BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bunyi / Suara
2.1.1
Defenisi Bunyi / Suara Berdasarkan pendapat para ahli, defenisi dari bunyi atau suara adalah sebagai
berikut : 1. Suara merupakan gangguan mekanik dalam medium gas, cair atau padat dikarenakan getaran molekul. (Bell, 1996). 2. Bunyi adalah perubahan tekanan dalam udara yang ditangkap oleh gendang telinga dan disalurkan ke otak (Harrington dan Gill, 2005). 3. Bunyi adalah suatu gelombang berupa getaran dari molekul – molekul zat yang saling beradu satu dengan yang lainnya secara terkoordinasi sehingga menimbulkan gelombang dan meneruskan energy serta sebagian dipantulkan kembali. Media yang dilalui mempunyai massa yang elastic sehingga dapat mengantarkan bunyi tersebut. (Sarwono, 2002). 4. Bunyi atau suara didefenisikan sebagai serangkaian gelombang yang merambat dari suara sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan juga tekanan udara (Gabriel, 1996). 5. Gelombang bunyi adalah gelombang mekanis longitudinal, gelombang bunyi tersebut dapat dijalarkan di dalam benda padat, benda cair dan gas (Halliday, 1990).
2.1.2 Karakteristik Bunyi / Suara Karakteristik dasar dari suatu bunyi atau suara terbagi menjadi 2 bagian (Tambunan, 2005), yaitu : 1. Karakteristik fisik gelombang suara, yang terdiri dari : a. Frekuensi Frekuensi diartikan sebagai jumlah perubahan tekanan dalam setiap detiknya atau frekuensi setiap detiknya dalam satuan cycles per second (cls) atau Hertz (Hz). Sifat dari bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intesitasnya. Medium dan suhu mempengaruhi kecepatan rambatan suara yang bervariasi, tetapi untuk kecepatan perambatan suara pada medium udara pada suhu 20°C berkisar 344 m/s, pada kondisi tersebut maka panjang gelombang suara berkisar 13 inch (0,344 m) pada frekuensi 1000 Hz (Wardhana, 2001). Berdasarkan frekuensi, bunyi atau suara dibedakan menjadi 3 daerah frekuensi (Gabriel, 1996), yaitu : 1. 0 – 16 Hz (20 Hz) : Daerah Infrasonik, contoh : getaran tanah, gempa bumi. 2. 16 – 20.000 Hz
: Daerah Sonik, yaitu daerah yang dapat didengar oleh manusia
(audio frekuensi). 3. Diatas 20.000 Hz : Daerah Ultrasonik. Pembagian frekuensi penting untuk diketahui baik dalam hal pengobatan, diagnosa serta nyeri yang ditimbulkan dan lainnya.
1. Frekuensi bunyi antara 0 – 16 Hz (Daerah Infrasonik) Frekuensi bunyi ini contohnya adalah getaran tanah, getaran bangunan maupun truk mobil. Vibrasi yang ditimbulkan oleh truk mobil memiliki Frekuensi sekitar 1 – 16 Hz. Frekuensi dibawah 16 Hz dapat menyebabkan perasaan yang kurang nyaman (discomfort), kelesuan (fatique), dan terkadang dapat menimbulkan gangguan penglihatan. Apabila vibrasi bunyi infra mengenai tubuh dapat menyebabkan resonansi dan akan terasa sakit pada beberapa bagian tubuh (Gabriel, 1996). 2. Frekuensi bunyi antara 16 – 20.000 Hz (Frekuensi Sonik/pendengaran) Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan oleh John R. Cameron and James G. Skofronick dalam buku Medical Physic halaman 297 pada tahun 1978, diperoleh kepekaan telinga terhadap frekuensi bunyi antara 16-4.000 Hz. Kepekaan telinga; dB = 0 terjadi pada Frekuensi 1.000 Hz, dimana nilai ambang rata-rata secara internasional terletak pada daerah 1.000 Hz. Arti dari nilai ambang adalah frekuensi yang berkaitan dengan nineau bunyi (dB) yang dapat didengar, misalnya pada Frekuensi 30 Hz nineau bunyi harus 60 dB (yaitu 10 × 10
W/
. Untuk
mendengar bunyi 60 dB artinya telinga seseorang harus 10 × lebih kuat pada nada 1.000 Hz baru dapat mendengar bunyi tersebut dan artinya lagi tekanan bunyinya harus 10 × lebih besar.
Pada usia lanjut misalnya 60 tahun, nilai ambang pendengaran bagi 4.000 Hz
terletak ± 40 dB lebih tinggi dari usia muda (20 tahun). Gejala naiknya nilai ambang
karena usia tua disebut dengan Presbikusis (kurang pendengaran karena umur yang semakin tua) (Gabriel, 1996). 3. Frekuensi bunyi diatas 20.000 Hz (Daerah Ultrasonik) Dalam bidang kedokteran, frekuensi ini berfungsi dalam menentukan 3 hal, yaitu: pengobatan, penghancuran/ destruktif dan diagnosa. Hal ini disebabkan karena frekuensi yang tinggi memiliki daya tembus jaringan yang cukup besar (Gabriel, 1996). b. Periode Periode adalah waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus amplitudo, satuan periode adalah detik (Nasri,1997). c. Amplitudo Amplitudo sebuah gelombang suara adalah tingkat gerakan molekul-molekul udara dalam gelombang, yang sesuai terhadap perubahan dalam tekanan udara yang sesuai gelombang. Lebih besar amplitudo gelombang maka lebih keras molekulmolekul udara untuk menabrak gendang telinga dan lebih keras suara yang terdengar (Tambunan, 2005). Amplitudo gelombang suara dapat diekspresikan dalam istilah satuan absolut dengan pengukuran jarak sebenarnya perubahan letak molekul-molekul udara, perubahan tekanan atau energi yang terkandung dalam gelombang (Wardhana, 2001). d. Panjang Gelombang Panjang gelombang diartikan sebagai jarak antara dua gelombang yang dekat dengan perpindahan dan kecepatan partikel yang sama dalam satu bidan medan bunyi datar. Sehingga dengan mengetahui kecepatan dan frekuensi bunyi dapat ditentukan
panjang gelombangnya. Panjang gelombang suara yang dapat didengar telinga manusia mulai dari beberapa sentimeter sampai kurang lebih 20 meter. Panjang gelombang merupakan salah satu satuan yang erat kaitannya dengan Frekuensi (Wahyu,2003). 2. Karakteristik mekanik gelombang suara, yang terdiri dari : a. Pemantulan gelombang suara b. Penggabungan gelombang suara c. Kualitas suara, ditentukan oleh Frekuensi dan Intensitas. Dalam hal ini Frekuensi merupakan banyaknya/jumlah getaran tiap detik. Tinggi rendahnya bunyi ditetapkan oleh Frekuensi. Satuan bunyi dinyatakan dalam Herzt (Hz). Sedangkan intensitas merupakan perbandingan tegangan suara yang datang dan tegangan suara standar yang dapat didengar oleh manusia dengan pendengaran normal pada Frekuensi 1000 Hz, dinyatakan dalam decibel (dB) (Wardhana, 2001). 2.1.3
Sumber Bunyi / Suara Bunyi merupakan salah satu bentuk energi yang dapat didengar. Bunyi
dihasilkan oleh benda yang bergetar. Semua getaran benda yang dapat menghasilkan bunyi disebut sumber bunyi. Salah satu contoh sumber bunyi/suara yaitu suara mesin (contoh mesin kendaraan bermotor, mesin diesel), benturan antar benda, suara manusia dan lain sebagainya.
2.1.4
Syarat Terjadinya Suatu Bunyi/Suara
a. Ada sumber bunyi ( benda yang bergetar ). b. Ada medium yang digunakan untuk merambat. c. Adanya penerima atau pendengar di dalam jangkauan sumber bunyi. (Dafid, 2013). 2.2
Anatomi dan Fisiologi Alat Pendengaran
2.2.1
Alat Pendengaran Manusia Menurut pendapat Watson yang menyatakan bahwa alat pendengaran pada
manusia berupa telinga. Telinga merupakan organ pendengaran dan juga memainkan peran penting dalam mempertahankan keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan dalam pendengaran yaitu : a. Telinga Bagian Luar Terdiri dari daun telinga, liang atau kanal telinga sampai membrane tympani. Daun telinga berfungsi sebagai pengumpal energi bunyi dan di konsentras pada membrane tympani (Tambunan, 2005). Pada liang telinga (kanal) terdapat wax (malam) yang berfungsi sebagai peningkatan kepekaan terhadap frekuensi suara 3000-4000 Hz, panjang liang telinga ini adalah 2,5-4 cm terbentuk dari jaringan kartilago, membran dan tulang dan dibalut oleh kulit yang mengandung kelenjar minyak (wax). Membaran tympani mempunyai ketebalan 0,1 mm dan luas 65
,
membran ini mengalami vibrasi yang akan diteruskan ke telinga tengah yaitu pada tulang malleus, incus, dan stapes (Tambunan, 2005). Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membrane timpany bergetar. Semakin tinggi frekuensi
getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu pula sebaliknya (Buchari, 2007). b. Telinga Bagian Tengah Telinga bagian tengah merupakan ruang kecil yang terdapat dalam tulang temporal, dipisahkan oleh membran timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya dibentuk oleh dinding bagian lateral telinga dalam (Watson, 2002). Mulai dari membran tympani sampai tube eustachius, yang terdiri dari tiga buah tulang pendengaran (osicles) yaitu tulang malleus, incus, stapes. Suara yang masuk akan mengalami pemantulan sebesar 99,9% dan yang diteruskan 0,1%. Saluran eustachius menghubungkan ruang telinga tengah dengan pharynx, sehingga berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi ruangan tersebut. Telinga bagian tengah memegang proteksi terhadap suara yang terlalu keras karena adanya tuba eustachius yang mengatur tekanan di dalam telinga bagian tengah yang berhubungan langsung dengan pharynx. Apabila mendengarkan suara yang terlalu keras (petir) maka dengan membuka mulut lebar-lebar, suara tersebut akan banyak berkurang kekerasannya dalam telinga (Tambunan, 2005). Martil landasan sanggurdi atau stapes yang berfungsi memperbesar getaran dari membrane timpany dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari cochlea (Buchari, 2007). c. Telinga Bagian Dalam Telinga dalam berada di belakang tulang tengkorak kepala terdiri dari cochlea (rumah siput) dan oval window (tingkat oval). Cochlea berbentuk spiral (seperti
rumah siput) dengan isi cairan di dalamnya (Tambunan, 2005). Ukuran panjang cochlea berkisar 3 cm yang terdiri dari dua saluran membrane, yaitu : 1.
Mulai dari oval window sampai sepanjang tabung spiral yang berbalik pada ujung saluran tersebut, selanjutnyaberjalan turun menuju round window.
2. Sebuah sistem tertutup yang terdiri dari organ corti terletak dalam ruangan yang terbentuk oleh kedua saluran. Kedua saluran ini mengandung cairan yang disebut prelymph dan cairan yang disebut tulang yang kurang sempurna dan membran basiler. Organ corti mengandung lebih dari 20.000 sel sensor, terletak pada membrane basiler, sejumlah rambut halus terletak pada ujung sel sensor tersebut dan berhadapan dengan membran tectorial, dan serat-seratnya bergabung bersama sel-sel rambut untuk tersambung/membentuk saraf pendengaran. Jika suara sampai pada telinga luar maka akan diteruskan ke gendang yang akan mengentarkan dan menggerakkan tulang pendengaran. Tulang tapes melekat pada oval window dan cairan pada saluran membrane yang dirubah menjadi gerakan gelombang dan berbalik kemudian merangsang organ corti (Tambunan, 2005). Getaran ini merupakan implus bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui syaraf pendengar (Buchari, 2007). 2.2.2
Mekanisme Mendengar Suara yang berasal dari lingkungan diterima oleh daun telinga dan liang
telinga yang termasuk bagian telinga luar. Semua bunyi yang masuk ke telinga kita sebenarnya merupakan tenaga dari suatu gelombang suara. Kemudian gelombang suara akan menggetarkan gendang telinga (membrane tympani) berupa selaput tipis dan transparan. selanjutnya getaran – getaran tersebut sampai ke telinga tengah yang
terdiri dari tulang – tulang pendengaran (tulang malleus, incus dan stapes). Sebagian tulang malleus melekat pada bagian dalam gendang telinga dan akan bergetar apabila membrane tympani bergetar. Tulang stapes berhubungan dengan selaput ovalwindow (tingkat oval) yaitu telinga bagian dalam. Ketiga tulang pendengaran saling bersendi satu sama lain sehingga dapat menjembatani getaran dari gendang telinga, memperkeras dan menyampaikan ke telinga dalam (Watson, 2002). Cochlea yang termasuk telinga dalam berisi cairan elektrolik yang memiliki struktur pipa dengan dua setengah lingkaran yang hampir sama dengan rumah siput. Pergerakan dari tulang-tulang pendengaran akan menggetarkan selaput oval window yang mengakibatkan aliran cairan cochlea. Aliran dari cairan cochlea ini akan menggerakkan sel-sel rambut halus yang melekat pada saluran cochlea, pada saat inilah terjadi perubahan gelombang suara menjadi gelombang listrik. Potensial listrik yang timbul akan dilanjutkan ke otak untuk diolah/diterjemahkan melalui saraf pendengaran. Perubahan gelombang suara menjadi potensial listrik pada saraf melalui tulang-tulang pendengaran disebut sebagai gejala sensasi bunyi atau bone conduction. Proses terjadinya getaran pada gendang telinga yang mencapai tulang pendengaran dinamakan air conduction, sehingga gelombang yang masuk dari telinga luar sampai ke telinga dalam berlangsung secara borne conduction (Watson, 2002).
2.3
Kebisingan
2.3.1
Defenisi Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No. 48 Tahun 1996
menyatakan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dimana dalam pengertiannya frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga setiap detiknya sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energi yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaaan frekuensi dan intensitas bunyi menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia, 2005). Berdasarkan Permenkes No 718 Tahun 1987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan membahayakan kesehatan (Mukono, 2006). Kebisingan adalah tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima. Setiap bunyi dapat mengalihkan perhatian, menganggu, atau berbahaya bagi kegiatan seharihari (waktu kerja, istirahat, hiburan atau belajar) disebut sebagai bising (Leslie, 1993). Bising memiliki konotasi fisik, fisiologi dan psikologi. Secara fisik, bising adalah bunyi yang kompleks, sangat sedikit atau tanpa periodik. Tetapi bising ini dapat diukur dan dapat dianalisis sifatnya. Secara fisiologik, bising itu merupakan
akustik dan intensitasnya bervariasi dalam suatu saat. Secara psikologi, bising merupakan bunyi yang tidak menyenangkan dan tidak disukai (Iskandar, 1994). 2.3.2
Sumber Bising Sumber bising merupakan sesuatu yang sudah tidak dapat diragukan lagi
sebagai asal atau aktivitas yang menghasilkan suara bising yang dapat merusak sistem pendengaran baik bersifat sementara maupun permanen. Sumber
bising
utama
dalam
hal
pengendalian
bising
lingkungan
diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu : a) Bising interior/dalam, berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, mesin gudang dan aktifitas di dalam ruangan atau gedung. b) Bising eksterior/luar, bising yang dikategorikan berasal dari aktifitas diluar ruangan seperti transportasi udara, termasuk bus, mobil, sepeda motor, transportasi air, kereta api dan pesawat terbang dan bising yang berasal dari industri. Untuk bising transportasi yang paling penting diketahui bahwa makin besar kendaraan akan semakin keras suara bising yang dihasilkan (Doelle, 1993). Sumber kebisingan dapat dibagi sebagai berikut (Soesanto, 1990) ; 1. Industri 2. Lalu Lintas darat, laut dan udara 3. Sekolah (pada waktu istirahat atau pulang sekolah), anak bermain di halaman/jalan 4. Radio, televisi yang dibunyikan terlalu keras 5. Diskotik, tempat hiburan, pesta
6. Perancangan tiang (pondasi), pembongkaran bangunan, bongkar muat bahan, bor pneumatic 7. Pidato, ceramah dengan pengeras suara yang berlebihan 8. Pedagang yang menawarkan dagangannya dengan pengeras suara 9. Mesin 10. Stadion dengan banyak penonton 11. Terminal bus, stasiun kereta api, pelabuhan laut dan udara 12. Peternakan ayam, anjing dan kebun binatang. 2.3.3 Jenis – Jenis Kebisingan Kebisingan dibagi menjadi 2 (dua) jenis golongan besar, yaitu : (Tambunan, 2005). 1. Kebisingan tetap (steady noise), dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : a) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frekuensi noise) Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contoh : suara mesin, suara kipas dan lain sebagainya. b) Kebisingan tetap (brod band noise) Kebisingan dengan frekuensi terputus dan kebisingan tetap (brod band noise) digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah brod band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni). 2. Kebisingan tidak tetap (non steady noise) dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : a) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.
b) Intermitten noise Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contoh : kebisingan lalu lintas. c) Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, contoh : suara ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya (Tambunan, 2005). Kebisingan dapat dikelompokkan berdasarkan kontinuitas, intensitas, dan spectrum frekuensi suara yang ada, yaitu : 1. Steady state and narrow band noise Kebisingan secara terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti suara mesin dan kipas angin. 2. Non steady state and narrow band noise Kebisingan yang tidak terus menerus dengan spectrum suara yang sempit seperti suara mesin gergaji dan katup uap. 3. Kebisingan Intermitten Kebisingan yang terjadi sewaktu – waktu dan terputus, contohnya suara pesawat terbang dan kereta api. 4. Kebisingan Impulsif Kebisingan yang impulsive atau yang dapat memekakkan telinga, seperti bunyi tembakan bedil, meriam atau ledakan bom (Chandra, 2005).
2.3.4
Pengukuran Kebisingan Beberapa alat yang digunakan untuk mengeukur kebisingan, yaitu:
1. Audiometer, alat ini berfungsi untuk mengukur kebisingan dengan cara membandingkan suara yang intensitasnya telah diketahui (Soesanto,1990). 2. Noisemeter, alat ini memperoleh suara dalam sebuah mikrofon dan memindahkan energinya ke impuls listrik. Hasil pengukurannya berupa energy total, diacatat sebagai aliran listrik yang hamper sama dengan kebisingan yang ditangkap (Soesanto,1990). 3. The Equivalent Continous Level, alat ini berfungsi untuk menganalisa suatu kebisingan yang sangat fluktuatif, misalnya kebisingan lalu-lintas (Soesanto, 1990). 4. Octave Band Analizer, alat ini berfungsi untuk menganalisa suatu kebisingan dengan spectrum frekuensi yang luas (Oloan,2005). 5. Sound Level Meter, alat ini berfungsi untuk mengukur kebisingan antara 30130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. Sound Level Meter terdiri dari mikrofon, amplifier, dan sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Sound Level Meter dilengkapi dengan tombol pengaturan skala pembobotan seperti A, B, C, dan D. Skala A, contohnya adalah rentang skala pembobotan yang melingkupi frekuensi suara rendah dan frekuensi suara tinggi yang masih dapat diterima oleh telinga manusia normal. Sementara itu skala B, C dan D digunakan
untuk
keperluan-keperluan
khusus,
misalnya
pengukuran
kebisingan yang dihasilkan oleh pesawat terbang bermesin jet (Sihar, 2005).
2.3.5
Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Tabel 2.1 Baku Mutu Kebisingan Zona Kawasan / Lingkunngan Kesehatan Tingkat Kebisingan dB (A) a.Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Permukiman 55 2. Perdagangan dan Jasa 70 3. Perkantoran dan Perdagangan 65 4. Ruang Terbuka Hijau 50 5. Industri 70 6. Pemerintahan dan Fasilitas umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus -Bandar Udara 60 - Stasiun Kereta Api 60 -Pelabuhan Laut 70 -Cagar Budaya 70 b.Lingkungan Kegiatan 1.Rumah Sakit atau Sejenisnya 55 2.Sekolah dan sejenisnya 55 3.Tempat Ibadah atau sejenisnya 55 Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan maupun diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang hari, petang hari dan malam hari. Siang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk bekerja dan berpergian. Petang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebannyakan orang untuk istirahat di rumah tetapi belum tidur. Malam hari adalah waktu yang digunakan kebanyakan orang untuk tidur. Pembagian waktu pagi, siang dan malam hari disesuaikan dengan kegiatan kehidupan masyarakat setempat. Biasanya pagi hari adalah pukul 06.00-09.00, siang hari adalah pukul 14.00-17.00 dan malam hari adalah pukul 17.00-22.00 (Kep MENLH No : Kep-48/MENLH/11/1996).
Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dalam empat zona: (Mukono, 2006) : 1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya berkisar 35-45 dB. 2. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi. Tingkat kebisingan berkisar 45-55 dB. 3. Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar. Tingkat kebisingan sekitar 50-60 dB. 4. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus. Tingkat kebisingan sekitar 60-70 dB. Tabel 2.2 Zona Kebisingan Tingkat Kebisingan dB (A) Maksimum yang Maksimum yang Dianjurkan Diperbolehkan 1 Zona A 35 45 2 Zona B 45 55 3 Zona C 50 60 4 Zona D 60 70 Sumber : Permenkes No. 718 Tahun 1987 NO
ZONA
Pengawasan kebisingan berpedoman pada nilai ambang batas (NAB) seperti pada table 2.3 dibawah ini :
Tabel 2.3 Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan Waktu pemaparan tiap hari (jam) Batas suara (dB.A) 16 80 8 85 4 90 2 95 1 100 ½ 105 ¼ 110 1/8 115 Sumber : Depkes RI tahun 1999 Dengan adanya pemaparan 8 jam tiap hari, batas suara yang masih diperbolehkan adalah 85 dB A. 2.3.6
Dampak Kebisingan Dampak kebisingan terhadap kesehatan adalah sebagai berikut (Prabu, 2006):
1. Adaptasi bila telinga terpapar oleh kebisingan Mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan (Tri, 2005). 2. Gangguaan Fisiologis Gangguan fisiologis merupakan gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain seperti: kecelakaan. Pembicaraan terpaksa berteriak-teriak sehingga memerlukan tenaga ekstra dan juga menambah kebisingan (Wahyu, 2003).
Bising yang bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang munculnya secara tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, kontruksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak napas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ dan keseimbangan elektrolit. Melalui makanisme hormonal adrenalin, yang dapat meningkatkan frekuensi detak jantung dan tekanan darah. Pada berbagai penyelidikan yang telah dilakukan oleh para ahli menyatakan bahwa pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan itu tidak tampak lagi (Rosidah, 2005). Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu : 1) Sistem internal tubuh Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan seperti: a). Kardiovaskuler (jantung, paru-paru, pembuluh) b). Gastrointestinal (perut,usus) c). Syaraf (urat syaraf)
d). Musculoskeletal (otot, tulang) dan e). Endocrine (kelenjar) 2) Ambang pendengaran Ambang pendengaran merupakan suara terlemah yang masih dapat di dengar. Makin rendah level suara terlemah yang di dengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti makin baik pendengaranya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik bersifat sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis). Kehilangan pendengaran bersifat sementara apabila telinga dengan segera dapat mengembalikan fungsinya setelah terkena kebisingan (Rosidah, 2003). 3) Gangguan pola tidur Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang secara teratur dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental serta kesembuhan. Kebisingan dapat menganggu tidur dalam hal kelelapan, kontinuitas, dan lama tidur (Fahmi, 1997). Seseorang yang sedang tidak bisa tidur atau sudah tidur tetapi belum terlelap. Tiba-tiba ada gangguan suara yang akan mengganggu tidurnya, maka orang tersebut mudah marah/tersinggung. Berprilaku irrasional, dan ingin tidur. Terjadinya pergeseran kelelapan tidur dapat menimbulkan kelelahan (Fahmi, 1997). Berdasarkan penelitian yang menemukan bahwa presentase seseorang bisa terbangun dari tidurnya sebesar 5% pada tingkat intensitas suara 40 dB (A) dan meningkat sampai 30% pada tingkat 70 dB (A). Pada tingkat intensitas suara 100 dB (A) sampai 120 dB (A), hampir setiap orang akan terbangun dari tidurnya (Jain, 1981).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Burns (1979), pekerja yang terpapar kebisingan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan perubahan kecepatan sekresi bahan dalam aliran darah, sehingga mengubah konsentrasi darah dalam waktu berjam-jam, berhari-hari, atau lebih lama lagi dengan konsekuensi gangguan fungsional (Soesanto, 1990). 3. Gangguan Psikologis Gangguan fisiologis dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan gangguan psikologis (Wahyu, 2003). Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, kejengkelan, kecemasan, ketakutan dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam kurun waktu yang lama dapat mengakibatkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stress, kelelahan (Sasongko, 2000). 4. Gangguan komunikasi Kebisingan dapat mengganggu komunikasi yang sedang berlangsung baik melalui tatap muka ataupun melalui via telepon. Tingkat kenyaringan suara yang dapat mengganggu percakapan diperhatikan dengan seksama karena suara yang mengganggu komunikasi tergantung pada konteks suasana. Kriteria gangguan komunikasi yang terjadi pada ruangan (Sasongko, 2000). Tempat dimana komunikasi tidak boleh terganggu oleh suara bising adalah sekolah, area latihan dan test, teater, pusat komunikasi militer, kantor, tempat ibadah, perpustakaan, rumah sakit dan laboratorium. Banyaknya suara yang dapat dimengerti tergantung dari beberapa faktor seperti level suara pembicaraan, jarak pembicaraan dengan pendengaran, bahasa/kata yang dimengerti, suara lingkungan dan faktorfaktor lain (Jain, 1981).
5. Efek Terhadap Pendengaran Pada awalnya, efek kebisingan ini terhadap indra pendengaran manusia bersifat sementara dan pemulihan terjadi secara cepat setelah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja secara terus menerus di area bising maka dapat menyebabkan tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian semakin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan (Prabu, 2009). Kelainan yang terjadi pada telinga akibat bising terjadi melalui beberapa tahapan, antara lain : 1). Stadium adaptasi Adaptasi merupakan suatu daya proteksi / perlindungan alamiah dan keadaan yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible (dapat pulih kembali). 2). Stadium “temporary threshold shiff” Disebut juga “audtory fatigue” yang merupakan kehilangan pendengaran “reversible” setelah 48 jam terhindar dari kebisingan. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali setelah terpapar bising sekitar 16 jam. Apabila keesokan harinya pada waktu bekerja pendengaran hanya sebagian yang pulih maka akan terjadi “permanent hearing lose”. 3). Stadium “persistem trehold shiff” Dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama, sekurangkurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising, pendengaran masih terganggu.
4). Stadium “permanent trehold shiff” Pada stadium ini meningginya ambang pendengaran sifatnya menetap, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapat disembuhkan kembali. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat dalam cochlea berupa rusaknya syaraf pendengaran. 2.3.7
Pengendalian Kebisingan Menurut Pramudianto, 1990, pengendalian kebisingan terdiri dari 3 cara,
yaitu: 1) Pengendalian secara teknis Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pengemudi. Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang sangat efektif dan sebaiknya dilakukan pada sumber bising yang paling tinggi. Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain : a) Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang bergerak, menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan yang lebih baik. b) Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak. c) Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan sumber dari pekerja/penerima, menutup mesin ataupun membuat barrier/penghalang.
d) Merendam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda. e) Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang kerja. Pemasangan perendam ini dapat dilakukan pada dinding suatu ruangan yang bising. 2) Pengendalian secara administrasi. Pengendalian ini meliputi peraturan daerah atau kebijakan dari suatu instansi yang berwenang atau bertanggung jawab terhadap pengemudi/pekerja becak vespa, pelatihan bagi pengemudi/pekerja terhadap bahaya kebisingan, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran. 3) Pemakaian alat pelindung diri (ppe = personal protective equipment) Alat pelindung diri untuk mengurangi kebisingan seperti helm (helmet). Pengendalian ini tergantung terhadap pemilihan peralatan yang tepat untuk tingkat kebisingan tertentu, kelayakan dan cara merawat peralatan. Kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara (Chandra, 2007). Beberapa cara pengendalian kebisingan yaitu : a) Mengurangi vibrasi sumber kebisingan, berarti mengurangi tingkat kebisingan yang dikeluarkan sumbernya. b) Menutupi sumber suara. c) Melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara. d) Menghalingi merambatnya suara (penghalang). e) Melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lainnya berada dari suara.
f) Melindungi telinga dari suara (Doelle, 1993) Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB. Tetapi penggunaan tutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja, karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya, dan akhirnya mau memakainya (Notoatmodjo, 2003). 2.4
Becak Vespa
2.4.1 Defenisi Becak vespa adalah salah satu alat transportasi yang memiliki roda tiga yang dapat mengangkut penumpang dan barang di bagian kabinnya dengan bodi yang lebih menyerupai kapsul (bagian depan yang lancip) sampai kapasitas 100 kg dan kecepatan rata-rata 80-90 km/jam. Bahan bakar becak vespa adalah bensin. 2.4.2 Sejarah Becak di Kota Padangsidimpuan Awalnya becak di Kota Padangsidimpuan adalah sado sekitar tahun 60-an. Tetapi bagi masyarakat, becak selain barang/alat transportasi baru juga dianggap sebagai kendaraan yang praktis, lebih nyaman (tidak berbau) dan lebih aman (kadang-kadang sadunya bias tidak terkendali jika kudanya sedang membuat ulah). Sadu pun lambat laun semakin berkurang dan akhirnya menghilang dari jalan-jalan kota. Ketika sadu telah menghilang muncullah becak dayung (1971), lambatnya laju becak dan membutuhkan waktu tempuh yang lebih lama membuat becak ini mulai berkurang dan menghilang. kemudian berkembang menjadi becak brompit
(1974), becak ini adalah becak dayung yang digerakkan dengan mesin tempel (disebut juga becak tempel). Pada fase (1976) muncul beberapa Becak Siantar yang menggunakan moge (motor gede) namun seiring dengan berjalannya waktu pasokan Becak Siantar hampir tidak ada sehingga muncul inovasi becak mesin motor Honda/Yamaha. Namun demikian, tidak lama setelah inovasi becak mesin motor Honda/Yamaha mulai menjamur, sekitar penghujung tahun 70-an dan awal tahun 80-an muncul beberapa bentuk becak jenis baru yang kemudian dikenal sebagai Becak Vespa sehingga becak mesin motor Honda/Yamaha populasinya tampak semakin sedikit dengan pertumbuhan populasi Becak Vespa. Vespa yang digunakan untuk becak adalah vespa model lama merek Piaggio (buatan Italia). Bisa dibayangkan saat itu, permintaan becak semakin meningkat sementara vespa Piaggio semakin tersedot ke Kota Padangsidimpuan dari seluruh Sumatra Utara. Bahkan vespa Pianggio ini didatangkan dari Sumatra Barat dan Riau untuk memenuhi kebutuhan industri karoseri Becak Vespa (permasalahan yang sama dengan Becak Siantar). Semakin jauh semakin mahal. Pada tahun 1987, Becak Vespa 100 % telah memenuhi jalan-jalan kota. Selanjutnya, dalam era tahun 1990-an perkembangan rancang bangun becak vespa sangat pesat dan tampaknya rancang bangunnya sudah mencapai final. Becak vespa pada dekade itu boleh dibilang sudah menjadi trade mark Kota Padang Sidempuan. Pada era tahun 2000-an hingga masa kini, pengembangan rancang bangun Becak Vespa tidak banyak mengalami perubahan. Pengembangan lebih diarahkan pada interior dan jok serta aksesoris. Populasi becak vespa semakin bertambah dari
tahun ke tahun di Kota Padangsidimpuan. Jumlah becak yang ada jauh dari jumlah ideal/optimal. Kini, populasi becak vespa di Kota Padangsidimpuan sebanyak 300 lebih yang tergabung ke dalam beberapa organisasi yang terdaftar pada Dinas Perhubungan, yakni: Adu Nasib (organisasi tertua), kemudian, Abadi, Bintang Mas, Karya Bersama, Koperasi Becak Harapan, Rajawali, Rastra dan Sejahtera Jayama. 2.4.3 Kerangka Becak Vespa Becak vespa di Kota Padangsidimpuan yang telah dikenal pada masa ini adalah alat transportasi yang terbilang unik. Becak vespa sebagai produk rekayasa khas ala Kota Padangsidimpuan kini bentuknya telah mengalami perkembangan jika dibandingkan dengan bentuk awalnya (protype) di masa lalu. Becak vespa yang sekarang bagian luar lebih ramping tetapi ruang kabinnya tetap terasa luas. Bentuk bodinya yang lebih menyerupai kapsul (bagian depan yang lancip) memungkinkan system aerodinamis yang lebih efisien ketika melaju kencang. Sistem rangka kabin dan rangka jok yang dibuat efisien memberi beban yang lebih ringan sehingga energi (BBM) yang dibutuhkan lebih hemat. Penggunaan aksesoris pada bagian luar dan interior kabin seta adanya penambahan warna metalik sehingga menambah kemewahan pada becak vespa. Tujuan utama dari semua bentuk pengembangan Becak vespa ini di satu pihak dimaksudkan untuk memuaskan penumpang di pihak yang lain untuk meningkatkan persaingan dalam menjaring calon penumpang. Tiga pelaku utama dalam modifikasi ini adalah pemilik becak, montir mesin dan tukang kabin. Tiga pihak ini yang berperan penting dalam pengembangan inovasi Becak vespa sehingga bentuknya
yang sekarang sudah mencapai final (Akhir, 2012). Kerangka mesin dari becak vespa yaitu : 1. Busi berfungsi dalam sistem pengapian (menghidupkan mesin). 2. Block berfungsi sebagai tempat peston. 3. Deksel berfungsi sebagai tempat busi. 4. Gigi berfungsi sebagai pengatur kecepatan. 5. Igimate berfungsi sebagai penghidup mesin secara manual. 6. Kabilator berfungsi sebagai pengatur minyak. 7. Kain Klos berfungsi sebagai pemutar jalan mesin. 8. Knalpot berfungsi sebagai peredam suara. 9. Kolaher berfungsi untuk memperlancar putaran roda. 10. Koreas berfungsi sebagai pengatur kipas. 11. Kondensap berfungsi sebagai penyaring api. 12. Kipas berfungsi sebagai pengatur platina. 13. Kuil berfungsi sebagai penyuplai api ke busi. 14. Operan gigi berfungsi sebagai pengaur gigi. 15. Saringan berfungsi sebagai peredam suara. 16. Spul lampu berfungsi sebagai tempat lampu. 17. Tapak spul berfunngsi sebagai tempat platina, kondensap dan spul lampu. 2.4.4
Becak Vespa Dalam Menimbulkan Kebisingan Becak vespa dapat menimbulkan kebisingan diakibatkan dari adanya
pembelahan yang dilakukan oleh pemilik becak vespa ataupun montir pada bagian knalpot. Hal ini dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan adanya tumpukan
sisa oli pada saringan, apabila saringan tersebut diambil maka suara yang berasal dari mesin akan keluar tanpa adanya penyaringan dan peredaman terlebih dahulu, saringan pada becak vespa selain berfungsi sebagai penyaring sisa oli, saringan juga berfungsi sebagai peredam suara. Selain untuk mengurangi atau menghilangkan adanya tumpukan sisa oli dapat juga berfungsi dalam menambah kekuatan becak vespa apada saat digunakan. Sebagian besar becak vespa di Kota Padangsidimpuan melakukan pembelahan pada knalpot. 2.5
Tekanan Darah
2.5.1
Defenisi Menurut pendapat para ahli defenisi tekanan darah dapat diartikan sebagai
berikut : 1) Tekanan darah adalah tekanan desakan darah pada pembuluh darah yang diakibatkan oleh curah jantung dan tekanan terhadap aliran darah yang diatur oleh pembuluh darah, sebagian besar oleh diameter dari arteriola (Asih, 1995). 2) Tekanan darah sering juga disebut sebagai suara di mana detak jantung pertama kali di dengar dengan bantuan alat stetoskop. Tekanan darah dapat dilihat dengan mengambil dua ukuran yang biasa ditunjukkan dengan angka seperti berikut: 120/80 mmHg. Angka 120 mmHg menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi, yang disebut tekanan darah sistolik. Angka 80 mmHg menunjukan jantung sedang berelaksasi disebut tekanan darah diastolik (Ganong, 1998).
3) Tekanan darah adalah kekuatan darah mengalir di dinding pembuluh darah yang keluar dari jantung (pembuluh arteri) dan kembali ke jantung (pembuluh balik) (Vitahealth, 2000). 4) Tekanan darah adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan darah keseluruh tubuh (Beevers, 2002). 2.5.2
Sistem Sirkulasi Tekanan Darah Darah memperoleh oksigen dari dalam paru-paru. Darah yang mengandung
oksigen ini masuk ke dalam jantung lalu dipompakan ke seluruh bagian tubuh melalui pembuluh darah yang dinamakan dengan pembuluh darah arteri. Pembuluh darah yang lebih besar bercabang-cabang menjadi pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil hingga berukuran mikroskopik, yang akhirnya membentuk jaringan yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah sangat kecil yang disebut dengan pembuluh darah kapiler. Jaringan ini mengalirkan darah yang mengandung oksigen ke seluruh sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan demi kelangsungan hidup. Kemudian darah, yang sudah tidak mengandung oksigen kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena, dan di pompa kembali ke paru-paru untuk mengambil oksigen kembali (Beevers, 2002). Saat jantung berdetak, otot jantung berkontraksi untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. Tekanan tertinggi berkontraksi disebut sebagai tekanan sistolik (Beevers, 2002). Tekanan darah sistolik dihasilkan oleh otot jantung yang mendorong isi ventrikel masuk ke
dalam arteri yang telang merenggang (Pearce, 1993).
Kemudian otot jantung rileks sebelum kontraksi berikutnya, dan tekanan ini merupakan tekanan terrendah, yang dikenal sebagai tekanan diastolik (Beevers,
2002). Selama diastolik arteri masih tetap menggembung karena tahanan perifer dari arteriol-arteriol yang menghalangi semua darah mengalir ke dalam jaringan (Pearce, 1993). Tekanan sistolik dan diastolik ini diukur ketika Anda memeriksakan tekanan darah (Beevers, 2002). 2.5.3
Jenis – Jenis Tekanan Darah Tekanan darah terdiri dari 2 (dua) bagian besar, yaitu :
1) Tekanan Darah Sistolik Tekanan darah sistolik adalah tekanan yang terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar ketika jantung berkontraksi (Beevers, 2002). Tekanan darah sistolik menyatakan puncak tekanan yang dicapai selama jantung menguncup. Tekanan yang terjadi apabila otot jantung berdenyut memompa untuk mendorong darah keluar melalui pembuluh darah arteri. Tekanan ini berkisar antara 95-140 mmHg (Vitahealth, 2000). 2) Tekanan Darah Diastolik Tekanan darah diastolik adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di antara tiap denyutan (Beevers, 2002). Tekanan diastolik menyatakan tekanan terendah selama jantung mengembang melaui pembuluh darah vena. Tekanan ini berkisar antara 60-95 mmHg (Vitahealth, 2000). 2.5.4
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1) Tekanan darah rendah (hipotensi) 2) Tekanan darah normal (normotensi) 3) Tekanan darah tinggi (hipertensi) (Vitahealth, 2000).
Tekanan darah dapat lebih tinggi (hipertensi) atau lebih rendah (hipotensi) dari normal. Hipotensi berat berkepanjangan yang menyebabkan penyaluran darah ke seluruh jaringan tidak adekuat dikenal sebagai syok sirkulasi. Tabel 2.4 Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa ≥ 18 Tahun Menurut JNC 7 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal < 120 dan < 80 Prehipertensi 120 – 139 atau 80 - 89 Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Hipertensi Derajat 1 140 – 159 atau 90 -99 Derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100 Sumber : National High Blood Pressure Education, 2003 The seventh report of Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (2003), tekanan darah normal sebagai tekanan darah sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik < 80 mmHg. Tekanan darah sistolik 120 – 139 mmHg atau tekanan darah diastolik 80 -89 mmHg disebut sebagai prehipertensi. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasi seseorang yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. 2.5.5
Pengukuran Tekanan Darah Naik dan turunnya gelembung tekanan darah seirama dengan pemompaan
jantung untuk mengalirkan darah di pembuluh arteri (Beevers, 2002). Tekanan darah manusia ada 2 yaitu tekanan drah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik yaitu tekanan yang terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar ketika jantung berkontraksi. sedangkan tekanan darah diastolik yaitu adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di antara tiap denyutan (Beevers, 2002).
Tensi meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah pada manusia. Alat tekanan darah ini memiliki manset yang dapat digembungkan dan dihubungkan dengan suatu tabung berisi air raksa. Jika bola pemompa dipakai memompa udara memasuki kantong udara, maka kantong udara akan menekan pembuluh darah arteri sehingga menghentikan aliran darah pada arteri. Pada saat udara pada kantong udara dilepas, mercury (air raksa) pada alat pengukur akan turun, dengan menggunakan stetoscope yang diletakkan pada nadi arteri kita yang dapat memantau adanya suara "Duk" pada saat turunnya tekanan kantong udara menyamai tekanan pada pembuluh darah arteri, berarti mengalirnya kembali darah pada arteri, tekanan darah terbaca pada alat ukur mercury (air raksa) bersamaan dengan suara "Duk" menunjukkan tekanan darah sistolik. Suara "Duk" pada stetoscope akan terdengar terus sampai pada saat tekanan kantong udara sama dengan tekanan terendah dari arteri (pada saat jantung tidak memompa) maka suara "Duk" akan hilang. Pada saat itu tekanan pada alat ukur mercury (air raksa) disebut tekanan darah diastolik (Beevers, 2000). 2.5.6
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
1) Usia Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Semakin bertambah usia seseorang, kemungkinan terjadinya hipertensi semakin besar (Anies, 2006). Pada golongan umur di bawah 40 tahun angka prevalensi hipertensi umumnya masih dibawah 10%, tetapi usia di atas 50 tahun prevalensinya mencapai 20% atau lebih, sehingga merupakan masalah yang serius pada golongan usia lanjut (Luh, 1995). Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik.
Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun. Tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, yang terutama menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik tersebut (Depkes, 2006). Kajian pengamatan prospektif pada beberapa kelompok orang, selalu menunjukkan adanya hubungan yang positif antara umur dan tekanan darah di sebagian besar populasi dengan berbagai ciri geografi, budaya, dan sosioekonomi (WHO, 2001). 2) Jenis Kelamin Pada usia dini tidak terdapat bukti nyata tentang adanya perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita. Akan tetapi, jika dilihat mulai pada remaja, pria cenderung menunjukkan atas peningkatan tekanan darah rata-rata yang lebih tinggi. Perbedaan ini lebih jelas pada orang dewasa muda dan orang setengah baya. Sehingga dapat diketahui bahwa pada beberapa tingkatan umur resiko lebih besar pada laki – laki daripada wanita (WHO, 1999). Pada usia tua, perbedaan ini menyempit dan polanya bahkan dapat berbalik (WHO, 2001). Di USA usia 34-74 tahun resiko kematian karena stroke 30 % lebih tinggi pada laki – laki dari pada wanita (WHO, 1999). Berdasarkan data yang diperoleh dari DepKes (2006) menyebutkan bahwa faktor jenis kelamin berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah
diastolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah umur 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun (Dwi, 2009). 3) Masa Kerja Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada suatu organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang perlu diketahui karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para pekerja dalam melaksanakan aktivitas kerjanya (Siagian, 1989). Masa Kerja dapat dikategorikan menjadi 2, yaitu : 1. masa kerja baru (< 5 tahun) 2. masa kerja lama (> 5 tahun)
Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1996). 4) Lama paparan Kebisingan Lama paparan adalah jumlah jam kerja pekerja pada saat bekerja dalam satu hari. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 tentang nilai ambang batas faktor bising dalam lingkungan kerja adalah sebagia berikut : Tabel 2.5 Paparan Bising yang Diperkenankan Waktu pemaparan tiap hari (jam) 16 8 4 2 1 ½ ¼ 1/8 Sumber : Depkes RI tahun 1999
Batas suara (dB.A) 80 85 90 95 100 105 110 115
Pfander (1975) menyebutkan bahwa tekanan suara sebesar 165 dB hanya diijinkan paparan selama 0.23 detik per hari dan untuk 145 dB hanya 0.3 detik per hari. Sebuah penelitian terhadap 1073 prajurit arteleri Kroasia, menunjukkan hasil bahwa 907 (84.25%) orang mengalami peningkatan ambang dengar (fatique) pada tingkatan yang berbeda segera setelah melakukan tembakan (Spirov A,1982). 5) Ras Berdasarkan kajian populasi menunjukkan bahwa tekanan darah pada masyarakat kulit hitam lebih tinggi dibandingkan pada golongan suku lain. Suku bangsa mungkin berpengaruh pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditujukkan oleh kecenderungan tekanan darah yang meninggi bersamaan
dengan bertambahnya umur secara progresif pada orang Amerika berkulit hitam keturunan Afrika ketimbang pada orang Amerika berkulit putih. Perbedaan tekanan darah rata-rata antara kedua golongan tersebut beragam, mulai dari yang agak lebih rendah dari 5 mmHg (0,67 kPa) pada usia 20-an sampai hampir 20 mmHg (2,67 kPa) pada usia 60-an. Orang Amerika hitam keturunan Afrika telah menunjukkan pula mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi daripada orang Afrika hitam. Hal ini memberi kesan bahwa ada penambahan pengaruh lingkungan pada kecenderungan kesukuan. Peran kesukuan yang bebas dari faktor lingkungan perlu dijelaskan pada golongan suku Lin di Negara yang mempunyai keanekaragaman suku (WHO, 2001). 6) Faktor Sosial Ekonomi Di negara-negara yang berada pada tahap pasca-peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi, selalu dapat ditunjukkan bahwa tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat pada golongan social ekonomi rendah. Hubungan yang terbalik itu ternyata berkaitan dengan tingkat pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan. Akan tetapi, dalam masyarakat yang berada dalam masa peralihan atau pra-peralihan, tinggi tekanan darah dan prevalensi-hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat pada golongan sosioekonomi yang lebih tinggi. Ini barangkali menggambarkan tahap awal epidemik penyakit kardiovaskular (WHO, 2001). 7) Faktor Genetik Dasar genetika tekanan darah tinggi didukung oleh penelitian eksperimental dengan baik, dan sementara beberapa penyakit hipertensi manogen pada manusia telah dipaparkan, hipertensi secara umum sekarang ini masih dianggap sebagai
poligen. Sejumlah besar gen calon pembawah hipertensi sedang diselidiki, terutama enzim pengubahan giotensin II (ACE) dan polimorfisme gen angiotensinogen. Penggunaan genetika molekul mungkin, dalam waktu dekat, dapat meningkatkan kemampuan kita untuk secara lebih spesifik memperhatikan beberapa orang yang rentan (WHO, 2001). Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Faktor genetik juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel. Bila kedua orang tua menderita hipertensi maka sekitar 45% turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka sekitar 30% turun ke anak-anaknya (Depkes, 2006). Faktor genetik memegang peranan penting dan berinteraksi dalam beberapa hal untuk terjadinya tekanan darah tinggi walaupun secara relatif sangat bervariasi. peranan faktor keturunan dengan hipertensi pada manusia menunjukkan hubungan tekanan darah yang sangat erat antara orangtua dan anak (Ledesert, 1994). 8) Kebiasaan Merokok Merokok dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah baik tekanan darah sistolik maupun diastolik secara akut (Ledesert, 1994). Nikotin menyebabkan kenaikan tekanan arteri dan denyut jantung oleh beberapa mekanisme: (Norman dan Jeremiah, 1996) :
a) Nikotin meransang pelepasan epinetrinlokal dari saraf adregenik dan meningkatkan sekresi katekolamin dari modula adrenalis dan dari jaringan kromafin di jantung. b) Nikotin bekerja pada kemoreseptor di glomus caroticus dan glomera aotica yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan arteri. c) Nikotin bekerja langsung pada miokardium untuk menginduksi efek inotropik dan kronotopik positif. Nikotin dalam rokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih cepat dan penyempitan pembuluh saluran – saluran nadi sehingga menyababkan jantung terpaksa memompa lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan darah ke seluruh tubuh (Singgih, 1995). Rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang dapat merangsang jantung, saraf, otak dan organ tubuh yang lainnya bekerja tidak normal. Nikotin juga dapat merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung (Sidabutar dan Wiguno, 1990). Kategori perokok dapat dinilai dengan menggunakan Indeks Brinkman yang merupakan hasil dari perkalian antara lama merokok (tahun) dengan jumlah batang yang dihisap dalam satu hari. Indeks Brinkman dibagi menjadi 4 (empat), yaitu : a. Indeks Brinkman > 600 = perokok berat b. Indeks Brinkman 201 – 600 = perokok sedang c. Indeks Brinkman 1 – 200 = perokok ringan d. Indeks Brinkman 0 = bukan perokok (Sudewi, 2000).
9) Kebiasaan Minum Kopi Minum kopi yang mengandung kafein dapat menghasilkan perubahan dalam hemodinamik diantaranya dapat meningkatkan tekanan darah (Lane, 1993). Pada sebagian orang, minum kopi dapat menimbulkan jantung berdebar-debar, denyutnya bisa melebihi 80 kali per menit. Hal itu disebabkan efek stimulan kopi. Dalam tubuh manusia senyawa kafein dapat memacu hormon adrenalin, yang berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah dan detak jantung, sekresi asam lambung, senyawa gula pada aliran darah dan otot dalam kondisi siap beraktifitas. Mengkonsumsi kopi secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah, yang berpotensi mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). Otot jantung mendapat makanan dari pembuluh darah nadi korona kiri dan kanan, bila pembuluh darah korona tersumbat terjadilah PJK (Afian, 2010). 10) Konsumsi Alkohol Pada beberapa populasi, konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan darah tinggi, seperti yang ditujukkan oleh kajian lintas bagian maupun kajian observasi. Efek akut dan kronis telah dilaporkan dan tidak tergantung pada obesitas, merokok, kegiatan fisik, jenis kelamin maupun umur. Memang tidak jelas apakah ada harga ambang, tetapi jika minuman keras diminum sedikitnya dua kali per hari, TDS naik kira-kira 1,0 mmHg (0,13 kPa) dan TDD kira-kira 0,5 mmHg (0,07 kPa) per satu kali minum. Peminum harian ternyata mempunyai aras TDS dan TDD lebih tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg (0,89 kPa) dan 4,7 mmHg (0,63kPa) dibandingkan dengan peminum sekali seminggu. Berapapun jumlah total yang diminum setiap minggunya (WHO, 2001).
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya (Depkes, 2006).
Mengkonsumsi alkohol berakibat buruk, dalam sebuah penelitian yang
dilakukan Beever and Mac Gregor (1995), mendapatkan bahwa mengkonsumsi minuman beralkohol dalam jumlah besar dapat meningkatkan tekanan darah (Riyadina, 2002). Diperkirakan mengkomsumsi alkohol dalam yang berlebihan akan meningkatkan tekanan darah sekitar 5-20 % (Aditama, 2005). 11) Stres Stress merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya hubungan antara
individu
dengan
lingkungannya
yang
mendorong
seseorang
untuk
mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut dan rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Peningkatan darah akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.
Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stres atau rasa tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka (Depkes, 2006). Dalam penelitian Framingham dalam Yusida (2001) bahwa bagi wanita berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegangan, ketidakcocokan perkawinan, tekanan ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, gejala ansietas dan kemarahan terpendam didapatkan bahwa hal tersebut berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan manifestasi klinik penyakit kardiovaskuler apapun. Studi eksperimental pada laboratorium animals telah membuktikan bahwa faktor psikologis stres yang termasuk dalam faktor lingkungan sosial yang penting dalam menyebabkan tekanan darah tinggi, namun stress merupakan faktor risiko yang sulit diukur secara kuantitatif, bersifat spekulatif dan ini tak mengherankan karena pengelolaan stres dalam etikologi hipertensi pada manusia sudah kontroversial (Depkes, 2006). 12)
Konsumsi Garam Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam
dengan hipertensi. Garam merupakan suatu hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Asupan garam kurang
dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 1520%. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Radecki, 2000). Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari (Gunawan, 2001). Kajian eksperimental dan pengamatan menunjukkan bahwa asupan natrium klorida yang melebihi kebutuhan fisiologi bisa menimbulkan hipertensi. Hubungan antara pengeluaran natrium melalui urin dan tekanan darah akan semakin nyata dengan bertambahnya umur. Ikhtisar 14 kajian berdasarkan populasi menghasilkan kemiringan regresi gabungan untuk TDS dan TDD berturut-turut sebesar 3,7 mmHg (0,49 kPa) dan 2,0 mmHg (0,27 kPa) per 100 mmol natrium pada orang berusia 20-29 tahun sampai 10,3 mmHg (4kpa) dan 2,9 mmHg (39 kpa) per 100 mol natrium pada orang berusia 60-69 tahun (WHO, 2001). 13) Kebisingan Paparan bising dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, kenaikan darah yang berlangsung lama/secara periodik menyebabkan arterial hipertensi (Tambunan, 2005).
14) Obesitas Kegemukan (obesitas) merupakan persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (Norman dan Jeremiah, 1996). Kriteria status gizi menurut Asmadi (2008) sebagai berikut : a). Kurus jika IMT : (1). < 17
: kekurangan berat badan tingkat berat.
(2). 17 – 18,4 : kekurangan berat badan tingkat rendah. b). Normal jika IMT : 18,5 – 24,9 c). Gemuk jika IMT : (1). 25 – 27
: kelebihah berat badan tingkat ringan.
(2). > 27
: kelebihah berat badan tingkat berat.
Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah diteliti melalui beberapa studi. Berat badan dan Indeks Masa Tubuh (IMT) berhubungan langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang - orang gemuk 5 kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang memiliki berat badan normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight) (Depkes, 2006). Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air (Muhummadun, 2010)
2.5.7 Pengendalian Tekanan Darah Hal terpenting yang dilakukan untuk mengendalikan tekanan darah adalah dengan tindakan pencegahan yang baik, seperti berikut ini : (Vitahealth, 2000). 1. Diet Diet merupakan salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang serius, karena metode pengendaliannya yang alami. Tujuan diet hipertensi yaitu: a) Mengurangi asupan garam Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan. Idealnya, kita cukup menggunakan sekitar 1 sendok teh saja atau sekitar 5 gram per hari. b) Memperbanyak serat Konsumsi lebih banyak sayuran atau makanan yang mengandung banyak serat akan memperlancar buang air besar dan menahan sebagian asupan natrium. Sebaiknya penderita hipertensi menghindari makanan kalengan dan makanana siap saji dari restoran, yang dikuatirkan mengandung banyak pengawet dan kurang serat. Dari penelitian yang telah dilakukan, disebutkan bahwa dengan mengkonsumsi 7 gram serat per hari dapat membantu menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 5 poin. Konsumsi serat juga dapat memperlancar buang air, menyebabkan makanan lebih sedikit dan mengurangi asupan natrium. Seratpun mudah didapat dalam makanan, misalnya semangkuk sereal mengandung sekitar 7 gram serat.
c) Menghentikan kebiasaan buruk Menghentikan rokok, kopi dan alkohol dapat mengurangi beban jantung, sehingga dapat bekerja dengan baik. Rokok dapat meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah dengan mengendapkan kolesterol pada pembuluh darah jantung koroner, sehingga jantung bekerja lebih keras. Alkohol dapat memacu tekanan darah. Karena itu 90 mililiter per minggu adalah batas tertinggi yang boleh dikonsumsi. Ukuran tersebut sama dengan 6 kaleng bir @ 360 mililiter atau 6 gelas anggur @ 120 mililiter. Kopi dapat memacu detak jantung. Menghentikan atau mengurangi kopi berarti menyayangi jantung agar tidak terbebani lebih berat. d) Memperbanyak asupan kalium Penelitian menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi 3500 mg kalium dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah yang ideal dapat dicapai kembali tekanan yang normal. Kalium bekerja menguragi natrium dari senyawanya, sehingga lebih mudah dikeluarkan dari dalam tubuh. Makanan kaya kalium adalah pisang, sari jeruk, jagung, kubis, dan brokoli. Bila Anda bermaksud
untuk mengkonsumsi
suplemen kalium,
sebaiknya
konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter, karena kelebihan kalium dapat mengganggu ginjal. e) Penuhi kebutuhan magnesium Terdapat hubungan antara rendahnya asupan magnesium dengan tekanan darah khususnya hipertensi. Kebutuhan magnesium menurut kecukupan gizi yang
dianjurkan atau RDA (Recommended Dietary Allowance) adalah sekitar 350 miligram. Kekurangan asupan magnesium terjadi dengan semakin banyaknya makanan olahan yang dikonsumsi. Sumber makanan kaya magnesium antara lain kacang tanah, bayam, kacang polong dan makanan laut. Tetapi kita harus berhati-hati agar jangan mengkonsmsi terlalu banyak suplemen magnesium karena bisa menyebabkan diare. 2. Membatasi konsumsi lemak Hal ini dilakukan agar kadar kolesterol darah terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah, lama kelamaan jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggaggu peredaran darah. Kadar kolesterol dalam darah maksimal 200-350 mg per 100 cc serum darah. 3. Olaraga teratur Olaraga atau senam hipertensi bagian dari usaha untuk mengurangi berat badan dan mengelolah stress. 4. Berusaha membina hidup yang positif. 2.6 Hubungan Paparan Kebisingan dan Karakteristik Pengemudi Becak Vespa Dengan Tekanan Darah Hipertensi dapat ditimbulkan oleh berbagai faktor penyebab. Salah satu faktor penyebabnya yaitu faktor lingkungan yang dapat menimbulkan terjadinya risiko penyakit hipertensi yaitu kebisingan. Dalam pengertiannya kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan kesehatan (Idan, 2010).
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjujt cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun (Depkes, 2006). Penelitian mengenai paparan jangka panjang kebisingan di lingkungan kerja pada tekanan darah pekerja, diperoleh hasil tekanan darah sistolik berkisar antara 90172 mmHg dan tekanan darah diatolik berkisar antara 52-102 mmHg, dengan nilai rata-rata 78 mmHg sehingga dapat diketahui bahwa lama paparan dapat mempengaruhi tekanan darah (Lusk, 2002). Tingkat kebisingan mencapai 60 desibel dapat meningkatkan kadar hormon stress, seperti epinerin, non-epinerin dan kortisol tubuh yang mengakibatkan terjadinya perubahan irama jantung dan tekanan darah. Bising yang terus menerus diterima seseorang akan menimbulkan gangguan proses fisiologis jaringan otot dalam tubuh dan memicu emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi tersebut dapat memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh dalam waktu yang lama tekanan darah akan naik sehingga menyebabkan hipertensi (Tambunan, 2005). Cara kerja sistem tubuh dalam peningkatan tekanan darah adalah dimana kebisingan merupakan stressor biologis yang dapat menimbulkan perangsangan simpatis pada syaraf. Kemudian impuls simpatis dikirim ke medula adrenalin bersamaan dengan pengiriman ke semua pembuluh darah, impuls ini menyebabkan medula mensekresikan norepinefrin dan epinefrin ke dalam sirkulasi darah. Kedua hormon ini dibawa ke dalam aliran darah ke semua bagian tubuh tempat mereka
langsung bekerja pada pembuluh darah yang menyebabkan vasokontriksi (Sobel, 1995). Perangsangan simpatis juga dapat meningkatan aktifitas saraf ginjal sehingga sel jukstaglomerulus mensekresikan renin ke dalam darah. Pengertian Renin dalam hal ini adalah suatu enzim yang memecahkan komponen utama salah satu protein plasma yang disebut substrat rennin untuk melepaskan dekapeptida angiotensi I. Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, 2 asam amino tambahan dipecah darinya membentuk oktapeptida angiotensin II yang dikatalis oleh enzim ‘converting enzyme’. Selama menetap di dalam darah angiotensin II mempunyai efek yang dapat meningkatan tekanan darah. Salah satu efek ini terjadi dengan sangat cepat. Sumber utama vasokontriksi berasal dari arteriol. Kontriksi arteriol meningkatkan tahanan perifer sehingga meningkatkan tekanan arteri. Efek angiotensin lainnya terutama berhubungan dengan volume cairan tubuh : 1. Angiotensin mempunyai efek langsung terhadap ginjal untuk menyebabkan penurunan ekskresi garam dan air. 2. Angiotensin merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal dan hormone ini sebaliknya juga bekerja pada ginjal menyebabkan penurunan ekskresi garam dan air. Kedua efek ini cenderung meningkatkan volume darah yang merupakan faktor penting dalam pengaturan tekanan darah jangka panjang. Oleh karena adanya paparan kebisingan, pusat vasomotor mengirim impuls eksitasi melalui serabut saraf simpatis ke jantung untuk meningkatkan aktivitas
jantung (kontraktilitas jantung), meningkatkan frekuensi jantung melalui reseptor beta – 1 sehingga memperbesar curah jantung. Meningkatkan curah jantung dan tahanan perifer total akan meningkatkan kenaikan tekanan darah. Kebisingan yang dapat menimbulkan hipertensi terjadi pada beberapa populasi berisiko. Salah satu kasusnya terjadi pada populasi di lingkungan sekitar Bandara. Penelitian di Bandara Munich yang dilakukan oleh Evan, et al. dan Hygge, et al. (1998) mengukur level hormon stres pada anak sekolah usia sekitar 10 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur level catecholamines (epinephrine dan norepinephrine) dan hormon stres cortisol di keluaran urin. Hasil penelitian menunjukkan bukti kenaikan catecholamines pada komunitas anak setelah terpajan kebisingan penerbangan dibandingkan sebelum terpajan kebisingan penerbangan dan dibandingkan juga dengan anak di komunitas tenang. Ditemukan pula kenaikan tekanan darah sistolik 3 mmHg yang dihubungkan dengan kebisingan penerbangan. Penelitian juga dilakukan pada pekerja laki-laki di Bandara Internasional Ahmad Yani Kota Semarang pada tahun 2005 dengan hasil menunjukkan prevalensi kenaikan tekanan darah sistolik sebesar 55% . Sedangkan prevalensi kenaikan tekanan darah diastoliknya sebesar 60%. Intensitas kebisingan yang diterima tenaga kerja di lingkungan kerja Bandara Ahmad Yani berkisar antara 68,9 – 91,8 dB(A) (Evan, et al. & Hygge, et al. 1998).
2.7 Kerangka Konsep
Paparan Kebisingan -
≤ 85 dB
-
> 85 dB
Karakteristik Pengemudi Becak Vespa -
Tekanan Darah
Usia Masa kerja Lama paparan kebisingan perhari Penggunaan Helm Kebiasaan minum kopi Kebiasaan merokok
2.8 Hipotesis Penelitian Ho : Tidak ada hubungan paparan kebisingan dan karakteristik pengemudi becak vespa terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan. Ha : Ada hubungan paparan kebisingan dan karakteristik pengemudi becak vespa terhadap tekanan darah di Kota Padangsidimpuan.