BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Baja
2.1.1
Pendahuluan Baja merupakan material struktur yang memiliki ketahanan terhadap
kekuatan tarik yang tinggi tetapi cukup lemah dalam menahan kuat tekan. Baja umumnya merupakan bahan campuran besi (Fe), zat arang atau karbon (C), mangan (Mn), silicon (Si), dan tembaga (Cu). Berdasarkan kadar karbon yang terkandung di dalamnya, baja karbon dapat dibagi menjadi:
Baja karbon rendah (low carbon steel) (C < 0,15%)
Baja karbon ringan (mild carbon steel) (C=0,15%–0,29%)
Baja karbon menengah (medium carbon steel) (C = 0,30%–0,59%)
Baja karbon tinggi (high carbon steel) (C = 0,60%–1,70%)
Baja yang sering digunakan dalam struktur adalah baja karbon ringan. Semakin besar persentase karbon yang dikandung baja, maka tegangan leleh dari baja akan semakin bertambah, tetapi daktilitas dari baja tersebut akan semakin berkurang, salah satu dampaknya adalah pembengkokan maupun pekerjaan las akan menjadi lebih sulit.
6 Universitas Sumatera Utara
Menurut SNI 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu:
Jenis Baja
Kuat Leleh (fy) MPa
Tegangan Tarik Batas (fu) MPa
BJ 34
210
340
BJ 37
240
370
BJ 41
250
410
BJ 50
290
500
410
550
BJ 55 Sumber : SNI 2002
Tabel 2.1 Tegangan leleh dan kuat tarik batas
2.1.2
Sifat Baja Ada beberapa keuntungan dari sifat baja yang membuat baja menjadi
bahan yang dipilih sebagai bahan material konstruksi, keuggulan dari sifat baja adalah:
Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran struktur serta juga mengurangi mengurangi berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup menguntungkan bagi struktur-struktur yang bersifat memanjang, bahkan pada bangunan dengan kondisi tanah buruk.
Memiliki keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton bertulang yang terdiri dari bermacam bahan penyusun. Dan juga memiliki tingkat keawetan yang tinggi.
Bersifat elastis, dimana baja mempunyai perilaku yang cukup dekat dengan asumsi-asumsi yang digunakan untuk melakukan analisa, sebab baja memiliki perilaku elastis hingga tegangan yang cukup
7 Universitas Sumatera Utara
tinggi mengikuti hukum hooke. Dan momen Inersia dari suatu profil baja juga dapat dihitung dengan pasti sehingga memudahkan dalam melakukan analisa struktur.
Daktilitas baja cukup tinggi, karena suatu batang baja yang menerima tegangan tarik yang tinggi akan mengalami regangan tarik cukup besar sebelum terjadinya keruntuhan.
Dan beberapa keuntungan lain dari pemakaian baja adalah kemudahan dalam penyambungan antarelemen yang satu dengan yang lainnya dengan
menggunakan
baut
sehingga
pembentukan
secara
makrostruktur dapat lebih fleksibel dan mampu membentuk struktur dengan kualitas daya seni tinggi. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut:
Modulus geser (G) dihitung berdasarkan persamaan: G = E/2(1+μ) Dimana: μ = Angka perbandingan poisson
Modulus elastisitas (E) berkisar antara 193000 Mpa sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil 210000 Mpa.
Dengan mengambil μ = 0.30 dan E = 210000 Mpa, akan memberikan G = 81000 Mpa
Koefisien ekspansi (α), diperhitungkan sebesar : α = 11,25 × 106 per ºC
Berat jenis baja (γ), diambil sebesar 7.85 t/m³.
Untuk dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli struktur harus dapat memahami sifat-sifat mekanik dari baja. Pengujian yang
8 Universitas Sumatera Utara
paling tepat untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji tarik terhadap material baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap sifat-sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya potensi tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan. Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan suatu hasil uji tarik material baja yang dilakukan pada suhu kamar serta dengan memberikan laju regangan yang normal. Tegangan nominal (f) yang terjadi dalam benda uji diplot pada sumbu vertikal, sedangkan regangan (ε) yang merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula (ΔL/L) diplot pada sumbu horizontal. Gambar 2.1 merupakan hasil uji tarik dari suatu benda uji baja yang dilakukan hingga benda uji mengalami keruntuhan, sedangkan Gambar 2.2 menunjukkan gambaran yang lebih detail dari perilaku benda uji hingga mencapai regangan sebesar ± 2 %.
Gambar 2.1 Kurva Hubungan Tegangan (f) dan Regangan (ε)
9 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Bagian Kurva Tegangan-Regangan yang Diperbesar
Titik-titik penting dari kurva tegangan-regangan adalah: 𝑓𝑝
: batas proporsional
𝑓𝑒
: batas elastis
𝑓𝑦𝑢 ,𝑓𝑦 : tegangan leleh atas dan bawah 𝑓𝑢
: tegangan putus
𝜀𝑠
: regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening (penguatan regangan
𝜀𝑢
: regangan saat tercapainya tegangan putus Titik-titik penting tersebut membagi kurva tegangan-regangan menjadi
beberapa daerah sebagai berikut:
Daerah linear antara 0 dan 𝑓𝑝 , dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke, kemiringan dan bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young, E (=f /ε).
10 Universitas Sumatera Utara
Daerah elastis antara 0 dan 𝑓𝑒 , pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji ini akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis.
Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,21,5%, pada bagian ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja tersebut. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai daerah plastis yang benarbenar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa plastis.
Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara 𝜀𝑠 dan 𝜀𝑢 . Untuk regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguatan regangan (Est )
2.1.3
Profil Baja Profil baja struktural yang tersedia di pasaran terdiri dari banyak jenis dan
bentuk. Semua bentuk profil tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Beberapa jenis profil baja menurut ASTM bagian I diantaranya adalah profil IWF, O, C, profil siku (L), tiang tumpu (HP), dan profil T structural. Profil IWF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis untuk banyak aplikasi profil M
11 Universitas Sumatera Utara
mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan juga memiliki aplikasi yang sama. Profil S adalah balok standar Amerika. Profil ini memiliki bidang flens yang miring, dan web yang relatif lebih tebal. Profil ini jarang di gunakan dalam konstruksi, tetapi masih digunakan terutama untuk beban terpusat yang sangat besar pada bagian flens. Profil HP adalah profil jenis penumpu (bearing type shape) yang mempunyai karakteristik penampang agak bujur sangkar dengan flens dan web yang hampir sama tebalnya. Biasanya digunakan sebagai fondasi tiang pancang. Bisa juga digunakan sebagai balok dan kolom, tetapi umumnya kurang efisien. Profil C atau kanal mempunyai karakteristik flens pendek, yang mempunyai kemiringan permukaan dalam sekitar 1:6. Biasnya diaplikasikan sebagai penampang tersusun, bracing tie, ataupun elemen dari bukaan rangka (frame opening). Profil siku atau profil L adalah profil yang sangat cocok untuk digunakan sebagai bracing dan batang tarik. Profil ini biasanya digunakan secara gabungan, yang lebih di kenal sebagai profil siku ganda. Profil ini sangat baik untuk digunakan pada struktur truss.
Gambar 2.3 Profil Baja 12 Universitas Sumatera Utara
2.2
Balok
2.2.1
Pendahuluan Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai
dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan akan beban-beban. Balok menerima beban yang arahnya tegak lurus dengan sumbu memanjang batangnya, hal tersebutlah yang menyebabkan balok melentur. Pada sistem struktural bangunan gedung, elemen balok merupakan paling banyak digunakan dengan pola berulang dalam susunan hirarki balok. Susunan hirarki ini terdiri atas ; susunan satu tingkat, dua tingkat, dan susunan tiga tingkat sebagai batas maksimum. Tegangan aktual yang timbul pada elemen struktur balok tergantung pada besar dan distribusi material pada penampang melintang balok tersebut. Semakin besar ukuran balok, semakin kecil tegangan yang terjadi. Apabila suatu gelagar balok bentangan sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Regangan-regangan balok tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar stabilitas terjamin, batang balok sebagai bagian dari sistem yang menahan lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan dan tarik tersebut karena tegangan baja dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, di dekat serat terbawah, maka secara teoritis balok disebut sebagai bertulangan baja tarik saja.
13 Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Balok Sederhana Balok sederhana adalah suatu balok yang disangga secara bebas pada kedua ujungnya. Istilah “disangga secara bebas” menyatakan secara tidak langsung bahwa ujung penyangga hanya mampu menahan gaya-gaya pada batang dan tidak mampu menghasilkan momen. Dengan demikian tidak ada tahanan terhadap rotasi pada ujung batang jika batang mengalami tekukan karena pembebanan. Batang sederhana diilustrasikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Balok dengan perletakan sederhana Perlu diperhatikan bahwa sedikitnya satu dari penyangga harus mampu menahan pergerakan horizontal sedemikian sehingga tidak ada gaya yang muncul pada arah sumbu balok. Balok pada Gambar 2.4a dikatakan dikenai gaya terkonsentrasi atau gaya tunggal; sedang batang pada Gambar 2.4b dibebani pasangan beban terdistribusi seragam. Balok sederhana merupakan balok statis tertentu, yaitu balok dimana reaksi-reaksi gayanya dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan kesetimbangan statis. Nilai reaksi-reaksi ini tidak tergantung pada perubahan bentuk atau deformasi yang terjadi pada balok.
14 Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Tekuk Lateral Pada Balok Tekuk lateral adalah tekuk arah tegak lurus bidang kerja gaya luar, terjadi pada balok-balok langsing dimana Iy< Ix. Seperti pada kolom dengan beban aksial, balok tidak mungkin mengalami pembebanan yang sempurna, tidak homogen seluruhnya, dan biasanya tidak dibebani tepat pada bidang yang dianggap dalam perencanaan dan analisis. Tinjau gambar 2.5 di bawah ini. Menurut teori balok yang umum, pembebanan pada bidang badan balok akan menimbulkan tegangan yang sama besar di titik A dan B. Namun ketidaksempurnaan pada balok dan eksentrisitas tak terduga pada pembebanan akan menyebabkan tegangan di A dan B berlainan. Sayap segiempat yang berlaku sebagai kolom biasanya akan tertekuk dalam arah lemah akibat lentur terhadap suatu sumbu seperti sumbu 1-1 pada gambar 2.5b, namun badan memberi sokongan menerus untuk mencegah tekuk ini. Bila beban tekan diperbesar, sayap segiempat cenderung akan tertekuk oleh lentur terhadap sumbu 2-2 pada gambar 2.5b tekuk lateral (lateral buckling). Analogi antara sayap tekan balok dan kolom ditujukan hanya untuk menjabarkan kelakuan umum tekuk lateral.
Gambar 2.5 Tekuk Torsi lateral pada balok 15 Universitas Sumatera Utara
Untuk memahami kelakuan ini secara lebih tepat, harus disadari bahwa sayap tekan tidak saja ditopang (braced) dalam arah lemah oleh badan yang menghubungkan ke sayap tarik yang stabil, tetapi badan juga memberikan pengekangan momen dan geser yang menerus sepanjang pertemuan sayap dan badan. Jadi, kekakuan lentur badan menyebabkan seluruh penampang ikut bekerja bila pergerakan lateral atau ke samping terjadi. 2.2.4
Beban Tengah Terpusat Jika balok dengan perletakan sederhana di bentang tengahnya diberi gaya
terpusat, maka diagram momennya adalah bilinear seperti pada gambar. Disini, seperti pada kasus momen ujung tidak merata, persamaan diferensialnya akan menghasilkan koefisien variabel. Sebagai gambaran, balok dengan perletakan sederhana yang dibebani gaya terpusat P dipusat geser pada bentang tengah penampang seperti pada gambar dibawah. Untuk memperoleh persamaan diferensial, kita perlu mencari hubungan momen eksternal yang ditimbulkan yang bekerja pada pada balok pada keadaan terdeformasi dengan momen internalnya.Dalam hal ini kita menggunakan dua koordinat system, yaitu (x-y-z) dan (x’-y’-z’) seperti pada gambar. Pada balok yang tertekuk lateral, reaksi vertical (P/2) dan reaksi torsi , dimana perpindahan lateral bidang luar dari pusat geser ditengah penampang akan mendapat sokongan. Dengan mengingat penampang sejauh z dari titik awalnya, variasi komponen dari momen external yang bekerja pada penampang tersebut yang mengenai koordinat x-y-z, dengan menggunakan aturan sekrup tangan kanan untuk vector momen,
Mx
ext
=
P P −z 2 2
2.1
16 Universitas Sumatera Utara
𝑀𝑦
𝑒𝑥𝑡
𝑀𝑧
𝑒𝑥𝑡
=0 =−
2.2 𝑃 𝑢 −𝑢 2 𝑚
2.3
Komponen dari momen external yang bekerja pada penampang pada balok yang terdeformasi yang mengenai koordinat x’-y’-z’ adalah : 𝑀𝑥 ′
≈ 𝑀𝑥
𝑀𝑦 ′
𝑒𝑥𝑡
≈ −𝛾 𝑀𝑥
𝑒𝑥𝑡
𝑀𝑧 ′
𝑒𝑥 𝑡
≈ 𝑀𝑧
+
𝑒𝑥𝑡
𝑒𝑥𝑡
−
𝑑𝑢 𝑀 𝑑𝑧 𝑧
𝑒𝑥𝑡
−
𝑒𝑥𝑡
=
𝑑𝑣 𝑀 𝑑𝑧 𝑧
𝑒𝑥𝑡
𝑑𝑢 𝑀 𝑑𝑧 𝑥
𝑒𝑥𝑡
𝑃 𝐿 𝑑𝑢 𝑃 −𝑧 + 𝑢 −𝑢 2 2 𝑑𝑧 2 𝑚 = −𝛾
=−
𝑃 𝐿 𝑑𝑣 𝑃 𝑢 −𝑢 −𝑧 + 2 2 𝑑𝑧 2 𝑚
𝑃 𝑑𝑢 𝑃 𝐿 −𝑧 𝑢𝑚 − 𝑢 + 2 𝑑𝑧 2 2
2.4 2.5 2.6
Momen perlawanan internalnya adalah: 𝑀𝑥 ′ 𝑀𝑦 ′ 𝑀𝑧 ′
𝑖𝑛𝑡
= −𝐸𝐼𝑥
𝑑2 𝑣 𝑑𝑧 2
2.7
𝑖𝑛𝑡
= −𝐸𝐼𝑦
𝑑2 𝑢 𝑑𝑧 2
2.8
𝑑𝛾 𝑑3 𝛾 = 𝐺𝐽 − 𝐸𝐶𝑤 3 𝑑𝑧 𝑑𝑧
2.9
𝑖𝑛𝑡
Gambar 2.6 Balok dengan Perletakan Sederhana dengan Pembebanan Di Tengah Bentang
17 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Tekuk Lateral pada Balok dengan Perletakan Sederhana dengan Pembebanan Di Tengah Bentang Sumber :STRUCTURAL STABILITY, Theory and Implementation.W.F.Chen, Ph.d. dan E.M. Lui, Ph.d Tanda minus pada persamaan 2.7 di atas menunjukkan bahwa Momen positif 𝑀𝑥 ′
𝑖𝑛𝑡 menghasilkan
gradien negative(𝑑 2 𝑣)/𝑑𝑥 2 , sesuai dengan aturan sekrup
tangan kanan. Dengan menyamakan momen external dan momen internal dan mengabaikan syarat orde tertinggi, dapat ditetapkan persamaan keseimbangan: 𝐸𝐼𝑥
𝑑2 𝑣 𝑃 𝐿 + −𝑧 =0 𝑑𝑧 2 2 2
2.10
𝐸𝐼𝑦
𝑑2 𝑢 𝑃 𝐿 +𝛾 −𝑧 =0 2 𝑑𝑧 2 2
2.11
𝑑𝛾 𝑑3 𝛾 𝑃 𝑑𝑢 𝑃 𝐿 𝐺𝐽 − 𝐸𝐶𝑤 3 + 𝑢𝑚 − 𝑢 + −𝑧 =0 𝑑𝑧 𝑑𝑧 2 𝑑𝑧 2 2
2.12
Perlu dicatat bahwa syarat kedua dalam persamaan 2.7dan 2.8 di atas diabaikan penulisannya pada persamaan 2.10 dan 2.11 karena nilai (du/dz), (dv/dz),dan 𝑢𝑚 − 𝑢 , sangat kecil. Kita harus mengetahui bahwa dalam persamaan 2.6 diatas, yang menggambarkan perilaku lentur bidang dalam balok, tidak digabungkan dengan dua persamaan lainnya.Oleh karena itu hal tersebut tidak penting dalam analisis buckling ini. Perilaku tekuk torsi lateral balok
18 Universitas Sumatera Utara
digambarkan pada persamaan 2.10 dan persamaan 2.11. Dengan mengeliminasi u dari persamaan 2.10 dan persamaan 2.11 dan mencatat bahwa 𝑑𝑢𝑚 𝑑𝑧 = 0,dapat ditulis persamaan diferensial: 𝑑4 𝛾 𝑑2 𝛾 1 𝑃 𝐿 𝐸𝐶𝑤 4 − 𝐺𝐽 2 + −𝑧 𝑑𝑧 𝑑𝑧 𝐸𝐼𝑦 2 2
2
𝛾=0
2.13
Solusi untuk persamaan diferensial ini ditetapkan dengan metode deret tak terhingga. Hasilnya diplot dalam bentuk garis tebal pada gambar di bawah.Kurva tersebut masing-masing sesuai pada kasus pada saat beban bekerja pada sayap atas, pusat geser, dan pada sayap bawah pada penampang. Pada kasus dimana beban bekerja pada sayap atas merupakan keadaan yang paling berbahaya, karena lengan torsi bertambah besar. Di sisi lain hal yang berbahaya ialah bekerjanya beban pada sayap bawah sehingga menyebabkan pengurangan lengan torsi. Jika beban bekerja pada sayap atas maka persamaan 2.6 menjadi : 𝑀𝑧
𝑒𝑥𝑡
=−
𝛾𝑚 𝑃 𝑢𝑚 + −𝑢 2 2
2.14
Dan pada saat beban bekerja pada sayap bawah, maka persamaan 2.6 menjadi: 𝑀𝑧
𝑒𝑥𝑡
=−
𝑃 𝛾𝑚 𝑢𝑚 − −𝑢 2 2
2.15
Dimana 𝑢𝑚 dan 𝛾𝑚 merupakan perpindahan lateral bidang luar dan putaran dari penampang bentang tengah balok masing-masing. Nilai dari 𝛾𝑚 2 (𝑎𝑡𝑎𝑢 − 𝛾𝑚 2) menggambarkan jumlah kenaikan atau penurunan pada lengan torsi yang diakibatkan beban yang bekerja dan kenaikan atau penurunan momen externalnya 𝑀𝑧
𝑒𝑥𝑡 .
Terbukti, jika 𝑀𝑧
𝑒𝑥𝑡
semakin besar maka 𝑃𝑐𝑟 akan
19 Universitas Sumatera Utara
semakin kecil dan sebaliknya. Maka pendekatan nilai teoritis 𝑃𝑐𝑟 dari persamaan 2.1 di atas adalah: 𝑀𝑐𝑟 =
𝑃𝑐𝑟 𝐿 = 𝐶𝑏 𝑀0𝑐𝑟 4
2.16
Gambar 2.8 Perbandingan Nilai Teoritis dan Nilai Pendekatan (Beban Terpusat) Sumber : STRUCTURAL STABILITY, Theory and Implementation.W.F.Chen, Ph.d. dan E.M. Lui, Ph.d Dengan: 𝐴𝐵 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑦𝑎𝑝 𝑏𝑎𝑤𝑎 𝐶𝑏 = 𝐴 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑢𝑠𝑎𝑡 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝐴 𝐵 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑦𝑎𝑝 𝑎𝑡𝑎𝑠
2.17
Nilai A dan B dirumuskan oleh Nethercot dan Rockey sebagai berikut. 𝐴 = 1.35
2.18
𝐵 = 1 + 0.649𝑊 − 0.180𝑊 2
2.19
Dimana: 𝑊 = 𝜋 𝐿
𝐸𝐶𝑤 𝐺𝐽
20 Universitas Sumatera Utara
Nilai pendekatan untuk nilai 𝑃𝑐𝑟 dengan menggunakan persamaan 2.16 dan 2.19 diatas diplot atau digambarkan dengan garis putus-putus pada gambar di atas. Dapat kita lihat bahwa solusi pendekatan diatas memberikan gambaran solusi yang pasti secara teoritis. 2.2.5
Pengaruh Kondisi Pembebanan Kasus dasar tekuk lateral dan puntiran yang terjadi pada balok WF dengan
perletakan sederhana yang dibebani momen seragam pada sumbu utamanya telah diterima dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan solusi persamaan diatas. Rumus ini akan menghasilkan hasil yang konservatif dalam sebagian besar kasus. Akan tetapi sebagian besar balok dalam strukturnya tidak dibebani dengan momen seragam, dan sebagian besar kondisi perletakannya tidaklah sederhana. Kondisi pembebanan dan kondisi batas yang praktis dan sangat penting sayangnya tidak dapat memecahkan persamaan diferensial yang sangat rumit dan bahkan tidak mungkin dapat diselesaikan dengan analitis. 2.2.6
Perilaku Balok Tanpa Kekangan Lateral Pada balok yang memikul beban transversal selain melentur terhadap
sumbu kuatnya, juga dapat melentur ke arah sumbu lemahnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa bagian sayap tekan balok dihubungkan dengan bagian sayap tarik melalui badan balok sehingga dapat mencegah terjadinya ketidakstabilan sayap tekan terhadap tekuk. Komponen tekan dari suatu balok disokong seluruhnya oleh komponen tarik yang stabil. Jadi, tekuk global dari komponen tekan tidak terjadi sebelum kapasitas momen batas penampang belum tercapai. Namun apabila sayap tekan cukup besar, bagian sayap tekan dapat tertekuk ke arah lateral yang dikenal sebagai lateral torsional buckling. Untuk
21 Universitas Sumatera Utara
mencegah terjadinya lateral torsional buckling ini, balok dapat diberi lateral support pada jarak tertentu, atau dengan memilih balok yang mempunyai momen inersia terhadap sumbu lemah mendekati sama besar dengan momen inersia sumbu kuatnya. 2.2.7
Kekuatan Balok Akibat Beban Momen Murni
o Kuat Lentur Nominal Balok Kuat lentur nominal balok ditinjau dari kegagalan tekuk lateral sangat tergantung kepada panjang balok tanpa sokongan (unbraced length) didefinisikan parameter berikut ini: 𝐿𝑝 =
𝐿𝑝𝑑 =
𝐿𝑟 =
790 𝐹𝑦𝑓
𝑟𝑦
24800 + 15200 𝑀1 𝑀2 𝑟𝑦 𝐹𝑦𝑓 𝑟𝑦 𝑋1 𝐹𝑦𝑓 − 𝐹𝑟
1 + 1 + 𝑋2 𝐹𝑦𝑓 − 𝐹𝑟
𝐸. 𝐺. 𝐽. 𝐴 𝑆𝑥 𝜋 𝑋2 = 4. 𝑋1 = . 2 𝐺. 𝐽 𝑆𝑥
2
.
2
𝐶𝜔 𝐼𝑦
Dengan: 𝐹𝑦𝑓
= Tegangan leleh pada sayap
𝐽
= Konstanta Torsi
𝐶𝑤
= Konstanta Warping
𝑟𝑦
= Radius girasi terhadap sumbu y
𝐸
= Modulus Elastisitas
𝐺
= Modulus Geser
𝑆𝑥
= Section Modulus terhadap sumbu x
22 Universitas Sumatera Utara
𝐹𝑟
= Tegangan sisa
𝐴
= Luasan Penampang Profil
Pada bagian berikut ada 4 (empat) kondisi balok dengan momen plastis dan kapasitas rotasi yang berbeda-beda. o
Penampang kompak dengan 𝐿𝑏 ≤ 𝐿𝑝𝑑
Momen plastis tercapai 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 dengan kapasitas rotasi besar 𝑅 ≥ 3 o
Penampang kompak dengan 𝐿𝑏 ≤ 𝐿𝑝𝑑
Momen plastis tercapai 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 dengan kapasitas rotasi besar 𝑅 < 3 o
Penampang kompak dengan 𝐿𝑝 < 𝐿𝑏 < 𝐿𝑟
Momen plastis tidak tercapai 𝑀𝑟 ≤ 𝑀𝑛 < 𝑀𝑝 . Karena terjadinya tekuk lateral pada daerah inelastis. Maka: 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 − 𝑀𝑝 − 𝑀𝑟 o
𝐿𝑏 − 𝐿 𝑝 ≤ 𝑀𝑝 𝐿𝑟 − 𝐿 𝑝
Penampang kompak dan tidak kompak dengan 𝐿𝑏 > 𝐿𝑟
Pada kasus ini akan terjadi lateral torsional buckling pada daerah elastis 𝑀𝑛 < 𝑀𝑟 𝑀𝑛 = 𝑀𝑐𝑟 =
𝑆𝑥 𝑋1 2 𝑋1 𝑋2 1+ 𝐿𝑏 𝐿𝑟 2 𝐿𝑏 𝐿𝑟
2
Gambar 2.9 Kuat Momen Nominal akibat beban 𝐿𝑏
Pengaruh Gradient Momen Terhadap Ketidakstabilan Lateral Torsi
23 Universitas Sumatera Utara
Telah dijelaskan pada bab sebelumnya kuat lentur nominal 𝑀𝑛 terhadap tekuk lateral dikembangkan dari analisis balok di atas dua perletakan dengan beban yang bekerja adalah momen lentur murni seragam. Bila momen yang bekerja tidak seragam atau beban yang bekerja adalah beban transversal, maka kuat lentur nominal 𝑀𝑛 akan bertambah. Untuk memperhitungkan pengaruh momen yang tidak seragam atau beban yang bekerja adalah beban transversal, maka kuat lentur nominal dikalikan dengan faktor modifikasi 𝐶𝑏 . Peraturan AISC 1986 menetapkan faktor seperti 𝐶𝑏 yang diusulkan Salvadori: 𝐶𝑏 = 1,75 + 1,05
𝑀1 𝑀1 + 0,3 𝑀2 𝑀2
2
≤ 2,3
2.20
Pengaruh distribusi beban sepanjang bentang balok yang tidak disokong/dikekang terhadap kekuatan atau kapasitas tekuk lateral torsi elastis telah diteliti secara numerik oleh sejumlah peneliti. Hasil dari sejumlah buku atau tulisan, solusi pada bentuk persamaan 2.20 diatas sering dipakai untuk mencari nilai beban kritis. Solusi untuk kondisi pembebanan yang secara umum untuk beban yang bekerja pada pusat gesernya dapat dilihat pada tabel dibawah. Dengan menggunakan tanda atau nilai 𝑀𝑐𝑟 pada kolom ketiga dan nilai 𝐶𝑏 pada kolom keempat dengan nilai 𝑀0𝑐𝑟 pada persamaan 2.20 d iatas dapat kita hitung nilai beban kritisnya. Untuk pembebanan yang diagaram momennya tidak menyerupai dengan yang terdapat pada table 2.2a dibawah tersebut. Rumus empiris dirumuskan oleh Kirby dan Nethercot untuk nilai 𝐶𝑏 . 𝐶𝑏 =
3 𝑀1 𝑀𝑚𝑎𝑥
12 + 4 𝑀2 𝑀𝑚𝑎𝑥 + 3 𝑀3 𝑀𝑚𝑎𝑥 + 2
2.21
Dimana 𝑀1 , 𝑀2 , dan 𝑀3 momen pada ¼ panjang bentang, tengah bentang dan ¾ panjang bentang masing-masing dan 𝑀𝑚𝑎𝑥 adalah momen maksimum sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.2b di bawah. Jika letak pembebanan tidak pada pusat geser, nilai-nilai beban kritis akan berbeda-beda. Untuk dua kasus pembebanan pada tabel di bawah Nethercot, dan Rockey telah mengusulkan tanda untuk 𝐶𝑏 untuk digunakan pada persamaan 2.20
24 Universitas Sumatera Utara
untuk memberikan nilai pendekatan beban kritis. Gambar di bawah menunjukkan perbandingan antara nilai beban kritis secara teoritis yang ditetapkan oleh Timoshenko dan Gere untuk kasus beban yang terdistribusi dengan seragam dengan solusi pendekatan yang dirumuskan oleh Nethercot dan Rockey.
Gambar 2.10 Bidang Momen pada 1 4 , 1 2 , dan 3 4 bentang
25 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Nilai 𝐶𝑏 untuk berbagai jenis kasus pembebanan yang berbeda (Beban yang diberikan seluruhnya pada pusat geser penampang)
(Sumber : Structural stability Theory of implementation W.F. Chen, Phd.) 2.3
Konsep Teori Stabilitas Struktur Keunggulan bahan struktur dari baja yang paling utama adalah kekuatan
dan sifat keliatannya (ductility) yang tinggi sehingga mampu berdeformasi secara nyata sebelum terjadi kegagalan. Pada perencanaan suatu konstruksi baja diharapkan struktur yang dihasilkan akan dapat menahan beban rencana tanpa terjadi deformasi yang dapat menyebabkan struktur bangunan mengalami keruntuhan. Dalam hal ini biasanya struktur dirancang dengan kekakuan yang baik sehingga beban rencana yang dipikul oleh struktur berada pada kondisi aman. Konsep stabilitas pada suatu struktur baja biasanya diterapkan sebagai prinsip dasar,
maka
pada
setiap
perencanaan
kondisi
keseimbangan
harus
dipertimbangkan, karena sistem struktur akan terganggu keseimbangannya apabila diberi beban. Ada 3 alternatif dasar yang dapat menjadi prinsip dasar keseimbangan tersebut, antara lain: 1.
Jika sistem struktur tetap berada pada posisi originalnya, maka sistem tersebut dikatakan stabil, artinya jika beban ditiadakan maka sistem kembali seperti semula. Gambar 2.11(A)
26 Universitas Sumatera Utara
2.
Jika sistem struktur menerima besar beban tertentu, apabila beban tersebut dihilangkan maka sistem akan kembali seperti semula, tetapi apabila beban ditambah sedikit saja maka sistem tersebut tidak lagi kembali seperti semula walaupun beban ditiadakan, kondisi ini dikatakan netral, artinya besar beban itu adalah beban kritis. Gambar 2.11(B)
3.
Jika sistem struktur terus bergerak dan cenderung tidak mampu mendukung beban, maka sistem itu dikatakan tidak stabil. Gambar 2.11(C).
Konsep stabilitas dari ketiga keseimbangan tersebut divisualisasikan dengan sebuah bola yang bergulir di atas bidang pada gambar 2.11
Gambar 2.11 Tiga Kondisi Keseimbangan Statis Akibat karakter ketidakstabilan tersebut akan terjadi perubahan geometri uang dihasilkan oleh kehilangan kemampuan memikul beban tersebut. pada bagian (A) beban P
P𝑐𝑟 maka struktur akan mengalami pola keruntuhannya dan tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula, dengan kata lain telah terjadi perubahan geometri dan sifat kekuatan bahan tersebut. Masalah ini menjadi penting bagi perencanaan struktur baja untuk diterapkan, selain
27 Universitas Sumatera Utara
pertimbangan
tercapainya
kekuatan
maksimum,
kekakuan
juga
harus
diperhitungkan untuk kestabilan. 2.4
Teori Umum Lentur Sejauh ini pembahasan hanya terbatas pada bentuk-bentuk profil simetris,
sehingga rumus f = M.c/I dapat digunakan untuk menghitung tegangan lentur elastis. Pembahasan berikut akan lebih memperumum lenturan pada batang prismatis (batang yang mempunyai bentuk penampang melintang sama di setiap potongannya). Diasumsikan pula dalam balok ini tidak terjadi puntir. Perhatikan balok dengan penampang seragam pada Gambar 2.12 yang dikenal momen pada bidang ABCD. Bidang ABCD membentuk sudut γ terhadap bidang xz. Momen ini direpresentasikan dengan vektor normal terhadap ABCD.
Gambar 2.12 Balok Prismatis Dengan Lentur Murni Perhatikan pula potongan sejarak z pada gambar 2.12 Syarat kesetimbangan dalam free body dipenuhi bila: fz = 0 →
σdA = 0
Mx = 0 → Mx =
A
y. σdA
2.22
2.23
28 Universitas Sumatera Utara
My = 0 → My =
A
x. σdA
2.24
Momen Mx dan My positif bila menghasilkan lentur positif, artinya lentur yang mengakibatkan tekan pada bagian atas balok dan tarik pada bagian bawah. 2.4.1
Lentur dalam Bidang YZ
Jika lentur terjadi dalam bidang yz, tegangan σ proposional terhadap y, sehingga: σ = k1 . y
2.25
Gunakan persamaan 2.22 hingga 2.24 memberi hasil: k1
A
ydA = 0
2.26
Mx → k 1
A
y 2 dA = k1 Ix
2.27
My → k 1
A
xydA = k1 Ixy
2.28
Gambar 2.13 Free Body balok pada potongan berjarak z Persamaan 2.26 menunjukkan bahwa x haruslah sumbu berat. Dari persamaan 2.27 dan 2.28 memberikan: k1 =
Mx Ix
=
My
2.29
Iy
Dan sudut γ dapat ditentukan sebagai: tan γ =
Mx Ix
=
My Iy
2.30
29 Universitas Sumatera Utara
Bila penampang memiliki minimal satu sumbu simetri (Ixy = 0, γ = π/2) maka beban dan lentur terjadi dalam bidang yz. 2.4.2
Lentur dalam Bidang XZ
Bila lentur terjadi dalam bidang xz, tegangan σ proposional terhadap x, sehingga: σ = k2 . x
2.31
Gunakan persamaan 2.1 hingga 2.3 memberi hasil: k2
A
xdA = 0
2.32
Mx → k 2
A
xydA = k 2 Ixy
2.33
My → k 2
A
x 2 dA = k 2 Iy
2.34
Dan sudut γ haruslah: tan γ =
Mx Ix
=
My
2.35
Iy
Dalam kasus penampang yang memiliki paling sedikit satu sumbu simetri Ixy = 0 dan tan γ = 0, maka beban dan lentur terjadi dalam bidang xz.
2.4.3
Lentur di luar Bidang XZ dan YZ
Tegangan total σ merupakan penjumlahan dari tegangan akibat lentur dalam bidang xz dan yz. σ = k1 . y + k 2 . x
2.36
Mx = k1 Ix + k 2 Ixy
2.37
My = k1 Ixy + k 2 Iy
2.38
Menyelesaikan persamaan 2.37 dan 2.38 serta substitusi ke persamaan 2.36 akan diperoleh:
30 Universitas Sumatera Utara
σ=
Mx Iy −My Ixy 2
Ix Iy +Ixy
.y+
M y I x −M x I xy I x I y −I 2xy
.x
2.39
Persamaan 2.18 merupakan persamaan umum lentur, dengan mengasumsikan: balok lurus, prismatis, sumbu x dan y adalah dua sumbu berat saling tegak lurus, material elastis linear, tak ada pengaruh puntir. Bila penampang mempunyai setidaknya satu sumbu simetri, maka dengan mensubstitusikan Ixy = 0, persamaan 2.39 menjadi: My Mx σ= .y= .x Ix Iy
2.40
Dari persamaan 2.30 dan 2.35 didefinisikan tan γ =
Mx My
Bila tegangan dalam sumbu netral sama dengan nol, σ dalam persamaan 2.39 dapat disubstitusi dengan nol, selesaikan untuk -x/y, akan diperoleh bentuk: -
x y
=
M x I y −M y I xy
I x I y −I 2xy
I x I y −I 2xy
M y I x −M x I xy
2.41
Dari Gambar 2.14 tampak bahwa tan α = -x/y, sehingga persamaan 2.41 dapat ditulis sebagai: Mx .I I M y y xy I y .tan γ − I 2xy tan α = = M I x − x . I xy I x − I xy .tan γ My
2.42
Jika penampang memiliki paling tidak satu buah sumbu simetri ( 𝐼𝑥𝑦 = 0): tan α =
Iy Ix
.tan γ
2.43
31 Universitas Sumatera Utara
2.5
Torsi
2.5.1
Pendahuluan Pengaruh torsi/puntir terkadang sangat berperan penting dalam desain
struktur. Kasus torsi sering dijumpai pada balok induk yang memiliki balok-balok anak dengan bentang yang tak sama panjang. Profil yang paling efisien dalam memikul torsi adalah profil bundar berongga (seperti cincin). Penampang ini lebih kuat memikul torsi daripada penampang bentuk I, kanal, T, siku, atau Z dengan luas yang sama. Suatu batang pejal bulat bila dipuntir, maka tegangan geser pada penampang di tiap titik akan bervariasi sesuai jaraknya dari pusat batang, dan penampang yang semula datar akan tetap datar serta hanya berputar terhadap sumbu batang. Pada tahun 1853 muncul teori klasik torsi dari Saint-Venant, ia mengatakan bahwa jika batang dengan penampang bukan lingkaran, bila dipuntir maka penampang yang semula datar tidak akan menjadi datar lagi setelah dipuntir, penampang ini menjadi terpilin (warping) keluar bidang. 2.5.2
Torsi Murni pada Penampang Homogen
Perhatikan momen torsi, T, yang bekerja pada batang pejal homogen. Asumsikan tidak ada pemilinan (warping) ke luar bidang. Kelengkungan torsi θ diekspresikan sebagai: θ=
d∅
2.44
dz
Dan regangan geser γ, dari suatu elemen sejarak r dari pusat adalah : γ = r.
d∅ dz
= r.θ
2.45
32 Universitas Sumatera Utara
Dari hukum Hooke, tegangan geser akibat torsi: τ = γ.G
2.46
Gambar 2.14 Torsi Pada Batang Pejal Torsi T adalah sedemikian sehingga: dT = τ. d. A. r = γ. G. d. A. r = r 2 .
d∅ dz
.G.dA
2.47
Mengintegralkan persamaan 2.47 sehingga akan diperoleh: T= Dimana :
r 2 . d∅ dz . G. dA = d∅ dz . G r 2 . dA = GJ d∅ dz G = modulus geser =
2.48
E 2 1+v
J = konstanta torsi, atau momen inersia polar (untuk penampang lingkaran) Tegangan geser, τ, dari persamaan 2.45 dan 2.46 adalah: τ = r.
d∅ dz
.G =
T.r J
2.49
33 Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan 2.49 dapat disimpulkan bahwa regangan geser akibat torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi. Penampang Lingkaran Perhatikan penampang berbentuk lingkaran dengan jari-jari r1 dan r2 dimana r1 < r2
Gambar 2.15 Penampang Lingkaran r2
r 2 . dA =
J=
2πr 3 . dr
J=
1 1 r2 . π. r 4 r = . π. r24 − r14 1 2 2
J=
1 π . π. r22 − r12 r22 + r12 = . (r2 − r1 )(r2 + r1 )(r22 + r12 ) 2 2
J=
π. t . (r2 + r1 )(r22 + r12 ) 2
Jika r2 = r1 + t maka r22 = (r1 + t)2 = r12 + 2r1t + t 2 Maka J=
π. t . 2r1 + t 2r12 + 2r1 t + t 2 2
Untuk r1 = 0, maka: π. t 3 π. t 4 π 1 J= .t = = (2. t)4 = . π. d4 2 2 32 32
34 Universitas Sumatera Utara
τmaks =
T. (d 2) 16. T = 1 π. d4 4 . π. d 32
Untuk t → 0, maka: J=
t t2 1 (2. r1 )3 π. t . r1 2 + . r12 . 2 + 2 + 2 ≈ 2π. t r1 r1 r1 8 2
J=
1 . π. t. d3 4
τmaks
d T. 2 + t (2. T)3 = ≈ 1 π. t. d2 . π. t. d3 4
Penampang Persegi Perhatikan penampang persegi yang mengalami geser akibat torsi, pada gambar Regangan geser = γ
Gambar 2.16 Torsi Pada Penampang Persegi Regangan geser, γ adalah: γ = 2.
d∅ dz
.
t 2
= t.
d∅
2.50
dz
Berdasarkan hukum Hooke, tegangan geser, τ, diekspresikan sebagai: τ = γ.G = t.G.
d∅ T.t = dz J
2.51
35 Universitas Sumatera Utara
Dari teori elastisitas, τ𝑚𝑎𝑘𝑠 terjadi di tengah dari sisi panjang penampang persegi dan bekerja sejajar sisi panjang tersebut. Besarnya merupakan fungsi dari rasio b/t dan dirumuskan sebagai: τ𝑚𝑎𝑘𝑠 =
k 1 .t
2.52
b.t 2
Dan konstanta torsi penampang persegi adalah: J = k 2 . b. t 2
2.53
Besarnya k₁ dan k₂ tergantung dari rasio b/t, dan ditampilkan dalam tabel 2.3 b/t
1
1,2
1,5
2
2,5
3
4
5
∞
k₁
4,81
4,57
4,33
3,88
3,88
3,75
3,55
3,44
3
k₂
0,141
0,166
0,196
0,229
0,249
0,263
0,281
0,291
0,333
Tabel 2.3 Harga k₁ dan k₂ untuk persamaan 2.52 dan 2.53
Profil I, Kanal, T dan Siku Dari Tabel 2.3 tampak untuk b/t yang besar maka harga dan akan cenderung konstan. Untuk penampang-penampang berbentuk I, kanal, T dan siku, maka perhitungan konstanta torsinya diambil dari penjumlahan konstanta torsi masingmasing komponenya yang berbentuk persegi, sehingga dalam hal ini:
J=
1 3
.b.t 3
2.54
36 Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Tegangan Puntir pada Profil I Pembebanan
pada
bidang
yang tak
melalui
pusat
geser
akan
mengakibatkan batang terpuntir jika tidak ditahan oleh pengekang luar. Tegangan puntir akibat torsi terdiri dari tegangan lentur dan geser. Tegangan ini harus digabungkan dengan tegangan lentur dan geser yang bukan disebabkan oleh torsi. Torsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni torsi murni (pure torsional/Saint-Venant‟s torsion) dan torsi terpilin (warping torsion). Torsi murni mengasumsikan bahwa penampang melintang yang datar akan tetap datar setelah mengalami torsi dan hanya terjadi rotasi saja. Penampang bulat adalah satusatunya keadaan torsi murni. Torsi terpilin timbul bila flens berpindah secara lateral selama terjadi torsi.
Gambar 2.17 Penampang dengan Beban Torsi 2.5.3.1 Torsi Murni (Saint-Venant’s Torsion) Seperti halnya kelengkungan lentur (perubahan kemiringan per satuan panjang) dapat diekspresikan sebagai M/EI = 𝑑 2 𝑦 𝑑𝑧 2 , yakni momen dibagi kekakuan lentur sama dengan kelengkungan, maka dalam torsi murni momen M dibagi kekakuan torsi GJ sama dengan kelengkungan torsi (perubahan sudut puntir ø per satuan panjang).
37 Universitas Sumatera Utara
Ms = GJ
d∅
2.55
dz
Dimana: Ms
: Momen torsi murni (Saint-Venant‟s Torsion)
G
: Modulus Geser
J
: Konstanta torsi
Menurut persamaan tegangan akibat Ms sebanding dengan jarak ke pusat torsi.
2.5.3.2 Torsi terpilin (Warping) Sebuah balok yang memikul torsiMz , maka bagian flens tekan akan melengkung ke salah satu sisi lateral, sedang flens tarik melengkung ke sisi lateral lainnya. Penampang pada Gambar 2.17 memperlihatkan balok yang puntirannya ditahan di ujung-ujung, namun flens bagian atas berdeformasi ke samping (arah lateral) sebesar uf . Lenturan ini menimbulkan tegangan normal lentur (tarik dan tekan) serta tegangan geser sepanjang flens. Secara umum torsi pada balok dianggap sebagai gabungan antara torsi murni dan torsi terpilin.
Gambar 2.18 Torsi pada Profil I
38 Universitas Sumatera Utara
2.6
Keran Angkat (Crane)
2.6.1
Pendahuluan Fungsi utama dari keran angkat (crane) adalah mengangkat dan
memindahkan barang ke tempat yang diinginkan. Sistem pemindahan barang dengan keran angkat (crane) terdiri dari keran angkat (crane) yang menggantung di udara dan disokong suatu struktur, hal tersebut yang membedakan sistem pemindahan barang dengan keran angkat dengan alat pemindah barang lainnya seperti forklift dan konveyor. Dengan mengangkat dan memindahkan barang langsung ke tujuan tanpa ada rintangan dalam perjalanan menyebabkan penggunaan keran angkat dapat menghemat waktu, biaya produksi, dan menghemat ruang dikarenakan barang-barang dapat disusun serta meningkatkan keamanan. Keuntungan dari penggunaan keran angkat (crane) hanya akan diperoleh jika crane yang digunakan sesuai dengan desain, aplikasi, dan perawatan jika sudah mencapai umur operasi. Hal lain yang perlu untuk diperhatikan adalah dalam pengoperasian alat ini, sebagai operator, orang yang menjalankan sistem pemindahan barang dengan
crane kadang dalam
pekerjaannya sudut pandang untuk melihat posisi beban dan posisi sekitar terbatas. Jika tidak diperhatikan akan menimbulkan kerugian dan sangat berbahaya. Tetapi dengan melakukan inovasi dalam bidang teknologi, kekurangan ini dapat diatasi dengan pengoperasian alat dengan menggunakan remote. Operator dapat mengendalikan crane dari bawah dengan sudut pandang yang lebih luas.
39 Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Jenis-jenis Keran Angkat Pemindahan barang dengan keran angkat (crane) biasanya digunakan dalam industri, pelabuhan, dan usaha bongkar muat kapal Ada beberapa jenis keran angkat (crane) yang sering digunakan, antara lain: 2.6.2.1
Monorail Sistem Crane monorail adalah sistem pengangkatan barang yang
berjalan di rel tunggal. Monorail merupakan sistem pengangkatan yang paling efisien dan cepat dalam memindahkan barang. Rel tunggal dapat dimodifikasi menjadi rel ganda. Akibat dari modifikasi ini mengakibatkan daya angkat dari crane meningkat. Pengaplikasian monorail biasanya pada pekerjaan produksi yang berulang seperti pabrik perakitan kendaraan atau pabrik perakitan mesin,industri peleburan baja. Monorail dapat bergerak terhadap dua sumbu gerakan kait yaitu atas/bawah dan depan/belakang sepanjang balok monorail.
Gambar 2.19 Monorail Crane
2.6.2.2
Bridge Crane
40 Universitas Sumatera Utara
Yang membedakan bridge crane dengan sistem crane yang lain adalah adanya struktur penopang kolom sebagai landasan untuk bergeraknya crane sehingga dapat bergerak terhadap sumbu X, Y, dan Z. Beban bergerak atasbawah, troli bergerak kanan-kiri, dan jembatan crane bergerak maju-mundur. Keuntungan menggunakan bridge crane adalah daya jangkau yang sangat luas dan sedikit penghalang dalam memindahkan barang karena posisi dari bridge crane cukup tinggi.
Gambar 2.20 Bridge Crane 2.6.2.3
Gantry Crane
Gantry crane dapat menjadi salah satu alternatif dalam sistem pengangkatan barang. Gantry crane mirip dengan bridge crane, hal utama yang membedakannya adalah terdapatnya roda di struktur penopang kolom, sehingga crane dapat dipindahkan.
41 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.21 Gantry Crane Gantry crane tidak memerlukan jalur khusus, sehingga bisa langsung digunakan di atas lantai. Gantry crane biasanya digunakan untuk pemakaian di dalam maupun di luar ruangan dengan panjang bentang hingga 150 m.
2.6.2.4
Jib Crane
Jib crane merupakan tipe crane yang bagian atasnya dapat berputar sambil membawa hoist dan troli. Struktur penopangnya merupakan tiang yang dapat berputar 180o hingga 360o. Kapasitas maksimum dari gantry crane sekitar 10T dan memiliki motor untuk berotasi. Fungsi utama dari jib crane adalah untuk mengangkut beban yang ringan. Penggunaan jib crane biasanya untuk industri kecil, misalnya peralatan mesin las, industri perakitan kecil, dan bongkar muat barang yang tidak memerlukan ketepatan posisi. Jib crane tidak disarankan untuk digunakan dalam pekerjaan berat.
42 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.22 Jib Crane 2.7
Metode Energi
2.7.1. Pendahuluan Konservasi energi pada ilmu statika di definisikan bahwa apabila suatu gaya (beban) dilakukan terhadap suatu konstruksi akan mengakibatkan deformasi, artinya adanya suatu kesetaraan sebab dan akibat. Dalam hal ini kita sebutlah bahwa gaya gaya potensial dari luar akan mengakibatkan perobahan di dalam konstruksi berupa deformasi yang disebut regangan. Sehingga keseimbangan antara potensi yang bekerja harus sama dengan efek yang ditimbulkan ke dalam konstruksi tersebut, dengan anggapan tidak ada energi yang hilang (Energi Potensial = Energi Regangan) dalam kondisi statik, pengertian energi adalah gaya dikali dengan perpindahan. Energi regangan di asumsikan linear walaupun sebenarnya ada energi yang diabaikan dan sangat relatif kecil (ΔU) Gambar 2.23
43 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.23 Energi Regangan Oleh Beban Gaya P
Strain energy (energi regangan) dU = P.d Δ U=
P. d∆
Complementary energy (energi potensial) dU’ = Δ.dP U=
∆. dP
Sebenarnya masih ada sesatan kecil bahwa U≠U’ ’ atau U’’ = U+ΔU, oleh karena asumsi energi linier atau ΔU <<< , maka cukup U = U’ 2.7.2
Energi regangan (Strain energy)
a. Akibat gaya aksial P. Energi regangan akibat gaya aksial P, Gambar 2.24 U = 0,5.P.x (luas segitiga) x = ε.L, dan ε = σ/E dan σ = P/A, sehingga 𝜎 𝑃. 𝑥 𝜎. 𝐴. 𝜀. 𝐿 𝜎. 𝐴. 𝐸 . 𝐿 𝜎 2 𝑈= = = = . 𝐴𝐿 2 2 2 2𝐸
44 Universitas Sumatera Utara
𝑈=
𝜎2 . 𝐴𝐿 2𝐸
Di sini
𝜎2 2𝐸
, merupakan energi regangan per satuan volume
Gambar 2.24 Energi Regangan oleh Beban Aksial b. Akibat momen lentur M. Energi regangan akibat momen lentur M, Gambar 2.25
Gambar 2.25 Energi Regangan oleh Beban Momen Lentur 𝜎2 𝑑𝑥. 𝑑𝐴 2𝐸
𝑑𝑈 =
𝑑𝑈 =
𝑑𝑥 2𝐸
𝑑𝑥 𝑑𝑈 = 2𝐸
𝜎 2 . 𝑑𝐴
𝑀2 . 𝑦 2 . 𝑑𝐴 𝑀2 = 𝑑𝑥 𝐼2 2𝐸𝐼
karena,
45 Universitas Sumatera Utara
𝜎=
𝑀2 2𝐸𝐼
𝑦 2 . 𝑑𝐴 = 𝐼 Maka, 𝑈=
𝑀2 𝑑𝑥 2𝐸𝐼
Bentuk integralnya adalah: a. Akibat Normal. 𝐿
𝑁→𝑈= 0
𝑁𝑥2 𝑑𝑥 2𝐸𝐴
b. Akibat Momen 𝐿
𝑀→𝑈= 0
𝑀𝑥2 𝑑𝑥 2𝐸𝐼
Untuk suatu balok yang menerima momen lentur berlaku : EI.y” = Mx Maka: 𝐿
𝑈= 0
EI. y” 2 𝑑𝑥 𝐸𝐼 = 2𝐸𝐼 2
𝐿
𝑦′′ 2 𝑑𝑥 0
a. Energi lentur arah sumbu x-x
𝐸𝐼𝑥 𝑈= 2
𝐿
𝑣′′ 2 𝑑𝑧 0
b. Energi lentur arah sumbu y-y
𝐸𝐼𝑦 𝑈= 2
𝐿
𝑢′′ 2 𝑑𝑧 0
46 Universitas Sumatera Utara
c. Energi torsi warping
𝐸𝐼𝑤 2
𝑈=
𝛽′′ 2 𝑑𝑧
d. Energi torsi murni
𝐺𝐽 2
𝑈=
2.7.3
𝛽′ 2 𝑑𝑧
Energi potensial (Potensial energy)
Sebuah batang dengan panjang L, oleh gaya P melentur sehingga posisi P berpindah Δb dan energi potensial =P.Δb Gambar 2.26
Gambar 2.26 Pergeseran Batang karena Melentur
a. Perpindahan (Δb) karena balok melentur oleh gaya axial P Δb = S – L 2
𝑑𝑠 = 𝑑𝑥 + 𝑑𝑦 𝐿
𝑆= 0
𝑑𝑦 1+ 𝑑𝑥
2 1 2
𝑑𝑦 = 1+ 𝑑𝑥
2 1 2
𝑑𝑥
2 1 2
𝑑𝑥
47 Universitas Sumatera Utara
Dari teori bentuk binomial: 𝑛
𝑎+𝑏
= 𝑎𝑛 + 𝑛𝑎𝑛−1 𝑏 + 2 1/2
𝑑𝑦 1+ 𝑑𝑥
𝑛(𝑛 − 1) 𝑛−2 2 𝑎 𝑏 +⋯ 2!
1 = 11/2 + . 1 1 2
2−1
𝑑𝑦 𝑑𝑥
2
+ ⋯ 𝑑𝑠𝑡
Apabila suku (dy/dx)2 dipangkatkan yang lebih besar lagi, maka hasilnya akan semakin menjadi sangat kecil atau diabaikan saja. Maka panjang S adalah: 𝐿
𝑑𝑦 1+ 𝑑𝑥
𝑆= 0
2
𝑑𝑥
Sehingga 𝐿
𝑆−𝐿 = 0
1 𝑑𝑦 2 𝑑𝑥
2
𝑑𝑥
Karena Δb = S – L sehingga: 𝐿
Δb = 0
1 𝑑𝑦 2 𝑑𝑥
2
𝑑𝑥
Anggap energi potensial adalah V, dan ΔV = P. Δb, maka: 1 dV = 𝑃 2
𝐿
0
𝑑𝑦 𝑑𝑥
2
𝑑𝑥
sehingga energi potensial adalah: 𝑃 V = 2
𝐿
𝑦′2 𝑑𝑥 0
b. Perpindahan (y) karena balok melentur oleh beban tunggal P Gambar 2.27. 48 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.27 Balok Melentur karena Beban Tunggal Energi potensial nya adalah : V = P.y c. Perpindahan (y) karena balok melentur oleh beban merata q Gambar 2.28
Gambar 2.28 Balok Melentur karena Beban Merata Energi potensial nya adalah : 𝐿
𝑉 = 𝑞.
𝑦. 𝑑𝑥 0
49 Universitas Sumatera Utara