BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkembangan Anak 1. Pengertian perkembangan Banyak ahli memberikan pengertian perkembangan yang berbeda secara redaksional dan sudut pandang, namun dalam unsur-unsur perkembangannya mereka tetap mengacu pada inti yang sama. Ikatan Dokter Anak Indonesia memberikan pengertian perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur / fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002). Menurut Harlimsyah (2007) perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi pada diri anak dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek fisik (motorik), emosi, kognitif dan psikososial (bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan). Perkembangan
merupakan
perubahan-perubahan
psiko,
fisik
sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak ditunjang oleh factor lingkungan dan proses belajar dalam masa waktu tertentu, menuju kedewasaan (Zein, 2005). Perkembangan adalah perubahan secara berangsur-angsur dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkat dan meluasnya
9
kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan atau kedewasaan (maturation), dan Pembelajaran (learning) (Wong, 2000). Dari berbagai pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perkembangan terjadi proses perubahan yang teratur, hanya kecepatan tiap individu berlainan bergantung pada faktor pendukung yang ada dari proses perkembangan. 2. Ciri-ciri perkembangan Perkembangan memiliki karakteristik yang dapat diramalkan dan memiliki ciri-ciri sehingga dapat diperhitungkan. Ciri-ciri tersebut menurut Soetjiningsih (1995) sebagai berikut: a. Perkembangan adalah proses yang kontinu dari konsepsi sampai maturasi. Perkembangan sudah terjadi sejak didalam kandungan, dan setelah kelahiran merupakan suatu masa dimana perkembangan dapat dengan mudah diamati. b. Dalam periode tertentu ada masa percepatan atau masa perlambatan. Terdapat 3 (tiga) periode perumbuhan cepat adalah pada masa janin, masa bayi 0-1 tahun, dan masa pubertas. c. Perkembangan memiliki pola yang sama pada setiap anak, tetapi kecepatannya berbeda. d. Perkembangan dipengaruhi maturasi system saraf pusat. Bayi akan menggerakkan seluruh tubuhnya, tangan dan kakinya kalau melihat sesuatu yang menarik, tetapi pada anak yang lebih besar reaksinya hanya tertawa atau meraih benda tersebut.
10
e. Arah perkembangan anak adalah sefalokaudal. f. Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai. 3. Faktor-faktor perkembangan Menurut Nursalam (2005) ada dua faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan, yakni faktor intern dan ekstern. a. Faktor Intern (alami) Faktor intern adalah faktor yang diperoleh dari dalam individu itu sendiri (Perry & Potter, 2005). 1). Genetika / Herediter Faktor herediter merupakan faktor turunan secara genetik dari orang tua kepada anak. Contoh faktor herediter adalah jenis kelamin, ras, dan suku bangsa. Faktor ini dapat ditentukan dengan adanya intensitas dan kecepatan dalam pembelahan berhentinya pertumbuhan tulang (Hidayat, 2006). 2). Pengaruh hormon Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal, yaitu saat janin berumur 4 bulan. Pada saat itu terjadi pertumbuhan yang cepat. Hormon yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan somatotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari. Selain itu kelenjar tiroid juga menghasilkan kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolisme serta maturasi tulang, gigi, dan otak (Nursalam, 2005).
11
3). Temperamen Temperamen ditandai dengan alam perasaan psikologis dimana anak dilahirkan dan termasuk tipe perilaku mudah, lambat sampai hangat, dan sulit. Hal tersebut mempengaruhi interaksi antara individu dan lingkungan (Kozier, 2004) b. Faktor Eksernal (Lingkungan) Faktor lingkungan merupakan faktor yang diperoleh dari luar individu. 1). Keluarga Keluarga memberi pengaruh melalui nilai, kepercayaan, adat istiadat dan pola spesifik dari interaksi dan komunikasi. Fungsi keluarga meliputi keinginan untuk bertahan hidup, rasa aman, bantuan terhadap perkembangan emosi dan sosial, bantuan dengan
mempertahankan
hubungan,
penjelasan
mengenai
masyarakat dan dunia serta bantuan dalam mepelajari peran dan perilaku (Perry & Potter, 2005). 2). Kelompok teman sebaya Kelompok teman sebaya memberi pelajaran lingkungan yang baru dan berbeda. Kelompok teman sebaya memberi pola dan struktur yang berbeda dalam hal interaksi dan komunikasi, memerlukan gaya perilaku yang berbeda. Fungsi kelompok teman sebaya termasuk membiarkan individu belajar mengenai kesuksesan dan kegagalan; untuk memvalidasi dan menantang pemikiran, perasaan
12
dan konsep; untuk mendapatkan penerimaan, dukungan, dan penolakan sebagai manusia unik yang merupakan bagian dari keluarga; dan untuk mencapai tujuan kelompok dengan memenuhi kebutuhan, tekanan dan harapan (Kozier, 2004). 3). Pengalaman hidup Pengalaman hidup dan proses pembelajaran membiarkan individu berkembang dengan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari pada kebutuhan yang perlu dipelajari. Proses pembelajaran meliputi
beberapa
tahapan:
mengenali
kebutuhan
untuk
mengetahui tugas; penguasaan keterampilan untuk menjalankan tugas; penguasaan tugas: penguasaan dalam menjalankan tugas, yang membutuhkan kemampuan yang lebih meluas; integrasi ke dalam seluruh fungsi; dan menggunakan keterampilan yang diakumulasi serta pengalaman untuk mengembangkan penampilan perilaku efektif (Perry & Potter, 2005). 4). Kesehatan lingkungan Tingkat kesehatan mempengaruhi respons individu terhadap lingkungan dan respons orang lain pada individu tersebut. Sehingga proses perkembangan dapat terganggu bila kesehatan lingkungan tidak kondusif (Perry & Potter, 2005). 5). Nutrisi Pertumbuhan diatur oleh faktor makanan. Nutrisi yang adekuat mempengaruhi apa dan bagaimana kebutuhan fisiologis, maupun
13
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya dipenuhi (Nursalam, 2005). 6). Istirahat, tidur dan olah raga Keseimbangan antara istirahat atau tidur dan olahraga merupakan hal yang penting untuk memudahkan tubuh. Gangguan yang menghambat pertumbuhan, sedangkan keseimbangan mendorong kesehatan fisiologis dan psikologis (Perry & Potter, 2005). 7). Status kesehatan Sakit atau luka berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan.
Sifat
dan
mempengaruhi
dampaknya.
durasi
yang
berkepanjangan bisa menyebabkan ketidakmampuan
untuk
mengatasi
tahap
menjawab
kebutuhan
atau
kesehatan
cedera
dan
Sakit
masalah
dan
tugas
perkembangan (Hidayat, 2005). 8). Iklim/Cuaca Iklim atau cuaca menjadi salah satu faktor tumbuh kembang anak. Pada musim tertentu, makanan bergizi dapat mudah diperoleh, atau sebaliknya justru menjadi sulit diperoleh (Hidayat, 2006). 4. Uji skrining Uji skrining perkembangan anak adalah suatu tes atau prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar anak. Ada berbagai macam jenis tes perkembangan diantaranya tes IQ (Intelegensi Questions), Tes Prestasi, Tes Psikomotorik, Tes Proyeksi,
14
Tes Perilaku Adaptif, DDST /Denver II (Denver Development Scrining Test) dan lain sebagainya. Denver Development Screning Test (DDST)/Denver II, yaitu salah satu tes atau metode skrining yang sering digunakan untuk menilai perkembangan anak mulai usia 1 (satu) bulan sampai 6 (enam) tahun. DDST/Denver II adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini mudah dan cepat (15-29 menit), dapat diandalkan dan menunjukkan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85 – 100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambatan perkembangan. 5. Penilaian Perkembangan Anak Penilaian DDST ini menilai perkembangan anak dalam empat faktor diantaranya penilaian tehadap personal sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa, dengan persyaratan tes ada lembar formulir DDST II dan alat bantu atau peraga seperti benang wol merah, manikmanik, kubus warna merah kuning hijau dan biru, permaianan anak bola kecil, bola tenis kertas dan pensil. (Soetjiningsih, 1995) Penilaian DDST meliputi apakah lulus (Passed = P), gagal (fail = F), kemudian ditarik garis berdasarkan umur, kronologis yang memotong garis lurus horizontal tugas perkembagan pada formulir
15
DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan ke dalam normal dan abnormal. a. Abnormal Bila didapat dua atau lebih keterlambatan pada dua sektor atau lebih dan bila dalam satu sektor atau lebih didapat dua atau lebih keterlambatan. b. Normal Dikatakan normal bila minimal hanya ada satu keterlambatan dalam satu sektor dari empat sektor yang ada. Dalam pelaksanaan skrining dengan DDST ini, umur anak perlu ditetapkan terlebih dahulu dengan menggunakan patokan 30 hari dalam satu bulan, 12 bulan untuk satu tahun. Bila dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan kebawah dan bila sama atau lebih dari 15 hari dibulatkan keatas. Penting untuk dipahami bahwa dengan skrining dan mengetahui adanya masalah pada perkembangan anak, tidak berarti bahwa diagnosis pasti dari kelainan tersebut telah ditetapkan. Skrining hanyalah prosedur rutin dalam pemeriksaan tumbuh kembang anak sehari-hari, yang dapat memberikan petunjuk kalau ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian. Sehingga masih diperlukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang lainnya agar diagnosis dapat dibuat, supaya intervensi dan pengobatan dapat dilakukan sebaik-baiknya.
16
2. Anak Usia Prasekolah Masa prasekolah merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-kanak. Batasan karakteristik anak usia prasekolah adalah antara 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) tahun. (Hidayat, 2006). Pada tahap perkembangan anak usia prasekolah ini, anak mulai menguasai berbagai ketrampilan fisik, bahasa, dan anak pun mulai memiliki rasa percaya diri untuk mengeksplorasi kemandiriannya (Harlock, 1998) Anak prasekolah menyempurnakan penguasaan terhadap tubuh mereka dan merasa cemas menunggu awal pendidikan formal. Banyak orang menyadari hal ini merupakan masa yang paling menarik untuk orang tua karena anak-anak menjadi kurang negatif, dapat lebih secara akurat membagi pemikiran meraka, dan dapat lebih secara efektif berinteraksi dan berkomunikasi. Perkembangan fisik terus berlangsung menjadi lambat dimana perkembangan kognitif dan psikososial terjadi cepat (Perry & Potter, 2005) Tahap perkembangan anak usia prasekolah dapat dilihat dari berbagai aspek toeri. Wong (2000) dalam bukunya Wong`s Essential of Pediatric Nursing memaparkan teori-teori perkembangan usia prasekolah sebagai berikut: a. Teori psikoseksual Teori psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud (1939),
yang merupakan proses dalam perkembangan anak dengan
pertambahan pematangan fungsi struktur serta kejiwaan yang dapat menimbulkan dorongan untuk mencari rangsangan dan kesenangan secara
17
umum untuk menjadikan diri anak menjadi orang dewasa. Perkembangan psikoseksual
yang
terjadi
pada
usia
prasekolah
adalah
tahap
oedipal/phalik. Pada tahap ini kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, serta suka pada lawan jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dari pada ayahnya demikian sebaliknya anak perempuan suka pada ayahnya. b. Teori psikososial Perkembangan ini dikemukakan oleh Erikson (1963) bahwa anak dalam perkembangannya selalu dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Pada usia prasekolah perkembangan yang terjadi adalah tahap inisiatif dan rasa bersalah. Pada tahap ini anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya, dan apabila tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan tumbuh perasaan bersalah pada diri anak. c. Teori perkembangan kognitif Perkembangan kognitif pada anak menurut Piaget (1952) membagi dengan empat tahap, diantaranya tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap konkret, dan tahap formal operasional. Anak usia prasekolah menurut teori ini
berada
pada
tahap
praoperasional.
Anak
belum
mampu
mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat egosentrik, seperti dalam penelitian Piaget anak selalu menunjukkan egosentrik seperti anak akan
18
memilih sesuatu atau ukuran yang besar walaupun isi sedikit. Masa ini sifat pikiran bersifat transduktif menganggap semuanya sama, seperti seorang pria dikeluarga adalah ayah maka semua pria adalah ayah, pikiran yang kedua adalah pikiran animisme selalu memperhatikan adanya benda mati, seperti apabila anak terbentur benda mati maka anak akan memukulnya kearah benda tersebut. d. Teori perkembangan psikomoral Perkembangan psikomoral ini dikemukakan oleh Kohlberg (1968) dalam memandang tumbuh kembang anak yang ditinjau segi moralitas anak dalam menghadapi kehidupan. Pada usia prasekolah anak berada pada tahap premoral. Tahap ini memiliki ciri-ciri terdapat sedikit kewaspadaan mengenai apa yang dimaksud dengan perilaku moral yang bisa diterima secara sosial. Kontrol didapatkan dari luar dirinya. Anak menyerah kepada kekuatan dan kepemilikan, dan hidup dinilai untuk jumlah dan kekuatan dari kepemilikan. Menurut Harlock (1998) ciri-ciri anak usia prasekolah, meliputi: 2. Secara fisik, otot-otot lebih kuat dan pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras, dan gigi masih gigi susu. 3. Secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil (puzzle) menggunakan balok-balok dalam berbagai ukuran dan bentuk. 4. Secara intelektual, anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri dan cemburu. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman sebayanya.
19
5. Secara sosial, anak mampu menjalin kontak sosial dengan orang-orang yang ada diluar rumah, sehingga anak mempunyai minat yang lebih untuk bermain pada temannya, orang-orang dewasa, saudara kandung di dalam keluarga. C. Personal Sosial Anak Personal sosial anak terdapat suatu aspek yang saling berhubungan dengan kemampuan
mandiri,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya (Soetjiningsih, 1995). Tingkah laku sosial diartikan bagaimana seorang anak bereaksi terhadap orang-orang disekitarnya, pengaruh hubungan itu pada dirinya dan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan (suryanah, 1996). Perkembangan personal sosial misalnya anak mampu untuk mematuhi aturan permainan sesuai dengan tingkat usianya. Pada perkembangan ini permulaannya pengaruh terbesar dari ibu, tetapi kemudian bertambah banyak orang dan pengalaman-pengalaman mempengaruhi perilaku anak-anak (Harlock, 1998). 1. Faktor-Faktor Personal Sosial Personal sosial prasekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor perkembangan diantaranya faktor komunikasi ibu dan anak, stimulasi, lingkungan, status gizi, faktor posisi anak dalam keluarga, status kesehatan, kelompok teman sebaya (Soetjiningsih, 1995). Orang tua (ibu) memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan personal sosial anak. Peran orangtua (ibu) yang dimaksud
20
adalah usaha langsung terhadap anak melalui komunikasi baik verbal maupun nonverbal dan peran lain yang penting adalah dalam menciptakan lingkungan rumah sebagai lingkungan sosial yang pertama dialami oleh anak. Usaha langsung orangtua adalah dengan berkomunikasi dan interaksi disetiap kesempatan yang ada dalam kehidupan sehari-hari (Suherman, 2000). Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan luar individu (Soetjiningsih, 1995). Anak yang lebih banyak mendapatkan stimulasi cenderung lebih cepat berkembanga. Stimulasi juga berfungsi sebagai penguat(reinforcement). Memberikan stimlasi yang berulang dan terus menerus pada setiap aspek perkembangan anak berarti telah memberikan kesempatan paa anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Suherman, 2000). Lingkungan memiliki peranan yang penting bagi perkembangan personal sosial anak. Faktor ini melipuati musim, iklim, kehidupan seharihari, dan status sosial ekonomi. Lingkungan yang kondusif akan menciptakan keadaan yang aman dan nyaman bagi anak untuk mengeksplorasi perilaku sosialnya. (Perry & Potter, 2005). Setiowati (2006) mengemukakan bahwa anak yang memiliki keadaan kekurangan gizi cenderung terganggu dalam perkembangan personal sosialnya. Gizi merupakan sumber utama yang dibutuhkan anak untuk mendukung aktivitas yang optimal sehingga keadaan gizi yang
21
sempurna akan memberikan kesempatan lebih besar bagi anak untuk melakukan aktivitas dengan lingkungannya (Hidayat, 2006). Faktor posisi anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan personal sosial anak. Anak posisi pertama lebih cenderung menonjol pada kemampuan
kognitif
akan
tetapi
cenderung
terhambat
pada
perkembangan motorik dan personal sosialnya. Hal ini dikarenakan orangtua belum beradaptasi secara maksimal terhadap aspek-aspek perkembangan anak. Disisi lain anak tidak mendapat stimulasi yang biasa dilakukan saudara kandungnya. Tapi kecenderungan tersebut bergantung pada keluarga (Hidayat, 2006). Anak yang dalam keadaan sakit akan terganggu dalam proses tumbuh kembangnya. Anak dengan sindrom down akan bermasalah dengan kemampuan personal sosialnya. Anak dengan kondisi tubuh yang sehat, percepatan untuk tmbuh kembangan sangat mudah. Namun sebaliknya, apabila kondisi status kesehatan kurang baik akan terjadi perlambatan (Nursalam, 2005). Untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan teman sebaya. Tetapi perhatian dari orang tua tetap dibutuhkan untuk memantau dengan siapa anak tersebut bergaul. Teman-teman sebaya adalah dunia anak untuk bermain sehingga kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan pribadi dan perilaku sosial dapat terstimulasi dengan optimal (Soetjiningsih, 1995).
22
2. Parameter Personal sosial Menurut Hidayat (2005) ada 4 (empat) aspek perkembangan yang menjadi perhatian dalam tahap tumbuh kembang anak. Perkembangan tersebut meliputi perkembangan motorik kasar, motorik halus, perkembangan bahasa, dan perkembangan personal sosial. Perkembangan personal sosial, anak dapat bermain dengan permainan sederhana, menangis jika dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh, menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, mengenali anggota keluarga (Nursalam, 2005) Perkembangan personal sosial memiliki parameter dalam tingkat perkembangannya diantaranya : (1) menatap muka, (2) membalas senyum pemeriksa, (3) tersenyum spontan, (4) mengamati tangannya, (5) berusaha mencapai uraian, (6) makan sendiri, (7) tepuk tangan, (8) menyatakan keinginan, (9) dag-dag dengan tangan, (10) main bola dengan pemeriksa, (11) memainkan kegiatan, (12) minum dari cangkir, (13) membantu dirumah, (14) menggunakan sendok atau garpu, (15) membuka pakaian, (16) menyuapi boneka, (16) memakai baju, (17) gosok gigi tanpa bantuan, (18) memakai t Shirt, (19) berpakaian tanpa bantuan, (20) bermain ular tangga atau kartu (Soetjiningsih, 1995). 3. Stimulasi Perkembangan Personal Sosial Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada anak adalah untuk membantu anak mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. Stimulasi dilakukan oleh orang tua (keluarga)
23
setiap ada kesempatan atau dalam kehidupan sehari-hari. Stimulasi disesuaikan dengan umur dan prinsip stimulasi. Tindakan pemberian stimulasi dilakukan dengan prinsip bahwa stimulasi merupakan untkapan rasa kasih sayang, berimain dengan anak,dan berbahagia bersama. Stimulasi dilakukan bertahap dan berkelanjutan. Stimulasi yang diperlukan untuk perkembangan personal sosial sebagai berikut: D. Memberi kesempatan pada anak untuk mencoba melepas pakaian sendiri. E. Melatih anak agar mau ditinggal untuk sementara waktu. F. melatih anak mencuci tangan dan kaki serta mengeringkan sendiri. G. Melatih anak untuk mengenal sopan santun, berterima kasih, mencium tangan dan lain-lain. H. Melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ketetangga. I. Melatih anak untuk bercakap-cakap, bergaul dengan teman sebaya. 4. Personal Sosial Anak Prasekolah Dunia anak prasekolah meluas di luar keluarga ke dalam lingkungan tetangga dimana anak-anak bertemu dengan anak-anak lain dan orang dewasa. Keingintahuan mereka dan inisiatif yang berkembang mengarah pada eksplorasi aktif terhadap lingkungan, dan perkembangan keterampilan baru dan membuat taman baru. Anak prasekolah memiliki kelebihan energi yang memungkinkan mereka untuk merencanakan dan mencoba banyak kegiatan yang mungkin berada diluar kemampuan
24
mereka, seperti menuangkan susu dari tempatnya ke dalam mangkuk sereal (Perry & Potter, 2005). Rasa bersalah muncul dalam diri anak-anak pada saat mereka berada diluar batasan kemampuan mereka dan merasa mereka tidak berperilaku dengan benar. Erickson (1963) memberi rekomendasi bahwa orang tua membantu anak-anak mereka mencapai keseimbangan kesehatan antara inisiatif dan rasa bersalah dengan membiarkan mereka melakukan hal-hal pada diri mereka sendiri sementara itu menetapkan batasan yang tegas (Wong, 2000). Permaianan anak prasekolah menjadi lebih sosial setelah mereka berusia tiga tahun pada saat permainan tersebut berganti dari bermain paralel ke bermain asosiatif. Kebanyakan anak usia 3 tahun bisa bermain dengan satu anak yang lain dalam perilaku kerjasama dimana mereka membuat sesuatu atau bermain peran seperti ibu dan anak. Pada usia empat tahun, anak bermain dalam kelompok yang berisikan dua atau tiga orang dan pada usia 5 tahun kelompok memiliki pemimpin sementara untuk setiap kegiatan (Perry & Potter, 2005) Dalam banyak aktivitas bermain, anak prasekolah memperlihatkan kewaspadaan terhadap bentuk sosial. Anak memiliki kemampuan untuk bermain secara sederhana, menangis bila dimarahi, membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuhnya, menunjukkan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan , dan mengenali anggota keluarga. Anak-anak sering meniru atau mengulangi pengalaman sosial. Anak pada usia ini
25
mendapatkan bahasa dan perluasan hubungan sosial, belajar standar peran, meningkatkan kontrol diri dan penguasaan, kemandirian, dan mulai mengembangkan konsep diri (Hidayat, 2006). D. Komunikasi Ibu Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung, mandiri dan saling terkait dengan orang lain di lingkungannya (keluarga). Untuk menciptakan hubungan atau interaksi dengan lingkungannya, manusia membutuhkan komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal (Monica, 1998). Ibu adalah individu pertama yang berkomunikasi dengan bayi atau anak yang dikandungnya (Latipun, 2002). Ibu dalam keluarga tidak hanya berperan sebagai istri, teman hidup dan pasangan seksual bagi suami, tetapi bersamasama degan suami sebagai pengatur keluarga, pendidik anak-anaknya dan sebagai makhluk sosial yang berperan aktif dalam lingkungan sosial. Ibu merupakan guru pertama bagi anak. Komunikasi merupakan suatu proses tukar menukar perasaan, keinginan, kebutuhan dan pendapat (Arwani, 2002). Sedangkan menurut William Ablig (dalam Purwanto, 1994) mendefinisikan komunikasi sebagai proses pengoperan lambang-lambang yang mengandung pengertian antar individu. Davis (1981) memberikan definisi tentang komunikasi sebagai pemindahan informasi atau pengertian dari satu orang ke orang lain. Galvin dan Brommel (1986) mendefinisikan komunikasi keluarga sebagai suatu
26
proses simbolik, transaksional untuk menciptakan dan mengungkapkan pengertian dalam keluarga. Keluarga sebagai bentuk penyatuan dua individu atau lebih memiliki tujuan yang sama. Untuk mencapai hal itu dibutuhkan interaksi yang kondusif melalui komunikasi yang efektif dalam keluarga (ibu dan anak). 1. Komponen Dalam Komunikasi Gates (1999) dalam bukunya komunikasi interpersonal dalam keperawatan membagi komponen komunikasi kedalam empat komponen yaitu pengirim, pesan, penerima dan umpan balik. Sementara Friedman (1987) membagi kedalam empat komponen: pengirim, saluran, penerima, dan umpan balik. Sedangkan Potter & Perry (1987) membagi komponen komunikasi menjadi enam kategori yaitu referent, sender, message, receiver, channel, dan feedback. Referent diartikan sebagai faktor yang mempengaruhi individu berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini bisa berbentuk objek atau benda tertentu, pengalaman, emosi dan ide (Arwani, 2002). 2. Proses Komunikasi Proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut : a. Komunikator 1). Mengembangkan ide atau pikiran yang ingin disampaikan. 2). Mengkode ide atau pikiran dalam bentuk lambang verbal atau nonverbal.
27
3). Menyampaikan
pesan
melalui
saluran
komunikasi
dan
menggunakan metode tertentu. 4). Menunggu umpan balik dari komunikan untuk mengetahui keberhasilan komunikasi. b. Komunikan 1) Menerima
lambang-lambang
yang
disampaikan
oleh
komunikator. 2) Membaca atau menyandi lambang verbal atau nonverbal yang disampaikan oleh komunikator. 3) Menggunakan pesan yang telah disampaikan. 4) Memberikan umpan balik kepada komunikator (Purwanto, 1994) 3. Pola Komunikasi ibu dan anak Komunikasi dalam keluarga (ibu dan anak) dibagi menjadi dua yaitu verbal dan nonverbal. Kegiatan komunikasi verbal berbentuk bahasa baik antar ibu dan anak maupun komunikasi dalam kelompok (keluarga) sebagai alat untuk menyampaikan pesan atau perasaan. Sedangkan komunikasi nonverbal biasa terbaca dari isyarat, gerakgerik, perilaku, gambar, lambang, dan sebagainya untuk menyampaikan pesan maupun keinginan. Kemampuan untuk berkomunikasi dengan teliti dan afektif dalam sebuah keluarga (ibu dan anak) adalah penting, hal ini karena komunikasi merupakan bagian yang integral dalam kehidupan seharihari keluarga. Komunikasi berfungsi dalam penyelesaian keluarga
28
terhadap fungsinya untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan anggota keluarga (Clemen, 1998). Kozier (2004) dalam bukunya Fundamental of nursing mengungkapkan bahwa dalam keluarga terdapat dua bentuk pola komunikasi, yakni komunikasi yang disampaikan melalui lisan dan komunikasi yang disampaikan melalui bahasa tubuh baik disadari atau tidak oleh anggota keluarga. Menurut friedman (1998) komunikasi dalam keluarga (ibu dan anak) dibagi menjadi dua, yaitu : 3. Komunikasi fungsional Komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga yang berhasil dan sehat, transmisi langsung dan penyambutan terhadap pesan, komunikasi yang efektif adalah mencocokkan arti, mencapai konsistensi dan mencapai kesesuaian antara pesan yang diterima dan diharapkan. Komunikasi fungsional dibagi menjadi dua yaitu: 1) Pengirim fungsional Sarif (1967) dalam Friedman menyatakan bahwa pengirim yang berkomunikasi dalam suatu acara fungsional dapat; (1) Secara tegas menyatakan masalah atau kasusnya. (2) Pada saat yang sama ia menjelaskan dan mengubah apa yang ia katakan, misalnya :adik, nanti kalau main sama temen jangan rebutan mainan ya biar temannya banyak. (3) Dan meminta umpan
29
balik.
(4) Bersikap menerima
umpan
balik ketika
ia
mendapatkannya 2) Penerima fungsional Orang yang menerima pesan harus mampu membuat kajian yang akurat terhadap maksud dari pesan. Penerima memahami dan memberikan respons kepada pengirim pesan secara lebih penuh. Penerima fungsional paling tidak dapat mendengar, umpan balik dan validasi akan pesen yang diterima. 4. Komunikasi disfungsional Komunikasi disfungsional dapat didefinisikan sebagai pengirim dan penerima isi dan instruksi dari pesan yang tidak jelas/ tidak langsung dan atau ketidaksepadanan antara tingkat isi dan perintah dari pesan. Komunikasi disfungsional dibagi menjadi dua yiatu : 1) Pengirim disfungsional Komunikasi dari seorang pengirim yang disfungsional seingkali tidak efektif. Komunikasi dari seorang pengirim yang disfungsional bersifat defensif secara pasif maupun aktif, seringkali menghapuskan kemungkinan untuk mencari umpan balik yang jelas. Komunikasi yang tidak jelas pada pengirim terdiri dari lima kategori ”Asumsi-asumsi, ungkapan perasaan yang tidak jelas, ekspresi yang menghakimi, ketidakmampuan
30
mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan, komunikasi yang tidak cocok” 2) Penerima disfungsional Jika penerimanya tidak berfungsi maka akan terjadi kegagalan komunikasi karena pesan tidak diterima sebagaimana yang diharapkan, penerima gagal dalam mendengar, memberi respon yang tidak sepenuh hati, gagal menggali pesan-pesan pengirim dan gagal memvalidasi pesan yang diterima. E. Komunikasi Pada Anak Usia Prasekolah Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan nada suara, bicara lambat tidak terburu-buru, jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana, hindarkan sikap mendesak terhadap anak, berilah waktu kepada anak untuk merasa nyaman, memberikan kesempatan kepada anak untuk menyatakan perhatian atau ketakutan mereka (Wong, 2000) Kita dapat memberikan mainan saat komunikasi dengan maksud anak mudah diajak komunikasi dan mengurangi rasa tidak nyaman, mengatur jarak interaksi dengan anak. Gunakan berbagai teknik komunikasi, seperti salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas (Dewit , 2001) Komunikasi dengan anak membutuhkan sikap tertentu sehingga anak dapat menerima kehadiran kita.
31
1. Sikap berhadapan Berhadapan merupakan bentuk sikap dimana seseorang langsung bertatap muka atau berhadapan langsung dengan anak (seseorang yang diajak komunikasi), sikap ini mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk berkomunikasi. 2. Sikap mempertahankan kontak. Mempertahankan kontak mata merupakan kegiatan yang bertujuan menghargai anak dan mengatakan adanya keinginan untuk tetap berkomunikasi
dengan
cara
selalu
memperhatikan
apa
yang
diinformasikan atau disampaikan dengan tidak melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dengan lainnya. 3. Sikap terbuka Sikap ini merupakan bentuk sikap dengan memberikan posisi kaki tidak melipat. Tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi yang dilakukan selama dalam proses komunikasi, sehingga proses keterbukaan diri dalam komunikasi dapat dilaksanakan. 4. Sikap tetap relaks Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respons pada anak selama komunikasi. Sikap ini sangat diperlukan sehingga saling memberikan berbagai informasi yang diharapkan tanpa adanya sebuah paksaan (Hidayat, 2008)
32
Dari pemaparan diatas dapat diketahui indikator pengukuran keberhasilan komunikasi yaitu intensitas komunikasi, bentuk komunikasi dan kualitas komunikasi.
33
F. KERANGKA TEORI Usia anak Pola Asuh orang tua Komunikasi ibu dan anak
Stimulasi Lingkungan
Teman sebaya Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolah
Posisi anak dalam keluarga
Status kesehatan
Gizi anak
Keturuanan
Gambar. 1. Skema Landasan Teori modifikasi dari : (Perry & potter, 2005 ; Wong, 2000)
34
G. KERANGKA KONSEP Berdasarkan uraian kerangka toeri tersebut dapat ditarik kerangka konsep berikut :
Perkembangan personal social anak usia prasekolah (TK)
Komunikasi ibu dan anak
Gambar. 2. Skema Kerangka Konsep penelitian
H. VARIABEL PENELITIAN Area yang diteliti sebagai berikut : 1. Variable Terikat (Dependent) Dalam penelitian ini sebagai variabel terikat adalah perkembangan personal sosial anak usia prasekolah 2. Variable Bebas (Independent) Dalam penelitian ini sebagai variabel bebas adalah komunikasi ibu.
I.
HIPOTESIS Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ha = “ada hubungan antara komunikasi dalam keluarga (ibu dan anak) dengan perkembangan personal sosial anak usia prasekolah”.
35