrisi balita umur 1-3 tahun adalah 100 kalori/kg berat badan (Muscari, 2005). (2) Eliminasi : pada pasien yang mengalami diare akan buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali dalam sehari disertai lendir darah atu tidak (Maryunani, 2010). (3) Istirahat dan aktivitas : istirahat yang cukup dan aktivitas yang berlebihan dapat memperparah diare (Muscari, 2005). (4) Personal Hygiene : kebutuhan kebersihan diri yang meliputi gosok gigi, mandi, keramas, dan ganti pakaian dalam sehari. Membudayakan cuci tangan setelah buang air besar (BAB) dan sebelum makan (Suraatmaja, 2007) e) Pemeriksaan Fisik (Data Objektif) (1) Pemeriksaan umum (status generalis) meliputi : a) Keadaan umum : pada balita sakit diare keadaan umumnya
cenderung
gelisah,
rewel
dan
lesu
(Nursallam, 2005). b) Kesadaran : pada balita sakit diare kesadarnnya composmentis (Suraatmaja, 2007).
26
c) Tanda-tanda vital : pada balita sakit dengan diare pernafasan dan nadi lebih meningkat, namun lemah (Widoyono, 2008). (2) Pemeriksaan Fisik a) Kepala : anak yang mengalami dehidrasi, ubun-ubun besar (UUB) biasanya cekung (Hidayat, 2006). b) Mata : anak dengan diare dehidrasi ringan/sedang kelopak matanya cekung. Untuk anak diare dengan dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung (Suraatmaja, 2007). c) Mulut : anak tanpa dehidrasi mulut dan lidah basah, dengan dehidrasi ringan/sedang maka mulut dan lidah kering, untuk dehidrasi berat mulut dan lidah sangat kering (Nursallam, 2005). d) Abdomen (1) Inspeksi : tanda tanda distensi (kram) dan gerakan peristaltik yang tampak pada dinding abdomen (William, 2005). (2) Palpasi : palpasi abdomen dilakukan untuk menentukan
adanya
nyeri
tekan,
rigiditas
(kekakuan di perut), massa dan organomegali (pembesaran organ) (william, 2005).
27
(3) Auskultasi : auskultasi abdomen dilakukan untuk mengkaji bising usus (perhatikan ada tidaknya hiperaktivitas) (Nursallam, 2005). (4) Perkusi : perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya gas yang berlebihan, massa, cairan, dan pembesaran hepar (William, 2005). e) Anus : inspeksi anus untuk mengetahui adanya perdarahan
dan
lecet
karena
sering
defekasi
(Suraatmaja, 2007). f) Kulit : pemeriksaan turgor kulit untuk mengetahui elastisitas kulit dapat dilakukan dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari. Apabila turgor kembali kurang dari 2 detik berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali dalam waktu 2 detik, berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Turgor kembali ≥ 2 detik berarti diare dengan dehidrasi berat (Sodikin, 2011). (3) Pemeriksaan Penunjang : pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan yaitu analisis feses, Laju Endap Darah (LED), hitung darah lengkap (HDL), USG abdomen, radiografi sinar-x lambung, pemeriksaan GI (Gastrointestinal) bagian atas, pemeriksaan sinar-x
28
esofagus dan lambung, pemeriksaan usus halus, CT Scan, dan endoskopi (William, 2005). b. Langkah II : Interpretasi Data 1) Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan ditulis dengan lengkap sesuai dengan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan data penunjang. Pada kasus ini yaitu An. S umur 3 tahun dengan diare. 2) Masalah Menurut Hidayat (2006) masalah yang sering terjadi pada diare yaitu:
kurang
volume
cairan,
kurang
nutrisi,
kurang
pengetahuan keluarga, kecemasan atau ketakutan. 3) Kebutuhan Kebutuhan pada kasus balita sakit diare yaitu pemenuhan volume cairan dan nutrisi, memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai diare untuk mengurangi kecemasan (Nursallam, 2005). c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganan Diagnosa potensial yang mungkin akan mucul pada balita sakit dengan diare yaitu terjadinya dehidrasi, hipovolemi, dan hipoglikemi (Dewi, 2010) Menurut Dewi (2010) dan Widoyono (2008), antisipasi yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa yaitu :
29
1) Pemantauan awal tanda dan gejala terjadinya dehidrasi 2) Rehidrasi atau mengganti cairan tubuh yang hilang 3) Memantau masukan dan keluaran berupa urine dan feses. 4) Menimbang berat badan untuk menilai status gizi d. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Kolaborasi dengan dokter Sp. Anak untuk untuk pemenuhan cairan yang hilang dengan infus secara intravena. Cairan yang diberikan pada anak 12 bulan sampai 5 tahun sejumlah 30 ml/kgBB selama 30 menit pertama dan dilanjutkan 70 ml/kgBB selama 2,5 jam berikutnya, pemberian terapi berupa antiemetik, antibiotik dan antipiretik (Nursallam, 2005). e. Langkah V : menyusun rencana asuhan yang menyeluruh Kasus balita sakit dengan diare, rencana asuhan yang diberikan menurut Dewi (2010) dan Nursallam (2008) adalah beritahu hasil pemeriksaan pada orang tua, berikan penjelasan kepada orang tua mengenai penyakit yang diderita oleh anaknya, observasi cairan masuk dan keluar, observasi tanda tanda dehidrasi, pemberian makanan atau ASI untuk mempercepat proses penyembuhan, kolaborasi dengan laboratorium untuk menegakkan diagnosa, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi antibiotik, zinc, antipiretik, serta anjurkan pada ibu untuk menjaga personal hygine balita.
30
f. Langkah VI : penatalaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman 1) Mengobservasi keadaan umum dan vital sign balita 2) Mengobservasi cairan yang masuk dan keluar meliputi warna, frekuensi dan konsistensi tinja. 3) Mengobservasi berat badan dan menjelaskan kepada orang tua mengenai diare. 4) Memberikan cairan (rehidrasi) pada balita 5) Memenuhi kebutuhan nutrisi pada balita 6) Melakukan kolaborasi dengan laboratorium untuk menegakkan diagnosa 7) Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp. A untuk pemberian terapi dan tindakan : a) Pemasangan infus untuk diare dengan dehidrasi sedang atau berat. b) Zinc 20mg (1 tab) 1 x sehari selama 10 hari c) Antibiotik (1) Kotrimoksazole 2xsehari selama 5 hari dapat berupa tablet (2 ½ tab) atau sirup 1 ½ sendok takar) untuk umur 12 bulan - < 3 tahun, serta 3 tablet atau sirup 2 sendok untuk umur 3 tahun - < 5 tahun. (2) Asam Nalidiksat 500 mg ½ tablet 4x sehari selama 5 hari
31
(3) Metronidazole 500 mg ½ tablet 3x sehari selama 10 hari untuk amuba. d) Antipiretik seperti asetol dan aspirin 25mg/tahun/kali e) Menganjurkan ibu untuk menjaga personal hygiene balita. g. Langkah VII : evaluasi Evaluasi yang diharapkan dari asuhan balita sakit dengan diare yaitu : 1) Diharapkan pasien dapat mencapai rehidrasi dan perbaikan nutrisi dapat tercapai dengan keadaan pasien yang membaik dan kenaikan berat badan (Hidayat, 2006) 2) Diharapkan hasil pemeriksaan tinja melalui laboratorium dapat ditemukan penyebab terjadinya diare sehingga dapat dilakukan pemberian terapi yang sesuai (Suraatmaja, 2005). 2. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien Tujuh Langkah Varney yang dapat disajikan menjadi empat langkah yaitu SOAP (Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning). SOAP disajikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai catatan perkembangan keadaan klien. S : Subjektif (data subjektif) Merupakan langkah pertama dari manajemen tujuh langkah varney. Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data dari klien melalui anamnesis yaitu anak sudah tidak gelisah, rewel dan
32
lemas, nafsu makan membaik dan BAB sudah tidak encer, frekuensi < 3 x sehari. O : Objektif (data objektif) Merupakan langkah pertama dari manajemen tujuh langkah varney. Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data dari pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa keadaan umum baik, suhu tubuh 36,50C – 37,50C, pemeriksaan fisik normal, tidak terdapat tanda tanda dehidrasi, berat badan meningkat, dan pemeriksaan penunjang dalam keadaan baik. A : Assesment (pengkajian) Merupakan langkah kedua dari manajemen tujuh langkah varney. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa yaitu balita S umur 3 tahun dengan riwayat diare. P : Plan (perencanaan) Menggambarkan
perencanaan,
penatalaksanaan
yang
sudah
dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dari rujukan langkah III, IV, V, VI dan VII varney yang
sudah
dilakukan
(KepMenKes
938/MenKes/SK/VIII/2007) yaitu : a. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan
RI
No.
33
Hasil : keadaan sudah membaik, frekuensi BAB 1-2 x sehari dengan konsistensi lembek semi padat. b. Memonitor keadaan umum dan vital sign (suhu, nadi, pernafasan) dan menimbang berat badan. Hasil : keadaan umum baik, suhu dalam keadaan normal (36,50C – 37,50C), nadi dan pernafasan normal, serta berat badan meningkat. c. Pada bayi dengan ASI, pemberian ASI tetap dilanjutkan, untuk makanan tambahan untuk sementara dihentikan (Suraatmaja, 2007). Hasil : diharapkan ibu bersedia untuk memberikan ASI dan tidak memberikan makanan tambahan. d. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk melanjutkan terapi dan tindakan sampai anak sembuh dari diare (Maryunani, 2010) Hasil : diharapkan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk pemberian terapi dan melanjutkan tindakan sampai anak dalam keadaan baik, frekuensi BAB 1-2 x sehari dengan konsistensi lembek semi padat dan suhu badan normal (36,50C 37,50C).