BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Setiap struktur baja merupakan gabungan dari batang-batang yang dihubungkan dengan sambungan. Penyambungan struktur baja dapat dilakukan dengan alat penyambung, antara lain dengan paku keling, dengan baut atau dengan las (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1991).. Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan beberapa elemen lainnya, termasuk karbon. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Elemen berikut ini selalu ada dalam baja: karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Besi dan baja paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang merupakan sumber yang sangat besar, dimana sebagian ditentukan oleh nilai ekonominya, tetapi yang paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi. Yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak dan mudah dibuat sampai yang paling keras dan tajam untuk pisau pemotong dapat dibuat, atau apa saja dengan bentuk apapun dapat dibuat dengan pengecoran. Dari unsur besi dari berbagi bentuk struktur logam dapat dibuat, itulah sebabnya mengapa besi dan baja disebut bahan yang kaya dengan sifat sifat. 2.1.1. Perencanaan Konstruksi Perencanaan (desain) konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik / keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk menghasilkan suatu struktur yang aman dan ekonomis serta memenuhi fungsi
7 Universitas Sumatera Utara
tertentu dan persamaanyaratan estetika. Untuk mencapai tujuan ini, seorang perencana harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang sifat – sifat fisis material; sifat – sifat mekanis material; analisa struktur dan hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur. Perencanaan (desain) konstruksi harus memiliki kekuatan dan ketahanan yang cukup, sehingga dapat berfungsi selama umur layanan. Desain harus menyediakan cadangan kekuatan untuk menanggung beban layanan, terutama terhadap kemungkinan kelebihan beban. Kelebihan beban dapat terjadi akibat perubahan fungsi struktur ataupun rendahnya taksiran atas efek-efek beban karena penyerderhanaan yang berlebih dalam analisis structural. Perencanaan sebuah profil baja mungkin saja memiliki tegangan leleh dibawah nilai minimum yang dispesifikasikan, namun masih dalam batas batas statistik yang masih dapat diterima. Dengan kata lain, Tujuan dari perencanaan struktur adalah untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, awet, stabil, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomi dan kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring, atau tergeser, selama umur bangunan yang direncanakan. 2.1.2. Prosedur Perencanaan Prosedur perencanaan terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian perencanaan fungsional dan perencanaan kerangka struktural. Perencanaan fungsional adalah perenvcanaan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki seperti: 1. Menyediakan ruang dan jarak yang memadai 2. Menyediakan ventilasi 3. Menyediakan penyejuk ruangan 4. Menyediakan penerangan yang cukup
8 Universitas Sumatera Utara
5. Menyediakan fasilitas transportasi, seperti tangga, keran, elevator dan lainlain 6. Menyajikan bentuk arsitektur yang menarik Perencanaan kerangka struktur adalah pemilihan tata letak dan ukuran elemen struktur sehingga beban yang bekerja pada struktur dapat dipikul dengan baik dan aman. Berikut adalah langkah prosedur perencanaan / desain konstruksi yang secara umum digunakan, yaitu : 1. Pemilihan tipe dan rancangan struktur. 2. Penentuan besarnya beban – beban yang bekerja pada struktur. 3. Menentukan gaya – gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur. 4. Pemilihan komponen – komponen struktur beserta sambungan sambungan yang harus memenuhi kriteria kekuatan, kekakuan dan ekonomis. 5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban mati dan beban hidup yang bekerja pada struktur tersebut. 6. Perbaikan akhir 2.1.3. Sifat Baja Sebagai Material Konstruksi Penggunaan baja sebagai bahan struktur utama dimulai pada akhir abad kesembilan belas ketika metode pengolahan baja yang murah dikembangkan dengan skala yang luas. Baja paduan merupakan campuran dari baja dan beberapa jenis logam lainnya dengan tujuan untuk memperbaiki sifat baja karbon yang relatif mudah berkarat dan getas bila kadar karbonnya tinggi. Baja merupakan bahan yang mempunyai sifat struktur yang baik. Baja mempunyai kekuatan yang tinggi dan sama kuat pada kekuatan tarik maupun tekan dan oleh karena itu baja adalah elemen struktur yang memiliki batasan sempurna yang akan menahan beban jenis tarik aksial, tekan aksial, dan lentur dengan fasilitas yang hampir sama.
9 Universitas Sumatera Utara
Sifat yang dimiliki baja yaitu kekakuannya dalam berbagai macam keadaan pembebanan atau muatan, terutama tergantung pada:
Cara peleburannya
Jenis dan banyaknya logam campuran
Proses yang digunakan dalam pembuatan
2.1.3.1. Kekuatan Tinggi Kekuatan yang tinggi dari baja per satuan berat mempunyai konsekuensi bahwa beban mati akan kecil. Hal ini sangat penting untuk jembatan bentang panjang, bangunan tinggi, dan bangunan dengan kondisi tanah yang buruk. Kekuatan baja per volume adalah paling tinggi jika dibandingkan dengan material lain baik dari segi tarik, tekan maupun lentur. Baja struktural umumnya mempunyai tegangan putus minimum (fu) antara 340 s/d 550 Mpa dan tegangan leleh minimum (fy) antara 210 s/d 410 Mpa. Oleh karena itu baja dapat menahan berbagai tegangan seperti tegangan lentur. Baja adalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul beban yang berulang – ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi besar, masih mampu menahan gaya – gaya yang cukup besar tanpa mengalami fraktur. Keuletan ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun tegangan yang masih dibawah batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak memiliki keuletan yang tinggi, keruntuhan dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan bersifat getas ( keruntuhan secara langsung ). 2.1.3.2. Permanen Sifat-sifat baja baik sebagai bahan bangunan maupun dalam bentuk struktur dapat terkendali dengan baik sekali dikarenakan sifat – sifat baja tidak berubah terhadap waktu dan hampir seluruh bagian baja memiliki sifat - sifat yang sama sehingga menjamin kekuatannya.
10 Universitas Sumatera Utara
Para ahli dapat mengharapkan elemen elemen dari konstruksi baja ini akan berperilaku sesuai dengan yang diperkirakan dalam perencanaan. Dengan demikian bisa dihindari terdapatnya proses pemborosan yang biasanya terjadi dalam perencanaan akibat adanya berbagai ketidakpastian. 2.1.3.3. Elastisitas Elastisitas adalah kemampuan suatu bahan unuk kembali kebentuk semula setelah pembebanan ditiadakan atau dilepas. Modulus elastisitas merupakan indikator dari sifatelastis. Adanya penambahan logam pada baja akan meningkatkan kemampuan elastisitasnya dengan nilai modulus elastisitas yang lebih besar dari sebelumnya. Kemampuan atau kesanggupan untuk dalam batas–batas pembebanan tertentu sesudahnya pembebanan ditiadakan kembali kepada bentuk semula. Elastisitas baja mendekati perilaku seperti asumsi yang direncanakan oleh perencana, karena mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi. Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan. 2.1.3.4. Daktalitas Daktalitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastik bolak – balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktalitas bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktalitas. Demikian juga pada beban siklik, daktalitas yang tinggi menyebabkan baja dapat menyerap energi yang besar.
11 Universitas Sumatera Utara
2.1.3.5. Keseragaman Keseragaman adalah kondisi dimana semuanya sama. Dikarenakan bahan konstruksi baja adalah bahan yang diproduksi oleh pabrik sehingga sifat baja lebih homogen dan konsisten. Bentuk dan kualitas lebih terkendali sehingga bangunan dari material baja akan lebih sesuai dengan perencanaan. 2.1.4. Kelebihan dan Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi Dibandingkan dengan konstruksi lain seperti beton atau kayu pemakaian baja sebagai bahan konstruksi mempunyai keuntungan dan kerugian, yaitu: a) Keuntungan :
Baja lebih mudah untuk dibongkar atau dipindahkan
Konstruksi baja dapat dipergunakan lagi
Bila dibandingkan dengan beton baja lebih ringan
Pemasangannya relatif mudah
Baja sudah mempunyai ukuran dan mutu tertentu dari pabrik
b) Kekurangan:
Baja dapat terkena karat sehingga membutuhkan perawatan
Memerlukan biaya yang cukup besar dalam pengangkutan
Dalam pengerjaannya diperlukan tenaga ahli dalam hal konstruksi baja
Bila konstruksi terbakar maka kekuatannya berkurang
12 Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Diagram Tegangan-Regangan Dalam peraturan AISC 2005, perhitungan rumus kekuatan nominal (Pn) menggunakan tegangan leleh (Fy) maupun tegangan ultimate (Fu), pemilihan tegangan baik itu Fy maupun Fu didasarkan atas kemampuan struktur mempertahankan stabilitasnya setelah beban maksimum diberikan. Apabila terdapat sebatang baja yang memiliki penampang konstan sepanjang bentangnya kemudia diberikan beban sebesar P. maka akan mendapatkan sebuah gambar tegangan-regangan sebagai berikut:
Sumber: Salmon & Johnson, steel structures design and behavior, 4th edition
Gambar 2.1 batang yang diberikan beban aksial dan grafik hubungan antara beban yang diberikan dengan perpendekan yang terjadi Dengan asumsi bahwa beban yang bekerja konsentris, maka regangan
pada titik yang trjadi di titik manapun pada potongan penampang menjadi ∈= ᵟ/L dan tegangan yang terjadi di titik manapun pada potongan penampang menjadi f = P / A. gambar dibawah merupakan gambar hubungan tegangan – regangan secara umum.
13 Universitas Sumatera Utara
Sumber: Salmon & Johnson, steel structures design and behavior, 4th edition
Gambar 2.2. gambar hubungan tegangan – regangan baja
2.1.6. Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural Baja merupakan logam yang berunsurkan Fe dan C, yang umumnya digunakan dalam bentuk plat, lembaran, pipa, dan batang. Sifat mekanik adalah salah satu sifat penting, karena sifat mekanik menyatakan kemampuan suatu bahan (termasuk juga komponen yang terbuat dari bahan tersebut) untuk menerima beban / gaya / energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan/komponen tersebut. Pencampuran dari baja dan beberapa jenis logam lainnya dengan tujuan untuk memperbaiki sifat baja karbon yang relatif mudah berkarat dan getas bila kadar karbonnya tinggi. Selain itu, penambahan unsur paduan juga bertujuan untuk memperbaiki sifat mekanik diantaranya.
14 Universitas Sumatera Utara
Sifat-sifat mekanik bahan merefleksikan hubungan antara pembebanan yang diterima suatu bahan dengan reaksi yang diberikan atau deformasi yang akan terjadi . Sifat-sifat ini didapat dengan melakukan uji laboratorium yang didesain secara teliti yang dapat merepresentasikan sedekat mungkin kondisi nyatanya. 2.1.6.1. Tegangan Putus ( Ultimate Stress ) Tegangan putus (ultimate stress) adalah nilai tegangan yang terjadi disaat baja telah mencapai kekuatan maksimum (ambang batas) yang bisa mengakibatkan baja terputus.
Tegangan putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil
melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 2.1 2.1.6.2. Tegangan Leleh ( Yielding Stress ) Tegangan leleh (yield stress) adalah nilai tegangan yang terjadi saat melampaui tegangan dasar atau masuk ke daerah inelastis (gambar 2.2), maka material akan meregang dengan sangat cepat. Tegangan Leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang ditetapkan oleh tabel 2.1 Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural Jenis Baja Tegangan putus Tegangan leleh Peregangan minimum, fu
minimum, fy
minimum
(MPa)
(MPa)
(%)
BJ 34
340
210
22
BJ 37
370
240
20
BJ 41
410
250
18
BJ 50
500
290
16
BJ 55
550
410
13
Sumber: SNI 03 – 1729 – 2002
15 Universitas Sumatera Utara
2.1.6.3. Sifat – Sifat Mekanis Lainnya Sifat – sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan oleh bapak M.Vable dari buku Mechanic of material sebagai berikut :
Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa Pada umumnya bahan struktural berperilaku elastis dan linear saat mulai dibebani sampai titik tertentu maka akan berubah kurvanya seperti pada gambar 2.3.
Sumber: mechanics of material second edition, M. Vable
Gambar 2.3. hubungan modulus elastisitas dengan tegangan - regangan Sehingga nilai modulus elastisitas didapat dari kemirinagn kurva tegangan regangan dengan bantuan hukum hooke. Dengan 𝜎 adalah tegangan aksial, 𝜀 adalah regangan aksial, dan E adalah modulus elastisitas. 𝜎=𝐸. 𝜀
…..persamaan (2.1)
16 Universitas Sumatera Utara
Modulus Geser : G = 80.000 Mpa Jika pada modulus elastisitas adalah berhubungan dengan tegangan maka modulus geser memiliki hubungan dengan torsi. Dengan bantuan hokum hooke maka didapatkan persamaanamaan berikut dimana, 𝜏 adalah tegangan geser, 𝛾 adalah regangan geser, dan G adalah modulus geser. 𝜏 = 𝐺 .𝛾
…..persamaan (2.2)
Khusus untuk kasus tarik pada modulus elastisitas dapat dihubungkan dengan kasus geser dengan persamaanamaa berikut: 𝐺=
𝐸 2 (1+𝑣)
…..persamaan (2.3)
Dimana 𝑣 adalah poisson ratio. Dikarenakan poisson ratio pada bahan biasa bernilai antara nol dan setengah, maka dapat disimpulkan bahwa nilai modulus geser memiliki nilai hampir sepertiga atau setengah dari nilai modulus elastisitas.
Poisson Ratio : 𝑣 = 0.25 – 0.35 Poisson ratio adalah perbandingan antara perpanjangan arah lateral dengan arah longitudinal. Dengan kata lai dapat dismpulkan persamaanamaaan poisson ratio adalah
𝑣=
𝜀 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑟𝑎𝑙 𝜀 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑖𝑡𝑢𝑑𝑖𝑛𝑎𝑙
…..persamaan(2.4)
Dengan ketentuan saat mengalami tarik regangan bernilai positif dan sebaliknya. Untuk bahan isotropic utuk bahan seperti meral memiliki nilai poisson ratio antara 0,25 sampai 0,35. Untuk bahan seperti gabus maka memiliki nilai poisson sebesar 0. Pada beton didapatkan nilai poisson sebesar 0,1 sampai 0,2. Poisson ratio memiliki 17 Universitas Sumatera Utara
nilai limit atau batas sebesar 0,5 salah satu bahan yang kita kenal memiliki nilai poisson tersebut adalah karet.
Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10 ^ -6 / ºC Pemuaian adalah perubahan suatu benda yang bisa menjadi bertambah panjang, lebar, luas, atau berubah volumenya karena terkena panas (kalor). Singkat cerita pemuaian adalah perubahan ukuran benda jika terkena suhu. Koefisien pemuaian adalah bilangan yang menyatakan pertambahan panjang tiap satuan panjang zat per tingkatan suhu
o
C.
tabel koefisien muai panjang adalah sebagai berikut: Tabel 2.2. nilai koefisien muai logam Struktural No
Jenis Zat :
koefisien muai panjang/ o C
1
Alumunium
0,000026
2
Tembaga
0,000017
3
Besi
0,000012
4
Baja
0,000011
5
Platina
0,000009
Sumber: mekanika bahan jilid 1, Gere dan Timoshenko
18 Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Baja Struktural yang Umum Digunakan Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur. Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Secara umum baja yang dapat kita jumpai sehari hari dapat dilihat pada gambar 2.4. Adapun jenis – jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling / canai panas (rolled steel shape) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin (cold formed steel shapes). Pemakaian baja canai dingin berbeda dibanding baja canai panas. Meskipun ringan, tetapi perilaku bahan dan keruntuhannya relative kompleks, sehingga risiko gagal lebih tinggi apalagi jika dipakai untuk konfigurasi struktur yang tidak biasa. Tentang hal itu, sudah banyak Negara yang memahami sehingga dibuat peraturan perencanaan yang berbeda.
Sumber: Macdonald,2002
Gambar 2.4. Standar Tipe Penampang Profil Baja
19 Universitas Sumatera Utara
2.1.7.1 Profil Baja Wide Flange (WF) Profil WF (Wide Flange) adalah salah satu profil baja struktural yang paling populer digunakan untuk konstruksi baja. Namun, profil ini ternyata punya banyak nama. Ada yang menyebutnya dengan profil H, HWF, H-BEAM, IWF, dan I. ``Profil WF terutama digunakan sebagai elemen struktur balok dan kolom. Semakin tinggi profil ini, maka semakin ekonomis. Untuk banyak aplikasi profil M mempunyai penampang melintang yang pada dasarnya sama dengan profil W, dan juga memiliki aplikasi yang sama. Berikut adalah contoh gambar baja IWF (gambar2.5)
Gambar 2.5. penampang I- WF built up 2.1.7.2. Profil Baja berbentuk persamaanegi atau persamaanegi panjang (Box Girder) Profil box girder adalah suatu profil baja berongga persamaanegi atau berbentuk kotak, simetri ganda, yang dibebani pada salah sau sumbunya. Klasifikasi pelat badan tertentu, yaitu kategori kompak atau non kompak, sedangkan klasifikasi pelat sayap terdapat semua kategori, yaitu kompak, non kompak maupun langsing.
20 Universitas Sumatera Utara
Pada box girder terlihat adanya dummy. Dummy adalah sebuah struktur bantu untuk mendistribusikan beban terpusat agar tidak menimbulkan kerusakan lokal baik pada elemen sayap profil maupun pada elemen badan profil. Dibawah ini adalah contoh profil box girder (gambar2.6.).
Gambar 2.6. penampang box girder built up 2.1.7.3. Profil Baja Kanal C (CNP) Profil C merupakan salah satu profil baja tipis yang dibentuk secara dingin (cold formed), dan banyak digunakan untuk struktur yang ringan, misalnya untuk balok gording. Apabila dilihat dari bentuk geometri profil C yang tidak simetris, serta rasio lebar dan tebal (b/t) yang besar, maka stabilitas dari profil semacam ini sangat kurang. Kegagalan yang dialami oleh profil C ini biasanya ialah kegagalan karena stabilitas, misalnya profil akan mengalami tekukan atau puntiran yang besar sebelum kekuatan bahannya mencapai tegangan lelehnya. Ketidak-stabilan profil C pada dasarnya disebabkan oleh bentuk geometri penampang dan rasio b/t yang sangat besar, sehingga upaya untuk membuat stabil profil C dapat dilakukan dengan memberi perkuatan pada bagian sayap yang terbuka. Dengan memberi perkuatan dengan baja tulangan yang menghubungkan antara sayap atas dan bawah pada bagian sisi profil yang terbuka (Gambar 2.7) ini diharapkan dapat menambah stabilitas penampang, disamping juga untuk 21 Universitas Sumatera Utara
mengurangi ketidak-simetrisan bentuk profil C. Pekuatan ini dipasang pada jarak tertentu dengan variasi jarak adalah kelipatan dari tinggi profil (h), dan disambung dengan las pada bagian bibir profil C.
Sumber: perilaku lentur baja profil C tunggal dengan menggunakan perkuatan tulangan arah vertikal,sinaga (2005)
Gambar 2.7. Bentuk Penampang Profil C dengan dan Tanpa Perkuatan Profil C merupakan salah satu profil yang dibentuk secara dingin (cold formed), dan biasanya profil semacam ini mempunyai rasio lebar dan tebal (b/t) yang besar. Menurut Tall (1974), proses pembentukan secara dingin ini mengakibatkan perubahan property materialnya, dan biasanya akan meningkatkan tegangan lelehnya. Gambar 2.8 menunjukkan pengaruh dari cold forming profil C, dimana angka-angka yang ditunjukkan merupakan nilai kekerasan material yang dinyatakan dalam Diamond Penetration Number (DPN). Nilai DPN ini menunjukkan peningkatan tegangan lelehnya.
Sumber: perilaku lentur baja profil C tunggal dengan menggunakan perkuatan tulangan arah vertikal,sinaga (2005)
Gambar 2.8. Nilai DPN pada Cold Forming Profil C 22 Universitas Sumatera Utara
Sinaga (2005) memperkuat profil C pada sayap yang terbuka dengan baja tulangan arah vertikal, dengan berbagai variasi jarak. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah profil C mengalami kenaikan kemampuan lentur antara 69,26% sampai 153,34% sesuai dengan jarak perkuatan. Semakin dekat jarak perkuatan semakin besar penambahan kekuatan yang diperoleh. 2.1.7.4. Profil Baja T (tee) Baja T atau sering disebut juga balok tee adalah sebuah profil baja yang berbentuk T yang bisa juga diambil dari profil IWF yang dibelah menjadi 2 bagian. Bagian atas profil T yang berbentuk melebar adalah bagian untuk menahan gay tekan sedangkan bagian vertical atau bagian bawah digunakan untuk menahan gaya geser ataupun untuk mengurangi gaya puntir yang akan terjadi pada baja T. Jika kita membandingkan antara baja T dengan baja IWF maka baja T memiliki kelemahan yaitu tidak adanya flens 1 bagian sehingga ada 1 bagian antara tegangan tarik bawah atau tegangan tekan bagian atas tidak akan diperhitungkan. Sehingga jika untuk menahan tekan balok T pada umumnta digunakan pada slab lantai agar balok T bisa menahan gaya tekan (gambar 2.9 a). Sedangkan jika dibalik seperti gambar 2.9 b maka gaya tarik pada flens la yang akan kita gunakan pada bab 4 sebagai penahan tarik dan lentur pada bridge beam hoist crane.
Gambar 2.9. Profil I yang dibelah menjadi 2
23 Universitas Sumatera Utara
2.2. Metode Perencanaan Konstruksi Baja Terdapat 2 metode perencanaan konstruksi baja pada SNI baja 2015, yaitu:
Metode ASD ( Allowable Stress Design )
Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design )
2.2.1. Metode ASD ( Allowable Stress Design ) Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paling konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σy). Untuk memastikan bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan leleh (σy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin yang boleh terjadi. 𝝈′ ≥ 𝝈 𝑭𝒚 𝛀
≥ 𝝈
…..persamaan(2.6)
𝟏,𝟓
…..persamaan(2.7)
𝜴=
Dimana : 𝝈
…..persamaan(2.5)
∅
= Tegangan Terjadi (MPa)
𝝈′
= Tegangan Izin (MPa)
𝛀
= Safety Factor
𝑭𝒚 = Tegangan Leleh Baja (Mpa) ∅
= Faktor tahanan
Besaran faktor keamanan pada persamaan (2.7) yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 / faktor reduksi (∅) ; nilai factor reduksi (∅) sebesar 0,9
24 Universitas Sumatera Utara
sehingga boleh dipastikan bahwa nilai safety factor (𝛺) adalah sebesar 1,67 ; dengan kesimpulan bahwa nilai tegangan izin tidak lebih besar dari 0,6 Fy. Perencanaan memakai ASD akan memberikan penampang yang lebih konvensional. 2.2.2. Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) lebih mementingkan perilaku bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang terjadi melebihi tegangan leleh (Fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila tegangan yang tejadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh / tegangan ultimate (FU). Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan bahan. Metode LRFD umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan tegangan ultimate (FU) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode LRFD menggunakan tegangan ultimate (FU) ada juga perhitungan yang menggunakan tegangan leleh (Fy), terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut. Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan nominal (kekuatan yang dapat ditahan bahan) akan diberikan faktor resistansi juga sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun di pabrik. 𝑹𝒖 ≤ 𝝓𝑹𝒏
…..persamaan(2.8)
Dimana : Ru = Kuat perlu 𝜙 = Faktor tahanan 𝑅𝑛 = Kuat rencana
25 Universitas Sumatera Utara
Besaran faktor resistansi berbeda – beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang ditinjau, misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari metode ASD. Tabel 2.3. faktor tahanan Ø Komponen struktur
Faktor tahanan Ø
Lentur
0,9
Tekan aksial
0,9
Tarik aksial - tarik leleh
0,9
- tarik fraktur
0,75
Geser
0,9
Sambungan baut -
Baut geser
0,75
-
Baut tarik
0,75
-
Kombinasi geser dan tarik
0,75
-
Baut tumpu
0,75
Sambungan las -
Las tumpul penetrasi penuh
0,9
-
Las sudut/tumpul penetrasi sebagain 0,75
-
Las pengisi
0,75
Sumber: SNI 1729-2015
2.3. Perencanaan Struktur Baja Pada penelitian sebelumnya optimasi desain pada penampang gelagar utama dari jenis box girder untuk kapasitas 7 ton dengan bentang 20 meter. Dengan perhitungan statis dan dinamis pokok (stress- strain and frequency analysis) pada 2 model yaitu dengan tebal pelat girder 12 mm dan 7 mm. mendapatkan hasil
26 Universitas Sumatera Utara
pengurangan massa sebesar 38% dengan memperimbangkan stabilitas kontruksi dan tegangan leleh. (Ajla Bećirović, Dušan Vukojević, Fuad Hadžikadunić, TMT 2011) 2.3.1. Rasio lebar – tebal dan klasifikasinya Klasifikasi profil adalah salah satu tahapan awal dalam perencanaan struktur baja. Klasifikasi profil dipakai untuk antisipasi terhadap tekuk lokal dari elemen – elemen penyusun profil karena perbedaan nilai momen nominal yang dapat dilihat pada gambar 2.10. Elemen – elemen penyusun profil diklasifikasi menjadi 3, yaitu:
Elemen kompak
Elemen non – kompak
Elemen langsing
Elemen kompak adalah konfigurasi geometri penampang yang paling efisien digunakan dalam pemanfaatan material. Dikarenakan kemampuan profil mencapai momen plastis, yaitu perilaku keruntuhan yang bersifat daktail, sehingga termasuk kriteria yang lebih ketat , termasuk jarak pertambatan lateralnya. Elemen non kompak adalah konfigurasi geometri penampang yang satu tigkat lebih kecil jika dibandingkan dengan penampang kompak. Ketika penampang non – kompak dibebani maka serat tepi terluar dapat mencapai nilai tegangan leleh sehingga akan membentuk tekuk lokal terlebih dahulu. Elemen langsing adalah konfigurasi geometri penampang yang paling tidak efisien jika ditinjau dari segi pemakaian material. Ketika penampang langsing dibebani maka tegangan akan mencapai kondisi leleh setelah terjadi tekuk lokal..
27 Universitas Sumatera Utara
Sumber: Desain Struktur Baja Berdasarkan AISC 2011, Wiryanto Dewobroto,2010.
Gambar 2.10. Perilaku penampang berdasarkan klasifikasi 2.3.2. Perencanaan Balok Lentur Suatu komponen yang mendukung beban transversal seperti beban mati dan beban hidup menurut SNI 1729-2015 memiliki beberapa persyaratan, yaitu: a) Hubungan Antara Pengaruh Beban Luar. Untuk sumbu kuat (sb x) harus memenuhi 𝑀𝑢𝑥 ≤ Ø𝑀𝑛𝑥 . Untuk sumbu lemah (sb y) harus memenuhi 𝑀𝑢𝑦 ≤ Ø𝑀𝑛𝑦 . 𝑀𝑢𝑥 , 𝑀𝑢𝑦 = Momen lentur terfaktor arah sumbu x dan y, N.mm. 𝑀𝑛𝑦
= Kuat nominal dari momen lentur memotong arah y, N.mm.
Ø 𝑀𝑛𝑥
= Faktor reduksi (0,9). = Kuat nominal dari momen lentur penampang. 𝑀𝑛 diambil nilai yang lebih kecil dari kuat nominal penampang, N-mm.
28 Universitas Sumatera Utara
b) Tegangan Lentur dan Momen Plastis. Tegangan lentur merupakan tegangan yang diakibatkan oleh bekerjanya momen lentur pada benda. Sehingga pelenturan benda disepanjang sumbunya menyebabkan sisi bagian atas tertarik, karena bertambah panjang dan sisi bagian bawah tertekan, karena memendek. Dengan demikian struktur material benda di atas sumbu akan mengalami tegangan tarik, sebaliknya dibagian bawah sumbu akan mengalami tegangan tekan. Distribusi tegangan pada sebuah penampang akibat momen lentur dapat dilihat pada gambar 2.11 dibawah. Pada daerah beban layan, penampang masih memiliki sifat elastis pada gambar 2.11.1, kondisi tersebut dapat berlangsung hingga tegangan pada serat terluar mencapai kuat lelehnya (𝑓𝑦 ). Setelah mencapai tegangan leleh (εy), tegangan akan terus naik tanpa diikuti kenaikan tegangan. Ketika kuat leleh tercapai pada serat terluar (gambar 2.11.2), tahanan momen nominal sama dengan momen leleh Myx, dan besarnya adalah : …..persamaan(2.9)
𝑀𝑛𝑦 = 𝑀𝑦𝑥 = 𝑆𝑥 . 𝑓𝑦
Dan pada saat kondisi semua serat dalam penampang melampaui regangan lelehnya maka dinamakan kondisi plastis (gambar 2.11.4). Tahanan momen nominal dalam kondisi ini dinamakan momen plastis Mp, dan besarnya : 𝑀𝑝 = 𝑓𝑦 . 𝑍
…..persamaan(2.10)
29 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11. efek lokasi pembebanan
c) Stabilitas Stabilitas harus disediakan untuk struktur secara keseluruhan dan untuk setiap elemennya. Stabilitas pada balok yang harus diperhitungkan adalah lentur, geser, dan lendutan. Jika balok dapat dihitung pada keadaan stabil dalam kondisi plastis penuh maka kekuatan momen nominal dapat diambil sebagai kapasitas momen plastis. 𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑀𝑛 < 𝑀𝑝
…..persamaan(2.11)
30 Universitas Sumatera Utara
d) Kuat Lentur Nominal dengan Pengaruh Tekuk Lateral (LTB) Kuat momen pada tipe kompak merupakan fungsi panjang tanpa pertambatan, 𝐿𝑏 (gambar 2.12). Yang didefinisikan sebagai jarak antara titik-titik pada dukung lateral atau pertambatan. Kuat lentur nominal dengan pengaruh tekuk lateral (LTB) dapat dilihat pengaruhnya pada gambar 2.13 terbagi atas 3 bagian dan , yaitu:
LB < LP
LP < LB < LR
LR < LB
𝐿𝑏
𝐿𝑏
𝐿𝑏 Gambar 2.12. Pertambatan Lateral (𝐿𝑏 )
Sumber: http://slideplayer.info/slide/2932341/
Gambar 2.13. Kondisi batas balok lentur
31 Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Pengaruh tekuk lateral dengan perbedaan lokasi pembebanan Penelitian untuk mengevaluasi efek dari perbedaan lokasi pembebanan balok pada pengaruh tekuk lateral telah dilakukan.melalui pengujian serta penelitian analitis lokasi pembebanan terhadap balok ditemukan sangat berkontribusi terhadap pengaruh tekuk lateral. Lokasi pembeanan yang dicertakan diatas dapat dilihat melalui gambar 2.14.
Sumber: LATERAL BUCKLING OF BEAMS, Clark and Hill (1960)
Gambar 2.14. efek lokasi pembebanan Pengaruh tekuk lateral pada letak pembebanan yang berbeda juga menentukan nilai momen kritis (Mcr). Pada penelitian Clark and Hill (1960), tentang “LATERAL BUCKLING OF BEAMS” telah menemukan solusi mendapatkan nilai momen kritis (Mcr) terdapat pada persamaan(2.9).
𝑀𝑐𝑟 =
𝐶𝑏 𝜋 √𝐸 𝐼𝑦 𝐺 𝐽 𝜋2 𝐸 𝐶𝑤 (𝐶2 2 + 1) [√1 + (𝐾∅ 𝐿𝑏 )2 𝑘𝑦 𝐿𝑏 𝐺𝐽
±
𝐶2 𝜋 𝐸 𝐶𝑤 √ ] 𝐾∅ 𝐿𝑏 𝐺𝐽 ....persamaan(2.12)
32 Universitas Sumatera Utara
Persamaanamaan diatas masih kekuran 1 bagian penjelasan yaitu tentang besar kecilnya nilai C2. Nilai C2 adalah nilai berdasarkan jenis pembebanan serta jenis perletakan yang direncanakan seperti gambar 2.15.
Gambar 2.15. nilai C2 2.3.4. Perencanaan batang tekan Pada struktur batang tekan lebih dikenal dengan nama kolom yang dapat kita lihat pada gambar 2.16. Perencanaan dimensi batang tekan lebih sulit dari pada perencanaan batang tarik, karena adanya perilaku tekuk lateral selain gaya aksial tekan.
Sumber: https://harianto.wordpress.com/2009/07/07/terminal-3-cengkareng-changi-hamburg/
Gambar 2.16. kolom terminal cengkareng 33 Universitas Sumatera Utara
Perilaku tekuk lateral dipengaruhi oleh nilai kelangsingan kolom (gambar 2.17) yaitu nilai banding antara panjang efektif kolom dengan jari-jari girasi penampang kolom. Apabila nilai kelangsingan kecil, maka penampang kolom termasuk dalam tekuk inelastis (perilaku kolom pendek). Tetapi bila angka kelangsingan kolom besar,
maka kolom akan termasuk dalam tekuk elastis
(perilaku kolom panjang).
Sumber: https://syont.wordpress.com/2015/09/page/2/
Gambar 2.17. kurva tekuk elastis dan tekuk inelastis Dengan kata lain batang tekan adalah suatu komponen struktur yang menahan gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor (𝑃𝑢 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 ), harus memenuhi persamaanyaratan sebagai berikut : 𝑃𝑢 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 ≤ ∅𝑃𝑛
…..persamaan(2.13)
34 Universitas Sumatera Utara
2.3.5. Perencanaan batang tarik Batang tarik didefinisikan sebagai batang-batang dari struktur yang dapat menahan pembebanan tarik yang bekerja searah dengan sumbunya. Batang tarik umumnya terdapat pada struktur baja sebagai batang pada elemen struktur penggantung dan rangka batang (jembatan, atap dan menara) yang dapat dilihat pada gambar 2.18. Selain itu, batang tarik sering berupa batang sekunder seperti batang untuk pengaku sistem lantai rangka batang atau untuk penumpu antara sistem dinding berusuk (bracing).
Sumber: http://serbasembilan.com/9-stadion-termahal-di-dunia
Gambar 2.18. atap wembley stadion Batang tarik adalah suatu komponen struktur yang menerima gaya tarik aksial murni akibat beban terfaktor (𝑃𝑢 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 ), harus memenuhi persamaanyaratan sebagai berikut : 𝑃𝑢 𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 ≤ ∅𝑃𝑛
…..persamaan(2.14)
35 Universitas Sumatera Utara