BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Konsep Evaluasi. Istilah evaluasi mencapai cakupan yang cukup luas, yang dapat mengarah kepada setiap kegiatan dalam pengambilan kebijakan. Weiss (1972), mengatakan bahwa : “Evaluation is an elastic word that stretches to cover judgment of many kinds” (evaluasi adalah suatu kata yang elastis yang dapat meluas meliputi penilaian kebenaran dan keberhasilan mengenai banyak hal). Ditegaskan pula oleh Weiss, bahwa semua penilaian itu berisikan penentuan keberhasilan dari setiap pelaksanaan suatu program atau keputusan. Evaluasi sebuah kebijakan sangatlah penting dan perlu, tidak hanya untuk mengkaji bahwa hasil kebijakan itu memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, tetapi juga tiap-tiap kegiatan dalam program tersebut dilakukan dengan efisien dan efektif dengan hasil kegiatan yang nyata dan bermanfaat bagi seluruh pelaksanaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. Sedangkan menurut Bryant dan White dalam Kuncoro (1997), evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi. Selanjutnya
Jones
(1996),
mengungkapkan
bahwa
evaluasi
adalah
upaya
membandingkan antara apa yang direncanakan dengan hasil yang dicapai. Dari
Universitas Sumatera Utara
berbagai pengertian diatas dapat dipahami bahwa evaluasi merupakan suatu kegiatan yang membandingkan antara program apa yang direncanakan dengan dengan hasil yang dicapai setelah program tersebut dilaksanakan, dengan menggunakan tolok ukur yang ditetapkan. Evaluasi yang sangat sederhana adalah dengan mengumpulkan informasi tentang keadaan sebelum dan sesudah pelaksanaan atau dengan kata lain evaluasi bukanlah hanya sekedar meletakkan hasil-hasil proyek atau kegiatan, melainkan juga dengan jelas hal-hal yang menunjang atau menghambat. Dalam pemahaman pengertian konsep evaluasi oleh Scriven dalam Tayibnapis (1995), secara menyeluruh terdapat dua konsep besar yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu : a.
Konsep evaluasi sumatif dan formatif, pada konsep ini yang membedakan antara evaluasi sumatif dengan formatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan selama program berjalan untuk memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan. Misalnya selama program berlangsung, akan melibatkan semua komponen yang terlibat dalam evaluasi, sehingga setiap langkah evaluasi akan menghasilkan umpan balik yang segera kepada pembuat program, yang sangat berguna bagi usaha merevisi hal-hal yang dirasa perlu diperbaiki. Selanjutnya evaluasi yang bersifat sumatif adalah konsep evaluasi yang dilakukan pada akhir program untuk memberikan informasi kepada pemakai atau konsumen tentang manfaat atau kegunaan program. Misalnya
Universitas Sumatera Utara
program kesehatan, evaluasi juga melibatkan semua komponen yang ada akan tetapi evaluasinya pada akhir program. b.
Konsep evaluasi internal dan eksternal, evaluasi internal evaluator adalah untuk mengetahui lebih banyak tentang programnya dari pada orang luar, dan evaluator begitu dekat dengan programnya itu. Sementara konsep evaluasi eksternal antara lain mampu menangkap hal-hal yang dianggap penting bagi program yang tidak diketahui secara internal. Sementara itu pada bagian lain Bryant and White dalam Kuncoro (1997),
mengatakan bahwa dalam melakukan evaluasi suatu rencana atau program dan implementasi, maka akan terdapat beberapa jenis kendala, yaitu : a. Kendala Psikologis, yaitu evaluasi dapat menjadi ancaman dan orang melihat bahwa evaluasi itu adalah merupakan sarana untuk mengkritik orang lain. b. Kendala Ekonomis, yaitu untuk melakukan evaluasi yang baik itu mahal dalam segi waktu dan uang, serta tidak selalu sepadan antara ketersediaan data dan biaya. c. Kendala Teknis, yaitu kendala yang berupa keterbatasan kemampuan sumber daya manusia dalam pengolahan data. Data dan informasi yang tidak dapat disediakan tepat pada waktu yang dibutuhkan akan menjadi sia-sia saja. Kejadian ini timbul biasanya ketika informasi dan data itu belum dibutuhkan, sehingga
Universitas Sumatera Utara
data tersebut akan hanya ditumpuk begitu saja tanpa diperhatikan dan diolah untuk dimanfaatkan. Evalusi terhadap pelaksanaan suatu program biasa menemui kendala sulitnya memperoleh data-data pendukung penelitian baik data sekunder maupun data primer di lapangan. Hal ini merupakan kendala psikologis yang terjadi ketika pelaksana program merasa aib dan kesalahannya dapat terbongkar akibat dari diadakannya evaluasi. Pada penelitian ini konsep evaluasi program yang digunakan adalah evaluasi sumatif berupa penekanan pada pelaksanaan kegiatan program yang telah selesai dilaksanakan untuk memberikan informasi tentang tingkat pencapaian tujuan program serta manfaat dan kegunaan program bagi pemanfaat.
2.2. Fungsi dan Pendekatan dalam Evaluasi. Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain : a. Evaluasi memberi informasi yang valid dan tepat untuk dipercaya, dimana seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. b. Evaluasi dapat memberi sumbangan klarifikasi dan ktirik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Evaluasi dapat memberi masukan pada penerapan metode kebijakan lainnya, dengan menunjukkan kekurangan kebijakan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Metoda pendekatan yang dapat dilakukan dalam penelitian evaluasi menurut Patton dan Sawicki (1991), metoda evaluasi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 6 (enam) yaitu : a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu kebijakan atau program diimplementasikan. b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan yang mendapat kebijakan atau program, yang telah dimodifikasi dengan memasukkan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian peristiwa (TKP) dengan program terhadap suatu TKP tanpa program. c. Actual versus planned performance comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned). d. Experimental (controlled) model, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui kondisi yang diteliti. e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana. Pada penelitian ini pendekatan evaluasi yang digunakan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) dapat diukur melalui indikator outcomes atau dampak dari program. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar setelah adanya output dari implementasi kebijakan ini yang diharapkan terjadi, adalah (1) peningkatan kesejahteraan masyarakat, (2) peningkatan pendapatan masyarakat.
2.3. Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah sosial yang telah mengakar dari tahun ke tahun di Indonesia. Kemiskinan menjadi suatu hal yang sangat menarik bagi kalangan akademisi maupun praktisi. Ilmu kemiskinan dari hari kehari berkembang sesuai dengan perkembangan permasalahan yang terkait dengannya. Kemiskinan pada dasarnya adalah suatu permasalahan yang kompleks dan tidak hanya berurusan dengan kepemilikan harta benda, kemiskinan bukan saja berurusan dengan ekonomi, tetapi bersifat multidimensional karena berurusan dengan persoalan-persoalan non ekonomi (sosial, budaya, dan politik). Karena bersifat multidimensional tersebut maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan sosial. Menurut Suharto (2005), kemiskinan memiliki beberapa ciri, diantaranya: 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (pangan, sandang dan papan)
Universitas Sumatera Utara
2. Ketiadaaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan dan keluarga) 3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga) 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan dan keterbatasan sumber daya alam 6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat 7. Ketiadaan akses terhadap lapangan pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan 8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil). Soemardjan (1994), menyebutkan bahwa kemiskinan yang diakibatkan oleh struktur sosial yang ada, menjadikan masyarakat itu tidak dapat memperoleh pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Untuk mengatasi hal ini, maka salah satu jalan keluarnya adalah dengan pembangunan kualitas sumber daya manusia. Secara lebih tegas Koentjaraningrat (1990), menekankan akan perlunya mentalitas pembangunan pada setiap diri manusia dan untuk menstimulir mentalitas tersebut dapat dicapai melalui pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Bappenas mendefinisikan kemiskinan dalam 3 (tiga) kriteria yaitu : Pertama, berdasarkan Kebutuhan Dasar; Suatu ketidak mampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain : papan, sandang, perumahan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Ketidak mampuan ini akan mengakibatkan rendahnya kemampuan fisik dan mental seseorang, keluarga dan masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Kedua, berdasarkan Pendapatan; Suatu tingkat pendapatan atau pengeluaran seseorang, keluarga dan masyarakat berada di bawah ukuran tertentu (garis kemiskinan). Kemiskinan ini terutama disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset seperti lahan, modal, dan kesempatan usahan. Ketiga, berdasarkan Kemampuan Dasar; Suatu keterbatasan kemampuan dasar seseorang dan keluarga untuk menjalankan fungsi minimal dalam suatu masyarakat. Keterbatasan kemampuan dasar akan menghambat seseorang dan keluarga dalam menikmati hidup yang lebih sehat, maju dan berumur panjang. Juga memperkecil kesempatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat dan mengurangi kebebasan dalam menentukan pilihan terbaik bagi kehidupan pribadi.
Universitas Sumatera Utara
Menurut BPS dan Depsos, kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non-makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty level) atau batas kemiskinan (poverty treshold). Garis kemiskinan yaitu sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan dasar makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya. Kemiskinan itu bersifat multidimensi, artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam maka kemiskinan pun memiliki banyak dimensi. Kemiskinan dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu : a. Kemiskinan Absolut (mutlak). Keadaan individu/kelompok masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan yang ditentukan menurut ukuran tertentu. b. Kemiskinan Relatif (nisbi), keadaan kesejahteraan orang atau kelompok dibandingkan dengan kesejahteraan orang atau kelompok lain. Sedangkan dari kebijakan umum, maka kemiskinan tersebut dapat dilihat dari dimensi primer, dalam wujud miskin akan asset, organisasi sosial dan politik, pengetahuan serta ketrampilan, dan dimensi sekunder, wujud miskin tersebut ditunjukkan oleh jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi. Lebih lanjut Todaro (2004), membagi kemiskinan dalam bentuk :
Universitas Sumatera Utara
a.
Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi mengakibatkan pemenang dan pengkalah. Pemenang umumnya negara maju, negara-negara berkembang seringkali terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang menjadi prasyarat globalisasi.
b.
Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsitem (kemiskinan
akibat
rendahnya
pembangunan);
kemiskinan
perdesaan
(kemiskinan akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan); kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan). c.
Kemiskinan Sosial. Kemiskinan yang dialami perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas.
d.
Kemiskinan Konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.
2.4. Faktor Penyebab Kemiskinan. Kemiskinan yang menimpa sekelompok masyarakat berhubungan dengan status sosial ekonominya dan potensi wilayah. Faktor sosial ekonomi yaitu faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan cenderung melekat pada dirinya seperti tingkat pendidikan, dan ketrampilan yang rendah, tingkat kesehatan yang rendah dan produktivitas yang rendah. Sedangkan faktor yang berasal dari luar
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan potensi alamiah, teknologi dan rendahnya aksessibilitas terhadap kelembagaan yang ada. Kedua faktor tersebut menentukan aksessibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan
peluang-peluang
ekonomi
dalam
menunjang
kehidupannya.
Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang kait-mengkait antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu untuk mengkaji masalah kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab kemiskinan dan faktor yang berada dibalik kemiskinan. Lebih lanjut Todaro, tiga komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, yaitu (1) rendahnya taraf hidup; (2) rendahnya rasa percaya diri; dan (3) terbatasnya kebebasan. Ketiga aspek tersebut memiliki hubungan secara timbal balik, rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya investasi per kapita. Tingginya angka pengangguran disebabkan tingginya pertumbuhan tenaga kerja dan rendahnya investasi per kapita dan tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja disebabkan oleh penurunan tingkat kematian dan rendahnya investasi per kapita disebabkan oleh tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja. Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpenaruh terhadap tingkat kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi per kapita.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kuncoro (2004), yang mengutip Sharp menyatakan penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. 1.
Secara mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
2.
Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau karena keturunan.
3.
Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga aspek kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan
(vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidak sempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas menyebabkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibatkan pada keterbelakangan, dan seterusnya. Logika berpikir ini dikemukakan oleh Ragnar Nurkse dalam Kuncoro (2004), yang mengatakan, “a poor country is poor because it is poor” (negara miskin itu miskin karena dia miskin).
Universitas Sumatera Utara
Ketidaksempurnaan Pasar Keterbelakangan Ketertinggalan Kekurangan Modal
Investasi Rendah
Produktivitas Rendah
Pendapatan Rendah
Tabungan Rendah
Gambar 2.1. Lingkaran Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty) Sumber : Kuncoro (2004) Untuk kasus Indonesia Ginanjar (1996), mengemukakan ada empat faktor kemiskinan. Faktor tersebut yaitu : (1) rendahnya taraf pendidikan; (2) rendahnya taraf kesehatan; (3) terbatasnya lapangan kerja; dan (4) kondisi keterisolasian. Dengan rendahnya faktor-faktor di atas menyebabkan aktivitas ekonomi yang dapat dilakukan berakibat terhadap rendahnya produksi dan pendapatan yang diterima. Pada gilirannya pendapatan tersebut mampu memenuhi kebutuhan fisik minimum yang menyebabkan terjadi proses kemiskinan.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Konsep Partisipasi. Partisipasi menyangkut kesamaan dan kesepakatan program dalam struktur pengembangan yang sudah terpadu dan terencana dalam program community development yang dibangun secara bersama. Konsep partisipasi mengandung 3 ciri utama: 1.
Adanya kesepakatan yang dijanjikan sebagai pedoman dalam rangka memahami dan mewujudkan tindakan
2.
Adanya tindakan yang didasari oleh kesepakatan
3.
Adanya pembagian kerja dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara dalam status dan peran yang harus diwujukan dalam interaksi sosial yang ada Selama ini keterlibatan masyarakat hanya dilihat dari konteks yang sempit,
artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan sosial. Dengan kondisi ini peran serta masyarakat terbatas pada implementasi atau penerapan program untuk menjadi kreatif, daya masyarakat tidak dikembangkan dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar, maka partisipasi mencapai bentuk yang pasti (Midgley dalam Moeljarto,1995) Konsep partisipasi menumbuhkan daya kreatif dalam dirinya sehingga menghasilkan pola pikir masyarakat yang lebih genuine, aktif dan kritis. Seperti yang dikemukakan “...participation refers to an active process whereby beneficiaries
Universitas Sumatera Utara
influence the direction and execution of development project rather than merely receive a share of project benefits”. Keterlibatan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pembuatan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi. Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapi serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah yang mereka. Partisipasi juga membantu masyarakat untuk melihat realitas sosial ekonomi yang mengelilingi mereka (Paul dalam Moeljarto, 1995). Menurut Mappadjantji (2005), konsep-konsep dasar pembangunan yang sesuai dengan Sains Baru: Pertama, naluri setiap manusia adalah mempertahankan keberlangsungan keberadaannya. Aktivitas biologis yang dilakukan oleh mahluk yang paling rendah sampai pada manusia dipicu oleh naluri. Kita akan menemukan bahwa banyak kegiatan sosial, ekonomi, dan politik manusia pada dasarnya juga merupakan perwujudan dari naluri. Kedua, puncak kebahagiaan manusia adalah berpartisipasi dalam menciptakan dalam menciptakan sesuatu dan menemukan kebahagiaannya jika mereka dapat memberikan
kontribusi
dalam
proses
pembaharuan.
Sains
baru
memang
menunjukkan bahwa partisipasi merupakan salah satu sifat utama semesta. Semua peristiwa di alam semesta merupakan hasil partisipasi dari semua komponen semesta (prinsip solidaritas). Pada level mikroskopik partisipasi ini terlihat nyata bagaimana partikel-partikel saling berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan diri mereka
Universitas Sumatera Utara
(hipotesis boot strap). Proses autopoisies pada mahluk hidup yang diuraikan sebelumnya juga berkaitan erat dengan fenomena partisipasi. Ketiga, proses merupakan esensi semesta dan bersifat terberi. Proses bersifat chaotic, sulit diduga atau diprediksi. Dari perspektif kuantum, perubahan yang dibawa oleh proses merupakan gelombang probabilitas yang bersifat netral, bukan ancaman dan bukan pula peluang. Kitalah yang menentukan wujud dari probabilitas tersebut. Kombinasi dari ketiga aspek yang diatas mengantar kita kepada pemahaman baru bahwa pembangunan semestinya merupakan serangkaian upaya sadar manusia untuk berpartisipasi menciptakan kebaruan tatanan dan atau lingkungannya dalam kerangka mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas keberadaannya dengan memanfaatkan proses perubahan yang sedang terjadi. Mappadjantji (2005) juga mengungkapkan keadilan berpartisipasi diwujudkan dalam bentuk ketersediaan berbagai pilihan (choice) bagi masyarakat dibidang sosial, ekonomi dan budaya, sedang pada sisi lainnya berupa adanya kemandirian masyarakat untuk memilih termasuk menyalurkan aspirasinya. Choice dan Voice merupakan wujud keadilan yang mendasar, karena masyarakat diberi ruang dan kesempatan
dan
sekaligus
memiliki
kemampuan
dan
kemandirian
untuk
memanfaatkan ruang dan kesempatan itu dalam rangka mengembangkan diri dan menyalurkan aspirasi dalam upaya berpartisipasi membangun tatanannya. Hidup
Universitas Sumatera Utara
dalam tatanan seperti ini akan memberikan makna yang dalam bagi semua kelompok masyarakat, karena mereka dapat menikmati keberadaan mereka didalam tatanannya. Selanjutnya Dwiyanto (2004), menyebutkan tiga dimensi yang menjadi ciri governance : 1. Dimensi
kelembagaan
dimana
sistem
administrasi
dilaksanakan
dengan
melibatkan banyak pelaku (multi stakeholders) baik dari pemerintah maupun dari luar pemerintah. 2. Dimensi nilai yang menjadi dasar tindakan administrasi lebih kompleks dari sekedar pencapaian efisiensi dan efekstifitas namun lebih mengakomodir nilainilai universal seperti keadilan, partisipasi, kesetaraan, demokrasi dan nilai-nilai lain yang terkandung dalam norma kehidupan masyarakat 3. Dimensi proses, dimana proses administrasi merupakan suatu tindakan bersama yang dikembangkan dalam bentuk jaringan kerja untuk merespon tuntutan dan kebutuhan publik melalu upaya formulasi dan implementasi kebijakan publik Wibawa (1994), menekankan konsep governance pada pelaksanaan fungsi memerintah (governing) yang dilaksanakan secara bersama-sama (kolaboratif) oleh lembaga pemerintah, semi pemerintah, dan non-pemerintah seperti LSM dan institusi swasta maupun warga negara yang berlangsung setara (balance) dan multi arah (partisipasif). Kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Lebih jauh disebutkan bahwa dalam proses governance tersebut institusi
Universitas Sumatera Utara
non pemerintah dapat saja memegang peran yang lebih dominan, atau malah lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun ”governance without government”. Konsep governance yang mensyaratkan partisipasi dalam keseluruhan proses formulasi dan implementsi mengakibatkan sistem administrasi itu sendiri menjadi sangat kompleks yang termanifestasi melalui keragamanan partisipan/stakeholders, perspektif, situasi, nilai dan strategi serta hasil dan efek aktual yang mereka inginkan. Nilai dan interest korporasi misalnya akan sangat dikotomis dengan nilai dan interest masyarakat lokal di lingkungan operasionalnya, demikian juga tentunya nilai dan interest pemerintah yang menjadi otoritasnya. Tuntutan masyarakat atas tanggungjawab sosial perusahaan tentunya akan direspon oleh perusahaan berdasarkan nilai dan interestnya sebagai lembaga korporasi, sedangkan pemerintah sendiri akan melihat interaksi tersebut berdasarkan nilai dan kepentingannya terhadap masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Dalam perspektif welfare state pemerintah sering kali mengalami dilema dalam implementasi pelayanan kesejahteraan masyarakatnya ketika negara sedang mengalami krisis. Di satu sisi angka pengangguran dan dan kemiskinan yang tinggi menuntut perhatian lebih bagi kesejahteraan masyarakat sementara di sisi lain dimensi pertumbuhan ekonomi yang berjalan sangat lambat sudah sangat membebani pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Parsons (2005), menyebutkan bahwa dalam masyarakat demokratis warga negara menghadapi banyak agen yang bertanggungjawab atas penyediaan pelayanan publik yang membuka jalan bagi terbentuknya suatu model penyampaian kebijakan yang berbasis kemitraaan baru antara sektor publik dan privat, mekanisme pasar dan kebijakn publik yang marketized serta peran baru untuk sektor sukarela dan komunitas. Dengan kata lain model implementasi kebijakan yang melibatkan sejumlah besar stakeholders sebagaimana dikutipnya dari pernyataan Self, “Penyediaan layanan kesejahteraan dapat dianggap sebagai campuran kompleks dari konstribusi-konstribusi dari empat besar sumber; pemerintah, pasar, dan organisasi sukarela, dam rumah tangga individual”. 2.6. Konsep Pemberdayaan. Konsep
pemberdayaan
dapat
ditinjau
dari
perspektif
pembangunan
berdasarkan indikator kesejahteraan yang ditandai dengan kemakmuran yaitu meningkatnya komsumsi yang disebabkan oleh meningkatnya pendapatan. Maka dengan asumsi-asumsi pembangunan yang ada yaitu kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh (full employment), setiap orang memiliki kemampuan yang sama (equal productivity), dan masing-masing pelaku bertindak rasional (efficient) dapat terpenuhi. Menurut Suharto (2005), pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan, dan cara-cara pemberdayaan. Maka sebagai suatu proses pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok
Universitas Sumatera Utara
lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan yaitu masyarakat berdaya (mempunyai kemampuan). Kemampuan disini meliputi aspek fisik dan material, aspek ekonomi dan pendapatan, aspek kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk wadah/kelompok), kekuatan kerjasama, kekuatan intelektual (meningkatnya sumberdaya manusia) dan kekuatan komitmen bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Pelaksanaan pembangunan nasional ada tiga pertanyaan dasar yang perlu dijawab yaitu, pertama pembangunan perlu diletakkan pada arah perubahan struktur. Kedua, pembangunan perlu diletakkan pada arah pemberdayaan masyarakat untuk menuntaskan
masalah
kesenjangan
berupa
pengangguran,
kemiskinan
dan
ketidakmerataan dengan memberikan ruang dan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat banyak untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Dan ketiga pembangunan perlu diletakkan pada arah koordinasi lintas sektor, pembangunan antar
Universitas Sumatera Utara
daerah dan pembangunan khusus yang semuanya dilaksanakan secara terpadu, terarah dan sistematis (Dwidjowijoto, 2000). Todaro (1994), menyatakan pembangunan adalah proses multidimensional yang melibatkan perubahan–perubahan mendasar dalam struktur sosial, perilaku sosial
dan
institusi
nasional
disamping
akselerasi
pertumbuhan
ekonomi,
pengurangan ketidakmampuan dan pemberantasan kemiskinan. Pendapat ini didukung oleh Meier (1995), yang memandang bahwa pembangunan ekonomi dimaknai sebagai proses terus meningkatnya pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tertentu dengan didasarkan pada tidak meningkatnya jumlah kemiskinan absolut dan distribusi pendapatan yang tidak memburuk dan dalam jangka waktu yang panjang perlu ditekankan karena apa yang menjadi titik perhatian utama dalam pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan riil masyarakat yang terus menerus (sustained) dalam jangka panjang. Konsep pemberdayaan (empowerment) muncul karena dua premis mayor, yakni kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya modelmodel pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan, dan harapan muncul karena adanya alternatifalternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi dan pertumbuhan ekonomi yang memadai. Kegagalan dan harapan akan terasa sangat nyata pada tingkat individu dan masyarakat dan pada tingkat yang lebih luas adalah gejala kegagalan dan harapan. Maka pemberdayaan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat pada hakikatnya adalah nilai kolektif pemberdayaan individual (Friedmann,1992). Pemberdayaan (empowerment) sebagai konsep alternatif pembangunan pada intinya menekankan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandas pada sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi), demokratis dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah lokalitas sebab masyarakat sipil (civil society) akan merasa siap diberdayakan lewat isu-isu lokal dan sangat tidak realistis apabila kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur-struktur diluar masyarakat sipil (civil society) diabaikan (Hall dalam Friedmann, 1992). Pemberdayaan (empowerment) merupakan hasil kerja proses interaktif baik pada tataran ideologis maupun pada tataran implementasinya. Pada tataran ideologis konsep empowerment merupakan hasil interaksi antar konsep top down dan bottom up antar growth strategy and people centered strategy dan pada tataran implementasi interaktif akan terjadi lewat pertarungan antar otonomi (Friedmann, 1992). Konsep pemberdayaan sekaligus mengandung konteks pemihakan kepada lapisan masyarkat yang berada pada garis kemiskinan (Mubyarto,1997). 2.7. Konsep Pengembangan Wilayah. Pengembangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), adalah “Proses atau cara, perbuatan mengembangkan” atau pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan mengacu kepada masalah staf dan personil adalah suatu proses pendidikan dan pembelajaran (learning) jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan terorganisasi dengan managerial dan belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum. Maka pengembangan adalah suatu bentuk pembangunan dari objek yang sedang dibangun. Karena pengembangan memahami arti dari pembangunan itu sendiri dan itu lebih berorientasi pada upaya bertahap dalam mengembangkan objek-objek atau bidang tersebut dengan pendekatan teori pengembangan organisasi dan pengembangan. Dari pengertian tersebut diarttkan bahwa pengembangan adalah upaya yang secara terus menerus menuju hasil yang lebih baik masih dihadapkan dengan pengelolaan yang kurang profesional Menurut Miraza (2006), pembangunan wilayah tidak hanya membangun fisik wilayah saja tetapi membangun masyarakatnya juga. Harus terdapat keseimbangan antara pembangunan fisik dengan aktivitas masyarakat agar keduanya saling bersinergi menjadikan wilayah sebagai wilayah maju. Dengan demikian wilayah akan menjadi wilayah yang nyaman untuk berproduksi dan berkonsumsi di tengah suatu kehidupan wilayah yang dinamis dan produktif. Pemanfaatan potensi dan sumbersumber daya wilayah yang ada yang dibangun dana dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat hendaknya melalui pengembangan efisiensi ekonomi (improving economic efficiency) dan berupaya memperkecil ketidakseimbangan perkembangan ekonomi (recording economic inequality) yang berjalan. Efficiency
Universitas Sumatera Utara
dan equality adalah dua hal yang perlu diperhatikan bagi mencapai keunggulan wilayah yang bersaing dengan wilayah lainnya. Dalam kenyataannya hipotesis makro ekonomi ini tidak selalu signifikan teruji. Dalam masa-masa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada tahun 80-an ternyata tetesan pembangunan tidak terasa bagi masyarakat miskin terutama di perdesaan. Keadaan ini yang menuntut pergeseran paradigma pertumbuhan menuju people centred development yang memperlakukan manusia sebagai yang utama dalam pembangunan melalui kontribusi masing-masing serta partisipasi dalam peningkatan setiap pelaku ekonomi. Untuk mengembangkan sebuah wilayah secara optimal dibutuhkan intervensi dan kebijakan agar mekanisme pasar tidak menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan. Kebijakan tersebut meliputi upaya-upaya pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi di kawasan-kawasan yang terdapat di dalam wilayah tersebut agar kegiatan-kegiatan tersebar sesuai dengan potensi kawasan dan infrastruktur pendukungnya. Apabila dapat tersebar merata maka kesempatan kerja akan tersebar. Diharapkan bahwa penduduk tersebar secara proporsional sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembangunan prasarana wilayah yang dibutuhkan. Kebijakan pengembangan wilayah adalah berupa arahan pengembangan kawasan-kawasan
produksi,
pusat
pemukiman,
transportasi
serta
jaringan
infrastruktur pendukungnya sesuai dengan tujuan pembangunan sosial ekonomi yang
Universitas Sumatera Utara
diharapkan. Perumusan kebijakan ini biasanya didasarkan pada kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah. Menurut Kuncoro (2004), bahwa teori pembangunan sekarang ini tidak mampu untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan pembangunan ekonomi daerah secara tuntas dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan adalah untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi daerah (lokal) Pendekatan pembangunan ekonomi daerah harus merupakan sintesis dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah dan memberikan dasar bagi kerangka pikir dan rencana aksi atau tindakan yang diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah (wilayah). Ciri utama pengembangan ekonomi lokal (wilayah) adalah pada titik beratnya pada kebijakan ”endogenous development” yang menggunakan potensi sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dengan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat antara lain: 1.
Sebagai proses, berarti perubahan yang terjadi terus menerus
Universitas Sumatera Utara
2.
Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat
3.
Kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka panjang (Sukirno, 1991)
Adapun sasaran pembangunan menurut Todaro (1994), adalah: 1.
Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian dan memperluas atau pemerataan bahan-bahan pokok yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seperti makan, perumahan dan kesehatan dan perlindungan.
2.
Meningkatkan taraf hidup termasuk didalamnya meningkatkan penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai budaya manusiawi
3.
Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan nasional dengan cara mereka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan juga tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain tapi juga sumber kebodohan dan penderitaan orang lain. Konsepsi sebuah pembangunan yang merekomendasikan agar pembangunan
dilaksanakan dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya lokal dengan mengacu kepada karakteristik yang spesifik yang dimiliki akan menciptakan sebuah kemandirian lokal. Pembangunan seyogyanya diarahkan untuk meningkatkan kualitas tatanan yang indikator utamanya adalah terjaganya keadilan berpartisipasi bagi semua komponen (Mappadjantji, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPMMP) a.
Gambaran Umum PNPM-MP Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah berupa penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat. Visi PNPM Mandiri Perdesaan adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PNPM Mandiri Perdesaan adalah : (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan
Universitas Sumatera Utara
kualitas dan kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; (5) pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan. Dalam rangka mencapai visi dan misi PNPM Mandiri Perdesaan, strategi yang dikembangkan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu menjadikan rumah tangga miskin (RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Berdasarkan visi, misi, dan strategi yang dikembangkan, maka PNPM Mandiri Perdesaan lebih menekankan pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih. Melalui PNPM Mandiri Perdesaan diharapkan masyarakat dapat menuntaskan tahapan pemberdayaan yaitu tercapainya kemandirian dan keberlanjutan, setelah tahapan pembelajaran dilakukan melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK). b. Tujuan PNPM-MP. Tujuan Umum PNPM Mandiri Perdesaan adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Tujuan khususnya meliputi: 1.
Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan
Universitas Sumatera Utara
2.
Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal
3.
Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif
4.
Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat
5.
Melembagakan pengelolaan dana bergulir
6.
Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan KerjaSama Antar Desa BKAD)
c.
Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan Sesuai dengan Pedoman Umum PNPM Mandiri Perdesaan mempunyai
prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi: 1.
Bertumpu pada pembangunan manusia.
2.
Otonomi.
3 . Desentralisasi. 4.
Berorientasi pada masyarakat miskin.
Universitas Sumatera Utara
5.
Partisipasi.
6.
Kesetaraan dan keadilan gender.
7.
Demokratis.
8 . Transparansi dan Akuntabel. 9 . Prioritas. 10. Keberlanjutan. d. Ketentuan Dasar PNPM Mandiri Perdesaan Ketentuan dasar PNPM Mandiri Perdesaan merupakan ketentuan-ketentuan pokok yang digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dan pelaku lainnya dalam melaksanakan kegiatan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Ketentuan dasar PNPM Mandiri Perdesaan dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara lebih terarah. Ketentuan dasar meliputi : 1. Desa Berpartisipasi Seluruh desa di kecamatan penerima PNPM Mandiri Perdesaan berhak berpartisipasi dalam seluruh tahapan program. Namun, untuk kecamatan-kecamatan yang pemilihan maupun penentuan besarnya BLM didasarkan pada adanya desa tertinggal, maka kegiatan yang diusulkan oleh desa-desa tertinggal akan mendapat prioritas didanai. Besarnya pendanaan kegiatan dari desa
tertinggal tergantung pada
besar/volume kegiatan yang diusulkan. Pembagian dana BLM secara otomatis kepada desa-desa tertinggal samasekali tidak diinginkan, karena setiap usulan
Universitas Sumatera Utara
kegiatan harus dinilai kelayakannya secara teknis maupun manfaat sosial ekonominya. 2. Kriteria dan Jenis Kegiatan Kegiatan yang akan dibiayai melalui dana BLM diutamakan untuk kegiatan yang memenuhi kriteria (a) lebih bermanfaat bagi RTM, baik di lokasi desa tertinggal maupun bukan desa tertinggal, (b) berdampak langsung dalam peningkatan kesejahteraan (c) dapat dikerjakan oleh masyarakat dan (d) didukung oleh sumber daya yang ada Jenis-jenis kegiatan yang dibiayai melalui BLM PNPM Mandiri Perdesaan adalah sebagai berikut : •
Kegiatan pembangunan atau perbaikan prasarana sarana dasar yang dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi bagi RTM,
•
Kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan, termasuk kegiatan
pelatihan
pengembangan
ketrampilan
masyarakat
(pendidikan
nonformal) •
Kegiatan peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi terutama bagi kelompok usaha yang berkaitan dengan produksi berbasis sumberdaya lokal.
•
Penambahan permodalan simpan pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP).
Universitas Sumatera Utara
3. Mekanisme usulan kegiatan Setiap desa dapat mengajukan 3 (tiga) usulan untuk dapat didanai dengan BLM PNPM Mandiri Perdesaan. Setiap usulan harus merupakan 1 (satu) jenis kegiatan/satu paket kegiatan yang secara langsung saling berkaitan. Tiga usulan dimaksud adalah: •
Usulan kegiatan sarana prasarana dasar atau kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) atau peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan.
•
Usulan kegiatan simpan pinjam bagi Kelompok Perempuan (SPP) yang ditetapkan oleh musyawarah desa khusus perempuan. Alokasi dana kegiatan SPP ini maksimal 25% dari BLM kecamatan. Tidak ada batasan alokasi maksimal per desa namun harus mempertimbangkan hasil verifikasi kelayakan kelompok.
•
Usulan kegiatan sarana prasarana dasar, kegiatan peningkatan kualitas hidup masyarakat (kesehatan atau pendidikan) dan peningkatan kapasitas/ketrampilan kelompok usaha ekonomi yang ditetapkan oleh musyawarah desa perencanaan. Jika usulan non-SPP dari musyawarah khusus perempuan sama dengan usulan musyawarah desa campuran, maka kaum perempuan dapat mengajukan usulan pengganti, sehingga jumlah usulan kegiatan dari musyawarah desa perencanaan tetap tiga. Maksimal nilaisatu usulan kegiatan yang dapat didanai BLM PNPM
Universitas Sumatera Utara
Mandiri Perdesaan adalah sebesar Rp 350 juta. 4. Kesetaraan dan Keadilan Gender Untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan pemihakan kepada perempuan. Pemihakan memberi makna berupa upaya pemberian kesempatan bagi perempuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, ekonomi, dan politik serta mengakses aset produktif. Sebagai salah satu wujud keberpihakan kepada perempuan, PNPM Mandiri Perdesaan mengharuskan adanya keterlibatan perempuan sebagai pengambil keputusan dan pelaku pada semua tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian. Kepentingan perempuan harus terwakili secara memadai. 5. Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Lembaga dan Pemerintahan Lokal Dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat, lembaga dan pemerintahan lokal menuju kemandirian, maka: •
Di setiap desa dipilih, ditetapkan, dan dikembangkan: Kader Pemberdayaan Masyarakat
Desa/Kelurahan
(KPMD/K
dengan
kualifikasi
teknik
dan
pemberdayaan), Tim Penulis Usulan (TPU), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Tim Pemantau, dan Tim Pemelihara •
Di kecamatan dibentuk dan dikembangkan : Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), Tim Verifikasi, UPK, Badan Pengawas UPK (BP-UPK) dan Pendamping Lokal (PL)
Universitas Sumatera Utara
•
Diadakan pelatihan kepada pemerintahan desa meliputi pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau bentuk kegiatan lain yang dapat menunjang pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Pelatihan yang akan diadakan di antaranya
meliputi : penyusunan peraturan desa, pengawasan terhadap
pelaksanaan, pemerintahan, dan pembangunan, pengelolaan penanganan masalah dan perencanaan kegiatan pembangunan yang partisipatif •
Dilakukan kategorisasi tingkat perkembangan kelembagaan hasil PPK di desa dan kecamatan. Kategorisasi meliputi tahapan pembentukan dan tahapan pengakaran. Tahap pembentukan untuk mengetahui hubungan antara dinamika kolektivitas dan strategi pendampingan, sedangkan tahap pengakaran untuk mengetahui dinamika kolektivitas dan statuta
•
Dilakukan penataan dan pengembangan Kelembagaan Desa serta Antar Desa Organisasi kerja yang dibangun melalui PPK, pada awalnya adalah lembagalembaga di desa dan antar desa yang dibentuk untuk kebutuhan fungsional program. Dalam PNPM-MP, organisasi kerja tersebut diharapkan mampu mengelola secara mandiri atas hasil-hasil program, baik yang telah dikerjakan melalui PPK maupun yang akan dikerjakan melalui PNPM-MP. Untuk mencapai kemampuan ini perlu dilakukan kebijakan penataan kelembagaan. Kebijakan penataan menyesuaikan perkembangan yang terjadi di lapangan dan kebijakan serta peraturan perundangan yang ada. Penataan sebagaimana di atas memadukan aspek statuta dan payung hukum. Statuta menuntaskan status hak
Universitas Sumatera Utara
milik, keterwakilan dalam delegasi, serta batas kewenangan. 6. Pendampingan Masyarakat dan Pemerintahan Lokal Masyarakat dan pemerintahan lokal dalam melaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan mendapatkan pendampingan dari fasilitator. Peran pendampingan ditujukan bagi penguatan atau peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintahan lokal dalam mengelola pembangunan secara mandiri di wilayahnya. Fasilitator yang akan mendampingi masyarakat dan pemerintahan lokal disediakan Fasilitator Kecamatan (FK) dan Fasilitator Teknik (FT) di setiap Kecamatan dan Kabupaten.
Universitas Sumatera Utara
ORIENTASI DAN PENGAMATAN LAPANG
Evaluasi
MAD SOSIALISASI
Operasional Pemeliharaan
MUSDES SOSIALISASI Musdes Serah Terima
Pencairan dana dan Pelaksanaan, Kegiatan
Form : Survey Dusun kriteria Kesejahteraan pemetaan RTM diagram kelembagaan kalender musim peta sosial
Supervisi Pelaksanaan, Kunjungan antar desa, Pelatihan Tim Pemelihara
PENGGALIAN GAGASAN
Musbangdes Pertanggungjawaban
Persiapan Pelaksanaan (Pendaftaran Tenaga Pelatihan TPK, UPK, dan Pelaku Desa lainnya
Musrenbang Kab
Forum SKPD
Musy Desa Khusus Perempuan
1. Visi Desa 2. Peta Sosial Desa 3. Usulan Desa (BLM, ADD,PJM, Lainnya 4.PJM (RKP Des, RPJMDes
Supervisi Pelaksanaan dan Kunjungan Antar desa
Musdes Perencanaan Penulisan Usulan Dgn/tanpa desain RAB
Pencairan Dana dan Pelaksanaan Kegiatan
Musdes Informasi Hasil MAD
Pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelura han
-Rangking Usulan -Renstra Kecamatan
MAD Penetapan Usulan
Verifikasi Usulan
MAD Prioritas Usulan Desain & RAB, Verifikasi Teknis SPP -Penetapan Pendanaan -Utusan Kecamatan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Alur Tahapan PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Sumber : PTO PNPM-MP (2007) 2.9. Penelitian Terdahulu. Sahara (1993), dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi Program Perbaikan Lingkungan Perumahan Kota (Program Perbaikan Kampung) Desa KotaMatsum I,II, III dan IV Kecamatan Medan, Kotamadya Daerah Tingkat II Medan” menyimpulkan Program Perbaikan Kampung (KIP) memberi hasil yang positif terhadap aspek-aspek fisik pada lingkungan pemukiman kumuh dalam Kotamadya Medan. Terhadap lingkungan sosial ekonomi pada aspek pendidikan belum memberi hasil yang positif nyata, aspek kesehatan memberikan hasil yang nyata dan Program KIP memberi nilai-nilai sosial budaya yang positif. Penelitian Lubis (2007), yang berjudul “Evaluasi pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor” menyimpulkan bahwa dari segi efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, ketepatan pemberian Bantuan Langsung Tunai tidak mencapai tujuan dan sasaran target yang ingin dicapai. Secara umum Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) terkesan sebagai program “dadakan” yang hanya mengejar target waktu untuk meredam gejolak sosial akibat kenaikan harga BBM.
Universitas Sumatera Utara
2.10. Kerangka Pemikiran Penelitian. Berkenaan
dengan
rumusan
masalah
dan
tujuan
penelitian
maka
digambarkan kerangka pemikiran yang menjelaskan evaluasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) terhadap Pengembangan Sosio-Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. Kerangka pemikiran penelitian seperti gambar 2.3
Masyarakat miskin yang sosioekonomi rendah
Masyarakat yang tidak mendapat Program PNPMMP
- Peningkatan Kesejahteraan
- Peningkatan Kesejahteraan
- Kesempatan Kerja
- Kesempatan Kerja
Program PNPM-MP
Komparasi Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.11. Hipotesis Penelitian. Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis yang akan menjadi pedoman awal dalam penelitian adalah : 1. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) berdampak
meningkatkan
sosial
ekonomi
masyarakat
sesudah
program
dilaksanakan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir. 2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) berbeda secara nyata dalam meningkatkan sosial ekonomi masyarakat antara yang mendapat bantuan dan yang tidak mendapat bantuan di Kecamatan Balige Kabupaten Toba Samosir.
Universitas Sumatera Utara