BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Adapun istilah lainnya yaitu Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya, sedangkan menurut PKBI Jawa Barat (1999) Napza memiliki singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Pada Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis atau semisintetis, yang mengakibatkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Jenis-jenis narkoba terdiri dari heroin/putauw, kokain, ganja. petidin, morfin dan codein. Pengertian dari Psikotropika berdasarkan Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1997, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa. Jenis-jenis psikotropika yaitu ekstasi, sabu-sabu, dan obat penenang, amfetamin dan metamfetamin, lumubal, fleenitrazepam, nitrazepam, diazepam. Sedangkan pengertian dari zat adiktif adalah obat atau bahan – bahan aktif yang jika dikonsumsi oleh makhluk hidup dapat menimbulkan ketergantungan 8
9
yang akan sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus – menerus, dan bila dihentikan dapat menimbulkan efek rasa sakit luar biasa. Contohnya seperti rokok dan minuman keras (alkohol). Narkoba itu sendiri terdapat berbagai cara penggunaannya baik secara oral atau diminum, dihirup, maupun disuntikan. Adapun jenis narkoba yang biasa disuntikan yaitu jenis opioida, turunan opiate khususnya heroin. Penyuntikan tersebut dilakukan dengan cara menyuntikkan lewat otot, lewat kulit atau pembuluh vena agar mendapatkan reaksi yang kuat. (PKBI Jabar, 1999). Dilihat dari jenis-jenis narkoba yang sangat banyak macamnya tetap saja setiap jenis tersebut dapat menimbulkan adiksi atau ketergantungan, karena setiap jenis narkoba mengandung suatu zat yang menimbulkan psychoactive effects. 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menggunakan Narkoba Dalam menggunakan narkoba seseorang akan melewati 3 tahap yang dilalui untuk menjadi pecandu, seperti halnya yang dikemukakan oleh Weiss dan Mirin (dalam Nevid, Rathus, dan Greene,1994). Dimana pada awalnya hanya merupakan tahap coba-coba atau penggunaan sekali-kali. Pada tahap ini pengguna merasa nyaman, senang, dan bangga. Pengguna merasa yakin masih memiliki kontrol dan bisa berhenti kapan saja. Tahap selanjutnya, yaitu routine use, pengguna telah membangun kehidupannya di sekitar pencarian dan penggunaan narkoba, dimana para pengguna narkoba mencoba untuk menutupi konsekuensi negatif dari tindakan mereka terhadap diri sendiri dan juga orang lain, dan mulai terjadi perubahan nilai-nilai. Ketika tahap ini terus berlanjut makan penggunaan narkoba akan berubah menjadi suatu kecanduan atau ketergantungan apabila
10
pengguna merasa tidak punya kekuatan untuk melawan pengaruh narkoba tersebut. Penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba dan mengakibatkan kecanduan atau ketergantungan terdapat beberapa faktor yaitu : 1. Faktor Individu Faktor individu pada umumnya ditentukan oleh dua aspek yaitu aspek biologis yang menunjukkan bahwa faktor genetic yang berperan seperti bentuk perilaku menyimpang, dan aspek psikologis seperti penyalahgunaan saat remaja. Dari hasil penelitian Junaiedi (2012), tentang aspek psikologis yang terjadi di dalam kehidupan seseorang terdapat aspek psikologis yang mendorong untuk menggunakan narkoba, seperti munculnya rasa ingin coba-coba sesuatu hal yang baru, serta untuk meningkatkan rasa percaya diri dan untuk membantu menghadapi masalah yang terjadi dalam hidupnya. 2. Faktor Obat atau Zat Pada faktor obat atau zat adanya perubahan nilai yang disebabkan oleh perubahan zaman sehubungan dengan arti dari penggunaan zat psikoaktif, seperti penyalahgunaan obat tidur. Selain itu adanya keyakinan bahwa obat dapat membantu meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi beban masalah yang sedang dihadapi dan peredaran obat pun semakin banyak sehingga lebih mudah untuk didapat. Berdasarkan hasil penelitian Junaiedi (2012), tentang faktor obat atau zat yaitu pada kehidupan seseorang terdapat pengaruh faktor obat atau zat tersebut yang ketika mereka menggunakan narkoba merasa lebih percaya diri dan
11
dapat menyatukan mereka dengan teman dan lingkungannya. Selain itu adanya efek dari narkoba tersebut yang membuat seseorang ketagihan. 3. Faktor Lingkungan Pada faktor lingkungan adanya hubungan keluarga dan pengaruh teman. Biasanya keluarga yang tidak harmonis mempunyai masalah dengan penyalahgunaan narkoba, seperti kualitas hubungan keluarga yang buruk dan kebiasaan anggota keluarga lainnya yang juga menggunakan narkoba. Adanya pengaruh teman sangat besar kemungkinan terjadinya penyalahgunaan narkoba. Hukuman oleh kelompok teman terutama pengucilan bagi mereka yang mencoba berhenti dirasa cukup berat daripada penggunaan narkoba itu sendiri. Dari hasil penelitian Junaiedi (2012), adanya pengaruh hubungan keluarga yang terjadi kepada subjek untuk menggunakan narkoba. Berdasarkan penelitian Purwandari (2007), didapatkan dari semua responden yang menggunakan narkoba awal mulanya diperkenalkan oleh teman dan tanpa sepengetahuan keluarga. Kondisi seperti ini mirip dengan apa yang dikemukakan oleh Hawkins (dalam Afiatin, 2005) mengenai beberapa kondisi keluarga yang dapat menjadi faktor resiko pencetus pemakaian narkoba, yaitu karena kurangya komunikasi dan kasih sayang antara anggota keluarga. 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berhenti Menggunakan Narkoba Selama ini banyak pengguna narkoba yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan narkoba, karena mereka merasa kehidupan yang mereka alami telah dikendalikan oleh narkoba. Adanya keinginan yang kuat untuk berhenti menggunakan narkoba dapat dimulai dari dalam diri sendiri yang sangat
12
diperlukan agar tidak kembali terjerumus. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk berhenti menggunakan narkoba, yaitu: a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi. Menurut Sarlito W Sarwono (1992:61-62) (dalam Handayani, 2011) pendidikan secara psikologi merupakan usaha untuk mengubah sikap seseorang melalui proses belajar yang dimana tujuan dari pendidikan tersebut yaitu membentuk sikap hidup yang lebih kuat dalam menghadapi lingkungan sehingga individu yang bersangkutan dapat menyesuaikan diri pada lingkungannya. Berdasarkan penelitian Purwandari (2007), pendidikan dari responden yang memutuskan untuk berhenti menggunakan narkoba rata-rata sangat memadai dalam melakukan tingkat berpikir yang tinggi karena sudah mencapai pendidikan tinggi. b. Umur Bertambahnya umur seseorang akan adanya perubahan pada aspek fisik dan mental. Umur pertama saat menggunakan narkoba sangat berperan dalam upaya berhenti menggunakan narkoba, dimana pemakaian narkoba dengan usia yang sangat muda akan memperlambat waktu untuk berhenti dibandingkan denga usia yang lebih tua saat menggunakan narkoba. Hal tersebut didukung dengan adanya hasil yang ditunjukkan oleh Villafranca, et al (2006) dimana mereka yang berumur lebih tua mempunyai resiko yang lebih tinggi dalam perawatan untuk berhenti menggunakan narkoba dibandingkan dengan mereka yang berumur lebih muda.
13
Selain itu hasil penelitian dari Purwandari (2007), yang melakukan wawancara dengan tujuh orang mantan pengguna narkoba. Dilihat dari faktor usia, dimana usia pertamakali menggunakan narkoba menunjukkan bahwa usia remaja merupakan rawan dalam penyalahguna narkoba, dan alasan mereka menggunakan narkoba disebabkan rasa ingin tahu yang besar terhadap narkoba. c. Jenis Kelamin Menurut hasil penelitian Sussman dan Dent (2004), jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan tindakan seseorang untuk berhenti menggunakan narkoba, dimana pada jenis kelamin laki-laki cenderung sulit berhenti dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut disebabkan laki-laki terbiasa menggunakan narkoba dengan dosis yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut juga disebabkan karena perempuan lebih mampu untuk mendapatkan dukungan sosial (keluarga atau teman) dibandingkan dengan laki-laki. d. Niat Niat dapat diartikan dengan keinginan yang sedang atau akan dilaksanakan. Willy (2005) menyatakan niat merupakan modal yang sangat luar biasa. Niat tersebut harus dijalankan bagaimanapun risiko yang akan dialaminya. Kesulitan untuk berhenti merupakan masalah terberat bagi seorang pecandu, apalagi yang ketergantungannya parah, karena mereka mempunyai sugesti yang sangat kuat untuk selalu menggunakan. Untuk itu sebelum benar-benar lebih parah akibatnya, sangat baik jika ada niat berhenti total.
14
e. Pengalaman Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami oleh seseorang baik dari dalam dirinya maupun lingkungannya. Adanya pengalaman seperti pengalaman dipenjara mempunyai hubungan dengan berhenti menggunakan narkoba. Berdasarkan penelitian Sawitri (2012), salah satu penggunaan narkoba suntik yang memiliki pengalaman dipenjara lebih sulit untuk berhenti menggunakan narkoba suntik dibandingkan dengan pengguna narkoba suntik yang tidak dipenjara. Hal tersebut disebabkan karena pengguna narkoba suntik yang pernah dipenjara cenderung tidak memiliki tempat tinggal tetap, adanya perilaku berisiko penggunaan jarum suntik dan tidak adanya motivasi untuk mendaftarkan diri dalam program penyembuhan narkoba. f. Dukungan Keluarga Menurut Suparlan (1993:76) dalam Handayani (2011) mendefinisikan keluarga merupakan kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Hubungan sosial antara anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan ikatan perkawinan, darah dan adopsi. Hubungan antara keluarga tersebut dijiwai oleh suasana kasih sayang, rasa dicintai, saling menghormati, rasa percaya, kepatuhan, ketaatan sumber informasi, dan rasa mendapatkan perlindungan. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan bermasyarakat, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi kelompoknya. Pengalaman-pengalamannya dalam interaksi sosial dalam keluarganya turut menentukan cara-cara tingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan sosial diluar keluarganya, dalam masyarakat pada umumnya.
15
Berdasarkan penelitian Purba (2007), menujukkan bahwa pada proses pengambilan keputusan berhenti menggunakan narkoba terdapat faktor yang terbesar dalam mempengaruhi keberhasilan pengguna untuk meninggalkan narkoba selamanya adalah dengan adanya dukungan sosial, terutama dari orang tua dan keluarga. Dukungan ini dapat membantu pengguna narkoba untuk mempunyai pemahaman yang benar mengenai narkoba dan membuat mereka merasa berharga, dicintai, dan menjadi bagian dari sebuah komunitas. Selain itu, dukungan positif dari keluarga atau orang terdekat yang menjadi faktor terpenting yang pada umunya ketergantungan narkoba terjadi pada seseorang yang sangat erat kaitannya dengan masalah yang timbul dalam keluarga atau pergaulan teman yang kurang baik. Sehingga dukungan positif yang didapatkan dari keluarga atau orang terdekat akan mampu memotivasi responden untuk berhenti menggunakan narkoba. g. Program Pengobatan atau Rehabilitasi Dengan mengikuti program pengobatan atau rehabilitasi memiliki hubungan dengan berhenti menggunakan narkoba. Bagi pecandu narkoba yang mengikuti program rehabilitasi terhadap suatu zat, seperti terapi pengobatan heroin yang memiliki peluang lebih tinggi untuk berhenti menggunakan narkoba salah satunya narkoba suntik yang dibandingkan dengan yang tidak pernah mengikuti program rehabilitasi (Shah, Galai, Celento, Vlahov, dan Stratdee, 2005). Aksesibilitas terhadap program rehabilitasi mempunyai pengaruh berhenti menggunakan narkoba. Dimana penggunaan narkoba dengan aksesibilitas rendah terhadap program pengobatan atau perawatan akan memiliki peluang kecil untuk berhenti menggunakan narkoba, karena masalah di Indonesia adalah keterbatasan
16
jumlah sarana pelayanan terhadap narkoba, persepsi pasien terhadap sikap petugas kesehatan yang tidak ramah dan ketidakpuasan pelayanan dan harga obat yang cukup mahal. (Soitawati, 2009:96 dalam Sawitri, 2012). 2.4. Pengambilan Keputusan 2.4.1 Definisi Pengambilan Keputusan Setiap individu dalam hidupnya akan selalu dihadapkan pada sebuah atau beberapa pilihan yang akan memaksakan untuk memilih dari salah satu diantaranya, sehingga saat memilih alternatif-alternatif tersebut diperlukan proses untuk berfikir, yaitu pengambilan keputusan (decision making). Menurut Salusu (2004) pengambilan keputusan merupakan suatu proses memilih alternatif dengan cara bertindak menggunakan metode yang efisien dan sesuai dengan situasi. Ketika keputusan sudah dibuat, maka sesuatu yang baru mulai terjadi. Harus ada tindakan yang dibuat saat tiba waktunya dan tindakan itu tidak dapat ditunda. Apabila keputusan sudah dibuat, harus diberlakukan dan kalau tidak, sebenarnya itu bukanlah keputusan namun lebih tepat dikatakan suatu hasrat atau niat yang baik. Sedangkan menurut Janis and Mann (1987) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan merupakan pemecahan masalah dan terhindar dari faktor situsional. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses mengidentifikasikan alternatif yang ada sehingga dapat dipilih yang sesuai dengan nilai dan tujuan individu untuk mendapatkan solusi dari masalah tertentu.
17
2.4.2 Tahapan Pengambilan Keputusan dan Faktor yang Mempengaruhi Dalam tahapan pengambilan keputusan pada setiap individu akan berbedabeda, hal tersebut tergantung pada pola seseorang dalam menghadapi masalahnya. Menurut teori Janis & Mann (1987), terdapat lima tahapan dalam proses pengambilan keputusan, yaitu : 1. Menilai Informasi Baru Pada tahap ini meliputi pengenalan terhadap masalah, mencari informasi atau kejadian yang dapat memberikan pengaruh positif atau negatif bagi tindakan yang akan dilakukan, menemukan tujuan yang ingin dicapai bagi penyelesaian masalah yang kompleks. Individu yang dihadapkan pada suatu informasi atau kejadian yang menarik perhatiannya dapat membuat dirinya tidak nyaman, dan akan cenderung menggunakan suatu sikap yang tidak memperdulikan serangkaian kegiatan yang diikuti untuk mendapatkan kepuasan dalam dirinya sendiri. Saat individu mulai merasa tidak nyaman berada dalam kondisi tertentu dan menyadari adanya kesempatan serta tantangan untuk berubah, maka individu akan mulai memahami tantangan serta apa manfaat tantangan tersebut bagi dirinya. Pemahaman yang baik akan tantangan yang dihadapi sangat penting, agar pengambil keputusan terhindar dari asumsi-asumsi yang salah atau sikap terlalu memandang remeh masalah yang kompleks. 2. Melihat Alternatif-Alternatif yang Ada Pada tahap ini, setelah seseorang merasa yakin terhadap informasi yang berkaitan dengan masalahnya, maka ia mulai memusatkan perhatian pada berbagai alternatif pilihan yang ada. Individu juga akan berusaha mencari masukan dan informasi dari orang lain yang memiliki pengetahuan dimana yang
18
berhubungan dengan masalahnya. Individu lebih menaruh perhatian pada rekomendasi berupa saran-saran untuk menyelesaikan permasalahan, meskipun saran tersebut tidak sesuai dengan keyakinannya sekarang ini. Hal yang paling penting pada tahap ini adalah sikap terbuka dan fleksibilitas. Hal itu berguna dalam mengumpulkan seluruh kemungkinan alternatif, baik yang nyata maupun tidak nyata. 3. Mempertimbangkan Alternatif Individu yang mengambil keputusan pada tahap ini akan mulai melakukan evaluasi dengan teliti, berfokus pada mendukung atau tidaknya pillihan-pilihan yang ada untuk menghasilkan tindakan terbaik. Individu akan lebih berhati-hati dengan mempertimbangakan keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan, hingga individu tersebut merasa yakin dalam memilih satu pilihan yang dinilai objektif. Individu berusaha memilih alternatif yang terbaik diantara pilihan alternatif yang tersedia baginya. Ia akan mempertimbangkan keuntungan, kerugian serta kepraktisan dari tiap-tiap alternatif hingga ia merasa cukup yakin untuk memilih satu alternatif yang menurutnya paling baik dalam upayanya mencapai tujuan tertentu. Adakalanya saat ia mempertimbangkan alternatifalternatif secara bergantian, ia merasa tidak puas dengan semua alternatif yang ada. Ia menjadi stress dan dapat kembali ke tahap dua. Sehingga pada tahap ini akan dipengaruhi oleh adanya keahlian atau keterampilan yang dimiliki seseorang untuk meperhitungkan seluruh kemungkinan secara akurat. 4. Membuat Komitmen Setelah memutuskan, individu akan mengambil sebuah perencanaan tindakan tertentu untuk dilaksankannya keputusan tersebut, pengambil keputusan
19
mulai memikirkan cara untuk mengimplementasikannya dan menyampaikan keinginannya tersebut kepada orang lain. Disamping itu, individu juga mempersiapkan argumen-argumen yang akan mendukung pilihannya tersebut khususnya bila individu berhadapan dengan orang-orang yang menentang keputusan yang diambil. Hal ini disebabkan pengambil keputusan menyadari bahwa cepat atau lambat orang-orang pada jaringan sosialnya akan terkena dampaknya seperti keluarga atau teman akan mengetahui tentang keputusan tersebut. Dengan demikian, tahap ini sangat dipengaruhi oleh orang-orang atau kelompok yang dianggap penting oleh pengambil keputusan. 5. Bertahan Meskipun Terdapat Feedback Negatif Banyak keputusan memasuki periode honeymoon, dimana Individu menjadi sangat bahagia dengan pilihan yang ia ambil dan menggunakannya tanpa rasa cemas. Tahapan kelima ini menjadi setara dengan tahap pertama, dimana masingmasing kejadian atau komunikasi yang tidak diinginkan membangun negative feedback yang merupakan sebuah permasalahan potensial untuk mengambil kebijakan yang baru. Tahap kelima menjadi berbeda dengan tahap pertama dalam kejadian ketika sebuah masalah sangat berpengaruh atau sangat kuat dan memberikan respon postitif pada pertanyaan pertama, fokus pada resiko serius ketika tidak dibuat perubahan, pengambil keputusan hanya tergoncang sesaat meskipun permasalahan lebih ia pilih diselesaikan dengan keputusan sebelumnya. Dari tahapan-tahapan tersebut seseorang akan berhati-hati dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan segala sesuatunya dari keuntungan dan kerugian pada sebuah komitmen dalam hidupnya. Apabila komitmen yang telah dibuat tidak dilakukan, maka itu bukanlah suatu keputusan,
20
tetapi hanya sebatas hasrat atau keinginan semata. Menurut Janis dan Mann (1987) dalam mengambil keputusan individu tidak selalu melewati kelima tahapan pengambilan keputusan hal ini disebabkan adanya perbedaan proses pembelajaran dan pengalaman yang ikut mempengaruhi.